• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Komik dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan Model Discovery Learning untuk Kelas V SD T1 292012129 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Komik dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan Model Discovery Learning untuk Kelas V SD T1 292012129 BAB II"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas tentang berbagai Kajian Pustaka yang terdiri dari Kajian teori yang berisi tentang kajian teori Komik, Discovey Learning pembelajaran IPA, Karakteristik anak SD dan Media Pendidikan. Selain Kajian Teori pada bab ini juga dibahas tentang Kerangka berfikir dan Hipotesis Penelitian yang akan dibahas sebagai berikut.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Komik sebagai Media Pembelajaran 2.1.1.1Pengertian Komik

Komik dalam etimologi bahsa Indonesia berasal dari kata “comic” yang kurang lebih secara semantik berarti “lucu”, “lelucon” atau kata komikos dari

komos’ revel’ bahasa Yunani yang muncul pada abad ke-16(M. S. Gumelar

2011:2).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau dapat disingkat KBBI komik adalah cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu.

Mc Cloud dalam M. S. Gumelar (2011:6) menekankan bahwa komik adalah “Gambar yang berjajar dalam urutan yang disengaja, dimaksudkan untuk menyampaika informasi atau menghasilkan respon estetik dari pembaca”

Komik adalah urutan-urutan gambar yang ditata sesuai tujuan & filosofi pembuatannya hingga pesan cerita tersampaikan, komik cenderung diberi lettering yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan ( menurut M. S. Gumelar 2011).

(2)

Bagi anak-anak usia sekolah dasar membaca materi dan mendengarkan penjelasan dari guru tidak dapat diingat secara keseluruhan. Mereka akan lebih senang mempelajari materi yang terdapat banyak gambar didalamnya seperi tokoh kartun ataupun tokoh komik favotitnya apalagi jika tokoh kartun yang ada di dalamnya juga sering mereka lihat di televisi. Gambar yang sederhana dan warna-warni juga dapat diingat cepat oleh siswa. Komik dapat mengembangkan proses belajar kognitif siswa.

2.1.1.2Teknik Membuat Komik

Menurut M.S Gumelar (2011:92) menyebutkan bahwa terdapat 3 tekhnik membuat komik diantaranya:

1. Tradisional Technique

Membuat komik dengan alat dan bahan relatif tradisional seperti pensil, nibs(pena), tinta tahan air, spidol kecil, pensil, tinta, pena, penghapus, bolpen, penghapus tinta, screentone, cat spidol besar baik yang tahan air (waterproof) ataupun yang tidak, kertas gambar, kertas HVS, cutter, hairdryer sebagai pengering dan lain-lain yang relevan.

2. Hybrid Technique

Gabungan antara tradisional dan cara digital, berapa jumlah dan presentase digital dan tradisionalnya tidak begitu dipermasalahkan yang penting menggabung dua cara tersebut. Secara tradisional, untuk membuatnya memerlukan alat-alat tradisional pula seperti disebutkan di atas lalu menggabungnya dengan teknologi dan alat-alat digital seperti scanner, komputer serta graphic dan page layout software.

3. Digital Technique

Membuat komik dengan cara murni digital, tanpa menggunakan alat dan bahan tradisional sma sekali, misalnya menggambarnya menggunakan tablet, atau tablet komputer (PC tablet). Hingga semua proses dilakukan muri secara digital. 2.1.1.3Langkah-langkah Membuat Komik

Menurut M.S Gumelar (2011:100) tekhnik membuat komik secara digital adalah sebagai berikut:

(3)

2. Siapkan skripnya. 3. Membuat layout komik.

4. Pengaturan panels (frames) atau kotak-kotak pembatas pada halaman. 5. Membuat gambar-gambar atau image (termasuk mewarnainya). 6. Memberi lettering, yaitu memberikan bubble text atau balloon text. 7. Ketik kata-kata sesuai dengan skrip pada bubble text atau ballon text. 2.1.2 Media Pembelajaran

2.1.2.1Pengertian Media Pembelajaran

Menurut M. Hosnan (2014:111) Kata media berasal dari bahasa Latin; medium (bentuk jamak), yang berarti perantara atau pengantar. Jadi media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim atau sumber pesan (sender/source) ke penerima pesan (receiver). Secara testimologi, istilah media diartikan dengan berbagai versi, seperti dikemukakan oleh para ahli berikut ini. Menurut Assosiation for Educational Technoloogy (AECT) dalam M. Hosnan (2014:111), media adalah segala bentuk yang digunakan untuk proses penyaluran informasi. Menurut Santoso S. Hamidjojo, media pembelajaran adalah media yang penggunaannnya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pelajaran yang bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam segi mutu. Menurut Oemar Hamalik, media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran. Menurut Blake dan Haralsen, media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan. Media adalah channel (saluran) karena pada hakikatnya media telah memperluasatau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat batas-batas jarak, ruang dan waktu tertentu. Dengan bantuan media, batas-batas itu hampir tidak ada.

2.1.2.2Fungsi Media Pembelajaran

(4)

a. Fungsi Atensi

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Sering kali pada awal pelajaran, siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan.

b. Fungsi Afektif

Fungsi afektif media visual dapat terdapat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

c. Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

d. Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membatu siswayang lemah membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali

2.1.2.3Jenis Media Pembelajaran

Berdasarkan jenisnya menurut Hosnan(2014:113), media terbagi menjadi beberapa jenis. Dilihat dari jenis dan juga bentuknya, media pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Di bawah ini adalah jenis-jenis media pembelajaran:

(1) Media Transparansi

(5)

“transparansi”, trasnparansi adalah lembar bening/plastik tembus pandang yang berisikan pesan, penjelasan atau pelajaran yang akan disampaikan penyaji.

(2) Media Audio

Media Audio adalah media yang mengutamakan indera pendengaran. Contoh media Audio seperti kaset radio, dan mp3.

(3) Media Visual

Media Visual adalah media yang mengutamakan indera penglihatan saja. Contoh media visual seperti gambar, komik, poster, buku cerita, grafik, dll.

(4) Media Audio Visual

Media Audio Visual adalah media yang mengutamakan inderapenglihatan sekaligus indera pendengaran. Contoh media audio visual adalah film, video, televisi, dll.

2.1.3 Model Pembelajaran Discovery learning 2.1.3.1Pengertian Discovery learning

Discovery learning adalah proses pembelajaran yang berfokus pada penemuan masalah (sumber pembelajaran) yang berasal dari pengalaman-pengalaman nyata siswa. Sehingga yujuan utama dari discovery learning tidak terletak pada pencarian aplikasi pengetahuan, melainkan suatu upaya untuk membangun pengetahuan secara induktif dari pengalaman-pengalaman siswa dan pengalaman merupakan sumber materi yang dapat dieksplorasi dlam proses pembelajaran (Khoirul Anam 2015: 110).

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2013 menyatakan bahwa Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but

(6)

2.1.3.2Kelebihan Penerapan Discovery learning

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2013 menyampaikan bahwa kelebihan model Discovery learning diantaranya:

1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

9. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 10. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

11. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

12. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

13. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

(7)

2.1.3.3Kelemahan Penerapan Discovery learning

Kelemahan dari model Discovery learning menurut M.Hosnan (2014:288) diantaranya adalah:

1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru dengan siswa.

2. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru, ini bukanpekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak, dan seringkali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar baik.

3. Menyita pekerjaan guru.

4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan. 2.1.3.4Sintak Model Discovery learning

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2013 menyampaikan bahwa terdapat 7 sintak dalam discovery learning diantaranya yaitu:

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, danaktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

(8)

2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

3. Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

4. Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

5. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

7. Sistem Penilaian

(9)

2.1.4 Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Desmita (2014:35) mengemukakan bahwa usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah adalah 6 tahun dan selesai pada 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak berarti anak usia sekolah berada pada dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun)anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

Menurut Havighurst dalam Desmita (2014:35) tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

2. Membina hidup sehat.

3. Belajar bergaul dan belajar dalam kelompok.

4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.

5. Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif. 7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.

8. Mencapai kemandirin pribadi.

Dalam mencapa setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa:

1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik. 2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa

(10)

3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang kongkret atau langsung dalam membangun konsep.

4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.

Sesuai dengan karakteristik siswa yang dijabarkan di atas maka media yang digunakan dalam pembelajaran sangatlah mempengaruhi siswa.

2.1.5 Pembelajaran IPA 2.1.5.1Pengertian IPA

Kata “Sains” biasa yang diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Sains secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Patta Bundu (2008:9)).

Surjani Wonoraharjo (2010:12) menyatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan alam adalah adalah sekumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui metode tertentu. Proses pencarian ini telah diuji kebenarannya secara bersama-sama oleh para ahli sains dan pemirsanya. Sains berusaha menjelaskan apa saja yang termasuk bidang kajiannya dan untuk itu diperlukan objektivitas dan kejelasan metode. Selain itu sains sains berusaha menguasai alam dan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan manusia, meningkatkan taraf hidup, efisiensi dan efektifitas kerja. Sejarah sains dari zaman ke zaman membantu manusia menemukan metode dan struktur yang tepat untuk bidang kajiannya.

(11)

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah ( scientific inquiry ) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

2.1.5.2Karakteristik IPA

Harlen dalam Patta Bundu (2008:10) mengemukakan tiga karakteristik utama sains diantaranya:

1. Memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dari teori ilmiah. Meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis, teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada.

2. Memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan.

(12)

telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.

2.1.5.3Tujuan IPA

Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasar-kan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

ber-manfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, me-mecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.5.4Ruang Lingkup IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek berikut. 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

(13)

diperhatikan karakteristik siswa SD demi terciptanya pembelajaran IPA yang mempermudah siswa memahami materi dan tidak membosankan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini yaitu: “Pengembangan Media Komik Melalui Metode Talking Stick Pada Siswa Kelas 4 Sd Semester II Tahun Ajaran 2014/2015” oleh Winarni pada tahun 2015. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa ditinjau dari aspek tampilan, media pembelajaran yang dikembangkan dinilai “Sangat Baik”. Kualitas media yang dikembangkan menurut ahli materi dinilai “Baik”. Penggunaan media komik pendidikan mempunyai dampak positif terhadap ketuntasan belajar siswa. Dari 16 siswa yang telah mengikuti uji coba kelompok kecil terdapat 3 siswa yang tidak tuntas belajar dan 13 siswa (81,25%) yang tuntas belajar. Ketuntasan belajar ini tergolong “Sangat baik”. Kemudian pada uji coba lapangan yang melibatkan 22 siswa, terdapat 5 siswa yang tidak tuntas belajarnya dan 5 siswa (77,27%) yang tuntas belajar. Ketuntasan belajar ini tergolong “Baik”.

Penelitian sejenis dilakukan oleh Sugito pada tahun 2012 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Komik Sains Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 SDN Watuagung 01”. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh kesimpulan bahwa Penggunaan media pembelajaran komik sains berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang terbukti dengan nilai rata-rata penggunaan media pembelajaran Komik Sains mencapai hasil 86.18 sedangkan rata-rata penggunaan metode pembelajaran konvensional mencapai hasil 72,52. Terdapat perbedaan hasil belajar pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pokok bahasan mendeskrifsikan sifat-sifat cahaya. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penggunaan media pembelajaran, khususnya media pembelajaran komik sains dalam penelitian ini dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

(14)

fisika dapat memotivasi siswa untuk belajar fisika. Dan pembelajaran menggunakan komik fisika ini menjadi salah satu metode pembelajaran yang dpaat menyelingi pembelajaran yang ada, misalnya ceramah dan praktikum. Dengan adanya pembelajaran menggunakan membuat suatu pemahaman agar belajar fisika bisa menggunakan macam-macam media salah satunya adalah komik ini.

Yohanes Andri Kristiawan (2012) melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Eklas V pada Mata Pelajaran IPA dengan Metode Discovery di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga emester II Tahun ajaran 2011/2012”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Nilai rata-rata siswa kelas V pada kondisi awal atau sebelum diadakan penelitian dengan menerapkan model discovery adalah 68,59 dengan ketuntasan sebesar 58,97% yaitu 23 dari 39 siswa. Dengan penerapan discovery pada siklus I nilai rata-rata kelasnya meningkat menjadi 75,77 dengan ketuntasan belajar sebesar 76,92%. kemudian dilanjutkan pada siklus II dan rata-rata nilai yang diperoleh meningkat menjadi 86,28 dengan ketuntasan belajar sebesar 94,87%.berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian yang telah dilakukan sudah berhasil karena daat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan beberapa penelitian relevan diatas peneliti akan melakukan penelitian serupa dengan pengembangan komik dalam pembelajaran IPA dengan model discovery learning untuk kelas V SD dengan materi Gaya Magnet.

2.2 Kerangka Berpikir

(15)

Melihat permasalahan yang berkenaan dengan buku pegangan siswa yang masih dipandang sebagai sumber belajar utama peneliti akan mengembangkan pengembangan komik dalam pembelajaran IPA dengan model discovery learning untuk kelas V SD dengan materi Gaya Magnet.

Komik yang dikembangkan diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi dan melatih kemandirian siswa dalam proses belajar mengajar. Materi yang disajikan dalam komik dikemas dengan kegiatan praktikum. Selain itu materi yang ada pada komik diajarkan melalui model discovery learning untuk melatih tingkat berpikir siswa.

Dengan mengembangkan komik dengan model discovery learning diharapkan efektivitas pembelajaran dapat tercapai dan tentunya meningkatkan hasil belajar siswa.

2.4Hipotesis Pengembangan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pengembangan sebagai berikut:

1. Komik berdasarkan model discovery learning pada pembelajaran IPA di kelas V SD dapat dikembangkan dengan desain model pembelajaran ADDIE.

2. Komik berdasarkan model discovery learning pada pembelajaran IPA di kelas V SD valid.

Referensi

Dokumen terkait

33 / 561 Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan Kepegawaian Negara...

Struktur tree ini dapat digunakan beragam aplikasi untuk mengakses dan memanipulasi dokumen XML.. Gambar 10.1 menunjukkan bagaimana struktur tree DOM digunakan aplikasi

Kajian oleh Wallace (1990) juga mendapati bahawa, guru-guru Matematik yang berpengalaman telah menunjukkan perkaitan yang amat rapat antara pengetahuan isi.. kandungan yang

Masing-masing Kelompok mempresentasikan Bab II yang merupakan hasil Kompilasi data dan informasi yang menyajikan Gambaran Area Studi dalam Konteks yang lebih luas, dan

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Akhir Program Studi Diploma III Teknik Perkapalan. Progam Diploma Fakultas Teknik

bangunan atas, geladak akomodasi serta beban pada alas dalam. Perhitungan berdasarkan atas jenis muatan dan gaya-gaya yang. bekerja pada geladak yang bersangkutan. 

a. Menurut Rules Of Construction Hull BKI Vol. Mulai 0,2 Lpp dari sekat haluan sampai sekat tubrukan jarak gading- gading tidak boleh lebih besar dari yang dibelakang 0,2 Lpp

3) Untuk menghitung CDG, SDG dan strong beam. Beban geladag bangunan atas pada Geladag Kemudi [Navigation deck]. Beban geladag bangunan atas pada Geladag kompas