• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB IV"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Setting Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Dusun Kebonan

Secara geografis Dusun Kebonan yang ditunjukkan melalui

lingkaran merah pada gambar 2, berada di Desa Tolokan,

Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah

yang terletak di kaki Gunung Merbabu dan Telomoyo. Wilayah

Dusun Kebonan berada pada ketinggian 1.242 meter di atas

permukaan laut (mdpl) dengan curah hujan per hari 22 milimeter

(mm), dengan suhu harian 22 - 23°C. Dusun Kebonan juga memiliki

luas wilayah kurang lebih 25 hektar (Ha).

Tolokan

Wates

4 Banaran

Sidomukti

Gambar 2. Peta Batas Wilayah Dusun Kebonan, Desa Tolokan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang

Sumber: Pemerintah Kabupaten Semarang, Kecamatan Getasan, Desa/ Kelurahan Tolokan Tahun 2016.

(2)

Wilayah administrasi Dusun Kebonan diapit oleh dua

pemerintahan yakni Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Batas

wilayah Dusun Kebonan bagian Timur adalah Dusun Banaran dan

Wates, bagian Selatan berbatasan dengan Sidomukti, bagian Barat

berbatasan dengan Dusun Kejalan dan bagian Utara berbatasan

dengan Dusun Tolokan.

4.1.2. Gambaran Demografi

a. Penduduk

Pada akhir tahun 2015 diketahui jumlah penduduk Dusun

Kebonan mencapai 402 jiwa yang tersebar di dua RT (Rukun

Tetangga) yakni RT 06 dan RT 07, dengan berbagai variasi usia,

seperti yang disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Dusun Kebonan Menurut Kelompok Umur Tahun 2015

Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

0 - 5 24 45 - 49 36

6 - 9 40 50 - 54 27

10 - 14 28 55 - 59 25

15 - 19 30 60 - 64 12

20 - 24 29 65 - 69 7

25 - 29 34 70 - 74 4

30 - 34 34 75+ 6

35 - 39 40

40 - 44 26 Total 402

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi

penduduk Dusun Kebonan terdiri dari berbagai variasi umur dan

(3)

rata-rata umur penduduk didominasi oleh penduduk masa

anak-anak (6 - 11 tahun) dan dewasa akhir (35 - 39 tahun) (Depkes RI,

2009). Hal ini di karenakan banyak penduduk telah menutup usia

pada masa Manula (manusia lanjut usia) 65 tahun ke atas akibat

berbagai macam penyakit degeneratif (keturunan) yang diderita,

seperti penyakit hipertensi, jantung dan stroke.

4.2. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria yang telah

ditentukan yaitu warga asli lokal bertempat tinggal di Dusun

Kebonan yang dibuktikan dengan identitas berupa KTP (Kartu

Tanda Penduduk), berusia 25 tahun keatas, dengan pertimbangan

dapat berkomunikasi dengan baik serta bersedia memberikan

informasi sesuai tujuan penelitian, yang ditandai dengan kesediaan

mengisi dan menandatangani informed consent untuk menjadi

partisipan selama penelitian berlangsung. Bukti informed consent

masing-masing partisipan dapat dilihat pada lampiran 2.

Sesuai dengan kesepakatan dalam informed consent untuk

menjaga kerahasiaan partisipan dan informasi, maka peneliti

menyajikan identitas partisipan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Identitas Partisipan No Identitas Partisipan 1

(P1)

Partisipan 2 (P2)

Partisipan 3 (P3)

1 Inisial Tn. P Tn. B Ny. T

2 Usia 47 43 48

3 Asal Dusun Kebonan Dusun Kebonan Dusun Kebonan

(4)

4.3. Informan

Selain mewawancarai P1, P2, dan P3, peneliti juga berusaha

mendapatkan data yang akurat dari informan pertama dan ke dua

yakni tenaga kesehatan yang juga bergerak di bagian kesehatan

lingkungan dan Kadus Kebonan untuk melakukan cross check data

yang sebelumnya telah didapatkan dari P1, P2 dan P3. Berikut

adalah tabel identitas diri informan yang terlibat dalam penelitian ini:

4.4. Analisis Data dan Temuan Penelitian

4.4.1. Kategorisasi

Data hasil wawancara dan observasi yang berbentuk transkrip

selanjutnya dikategorisasi untuk mengidentifikasi ucapan-ucapan

partisipan yang relevan dan tidak relevan bagi penelitian ini. Cara

yang dilakukan peneliti adalah membuat coding pada setiap

ucapan-ucapan partisipan yang relevan dengan fenomena yang

sedang diteliti. Hasil identifikasi tersebut dapat dilihat pada lampiran

9.

Tabel 3. Identitas Informan No Identitas Informan 1

(In.1)

Informan 2 (In.2)

Jadwal Wawancara

1 Inisial Tn. M Tn. S 4 Mei 2016

2 Status

Kepala Dusun Kebonan

Tenaga Kesehatan

(5)

4.4.2. Tema

Hasil kategorisasi direduksi ke dalam tema-tema sebagai hasil

temuan penelitian. Berikut adalah ringkasan temuan tema-tema

(6)

Informan Partisipan Coding Sub tema Tema P1, P2, P3 Pengetahuan tentang PHBS Variabel Modifikasi/Pengubah

(Modifying Variables) PEMBENTUKAN PERSEPSI KESERIUSAN, KERENTANAN, KEUNTUNGAN DAN HAMBATAN WARGA MENGENAI PHBS P1 Sosialisasi PHBS

In. 1, In. 2 P1,P2, P3 Keikutsertaan dalam sosialisasi PHBS Pendorong untuk bertindak (Cues to Action) In.1 P1, P2, P3 Keseriusan penyakit Persepsi Keseriusan

(Seriousness)

Persepsi Ancaman P2 Rentan terhadap bencana alam Persepsi Kerentanan

(Susceptibility) P1, P3 Rentan terhadap penyakit

P1, P3 Rentan kerugian materil

P2 Terhindar dari penyakit Persepsi Keuntungan (Benefits)

Evaluasi Perilaku P1, P3 Sehat dan bahagia

P3 Terhindar dari kerugian materil

In. 1, In.2 P1, P2 Pengaruh Negatif Lingkungan Sosial Persepsi hambatan/rintangan

(Barriers) P1, P2 Kebiasaan Merokok

In. 1, In.2 P2 Ketiadaan Fasilitas BAB P2 Keterbatasan Biaya

P1, P2, P3 Peran Warga Peran Warga menciptakan lingkungan bersih dan sehat PERSEPSI DIBUTUHKANNYA PERAN

SEMUA WARGA DALAM MENCIPTAKAN KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

TEMPAT TINGGAL P1. P2 Frekuensi Membersihkan Lingkungan

Fisik

Menjaga kebersihan lingkungan fisik PERSEPSI MENGENAI USAHA-USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN

WARGA SEBAGAI PERWUJUDAN PERILAKU

SEHAT In. 1, In. 2 P1, P2, P3 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

(RT)

Mengolah sampah rumah tangga

In. 1, In. 2 P1, P2, P3 Penggunaan jamban Menggunakan Jamban In. 1, In. 2 P1, P2, P3 Perilaku Cuci Tangan Mencuci tangan

P2 Perilaku Mandi Mandi

(7)

P3 Mengganti celana dalam Menjaga kebersihan organ reproduksi wanita In. 1, In. 2 P1, P2, P3 Frekuensi Menguras Bak Mandi Menguras bak mandi

(8)

4.4.3. Deskripsi Tema

Sebelum mendeskripsikan masing-masing tema, peneliti juga

terlebih dahulu menyajikan kata-kata kunci yang telah berhasil

dianalisis peneliti sesuai tujuan penelitian dan pernyataan ketiga

partisipan agar lebih mudah dipahami, seperti berikut ini:

1. Pembentukan Persepsi Keseriusan, Kerentanan,

Keuntungan dan Hambatan Warga Mengenai PHBS

Ketakutan: Takut terkena penyakit paru, kuman penyakit yang menyebabkan sakit perut, rugi material terkena penyakit, memiliki pantangan makanan. Persepsi Ancaman: Persepsi Keseriusan (Seriousness)

Kondisi lingkungan: selokan yang mampet menyebabkan jentik-jentik nyamuk, transportasi umum terpapar kuman penyakit.

Kebiasaan:Tidak mencuci tangan dapat menyebabkan penyakit diare, menggunakan transportasi diare umum yang yang terkontaminasi kuman penyakit diare

Kerugian: gagal memanen hasil kebun dan ladang, tidak mendapatkan penghasilan, mengeluarkan biaya yang banyak jika terkena penyakit gula,

Mudah terkena bencana alam dan penyakit: banjir, tanah longsor, DB dan diare Persepsi Ancaman: Persepsi Kerentanan (Susceptibility) Pembentukan persepsi keseriusan, kerentanan, keuntungan dan hambatan warga mengenai PHBS

Dampak Positif: kesehatan tetap terjaga karena terhindar dari penyakit, tidak mudah terkana penyakit diare dan DB, rumah dan anggota keluarga menjadi sehat dan bahagia, hidup menjadi tenang, tidak mengeluarkan biaya yang mahal untuk kesehatan.

Evaluasi perilaku: Persepsi keuntungan

(benefits)

Pengaruh lingkungan: ajakan teman semasa sekolah untuk mencoba merokok menyebabkan kecanduan dan terbawa hingga sekarang.

Keterbatasan fasilitas BAB: tidak memiliki jamban, dan harus menumpang BAB pada jamban tetangga.

Kekurangan materi: biaya belum cukup terkumpul. Evaluasi perilaku: Persepsi hambatan (barriers)

(9)

Sesuai gambar di atas, persepsi yang terbentuk mengenai PHBS

terdiri dari persepsi terhadap ancaman dan evaluasi perilaku.

Persepsi ancaman terdiri dari persepsi keseriusan (seriousness)

dan kerentanan (susceptibility), sedangkan persepsi terhadap

evaluasi perilaku meliputi persepsi keuntungan (benefits) dan

hambatan atau rintangan (barries). Adanya persepsi-persepsi

tersebut dipengaruhi oleh variabel modifikasi atau pengubah

(modifying variabels) dan pendorong untuk bertindak (cues to

action).

Persepsi keseriusan merupakan persepsi individu terhadap

tingkat keseriusan suatu penyakit yang juga dapat dilihat

berdasarkan risiko-risiko yang ditimbulkan oleh suatu penyakit.

Persepsi keseriusan ini ditemukan pada P1, P2 dan P3. Berikut

kutipan pernyataan wawancaranya: Pemahaman: memahami perilaku hidup bersih penting untuk dilakukan seperti menjaga kebersihan lingkungan (drainase kurang lancar)

. Variabel modifikasi: pengetahuan Pendorong tindakan: keikutsertaan sosialisasi PHBS Keaktifan sosialisasi PHBS: sering

mengikuti sosialisasi terkait PHBS di rumah Kadus

Gambar 3.Tema 1 Pembentukan persepsi Keseriusan, Kerentanan, Keuntungan dan Hambatan Warga Mengenai PHBS

Materi sosialisasi yang diterima: pengertian PHBS, bentuk PHBS (menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat), kesehatan organ kewanitaan

(10)

P1, Baris: 169 - 170

“....Waduh banyak sekali dampak negatif terutama bagi kesehatan itu ya penyakit itu paru-paru.

P2, Baris: 301 - 304

“Ya...itu kan yang menimbulkan bahaya juga tuh jamban itu, karena itu bisa menimbulkan kuman penyakit itu, seperti sakit perutlah apa itu.

P3, Baris: 507 - 510

“kalau sudah sakit nanti yang ada bisa rugi, karena sudah tidak tenang makanpun tidak enak, penyakit juga mudah menyerang, penyakit tambah parah ....Nah misalnya penyakit apa itu, ya sakit gula kan itu....Nanti juga kalau yang punya banyak penyakit itu kan, makanannya di larang semua.

Pada kutipan pernyataan wawancara P1 mempersepsikan

merokok merupakan perilaku yang akan mengganggu kesehatan,

karena dapat menyebabkan penyakit paru, sedangkan P2

mempersepsikan jamban yang tidak bersih akan menimbulkan

banyak kuman yang dapat menyebabkan sakit perut, sementara itu

pada kutipan pernyataan wawancara P3, P3 mempersepsikan

semakin banyak sakit penyakit yang diderita maka akan semakin

banyak pantangan makanan, salah satu contoh penyakitnya adalah

penyakit gula (Diabetes Mellitus).

Adanya persepsi keseriusan yang dimiliki P1, P2, P3 juga ikut

didukung oleh pernyataan In. 1, berikut kutipan pernyataan

wawancaranya:

In. 1, Baris: 721 - 724

“Kasarnya gini, kalo mereka sudah rasakan sakit dan alami penyakit, ya itu baru mereka bergerak, sama halnya dengan ketika mereka merasa butuh, misalnya butuh jamban baru mereka buat jamban.

Selanjutnya, persepsi kerentanan merupakan persepsi yang

memotivasi individu untuk melakukan tindakan preventif

(11)

ditemukan pada P1, P2 dan P3. P1 dan P3 mempersepsikan diri

mereka rentan terhadap penyakit, serta kerugian materil seperti

kutipan pernyataan wawancara ketiganya berikut ini:

P1, Baris: 241 - 244, 102 - 104

“....apalagi depan rumah saya kan got, biasanya kan ada sampah-sampah itu, ya saya angkat supaya nggak mampet, kan biasanya kalo mampet nanti ada jentik-jentik nyamuk, entar bisa DB lagi. Bahaya kan itu mba.”....kita pulang dari kebun nggak cuci tangan langsung aja makan. Pasti kita gampang terkena penyakit, yang jelas itu penyakit perut, ya diare itu maksudnya kan.”

P3, Baris: 446 - 449

Misalnya, saya kan sering naik bis, kan kalau bisnya penuh kan saya selalu pegangan nah itu kan biasanya ada kumannya itu. Apalagi langsung makan,

wah kita bisa sakit perut itu.”

P1, Baris: 206 - 207, 64 - 67

“Rugi dari segi ekonomi ....aturan di target segini selesai, jadi nggak selesai itu otomatis kalau pas nanti yang sehat sudah panen kita yang sakit-sakitan kan nggak bisa panen, jadi kita rugi. Disitu kan jelasnya, nggak dapat penghasilan itu.”

P3, Baris: 510 - 511

“Nah misalnya penyakit apa itu, ya sakit gula kan itu. Uang yang di

keluarkan juga nantinya banyak.

Pada kutipan pernyataan wawancara dapat dilihat P1

mempersepsikan dirinya memiliki kerentanan terhadap penyakit

DBD dan diare, karena memiliki rumah yang berada tidak jauh dari

selokan yang kurang bersih dan apabila tidak mencuci tangan

setelah beraktivitas. Selanjutnya, P3 dalam kutipan pernyataan

wawancaranya mempersepsikan bahwa dirinya akan mengalami

sakit perut, karena sering menggunakan transportasi umum (bis)

yang menurutnya banyak terdapat kuman penyebab penyakit.

Sementara itu keduanya juga pada kutipan pernyataan wawancara

P1 dan P3 mempersepsikan diri mereka juga rentan terhadap

(12)

Selanjutnya dalam kutipan pernyataan wawancara P2, P2 juga

menambahkan bahwa selain memiliki kerentanan terhadap

penyakit, dirinya dan keluarganya juga memiliki kerentanan

terhadap bencana alam. Berikut kutipan pernyataan wawancara P2:

P2, Baris: 375 - 380

“Saya dan keluarga saya bisa dapat imbasnya itu, misalnya nih nanti keluarga saya kena penyakit DB, terus yang paling utama semua warga juga bisa kena masalah bencana alam, Ya dapat menimbulkan bahaya, seperti banjir, tanah longsor, terus kalo di misalnya di sekitar sini deket-deket got kan bisa menimbulkan penyakit itu misalnya DB, atau diare gitu.” Pada kutipan pernyataan wawancara P2, P2 merasa dirinya dan

keluarganya rentan terhadap penyakit DBD dan diare, serta

bencana alam seperti tanah longsor dan banjir, karena rumahnya

berada tidak jauh dari selokan.

Di samping itu, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya,

bahwa selain persepsi ancaman juga terdapat persepsi evaluasi

perilaku (keuntungan dan hambatan atau rintangan). Persepsi

keuntungan atau manfaat merupakan persepsi yang memotivasi

perilaku seseorang. Persepsi keuntungan tersebut dinyatakan P1

karena dapat terhindar dari penyakit, memiliki keadaan yang sehat

dan bahagia oleh P2, serta terhindar dari kerugian materil oleh P3.

Berikut kutipan pernyataan wawancara P1, P2 dan P3:

P1, Baris: 202 - 204

“Kalo positifnya ya, yang jelas kita tetap bisa menjaga kesehatan tidak mudah kena penyakit itu kan seperti diare, DB apalagi itu kan yang pertama itu yang positif ya.

P2, Baris: 371 - 372

“Keuntungannya bisa menimbulkan rumah sehat, keluarga juga jadi bahagia gitu kan.”

P3, Baris: 504 - 505

(13)

Sesuai kutipan pernyataan wawancara P1 di atas, P1

menyatakan bahwa keuntungan yang akan didapatkan dari

berperilaku hidup bersih dan sehat adalah dapat terhindar dari

penyakit, seperti diare dan DBD. Pada kutipan pernyataan

wawancara P2, P2 menyatakan bahwa keuntungannya memiliki

rumah yang sehat sehingga dapat menciptakan kebahagiaan bagi

anggota keluarga, selanjutnya sesuai kutipan pernyataan

wawancara P3, P3 mengungkapkan bahwa keuntungannya adalah

hidup menjadi tenang dan tidak perlu mengeluarkan biaya karena

sehat itu mahal harganya.

Selanjutnya, persepsi hambatan atau rintangan merupakan

persepsi terhadap rintangan atau hambatan-hambatan yang

digunakan individu sebagai evaluasi dalam berperilaku. Pada P1

dan P2 ditemukan bahwa mereka merasa adanya rintangan untuk

berperilaku hidup bersih dan sehat akibat adanya pengaruh negatif

lingkungan, serta perilaku merokok yang telah menjadi kebiasaan

sehingga membuat mereka mengalami kesulitan untuk tidak

merokok. Selain itu menurut P2, ketiadaan fasilitas BAB (Buang Air

Besar) dan keterbatasan biaya juga merupakan hambatan atau

rintangan yang harus dihadapi, seperti kutipan pernyataan

wawancara P1, P2, P3 dibawah ini:

P1, Baris: 153 - 158

(14)

P2, Baris: 355 - 356, 357 - 358

“Awal mulanya sih juga cuman terpengaruh sama teman-teman itu, jadi kecanduan gitu.. Intinya terpengaruh lingkungan gitu.”

P1, Baris: 160

“Iya selesai SMP itu, itu saya sudah ngerokok. Pengennya berhenti cuman nggak bisa.

P2, Baris: 343 - 344

“Kalo saya merokok itu sejak keluar SD sampai sekarang, itu nggak berhenti-berhenti itu sampai sekarang.

P2, Baris: 275 - 276, 293

“Belum, ya memang saya akui memang rumah ini belum punya....Ya sementara saya numpang dulu di rumah depan untuk BAB, dulunya ada, numpang dulu sebentar kemarin kan sudah ada bantuan-bantuan itu ya tapi

kan belum dapat menjalankan gitu, soalnya belum ada waktu juga.”

P2, Baris: 287 - 290

“Ya karena saya belum mampu mba, itu juga materialnya saya kurang lengkap itu hanya kloset saja yang sudah ada, kalau material lain ya belum bisa beli, soalnya uangnya belum cukup terkumpul.”

Sesuai kutipan pernyataan P1 dan P2 di atas, keduanya

mempersepsikan adanya pengaruh lingkungan lewat ajakan teman

sebaya sehingga membuat keduanya merokok semasa sekolah

dulu dan telah menjadi kebiasaan yang terus dilakukan hingga

sekarang, sementara itu P2 menjelaskan bahwa rintangan yang

harus dihadapi adalah belum adanya biaya yang cukup terkumpul,

sehingga mengakibatkan P2 harus menumpang BAB pada jamban

milik tetangganya. Adanya persepsi hambatan atau rintangan

seperti kebiasaan merokok serta ketiadaan fasilitas BAB pada P2

juga diakui oleh In. 1 dan In. 2, melalui kutipan pernyataan

wawancara triangulasi sumber berikut ini:

In. 1, Baris: 616 - 617

“...masalah merokok itu masih belum bisa diatasi, ya masih dilakukan

karena sudah menjadi kebiasaan sih mba.”

In. 2, Baris: 831 - 834

(15)

In. 1, Baris: 698 - 699

Tentu susah mba, nah proses itu kan bisa dilalui dengan pengetahuan yang bersangkutan, kedua lingkungan yang bersangkutan di masyarakat, ketiga mungkin kaitannya dengan ekonomi yang juga berpengaruh gitu kan.

In. 2, Baris: 758 - 759

“...Kalo disini tuh ya seperti yang saya bilang tadi mungkin banyak

kesibukan, dan SDMnya juga belum begitu mampu ya dari segi ekonomi juga kan, makanya ya mereka kurang memperhatikan juga.”

Terbentuknya persepsi keseriusan, kerentanan, keuntungan dan

hambatan dipengaruhi oleh dua variabel modifikasi. Variabel

modifikasi dalam penelitian ini yang ditemukan pada P1, P2, P3

yaitu, pengetahuan dan sosialisasi. Berikut kutipan pernyataan

wawancara P1, P2, P3:

P1, Baris: 8 - 12, 32 - 36

“Yang dimaksud perilaku hidup bersih dan sehat...itu eee merupakan apa ya kalo saya itu, menurut saya itu hidup yang sehat itu penting, bersih juga pokok....Contohnya ya mungkin dari kebersihan rumah, mungkin dari apa misalkan ada drainase yang kurang lancar paling sebatas hanya itu-itu aja. Sama ini apa, kadang-kadang nanti ada akibatnya bila kita tidak hidup bersih itu ada akibatnya, paling sosialisasinya seperti itu.”

P2, Baris: 228 - 229

“Biasanya itu ya, tentang cara mencuci tangan, ya harus jaga kebersihan lingkungan, ya itu.”

P3, Baris: 405 - 406

Biasanya sih tentang gimana cara untuk menjaga lingkungan tetap bersih,

terus cara menjaga kesehatan kewanitaan.”

P1, Baris: 25 - 28

“....“Ya...kalo untuk dinas kesehatan sendiri kalo sosialisasi di rumahnya pak kadus atau balai desa itu biasanya yang diutamakan itu kebersihan yang ada di sekitar rumah kita. Itu fokusnya, kalo kebersihan diri sendiri itu mungkin jarang disosialisasikan yang banyak disosialisasikan kebersihan lingkungan.

Sesuai kutipan pernyataan wawancara P1 di atas, P1

mengetahui bahwa PHBS merupakan perilaku yang penting untuk

dijalankan, contohnya perilaku menjaga kebersihan rumah dan

lingkungan di sekitar rumah. Sedangkan menurut P2 dan P3, PHBS

merupakan perilaku yang dapat dilakukan dengan cuci tangan,

(16)

kewanitaan. Sementara itu P1 juga menjelaskan bahwa

pengetahuan yang dimiliki didapat dari adanya sosialisasi dari

Dinas Kesehatan mengenai kebersihan lingkungan.

Selain variabel modifikasi, variabel pendorong tindakan juga ikut

mempengaruhi terbentuknya persepsi. Variabel pendorong tindakan

adalah peristiwa-peristiwa (kejadian-kejadian), orang atau

benda-benda yang dapat menggerakkan individu untuk mengubah perilaku

mereka. Variabel pendorong tindakan yang ditemukan dalam

penelitian ini berasal dari keikutsertaan P1, P2, P3 dalam

sosialisasi mengenai PHBS, seperti pernyataan kutipan wawancara

P1, P2, P3 berikut ini:

P1, Baris: 17 - 18

“Oh...sering itu, setiap ada sosialisasi saya selalu ikut, tidak pernah alpa kalo saya.

P2, Baris: 225

“Saya ikut mba. Cuman sekarang jarang, karena banyak pekerjaan mba.”

P3, Baris: 389

Sering sih, tapi pertemuan saya tuh kadang di balai desa, ya kadang dari kecamatan, dari dusun kan sering. Kalau sekarang ini saya lebih sering ikut yang di desa

P1, Baris: 25 - 28

“....“Ya...kalo untuk dinas kesehatan sendiri kalo sosialisasi di rumahnya pak kadus atau balai desa itu biasanya yang diutamakan itu kebersihan yang ada di sekitar rumah kita. Itu fokusnya, kalo kebersihan diri sendiri itu mungkin jarang disosialisasikan yang banyak disosialisasikan kebersihan lingkungan.

Pada P1, P2 dan P3 ketiganya menjelaskan bahwa mereka aktif

dalam mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan di dusun mereka

sendiri maupun dusun lainnya.

Pernyataan keikutsertaan akan sosialisasi juga didukung oleh

pernyataan In. 1 selaku tenaga kesehatan Puskesmas dan In. 2

(17)

In. 1, Baris: 683

“Ya mereka ya aktif datang mendengarkan, untuk melanjutkan ya itu kembali lagi itu kan terkait kebiasaan dan kemauan mereka sebenarnya, nah itu yang perlu kita sadari juga kita mencoba untuk bagaimana dia itu rasa butuh, itu kalo masyarakat itu klo nggak butuh.

In. 2, Baris: 811

“Ya kalo mengikutinya aktif, semuanya itu aktif sekali, ya makanya sosilisasi itu sangat bermanfaat itu jadinya ya mereka tahu, cuman ya ada beberapa

warga yang sudah menjalankan, tapi ada juga yang belum.”

2. Persepsi Dibutuhkannya Peran Semua Warga dalam

Menciptakan Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan

Tempat Tinggal

Berdasarkan gambar 4, selain terbentuknya keempat persepsi

yang telah dideskripsikan pada tema sebelumnya dan disertai oleh

beberapa faktor atau variabel yang mempengaruhi terbentuknya

persepsi, ditemukan juga persepsi mengenai peran semua warga

yang dinyatakan oleh P1, P2 dan P3. Peran yang dimaksud adalah

sekelompok tingkah laku yang berhubungan dengan suatu posisi

atau status sosial masyarakat. Berikut kutipan pernyataan

wawancara P1, P2, P3: Peran warga: Butuh partisipasi warga dalam penerapan PHBS terhadap

lingkungan fisik agar seluruh dusun menjadi sehat dan bersih.

Kata Kunci Sub Tema

Peran Warga menciptakan lingkungan bersih dan sehat Persepsi Dibutuhkannya Peran Semua Warga Dalam Menciptakan Kebersihan Dan Kesehatan Lingkungan Tempat Tinggal Tema

Gambar 4. Tema 2. Persepsi Dibutuhkannya Peran Semua Warga Dalam Menciptakan Kebersihan Dan Kesehatan

(18)

P1, Baris: 41 - 44, 47 - 50, 56 - 59

“Kalo menurut saya sih semuanya punya peran penting yaitu seluruh warga itu punya peran penting skali itu, semuanya berperan kalo harus hidup bersih sehat, peran penting banget itu, semuanya....“Karena gini, umpama dari satu keluarga doang itu kan yang bersih hanya satu lingkungan kita sendiri, kalo warga kan bisa keseluruhan sampe satu kampung, satu dusun bisa hidup bersih dan sehat.”...“Wah itu sangat penting, karena bila kita contohnya gini....Kalo kita nggak biasa berperilaku hidup sehat, hidup bersih nanti kita ada penyakitnya, nah misalkan itu kan diare tuh, apalagi DB itu kan cacingan juga, nah itu kan nanti kita udah rugi dari segi apa saja umpama kita jatuh sakit diare atau disentri aturan kita ke kebun nggak jadi ke kebun iya kan gitu.“.

P2, Baris: 252 - 254

“Kan kalau nggak semua warga terus kalau sendiri tentu kan nggak bisa. Baiknya jika semua warga menjalankan, kan kalau sebagian warga yang jalankan kan percuma saja kan....”Ya menurut saya itu penting itu.” Ya

menurut saya itu penting itu.”

P3, Baris: 421 - 426, 411 - 415

”...“Ya warga punya peran penting harus itu, karena begini kita ini kan warga, warga kan satu desa. Satu desa kan itu jika dibandingkan satu rumah itu kan sama. Misalkan begini, kalau saya bersih mana tetangga saya nggak bersih nah istilahnya sama aja kan. Lingkungan pasti akan tetap kotor, padahal kita sendiri sudah bersih tapi orang lain tidak misalnya.”....Tapi sehat perilaku yang baik itu kan harus karena kita ini kan hidup itu kan meskipun kita banyak harta tapi kalau perilakunya tidak sehat itu juga tidak bagus. Tapi meskipun kita pas-pasan tapi perilakunya kita

sehat tapi kan hidupnya kita akan enak aja.”

Kutipan pernyataan wawancara P1, P2, P3 di atas menunjukkan

bahwa ketiganya mempersepsikan dalam menciptakan serta

mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat tidak bisa dicapai

apabila hanya beberapa orang saja yang berperan, melainkan

dibutuhkannya peran semua warga untuk sama-sama menciptakan

lingkungan yang bersih dan sehat tersebut melalui perilaku sehat

(19)

3. Persepsi Mengenai Usaha-Usaha yang Dapat Dilakukan

Warga Sebagai Perwujudan Perilaku Sehat

Selanjutnya, dalam hasil penelitian ini juga ditemukan adanya

persepsi mengenai usaha-usaha yang dapat dilakukan warga

sebagai perwujudan dari perilaku sehat oleh P1, P2 dan P3.

Ketiganya mempersepsikan usaha-usaha tersebut dapat dilakukan

dengan cara menjaga kebersihan lingkungan fisik, mengelola

sampah RT (Rumah Tangga), mencuci tangan, serta menguras bak

mandi, seperti kutipan pernyataan wawancara berikut ini:

Kata Kunci Sub Tema Tema

Kebersihan lingkungan: membersihkan selokan dan lingkungan rumah 2 - 3 kalii sehari

Menjaga kebersihan lingkungan fisik

Pengelolaan sampah: memisahkan sampah sampah organik (daun-daun) untuk dijadikan pupuk kandang, sedangkan anorganik berbahan plastik dibakar atau dikubur

Mengolah sampah rumah tangga

Menggunakan Jamban Kebiasaan BAB: menggunakan jamban

untuk BAB,

Mencuci Tangan: cuci tangan memakai sabun setelah beraktivitas di kebun.

Pencegahan jentik nyamuk: menguras bak mandi dengan menyikat dinding bak tiap 2 - 3 hari sekali. Mandi 2 kali sehari, rutin

Mencuci tangan

Mandi Kebersihan diri: mandi 2 kali sehari

Kebersihan organ reproduksi: rutin mengganti celana dalam

Menjaga organ reproduksi kewanitaan

Menguras bak mandi

Persepsi Mengenai Usaha-Usaha Yang Dapat Dilakukan Warga Sebagai Perwujudan Perilaku Sehat

(20)

P1, Baris: 84 - 85

“....kadang-kadang rumah depan saya kan ada got paling saya bersihin 2 kali sehari apa 3 hari sekali biar nggak mampet got.”

P2, Baris: 264 - 266

“...kalo saya sih sering 2–3 kali sehari ya gimana yah saya bersih-bersih lingkungan rumah bahkan tiap bulan sekali.”

Pada kutipan pernyataan wawancara di atas menunjukkan

bahwa P1 dan P2 mempersepsikan untuk menjaga kebersihan

lingkungan fisik dapat ditunjukkan dengan frekuensi mereka dalam

membersihkan lingkungan fisik yang biasanya dilakukan 2 - 3 kali

sehari terutama dalam membersihkan lingkungan rumah.

Selanjutnya untuk mengelola sampah RT ketiganya menyatakan

bahwa pengelolaan sampah dapat dilakukan sesuai dengan jenis

sampah yaitu sampah anorganik dan organik, seperti kutipan

pernyataan wawancara P1, P2, P3:

P1, Baris: 123 - 129, 132 - 133

“...kan biasanya sampah sini kan, kalo sampah yang anorganik kan langsung saya bakar, saya kan punya tungku buat hangatin air kan itu bisa dimanfaatkan untuk hangatin air. Kayak plastik itu kan bisa dimanfaatkan untuk hangatin air. Terus kalo yang organik itu kan, saya taruh di kandang, saya kan punya kandang di sana tempat adek saya, ini kan bisa campuran

untuk itu, bisa dimanfaatkan untuk di kebun.”....“Iya kebanyakan kan kayak plastik bungkusan makanan saya kumpulin terus saya bakar.”

P2, Baris: 325 - 328

Dibakar, kalo nggak dibakar dikubur....Misalnya kalo apa itu yang bisa dibakar ya dibakar, kalo yang dibakar ya nggak mempan ya dikubur. Misalnya sampah plastik atau apa itu namanya ya pokoknya yang bisa dibakar itu, kalo yang nggak bisa itu, misalnya kaleng, atau apa itu ya

dikubur.”

P3, Baris: 464 - 467

“...yang utama kalau yang plastik-plastik itu saya bakar. Tapi kalau misalkan daun-daun itu ya, ya taruh buat nanti pupuk itu.”

Sesuai kutipan pernyataan wawancara di atas, P1

mempersepsikan pengelolaan sampah anorganik (sampah plastik)

dapat dilakukan dengan memanfaatkannya menjadi bahan bakar

(21)

P1 dan P2 memiliki persepsi yang sama yaitu dengan membuat

pupuk dari sampah organik dengan mencampurnya dengan kotoran

hewan. Akan tetapi, berbeda halnya dengan pengelolaan sampah

anorganik menurut sudut pandang (persepsi) P2 dan P3. P2 dan P3

menyatakan bahwa membakar dan mengubur sampah bagi

sampah yang tidak bisa dibakar juga merupakan salah satu cara

pengelolaan sampah RT. Persepsi mengenai usaha-usaha perilaku

sehat (pengolahan sampah RT), sesuai dengan hasil pengamatan

peneliti di dapur dan kandang hewan milik P1 dan P3.

Pengelolaan sampah RT yang dilakukan oleh P1, P2, dan P3

juga dibenarkan oleh pernyataan In. 1 dan In. 2, berikut kutipan

pernyataan wawancarannya:

In. 1, Baris: 592 - 594

...kalo daun-daunnya kalo dari rumput atau apa itu kan biasanya kalo punya hewan ya dikasikan dijadikan pupuk juga kan.

In .2, baris: 794 - 795,803 - 804

Ya.. e.. kalo sampah seperti daun-daun buangnya di kandang-kandang di jadikan pupuk....Tapi kalo plastik yang ada manfaatnya itu, nggak dibuang ke kali, kan ada yang nyari sini, untuk dikumpulin atau di jual itu kan ada....Ada juga yang dibakar, biasanya yang plastik pembungkus ya juga dibakar.

Selain pengelolaan sampah RT dan menjaga kebersihan

lingkungan fisik, penggunaan jamban saat BAB (Buang Air Besar)

serta mencuci tangan sebelum dan setelah beraktivitas serta

menguras bak mandi untuk menjaga bak tetap bersih dan sehat.

Menurut ketiganya hal tersebut merupakan bagian dari perilaku

(22)

P1, Baris: 92

“Nggak ada, kalau saya selalu BAB di jamban. Itu kan juga salah satu

perilaku sehat kan itu.”

P2, Baris: 293

“Ya sementara saya numpang dulu di rumah depan untuk BAB, dulunya ada, numpang dulu sebentar kemarin kan sudah ada bantuan-bantuan itu ya tapi kan belum dapat menjalankan gitu, soalnya belum ada waktu juga.”

P3, Baris: 440 - 441

“Nggak kalo saya harus cepat pulanglah terus kalo BAB ya di jamban, kalau disana saya nggak bisa keluar..”Meskipun harus larinya kayak apa kayak dikejar setan, ya pastinya harus pulang.”

P1, Baris: 96 - 98

“Kalo saya cuci tangan ya pake sabun dulu, kalo memang dari kebun, saya kan kadang pegang pupuk atau apa kan cuci tangan pake sabun dulu.

P2, Baris: 306 - 309

“Iya saya cuci tangan, misalnya kalo pulang kerja nggak cuman cuci tangan, misalnya pulang dari kebun bawa apa gitu atau apa gitu....

P3, Baris: 446

Nggak, saya sering kali cuci tangan, karena tangan kan. Misalnya, saya kan sering naik bis, kan kalau bisnya penuh kan saya selalu pegangan nah itu kan biasanya ada kumannya itu.

P1, Baris: 115 118, 120

“...Ya sering menguras bak mandi, bak penampungan air, terus air-air yang menggenang harus dialirkan supaya itu nggak dibuat tempat bertelur dari nyamuk....Minimal ya seminggu dua kali.

P2, Baris: 321 - 322

“Kalo yang ini sering, apalagi musim hujan begini ya tiap hari. 2-3 kali itu saya bersihkannya.”

P3, Baris: 455 - 457

“...tiap 3 hari baknya saya bersihkan kalau nggak ya, setiap sudah kotor tetap saya bersihkan pake sabun, terus sikat supaya yang nempel-nempel di bak itu bisa hilang.”

Perilaku menggunakan jamban yang diungkapkan P1, P2, P3,

menunjukkan bahwa ketiganya mempersepsikan perilaku sehat

adalah dengan menggunakan jamban untuk BAB. Selain itu,

mencuci tangan menurut persepsi ketiganya dapat dilakukan

dengan menggunakan sabun oleh P1 dan setelah pulang kerja oleh

P2 dan P3. Menguras tempat penampungan air juga menurut

ketiganya merupakan bagian dari perilaku sehat.

Persepsi tersebut juga sesuai dengan hasil pengamatan peneliti

ditandai dengan kepemilikan jamban di rumah P1 dan P3 dan

(23)

penampungan (bak mandi) yang terlihat bersih dan tidak ada

kotoran. Persepsi dan hasil pengamatan ini juga sama dengan

persepsi In. 1 dan In. 2 mengenai perilaku sehat warga, seperti

kutipan pernyataan triangulasi sumber In. 1 dan In.2 berikut ini:

In. 1, Baris: 551 - 554, 613, 625 - 628

“...Ya pada umumnya sudah menggunakan jamban, dalam menjalankan BABnya ya, karena kita sudah mencanangkan bahwa kecamatan Getasan itu sudah UDP, sudah tidak ada yang PHBS di sembarang tempat...karena ya sebagian juga sudah CTPS....pemberantasan jentik nyamuk sendiri, ya bisa dikatakan sudah dari perilakunya mereka ya sudah bisa seperti membersihkan selokan-selokan itu, bak mandi juga itu kan, ya.

In. 2, Baris: 769 - 770, 779 - 783

“Kalo BAB sendiri, ya disini sudah nggak ada yang BAB sembarangan semuanya ya sudah pake jamban ya, karena sewaktu mereka ada yang ketahuan buang air besar, entar mau difoto disini, mau dipajang gitu, ya itu sanksi dari saya itu...cuman ya palingan ada sudah itu pake sabun atau mungkin bisa kadang-kadang bisa lupa juga kan gitu....Kalo pemberantasan jentik nyamuk ya, sebagian sudah bisa sih, seperti membersihkan selokan, mengubur sampah yang bisa jadi empat genangan air kalo hujan,

Selain beberapa persepsi mengenai perilaku sehat di atas, P2

mempersepsikan mandi juga merupakan perilaku sehat oleh P2,

sementara P3 mengatakan menjaga kebersihan organ kewanitaan

dengan rutin mengganti celana dalam juga merupakan perilaku

sehat agar tidak menimbulkan gatal-gatal pada organ kewanitaan,

seperti kutipan pernyataan wawancara berikut ini:

P2, Baris: 308 - 309

kalo saya langsung mandi, biarpun dua kali ya mandi dua kali gitu, biasanya

sih saya mandi dulu baru makan.”

P3, Baris: 492 - 495

(24)

4. Persepsi Mengenai Kebiasaan Merokok yang Sulit

Dihilangkan

Selain memiliki persepsi mengenai perilaku sehat, dalam hasil

penelitian juga ditemukan adanya persepsi mengenai perilaku tidak

merokok, yang ditemukan pada P1 dan P2. Keduanya

mempersepsikan merokok sebagai perilaku yang dahulunya tidak

dilakukan akan tetapi karena merokok telah menjadi kebiasaan

sejak kecil maka sulit untuk dihentikan, meskipun sadar akan

bahaya atau dampak rokok bagi kesehatan. Berikut kutipan

pernyataan wawancara P1 dan P2:

P1, Baris: 160

“Iya selesai SMP itu, itu saya sudah ngerokok. Pengennya berhenti cuman

nggak bisa....“ ....banyak sekali dampak negatif terutama bagi kesehatan itu ya penyakit itu paru-paru.

P2, Baris: 343 - 345

“Kalo saya merokok itu, sejak keluar SD sampai sekarang nggak

berhenti-berhenti itu sampai sekarang.”

P1, Baris: 146

“Kalo satu bungkus itu kan dua belas batang. Kalo saya bangun tidur kan biasanya saya kalo habis sholat subuh saya gosok gigi, bikin minum, terus yang saya ambil dulu bukan apa-apa dulu tapi rokok dulu”.

P2, Baris: 347 - 348

“Wah itu nggak tertentu itu, kalo baru nganggur itu ya misalnya rokok yang bungkusan itu ya satu bungkus satu hari.”

Kata Kunci

Jumlah rokok yang dikonsumsi: dua belas batang dalam sehari.

Sub Tema

Frekuensi merokok

Tema

Persepsi Mengenai Kebiasaan Merokok

yang Sulit Dihilangkan

Kebiasaan merokok:

setiap hari

mengonsumsi rokok.

Merokok

(25)

Sesuai dengan kutipan pernyataan wawancara P1 dan P2 diatas

dapat dilihat bahwa memang keduanya adalah perokok sejak SD

(Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dengan

frekuensi merokok 1 (satu) bungkus per harinya. Persepsi yang ada

sesuai dengan hasil observasi peneliti, yang mana saat wawancara

berlangsung keduanya merokok. Mengenai persepsi perilaku tidak

merokok yang sulit untuk dihilangkan, didukung juga oleh hasil

wawancara triangulasi sumber, berikut kutipan pernyataan In. 1 dan

In. 2:

In. 1, Baris: 616 - 617

“...masalah merokok itu masih belum bisa diatasi, ya masih dilakukankarena sudah menjadi kebiasaan sih mba.”

In. 2, baris: 830 - 833

Wah..kalo merokok hampir semuanya masih ya, sudah itu untuk dihilangkan, kan setiap harinya mereka harus merokok, sudah kebiasaan jadinya, kan jatohnya ngerokok terus kan.

4.5. Pembahasan

Hasil analisis data dan temuan penelitian ini menghasilkan

empat tema. Keempat tema tersebut adalah: (1) pembentukan

persepsi keseriusan, kerentanan, keuntungan dan hambatan warga

mengenai PHBS, (2) persepsi dibutuhkannya peran semua warga

dalam menciptakan kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat

tinggal, (3) persepsi mengenai usaha-usaha yang dapat dilakukan

warga sebagai perwujudan perilaku sehat, dan (4) persepsi

(26)

1. Pembentukan Persepsi Keseriusan, Kerentanan,

Keuntungan dan Hambatan Warga Mengenai PHBS

Perilaku kesehatan bergantung pada cara individu

mempersepsi, sehingga memberikan motivasi pada perilakunya

yang berasal dari persepsi individu akan kerentanannya

terhadap penyakit dan berujung pada pengambilan keputusan

individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau

penyembuhan penyakit (Notoadmodjo, 2010). Teori Health

Beliefs Model (HBM) menyatakan bahwa persepsi dapat

dikelompokkan menjadi empat berdasarkan penilaian terhadap

ancaman dan evaluasi perilaku, yaitu persepsi keseriusan

(seriousness), keuntungan (benefit), kerentanan (susceptibility),

dan rintangan atau hambatan (barrier) (Hayden, 2013).

Persepsi terkait ancaman terdiri dari persepsi atau keyakinan

individu terhadap keseriusan atau risiko-risiko yang ditimbulkan

dari suatu penyakit sehingga memotivasi individu dalam

berperilaku, yaitu untuk melakukan pencegahan dan mencari

pengobatan penyakit yang disebut juga sebagai persepsi

keseriusan. Upaya tersebut dapat didorong oleh tingkat

keseriusan penyakit yang dipersepsi maupun risiko yang

mungkin ditimbulkan bagi dirinya (Notoatmodjo, 2010). Persepsi

ini juga seringkali didasarkan pada informasi-informasi medis

(27)

individu tentang kesulitan atau dampak yang ditimbulkan oleh

penyakit pada kehidupannya secara umum (Hayden, 2013).

Seperti yang ditemukan pada P1, P2, P3, kesadaran mereka

terkait ancaman penyakit muncul dan mendorong mereka untuk

melakukan tindakan pencegahan penyakit, jika mereka

mempersepsikan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit

seperti penyakit yang menyerang paru dan juga penyakit DM

(Diabetes Mellitus).

Persepsi selanjutnya yang terbentuk terkait ancaman adalah

persepsi kerentanan. Persepsi kerentanan merupakan penilaian

individu terkait kerentanannya terhadap suatu penyakit. Teori

HBM juga menyatakan bahwa tindakan pencegahan terhadap

suatu penyakit akan timbul bila seseorang merasa dirinya dan

keluarganya rentan terhadap penyakit (Hayden, 2013). Pada

hasil temuan ini, P1, P2, P3 dalam mempersepsikan kerentanan

dirinya dan keluarganya terhadap suatu penyakit juga dikaitkan

dengan kerugian-kerugian lain yang menyertai. Seperti rentan

terhadap bencana alam (misalnya: banjir dan tanah longsor) dan

kerugian materi akibat penyakit.

Adanya persepsi terkait ancaman (keseriusan dan

kerentanan) yang memotivasi perilaku pencegahan sesuai

dengan hasil penelitian Mukaffi & Abdul (2016), yang

(28)

masyarakat dalam mengadopsi perilaku sehat sebagai perilaku

pencegahan, yaitu sudut pandang (persepsi) masyarakat

terhadap adanya tingkat keseriusan penyakit, kerentanan dirinya

dan keluarga terhadap penyakit dan kerugian-kerugian akibat

munculnya penyakit bagi hidup mereka. Di antara dua persepsi

tersebut persepsi yang lebih dominan adalah kerentanan.

Persepsi kerentanan tersebut dimiliki P1, P2 dan P3, yang

mungkin saja dilatarbelakangi oleh pengalaman mereka yang

pernah mengalami banjir tahun 2008 silam yang menimbulkan

kerugian materi dan masalah-masalah penyakit lainnya.

Ditambah dengan pekerjaan ketiganya yang hanya bertani,

tentunya akan sangat membebani jika harus mengeluarkan

biaya tambahan yang cukup mahal untuk kesehatan.

Oleh karena itu, tindakan pencegahan akan dirasakan lebih

baik dan menguntungkan untuk dilakukan. Seperti yang

dinyatakan oleh P1, P2, P3 bahwa penerapan PHBS merupakan

salah satu tindakan pencegahan yang dapat membantu mereka

terhindar dari ancaman penyakit, kerugian material, sehingga

membuat mereka menjadi sehat serta bahagia. Persepsi ini juga

disebut persepsi keuntungan. Adanya persepsi keuntungan

dalam memotivasi individu untuk melakukan tindakan

pencegahan juga didukung oleh penelitian Gamelia & Wijayanti

(29)

mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan pencegahan

yakni perilaku sehat, adalah evaluasi terhadap keuntungan yang

dipersepsi oleh individu sebagai hasil dari penerapan perilaku

sehat. Dengan kata lain, individu akan berperilaku sehat

(tindakan pencegahan) jika ia merasakan adanya keuntungan

yang didapat dari perilaku tersebut bagi dirinya maupun

keluarganya.

Teori HBM juga menambahkan bahwa persepsi keuntungan

merupakan persepsi yang diperoleh dengan penerapan perilaku

baru. Individu yang mempersepsikan keuntungan yang diperoleh

dari penerapan perilaku baru akan menurunkan peluang mereka

terserang penyakit (Hayden, 2013). Akan tetapi, perubahan

perilaku dengan mengadaptasi perilaku baru bukan hal yang

mudah, karena bergantung pada hambatan-hambatan yang

dijumpai dan dipersepsikan oleh masing-masing individu. Jika

individu mempersepsikan hambatan itu sebagai penghalang

yang cukup besar dan sulit diatasi, maka upaya untuk

mengarahkan diri pada pencapaian tujuan akan berkurang

sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku yang sudah

direncanakan; khususnya terkait upaya-upaya pencegahan.

Evaluasi terhadap rintangan-rintangan inilah yang disebut

sebagai persepsi hambatan (Hayden, 2013).

(30)

negatif lingkungan, kebiasaan dan keterbatasan biaya serta

pengadaan fasilitas. Lingkungan sosial merupakan salah satu

faktor interpersonal yang berpengaruh terhadap keputusan

berperilaku sehat pada individu.

Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh yang positif dan

negatif melalui sharing pikiran, nasihat, perasaaan, dukungan

emosional dan bahkan melalui jasa yang ditawarkan (Hayden,

2013). Seperti yang ditemukan pada P1 dan P2, bahwa mereka

mengenal perilaku merokok dari pengaruh teman-temannya dan

sejak saat itu terbiasa merokok hingga saat ini. Dan karena telah

menjadi sebuah kebiasaan, sulit bagi mereka untuk

meninggalkan perilaku tersebut sekalipun mereka sadar akan

bahaya kesehatan yang mengancam. Ini sejalan dengan

pernyataan Sarafino (2011) bahwa perilaku lama yang telah

menjadi kebiasaan dan bersifat adiktif seperti merokok memang

akan sulit dimodifikasi atau bahkan dihilangkan.

Hal ini dikarenakan perilaku merokok telah membawa hal

yang menyenangkan (secara emosi) sehingga banyak orang

lebih suka mempertahankannya daripada berhenti. Pernyataan

tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Mulyani & Sulati

(2015) yang menyatakan bahwa dengan berperilaku merokok

dapat memberi rasa tenang, rileks, semangat sehingga sangat

(31)

semakin memperkuat alasan individu untuk tidak meninggalkan

atau menghentikan perilaku merokok tersebut.

Demikian juga dalam mempersepsikan keterbatasan biaya

dan pengadaan fasilitas pendukung PHBS. Jika individu merasa

kesulitan karena tidak didukung oleh fasilitas dan pendanaan

yang memadai, maka niat dan upaya untuk mengadopsi perilaku

PHBS akan melemah serta praktik tindakannya akan sulit

terwujud (Notoadmodjo, 2010). Pernyataan tersebut juga sesuai

dengan hasil penelitian Anggraeni dkk., (2016) yang menyatakan

bahwa status ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi individu dalam menerapkan perilaku sehat,

karena bergantung pada biaya yang akan dikeluarkan untuk

memenuhi kebutuhan prasarana penunjang terlaksananya

perilaku sehat. Di antara P1, P2 dan P3, hambatan inilah yang

sangat dirasakan oleh P2, karena P2 sendiri belum memiliki

jamban, sehingga dirinya dan keluarganya terpaksa menumpang

di rumah tetangga. Walaupun ia sadar betul akan pentingnya

jamban bagi kesehatan dan tetap mengupayakan untuk bisa

buang air besar pada jamban, tetapi mungkin saja akses

penggunaan jamban akan terganggu karena sungkan sehingga

mempengaruhi kecepatan untuk mengadopsi PHBS dan

(32)

Keempat persepsi di atas tidak terbentuk dengan sendirinya.

Terdapat variabel-variabel yang juga ikut memodifikasi atau

mempengaruhi terbentuknya keempat persepsi tersebut. Teori

HBM menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut antara lain:

budaya, tingkat pengetahuan, pengalaman masa lalu,

kemampuan individu dan motivasi. Seluruh variabel ini

merupakan karakteristik-karakteristik individual yang

mempengaruhi persepsi individu (Notoadmodjo, 2010; Hayden,

2013).

Berdasarkan uraian di atas, persepsi PHBS yang terbentuk

pada P1, P2 dan P3 umumnya merupakan persepsi yang positif.

Hal ini dikarenakan peran sosialisasi dari Dinas Kesehatan yang

bekerjasama dengan perangkat dusun dalam mengadakan

penyuluhan terkait PHBS dan telah menjadi sumber informasi

dan pengetahuan bagi warga Dusun Kebonan. Penyuluhan

sebagai sumber informasi tersebut juga sesuai dengan hasil

penelitian Junios & Rina (2014) yang menyatakan bahwa

informasi-informasi seputar kesehatan melalui penyuluhan atau

sosialisasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam

meningkatkan pengetahuan warga, sehingga dapat

meningkatkan kesadaran dan motivasi warga untuk berperilaku

sehat. Perlu diketahui bahwa informasi-informasi yang

(33)

pengertian PHBS, bentuk PHBS, serta bagaimana dampak

penerapannya bagi kesehatan yang tentunya akan semakin

meyakinkan mereka tentang keuntungan maupun kerugian yang

diderita serta mendorong kesadaran individu terkait

kerentanannya terhadap berbagai penyakit akibat menerapkan

pola hidup yang tidak sehat. Teori HBM menyebutnya sebagai

cues to actions (pendorong untuk bertindak).

2. Persepsi Dibutuhkannya Peran Semua Warga dalam

Menciptakan Kesehatan Lingkungan Tempat Tinggal

Persepsi positif yang telah terbentuk dan telah dibahas

sebelumnya, rupanya mendorong P1, P2 dan P3 merasa bahwa

dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat

dibutuhkan peran semua warga setempat dalam berperilaku

sehat. Peran yang dimaksudkan disini adalah sekelompok

tingkah laku atau perilaku yang berkaitan dengan keberadaan

status sosial masyarakat dalam suatu wilayah tertentu terutama

dalam hal menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan

(Laksana, 2013). Hal ini berarti bahwa dalam mewujudkan

lingkungan yang bersih dan sehat dibutuhkannya peran warga

secara keseluruhan, sehingga bukan lingkungan tertentu saja

yang bersih dan sehat melainkan semua lingkungan. Mengingat,

(34)

manusia, yang tentu saja berkaitan dengan peran mereka yang

berada pada wilayah tersebut (Asmadi, 2005).

Artinya apabila hanya beberapa orang saja yang berperan

untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, dari

sekian jumlah warga yang tinggal di wilayah tersebut, tanpa

didukung oleh peran warga lainnya, maka semua akan terlihat

sia-sia saja, dengan kata lain lingkungan yang ada dapat

dipastikan tetap menjadi lingkungan yang tidak bersih dan sehat.

Kondisi demikian akan menciptakan persoalan baru terhadap

kesehatan warga setempat bagi mereka yang memiliki wilayah

yang tidak bersih dan sehat ditandai dengan munculnya

kelompok-kelompok berisiko (Notoatmodjo, 2010).

Umumnya, banyak hal yang dapat dilakukan warga untuk ikut

mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat baik secara

pribadi maupun sebagai bagian dari elemen yang mendiami

suatu wilayah tertentu dan juga memiliki keterkaitan dengan

perilaku kesehatan. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil

penelitian Sulistiyorini dkk., (2015) yang mengungkapkan bahwa

terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat sangat diperlukan

peran serta warga masyarakat secara keseluruhan yaitu dalam

hal perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan dengan memberi

sumbangan tenaga berupa kerja bakti dan ikut serta dalam

(35)

Keterkaitan antara peran dengan perilaku sehat warga

tersebut juga bergantung pada faktor-faktor motivasional dan

secara partikular dengan persepsi-persepsi individu terhadap

penanganan penyakit, nilai-nilai perilaku dalam mengurangi

penanganan (Sarafino, 2011), sehingga tidak heran pada

kenyataannya masih ditemukan warga yang belum sepenuhnya

menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, sementara yang

lainnya sudah berperilaku sehat. Hal ini tentu saja dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berasal dari dalam

maupun dari luar diri individu, bahkan kelompok masyarakat,

sebagai contoh minimnya kesadaran diri, serta sarana dan

prasarana penunjang terwujudnya perilaku sehat.

3. Persepsi Mengenai Usaha-Usaha yang Dapat Dilakukan

Warga Sebagai Perwujudan Perilaku Sehat

Perilaku sehat merupakan segala aktivitas yang ditunjukkan

individu untuk mempertahankan atau meningkatkan

kesehatannya (Sarafino, 2011). Hayden (2013) menambahkan

bahwa perilaku sehat juga termasuk segala hal yang dilakukan

dan dapat mempengaruhi fisik, mental, emosi, psikologis dan

spiritual.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan bahwa P1, P2 dan P3

mempersepsikan beberapa usaha-usaha yang dapat dilakukan

(36)

jamban untuk buang air besar, pemberantasan jentik nyamuk

dengan menguras bak mandi, serta mencuci tangan sebelum

dan sesudah beraktivitas. Keempat perilaku tersebut sesuai

dengan indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh

Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10

indikator, yang sekaligus digunakan dalam Riskesdas (2013),

yaitu: (1) persalinan oleh tenaga kesehatan, (2) penimbangan

bayi dan balita, (3) memberikan ASI eksklusif, (4) mencuci

tangan dengan air bersih dan sabun, (5) memakai jamban sehat,

(6) melakukan aktivitas fisik setiap hari, (7) konsumsi buah dan

sayur setiap hari, (8) tidak merokok di dalam rumah, (9)

penggunaan air bersih, dan (10) memberantas jentik nyamuk.

Adanya persepsi mengenai perilaku-perilaku sehat yang sesuai

dengan indikator PHBS, tentu saja sesuai dengan pengetahuan

dan pemahaman yang didapatkan dari masing-masing partisipan

tentang PHBS yang sebelumnya telah dibahas.

Menariknya dalam penelitian ini, P1, P2 dan P3 juga

menambahkan beberapa perilaku lain di luar indikator PHBS

yang dipersepsikan sebagai bentuk dari perilaku sehat baik

terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan fisik maupun

pada diri individu. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil

penelitian Gani & Abdul (2013), yang mengungkapkan bahwa

(37)

kebersihan dan kesehatan lingkungan fisik saja, melainkan juga

dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan dan kesehatan diri

sendiri.

Persepsi mengenai perilaku sehat yang ditambahkan P1, P2

dan P3 antara lain; menjaga kebersihan lingkungan tempat

tinggal, mengolah sampah rumah tangga baik sampah organik

maupun anorganik, mandi secara teratur yaitu dua kali sehari,

dan menjaga kebersihan organ reproduksi dengan mengganti

celana dalam.

4. Persepsi Mengenai Kebiasaan Merokok yang Sulit

Dihilangkan.

Bersamaan dengan persepsi mengenai perilaku sehat,

ditemukan juga persepsi mengenai perilaku merokok pada dua

orang partisipan laki-laki, yang mempersepsikan bahwa perilaku

merokok merupakan perilaku yang sulit untuk dihilangkan atau

dihentikan karena telah menjadi kebiasaan sejak kecil. Ini juga

didukung oleh hasil penelitian Miswanto., (2015) yang

mengungkapkan bahwa di antara indikator perilaku hidup bersih

dan sehat, perilaku merokok merupakan perilaku yang sangat

sulit untuk dihilangkan karena telah menjadi kebiasaan yang

dilakukan setiap harinya. Berkaitan dengan adanya persepsi

mengenai perilaku merokok tersebut yang didukung dengan

(38)

sebelumnya bahwa beberapa perilaku yang bersifat adiksi

umumnya akan sulit sekali untuk diubah bahkan dihilangkan,

apalagi perilaku tersebut telah memberikan efek atau dampak

yang menyenangkan bagi individu karena terkait dengan emosi.

Situasi yang demikian, akan membuat individu cenderung

mengabaikan anjuran-anjuran kesehatan dan menolak

mempraktikannya dengan berbagai alasan yang bisa saja tanpa

mereka sadari sewaktu-waktu dapat menimbulkan masalah

kesehatan bagi mereka yang mengabaikan anjuran-anjuran

kesehatan tersebut, meskipun mereka sadar akan dampak buruk

bagi kesehatan mereka (Sarafino, 2011). Masalah kesehatan

yang terjadi tentu saja berkaitan dengan munculnya berbagai

macam penyakit yang diakibatkan oleh asap rokok sehingga

berdampak pada aspek kehidupan lainnya (sosial, ekonomi).

Oleh karena itu untuk mengatasi atau menanggulanginya

diperlukan lebih dari sekedar informasi dan pengetahuan yang

mendalam terkait bahaya penyakit serta akibatnya terhadap

kesehatan sehingga dapat menimbulkan kesadaran yang lebih

mendalam dari diri individu. Yaitu perlunya pengendalian diri

(self-control) oleh masing-masing individu, bahkan masyarakat

serta didukung oleh partisipasi lingkungan sosial dalam

mendorong dan memotivasi mereka untuk meninggalkan

(39)

sehingga kedepannya dapat menciptakan kesejahteraan warga

yang optimal dalam berbagai aspek kehidupan di antaranya

Gambar

Gambar 2. Peta  Batas Wilayah Dusun Kebonan, Desa Tolokan,
Tabel 1. Jumlah  Penduduk Dusun Kebonan Menurut Kelompok Umur
Tabel 2. Identitas Partisipan
Tabel 3. Identitas Informan
+6

Referensi

Dokumen terkait

nomina yang lengkap pada suatu kalimat dengan dua atau lebih konstituen frasa nomina yang koreferensial, sedangkan frasa nomina lainnya, yang berupa frasa nomina sifat atau

• Menyediakan fungsi pengkodean dan konversi untuk data dari application layer  menjamin data yang berasal dari application layer suatu sistem dapat dibaca oleh application layer

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. Skripsi EVALUASI TERHADAP

Seperti pada langkah 2, dilakukan penghitungan frekuensi transaksi yang mengandung kombinasi item dari calon k- itemset, dan kombinasi yang tidak memenuhi

Software System for Educational Institute (ETAP) dinyatakan GAGAL ITEM karena tidak ada peserta yang memasukkan penawaran pada ITEM tersebut. Demikian pengumuman ini dibuat

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah persistensi laba, struktur modal, ukuran perusahaan dan alokasi pajak antar periode pada perusahaan manufaktur yang

Nilai PEFR abnormal terbanyak terdapat pada kelompok responden yang dengan keluhan respirasi batuk dan nyeri dada (100%), batuk, berdahak dan sesak napas (100%), batuk, sesak

1) Mengujikan soal pilihan ganda berdasarkan hasil uji coba yang telah diperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya kepada siswa kelas VII C untuk