HUBUNGAN PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA
PEKERJA BATIK DI LAWEYAN, SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh:
DITAMAS YOGA PRATIWI J 500 140 066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA
PEKERJA BATIK DI LAWEYAN, SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
DITAMAS YOGA PRATIWI J 500 140 066
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Dr. Ratih Pramuningtyas, Sp.KK NIK. 1014
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA
PEKERJA BATIK DI LAWEYAN, SURAKARTA OLEH
DITAMAS YOGA PRATIWI J 500 140 066
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji dan Pembimbing Utama Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Kamis, 18 Januari 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Dr. Flora Ramona, M.Kes, Sp.KK. (………..)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dr. Erika Diana Risanti, M.Sc. (………..)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dr. Ratih Pramuningtyas, Sp.KK. (………..)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan
Prof. DR. Dr. EM. Sutrisna, M.Kes. NIK. 919
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, yang tertulis dalam naskah ini kecuali disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan penulis di atas, maka akan penulis pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 18 Januari 2018 Penulis
DITAMAS YOGA PRATIWI J500140066
HUBUNGAN PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA
PEKERJA BATIK DI LAWEYAN, SURAKARTA
Abstrak
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah sebuah kondisi abnormal kulit yang disebabkan atau diperparah oleh zat atau proses yang terkait dengan lingkungan kerja. Data baru menunjukkan bahwa angka kejadian DKAK cukup tinggi yaitu berkisar antara 50% sampai 60%. Tingkat keparahan dermatitis kontak dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah riwayat atopik. Mengetahui hubungan antara riwayat atopik dengan tingkat keparahan dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta. Penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional yang akan dilakukan pada 72 pekerja batik di Laweyan, Surakarta. Penelitian ini menunjukkan menunjukkan dari 72 responden, sebesar 19,4% (14 responden) mengalami DKAK positif. Berdasarkan analisa data yang ditelah diperoleh menggunakan uji korelasi Chi
square, hasil untuk riwayat atopik dengan kejadian DKAK yaitu 0,012, memiliki
hubungan yang bermakna terhadap kejadian DKAK. Sedangkan hasil untuk riwayat atopik dengan tingkat keparahan yaitu 0,512, tidak ada hubungan yang bermakna terhadap tingkat keparahan DKAK. Riwayat atopik dengan kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta memiliki hubungan yang bermakna. Sedangkan riwayat atopik dengan tingkat keparahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta tidak memiliki hubungan yang bermakna.
Kata Kunci: dermatitis kontak akibat kerja, pekerja batik, riwayat atopik, tingkat keparahan
Abstract
Occupational contact dermatitis (OCD) is an abnormal condition of the skin caused by a substance or process that associated with the work environment. The new data shows that the incidence of OCD is quite high, between 50% to 60%. The severity of contact dermatitis is caused by several things, one of them is the history of atopics. The research is to know the correlation between the history of atopics and the severity of occupational contact dermatitis (OCD). The research is an observational analitic with cross sectional design. The respondent in this research are 72 batik workers in Laweyan, Surakarta. The result shows that from 72 respondets, there is 19,4 % (14 respondents) have positive dermatitis. Based on the data analysis used correlation test Chi-square, the result of history of atopics for OCD is 0.012 and has the correlation with OCD. Whereas, the result of history of atopics with the severity of dermatitis is 0,512 and there is no correlation with the severity of OCD. The history of atopics and the occupational contact dermatitis (OCD) on batik workers in Laweyan, Surakarta has a correlation. While the history of atopics and the severity of OCD on batik workers in Laweyan,
Surakarta has no correlation.
Keywords: Occupational contact dermatitis (OCD), batik workers, history of atopics, the severity
1. PENDAHULUAN
Dermatitis kontak akibat kerja adalah sebuah kondisi abnormal kulit yang disebabkan atau diperparah oleh zat atau proses yang terkait dengan lingkungan kerja (Taylor, et al., 2008). Dermatitis kontak dibagi menjadi dua, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritan kimia dan dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh antigen (alergen) yang menghasilkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (sel-mediated or delayed) (Wolf,
et al., 2009). Data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak alergik akibat kerja ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen (Menaldi, et al., 2015).
Predileksi dermatosis akibat kerja biasanya terdapat pada lengan, tangan dan jari sangat mengganggu penderita melakukan pekerjaan sehingga sangat berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerjanya (Suma'mur, 2014). Faktor predisposisi yang dilaporkan oleh Williams (2009) meliputi riwayat atopik, usia pekerja yang terkena dampak, agen penyebab dan lama pemaparan terhadap agen penyebab. Pasien yang memiliki riwayat atopik (demam, asma, dan dermatitis atopik), lebih rentan terhadap iritasi pada kulit, permukaan jalan nafas dan mukosa (mata, hidung, mulut). Beberapa penelitian membuktikan bahwa riwayat demam dan asma akan menyebabkan iritasi kulit yang lebih parah. Dermatitis diketahui juga dapat meningkatkan risiko sensitisasi alergen potensial, pasien yang menderita dermatitis atopik di masa lalu atau sekarang lebih rentan terhadap sensitisasi oleh alergen (Skotnicki, 2014).
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) menurut tingkat keparahannya dibagi menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat. Tingkat keparahan dermatitis kontak yang muncul tergantung pada beberapa hal, yaitu: durasi kulit terkena zat penyebab dermatitis kontak, kekuatan zat penyebab
munculnya ruam, faktor lingkungan seperti suhu udara, aliran udara dan keringat akibat menggunakan sarung tangan, faktor keturunan yang mempengaruhi respon tubuh seseorang saat kontak dengan zat tertentu, dan riwayat atopik (Rycroft & Frosch, 2005). Penelitian yang dilakukan di Inggris didapatkan bahwa prognosis DKAK yang sangat parah adalah buruk. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau sulit menghindari alergen penyebab, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan pasien (Menaldi, et al., 2015).
Salah satu penyebab DKAK adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri tekstil, seperti industri batik yang banyak berdiri di Surakarta. Bahan kimia tersebut dapat mengakibatkan berbagai kelainan kulit (Sulistyani,
et al., 2010). Contoh bahan kontak untuk dermatitis iritan kuat adalah asam
dan basa keras yang sering digunakan dalam industri (Harahap, 2015). Bahan kimia yang sering digunakan di pabrik batik adalah natrium hidroksida, yang dikenal sebagai soda kausatik atau sodium hidroksida adalah sejenis basa logam kausatik yang sering digunakan di pabrik batik. Salah satu efek yang ditimbulkan dari NaOH adalah dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan jika terjadi penghirupan uap NaOH dalam jangka waktu yang lama (Sulistyani, et al., 2010).
Pada sebuah penelitian di perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta, telah dilaporkan bahwa ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan (Sulistyan, et al., 2010). Dalam penelitian tersebut, terdapat perbedaan variabel dengan penelitian yang akan saya lakukan, dan penelitian tersebut belum meneliti tentang tingkat keparahan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengaruh riwayat atopik dengan tingkat keparahan dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta.
2. METODE
Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Laweyan, Surakarta dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2017. Subjek pada penelitian ini adalah pekerja batik di Laweyan, Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 72 orang. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dengan cara purposive sampling.
Cara Kerja :
Langkah I : Peneliti menentukan sampel dengan cara purposisve sampling. Kemudian menghitung besar sampel dengan menggunakan rumus. Besar sampel yang didapat adalah 72 orang,
Langkah II : Memperkenalkan diri kepada responden, menjelaskan tujuan penelitian dan juga cara kerja.
Langkah III : Responden mengisi biodata dan lembar inform consent. Langkah IV : Responden mengisi lembar kuesioner NOSQ 2002
Langkah V : Dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter, dokter menilai dengan kuesioner mathias untuk mengetahui DKAK positif/negatif dan menilai dengan kuesioner OHSI untuk mengetahui tingkat keparahan DKAK. kemudian pekerja yang positif terkena DKAK difoto.
Langkah VI : Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik
Kolmogorov-smirnov dan uji statistik Spearman.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Analisis Statistik
3.1.1. Data Hasil Penelitian
Distribusi frekuensi hubungan antara riwayat atopik dengan kejadian DKAK menunjukkan bahwa, pada pekerja batik dengan riwayat atopik memiliki tingkat persentase tinggi terhadap kejadian DKAK (+) yaitu sebanyak 10 orang (33,3%) sedangkan
pada pekerja batik tanpa riwayat atopik yang mengalami DKAK (+) sebanyak 4 orang (9,5%).
Sedangkan distribusi frekuensi hubungan antara riwayat atopik dengan tingkat keparahan DKAK, menunjukkan bahwa pada pekerja batik dengan riwayat atopik dan terdiagnosa DKAK ringan sebanyak 9 orang (90%), terdiagnosa DKAK sedang sebanyak 1 orang (100%), dan tidak ada yang terdiagnosa DKAK berat. Pada pekerja batik tanpa riwayat atopik dan terdiagnosa DKAK ringan sebanyak 4 orang (100%), terdiagnosa DKAK sedang sebanyak 0 orang (0%), dan terdiagnosa DKAK berat sebanyak 0 orang (0%).
3.1.2. Hasil Uji Chi square
Hasil uji statistik pada riwayat atopik dengan kejadian DKAK dengan menggunakan analisis Chi square. yaitu 0,012, maka hipotesis nol ditolak (signifikan). Sedangkan hasil uji statistik pada riwayat atopik dengan tingkat keparahan dianalisis dengan Chi square, yaitu 0,512, maka hipotesis nol diterima (tidak signifikan).
3.2.Pembahasan
Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) adalah peradangan kulit yang diakibatkan oleh lingkungan kerja (Siregar, 2013). Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK). Beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) salah satunya adalah riwayat atopik
Hasil penelitian pada 72 responden menunjukkan sebesar 19,4% (14 responden) mengalami DKAK positif dan sebesar 80,6% (58 responden) mengalami DKAK negatif. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya DKAK didapatkan hasil yaitu dari 14 orang yang menderita DKAK (+) yaitu
sebanyak 10 orang (71,4%) mempunyai riwayat atopik dan sebanyak 4 orang (28,6%) tidak mempunyai riwayat atopik, sehingga dapat dikatakan bahwa orang dengan riwayat atopik lebih mudah terkena DKAK. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iliev dan Elsner, 1997 yang menyatakan bahwa orang dengan riwayat atopik akan lebih mudah terkena DKAK.
Pada tabel hasil analisis dengan menggunakan uji Odds rasio didapatkan nilai OR=4,75 artinya orang yang memiliki riwayat atopik memiliki peluang yang lebih besar yaitu sebesar 4,75 kali untuk mengalami DKAK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. Dengan dianalisis dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai p (asymp. Sig) <0,05, yaitu 0,012, maka hipotesis nol ditolak (signifikan). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara riwayat atopik dengan timbulnya DKAK pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta.
Adanya riwayat atopi pada seseorang meningkatkan kerentanan terjadinya dermatitis kontak karena penurunan ambang batas akibat kerusakan fungsi barier kulit. Hal ini sesuai dengan penelitian Visser, et al., pada tahun 2009 yang dimuat dalam Jurnal menyebutkan bahwa individu dengan riwayat atopik ditemukan mutasi filagrin dalam tubuhnya yangakan menimbulkan perubahan pada sawar kulit sehingga memudahkan bahan iritan atau alergen masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam, sehingga akan menimbulkan gangguan atau kerusakan pada kulit secara perlahan setelah paparan yang berulang. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Sularsito, 2007) yang menyatakan bahwa seseorang yang telah memiliki riwayat atopik akan lebih mudah terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik.
Jumlah sampel yang didapatkan untuk menilai tingkat keparahan adalah 14 orang, yaitu yang menderita DKAK positif. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 92,9% (13 responden) mengalami DKAK ringan,
sebesar 7,1% (1 responden) mengalami DKAK sedang, dan tidak ada yang mengalami DKAK berat. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pekerja batik dengan riwayat atopik dan terdiagnosa DKAK ringan sebanyak 9 orang (90%), terdiagnosa DKAK sedang sebanyak 1 orang (100%), dan tidak ada yang terdiagnosa DKAK berat. Pada pekerja batik tanpa riwayat atopik dan terdiagnosa DKAK ringan sebanyak 4 orang (100%), terdiagnosa DKAK sedang sebanyak 0 orang (0%), dan terdiagnosa DKAK berat sebanyak 0 orang (0%).
Hasil uji statistik pada riwayat atopik dengan analisis Chi square. Karena p (asymp. Sig) >0,05, yaitu 0,512, maka hipotesis nol diterima (tidak signifikan). Dengan demikian, uji Chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara riwayat atopik dengan tingkat keparahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada pekerja batik Laweyan, Surakarta. Hal ini dipengaruhi oleh pengobatan dan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pekerja batik untuk mencegah menjadi DKAK yang lebih parah, misalnya dengan menggunakan APD dan pelembab pada saat muncul keluhan.
Pada teori, riwayat atopi pada seseorang dapat meningkatkan tingkat keparahan pada seseorang yang terkena DKAK. Berdasarkan pengalaman klinis dan diagnostik, diketahui bahwa kontak dengan bahan alergen atau bahan iritan dapat mencetuskan DKAK. Sensitisasi pada DKAK akan mempengaruhi manifestasi kulit yang terjadi. Kulit dengan kerusakan sawar dapat memfasilitasi alergen kemudian diikuti dengan respon IgE spesifik. Proses sensitisasi ini berhubungan dengan keparahan penyakit (Sari, et al., 2014). Tetapi pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh responden yang terkena DKAK yang telah dinilai derajat keparahannya tidak berpengaruh terhadap riwayat atopik yang dimiliki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuraga (2008). Hal ini disebabkan bahan kimia yang memajan pekerja ada yang bersifat alergen maupun iritan artinya ada bahan kimia yang langsung menyebabkan
iritasi pada kulit tanpa respon imun (Nuraga, et al., 2008). Peluang antara pekerja yang mempunyai riwayat atopi dengan yang tidak mempunyai riwayat atopi adalah sama terhadap bahan kimia yang bersifat iritan dan alergen. Jadi, riwayat atopi tidak menjadi faktor penting untuk terjadinya tingkat keparahan DKAK.
Penelitian riwayat atopik yang berhubungan dengan DKAK dan tingkat keparahan telah banyak dilakukan, dan hasilnya beberapa penelitian terdapat hubungan dan ada yang tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel tersebut. Hal ini disebabkan karena pada pekerja batik memiliki keadaan kulit, lama kontak, dan frekuensi kontak yang berbeda-beda terhadap bahan iritan/alergen. Selain itu, terdapat perbedaan jenis cairan dan alat pelindung diri yang digunakan pada masing-masing pekerja.
4. PENUTUP
Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat atopik dengan kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta. Tidak ada hubungan antara riwayat atopik dengan tingkat keparahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta.
Sebaiknya untuk pekerja batik disarankan menggunakan lotion atau pelembab setelah mandi dan sesudah mencuci tangan, agar mempertahankan kelembapan kulit dan melindungi kulit untuk pertahanan dari bahan iritan. Selain itu, disarankan untuk menghindari kontak langsung dari bahan iritan yaitu dengan menggunakan APD. Sebaiknya untuk manajemen pabrik batik disarankan untuk melakukan upaya promotif untuk meningkatkan kesadaran para pekerja agar disiplin dalam penggunaan APD. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan patch test atau tes tempel untuk mengetahui penyebab DKAK yaitu terkena DKI atau DKA.
PERSANTUNAN
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ratih Pramuningtyas, Sp.KK., Dr. Flora Ramona, M.Kes, Sp.KK., dan Dr. Erika Diana Risanti, M.Sc., yang telah membimbing, memberikan saran dan nasihat kepada penulis dalam skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M., 2015. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. pp 6–30.
Iliev, E., 1997. Handbook of Occupational Skin Dermatology. Berlin: Springer-Berlin Heidelberg: p. 99-100.
Menaldi, S., Bramono, K., dan Indriatmi, W., 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi Ketujuh (Cetakan Pertama 2015). Jakarta: Badan Penerbit
FK UI.
Menaldi, S., Novianto, E., dan Sampurna, A., 2015. Atlas Berwarna dan Sinopsis
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Nuraga, W., Lestari, F., dan Kurniawidjaja, L. M., 2008. Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara, Kesehatan, 12, 63-9.
Rycroft, R. J., dan Frosch, P. J., 2005. Occupational Contact Dermatitis. (September 2017)
Sari, I.P, Thaha, M.A., Kurniawati, Y, 2014. Hubungan Hasil Uji Tusuk Kulit Alergen Nyamuk Terhadap Keparahan Klinis Dermatitis Atopik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. MKS, Vol. 46, No. 2, April 2014.
Siregar, R., 2009. Dermatosis Akibat Kerja SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Siregar, R., 2013. Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Skotnicki, D. S., 2014. Allergic Contact Dermatitis versus Irritant Contact
Dermatitis. Canada: The Workplace Safety and Insurance Appeals
Sularsito, S., dan Djuanda, S., 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sulistyani, Indriani, F., dan Kariosentono, H., 2010. Pengaruh Riwayat Atopik terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta , Biomedika Vol. 2 No.2.
Suma'mur, 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto.
Taylor, J. S., 2008. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine Seventh Edition Volumes 1 & 2. Dalam K. Wolff, & dkk, Occupational Skin
Diseases Due to Irritants and Allergens (hal. 2067-2080). United States of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Visser, L., Landeck, L., Campbell, W., McLean, S., Weidinger, F., Calkoen, S., John dan Kezic., 2013. Impact of Atopic Dermatitis and Loss-of-Function Mutations in the Filaggrin Gene on the Development of Occupational Irritant Contact Dermatitis. British Journal Dermatology, pp.326-32. Witasari, D., dan Sukanto, H., 2014. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penelitian
Retrospektif. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of
Dermatology and Venereology vol. 162, 161-67.
Wolff, K., & Johnson, R. A., 2009. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of