PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU
TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN
SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
EROSE PERWITASAGI PUTRA
F0106003
FAKULTAS EKONOMI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ku persembahkan Untuk:
Ayah dan Ibu: Sagi Budi M &
Roose Diana M
Adik-adikku: Ian Fatah & M.
Ardiansyah
Keluarga besarku
Pendampingku:Vaulla Remaco S
Sahabat-sahabatku: dari EP
Holics, Fak.Ekonomi UNS,
F!team, Plasma4, Alumni kelas 2e
SMA4 Solo dan semua yang tidak
Motto
Bukannya sesuatu itu sulit sehingga kita tidak berani, tetapi karena kita tidak berani
maka sesuatu itu menjadi sulit
(Erose Perwita SP)
Perjuangan terberat dalam hidup ini adalah perjuangan untuk mengalahkan diri
sendiri dan kemenangan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita dapat
mengalahkan diri sendiri
(Edward Sarjono)
Jika tidak ingin GAGAL, maka jangan IMPIKAN apapun, jangan lakukan apapun
dan jangan jadi apapun
Jika kita LUNAK terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan KERAS terhadap
diri sendiri, tetapi jika kita KERAS terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan
LUNAK terhadap diri sendiri
(Andrie Wongso)
Jika ingin menjadi LUAR BIASA, maka punyailah IMPIAN yang LUAR BIASA,
BEKERJALAH dengan LUAR BIASA dan BERIBADAHLAH dengan LUAR
BIASA
(Ustd. Yusuf Mandur)
Masa Depan yang cerah adalah milik mereka yang percaya akan
KEINDAHAN IMPIAN mereka
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas
limpahan hidayah, tuntunan, bimbingan serta petunjuk-Nya penulis selalu diberikan
kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP
KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA”
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, petunjuk dan bimbingan dari
berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini, dengan tulus dan segenap kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. AM Soesilo, M.Sc, selaku pembimbing skripsi yang selama ini selalu
memberikan waktu, arahan, bantuan dan saran serta bimbingan dalam
penyusunan skripsi penulis;
2. Bhimo Rizky Samodro, SE, Msi, selaku pembimbing akademik yang selama
ini memberi arahan dan bantuan demi kelancaran kuliah penulis untuk
3. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, MSi, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;
5. Izza Mafruhah, SE Msi, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;
6. Segenap Dosen dan seluruh Staf Kantor TU Program Strata Satu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah membantu proses pelaksanaan Pendidikan dan Penelitian;
7. Instansi-instansi yang terkait, seperti Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan dan H.Saud Effendi selaku pemilik Workshop Saud Effendi yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan artikel yang sangat berguna
dalam penyusunan skripsi ini;
8. Bapak Sagi Budi Margiyanto dan ibu Roose Diana Musthofa, selaku bapak
dan ibu penulis beserta adik-adik penulis Ian Fatah dan Muhammad
Ardiansyah Budi Saputra yang selalu menjadi semangat dan inspirasi bagi
penulis;
9. Vaulla Remaco Sewacotama yang telah memberikan semangat dan dukungan
penuh kepada penulis;
10.Teman – teman seperjuangan angkatan 2006 (EP Holics dan teman – teman
11.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, hingga terselesaikannya skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... ...i
ABSTRAK... ..ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... ..v
HALAMAN MOTTO... .vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR TABEL...xvii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA…..………... ...10
A. Industri...………... 10
1. Pengertian Industri... 10
2. Faktor Penunjang/Faktor Pendukung... 12
3. Pengertian Usaha Kecil, Mikro dan Menengah...15
4. Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil. ...17
5. Masalah-masalah Industri Kecil di Indonesia...19
B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan... 20
C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas...23
D. Penelitian Sebelumnya... 26
E. Kerangka Pemikiran Teoritis... 28
F. Hipotesis... 30
III. METODE PENELITIAN………...32
A. Desain Penelitian...…....………...32
B. Populasi dan Sampel...32
C. Sumber Data……….. ...32
D. Definisi Operasional Variabel………...35
E. Metode analisis Data...35
1. Analisis Diskriptif...35
2. AnalisisKuantitatif...38
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………...43
2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia ...45
B. Deskripsi Umum Industri Batik ...………...55
1. Sejarah Batik... .55
2. Perkembangan Industri Batik...57
C. Analisis Disriptif Lokasi Penelitian... ...58
1. Sejarah Kampung Laweyan...58
2. Lokasi Kampung Laweyan ...60
3. Kondisi Sosial Masyarakat ...65
4. Produk Batik Kampung Laweyan...65
5. Proses Pembuatan Batik...66
6. Jalur Perjalanan Wisata... ...68
7. Fasilitas Kampung Batik Laweyan...70
8. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ...71
D. Analisis Diskriptif Data...80
1. Menentukan Jumlah Kelas ...81
2. Menentukan Interval Kelas ...81
E. Hasil dan Analisis Data ...94
1. Pemilihan Model... ..94
2. Uji Statistik...95
a. Uji Parameter Individual (Uji t)... ..95
b. Uji f... ..98
c. Goodnes of Fit Atau Koefisien Determinasi(R2)...100
a. Uji Multikolinieritas...100
b. Uji Heteroskedastisitas...102
c. Uji Autokorelasi... 102
4. Analisis Ekonomi... 104
V. PENUTUP………... 108
A. Kesimpulan………. ...108
B. Saran………...109
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1 Diagram Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha Batik... ....30
4.1 Struktur Organisasi FPKBL...75
4.2 Hubungan Antar Lembaga di kampoeng Batik Laweyan... ..77
4.3 Hubungan FPKBL Dengan Instansi Di Luar Kampoeng Batik Laweyan... 79
4.4 Daerah Kritis Uji f... 99
DAFTAR TABEL TABEL HALAMAN 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Oleh Sektor Industri di Kota Surakarta Tahun 2002-2006... .3
1.2 Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta Tahun 2007 (Menurut Komoditi)... ...5
4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008...47
4.3 Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008... ...48
4.4 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta tahun 2006 – 2007... ...49
4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 10 Tahun Ke Atas ) di Kota Surakarta tahun 2007... ...50
4.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah)...51
4.7 Obyek Wisata Laweyan... ....69
4.8 Program dan Pelaksanaan Kegiatan (Rencana Program)... ....77
4.9 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Umur... ...82
4.10 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tingkat Pendidikan... ....83
4.11 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Pengalaman Usaha... ...85
4.12 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Status Usaha... ...86
4.13 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Tenaga Kerja... ...86
4.14 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Upah Tenaga Kerja... ...87
4.15 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Biaya Bahan Baku...88
4.16 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Sumber Modal...89
4.19 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Keuntungan... ...93
4.22 Pengaruh Variabel Independen Terhadap Keuntungan
Pengusaha Batik se Kecamatan Laweyan...95
4.23 Hasil R21 , R22 , R23 dan R24 Pada Regresi Antar Variabel
Independen...96
4.24 Uji Heteroskedastik Menggunakan Uji LM ARCH... ...101
4.25 Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test... ...102
EROSE PERWITA SAGI PUTRA
F0106003
PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA
Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan peningkatan industri kecil 4 tahun terakhir, termasuk diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan nilai produksi, nilai investasi, penyediaan lapangan kerja dan unit usaha yang lebih besar dibanding industri sedang dan besar (Disperindag: 2009). Berdasarkan fakta tersebut, maka industri kecil kerajinan batik berperan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku dapat mempengaruhi tingkat keuntungan pengusaha batik di Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan permasalahan terebut maka hipotesis yang diajukan adalah variabel modal, tenaga kerja dan bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan para pengusaha batik di kampung batik Laweyan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat diskriptif kuantitatif dengan mengambil data primer (wawancara dan observasi) dengan menggunakan pendekatan regresi linear berganda yaitu dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa variabel modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan. Sedangkan untuk variabel tenaga kerja dan bahan baku tidak berpengaruh terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan saran, antara lain: Perlunya pemerintah daerah Kota Surakarta untuk memberikan bantuan modal kepada pengusaha batik dengan memberikan bantuan kredit lunak kepada para pengusaha batik dengan cara memberikan bantuan kredit dengan bunga yang rendah kepada para pengusaha batik di Kecamatan Laweyan Surakarta.
Kata kunci: Keuntungan, Modal, Tenaga Kerja dan Bahan Baku.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan industri merupakan kegiatan untuk peningkatan
kesejahteraan dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang
lebih bermutu. Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan
produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup
kegiatan manusia. Dengan demikian, dapat diusahakan secara vertikal semakin
besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara horizontal
makin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah
(Arsyad, 2001).
Peranan sektor industri yang ditujukan untuk memperkukuh struktur
ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar
sektor, meningkatkan daya tahan perekonomian nasional dan kesempatan kerja
sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan – kegiatan pembangunan
diberbagai sektor lainnya dan juga diharapkan mampu meningkatkan
pertumbuhan pendapatan perkapita. Pembangunan di sektor industri
dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antar
industri dan antar sektor industri yang memasukkan bahan baku industri, melalui
industri di daerah sesuai dengan potensi masing – masing dan sesuai dengan iklim
usaha yang memantapkan pertumbuhan ekonomi nasional (Todaro, 2000).
Pembangunan industri di Indonesia tidak hanya dititikberatkan pada
industri besar saja tetapi juga diperhatikan perkembangan industri kecil dan
kerajinan rumah tangga. Selain itu perkembangan industri juga diupayakan untuk
mengembangkan potensi yang ada yaitu melalui pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya secara optimal seperti adanya pembangunan di sektor
industri pedesaan dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
industri di daerah atau industri kecil di pedesaan tersebut.
Industri kecil mempunyai peranan penting dalam kegiatan ekonomi
nasional, misalnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan, ikut membantu
pelayanan masyarakat luas, mempercepat pemerataan distribusi pendapatan,
mendorong pertumbuhan ekonomi dan ikut menjaga stabilitas nasional. Dengan
demikian industri kecil dan rumah tangga merupakan salah satu sasaran yang
memerlukan perhatian khusus. Sasaran tersebut sangat sesuai dengan
permasalahan yang ada di Indonesia yaitu tingginya tingkat pengangguran yang
tidak dapat ditampung oleh lapangan pekerjaan yang tersedia.
Industri kecil memang bukan penghasil nilai output dan nilai tambah yang
terbesar jika dibandingkan dengan industri yang berskala besar dan sedang
(Wihana, 2001). Tetapi pada dasarnya industri kecil kerajinan menjadi usaha yang
commit to user
Untuk mengetahui peranan sektor industri dari segi kesempatan kerja
dapat ditunjukkan dengan melihat tingkat peranan tenaga kerja untuk sektor
industri selama beberapa tahun terakhir di Kota Surakarta. Pada tahun 2004
industri kecil di Surakarta menyerap 21.531 tenaga kerja dan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan sampai pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja dari
sektor industri kecil mencapai 26.656 orang. Industri kecil mampu menyerap
tenaga kerja jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja
yang dilakukan oleh industri besar dan menengah, kondisi ini dapat dilihat pada
tahun-tahun terakhir dan pada tahun 2006 yaitu 8.893 orang untuk tenaga kerja
industri besar dan 7.957 orang untuk tenaga kerja industri menengah.
Tabel 1.1
Jumlah Tenaga Kerja yang Diserap oleh Sektor Industri di Kota Surakarta
Tahun 2004-2009
Jenis Industri
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Besar 1.172 2.671 4.799 10.608 13.338 8.893
Menengah 13.350 12.500 10.572 7.560 7.938 7.957
Kecil 21.531 21.888 22.064 24.954 26.167 26.656
Non Formal
11.267 11.355 11.575 12.055 12.712 13.032
Jumlah 47.320 48.394 49.010 55.177 60.205 56.538
Sumber : Disperindag Surakarta Tahun 2010
Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga
mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan
peningkatan industri kecil dari tahun 2004 sampai tahun 2009, termasuk
diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan
Kondisi ini menunjukkan dimana sektor industri kecil di Surakarta lebih potensial
untuk dikembangkan terutama untuk memajukan sektor pariwisata, meningkatkan
ekspor non migas, dan meningkatkan pendapatan pengrajin itu sendiri.
Citra kota Surakarta sebagai kota budaya, tentunya menuntut kota ini
untuk menghadirkan atmosfir budaya di segala aspek. Kota Surakarta mampu
mengangkat sisi lain pariwisatanya melalui sentuhan kualitas peradaban yang
tinggi. Dengan menjadikan budaya Jawa sebagai daya tarik wisata, maka timbul
tantangan bagi Pemerintah kota maupun warga kota Surakarta untuk bertahan
ditengah laju modernisasi.
Industri kerajinan Batik di Surakarta merupakan bagian dari budaya Jawa
yang dapat dikatakan cukup kuat keberadaannya di masyarakat. Ini terbukti dari
meluasnya penggunaan kain Batik yang semula hanya dipakai wanita dan
sebagian pria, kini diakui sebagai pakaian nasional Indonesia. Batik adalah
sebagai salah satu bagian dari kebutuhan sandang yang dikenal dan digemari
masyarakat dari berbagai kelas sosial.
Surakarta sebagai daerah wisata, mempunyai potensi yang sangat besar
dalam pengembangan dan pemasaran barang kerajinan Batik. Hal ini ditinjau dari
tersedianya tenaga kerja yang terampil dan bahan baku yang tersedia. Industri
Batik sampai saat ini tetap merupakan komoditi unggulan yang senantiasa
dikembangkan baik dari segi desain maupun mutunya. Produksi kerajinan Batik
commit to user
Tabel 1.2
Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta Tahun 2009 (Menurut Komoditi)
Jumlah Tahun
No. Nama Komoditi
Volume (Kg) Nilai FOB (US$)
1. BATIK 300.534,25 5,487,233.99
2. DAUN CINCAU YANG
DIKERINGKAN
4.500.00 4,144.00
3. KANTONG PLASTIK 311.802,01 428,271.10
4. KARTU UCAPAN 281.452,60 990,657.71
5. KARUNG PLASTIK 2.893.691,18 3,596,390.99
6. KAYU OLAHAN 32.506,88 58.804,71
7. KERAJINAN TANAH LIAT 18.200,00 2,067.96
8. KERAJINAN KAYU 30.024,29 48,197.47
9. KERAMIK 100.259,00 32,942.75
10. MEBEL 3.145.920,57 7,512,232.38
11. PERABOT RT DARI BATU 609.648,98 268,178.56
12. PERALATAN KANTOR 638.355,00 1,310,375.85
13. PLASTIK HANGER 84,00 250.60
14. TAS DARI KERTAS 215.798,97 637,409.95
15. TEKSTIL DAN PRODUK
TEKSTIL
2.129.731,85 22,413,636.67
Jumlah 10.712.509,58 42,790,794.69
Sumber : Disperindag 2010
Data dari Disperindag diatas menunjukkan posisi Batik pada ekspor
Surakarta menempati rangking ketiga yaitu sebesar 5,487,233.99 (menurut FOB
dalam US$) setelah komoditi tekstil yang mencapai 22,413,636.67, dan komoditi
mebel yang mencapai nilai ekspor 7,512,232.38. Potensi Batik ini kemudian
berkembang tidak hanya pada perdagangan kain Batik. Mulai dari tempat
memproduksi, toko, hingga proses pembuatannya menjadi aset pariwisata yang
berharga di Kota Surakarta. Aset pariwisata ini semuanya dapat dinikmati di
Kampung Batik, kawasan sentra batik yang mensinergikan aktivitas perdagangan
Kampung Laweyan di Surakarta memiliki identitas sebagai perkampungan
saudagar. Karakteristiknya sangat berbeda dengan kampung-kampung lain di kota
Surakarta, karena itu sebagian masyarakat Surakarta menyebut daerah itu sebagai
“kampung dagang” Laweyan.
Industri Batik digolongkan menjadi tiga menurut tingkat pengelolaannya,
yaitu:
1. Pengelolaan secara sederhana, terjadi pada industri batik yang sifat
usahanya masih berupa industri rumah tangga dan belum ada spesialisasi
kerja.
2. Pengelolaan tingkat menengah, industri yang bidang usahanya sudah lebih
besar dan penanganan usahanya menggunakan tenaga diluar anggota
keluarga dan mulai terdapat spesialisasi kerja.
3. Pengelolaan secara utuh, industri batik yang lingkup usahanya
besar-besaran, sudah ada spesialisasi kerja baik teknis maupun non teknis.
Sejalan dengan pengembangan pariwisata yang sedang berlangsung di
Surakarta maka industri kecil kerajinan memiliki proses yang menggembirakan,
terutama untuk industri kecil yang memproduksi barang-barang seni seperti batik,
dimana batik tersebut masih identik dengan nilai-nilai tradisional, mengingat
Surakarta sendiri masih memiliki peninggalan bersejarah yaitu Keraton Surakarta
dan masih ada sebagian kehidupan masyarakat yang dilingkupi nuansa kehidupan
commit to user
Industri kecil kerajinan berperan penting dalam pembangunan ekonomi
khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Dengan demikian,
berbagai upaya akan dilakukan dalam rangka memajukan industri kecil kerajinan.
Di Surakarta terdapat beberapa daerah yang menjadi wilayah sentra industri batik
yang cukup produktif, misalnya Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan pada
keadaan yang ada, maka penulis tertarik untuk meneliti karakteristik pengusaha
Batik di Kecamatan Laweyan Surakarta, maka penelitian ini mengambil judul:
“PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA dan BAHAN BAKU
TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN
SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta?
2. Bagaimanakah pengaruh faktor modal, tenaga kerja, dan bahan baku
terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.
3. Manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku yang mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah penelitian, maka
tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor modal, tenaga kerja dan
bahan baku terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan
Laweyan.
3. Untuk mengetahui manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan
baku yang mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat keuntungan
pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Menjadi sumber informasi bagi pengusaha batik untuk mengetahui
seberapa besar pendapatan yang didapatkan oleh para pengusaha batik,
apakah meningkat atau tetap.
2. Membantu untuk mengetahui keadaan pasar batik yang ada didaerah
wilayah penelitian maupun yang diluar daerah penelitian.
3. Menjadi sumber tambahan untuk penelitian yang berhubungan dengan
masalah dalam penelitian ini.
commit to user
nyata, kususnya masalah ekonomi mikro dan sebagai syarat untuk
mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri
1. Pengertian Industri
Industri adalah suatu kelompok usaha yang menghasilkan produk yang
serupa atau sejenis. Sedangkan produk adalah barang atau jasa yang ditawarkan
oleh suatu usaha. Berikut ini adalah faktor-faktor pokok yang menyebabkan suatu
industri / perindustrian dapat berkembang dengan baik apabila dimiliki, antara lain
adalah :
1. Faktor Pokok
a. Modal
Modal digunakan untuk membangun aset, pembelian bahan
baku, rekrutmen tenaga kerja, dan lain sebagainya untuk
menjalankan kegiatan industri. Modal bisa berasal dari dalam suatu
negara serta dari luar negeri yang disebut juga sebagai penanaman
modal asing (PMA).
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dengan jumlah dan standar kualitas yang
sesuai dengan kebutuhan suatu perindustrian tentu akan membuat
industri tersebut menjadi lancar dan mampu berkembang di masa
commit to user
menjadi tenaga kerja asing. Contohnya indonesia dengan tenaga
kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW). Jika suatu
negara kekurangan tenaga kerja maka salah satu jalan keluarnya
adalah mendatangkan tenaga kerja asing dari luar negaranya.
c. Bahan Mentah / Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu unsur penting yang sangat
mempengaruhi kegiatan produksi suatu industri. Tanpa bahan baku
yang cukup maka proses produksi dapat terhambat dan bahkan
terhenti. Untuk itu pasokan bahan mentah yang cukup baik dari
dalam maupun luar negeri / impor dapat melancarkan dalam
mempercepat perkembangan suatu industri.
d. Transportasi
Sarana transportasi sangat vital dibutuhkan suatu industri
baik untuk mengangkut bahan mentah ke lokasi industri,
mengangkut dan mengantarkan tenaga kerja, pengangkutan barang
jadi hasil output industri ke agen penyalur / distributor atau ke
tahap produksi selanjutnya, dan lain sebagainya. Terbayang bila
transportasi untuk kegiatan tadi terputus.
e. Sumber Energi / Tenaga
Industri yang modern memerlukan sumber energi / tenaga
untuk dapat menjalankan berbagai mesin-mesin produksi,
menyalakan perangkat penunjang kegiatan bekerja, menjalankan
dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak
/bbm, batubara, gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain
sebagainya.
f. Marketing / Pemasaran Hasil Output Produksi
Pemasaran produk hasil keluaran produksi haruslah
dikelola oleh orang-orang yang tepat agar hasil produksi dapat
terjual untuk mendapatkan keuntungan / profit yang diharapkan
sebagai pemasukan untuk pembiayaan kegiatan produksi
berikutnya, memperluas pangsa pasar, memberikan dividen kepada
pemegang saham, membayar pegawai, karyawan, buruh, dan
lain-lain.
2. Faktor Penunjang / Faktor Pendukung
a. Kebudayaan Masyarakat
Sebelum membangun dan menjalankan kegiatan industri
sebaiknya patut dipelajari mengenai adat-istiadat, norma, nilai,
kebiasaan, dan lain sebagainya yang berlaku di lingkungan sekitar.
Tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat sekitar mampu
menimbulkan konflik dengan penduduk sekitar. Selain itu ketidak
mampuan membaca pasar juga dapat membuat barang hasil
produksi tidak laku di pasaran karena tidak sesuai dengan selera
konsumen, tidak terjangkau daya beli masyarakat, boikot
commit to user
Dengan berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu
akan dapat membantu industri untuk dapat memproduksi dengan
lebih efektif dan efisien serta mampu menciptakan dan
memproduksi barang-barang yang lebih modern dan berteknologi
tinggi.
c. Pemerintah
Pemerintah adalah bagian yang cukup penting dalam
perkembangan suatu industri karena segala peraturan dan kebijakan
perindustrian ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah beserta
aparat-aparatnya. Pemerintahan yang stabil mampu membantu
perkembangan industri baik dalam segi keamanan,
kemudahankemudahan, subsidi, pemberian modal ringan, dan
sebagainya.
d. Dukungan Masyarakat
Semangat masyarakat untuk mau membangun daerah atau
negaranya akan membantu industri di sekitarnya. Masyarakat yang
cepat beradaptasi dengan pembangunan industri baik di desa dan di
kota akan sangat mendukung sukses suatu indutri.
e. Kondisi Alam
Kondisi alam yang baik serta iklim yang bersahabat akan
membantu industri memperlancar kegiatan usahanya. Di Indonesia
kegiatan produksi rata-rata dapat berjalan dengan baik sepanjang
tahun.
f. Kondisi Perekonomian
Pendapatan masyarakat yang baik dan tinggi akan
meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli produk industri,
sehingga efeknya akan sangat baik untuk perkembangan
perindustrian lokal maupun internasional. Di samping itu Saluran
distribusi yang baik untuk menyalurkan barang dan jasa dari tangan
produsen ke konsumen juga menjadi hal yang sangat penting.
Faktor-faktor yang menghambat pembangunan dan perkembangan industri
merupakan kebalikan dari kondisi faktor-faktor di atas. Hanya saja nilainya yang
lebih negatif.
Contoh :
• Permodalan yang kurang
• Tidak ada SDM yang sesuai dengan yang dibutuhkan
• Hasil produksi yang kualitas buruk
• Pemasaran yang buruk
commit to user
3. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pengertian industri kecil telah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis
maupun berbagai instansi formal (pemerintah). Penekanan aspek dan kriteria
diantara berbagai pengertian tersebut kadang kala berbeda-beda. Banyak dijumpai
pengertian industri yang hanya ditekankan pada aspek tenaga kerja/karyawan,
seperti aset, penanaman modal atau investasi, omset dan bahkan pemiliknya.
Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut UU No 8 Tahun
2008 adalah :
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam undang – undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil yang dimaksud
dalam Undang – Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
Kriteria usaha mikro menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai
berikut :
• Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
• Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah).
Kriteria usaha kecil menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai
berikut :
• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria usaha menengah UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat
commit to user
• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
Usaha mikro dalam pengertian ini meliputi usaha kecil informal adalah
yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain
petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling,
pedagang kaki lima, dan pemulung. Sedangkan yang dimaksud usaha kecil
tradisional adalah usaha secara turun temurun dan dapat berkaitan dengan seni
budaya.
Didalam praktek pengertian kecil adalah apabila pemilik mengurusi secara
langsung dan mempunyai hubungan pribadi yang akrab dengan tenaga kerja
termasuk semua pegawai-pegawainya. Kriteria pengusaha kecil secara garis besar
dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja dan investasi yang ditanamkan.
BPS mengklasifikasikan industri dilihat dari penggunaan tenaga kerja
sebagai berikut:
• Industri Rumah Tangga = 1 - 4 orang
• Industri Kecil = 5 – 9 orang
• Industri Sedang = 20 – 29 orang
• Industri Besar = 100 orang atau lebih
4. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Menurut Drs. Suryana, M.Si. (2006) Usaha kecil memiliki kekuatan dan
1. Memiliki kebebasan untuk bertindak
2. Fleksibel
3. Tidak mudah goncang
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan kedalam dua
aspek :
1. Aspek kelemahan struktural, yaitu kelemahan dalam strukturnya, misalnya
kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam
pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan
teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan
terbatas akses pasar.
2. Kelemahan kultural, kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan
struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi
dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses
permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti :
a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk
b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan
mudah di dapat
c. Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar
dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan
permodalan dan pemasaran.
d. Informasi tentang tatacara pengembangan produk, baik desain,
commit to user
e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan
persyaratan yang terjangkau.
5. Masalah – masalah Industri Kecil di Indonesia
Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang
peranannya tidak kecil dalam perekonomian banyak menghadapi kendala baik
secara internal maupun eksternal. Secara internal pada umumnya melekat pada
industri kecil sendiri mengandung kelamahan antara lain tingkat produksi rendah,
skala produksi rendah sehingga lemah menjangkau sasaran yang luas, kurang
mampu menyerap informasi pasar, dan teknologi baru yang lebih efisien, karena
rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan serta modal yang dimiliki relatif
rendah.
Permasalahan yang melekat pada industri kecil adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya kemampuan dan keterampilan beroperasi, serta manajemen,
tidak adanya bentuk formal dari perusahaan.
2. Kurangnya permodalan
3. Aposisi bersaing yang kurang kuat
4. Kurangnya koordinasi antara produksi dan penjualan
5. Sistem pencatatan yang kurang mampu.
Sedangkan faktor eksternal adalah adanya iklim diskriminatif dari
pemerintah, terbatasnya peluang untuk memperoleh kredit dari bank. Ada
beberapa alasan yang dapat dikemukakan keengganan pihak bank untuk
informasi yang memadai tentang industri kecil sebagai pemohon kredit, adanya
resiko yang lebih apakah mampu mengembalikannya, tidak tersedianya agunan
dan seringkali modal yang telah terkumpul dipergunakan untuk keperluan
konsumtif (Saleh, 1986).
B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan
Fungsi produksi adalah suatu pernyataan yang menghubungkan
kuantitas berbagai input dengan berbagai tingkat output, dengan teknologi
tertentu (Arsyad, 1987). Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu
persamaan, tabel atau grafik yang menyatakan jumlah (maksimum) komoditi
yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif,
bila menggunakan tehnik produksi terbaru yang tersedia (Salvatore, 1989).
Setiap kegiatan usaha memiliki salah satu tujuan utama untuk
memperoleh keuntungan. Suatu usaha yang tidak menguntungkan, maka
usaha tersebut dapat berhenti beroperasi. Jika suatu usaha berhenti beroperasi
menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak dapat menghasilkan produk atau
output. Ketiadaan output mengakibatkan tidak adanya pemasukan pada usaha
tersebut. Oleh karena itu, suatu usaha harus menguntungkan dan mempunyai
prospek pasar yang potensial.
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan contoh fungsi produksi
yang homogen yang mempunyai elastisitas substitusi yang konstan. Fungsi
commit to user Dimana: Q = output
L = Tenaga kerja
K = capital/modal
a dan b = angka positif, dimana b<1
Pencapaian keuntungan maksimum kadang dihadapkan pada kendala,
diantaranya cara mengalokasikan sumberdaya yang ada untuk menghasilkan
output terbesar dengan tingkat keuntungan yang tinggi. Jika melihat kondisi
seperti ini, maka diperlukan sebuah fungsi produksi dan fungsi keuntungan.
Dalam kondisi ini, akan dititik beratkan pada fungsi keuntungan karena harga
faktor produksi di pasar tidak dapat dikendalikan oleh pedagang.
Fungsi keuntungan yang mudah dipakai dapat menggunakan fungsi
keuntungan Cobb-Douglas. Fungsi keuntungan ini dapat digunakan oleh
pengusaha dalam memaksimalkan keuntungan, pendugaannya relatif mudah,
mudah melakukan manipulasi terhadap analisis dan dapat mengukur efisiensi
pada tingkatan atau pada ciri yang berbeda (Soekartawi, 1990).
Penggunaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas dapat dibantu dengan
analisis regresi. Koefisien regresi ini sekaligus merupakan besaran elastisitas,
sedangkan besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran Return
To Scale (RTS). Soekartawi (1990) menyatakan bahwa jika jumah besaran
elastisitas < elatisitas = 1 >1, maka masuk increasing RTS.
Model fungsi keuntungan menurut Lau and Yotopoulus (1972) adalah
karena model ini dinilai memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan
1. Fungsi penawaran output dan fungsi permintaan input dapat diduga
bersama-sama tanpa harus membuat fungsi produksi yang eksplisit.
2. Fungsi keuntungan dapat digunakan untuk menelaah efisiensi
teknis, harga, dan ekonomi.
3. Di dalam model fungsi keuntungan, peubah-peubah yang diamati
adalah peubah harga output dan input.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model fungsi keuntungan
adalah:
1. Pengusaha sebagai unit analisis ekonomi berusaha
memaksimumkan keuntungan.
2. Pengusaha sebagai penerima harga (price taker).
3. Fungsi produksi adalah berbentuk concave (cekung) dalam
input-input tidak tetap.
Fungsi keuntungan ini dapat digunakan sebagai patokan bagi
pengusaha batik dalam upaya untuk memperoleh keuntungan maksimum
dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Jika jumlah input dikurangi atau
ditambah, maka keuntungan yang diperoleh dapat diprediksi, sehingga dapat
dijadikan acuan bagi pengusaha batik dalam mengambil keputusan-keputusan
commit to user
C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas
Keuntungan adalah selisih antara nilai penjualan perusahaan dengan
biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang yang dijual
tersebut.
Secara bentuk sistematis yang sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
TR-TC = π
Dimana :
a. TR (Total Revenue) adalah penerimaan total produsen dari hasil
penjualan hasil outputnya, TR = output x harga jual.
b. TC (Total Cost) adalah merupakan total biaya yang dihasilkan
untuk memproduksi output yang dipengaruhi oleh dua variabel
biaya tetap (biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah
output yang diproduksi).
c. TR harus lebih besar dari TC, dengan kata lain TR-TC harus ada
selisih yang positif, bila terjadi TR=TC maka terjadi BEP
(Break Even Point), yaitu tidak terjadi keuntungan maupun
kerugian.
Fungsi keuntungan digunakan untuk mengetahui hubungan antara
input dan output, serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga
dan input terhadap produksi. Untuk itu digunakan Fungsi Keuntungan
Cobb-Douglas dengan teknik yang dinamakan Unit-Output-Price Cobb
Douglas Profit Function (UOP-CDPF). Cara ini mempunyai asumsi bahwa
memaksimumkan utilitas atau kepuasan usahanya, sehingga
Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function adalah cara yang dipakai untuk
memaksimumkan keuntungan. UOP-CDPF adalah suatu fungsi atau
persamaan yang melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang telah
dinormalkan dengan harga tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut (Soekartawi, 1990):
Y=AF (X,Z)
Dimana:
Y = produksi
A = besaran yang menunjukkan efisiensi teknik
X = variabel faktor produksi tidak tetap
Z = variabel faktro produksi tetap
Persamaan keuntungan yang diuntungkan dari persamaan tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):
Dimana:
= besarnya keuntungan
= besarnya efisiensi teknik
= harga dari produksi per satuan
commit to user = harga masukan produksi tetap per satuan
= variabel masukan produksi tetap digunakan,
Dimana j = 1, ..., n
Untuk memudahkan dalam menganalisa keuntungan cobb-douglas maka
persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990:233):
Dimana:
= keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga output
= besaran efisiensi teknik yang dinormalkan dengan harga output
= koefisien variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan
harga output
= koefisien faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga
output
= variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga output
= variabel faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga
output
Asumsi dalam Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function
memaksimumkan keuntungan, juga berlaku asumsi lainnya yaitu (Soekartawi,
1990):
1. Fungsi keuntungan adalah menurun bersamaan dengan bertambahnya
jumlah faktor produksi tetap,
2. Masing – masing individu sampel memperlakukan harga input yang
bervariasi sedemikian rupa dalam usaha memaksimumkan keuntungan,
3. Walaupun masing – masing individu pengusaha mempunyai produksi yang
sama tetapi fungsi tersebut menjadi berbeda kalau ada perbedaan
penggunaan input tetap yang berbeda jumlahnya.
D. Penelitian Sebelumnnya
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sahara et al (2004). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti para petani Kakao di Sulawesi Tenggara. Dalam
menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda fungsi
keuntungan cobb-douglas dengan teknik unit output price cobb-douglas
profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel modal, luas areal, harga pupuk, harga pestisida dan upah tenaga
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tajeri dan Noor (2003). Penelitian ini
dilakukan dengan meneliti para penambak Ikan Bandeng di Kecamatan
Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Dalam menganalisis digunakan
commit to user
penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi aktual dan optimal, secara
bersama-sama peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, pupuk
tsp dan urea, tenaga kerja manusia) dan peubah masukan tetap (luas areal
dan modal investasi) menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat
keuntungan usaha budidaya ikan bandeng di Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban, Jawa Timur. Namun secara sendirisendiri, pada kondisi aktual
terdapat satu peubah masukan tidak tetap yaitu tenaga kerja manusia tidak
berpengaruh nyata, sedangkan pada kondisi optimal masing-masing
peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, tenaga kerja manusia)
dan tetap (luas areal dan modal investasi) memberikan pengaruh yang
nyata.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mandaka dan Hatagaol (2005). Penelitian
ini dilakukan dengan meneliti para petenak sapi perah di Kelurahan Kebon
Pedes Bogor yang merupakan sentra produksi susu sapi segar di wilayah
Bogor. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda
fungsi keuntungan douglas dengan teknik unit output price
cobb-douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua variabel bebas yaitu harga konsentrat, harga hijauan, upah tenaga
kerja, harga atau nilai perlengkapan kandang untuk pemeliharaan, harga
obat-obatan, jumlah induk produkstif, pengalaman beternak dan dummy
skala usaha secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keuntungan
E. Kerangka Pemikiran Teoritis
Para pengusaha batik mempunyai banyak faktor baik sosial maupun
ekonomi yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan usaha batik. Fakor
sosial maupun ekonomi tersebut antara lain: umur, tingkat pendidikan,pengalaman
usaha, status usaha, jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, bahan baku, modal,
penjualan dan keuntungan. Keuntungan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pengusaha batik menjalankan usahanya. Untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dalam penelitian ini, penulis memilih beberapa faktor baik sosial
maupun ekonomi yang dianggap mempengaruhi aktivitas ekonomi para
pengusaha batik.
Usaha batik yang dikerjakan oleh para pengusaha batik supaya dapat
bertahan kelangsungan pengelolaannya harus dapat memetik suatu tingkat
keuntungan tertentu. Keuntungan atau pendapatan bersih dari usaha batik
pada dasarnya ditentukan oleh produksi yang dihasilkan (Y), biaya produksi ( C )
dan tingkat harga yang diterima pengusaha ( P ). Atau dapat ditulis dengan dengan
rumus Profit = Total Revenue – Total Costs (Mankiw ,2004). Beberapa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian keuntungan antara lain adalah :
1. Modal
Permasalahan sentral dan klasik yang selalu dihadapi oleh
commit to user
perekonomian. Penggunaan modal besar dalam proses produksi akan dapat
meningkatkan keuntungan yang diterima oleh pengrajin begitupun
sebaliknya bilamana modal yang digunakan kecil maka keuntungan yang
diperolehnyapun kecil. Tanpa adanya modal maka sangat tidak mungkin
suatu proses produksi dapat berjalan (Sukirno, 2005).
2. Tenaga Kerja
Secara individu variable tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
output sector industri batik, yaitu apabila tenaga kerja naik maka output
industri batik juga naik. Hal ini disebabkan karena kenaikkan jumlah
tenaga kerja akan menambah jumlah produksi industri batik tersebut
melalui bertambahnya jumlah pekerja yang bekerja di industri tersebut.
3. Bahan Baku
Bahan baku sangat penting dalam suatu proses produksi. Dalam hal
ini bahan baku mempunyai hubungan yang positif dengan output. Apabila
terdapat penambahan bahan baku maka produksi semakin meningkat.
Adapun faktor-faktor / variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap
Gambar 2.5
Diagram Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usaha Batik
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan didekati
dengan menggunakan persamaan fungsi keuntungan Cobb Douglass yang
diaplikasikan dalam penelitian ini untuk empat variabel maka persamaan tersebut
dapat dituliskan kembali sebagai berikut:
F. Hipotesis
Mengacu pada uraian kerangka pemikiran teoritis, dapat diajukan beberapa TENAGA KERJA ( )
KEUNTUNGAN
BAHAN BAKU ( )
MODAL ( )
commit to user
1. Diduga besarnya modal berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha
2. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap keuntungan
3. Diduga bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan
4. Diduga faktor modal mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei dan wawancara di wilayah
yang menjadi potensi pengembangan batik, yaitu di Kampung Batik se Kecamatan
Laweyan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada tahun
2010.
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh pengusaha batik yang ada di seluruh
kecamatan Laweyan Surakarta. Menurut data dari kecamatan setempat terdapat
125 pengusaha batik di seluruh kecamatan Laweyan.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Dalam penelitian ini, teknik sampling (teknik pengambilan
sampel) yang digunakan adalah dengan cara acak sederhana (simple random
sampling). Populasi dibawah 100 pengamatan, maka sampel yang baik digunakan
adalah minimal 50% dari seluruh populasi dan jika populasi antara 100-1000,
maka sampel yang baik digunakan adalah minimal 15%. Populasi penelitian ini
commit to user
diambil adalah 100 pengusaha batik di Kecamatan Laweyan agar penelitian ini
dapat mewakili seluruh populasi.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yaitu para
pengusaha batik di Kampung Batik se Kecamatan Laweyan Surakarta.
Sumber data ini diperoleh dengan cara :
a. Wawancara adalah pengumpulan data dengan wawancara secara
tatap muka dengan responden, hal ini dilakukan untuk membantu
metode kuisioner. Contoh : dialog antara peneliti dengan responden.
b. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan secara sistematis pada objek penelitian, hal ini
dilakukan untuk melengkapi data yang kurang lengkap.
Contoh : mengamati kehidupan responden
c. Kuisioner adalah pengumpulan data dengan menggunakan
sejumlah daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden
untuk memperoleh data primer. Contoh : daftar pertanyaan untuk
responden.
Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti
koperasi pengusaha batik, Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan
Perdagangan Surakarta, Biro Pusat Statistik,dan data lain yang bersumber
dari referensi studi kepustakaan melalui, jurnal, artikel dan bahan lain dari
berbagai situs website yang mendukung.
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) macam,
yaitu keuntungan, modal, tenaga kerja dan bahan baku. Variabel-variabel tersebut
kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat keuntungan.
Keuntungan adalah laba yang diterima oleh pengrajin batik,
diperoleh dari jumlah produksi dikalikan dengan tingkat harga jual (harga
output) dan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan
(harga input) dengan satuan (Rp).
Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, antara lain :
2. Modal adalah sejumlah dana yang diinvestasikan dalam aktiva tetap yang
diukur dari peralatan-peralatan yang dipakai dalam proses produksi untuk
commit to user
3. Tenaga Kerja adalah sejumlah orang yang bekerja pada pengusaha untuk
menjalankan sistem dari yang sudah ditentukan oleh pengusaha tempat dia
bekerja.
4. Bahan Baku adalah sejumlah bahan dasar yang dibutuhkan oleh seorang
pengusaha untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
E. Metode Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan manggambarkan / melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat
penelitian berlangsung, berdasarkan fakta-fakta yang tampak.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk melakukan representasi
obyektif mengenai gejala-gejala yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian.
Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data /
fakta sebagaimana adanya. Data atau fakta itu harus bersumber dari gejala-gejala
yang terdapat didalam masalah yang terjadi. Representasi data itu harus diiringi
dengan pengolahan, agar dapat diberikan penafsiran yang kuat dan obyektif .
Secara harfiah menurut Nazir (1998) metode deskriptif adalah metode
penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga
metode ini tidak hanya mengadakan akumulasi dari data yang tersedia di lapangan.
Namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta
2. Analisis Kuantitatif
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear berganda yang dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
= tingkat keuntungan
0
β
= intersep1
β = jumlah modal
2
β = besarnya biaya untuk jumlah tenaga kerja
= besarnya biaya bahan baku
= variabel gangguan
1. Analisis Statistik
Setelah diketahui hasil regresi persamaan tersebut, maka dilakukan
pengujian-pengujian meliputi:
a. Uji t
Uji t adalah pengujian koefisien regresi secara individual. Pada
dasarnya uji ini untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel
dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau
commit to user i. Ho : β1 = 0
Artinya suatu parameter (β1) sama dengan nol atau variabel
independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
ii. Ha : β1 ≠ 0
Artinya suatu parameter (β1) tidak sama dengan nol variabel
independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:
Nilai t tabel = tα 2;N − K ... (3.10)
Keterangan:
α = derajat signifikansi
N = jumlah sampel (banyaknya observasi)
K = banyaknya parameter
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t
d) Kesimpulan
i. Apabila nilai –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.
Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
ii. Apabila nilai t hitung > t tabel atau t hitung < - t tabel, maka Ho
ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
b. Uji F
Uji F (Overall Test) dilakukan untuk menunjukan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan
derajat keyakinan 95% (α = 5%), derajat kebebasan pembilang
(numerator) adalah k-1 dan penyebut (denumerator) adalah n-k.
Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
a) Menentukan Hipotesis
i. Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0
commit to user ii. Ha : β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0
Artinya semua parameter tidak sama dengan nol atau semua
variabel independen tersebut merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
b) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:
Nilai F tabel = Fα;K−1;N−K ... (3.12)
Keterangan:
N = jumlah sampel/data
K = banyaknya parameter
Nilai F hitung =
(
(
)
)
R = koefisien regresi
N = jumlah sampel atau data
K = banyaknya parameter
Ho diterima Ho ditolak
F (α; K‐1; N‐K
c) Kriteria pengujian
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F
i. Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen secara signifikan.
ii. Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
c. Uji koefisien determinasi (R2)
Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik
dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2
adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti variabel
independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen bila
mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah ada hubungan beberapa
atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi
tersebut memiliki kesalahan yang standar besar sehingga
koefisien tidak dapat ditaksir dengan kecepatan yang tinggi.
Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya
commit to user
(1) Meregres tiap variabel bebas yang lain. Dari regresi
tersebut diperoleh 2 yang cocok
R
( )
R
12(2) Menghitung F kritis
F Hitung =
(
(
)
)
Heteroskedasitas terjadi jika gangguan muncul dalam
fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama
sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sample besar
maupun sample kecil (tetapi masih tetap tidak bias dan
konsisten).
Pengujian heteroskedasitas dilakukan untuk melihat
apakah kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama
atau tidak. Hal tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut:
E
( )
U
2I
=
Q
2Dimana:
2
Q
= varian dari I:1,2,3...nc. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara variabel
sampel kecil maupun sample besar. Salah satu cara untuk
menguji auto korelasi adalah dengan percobaan d
(Durbin-Watson).
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial
autokorelasi baik positive maupun negative (Gujarati: 1995),
maka:
d < dl : menolak Ho (ada auto korelasi positive)
d < (4-dl) : menolak Ho (ada auto korelasi negative)
dU<d<(4-dU) : menerima Ho (tidak ada autokorelasi)
commit to user
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Kondisi Geografis dan Sumber Daya Alam
a. Kondisi Geografis
Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah
yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang dan Yogyakarta.
Kota Surakarta yang juga dikenal dengan sebutan kota Solo merupakan
sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan
Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 meter di
atas permukaan air laut. Dengan luas sekitar 44 km2, kota Surakarta
secara astronomis terletak di antara 110° 45’15”-110° 45’35” Bujur
Timur dan 70º36’00”- 70° 56’00” Lintang Selatan. Kota Surakarta
dibelah oleh tiga aliran sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali
Jenes dan Kali Pepe. Sungai Bengawan Solo pada zaman dahulu kala
sangat terkenal dengan keelokan panorama serta lalu lintas
perdagangannya. Wilayah Kota Surakarta ini mempunyai suhu udara
rata-rata 26ºC - 28ºC dengan tekanan udara rata-rata 1.010,9 MBS,
kelembaban udara 71 persen, kecepatan angin 4 knot dan arah angin 240
Wilayah administratif Kota Surakarta terdiri dari lima kecamatan,
yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari dan terdiri dari 51
kelurahan yang mencakup 592 RW dan 2.644 RT.
Batas administratif Wilayah Kota Surakarta adalah :
a. Sebelah Utara : Kab. Karanganyar dan Kab. Boyolali
b. Sebelah Timur : Kab. Karanganyar dan Kab. Sukoharjo
c. Sebelah Selatan : Kab. Sukoharjo
d. Sebelah Barat : Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar.
Letak wilayah Kota Surakarta yang diapit oleh wilayah lain
menjadikan Kota Surakarta merupakan wilayah yang strategis. Selain itu
posisi Kota Surakarta berada dalam jalur strategis di antara Yogyakarta
dan Semarang (Joglo Semar). Hal ini tentu saja menyebabkan sektor
perdagangan terutama sektor informal mudah untuk dikembangkan di
Kota Surakarta, selain sektor pariwisata. Hal ini ditunjukkan dengan
kenyataan bahwa perkembangan perdagangan sektor informal dari tahun
ke tahun semakin meningkat, terutama pedagang kaki lima.
b. Sumber Daya Alam
Pemerintahan Kota Surakarta merupakan urban area, sehingga
potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya relatif terbatas.
commit to user
kepentingan penyediaan hasil bumi, Pemerintah Kota Surakarta
mengandalkan dari daerah sekitar, baik produk pertanian tanamna
pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan.
2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia
Kondisi sosial politik selama tahun 2004 lalu dapat dikatakan
relatif tenang dan stabil. Modal dasar ini nampaknya tidak disia-siakan
oleh para pelaku ekonomi. Pulihnya Pasar Gede juga memberi andil
bergeraknya pembangunan ekonomi di Kota Surakarta. Keadaan di atas
tentu merupakan hasil upaya terpadu baik dari pemerintah maupun
masyarakat. Tahun 2004 mungkin merupakan tahun dengan situasi sosial
politik yang paling kondusif sejak terjadinya krisis multidimensi
beberapa waktu yang lalu. Keadaan ini mendorong para pelaku ekonomi
tumbuh kembali secara sehat.
Jumlah penduduk yang besar di suatu wilayah merupakan unsur
penting bagi pembangunan. Penduduk yang besar jika dibina dan
dikembangkan dengan baik dan terpadu akan menjadi potensi dan
sumber daya manusia yang tangguh dalam mendukung pembangunan.
Jumlah penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun terus bertambah.
Penduduk merupakan sumber daya manusia yang secara potensial dan
dinamis mampu mengolah sumber daya alam dan sumber daya buatan
yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal sehingga
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota
Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang
dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Tengah.
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut Jenis Kelamin Tahun 2000-2008
Tahun Laki-Laki Perempuan
Jumlah Total
Rasio Jenis Kelamin
2000 238.158 252.056 490.214 94,49
2003 242.591 254.643 497.234 95,27
2004 249.278 261.433 510.711 95,35
2005 250.868 283.672 534.540 88,44
2006 254.259 258.639 512.898 98,31
2007 246.132 269.240 515.372 91,42
2008 247.245 275.690 522.935 89,18
Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2008 adalah
522.935 jiwa terdiri dari 247.245 laki-laki dan 275.690 perempuan.
Jumlah penduduk tahun 2008 jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk tujuh tahun sebelumnya pada tahun 2000 hasil sensus sebesar
490.214 jiwa, berarti dalam tujuh tahun terakhir kota Surakarta
mengalami kenaikan sebanyak 32.721 jiwa. Meningkatnya jumlah
penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota
yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya di
commit to user
per tahun (BPS Kota Surakarta). Kepadatan penduduk di Kota Surakarta
pada Tahun 2004 sebesar 11,599 penduduk per tahun per km2 .
Tabel 4.2
Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008
Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan luas
wilayah yang sebesar 4.403 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar
12.716 jiwa/km2 yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, 51 kelurahan yang
mencakup 529 RW dan 2645 RT. Sebagian besar penduduk bekerja di
Tabel 4.3
Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk
Kota Surakarta Tahun 2008
Sumber: BPS (Surakarta dalam angka 2008) No. Kecamatan
3. Aspek Sosial Ekonomi
a. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan adalah jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang
ditempuh, dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Surakarta, komposisi penduduk dapat dilihat
commit to user
Tabel 4.4
Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan
Kota Surakarta tahun 2006 - 2007
No. Tingkat Pendidikan
2006 % 2007 %
Pertumbuhan 2006-2007
(%)
1. Tamat Akademi/ PT 33.103 6,82 33.156 7 0,16
2. Tamat SLTA 95.974 9,78 101.018 21,33 5,26
3. Tamat SLTP 103.569 21,34 103.037 21,76 -0,51
4. Tamat SD 105.816 21,81 99.859 21,08 -5,63
5. Tidak Tamat SD 47.498 9,79 42.924 9,06 -9,63
6. Belum Tamat SD 73.979 15,24 67.858 14,33 -8,27
7. Tidak Sekolah 25.184 5,19 25.658 5,41 1,88
b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi menurut mata pencaharian merupakan jumlah
penduduk yang bekerja (usia 10 tahun ke atas) menurut pekerjaan
yang dijalaninya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Surakarta, pada tahun 2006 jenis lapangan pekerjaan yang ditekuni
penduduk Kota Surakarta ada berbagai macam. Pada tabel 4.5 akan
Tabel 4.5
Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 10 Tahun Ke Atas )
Kota Surakarta tahun 2007
No. Mata Pencaharian
2006 % 2007 %
Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
4. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator perkembangan
perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan
dengan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan
pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang.
Perhitungan PDRB Kota Surakarta Tahun 2006 – 2007 berdasarkan
commit to user
Tabel 4.6
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta
Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah)
No Lapangan Usaha 2008 % 2009 %
Pertumbuhan 2008-2009 (%)
1. Pertanian 2.866,18 0,07 2.900,41 0,07 -
2. Penggalian 1.905,23 0,04 1.862,50 0,04 -
3. Industri Pengolahan 1.200.606,83 27,88 1.235.952,77 27,97 0,09 4. Listrik, Gas, dan Air
Bersih
103.020,58 2,26 111.391,58 2,57 0,31
5. Bangunan 583.069,88 11,86 625.624,26 12,29 0,43
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.211.208,49 26,04 1.288.066,92 26,17 0,13
7. Angkutan dan
Komunikasi
449.973,94 9,95 484.827,89 9,96 0,01
8. Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan
449.992,44 9,88 481.987,12 9,96 0,08
9. Jasa-jasa 546.699,38 12,03 585.264,16 12,07 0,04
PDRB 4.549.342,95 100 4.817.877,63 100
Sumber : BPS ( Surakarta Dalam Angka 2008)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 – 2009
sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling besar kedua
setelah perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB Kota Surakarta. Dan
yang memberikan kontribusi paling kecil adalah sektor penggalian.
Kecamatan Lawiyan atau Laweyan merupakan daerah yang menjadi
fokus utama dalam penelitian ini. Kecamatan ini terletak di barat kota
Surakarta yang memiliki sebelas kelurahan, yaitu kelurahan Bumi, Jajar,
Karangasem, Laweyan, Kerten, Panularan, Pajang, Purwosari, Penumping,