38 A. Hasil
[image:1.595.157.463.447.711.2]Setelah dilakukan proses assessment pada pasien Ny. DA usia 44 tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada pergelangan tangan kanan, penurunan LGS pergelangan tangan kanan, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Setelah dilakukan penatalaksanaan fisioterapi selama enam kali, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Pemeriksaan nyeri
Grafik 4.1 Evaluasi nyeri diam, tekan, dan gerak
0 1 2 3 4 5 6
T1 T2 T3 T4 T5 T6
nyeri diam
nyeri tekan
Evaluasi pemeriksaan nyeri menggunakan skala VDS untuk mengetahui perubahan nyeri diam, tekan dan gerak selama enam kali terapi. Hasil evaluasi nyeri diam yang diperoleh tidak ada perubahan, T1 tidak ada nyeri dan T6 tidak ada nyeri juga. Sedangkan pemeriksaan nyeri tekan dan gerak mengalami perubahan yang menunjukkan hasil membaik. Nyeri tekan TI tidak begitu berat menjadi T6 ringan dan pada nyeri gerak hasil yang diperoleh dari pemeriksaan T1 cukup berat menjadi T6 tidak begitu berat.
[image:2.595.158.491.439.691.2]2. Pemeriksaan lingkup gerak sendi
Grafik 4.2 Evaluasi lingkup gerak sendi wrist dextra aktif
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6
60 60
72
68
72 72
0 0 0 0 0 0
45 47 48 45 48
50
dorsal
normal
Grafik 4.3 Evaluasi lingkup gerak sendi wrist dextra pasif
Setelah dilakukan terapi sebanyak enam kali telah terjadi perubahan lingkup gerak sendi wrist joint. Perubahan terjadi pada gerak aktif dan pasif bidang sagital yaitu palmar dan dorsal fleksi wrist. Pada pemeriksaan gerak aktif T1 diperoleh hasil S= 600-00-450 dan T6 sebanyak S= 720-00-600, sehingga peningkatan LGS dorsal fleksi wrist
sebesar 120 dan 150 pada gerak palmar fleksi wrist. Sedangkan pada gerak pasif juga mengalami peningkatan LGS dari T1 sebesar S= 650-00-450 dan T6 menjadi S= 750-00-570. Peningkatan gerak pasif pada dorsal fleksi wrist
sebesar 100 dan 120 pada palmar fleksi wrist. 0
10 20 30 40 50 60 70 80
Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6 65
60
75
72 75 75
0 0 0 0 0 0
45
50
55 55 55 57
dorsal
normal
3. Pemeriksaan kekuatan otot
Grafik 4.4 Evaluasi pemeriksaan kekuatan otot flexor dan ekstensor wrist dextra
Pemeriksaan kekuatan otot menggunakan MMT dievaluasi setiap kali terapi yaitu enam kali. Saat terapi pertama hasil pemeriksaan kekuatan otot diperoleh hasil 4- untuk fleksordan ekstensor wrist dextra. Sedangkan pada terapi terakhir pada fleksordanekstensor wrist diperoleh hasil 5-. 4. Pemeriksaan kemampuan aktivitas fungsional
Grafik 4.5 Evaluasi kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Terapi 1
Terapi 2
Terapi 3
Terapi 4
Terapi 5
Terapi 6
0 1 2 3 4 5 6
T1 T2 T3 T4 T5 T6
fleksor
[image:4.595.151.496.526.750.2]Berdasarkan grafik perkembangan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari menggunakan WHDI selama enak kali terapi diperoleh hasil TI sebanyak 30 dan T6 memperoleh nilai 21 dengan klasifikasi kedua terapi tersebut kategori sedang. Meskipun berada dalam klasifikasi yang sama selama enam kali terapi tapi terjadi peningkatan kemampuan aktivitas kemampuan fungsional. Peningkatan yang terjadi dengan selisih nilai sebanyak 9 poin. Sehingga menunjukkan perbaikan kondisi selama terapi yang telah dilakukan.
B. Pembahasan
Berdasarkan pelaksanaan terapi selama enam kali diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu penurunan nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi, peningkatan kekuatan otot dan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Selama terapi, perkembangan pasien fluktuatif yaitu terjadi peningkatan dan penurunan. Hal ini bisa terjadi karena aktivitas pasien yang terlalu berlebihan, kondisi kesehatan pasien dan intensitas latihan selama di rumah. Sebagian besar waktu pasien digunakan untuk aktivitas fungsional sehari-hari. Sehingga fisioterapis tidak dapat memantau setiap hari kegiatan pasien. Kerjasama yang baik antara pasien, keluarga dan fisioterapis harus berjalan dengan baik untuk selalu mengingatkan dan memotivasi pasien.
dapat membantu proses penyembuhan saraf yang mengalami kompresi (Bilgici dkk., 2010). Penurunan nyeri yang terjadi dihasikan melalui aktivasi
threshold pada ujung saraf dengan thermal effect yang juga merangsang saraf bermielin besar melalui mekanisme gerbang kontrol (Drapper dan Prentice, 2002). Sedangkan aktivasi mekanoreseptor threshold dan reseptor sensorik pada muscle spindle dapat meningkatkan LGS. Melalui peningkatan ekstensibilitas kulit dan otot termasuk juga viskositas jaringan. Akibat terjadi peningkatan metabolisme lokal sehingga peradangan berkurang melalui setiap peningkatan suhu 10C. Sedangkan peningkatan LGS dan ekstensibilitas jaringan diperoleh dari setiap 40 C peningkatan suhu. Efek kimia yang timbul menyebabkan efek mikrovibrasi dari US yang mana menyebabkan penurunan nyeri dan perubahan viskoelastisitas otot. Sehingga peningkatan LGS dan penurunan nyeri diperoleh dari thermal dan mechanical effect (Morishita dkk., 2014).
Pada penggunaan terapi paraffin yang merupakan campuran paraffin
dan mineral oil memiliki efek hangat yang lebih baik dibandingkan dengan terapi air dengan suhu yang sama. Efek hangat yang memberikan rasa nyaman akan meningkatkan aliran darah yang berpengaruh terhadap produksi analgetik, nyeri akan berkurang yang berakibat relaksai pada otot yang selanjutnya dapat meningkatkan elastisitas connective tissue (Chang dkk., 2014). Peningkatan elastisitas dan penurunan nyeri yang terjadi, akan mempermudah terapi latihan yang dilakukan yaitu stretching exercise dan
Stretching exercise merupakan suatau tindakan yang digunakan untuk meningkatkan ekstensibilitas jaringan melalui proses penguluran jaringan dan meningkatkan fleksibilitas. Manfaat yang diperoleh dari stretching exercise yaitu menjaga dan meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot,
meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional, dan menjaga fleksibilitas
serta ekstensibilitas jaringan (Kisner dan Colby, 2007). Pemberian US dan
paraffin sebelum tindakan stretching exercise membantu mempermudah dan
meningkatkan penguluran jaringan dari efek hangat yang muncul. Rasa hangat tersebut menyebabkan peningkatan suhu lokal saat terjadinya healing process sehingga supply oksigen dan nutrisi pada pembuluh darah meningkat. Akibatnya timbul efek relaksasi otot melalui penurunan muscle spindle dan merangsang serabut saraf sensorik nosiseptor (Prentice, 2011). Penurunan nyeri tersebut menyebabkan pergerakan sendi menjadi lebih luas karena relaksasi dari otot-otot penggerak sendi sehingga memudahkan untuk dilakukan stretching exercise akibatnya terjadi peningkatan LGS yang selanjutnya kemampuan aktifitas fungsional sehari-hari dapat meningkat.
kontraktil myofibrillar aktin dan myosin (Schoenfeld, 2010). Saat otot mendapat rangsangan yang melebihi rangsang yang diterima menyebabkan kerja myofibril dan ekstraseluler matriks menjadi kacau. Akibatnya rantai myogenik ikut berubah yang kemudian terjadi peningkatan jumlah dan ukuran protein myofibril kontraktil aktin dan myosin serta jumlah dari sarkomer yang selanjutnya peningkatan kekuatan otot meningkat. Maka peningkatan otot ini berpengaruh terhadap kemampuan fungsional otot dan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Pada penggunaan US dengan frekuensi 1Mhz, intensitas 1,0 W/cm2 dan waktu terapi 5 menit selama dua kali seminggu terapi juga meningkatakan kemampuan fungsional dan penurunan keluhan yang diderita pada kondisi CTS (Chang dkk., 2014). Jadi, pemberian terapi tersebut dan manfaat yang diperoleh saling
berkesinambungan untuk dapat tercapainya tujuan sesuai yang telah