• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI PADA SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PEMATANGSIANTAR TAHUN AJARAN 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI PADA SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PEMATANGSIANTAR TAHUN AJARAN 2013/2014."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI TERHADAP

KEMAMPUAN MENCERITAKAN KEMBALI CERITA ANAK

PADA SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH

NEGERI PEMATANGSIANTAR TAHUN

PEMBELAJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

LIYA SYAHFITRI

NIM 209111041

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Liya Syahfitri, NIM 209111041. Pengaruh Model Pembelajaran Artikulasi pada Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia/S1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran artikulasi pada siswa kelas VII MTsN Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014. Populasi penelitian ini adalah 312 siswa dan sampel penelitian dilakukan terhadap 68 siswa kelas VII MTsN Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Selanjutnya sampel dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu 34 siswa kelompok eksperimen dan 34 siswa kelompok kontrol.

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah kemampuan menceritakan kembali cerita anak dengan menggunakan model pembelajaran artikulasi, kemampuan menceritakan kembali cerita anak dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori , dan untuk mengetahui penggunaan model mana yang lebih berpengaruh antara model pembelajaran artikulasi dengan model pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan kemampuan menceritakan kembali cerita anak.

Dari hasil penelititian diperoleh kesimpulan, kemampuan menceritakan kembali cerita anak dengan menggunakan model pembelajaran artikulasi menunjukkan nilai rata-rata 80,2 (kategori baik), sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori menunjukkan nilai rata-rata 65,2 (kategori cukup). Model pembelajaran artikulasi berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan menceritakan kmbali cerita anak, hal ini terbukti dari hasil uji t diperoleh nilai thitung > ttabel(0,05), yakni 2,04 < 6,52 > 2,75.

Untuk itu perlunya guru bidang studi bahasa Indonesia di sekolah setempat meningkatkan pembelajaran kemampuan menceritakan kembali cerita anak kepada siswa dengan menerapkan model pembelajaran artikulasi, karena model pembelajaran ini terbukti berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan menceritakan kembali cerita anak.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Artikulasi, Model Pembelajaran Ekspositori, Menceritakan Kembali Cerita Anak

(6)

iv

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...5

C. Pembatasan Masalah ...5

D. Rumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...6

F. Manfaat Penelitian ...7

BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...8

A. Kerangka Teoritis ...8

1. Hakikat Model Pembelajaran Artikulasi...8

a. Pengertian Model Pembelajaran ...8

b. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi ...9

c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Artikulasi ...11

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Artikulasi ...12

2. Hakikat Model Pembelajaran Ekspositori ...13

a. Pengertian Model Pembelajaran Ekspositori ...13

b. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Ekspositori ...14

3. Hakikat Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak ...16

a. Pengertian Kemampuan Menceritakan Kembali ...16

b. Pengertian Cerita Anak ...19

c. Unsur-Unsur Cerita Anak ...20

d. Kriteria dalam Menceritakan Kembali Cerita Anak ...23

(7)

v

B. Kerangka Konseptual ...26

C. Hipotesis Penelitian ...28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...29

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...29

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...29

1. Populasi ...29

2. Sampel ...30

C. Metode dan Desain Penelitian ...31

1. Metode Penelitian ...31

2. Desain Penelitian ...31

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...32

E. Instrumen Penelitian ...33

F. Desain Eksperimen ...38

G. Organisasi Pengolahan Data ...43

H. Teknik Analisis Data ...44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...48

A. Hasil Penelitian ...48

1. Deskripsi Data ...48

2. Analisis Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...52

a. Distribusi Data Frekuensi Kelas Eksperimen ...52

b. Distribusi Data Frekuensi Kelas Kontrol ...53

3. Uji Persyaratan Analisis Data ...55

a. Uji Normalitas Data Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol 1. Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen ...55

2. Uji Normalitas Data Kelas Kontrol...57

b. Uji Homogenitas Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...58

c. Uji Hipotesis Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...59

B. Pembahasan ...60

1. Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak

(8)

vi

dengan menggunakan model artikulasi ...60

2. Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak Siswa Kelas VII MTsN Pematangsiantar T.P 2013/2014 dengan menggunakan model ekspositori ...62

3. Pengaruh Model Pembelajaran Artikulasi terhadap Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak oleh Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar T.P 2013/2014 ...63

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...68

A. Simpulan ...68

B. Saran ...69

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi Siswa Kelas VII MTsN Pematangsiantar

T.P 2013/2014 ...30

3.2 Desain Penelitian Eksperimen Post-test Only ...32

3.3 Format Penilaian Menceritakan Kembali Cerita Anak...34

3.4 Kriteria Penilaian Menceritakan Kembali Cerita Anak ...35

3.5 Kategori Penilaian ...37

3.6 Desain Eksperimen Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak dengan Menggunakan Model Pembelajaran Artikulasi ...38

3.7 Desain Eksperimen Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak dengan Menggunakan Model Pembelajaran Ekspositori ...41

4.1 Skor Perolehan Nilai Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak Kelas Eksperimen (X1)...49

4.2 Skor Perolehan Nilai Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak Kelas Kontrol (X2) ...50

4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak Kelas Eksperimen ...52

4.4 Identisifikasi Kecenderungan Hasil Post-test Kelas Eksperimen ...53

4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menceritakan Kembali Cerita Anak Kelas Kontrol...54

4.6 Identisifikasi Kecenderungan Hasil Post-test Kelas Eksperimen ...54

4.7 Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen (X1) ...55

4.8 Uji Normalitas Data Kelas Kontrol (X2) ...57

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdiri atas keterampilan

berbahasa dan bersastra. Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen,

yakni: keterampilan membaca, keterampilan menyimak, keterampilan menulis,

dan keterampilan berbicara. Keempat keterampilan tersebut memiliki kaitan yang

erat antara satu keterampilan dengan keterampilan yang lainnya, sebab satu

keterampilan dapat saling mempengaruhi keterampilan yang lainnya.

Keterampilan bersastra pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdiri

atas: puisi, prosa (cerita), dan drama.

Dalam kemampuan menceritakan kembali cerita anak, keempat

keterampilan berbahasa ini sangat berpengaruh guna tercapainya kompetensi

tersebut. Kemampuan menceritakan kembali tentang objek yang dibaca secara

lisan, berhubungan dengan keterampilan berbicara siswa. Dalam hal ini, untuk

menceritakan kembali objek yang telah dibacanya, selain harus memiliki

keterampilan membaca dan menyimak seorang siswa juga harus memiliki

keterampilan berbicara yang baik agar dapat menceritakan kembali objek yang

telah dibacanya tersebut. Keterampilan berbicara sendiri bagi siswa merupakan

salah satu keterampilan berbahasa yang penting untuk dikuasai karena bila siswa

dapat mengusai keterampilan ini dengan baik akan memudahkannya dalam

(11)

2

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya pada

kompetensi dasar “menceritakan kembali cerita anak yang dibaca”, implementasi

yang diharapkan dari kompetensi tersebut adalah siswa mampu menceritakan

kembali cerita yang telah dibaca atau didengarnya dengan bahasa sendiri secara

lisan. Dalam hal ini, berarti kemampuan keterampilan berbicara siswa sangat

dituntut guna tercapainya kompetensi tersebut. Namun, kenyataan di lapangan

sangat berbeda dengan hal yang diharapkan karena masih ada sejumlah siswa

yang masih merasa takut atau malu berdiri di hadapan teman sekelasnya untuk

berbicara maupun bercerita. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan sifat

beberapa siswa, misalnya berkeringat dingin, berdiri kaku, cemas, gelisah, dan

lupa dengan hal yang akan dikatakannya, apabila dia disuruh untuk berbicara di

depan kelas. Jika ditanyakan kepada siswa mengapa mereka bersifat seperti itu

mereka hanya diam dan ada yang menunjukkan ekspresi wajah yang ketakutan

atau cemas. Bahkan, tidak jarang mereka harus dipaksa maju ke depan kelas

karena sama sekali tidak memiliki keberanian untuk berbicara di depan kelas.

Fenomena di atas sering terjadi karena kurang tepatnya pemilihan model

pembelajaran untuk mengajarkan keterampilan berbicara. Padahal, seharusnya

seorang guru harus dapat memotivasi siswa untuk dapat terlibat dan berperan aktif

dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman saat melakukan Pelaksanaan Program

Pengalaman Lapangan (PPL) terlihat bahwa guru masih menggunakan metode

ceramah dalam mengajarkan keterampilan bercerita ini. Penggunakan metode

(12)

3

satu arah yang mengakibatkan siswa pasif dalam pembelajaran, kecenderungan

pembelajaran berdasarkan minat dan perhatian guru.

Selain pada penggunaan metode ceramah yang dianggap kurang baik pada

pengajaran bercerita ini, faktor lain yang menyebabkan siswa enggan untuk

bercerita di depan kelas adalah banyaknya anggapan guru yang menitikberatkan

pengajaran bercerita hanya pada pemberian tugas yang cenderung menyuruh anak

untuk menghafal cerita. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Rahmanto

(1988:113), “beberapa guru menganggap aktivitas penceritaan kembali suatu cerita ini sering hanya hafalan dan terlalu mekanis.” Padahal jika kegiatan pembelajaran hanya ditekankan pada hafalan saja akan cepat cepat menimbulkan

kejemuan bagi anak. Jika anak sudah jemu atau bosan pada pembelajaran tersebut,

pastinya konsentrasi dan minat anak dalam pembelajaran tersebut juga akan

terganggu. Rendahnya kemampuan siswa pada pembelajaran menceritakan

kembali cerita anak ini juga diungkapkan oleh Raja Usman dan Tengku Nurul Ain

(dalam http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMEDAricle23392raja%20usman%

20nurul2ain.pdf, diakses pada tanggal 20 Maret 2013) yang mengatakan, “…dari 42 orang siswa yang dapat menceritakan dengan tuntas hanya 10 orang (23,80%),

nilai sedang 5 orang ( 11.90 %) dan selebihnya 27 orang ( 64.28 %) tidak tuntas.” Dari data tersebut terlihat bahwa kemampuan menceritakan kembali cerita anak

ini masih sulit dikuasi siswa dengan baik karena lebih dari 50% siswa tidak dapat

menguasai/menuntaskan pembelajaran tersebut.

Berdasarkan fenomena di atas, perlu digunakan sebuah model

(13)

4

siswa dalam pembelajaran berbicara (menceritakan ) agar siswa dapat berperan

aktif dan tertarik untuk mengikuti proses belajar mengajar. Dalam hal ini, peneliti

menggunakan model pembelajaran artikulasi untuk menunjang kemampuan

berbicara (menceritakan) siswa di sepan kelas. Dimana model pembelajaran ini

dapat digunakan untuk membantu daya ingat dan daya serap siswa dalam

memahami materi yang diajarkan kepadanya. Model pembelajaran ini merupakan

salah satu bentuk pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah: penyajian

materi, membagi siswa menjadi kelompok secara berpasangan dua orang,

menugaskan siswa yang satu menjadi pembicara atas materi yang disampaikan

guru tadi dan siswa yang satu lagi sebagi pendengar (dilakukan secara

bergantian), kemudian guru menugaskan siswa kembali untuk menceritakan

materi tersebut secara acak , lalu guru melakukan evaluasi terhadap kemampuan

siswa tersebut. Implementasi dari penerapan model ini diharapkan mampu

menumbuhkembangkan kemauan ataupun motifasi siswa untuk berbicara

(menceritakan) di depan kelas, karena dari penerapan model pembelajaran ini

siswa bukan hanya terlibat sebagai pendengar saja tetapi juga memberi

kesempatan siswa untuk berlatih berbicara secara langsung kepada temannya

sehingga mereka dapat saling mengkoreksi dan menumbuhkan keberanian

mereka untuk berbicara (menceritakan) di depan kelas.

Dari latar belakang masalah di atas, telah dipaparkan bahwa untuk

mengembangkan keterampilan berbicara tidak dapat dicapai hanya dengan cara

membaca dan menghapal saja, siswa juga harus diberikan contoh dan kesempatan

(14)

5

dalam kompetensi “menceritakan kembali cerita anak”, siswa juga harus diberikan

kesempatan untuk berlatih dan memahami cerita yang dibacanya agar kompetensi

yang harus mereka capai dapat tercapai dengan optimal. Melihat pernyataan

tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh

model artikulasi terhadap kemampuan menceritakan kembali cerita anak pada

siswa kelas VII sekolah menengah tingkat pertama.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada lima hal yang menjadi

identifikasi masalah pada penelitian ini.

1. Kurangnya minat siswa dalam pembelajaran berbicara.

2. Siswa kurang percaya diri dalam bercerita.

3. Rendahnya kemampuan siswa dalam menceritakan kembali cerita anak.

4. Kurang tepatnya model yang digunakan guru dalam pembelajaran

menceritakan kembali cerita anak.

5. Model artikulasi belum pernah diterapkan pada pembalajaran

menceritakan kembali cerita anak.

C. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar

pembahasan masalah yang diteliti tidak terlalu luas dan sulit dipahami. Dalam

pengajaran bercerita terdapat beberapa model yang dapat digunakan guru untuk

(15)

6

membatasi masalah yang diteliti hanya pada pengaruh model pembelajaran

artikulasi pada siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar.

Model artikulasi ini termasuk dalam model pembelajaraan kooperatif.

Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh model artikulasi terhadap

kemampuan menceritakan kembali cerita anak, maka peneliti menggunakan

model ekspositori sebagai pembandingnya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka terdapat lima hal yang

menjadi perumusan masalah pada penelitian ini.

1. Bagaimana kemampuan menceritakan kembali cerita anak dengan

menggunakan model artikulasi oleh siswa kelas VII MTs Negeri

Pematangsiantar?

2. Bagaimana kemampuan menceritakan kembali cerita anak dengan

menggunakan model ekspositori oleh siswa kelas VII MTs Negeri

Pematangsiantar?

3. Apakah model pembelajaran artikulasi memiliki pengaruh yang positif

terhadap kemampuan menceritakan kembali cerita anak oleh siswa kelas

(16)

7

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini terdapat dalam beberapa hal, yaitu :

1. untuk mengetahui kemampuan “menceritakan kembali cerita anak” dengan menggunakan model artikulasi

2. untuk mengetahui kemampuan “menceritakan kembali cerita anak” dengan menggunakan model ekspositori

3. untuk mengetahui apakah model pembelajaran artikuasi ini memiliki

pengaruh yang positif terhadap pembelajaran “menceritakan kembali cerita anak”.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi guru, khususnya bidang studi bahasa

Indonesia untuk meningkatkan pembelajaran menceritakan kembali cerita

anak melalui model artikulasi

2. Sebagai masukan kepada pembaca untuk mengetahui efektifitas model

artikulasi terhadap kemampuan menceritakan kembali cerita anak

(17)

67

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Nilai kemampuan menceritakan kembali cerita anak siswa kelas VII

Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014

dengan menggunakan model pembelajaran artikulasi termasuk kategori

baik, yaitu dengan nilai rata-rata 80,2.

2. Nilai kemampuan menceritakan kembali cerita anak siswa kelas VII

Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014

dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori termasuk kategori

cukup, yaitu dengan nilai rata-rata 65,2.

3. Model pembelajaran artikulasi berpengaruh positif terhadap kemampuan

menceritakan kembali cerita anak siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah

Negeri Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014. Hal ini tergambar

dengan hasil uji “t” yang menunjukkan bahwa t0 yang diperoleh lebih

besar dari ttabel yaitu 2,04 < 6,52 > 2,75, maka hipotesis nihil (H0) ditolak

(18)

68

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyarankan:

1. Kemampuan siswa dalam menceritakan kembali cerita anak perlu

ditingkatkan lagi. Hal tersebut tentunya memerlukan model pembelajaran

yang lebih efektif digunakan dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) di

sekolah. Salah satu model belajar dan mengajar yang dapat dijadikan

alternatif adalah model pembelajaran artikulasi.

2. Untuk menggunakan model pembelajaran artikulasi ini diperlukan

pemahaman guru bahasa dan sastra Indonesia baik dari segi persiapan,

pelaksanaan, sampai evaluasi agar hal yang diharapkan yakni

pembelajaran menceritakan kembali cerita anak dapat lebih baik.

3. Disarankan agar peneliti selanjutnya tetap memperhatikan perkembangan

model-model pembelajaran/strategi-strategi pembelajaran yang digunakan

di sekolah khususnya dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita

(19)

69

69

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Pratik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsjad, M. G. dan S., Mukti U. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara BahasaIndonesia. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak: dalam Kajian Struktualisme, Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada

Mursini. 2011. Apresiasi dan Pembelajaran Sastra Anak-Anak. Bandung: Citapustaka Media Perintis

Mustafidah, Anna. dkk. 2012. Kemmpuan Bercerita Siswa Kelas VII MTs Negeri Gandusari Blitar Tahun Ajaran 2011/2012. Tersedia pada:http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel43AD8A66618A8E53 F079F3B9E84BC.pdf.Diakses pada tanggal 14 Mei 2013

Nurkhayanti, Amelia, dkk. 2012.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Artikulasi Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan

Pengamatan Usaha Konfeksi. Tersedia pada:

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php. Diakses pada tanggal: 5 November 2013

Rahmanto. 1988. Metode Penggajaran Sastra. Yoyakarta: Kanisius

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sudarmadji, dkk. 2010. Teknik Bercerita. Yogyakarta: PT KurniaKakam Semesta.

(20)

70

Tarigan. 1981. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, D. dan Tarigan, H. G. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Variabel-variabel yang diukur pada pengujian pompa adalah temperatur sisi atas evaporator (T1), temperatur sisi dibawah pemanas spirtus (T2), temperatur sisi uap (T3),

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) instrumen observasi terhadap guru, (2) instrumen observasi terhadap siswa, (3) instrumen observasi terhadap kelas,

penyelenggara ritual adat menyediakan 4 (empat) lapak yang digunakan untuk permainan dadu, kemudian masyarakat sekitar tempat berlangsungnya upacara adat tersebut dapat

Some isolates showed potential activity of producing IAA, solubilizing phosphate, producing siderophore, promoting seed germination, and inhibiting the growth of plant

Dinas Pekeriaan Umum Kabupaten Kapuas Pokja Bina Marga. NUGRAHA NURWANTARA, ST Anggota Pokia Bina

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara melalui metode Time Token Arends dengan menggunakan media gambar pada mata pelajaran Bahasa

Huruf c: Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

[r]