• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra Di RS Paru Dungus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra Di RS Paru Dungus"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

PIRIFORMIS SYNDROME SINISTRA

DI RS PARU DUNGUS

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

DESSY PUSPITARINI J100 150 051

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

PIRIFORMIS SYNDROME SINISTRA

DI RS PARU DUNGUS

PUBLIKASI ILMIAH

oleh :

DESSY PUSPITARINI J100 150 051

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh :

Dosen Pembimbing,

Farid Rahman , SST.FT., M.OR NIDN. 0610019101

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

PIRIFORMIS SYNDROME SINISTRA

DI RS PARU DUNGUS

OLEH

DESSY PUSPITARINI J100 150 051

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada Hari Sabtu, 26 Mei 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Farid Rahman, SST.FT., M.OR ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Arif Pristianto, S.St. Ft., M.Fis ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Totok Budi Santoso, S.Fis., M.Fis ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes NIK/NIDN : 786/06-1711-7301

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar ahli madya di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 7 Juni 2018 Penulis

DESSY PUSPITARINI J100 150 051

(5)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SYNDROME SINISTRA DI RS PARU DUNGUS

Abstrak

Piriformis syndrome merupakan sekumpulan gejala dan tanda nyeri pada otot

piriformis dengan atau tanpa kompresi saraf ischiadicus, yang merupakan penyebab dari berbagai keluhan lain seperti sciatic dan low back pain. Penggambaran dari sindrom ini yakni rasa sakit yang mendalam, local tenderness di area sekitar gluteal dengan atau tanpa gejala dari sciatic. Untuk mengetahui manfaat MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation), US (Ultrasound), serta terapi latihan pada kasus piriformis

syndrome. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil adanya

penurunan nyeri dan spasme otot m. Piriformis, peningkatan lingkup gerak sendi

hip sinistra, serta peningkatan kemampuan fungsional pasien. Terapi dengan

menggunakan modalitas MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneus

Electrical Nerve Stimulation), US (Ultrasound), serta terapi latihan dapat

mempercepat penurunan nyeri, spasme, peningkatan LGS dan peningkatan kemampuan fungsional.

Kata kunci: Piriformis syndrome, micro wave diathermy, transcutaneus

electrical nerve stimulation, ultrasound, terapi latihan, stretching, nyeri, spasme.

Abstract

Piriformis syndrome is a symptom and a sign of muscle pain with ischiadicus,

which is the cause of lower back and sciatic pain. The depiction of this syndrome is a deep pain, local tenderness in the area around the gluteal with or without symptoms of sciatic. To know the benefits of MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation), US (Ultrasound), and exercise therapy in piriformis syndrome case. After therapy 6 times from result of decrease of pain and muscle spasm m. Piriformis, increased hip joint range of motion, and improved patient functional ability. Therapy using MWD (Micro

Wave Diathermy) modalities, TENS (Transcutaneous Electrical Nerve

Stimulation), US (Ultrasound), and exercise therapy can accelerate can accelerate

the decrease in pain, spasm, increased ROM and increased functional ability.

Keywords: Piriformis syndrome, micro wave diathermy, transcutaneous

electrical nerve stimulation, ultrasound, exercise therapy, stretching, pain, spasm.

1. PENDAHULUAN

Berbagai problematika kesehatan muncul akibat overactivity khususnya yang berkaitan dengan fungsi dan gerak tubuh (Hapsari et al.,

(6)

2009). Peningkatan aktivitas yang tidak terkontrol akan berakibat kepada kerja otot. Berbagai aktivitas seperti mengangkat barang berat dalam posisi membungkuk, berada dalam posisi statis yang lama, duduk dalam posisi yang tidak proporsional, dapat menyebabkan rasa kaku dan nyeri pada area-area tertentu khususnya punggung (Andreani & Paskarini, 2013).

Beberapa permasalahan yang sering terjadi di punggung seperti low

back pain, ischialgia, herniated nucleus pulposus dan piriformis syndrome.

Insiden dari piriformis syndrome hingga sekarang belum jelas, namun diduga sekitar 6% sampai 36% piriformis syndrome menjadi penyebab dari low back

pain dan sciatica. Piriformis syndrome paling sering terjadi didekade

keempat dan kelima kehidupan yang sering memengaruhi individu di berbagai tingkatan aktivitas dan pekerjaan. Dalam suatu penelitian ditemukan, 26 dari 3.550 kasus nyeri punggung bawah yang menderita

piriformis syndrome, dan 50 % diantaranya memiliki riwayat trauma di pantat

atau hip / lower back torsional injury (Norbury et al., 2012).

Penanganan medis sebagai bentuk pengobatan konservatif untuk

piriformis syndrome adalah dengan mengkonsumsi obat penghilang rasa

nyeri, lebih dari 76% pasien dengan keluhan piriformis syndrome merasa lebih baik setelah meminum obat antiinflamasi (NSAID), relaksasi otot, es, serta istirahat (Boyajian-O’Neill et al., 2008) . Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan piriformis syndrome antara lain MWD

(Micro Wave Diathermy) untuk mengurangi nyeri dan merelaksasi otot yang

tegang, TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyeri, US (Ultrasound) untuk memberikan efek micromassage sehingga otot dapat rileks, serta terapi latihan berupa stretching untuk memelihara fleksibilitas otot dan meningkatkan lingkup gerak sendi.

2. METODE

Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 6 kali terapi di RS

Paru Dungus pada pasien Tn. S usia 47 tahun dengan diagnosa medis

(7)

diberikan adalah MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneus

Electrical Nerve Stimulation), US (Ultrasound) dan terapi latihan berupa

stretching. Metode tersebut digunakan untuk mengurangi nyeri,

meningkatkan lingkup gerak sendi hip, serta meningkatkan kemampuan fungsional. Selain terapi diatas, diharapkan keluarga dapat melaksanakan edukasi di rumah yang telah diajarkan oleh fisioterapis seperti pasien disarankan menggunakan korset saat beraktivitas dan bekerja, menghindari menumpukan berat badan disalah satu sisi baik saat berdiri maupun duduk, dan melakukan latihan penguluran hold relax seperti yang sudah diajarkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil

Berdasarkan laporan status klinis, pasien dengan nama Tn.S umur 47 tahun, dengan diagnosa piriformis syndrome mengalami beberapa permasalahan yakni 1) nyeri tekan pada otot piriformis, 2) penurunan lingkup gerak sendi hip. Setelah dilakukan tindakan fisioterapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan modalitas MWD, US, TENS dan terapi latihan, didapatkan hasil sebagai berikut :

3.1.1 Nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale)

Gambar 1. Evaluasi Nyeri

Pada terapi pertama (T1) sampai dengan terapi keenam (T6) terjadi penurunan nyeri baik nyeri diam, nyeri gerak

4,6 4 3,7 3 2,5 2,3 4,1 3,8 3,2 2,8 2,5 2 5 4,8 4,5 4,1 3,8 3,2 T1 T2 T3 T4 T5 T6

(8)

maupun nyeri tekan. Namun dibanding penurunan nyeri pada nyeri diam dan gerak yang relatif signifikan, penurunan nyeri pada nyeri tekan relatif lebih lama.

3.1.2 Lingkup gerak sendi hip dengan goneometer

Gambar 2. Evaluasi LGS

Gambar 2 menunjukkan adanya peningkatan lingkup gerak sendi hip khususnya pada gerakan fleksi, adduksi, internal rotasi dan eksternal rotasi. Peningkatan lingkup gerak sendi paling signifikan terlihat pada fleksi hip.

3.1.3 Kemampuan Fungsional dengan ODI

Gambar 3. Evaluasi ODI

Selama 6 kali terapi terjadi penurunan score disabilitas pasien dari moderate disability menjadi minimal disability.

80 90 90 95 100 125 15 15 15 15 15 15 45 45 45 45 45 45 15 25 15 25 25 25 25 25 25 30 35 35 30 30 35 35 40 40 T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6

Fleksi Ekstensi Abduksi

Adduksi Internal rotasi Eksternal rotasi

38 36 33 31 27 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 T1 T2 T3 T4 T5 T6 ODI

(9)

Penurunan score disabilitas pasien paling signifikat terletak pada T6.

3.2 Pembahasan

3.2.1 TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Menurut Coutaux (2017), TENS merupakan suatu metode nonfarmakologi yang dapat menurunkan rasa sakit atau nyeri dengan menempatkan elektroda diatas kulit. Sekitar 60% pasien dengan nyeri akut atau kronik merasa berkurang nyerinya atau sembuh setelah diberikan TENS selama beberapa bulan pertama. Mekanisme kerja TENS menurut gate control theory of pain, stimulasi dari aferen berdiameter besar, akan menginhibisi respon serat nosiseptive yang berada di dorsal horn, melibatkan inhibisi segmental dengan menggunakan neuron yang berada di

substansia gelatinosa yang berada di cornu dorsalis medula

spinalis sehingga nyeri akan terblokir dan rasa nyeri akan dirasa

berkurang (Noehren et al., 2014). 3.2.2 MWD (Micro Wave Diathermy)

Pengaruh MWD dalam penurunan rasa nyeri yakni adanya efek thermal yang akan menimbulkan efek fisiologis terhadap jaringan yaitu setiap kenaikan 1 °C MWD dapat mengurangi sebagian inflamasi dan meningkatkan metabolisme, peningkatan 2 – 3 °C berfungsi menurunkan nyeri dan muscle

spasme, sedangkan peningkatan pada suhu di atas 3-4 °C dapat

meningkatkan ekstensibilitas jaringan (Wismita, Putra, & Nurmawan, 2015).

Efek thermal yang dihasilkan oleh MWD akan diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah kapiler menjadi meningkat. Adanya peningkatan ini akan melancarkan pembuangan zat-zat sisa metabolisme yang menumpuk di jaringan yang sering menyebabkan spasme otot

(10)

maka otot yang tegang yakni otot piriformis akan menjadi rileks dan nyeri akan berkurang (Alfonso, Ortega, Dami, & Mart, 2013).

3.2.3 US (Ultrasound)

US merupakan modalitas yang sering digunakan dalam program rehabilitasi terkait gangguan muskuloskeletal. Frekuensi yang digunakan untuk menghasilkan efek teraputik dari US yakni 3 MHz untuk area superficial dan 1 MHz untuk area yang lebih dalam. Dalam kasus piriformis syndrome, frekuensi yang digunakan yakni 1 MHz untuk menjangkau otot

piriformis yang berada di bawah m.gluteus maximus. US

memiliki 2 efek, yakni efek thermal dan nonthermal (mekanik). Efek thermal menghasikan peningkatan suhu permukaan kulit yang meningkatan metabolisme, melancarkan aliran darah, mengurangi peradangan ringan, mengurangi kejang otot, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Efek mekanik dari US yakni adanya getaran micro oleh

ultrasound yang akan menurunkan sensitivitas reseptor

(mechanoreseptor dan muscle spindle) dan mengubah

viscoelastisitas otot, sehingga akan meningkatkan lingkup gerak

sendi. Namun, peningkatan lingkup gerak sendi akibat efek

thermal akan mengalami penurunan yang bertahap, sehingga

dalam meningkatkan lingkup gerak sendi, efek mekanik dari US lebih berperan (Morishita et al., 2014).

3.2.4 Hold relax stretching

Hold Relax Stretching dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi dengan meningkatkan fleksibilitas otot piriformis melalui peregangan. Metode hold relax stretching dapat meningkatkan fleksibilitas otot piriformis melalui peningkatan elastisitas komponen viscoelastic nonkontraktil (Ahmed, Iqbal, Anwer, & Alghadir, 2015). Mekanisme perbaikan lingkup gerak

(11)

sendi tergantung dari efek inhibisi autogenik. Inhibisi autogenik bergantung pada fungsi golgi tendon organ yang tidak hanya berperan dalam mendeteksi perubahan panjang otot, tetapi juga perubahan ketegangan otot. Aktivasi dari golgi tendon organ akan menimbulkan relaksasi otot dengan menimbulkan inhibisi neuron motorik melalui aktivasi sel Renshaw untuk mengurangi sensitivitas otot terhadap kontraksi. Teori lain menyatakan bahwa dengan mengkontraksikan otot sebelum melakukan peregangan akan mengaktifkan reseptor muscle spindle yang akan menurunkan sensitivitasnya, mengurangi muscle tension dan resistensi terhadap peregangan (Ylinen, 2008).

Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali kepada Tn. S, nyeri pada pantat kiri berkurang, dan spasme otot piriformis pun berkurang sehingga terjadi peningkatan lingkup gerak sendi hip

sinistra, serta kemampuan fungsional pasien yang terganggu

seperti duduk dan berdiri juga meningkat.

4. PENUTUP

4.1Simpulan

Berdasarkan pembahasan tentang penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan nama Tn.S umur 47 tahun, dengan diagnosa

piriformis syndrome sinistra mengalami beberapa permasalahan yakni

1) nyeri diam, nyeri gerak pada sendi hip sinistra dan nyeri tekan pada otot piriformis, 2) penurunan lingkup gerak sendi hip sinistra, 3) penurunan kemampuan fungsional. Setelah diberikan modalitas fisioterapi, dapat disimpulkan bahwa modalitas yang digunakan yaitu MWD, US, TENS dan terapi latihan berupa hold relax stretching berperan dalam 1) penurunan nyeri diam, nyeri gerak pada sendi hip

sinistra dan nyeri tekan pada otot piriformis, 2) peningkatan lingkup

(12)

4.2Saran

Pada penanganan kasus piriformis syndrome, sangat dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan fisioterapi agar keberhasilan dalam pengobatan kasus ini dapat memperoleh hasil yang maksimal. Saran untuk fisioterapis adalah untuk lebih memperhatikan assesment sebelum menentukan tujuan serta intervensi terapi yang diberikan. Selain itu, fisioterapis hendaknya selalu melakukan reevaluasi terhadap kondisi pasien untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan saat terapi dilakukan. Saran untuk pasien yakni melakukan home program yang diberikan fisiotepis yakni active

stretching piriformis yang dapat dilakukan dengan cara berbaring

terlentang kemudian posisikan kaki kiri menyilang terhadap kaki kanan, tarik lutut kanan kearah perut dan tahan selama 8 hitungan.

Home exercise ini dapat dilakukan setiap hari, dengan 8 rep/set dan

dilakukan minimal 2 sampai 3 kali sehari. Selain itu, pasien disarankan untuk mengurangi aktivitas yang tidak mendukung proses penyembuhan seperti berada dalam posisi statis seperti duduk dan berdiri yang terlalu lama. Apabila dirasa sudah terlalu lama duduk atau berdiri, pasien dapat melakukan stretching ringan ataupun berjalan-jalan sebentar untuk melemaskan otot-otot yang kaku.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, H., Iqbal, A., Anwer, S., & Alghadir, A. (2015). Effect Of Modified Hold-Relax Stretching And Static Stretching On Hamstring Muscle Flexibility. Journal Of Physical Therapy Science, 27(2), 535–538. https://doi.org/10.1589/jpts.27.535

Alfonso, J., Ortega, A., Dami, A., & Mart, D. (2013). Microwave Diathermy For Treating Nonspecific Chronic Neck Pain : A Randomized Controlled Trial N Fern. https://doi.org/10.1016/j.spinee.2013.10.025

Andreani, M. U. D., & Paskarini, I. (2013). Sikap Kerja Yang Berhubungan Dengan Keluhan Subjektif Pada Penjahit Di Jalan Patua Surabaya. Promkes, 1(2), 201–208.

(13)

Diagnosis And Management Of Piriformis Syndrome: An Osteopathic Approach. The Journal Of The American Osteopathic Association, 108(11), 657–664. https://Doi.Org/10.7556/Jaoa.2008.108.11.657

Hapsari, D., Sari, P., & Pradono, J. (2009). Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status Kesehatan. Buletin Penelitian

Kesehatan Suplement, 40–49. retrieved from

http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/BPK/article/view/2192/1090 Kisner, C & Colby, L.A. 2012. Therapeutic Exercise: Foundation and

Techniques, Sixth Edition. Philadelpia : Davis Company..

Noehren, B., Dailey, D. L., Rakel, B. A., Vance, G. T., Zimmerman, M. B., Crofford, L. J., … Zimmerman, M. B. (2014). Running head : FAST Protocol Protocol Effect of Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation on Pain , Function , and Quality of Life in Fibromyalgia : A Double-Blind Randomized Clinical Trial B . Noehren , PT , PhD , Division of Physical Therapy , College. https://doi.org/10.2522/ptj.20140218

Norrbury, J. W. et al. (2012). Diagnosis and management of piriformis syndrome.

The Journal of the American Osteopathic Association, 108(11), 657–664.

https://doi.org/10.7556/jaoa.2008.108.11.657

Wismita, L. G. E., Putra, I. N. A., & Nurmawan, P. S. (2015). Kombinasi MWD, US dan Stretching Sama Baik dengan Kombinasi MWD, US dan Myofacian Release TechniqueTerhadap Penurunan Tension Type Headache (TTH), 1–9. Ylinen, J. (2008). Stretching Therapy for Sport and Manual Therapies. London:

Gambar

Gambar 1. Evaluasi Nyeri
Gambar  2  menunjukkan  adanya  peningkatan  lingkup  gerak  sendi  hip  khususnya    pada  gerakan  fleksi,  adduksi,  internal  rotasi  dan  eksternal  rotasi

Referensi

Dokumen terkait

PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009”.. Subjek Penelitian : Pembelajaran dengan

Suatu dualitas budaya muncul di mana-mana di dunia Muslim, suatu dualitas masyarakat yang berasal dari sistem pendidikan ganda: sistem pendidikan Islam tradisional melahirkan

Supplementation of 3% ca-saponified lemuru oil coated by herb (curcumae, ginger, Eugenia polyantha and Pluchea indica ) in thick tail sheep had better immune respon

Profesi sebagai perawat bagi lansia di panti wreda sangatlah membutuhkan komitmen kerja dan ketrampilan dalam merawat lansia. Rutinitas perawat yang dapat menguras

ZONASI KERENTANAN LONGSOR DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI DAS JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2014 (Implementasi Pada Kompentensi Dasar

In the first system, automation is made possible by using field controller to operate the valve that was programmed to act to keep water condition at the field as expected to

Untuk maksud Pasal ini, "pemegang yang terdaftar" berarti suatu perusahaan yang merup akan pemegang yang terdaftar baik dari suatu ijin eksplorasi minyak

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri Colomadu pada bulan oktober 2009, didapatkan hasil 83% remaja mempunyai pengetahuan mengenai keamanan