i
PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia
matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Sebagai Prasyarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Disusun oleh : Arin Pradinasari
12308144028
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Arin Pradinasari
NIM : 12308144028
Prodi : Biologi
Jurusan : Pendidikan Biologi
Fakultas : MIPA
Judul TAS : PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI
BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera,L.) DAN
RUMPUT MANILA (Zoysia matrella) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING
TANAH (Lumbricus rubellus)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, Desember 2016
Yang Menyatakan,
Arin Pradinasari
v MOTTO
Al Baqarah [2: 152]
“The future belongs to those who believe in the beauty of their
dreams.
”
-Cleanor R-
“
If you are doing your best, you
won’t have any time to worry about
failure.
”
-H. Jackson Brown-
“When someone tells you it can’t be done, it’s a reflection of their
limitation, not yours.”
“Go your own way, believe in your self
.
”
花風
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Alhamdulillah, kupersembahkan karya ini untuk
orang-orang yang kusayang...
Teruntuk kedua orangtuaku,
Bapak Muchamad Agus Ariyanto dan Ibu Tri Nugraheni,
yang tak pernah berhenti mencurahkan
kasih sayang, nasihat, dan segalanya bagiku. Terima kasih untuk sujud
di 1/3 malam, Nariyah serta doa yang membawa segala kemudahan
bagiku dari Allah SWT.
Untuk adikku, Shinta Firdha Amalia,
terimakasih semangat dan doanya. Terima kasih selalu menghibur di
saat bosan.
Untuk teman-teman Angels,
yang telah menemani dari awal hingga akhir masa perkuliahan.
Untuk Ricky Ramdhani,
yang selalu mendengar keluh kesahku dan memberi semangat untuk
terus menatap ke depan. Terima kasih untuk waktu dan sabarnya.
vii
PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia
matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)
Oleh Arin Pradinasari NIM 12308144028
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pemeliharaan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.
Desain penelitian ini adalah eksperimen satu faktor yang menggunakan pola acak lengkap. Objek penelitian adalah cacing Lumbricus rubellus yang sudah berklitelum. Terdapat lima macam variasi media penelitian yang diuji coba yaitu media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa, 100% rumput manila, 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila, 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Pada setiap media dilakukan lima kali ulangan. Wadah media pemeliharaan yang digunakan adalah bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm. Penelitian berlangsung selama dua bulan dengan dua kali pengambilan data. Parameter yang diamati adalah biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data dianalisis menggunakan One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada hasil yang berbeda nyata, serta uji Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila berpengaruh nyata (P<0,01) meningkatkan pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.
Kombinasi media yang paling baik untuk pertumbuhan cacing tanah adalah 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 25% rumput manila. Sedangkan kombinasi media yang paling baik untuk produksi kokon cacing adalah 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 50% rumput manila.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas kesehatan, rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir
Skripsi dengan judul “Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon
Kelapa (Cocos nucifera, L.) dan Rumput Manila (Zoysia matrella) terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kokon Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)” dengan
baik dan lancar.
Selama pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir skripsi ini, penulis
menyadari telah mendapat bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA UNY yang telah membantu
dalam pengesahan Tugas Akhir Skripsi.
2. Bapak Dr. Slamet Suyanto, selaku Wakil Dekan I yang telah membantu
dalam penetapan SK Pembimbing dan Penguji Tugas Akhir Skripsi.
3. Bapak Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA
UNY yang telah memberikan izin penelitian di Laboratorium Jurusan
Biologi FMIPA UNY.
4. Ibu Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Kaprodi Biologi FMIPA UNY yang
telah memberikan persetujuan dalam menetapkan Dosen Pembimbing
Tugas Akhir Skripsi sekaligus menjadi penguji pendamping dalam
ix
5. Bapak Suhandoyo, M.S., selaku pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan, masukan, saran, nasihat dan waktunya selama penelitian dan
penulisan Tugas Akhir Skripsi.
6. Bapak Tri Harjana, M.P., selaku pembimbing II yang telah memberikan
waktu, saran dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.
7. Bapak Ciptono, M.Si., selaku penguji utama dalam pelaksanaan ujian
Tugas Akhir Skripsi penulis.
8. Segenap dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.
9. Seluruh keluarga terutama kedua orang tua selaku panutan yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materil beserta doanya selama ini.
10.Rekan-rekan mahasiswa Biologi angkatan 2012 seperjuangan.
11.Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir
Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini, selanjutnya semoga Tugas Akhir Skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, Januari 2017
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 4
xi
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
G. Definisi Operasional... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Cacing Tanah Lumbricus rubellus ... 7
1. Morfologi ... 8
2. Habitat ... 11
3. Sistem Pencernaan, Makanan, dan Sistem Ekskresi ... 12
4. Perkembangbiakan ... 13
5. Siklus Hidup ... 17
6. Sarana Budidaya... 18
7. Syarat Lingkungan Pertumbuhan ... 19
8. Media Pemeliharaan ... 21
9. Pemberian Pakan ... 24
10.Pengendalian Hama ... 25
11.Pemanenan ... 26
12.Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah ... 27
B. Media Pemeliharaan ... 30
1. Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa... 30
2. Rumput Manila ... 33
C. Pakan Cacing Tanah ... 34
D. Kerangka Pikir ... 36
xii BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... 38
B. Populasi dan Sampel ... 38
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39
D. Objek Penelitian ... 39
E. Variabel Penelitian ... 39
F. Alat dan Bahan ... 40
G. Prosedur Penelitian... 41
H. Teknik Pengumpulan Data ... 43
I. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Cacing Lumbricus rubellus ... 45
B. Pengaruh Media terhadap Produksi Kokon Cacing Lumbricus rubellus ... 52
C. Data Klimatik ... 58
D. C/N Rasio ... 61
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah ... 10
Gambar 2. Perbedaan Cacing Lumbricus rubellus dan Lumbricus terrestris ... 11
Gambar 3. Sistem Pencernaan Cacing Tanah ... 12
Gambar 4. Sepasang Cacing pada Posisi Kawin ... 14
Gambar 5. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon ... 15
Gambar 6. Pengukuran Panjang dan Lebar Kokon Cacing Lumbricus rubellus dengan Jangka Sorong...43
Gambar 7. Histogram Rata-rata Pertambahan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus (gram) pada Panen Pertama dan Panen Kedua... 45
Gambar 8. Histogram Rata-rata Jumlah Kokon Cacing Lumbricus rubellus (butir) pada Panen Pertama dan Panen Kedua ... 52
Gambar 9. Histogram Rata-rata Berat Kokon Cacing Lumbricus rubellus (mg) pada Panen Pertama dan Panen Kedua ... 56
Gambar 10. Histogram Pengukuran Suhu Media Cacing Lumbricus rubellus (oC) ... 58
Gambar 11. Histogram Pengukuran Kelembaban Media Cacing Lumbricus rubellus ... 59
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komponen Kimia yang Terdapat dalam Batang Kelapa ... 32
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput Manila (Zoysia matrella) ... 33
Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu ... 35
Tabel 4. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Biomassa
Cacing Lumbricus rubellus ... 50
Tabel 5. Uji Lanjut Duncan (DMRT) dengan Taraf 5% pada Pengaruh
Media Serbuk Gergaji Kelapa dan Rumput Manila terhadap Pertambahan Bobot Massa Cacing Lumbricus rubellus ... 51
Tabel 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Jumlah
Kokon Cacing Lumbricus rubellus ... 55
Tabel 7. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila Terhadap Berat Kokon Cacing
Lumbricus rubellus ... 56
Tabel 8. Uji Anova Pengaruh Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Rumput Manila terhadap Ukuran Kokon Cacing
Lumbricus rubellus ... 57
PENGARUH KOMBINASI MEDIA SERBUK GERGAJI BATANG POHON KELAPA (Cocos nucifera, L.) DAN RUMPUT MANILA (Zoysia
matrella) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOKON CACING TANAH (Lumbricus rubellus)
Oleh Arin Pradinasari NIM 12308144028
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media pemeliharaan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila terhadap pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.
Desain penelitian ini adalah eksperimen satu faktor yang menggunakan pola acak lengkap. Objek penelitian adalah cacing Lumbricus rubellus yang sudah berklitelum. Terdapat lima macam variasi media penelitian yang diuji coba yaitu media 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa, 100% rumput manila, 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 75% rumput manila, 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 50% rumput manila, 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa + 25% rumput manila. Pada setiap media dilakukan lima kali ulangan. Wadah media pemeliharaan yang digunakan adalah bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm. Penelitian berlangsung selama dua bulan dengan dua kali pengambilan data. Parameter yang diamati adalah biomassa cacing, jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data dianalisis menggunakan One Way Anova kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada hasil yang berbeda nyata, serta uji Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila berpengaruh nyata (P<0,01) meningkatkan pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus.
Kombinasi media yang paling baik untuk pertumbuhan cacing tanah adalah 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 25% rumput manila. Sedangkan kombinasi media yang paling baik untuk produksi kokon cacing adalah 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa dan 50% rumput manila.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi
kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap
hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia, oleh karena itu budidaya cacing belum banyak dilakukan peternak
di Indonesia.
Menurut Amrullah (1986) dalam Susetyarini (2007: 10), beberapa
jenis cacing tanah yang banyak diternakkan antara lain Pheretima, Perionyx
dan Lumbricus. Lumbricus khususnya Lumbricus rubellus, merupakan cacing
tanah yang mudah dalam penanganannya dan termasuk jenis cacing tanah
komersial.
Cacing tanah sangat dikenal di masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan yang hampir setiap hari menemukannya di kebun, tegalan dan di
sawah. Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus merupakan salah satu bagian
dari sistem kehidupan yang berperan sebagai mahluk perombak bahan
organik (dekomposer). Peranan cacing tanah sangat besar dalam menguraikan
senyawa organik menjadi unsur-unsur lebih sederhana yang dibutuhkan oleh
mahluk hidup lain (Haryono, 2003: 66)
Pakan dan media merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
sekaligus menjadi sarang cacing tanah adalah sekumpulan bahan-bahan
organik yang sudah terfermentasi sehingga dapat menjadi tempat bagi cacing
tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup tersebut
sekaligus dapat menjadi sumber makanan bagi cacing tanah yang
dibudidayakan.
Bahan organik yang digunakan untuk pemeliharaan dalam budidaya
cacing tanah dapat ditemukan pada berbagai macam media. Salah satunya
adalah media serbuk gergaji batang pohon kelapa. Pohon kelapa sendiri
memiliki berbagai kandungan untuk memenuhi kebutuhan hidup cacing tanah
sebagai media tumbuh sekaligus pakan, di antaranya mengandung
karbohidrat, protein, dan lemak. Kelapa adalah salah satu jenis tanaman yang
termasuk ke dalam suku pinang-pinangan (Arecaceae). Semua bagian pohon
kelapa dapat dimanfaatkan, mulai dari bunga, batang, pelepah, daun, buah,
bahkan akarnya pun dapat dimanfaatkan (Mahmud dan Ferry, 2005: 6)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa semua bagian pohon
kelapa dapat dimanfaatkan, salah satu bagian yang sering dimanfaatkan
adalah batangnya. Saat ini telah banyak masyarakat yang menggunakan
batang pohon kelapa atau biasa disebut kayu “glugu” dalam Bahasa Jawa
sebagai alternatif bahan bangunan dan furniture. Pada industri pengolah kayu
glugu ini dihasilkan serbuk gergaji kelapa dari proses produksi. Serbuk
gergaji kelapa dihasilkan dalam jumlah besar dan tidak dimanfaatkan kembali
sehingga hanya menjadi limbah yang harus dibuang. Media lain yang dapat
dan Turgeon (1980) dalam Nurisyah (1994: 17), rumput manila (Zoysia
matrella) merupakan salah satu jenis rumput yang banyak digunakan dalam
taman. Kelebihan lain yang dipunyai jenis rumput ini adalah toleran terhadap
kekeringan, serta suhu, dan kadar garam yang relatif tinggi. Rumput ini hidup
di daerah tropis dan seringkali ditumbuhkan di lapangan yang salah satunya
ditumbuhkan pada lapangan sepak bola di Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam pemanfaatan rumput ini di lapangan
tentunya terdapat batasan waktu penggunaan agar dapat mendukung kegiatan
di lapangan dengan sebaik mungkin. Sisa rumput yang telah dipangkas hanya
dibuang begitu saja dan jarang dimanfaatkan, biasanya hanya digunakan
sebagai kompos. Menurut Garsetiasih (2005: 37), rumput manila
mengandung lemak, serat kasar, fosfor, serta protein, hal ini berarti bahwa
rumput ini dapat menyediakan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh cacing
tanah (Lumbricus rubellus).
B. Identifikasi Masalah
1. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan
rumput manila (Zoysia matrella) mengandung nutrisi yang dapat dijadikan
media pemeliharaan cacing Lumbricus rubellus ?
2. Apakah pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos
nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap kematangan
3. Apakah media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.)
dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap pembentukan
klitelum cacing Lumbricus rubellus ?
4. Apakah media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.)
dan rumput manila (Zoysia matrella) berpengaruh terhadap penetasan
kokon cacing Lumbricus rubellus ?
5. Apakah serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan
rumput manila (Zoysia matrella)berpengaruh terhadap performansi kokon
cacing Lumbricus rubellus ?
6. Kombinasi media manakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus ?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi
pada pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera,
L.) dan rumput manila (Zoysia matrella)terhadap pertumbuhan dan produksi
kokon cacing Lumbricus rubellus.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos
nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan
cacing Lumbricus rubellus ?
2. Bagaimana pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos
nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap produksi
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos
nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap pertumbuhan
cacing Lumbricus rubellus.
2. Mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos
nucifera, L.) dan rumput manila (Zoysia matrella) terhadap produksi
kokon cacing Lumbricus rubellus.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh variasi dosis media serbuk gergaji kelapa dan rumput terhadap
pertumbuhan cacing Lumbricus rubellus bagi kalangan akademika UNY.
2. Bagi Peneliti Lain
Dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan oleh mahasiswa untuk
memecahkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penelitian
ini serta dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian lanjutan di
kemudian hari.
3. Bagi Masyarakat
Dapat dimanfaatkan oleh peternak maupun masyarakat yang hendak
memulai beternak cacing tanah dalam hal pemilihan media yang baik.
G. Definisi Operasional
1. Cacing tanah adalah hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai
memakan bahan organik hidup dan mati. Cacing tanah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis Lumbricus rubellus yang diperoleh dari
peternak cacing di Ngijon, Godean, Sleman, Yogyakarta. Berat rata-rata
untuk tiap bak perlakuan adalah 35 gram, umur cacing tidak ditentukan.
2. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume,
berat, dan jumlah sel. Indikator pertumbuhan dalam penelitian ini adalah
pertambahan bobot massa cacing Lumbricus rubellus yang dihasilkan
pada masing-masing bak media perlakuan pada akhir penelitian.
3. Produksi kokon adalah jumlah kokon yang dihasilkan cacing Lumbricus
rubellus. Indikator produksi kokon dalam penelitian ini adalah jumlah
kokon, berat kokon, dan ukuran kokon pada masing-masing bak media
perlakuan pada akhir penelitian.
4. Media yang dimaksud dalam penelitian ini adalah substansi yang diisikan
ke dalam wadah yang digunakan untuk pemeliharaan cacing Lumbricus
rubellus. Media yang digunakan adalah serbuk gergaji batang pohon
kelapa (Cocos nucifera, L.) yang diperoleh dari limbah penggergajian
batang pohon kelapa warga Sruwuh, Bantul, Yogyakarta dan rumput
manila (Zoysia matrella) yang diperoleh dari sisa pemotongan rumput
lapangan sepak bola Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah disimpan di dalam trash bag selama satu bulan.
5. Pakan adalah makanan standart minimal yang diberikan untuk cacing
Lumbricus rubellus selama penelitian berlangsung. Pakan yang digunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cacing Tanah Lumbricus rubellus
Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati
bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah
karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Berikut adalah
klasifikasi cacing tanah (Lumbricus rubellus) :
Phylum : Annelida
Kelas : Clitellata
Sub Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus (Sapto, 2011: 27)
Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah termasuk dalam filum Annelida atau
hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang. Cirinya yaitu tubuh simetris
bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen (sekitar 115-200 segmen),
dan pada bagian permukaan tubuh terdapat sederetan sekat atau dinding tipis.
Filum Annelida, terbagi menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta,
Hirudinea, dan Oligochaeta. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang
memiliki banyak seta atau sisir di tubuhnya, contohnya adalah Nereis dan
pacet (Hirudo medicinalis dan Haemadipsa zeylanica). Kelas terakhir dari
phylum Annelida adalah Oligochaeta dimana cacing tanah termasuk di
dalamnya lantaran jumlah seta (rambut keras berukuran pendek) pada tubuh
cacing tanah sangat sedikit.
Selain itu, cacing tanah oleh beberapa kalangan juga dikelompokkan
berdasarkan warnanya, yakni kelompok merah dan kelompok abu-abu.
Kelompok merah antara lain adalah Lumbricus rubellus (the red worm), L.
terrestris (the night crawler), Eisenia foetida (the brandling worm),
Daendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok abu-abu
antara lain jenis Allobopora (the field worm) dan Octolasium (Sugiantoro,
2012: 13-15)
1. Morfologi
Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen
luar dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya
dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak
seperti kebanyakan binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat
bergerak, cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang
panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Adanya lendir pada
tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah
pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar. Lendir itupun
dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat lubang di tanah sehingga
lendir pun dapat digunakan untuk mempertahankan diri. Oleh karena
tubuhnya licin, cacing tanah sangat sukar ditangkap musuh-musuhnya.
Pada tubuhnya, terdapat organ yang disebut seta. Seta yang
terdapat pada setiap segmen ini berupa rambut yang relatif keras dan
berukuran pendek. Daya lekat organ ini sangat kuat sehingga cacing
dapat melekat erat pada permukaan benda. Daya lekat ini akan melemah
saat cacing akan bergerak maju. Seta ini pun dapat membantu cacing
tanah saat melakukan perkawinan (Palungkun, 2010: 8)
Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat
prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan
berbentuk seperti bibir. Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang
dapat menutupi lubang mulut. Prostomium terdapat pada bagian depan
tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap
benda-benda di sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah dapat
menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak
memiliki mata.
Di bagian akhir tubuhnya terdapat anus. Anus digunakan untuk
mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran
yang keluar dari anus tersebut sangat berguna bagi tanaman karena
sangat kaya dengan unsur hara. Kotoran tersebut dikenal dengan istilah
kascing.
Untuk dapat bernapas, cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya
proses metabolisme tubuh diambil dari udara dengan bantuan pembuluh
darah yang terdapat di bagian bawah kutikula. Pembuluh darah itu pun
dapat berfungsi melepaskan karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil
metabolisme. Namun, agar proses bernapas pada cacing tanah dapat
berlangsung dengan baik, kelembaban lingkungannya harus cukup tinggi.
Cacing tanah dewasa memiliki klitelum yang merupakan alat yang
dapat membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian dari
tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya.
Pada cacing yang masih muda, organ ini belum tampak karena hanya
terbentuk saat cacing mencapai dewasa kelamin, sekitar 2-3 bulan
(Palungkun, 2010: 8-9)
Berikut ini merupakan struktur tubuh cacing tanah :
Gambar 1. Struktur Tubuh Cacing Tanah (Rukmana, 1999: 17)
Ada berbagai jenis cacing tanah. Pada genus Lumbricus pun
terdapat spesies lain yang salah satunya adalah Lumbricus terrestris.
antara keduanya tidak jauh berbeda. Pada Lumbricus rubellus, ciri khusus
yang ditunjukkan adalah warna tubuh biasanya berwarna merah
kecoklatan, bentuk tubuh pipih dengan bentuk ekor tumpul serta
kekuningan, panjang tubuh berkisar antara 7,5 sampai 9 cm. Untuk
Lumbricus terrestris, ciri khususnya adalah bentuk tubuhnya panjang dan
silindris, belum memiliki rongga tubuh, dan 2/3 bagian posteriornya
memipih secara dorsoventral. Berikut adalah kenampakan dari kedua
cacing tanah dari genus Lumbricus ini:
Gambar 2. Perbedaan Cacing Lumbricus rubellus (kiri) dan Lumbricus terrestris (kanan)
(cacingpantura.blogspot.id dan hardianimalscience.wordpress.com)
2. Habitat
Di habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembangbiak di
dalam tanah yang lembab dengan suhu sekitar 15-25oC. Cacing tanah
merupakan hewan nokturnal yakni aktivitas hidupnya lebih banyak pada
malam hari sedangkan pada siang harinya istirahat. Cacing tanah juga
hewan fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu menghindar setiap
ada cahaya, dan segera menutup lubang sarang.
Cacing tanah tidak dapat tinggal di tempat yang terlalu banyak air
Karena itulah, di saat curah hujan sedang tinggi, cacing tanah akan
banyak berada di lapisan tanah paling atas (Sugiantoro, 2012: 15-16)
3. Sistem Pencernaan, Makanan, dan Sistem Ekskresi
Gambar 3. Sistem Pencernaan Cacing Tanah (Rukmana, 1999: 19)
Makanan masuk ke mulut dan faring melalui prostomium yang
kemudian dihisap dan masuk ke esofagus. Di dalam esofagus makanan
tercampur dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur yang terdapat pada
dinding esofagus. Dari esofagus makanan terus masuk ke dalam
tembolok untuk disimpan sementara waktu. Selanjutnya makanan masuk
ke dalam lambung untuk dicerna menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil dan dapat diabsorpsi. Dinding usus mengandung kelenjar-kelenjar
yang menghasilkan enzim-enzim untuk mencernakan partikel-partikel
makanan menjadi karbohidrat, lemak, dan protein. Senyawa-senyawa
tersebut masuk ke sistem sirkulasi darah untuk diangkut ke seluruh
di atas permukaan tanah di dekat lubang dari liang tempat cacing itu
berada (Rukmana, 1999:18)
Makanan cacing tanah adalah bahan-bahan organik yang telah
mengalami proses pembusukan. Setiap cacing tanah bisa menghabiskan
bahan-bahan organik seberat hingga dua kali berat tubuhnya dalam
tempo 24 jam. Sistem ekskresi cacing tanah adalah nephridia yang berada
pada segmen-segmen tubuhnya. Untuk sisa-sisa makanan yang tidak
tercerna dikeluarkan melalui anus yang terdapat di belakang tubuhnya
yang kemudian dikenal sebagai kascing (bekas cacing) (Sugiantoro,
2012: 18)
4. Perkembangbiakan
Binatang ini bersifat hermafrodit atau biseksual. Artinya, pada
tubuhnya terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun,
untuk pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi
harus dilakukan oleh sepasang cacing tanah. Dari perkawinan tersebut,
masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon yang di
dalamnya terdapat beberapa butir telur.
Alat kelamin jantan dan betina biasanya terletak pada bagian tubuh
antara segmen ke-9 sampai segmen ke-15. Ciri cacing tanah dewasa atau
yang siap melakukan perkawinan adalah terbentuknya “klitelum” (cincin,
gelang). Klitelum ini biasanya muncul pada cacing tanah yang telah
berumur lebih dari 2,5 bulan. Pada Lumbricus rubellus pembentukan
Gambar 4. Sepasang Cacing pada Posisi Kawin (Rukmana, 1999: 20)
Proses perkawinan cacing tanah berlangsung unik dan spesifik.
Kedua cacing tanah yang berpasangan saling melekatkan bagian
depannya (anterior) dengan posisi saling berlawanan yang diperkuat oleh
seta. Dalam posisi perkawinan (kopulasi, copulating), klitelum
masing-masing cacing tanah akan mengeluarkan lendir yang berfungsi
melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh lubang alat kelamin
jantan masing-masing.
Perkawinan silang (cross fertilization) dilakukan dengan cara
saling bertukar spermatozoid. Sel-sel sperma yang keluar dari
masing-masing cacing tanah akan bergerak ke arah belakang (posterior), lalu
masuk ke dalam lubang penerima sperma masing-masing. Setelah
beberapa jam berkopulasi (kawin) dan masing-masing kantung ovarium
yang berisi sel-sel telur menerima sel-sel sperma maka masing-masing
kantung ovarium saling berpisah. Tahap selanjutnya terjadi pembentukan
Proses pembentukan selubung kokon terjadi pada klitelum.
Masing-masing sel telur yang telah menerima sel-sel sperma bergerak ke
arah mulut dan bertemu dengan lubang saluran sel-sel telur, lalu masuk
ke dalam selubung kokon. Dari selubung kokon, sel-sel telur yang telah
dibuahi sel-sel sperma tadi akan bergerak ke arah mulut, sehingga terjadi
pelepasan kokon (cocoon) dari masing-masing cacing tanah
bersama-sama dengan selubung kokonnya. Proses pembentukan dan pelepasan
selubung kokon disajikan pada gambar berikut
Gambar 5. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon (Rukmana, 1999: 21)
Keterangan:
A = proses pembentukan selubung kokon
B = selubung kokon yang berisi kokon bergerak ke depan menuju arah mulut
C = selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas D = kokon dan kapsul
Selubung kokon yang berisi beberapa telur (capsule) akan
dilepaskan dalam liang tanah. Setiap butir telur (kokon) berisi bakal
anak-anak cacing, bahkan dapat menetas lebih dari 10 ekor anak-anak
cacing. Meski demikian, dari setiap kokon umumnya menetas 3-5 ekor
Lumbricus rubellus menghasilkan kokon berukuran panjang 3,10 mm
dan tebalnya 2,76 mm. Kokon berbentuk bulat sampai agak lonjong,
mula-mula berwarna kuning kehijau-hijauan, kemudian berubah menjadi
kemerah-merahan. Kokon menetas setelah 14-21 hari. Produktivitas
kokon dari seekor cacing tanah dapat dihasilkan lebih dari dua kokon
setiap 5-10 hari atau tergantung spesies cacing (Rukmana, 1999: 22)
Cacing tanah yang produktif berkembang biak dan menghasilkan
kokon relatif banyak adalah Lumbricus rubellus. Cacing tanah jenis ini
amat cocok dibudidayakan secara intensif, dengan kemampuan
menghasilkan kokon antara 79-106 buah/ekor/tahun atau lebih dari 2
kokon dalam 7-10 hari. Selain itu, cacing ini mampu memusnahkan
bahan organik seberat badannya selama 24 jam.
Cacing tanah dapat berumur antara 1-5 tahun. Siklus (daur) hidup
dari cacing dewasa kawin dan menghasilkan cacing dewasa kembali
berlangsung selama 2,5-3 bulan. Masa produktif aktif cacing tanah
dewasa terjadi pada umur 4-11 bulan.
Setiap siklus (daur) hidup cacing tanah melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Cacing tanah dewasa kawin (kopulasi)
b. Sekitar 6-10 hari setelah kawin, kokon dilepaskan ke dalam liang
tanah.
c. Kokon akan menetas 2-3 minggu kemudian, sehingga akan
d. Sekitar 2,5-3 bulan kemudian, anak-anak cacing tumbuh menjadi
cacing tanah dewasa (Rukmana, 1999: 22-23)
Kalau keadaan tanah lembab, cadangan makanan mencukupi, dan
faktor lingkungan lain sangat mendukung maka cacing tanah akan
menghasilkan kokon sepanjang tahun. Namun, jumlah kokon yang
dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu rendah atau sekitar
3oC, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalau suhunya
dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak.
Kokon biasanya dihasilkan pada kondisi iklim yang sesuai. Di
negara beriklim dingin dengan empat musim, umumnya cacing tanah
menghasilkan kokon pada pertengahan Maret hingga awal Juli dan pada
awal Oktober hingga November. Di negara subtropis seperti India, cacing
tanah dapat menghasilkan kokon sepanjang tahun.
5. Siklus Hidup
Siklus hidup cacing tanah mulai dari kokon, cacing muda
(jouvenil), cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini
tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan
jenis cacing tanah. Dari berbagai penelitian diperoleh lama siklus hidup
cacing tanah L. rubellus hingga mati mencapai 1-5 tahun.
Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah
berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup
dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari
perkawinannya yang berlangsung 6-10 hari.
Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama 4-10
bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian. Namun,
siklus hidup cacing tanah ini masih perlu diteliti karena banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti kondisi lingkungan hidupnya. Cacing
yang sudah tidak produktif atau cacing tua biasanya bagian ekornya agak
pipih dan warna kuning pada ekornya sudah mencapai punggung. Bila
cacing masih produktif, warna kuning tersebut masih berada di ujung
ekor.
6. Sarana Budidaya
Sebenarnya dalam pelaksanaannya, kegiatan yang terpenting
hanyalah menciptakan suasana atau kondisi lingkungan yang sesuai
dengan habitatnya di alam. Hal ini dimaksudkan agar cacing tanah dapat
beradaptasi dan berkembang dengan baik.
Cacing tanah menghendaki suasana lingkungan yang teduh,
lembab dan terhindar dari sinar matahari langsung. Untuk itulah lokasi
pembudidayaannya harus mendukung. Adapun sarana pembudidayaan
yang dapat menciptakan lingkungan yang teduh, lembab, dan terhindar
dari sinar matahari langsung adalah bangunan pelindung, wadah
7. Syarat Lingkungan Pertumbuhan
Setiap makhluk hidup mempunyai habitat/lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan yang optimum. Demikian pula cacing tanah juga
membutuhkan lingkungan yang ideal untuk tempat tumbuh. Pertumbuhan
cacing tanah akan optimum jika lingkungan tumbuh cacing budidaya
mendekati habitat aslinya. Beberapa parameter lingkungan yang perlu
diperhatikan untuk pertumbuhan cacing tanah agar sesuai dengan habitat
aslinya yaitu :
a. Kelembaban (RH)
Cacing tanah membutuhkan kelembaban lingkungan yang
biasanya disebut RH (relative humudity), baik kelembaban media
tempat tumbuh maupun kelembaban udara. Kelembaban media
tumbuh yang optimum bagi pertumbuhan cacing adalah 42-60 %.
Kelembaban udara yang optimum bagi pertumbuhan cacing tanah
yaitu sekitar 65 %. Kelembaban media yang terlalu tinggi
menyebabkan cacing berwarna pucat, bahkan mati. Sebaliknya
jika terlalu kering cacing akan masuk ke dalam media yang masih
basah. Bila media sudah terlalu kering cacing tanah akan pergi
dari media mencari tempat yang lebih basah.
b. Suhu
Walaupun cacing tanah hidup di dalam media, suhu udara di luar
secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
udara yang optimum bagi pertumbuhan cacing tanah adalah
15-25oC. Apabila suhu udara berada di luar ambang tersebut
pertumbuhan cacing akan terganggu. Suhu udara yang terlalu
panas menyebabkan kelembaban udara akan rendah, sehingga
kelembaban media tumbuh cacing cepat kering. Maka tidak heran
pada saat musim kemarau yang panas, frekuensi penyiraman
media lebih sering dilakukan.
c. Tingkat keasaman media
Parameter lain yang biasa dipakai untuk menetukan keadaan
lingkungan tempat tumbuh, yaitu derajat keasaman. Seperti tanah
untuk tempat tumbuh tanaman, air untuk tumbuh ikan, media
tumbuh cacing tanah juga memerlukan derajat keasaman yang
optimum. Derajat/tingkat keasaman media ditentukan dengan
nilai pH. Cara mengetahui pH media yaitu menggunakan pH
meter atau alat lain yang bisa digunakan untuk mengukur pH,
misalnya kertas lakmus. Media tumbuh cacing dikatakan asam
bila nilai pH <7 dan basa jika pH >7. Sedangkan pH : 7 dikatakan
netral. Derajat keasaman/pH media tumbuh cacing yang optimum
adalah 6-7,2.
d. Ketersedian bahan organik
Cacing tanah membutuhkan bahan organik sebagai makanan atau
sumber nutrisi. Ketersediaan bahan organik sangat diperlukan
tanah. Bahan organik yang mengandung karbohidrat, protein,
mineral dan vitamin dibutuhkan oleh cacing tanah untuk
mendukung pertumbuhan (Saptono, 2011: 49-52)
8. Media Pemeliharaan
Media hidup atau media pemeliharaan yang juga sekaligus sarang
cacing tanah sebenarnya adalah sekumpulan bahan-bahan organik yang
sudah terfermentasi sempurna sehingga bisa memberikan tempat bagi
cacing tanah untuk hidup dan bereproduksi secara optimal. Media hidup
tersebut nantinya sekaligus menjadi sumber makanan bagi cacing tanah
yang dibudidayakan.
a. Jenis bahan organik untuk dijadikan media pemeliharaan
Bahan organik yang bisa digunakan untuk dijadikan media
hidup atau media pemeliharaan antara lain adalah kotoran hewan
ternak (ayam, kelinci, kambing, dll), ampas tahu, ampas
singkong, ampas sagu, kompos, jerami padi, sekam padi, kulit
pisang, bubur kertas, bubur kayu, enceng gondok, rumput, serbuk
gergaji, rumen (kotoran yang masih berada di perut hewan ternak
ruminansia seperti sapi ketika dipotong), dan sebagainya.
b. Syarat media pemeliharaan
Untuk mengoptimalkan produktifitas cacing tanah yang
dibudidayakan, maka media pemeliharaan untuk cacing tanah
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai atau kurang
di alam bebas. Untuk mendukung hal tersebut, media
pemeliharaan setidaknya harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1) Media pemeliharaan harus menggunakan bahan organik
berserat yang sudah terfermentasi sempurna atau telah
mengalami proses pelapukan minimal 60%, serta tidak
mengeluarkan gas yang merupakan hasil dari proses
pembusukan yang jelas tidak disukai cacing tanah. Waktu
yang dibutuhkan untuk proses fermentasi memang bervariasi
bergantung pada jenis bahannya, biasanya antara 7-35 hari.
2) Kaya bahan organik dan unsur hara
Media hidup cacing tanah harus kaya bahan-bahan organik
dan unsur hara lantaran bahan organik tersebutlah yang
menjadi makanan pokok dari cacing tanah.
3) Gembur, lunak, tidak panas, dan tidak mudah menjadi padat
Cacing tanah sangat membutuhkan media hidup sekaligus
makanan yang lunak, gembur, dan tidak panas supaya lebih
mudah dicerna atau terurai oleh alat cerna di tubuhnya. Media
hidup yang gembur juga bisa menjaga porositas sarang,
menjaga ketersediaan oksigen, dan menjaga sirkulasi udara di
4) Mempunyai daya serap air yang tinggi
Media hidup yang digunakan sebaik mungkin mempunyai
daya serap yang tinggi terhadap air sehingga tidak mudah
menjadi kering dan juga kehilangan tingkat kelembaban.
5) Steril dari zat-zat yang mengganggu pencernaan cacing tanah
Media pemeliharaan harus bebas atau steril dari zat atau
bahan-bahan yang bisa mengganggu pencernaan cacing tanah.
Antara lain adalah sabun dan bahan kimia.
6) Media harus mudah terdekomposisi atau terurai oleh cacing
tanah.
7) Media tersebut harus mampu menahan kestabilan kelembaban
c. Penebaran bibit
Setelah media pemeliharaan dianggap sudah layak untuk
dipergunakan, maka bibit cacing tanah sudah bisa segera
ditebarkan. Langkah-langkah penebaran bibit cacing tanah adalah
sebagai berikut.
1) Bibit cacing tanah yang telah dipersiapkan ditebarkan sedikit
demi sedikit ke atas permukaan wadah pemeliharaan secara
merata.
2) Amati dengan seksama apakah bibit yang ditebarkan tersebut
mau masuk ke dalam media pemeliharaan ataukah hanya
d. Perawatan
Dimaksud dengan perawatan di sini adalah perawatan
media. Perawatan media bertujuan agar kondisi media selalu
sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah.
Kegiatan perawatan media ini meliputi pengadukan, penyiraman,
pengukuran suhu dan pH serta penggantian media.
9. Pemberian Pakan
Cacing pada dasarnya adalah hewan pengurai. Di dalam perut
cacing terdapat zat pengurai bahan organik sehingga pakan yang
diberikan pada cacing mudah dicerna. Cacing sangat mudah ditemukan
pada tanah lembab atau tumpukan kotoran hewan karena cacing akan
memakan kotoran hewan atau bahan-bahan organik yang terdapat dalam
tanah.
Sebuah bahan organik tentu bisa menjadi pakan bergizi bagi
cacing. Pemberian makan pada cacing cukup dilakukan satu kali dalam
satu hari. Biasanya diberikan pada sore hari. Perbandingan pakan yang
diberikan adalah untuk 1 kg bibit cacing diberikan pakan sekitar 1 kg,
dengan perbandingan 1 : 1.
Pemberian pakan merupakan perhatian utama yang harus
diutamakan. Pemberian pakan pada cacing tidak berlebih dan tidak boleh
kurang. Karena kalau pemberian pakan secara berlebihan akan berakibat
pada pembusukan. Media juga menjadi lebih basah. Jika media terlalu
Kondisi sisa pakan yang berlebih dan tidak dimakan akan memicu
timbulnya bakteri pengurai nitrogen (anaerobic microbia), hal ini
berakibat terjadinya fermentasi pada media tumbuh cacing karena sisa
pakan yang tidak termakan. Bau busuk yang muncul karena sisa pakan
adalah ammonia yang dikeluarkan hasil penguraian nitrit. Bau ini akan
memanggil lalat, padahal lalat merupakan hama yang harus dihindari
oleh peternak cacing (Saptono, 2011: 77-78)
10. Pengendalian Hama
Hama yang sering ditemukan menyerang cacing tanah terdiri atas
hama pemangsa dan pesaing dalam konsumsi pakan. Hama-hama
pemangsa cacing tanah yang juga sering menyerbu medium atau kandang
pemeliharaan cacing tanah adalah sebagai berikut.
a. Tikus (Rattus rattus sp.)
Tikus umumnya menyerang pada malam hari. Sasarannya adalah
merusak medium (sarang) dan memangsa ccaing tanah.
Pengendalian tikus dapat dilakukan dengan cara: memasang umpan
beracun, menutup lubang-lubang yang menuju ke kandang cacing,
menjaga kebersihan lingkungan kandang, dan gerakan gropyokan
serta menutup kandang dengan ram kawat.
b. Kaki seribu (Chilopoda)
Kaki seribu merupakan pemakan hewan kecil, termasuk cacing
tanah. Mangsanya dilumpuhkan dulu dengan racun yang dikeluarkan
dengan cara membersihkan dan mengambil binatang tersebut dari
bahan-bahan medium (sarang) cacing tanah.
c. Orong-orong (Gryllotalpa africana)
Hama ini biasanya merusak atau membuat lubang-lubang pada
medium cacing tanah, tetapi kadang-kadang memangsa cacing tanah.
Pengendalian orong-orong dilakukan dengan cara menangkap dan
membunuhnya.
d. Hama-hama lainnya
Hama-hama lain yang sering menyerang cacing tanah adalah katak
darat, kelabang, kecoa, semut, itik, ayam, burung, ular, dan kadal.
Cara terbaik dan tepat untuk mengendalikan hama-hama tersebut
adalah dengan membuat kondisi lingkungan pemeliharaannya yang
rapi dan melakukan kontrol secara kontinu agar unit perkandangan
tidak menjadi sarang hama.
Cacing tanah jarang terserang oleh penyakit, bahkan tidak pernah
terserang oleh organisme penyakit. Meskipun demikian, kekurangan
pakan dan kekeringan dapat menyebabkan cacing tanah mengalami
kematian. Untuk mengantisipasi kekurangan pakan dan kekeringan, maka
kita dapat memberi pakan yang cukup dan menjaga kondisi medium tetap
lembab (Rukmana, 1999: 54-55)
11. Pemanenan
Panen cacing tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara
bedeng-bedeng. Diantara bedeng tersebut diberi pakan, sedangkan bedengan
media tidak diberi pakan. Dalam waktu tiga hari cacing sudah berkumpul
di antara bedengan karena terkumpul di tempat yang ada pakan. Saat
cacing tanah sudah berkumpul diangkat dan dipilah dari media.
Cara panen yang kedua yaitu dengan membalik media tempat
cacing tanah bersarang. Pada bagian media di sebelah bawah adalah
tempat cacing tanah berkumpul. Apabila media tempat sarang dibalik,
maka cacing lebih mudah dipilahkan dari medianya.
Panen bisa juga dilakukan dengan bantuan alat penerangan seperti
lampu petromaks, lampu neon atau lampu bolam. Cacing tanah sangat
sensitif terhadap cahaya. Apabila terdapat cahaya terang cacing tanah
akan berkumpul di bagian atas media. Namun kegiatan ini dilakukan
pada malam hari. Sinar lampu akan lebih terlihat karena tidak ada sinar
matahari (Saptono, 2011: 57)
12. Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah
Cacing tanah sangat potensial untuk dikembangkan. Ini disebabkan
kandungan gizinya cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang
mencapai 64-76%. Kandungan protein cacing tanah ini ternyata lebih
tinggi dari sumber protein lainnya. Itulah sebabnya cacing tanah sangat
potensial dijadikan bahan pakan ternak, terutama unggas.
Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh
serat kasar 1,08%. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang
merupakan zat perangsang tumbuh untuk tanaman.
Protein yang sangat tinggi pada tubuh cacing tanah terdiri dari
setidaknya sembilan macam asam amino esensial dan empat macam
asam amino non-esensial. Asam amino esensial antara lain arginin,
histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, fenilalanin, lisin, dan treonin.
Sementara asam amino non-esensial ialah sistin, glisin, serin, dan tirosin.
Ke-13 asam amino ini sangat dibutuhkan unggas dalam
perkembangannya.
Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah
dapat memberikan indikasi bahwa tubuhnya pun mengandung berbagai
jenis enzim yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. dari berbagai
penelitian diperoleh cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase,
peroksidase, katalase, dan selulosa. Enzim-enzim ini sangat berkhasiat
untuk pengobatan. Selain itu, cacing tanah pun mengandung asam
arhidonat yang dikenal dapat menurunkan panas tubuh yang disebabkan
infeksi.
Menurut Simanjuntak dan Waluyo (1982), berbagai penelitian
menunjukkan bahwa cacing tanah mempunyai manfaat yang dapat
digunakan sebagai bahan pakan ternak, bahkan di beberapa negara telah
dijadikan makanan manusia.
Dalam dunia pengobatan tradisional, cacing tanah telah digunakan
Bahkan di negara-negara maju juga digunakan industri kosmetik dan
minyak cacing hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai pelembab kulit.
Menurut Palungkun dan Budiarti (1990) dalam Haryono (2003:
69), tepung cacing tanah mempunyai kandungan protein cukup tinggi
(64-76%) lebih tinggi dari protein pada daging dan tepung ikan, selain itu
cacing mengandung asam amino paling lengkap, lemaknya rendah,
mudah dicerna dan tidak mengandung racun.
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa cacing tanah
merupakan makrofauna tanah yang berperan penting sebagai penyelaras
dan keberlangsungan ekosistem yang sehat, baik bagi biota tanah lainnya
maupun bagi hewan dan manusia. Aristoteles mengemukakan pentingnya
cacing tanah dalam mereklamasi tanah dan menyebutnya sebagai “usus
bumi” (intesfines of the earth). Demikian pula Charles Darwin (1881)
yang telah meneliti peran cacing tanah selama 40 tahun dalam: (1)
menghancurkan bahan-bahan dari sisa tetanaman dan binatang mati yang
terdapat di dalam tanah maupun serasah hutan, dan (2) mempertahankan
struktur, aerasi, dan kesuburan tanah, yang dituliskannya dalam buku
“The Formation of Vegetable Mould throught the Action Worms”.
Peneliti yang selaras dengan Darwin ini antara lain Hensen (1877),
Muller (1887), dan Urguhart (1887) yang berkeyakinan bahwa cacing
tanah merupakan bagian penting dalam proses pembentukan tanah (soil
formation), bahkan dalam beberapa kasus perannya esensial dalam
Secara umum peran cacing tanah telah terbukti baik sebagai
bioamelioran (jasad hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama
melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti
ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral,
struktur, aerasi, formasi agregat drainase, dan lain-lain sehingga mampu
meningkatkan produktivitas tanah (Kemas, 2010: 119-120)
B. Media Pemeliharaan
1. Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa
Kelapa termasuk golongan kayu keras, yang secara kimiawi
memiliki komposisi kimia hampir serupa dengan kayu yaitu tersusun atas
lignin, selulosa dan hemiselulosa. Dengan komposisi yang berbeda-beda,
selulosa 33,61%, hemiselulosa 19,27% dan lignin 36,51% (Tirono dan
Ali, 2011) dalam Usman (2011: 5). Pada ketinggian 7 m hingga 15 m
dalam batang, kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian
pangkal dan ujung, serta pada 2/3 bagian ke dalam juga mengandung
selulosa yang lebih tinggi dari bagian tepi. Hal ini disebabkan batang
kelapa bagian pangkal dan tepi telah mengalami proses lignifikasi
sehingga tidak seluruh selulosa dapat terisolasi. Menurut Suhardiman
(1994), klasifikasi kelapa dalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera,L.
Kelapa adalah salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam
suku pinang-pinangan (Arecaceae). Semua bagian pohon kelapa dapat
dimanfaatkan, mulai dari bunga, batang, pelepah, daun, buah, bahkan
akarnya pun dapat dimanfaatkan (Mahmud dan Ferry, 2005: 5).
Serbuk kayu gergaji adalah serbuk kayu yang diperoleh dari limbah
ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh di tempat
pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang
percuma dan dibakar begitu saja sehingga dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan. Padahal serbuk kayu gergaji ini merupakan biomassa yang
belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang tinggi.
Serbuk gergaji sangat baik untuk pembuatan media cacing namun
harus dihindari kayu yang mengandung minyak seperti kayu manis, kayu
pinus, kayu suren, atau kayu jeruk karena kayu yang mengandung minyak
tidak disukai cacing bahkan bisa menyebabkan kematian (Rukmana, 1999:
66)
Menurut Sugiantoro (2012: 59) serbuk gergaji kayu bisa digunakan
sebagai media hidup cacing tanah setelah difermentasikan minimal 5-7
hari atau telah mengalami pelapukan minimal 60% sehingga tidak
Dalam penelitian ini serbuk gergaji kayu yang digunakan adalah
serbuk gergaji batang pohon kelapa yang diperoleh dari proses
pemotongan batang kelapa.
Secara fisis batang kelapa memiliki kerapatan yang sangat beragam
baik dari pangkal ke ujung maupun dari tepi ke dalam. Pada bagian
pangkal dan tepi memiliki kerapatan yang tinggi dan didominasi oleh
ikatan pembuluh dewasa sedangkan bagian tengah dan ujung lebih
banyak mengandung jaringan dasar berupa parenkim serta ikatan
pembuluh muda dengan kerapatan yang lebih rendah. Kerapatan yang
beragam dalam satu pohon kemungkinan diikuti oleh variasi kandungan
kimia. Berikut ini adalah komponen kimia batang kelapa:
Tabel 1. Komponen Kimia yang Terdapat dalam Batang Kelapa No. Komponen Kimia Komposisi (%) 1.
Sumber : Departement of Employment, Economic Development and Innovation (DEEDI) dalam Usman (2011)
Holoselulosa batang kelapa sebesar 66.7% dan lebih tinggi dari
bagian lain seperti kulit, serabut dan pelepah daun. Kisaran kandungan
selulosa pada batang kelapa adalah 28.10 - 36.55% dan nilai rataannya
sebesar 31.95%. Pada ketinggian 7 m hingga 15 m dalam batang,
kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal dan ujung,
tinggi dari bagian tepi. Hal ini disebabkan batang kelapa bagian pangkal
dan tepi telah mengalami proses lignifikasi sehingga tidak seluruh
selulosa dapat terisolasi.
2. Rumput Manila
Menurut Rismunandar (1986) dalam Nurisyah (1994: 17), rumput
manila (Zoysia matrella) merupakan salah satu jenis rumput yang banyak
digunakan dalam taman. Rumput ini berpenampilan lembut dan tumbuh
dengan rata, padat, dan kuat. Kelebihan lain yang dipunyai jenis rumput
ini adalah toleran terhadap kekeringan, serta suhu, dan kadar garam yang
relatif tinggi (Beard, 1973; Turgeon, 1980)
Menurut Beard (1973) dalam Yusuf (2014: 3), rumput Zoysia
matrella merupakan rumput yang banyak terdapat di Indonesia yang
dirancang untuk lapangan sepak bola. Rumput Zoysia matrella
mempunyai pertumbuhan optimum pada suhu 25oC-35oC dan beradaptasi
di daerah tropis dan subtropis. Berikut ini adalah kandungan nutrisi pada
rumput manila (Zoysia matrella) yang dikemukakan oleh Garsetiasih
(2005: 37)
C. Pakan Cacing Tanah
Menurut Palungkun (2010), cacing tanah membutuhkan pakan untuk
pertumbuhan maupun reproduksi. Pemilihan pakan yang baik akan
meningkatkan hasil produksi cacing tanah. Pakan organik yang diberikan bisa
berupa kotoran hewan ternak, limbah ampas tahu, serbuk gergaji yang telah
direndam air untuk menghilangkan getah dan bau, ampas aren, dan
sebagainya.
Cacing tanah tidak memiliki gigi, agar makanan mudah dicerna oleh
cacing tanah pakan yang diberikan harus mengandung kadar air yang tinggi,
atau dibuat basah dengan dijadikan dalam bentuk bubur halus. Sebelum
diberikan, campuran bahan organik tersebut harus dipotong kecil-kecil,
dilumatkan, agar halus merata sehingga mudah dicerna. Pakan organik
tersebut diberikan dengan cara ditaruh pada permukaan media, kemudian
diaduk secara merata sambil sedikit ditekan tekan kearah dalam agar sedikit
bisa masuk ke bagian media yang lebih dalam. Setelah pemberian pakan,
media pemeliharaan ditutup dengan lembaran plastik, karung, atau bahan lain
yang tidak tembus cahaya. Dalam tempo 24 jam cacing tanah harus
mendapatkan pakan dengan porsi sebanyak berat total cacing tanah yang
ditebarkan ke dalam media agar cacing tanah selalu bisa mendapatkan
pasokan makanan yangsegar setiap saat. Pemberian pakan dilakukan dua kali
dalam sehari, yaitu pada pagi atau siang hari dan sore menjelang malam agar
cacing tanah benar-benar mendapatkan pasokan pakan yang segar. Aktifitas
maka porsi pakan untuk sore atau malam hari harus lebih banyak
dibandingkan porsi pakan pada pagi atau siang hari. Pada pemberian pakan
dalam wadah pemeliharaan apabila masih terdapat pemberian pakan
sebelumnya atau pakan pemberian sebelumnya tersebut belum habis tercerna
oleh cacing tanah, maka pemberian pakan yang baru harus dikurangi sehingga
volume media pemeliharaan tetap sama menyesuaikan wadahnya
(Sugiantoro, 2012: 87-88).
Menurut Haryono (2003: 67), pabrik tahu menghasilkan bahan sisa
biasa dikenal dengan nama ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan cacing tanah, karena mempunyai kualitas yang tinggi dengan
kandungan protein sebesar 30,3% (hasil uji lab.Balitnak, 1999). Selain itu
keuntungan dari ampas tahu yang bentuknya lumat/lembek dan sudah
setengah masak sehingga mudah dicerna. Berikut ini merupakan kandungan
nutrisi yang terdapat pada ampas tahu yang dikemukakan oleh Sutardi (1997)
dalam Haryono (2003: 69)
Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ampas Tahu
D. Kerangka Pikir
Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus banyak terdapat di Indonesia
Pengembangbiakan cacing Lumbricus rubellus
Kandungan : - protein 14,38% - serat kasar 32,11% - lemak 0,4% - fosfor 0,61% - kadar air 64,20% Kandungan :
- lignin 29,4% - selulosa 26,6% - hemiselulosa 27,7% - kadar air 8,0%
Pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus
Pemanfaatan limbah sebagai media pemeliharaan
Serbuk gergaji batang pohon kelapa
E. Hipotesis
1. Media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan
rumput manila (Zoysia matrella) memberi pengaruh meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kokon cacing Lumbricus rubellus .
2. Media serbuk gergaji batang pohon kelapa (Cocos nucifera, L.) dan
rumput manila (Zoysia matrella) memberi pengaruh meningkatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Rancangan
yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Terdapat dua kelompok dalam penelitian ini yaitu kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, peneliti
memasukkan 35 gram cacing Lumbricus rubellus pada masing-masing
perlakuan berupa kombinasi serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput
manila sebagai berikut :
a. 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa (kontrol)
b. 100% rumput manila
c. 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 75% rumput manila
d. 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 50% rumput manila
e. 75% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 25% rumput manila
Pada setiap perlakuan terdapat lima pengulangan. Untuk kelompok kontrol,
cacing Lumbricus rubellus juga dimasukkan sebanyak 35 gram pada
masing-masing bak perlakuan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus yang
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus yang
telah berklitelum yang diambil secara random dengan biomassa 35
gram pada masing-masing bak perlakuan dengan lima macam
perlakuan dan dilakukan lima pengulangan pada tiap perlakuan.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus sampai 30
September 2016 di Unit Pengelolaan Hewan dan Kebun Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.
D. Objek Penelitian
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus
rubellus dengan media tumbuh serbuk gergaji batang pohon kelapa dan
rumput manila.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variasi dosis media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput
manila, yaitu:
a. 100% serbuk gergaji batang pohon kelapa
b. 100% rumput manila
c. 25% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 75% rumput manila
d. 50% serbuk gergaji batang pohon kelapa : 50% rumput manila
2. Variabel tergayut
a. Pertambahan biomassa cacing (gr)
b. Jumlah kokon (butir)
c. Berat kokon (mg)
d. Ukuran kokon (mm)
F. Alat dan Bahan
1. Bak plastik media berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25 buah
2. Rak penyimpanan
3. Thermometer
4. pH meter
5. Soil tester
6. Neraca ohaus
7. Timbangan analitik
8. Jangka sorong Veiner Caliper ketelitian 0,05 mm
9. Petridish
10. Karung goni
11. Hand sprayer
12. Sarung tangan lateks
13. Alat dokumentasi
14. Cacing Lumbricus rubellus
15. Serbuk gergaji batang pohon kelapa
16. Rumput manila
18. Air
G. Prosedur Penelitian
1. Persiapan dan Pembuatan Media
a. Menyiapkan serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput manila.
b. Menempatkan serbuk gergaji batang pohon kelapa di atas alas
karung yang telah disusun dengan meletakkan batu bata pada setiap
sisi samping karung agar serbuk gergaji batang pohon kelapa tidak
menyebar. Serbuk gergaji batang pohon kelapa yang telah
dikumpulkan disemprot dengan air dan dibolak-balikkan agar merata
kemudian ditutup dengan karung. Penyemprotan dan pengadukan ini
dilakukan secara berkala dalam kurun waktu satu bulan.
c. Pada media rumput manila, caranya adalah dengan memasukkan
rumput manila ke dalam trash bag selama satu bulan.
2. Persiapan Bak Media dan Rak Penyimpanan
a. Mempersiapkan rak penyimpanan yang terbuat dari besi untuk
menempatkan bak-bak berisi media. Pada setiap kaki rak diberi
wadah plastik kecil berisi air agar tidak ada semut atau serangga lain
yang naik ke rak serta bak media.
b. Mempersiapkan bak plastik berukuran 35 x 30 x 10 cm sebanyak 25
buah.
3. Pemilihan Cacing
a. Membeli cacing Lumbricus rubellus pada peternak cacing di Ngijon,
Godean, Sleman, Yogyakarta.
b. Memilih cacing Lumbricus rubellus yang telah memiliki klitelum,
masing-masing seberat 35 gram untuk tiap bak pemeliharaan.
4. Perlakuan Cacing
a. Memasukkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan rumput
manila ke dalam bak plastik yang telah disediakan sesuai dengan
kombinasi dosis masing-masing.
b. Menanam cacing Lumbricus rubellus pada media dengan cara
meletakkannya di atas permukaan media hingga cacing Lumbricus
rubellus masuk dengan sendirinya ke dalam media. Terdapat 35 gram
cacing Lumbricus rubellus dalam setiap bak media.
c. Menutup bak media berisi cacing Lumbricus rubellus dengan karung
goni yang telah dipotong-potong sesuai dengan ukuran bak media.
d. Pemberian pakan berupa ampas tahu dilakukan setiap hari dengan
cara menebarkan ampas tahu di atas permukaan media. Ampas tahu
diberikan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak untuk menghindari
terjadinya pembusukan namun tetap dalam jangka waktu yang rutin
yaitu pada sore hari.
5. Pengamatan
Mengukur suhu media, pH media, kelembaban media setiap 2 hari sekali