1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistem pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami transformasi
besar yang dipengaruhi oleh perkembangan nasional dan internasional
seperti ekspansi yang cepat dari pendaftaran mahasiswa, semakin
penting-nya penelitian dan inovasi dalam persaingan global dan ekonomi berbasis
pengetahuan, jaminan kualitas dan mobilitas telah menjadi penggerak utama
perubahan. Sistem pendidikan tinggi juga semakin kompleks karena
per-tumbuhan jumlah lembaga publik dan swasta, sehingga tugas mengelola dan
memantau sektor pendidikan tinggi perlu mendapat perhatian khusus.
Didorong oleh perubahan yang cepat dalam masyarakat dan
hubungannya dengan pendidikan tinggi, pemerintah telah merespon dengan
berbagai cara untuk merancang ulang struktur tata kelola lembaga
pendidikan tinggi. Dalam dokumen
Higher Education Long Term Strategy
(HELTS) 2003-2010, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen.Dikti.),
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia merumuskan tiga
kebijakan dasar pengembangan pendidikan tinggi yaitu daya saing bangsa,
otonomi dan desentralisasi, dan kesehatan organisasi. Namun demikian,
pemberian otonomi kepada pendidikan tinggi telah membawa banyak
perubahan yang menandai pergeseran modus tata kelola perguruan tinggi.
Varghese dan Martin (2013:26) berpendapat, bahwa dalam semua
sistem perguruan tinggi, masalah yang paling penting adalah bagaimana
sistem harus dikelola. Bagaimana struktur organisasi dan pengambilan
keputusan dalam universitas dapat diatur menurut ide-ide tentang tata
kelola universitas (
university governance
) sebagai organisasi pemangkukepentingan. Shattock (2006) dalam Bratianu dan Pinzaru (2015),
2
konstitusional melalui mana urusan universitas diatur. Menurut Eurydice
(2008:12)
governance
pada pendidikan tinggi mengacu pada pelaksanaankewenangan formal dan informal berdasarkan undang-undang, kebijakan
dan aturan yang mengartikulasikan hak dan tanggung jawab dari berbagai
pelaku, termasuk aturan dalam berinteraksi. Jadi tata kelola universitas
melibatkan otoritas untuk membuat keputusan tentang kebijakan
fundamental dan praktek di universitas. Hal ini dapat saja terkait dengan
jumlah dan lokasi universitas, misi universitas, pendaftaran mahasiswa, akses
mahasiswa untuk program pembelajaran dan akses warga untuk layanan
yang lain, standar kualitas yang diharapkan mahasiswa, kualitas kegiatan
penelitian dan pelayanan publik, kebebasan yang tersedia untuk dosen
fakultas dalam kegiatan pembelajaran dan penelitian, pengangkatan staf,
struktur organisasi internal, alokasi sumber daya yang tersedia, dan
dukung-an keudukung-angdukung-an. Oleh karena itu masalah tata kelola universitas merupakdukung-an
kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, baik secara
internal dan eksternal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
university
governance
mengatur tentang siapa yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan seluruh aktivitas universitas.Penerapan prinsip-prinsip tata kelola (
governance
) yang baik akanmembantu mereka yang diberi wewenang untuk mengambil keputusan
penting dengan mengidentifikasi, menilai dan mengelola risiko
kelembaga-an, dan mengatur sistem kontrol keuangan. Fielden (2008) mengungkapkkelembaga-an,
pengaturan
governance
mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawabuntuk menetapkan arah universitas dan mengawasi jalannya aktivitas
universitas. Oleh karena itu, tujuan dari
university governance
harusmemastikan bahwa dalam mengejar tujuan strategis jangka panjang yang
konsisten dengan misi dan tujuan universitas, lembaga harus dikelola secara
efektif dan bertanggung jawab.
Untuk menciptakan keseimbangan pembagian wewenang dan
3 prinsip-prinsip penatakelolaan universitas. Di Indonesia sendiri, tuntutan
akan tata kelola perguruan tinggi yang baik telah dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Secara normatif
yuridis, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 telah memberikan
ketentuan atas prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 63, bahwa otonomi pengelolaan
perguruan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi,
akuntabilitas, nirlaba, penjaminan mutu, serta efektivitas dan efisiensi.
Pelaksanaan secara konsekuen kelima prinsip sebagaimana diatur dalam
Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam penatakelolaan perguruan tinggi.
Maksum (2005) mengungkapkan manfaat yang dapat diperoleh dari
penerapan prinsip-prinsip
corporate governance
ke dalamuniversity
governance
antara lain: 1) memungkinkan proses pengambilan keputusan dapat berlangsung lebih baik dan optimal sehingga meningkatkan efisiensiserta dapat menciptakan budaya kerja yang lebih sehat, 2) memungkinkan
dihindarinya atau setidaknya diminimalkannya tindakan penyalahgunaan
wewenang, 3) meningkatkan nilai universitas dimata masyarakat sebagai
akibat peningkatan kepercayaan terhadap pengelolaan universitas yang baik,
4) meningkatkan profitabilitas, meningkatkan daya saing, meningkatkan
kredibilitas dan reputasi, dan meningkatkan hubungan dengan para
pemangku kepentingan lainnya, 5) membantu universitas mencapai kinerja
yang lebih baik dengan manajemen yang efektif dan lingkungan kerja yang
ideal, 6) membantu universitas memperluas aktivitas, mengurangi risiko,
dan meningkatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan, 7)
melindungi kerugian investasi akibat penyalahgunaan kekuasaan, dan 8)
kualitas laporan keuangan dapat ditingkatkan karena manajemen cenderung
tidak melakukan rekayasa laporan keuangan mengingat adanya kesadaran
untuk memenuhi kewajiban untuk patuh pada aturan dan prinsip akuntansi
4
Pada sisi lain, Maksum (2005) menyebutkan beberapa kendala dalam
menerapkan prinsip-prinsip
corporate governance
yang secara umum dapatterjadi yaitu: a) Kendala hukum, yaitu terkait dengan masih lemahnya
penegakan hukum kepailitan dan praktik peradilan yang efektivitasnya
masih terbatas. b) Kendala budaya, yaitu berkaitan dengan pandangan
bahwa penerapan prinsip-prinsip
corporate governance
hanya merupakansuatu bentuk kepatuhan terhadap peraturan, bukan sebagai suatu sistem
yang diperlukan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu,
kendala budaya juga berkaitan dengan anggapan bahwa tindakan
penyelewengan oleh manajemen hanyalah merupakan tindakan yang biasa
dilakukan. c) Kendala politik, yaitu berkaitan dengan
perusahaan-perusahaan BUMN yang kepemilikannya di tangan negara. Hal tersebut
membuat kepentingan bisnis dan kepentingan politik menjadi sulit
dipisahkan. Pada akhirnya keputusan bisnis tidak jarang diintervensi oleh
pemerintah maupun kepentingan-kepentingan politik di dalamnya.
Penelitian mengenai tata kelola perguruan tinggi telah dilakukan
antara lain oleh Muhi (2010) yang menemukan bahwa prinsip-prinsip
university governance
berpengaruh secara optimal terhadap mutu layanan akademik, sedangkan Dahro (2013) menemukan bahwa prinsip-prinsipuniversity governance
belum dapat berfungsi secara optimal di Akademi Kebidanan Adila Bandar Lampung. Selanjutnya penelitian Setiawati (2013)di Jawa Barat menunjukkan bahwa aspek perencanaan yang dilihat dari
kesiapan SDM, rencana pembelajaran, dan kesiapan fasilitas serta dana telah
dilakukan dengan baik oleh seluruh perguruan tinggi negeri di Jawa Barat.
Begitu pula dengan proses pengawasan yang juga dilakukan secara optimal.
Namun hasil penelitian Setiawati (2013) juga menunjukkan bahwa dalam
pelaksaaan tata kelola masih belum optimal karena adanya hambatan yang
disebabkan oleh kurang patuhnya individu-individu dalam melaksanakan
5
Purwanto (2006) menegaskan, bahwa kepatuhan merupakan
perilaku individu yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai budaya
masyarakat sebagai suatu kebiasaan. Koentjaraningrat (2005) menjelaskan,
bahwa nilai-nilai budaya masyarakat terdiri dari konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai
hal-hal yang dianggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat
dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Hal ini, menurut Sutrisno
(2010), dikarenakan keterikatan individu atau kelompok terhadap nilai-nilai
budaya relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu,
nilai-nilai budaya akan dibawa serta oleh setiap individu, manakala individu
masuk menjadi anggota sebuah organisasi.
Tierney (1988:3) berpendapat, budaya tercermin dalam apa yang
dilakukan, bagaimana hal itu dilakukan, dan siapa yang terlibat dalam
melakukannya, menyangkut keputusan, tindakan, dan komunikasi baik pada
tingkat simbolik dan instrumental. Tierney (1988:3) menambahkan,
pengaruh budaya terjadi di berbagai tingkatan, dalam departemen dan
lembaga, serta pada sistem dan negara. Huntington dan Harrison (2011)
mencontohkan perekonomian negara Korea Selatan yang berhasil maju
dengan pesat karena masyarakat Korea Selatan memiliki budaya hidup
hemat, rajin investasi, kerja keras, mengutamakan pendidikan, aktif
berorganisasi dan sangat disiplin. Penelitian terkait dengan pengaruh budaya
terhadap tata kelola dilingkup perusahaan telah dilakukan oleh Li dan
Horisson (2008) yang menemukan bahwa budaya nasional memiliki
pengaruh yang dominan terhadap struktur tata kelola perusahaan.
Kemudian Chan dan Cheung (2012) menemukan dimensi budaya
berpengaruh secara signifikan pada praktek
corporate governance
. Dalamorganisasi perguruan tinggi, Beytekin
et al
. (2010:2) berpendapat, budayadapat diperlakukan sebagai salah satu subjek utama yang membentuk
hubungan, proses kerja, pengambilan keputusan, dan proses pemecahan
6
Untuk mencapai tata kelola yang baik pada perguruan tinggi/
universitas di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktur
Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan (2005), mengungkapkan
perlu-nya dilakukan suatu gerakan perubahan budaya organisasi secara simultan,
yaitu gerakan yang mampu mengubah semua kelemahan dan
ketidak-berdayaan organisasi menjadi lebih handal dan produktif. Dengan demikian,
kadang-kadang diperlukan reorganisasi dan pemberdayaan di semua lini
organisasi, sehingga dengan tata kelola yang baik akan dapat dicapai
kesuksesan organisasi sebagaimana dicita-citakan. Artinya, perlu dilakukan
reformasi terhadap tata kelola perguruan tinggi/universitas di Indonesia.
Terkait dengan hal ini, hasil penelitian yang dilakukan Fielden (2008:43)
menyimpulkan, bahwa manfaat dari reformasi pada tata kelola universitas
adalah signifikan, karena akan membuka inisiatif dan bakat dalam lembaga
dan akan mendorong lembaga untuk mengembangkan hubungan kerja yang
lebih dekat dengan semua pemangku kepentingan universitas. Hal ini akan
menyebabkan program dan layanan yang memenuhi kebutuhan lokal dan
masyarakat menjadi lebih relevan. Sebagai hasilnya, kualitas dan relevansi
pendidikan tinggi yang sedang disampaikan kepada siswa dapat diperkuat.
Reformasi tata kelola universitas dapat juga dilakukan melalui
budaya, sebagaimana pendapat Sudira (2014), bahwa untuk membangun
sebuah perguruan tinggi dengan keunggulan yang unik dapat dilakukan
dengan memperhatikan empat konteks utama pendidikan yaitu: (1) konteks
lokal; (2) konteks nasional; (3) konteks regional; dan (4) konteks global.
Diantara ke empat konteks tersebut, konteks lokal adalah konteks yang
paling memungkinkan sebuah perguruan tinggi membangun keunikan
sebagai keunggulannya, dengan syarat perguruan tinggi itu memiliki
kearifan lokal yang baik dan
adiluhung
yang dapat digunakan sebagai basispengembangan perguruan tinggi. Kearifan lokal dapat menjadi kekuatan
ketika pengetahuan dan praktik-praktiknya digunakan secara selaras dengan
usaha pembangunan masyarakat, termasuk di dalam mengembangkan
7 Suryadi dan Kusnendi (2010) menemukan bahwa tinggi rendahnya
aktualisasi perilaku ilmiah, edukatif dan religius di kalangan sivitas
akademika dipengaruhi oleh kuat lemahnya nilai-nilai kearifan lokal, dalam
hal ini budaya Sunda. Artinya, semakin kuat nilai-nilai kearifan lokal Sunda
dianut, semakin tinggi aktualisasi perilaku ilmiah, edukatif dan aktualisasi
religius sivitas akademika. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat dijadikan
landasan dalam upaya pengembangan perguruan tinggi.
Selain di Jawa Barat, daerah-daerah lain di Indonesia termasuk Bali
juga memiliki nilai-nilai budaya yang kuat mewarnai aktivitas organisasi di
Bali. Penelitian di bidang bisnis yang dilakukan oleh Riana (2011) dan Surya
dkk. (2014) juga menunjukkan bahwa tata nilai yang terkandung dalam
budaya
Tri Hita Karana
dapat diterapkan kedalam kegiatan bisnis. Nilai-nilaibudaya
Tri Hita Karana
mampu memberikan dampak yang signifikanterhadap aktivitas organisasi bisnis dan menjadi salah satu faktor yang
penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi
bisnis. Hal ini disebabkan di dalam dimensi
pawongan
terdapat prinsip: 1)inisiatif dan kreativitas, 2) kerja keras tanpa mengenal putus asa, 3)
menghargai waktu, 4) kerjasama yang harmonis, 5) kejujuran dan kesetiaan,
dan 6) efisiensi yang etis. Apabila keenam prinsip yang ada di dalam dimensi
pawongan
ini tidak dilaksanakan, dapat dipastikan bahwa organisasi akanmengalami kegagalan. Budaya
Tri Hita Karana
menjadi penting karenakemampuannya untuk mengarahkan perilaku para anggota organisasi dalam
mencapai tujuan yang dikehendaki, termasuk mengarahkan perilaku
individu yang bekerja di lembaga perguruan tinggi, sebagaimana penelitian
yang dilakukan oleh Putera dan Supartha (2013) yang menemukan bahwa
budaya
Tri Hita Karana
berpengaruh terhadap budaya organisasi di kantorRektorat Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Putera dan Supartha (2013) menjelaskan, bahwa kepatuhan staf
8
dengan cara bertutur kata dan berperilaku dengan sopan memberikan
kontribusi terhadap terciptanya budaya organisasi di kantor Rektorat
Universitas Udayana. Sikap dan perilaku tersebut tidak terlepas dari
nilai-nilai budaya
Tri Hita Karana
yang dianut oleh staf BAA, BAUK, BAK, danBAPSI yang mementingkan keselarasan dalam berperilaku dalam menjalani
kehidupan dan pekerjaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Putera dan Supharta (2013) hanya
berfokus pada pengaruh budaya
Tri Hita Karana
di kantor RektoratUniversitas Udayana, sehingga tidak dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh terkait dengan pelaksanaan budaya
Tri Hita Karana
di lembagauniversitas. Untuk memperjelas dan memberikan gambaran yang lebih
lengkap terkait dengan penerapan budaya
Tri Hita Karana
di lembagauniversitas, maka penelitian ini diarahkan untuk menelaah lebih lanjut
tentang penerapan nilai-nilai
Tri Hita Karana
yang melandasi pelaksanaanprinsip-prinsip
university governance
di Universitas Mahasaraswati.Universitas Mahasaraswati sengaja dipilih sebagai obyek penelitian karena
Universitas Mahasaraswati telah mendapatkan penghargaan dengan kategori
Emerald, setelah tiga kali berturut-turut mendapatkan penghargaan dengan
kategori Gold atas pelaksanaan
Tri Hita Karana
di lingkungan UniversitasMahasaraswati. Hal ini dapat diduga bahwa pelaksanaan
Tri Hita Karana
dilingkungan Universitas Mahasaraswati telah sesuai dengan
persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Yayasan Tri Hita Karana sebagai lembaga
yang berwenang memberikan penilaian dan penghargaan atas pelaksanaan
Tri Hita Karana.
Universitas Mahasaraswati yang berlokasi di Denpasar Bali
melaksanakan beberapa aktivitas yang berbeda jika dibandingkan dengan
universitas-universitas pada umumnya. Perkuliahan mahasiswa Universitas
Mahasaraswati dimulai pada jam 15:00 dan berakhir sekitar jam 21:00
Waktu Indonesia Bagian Tengah. Hal ini dilakukan karena pada pagi hari
9 belajar mengajar siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Kejuruan. Sementara perkuliahan dilakukan pada malam hari, semua
kegiatan administrasi di Universitas Mahasaraswati dilakukan pada pagi hari.
Untuk mengatur kegiatan administrasi dan aktivitas perkuliahan sore hingga
malam hari dengan fasilitas yang digunakan secara bersama serta
ketersedia-an waktu yketersedia-ang terbatas, sudah tentu dibutuhkketersedia-an pengelolaketersedia-an yketersedia-ang berbeda
dengan universitas-universitas pada umumnya. Aktivitas Universitas
Mahasaraswati ini dapat berjalan dengan baik hingga sekarang. Bahkan
berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia Nomor 492.A/M/ Kp/VIII/2015 Tentang Klasifikasi Dan
Pemeringkatan Perguruan Tinggi Di Indonesia Tahun 2015, Universitas
Mahasaraswati memperoleh peringkat ke 44 dari 3.3201) perguruan tinggi di
Indonesia. Sedangkan di Bali sendiri, Universitas Mahasaraswati menempati
peringkat pertama (Bali Post, 16 Februari 2016, hal.4). Disamping itu dalam
penilaian oleh Yayasan Tri Hita Karana dengan Akta Notaris I Dewa
Komang Mahadewa, SH No 10 Tanggal 11 Januari 2010 yang telah mendapat
pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor
HU-3278 AH 01.04 Tahun 2010 pada tanggal 9 Agustus 2010 dimana
yayasan ini adalah sebagai penilai penerapan
Tri Hita Karana
pada Hotel,Kawasan Wisata, Daerah Tujuan Wisata, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Kantor/Instansi Pemerintah, yang mendapat rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi Bali dan Dirjen Bimas Hindu Jakarta memberi penilaian
Emerald
(setelah tiga kali berturut turut mendapat penilaian
Gold
(nilai 90-100) ataspelaksanaan
Tri Hita Karana
di lingkungan Universitas Mahasaraswati.Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok
permasalahan dalam penelitian ini yaitu penerapan prinsip-prinsip
1) Menurut Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
10
University Governance
yang dilandasi oleh nilai-nilaiTri Hita Karana
di Universitas Mahasaraswati Denpasar.1.2.
Rumusan Persoalan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan, maka persoalan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip
university governance
diUniversitas Mahasaraswati?
b. Bagaimanakan penerapan
Tri Hita Karana
di UniversitasMahasaraswati?
c. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip
university governance
yang dilandasi oleh nilai-nilai
Tri Hita Karana
di UniversitasMahasaraswati?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Penerapan prinsip-prinsip
university governance
di UniversitasMahasaraswati.
b. Penerapan
Tri Hita Karana
di Universitas Mahasaraswati.c. Penerapan prinsip-prinsip
university governance
yang dilandasi olehnilai-nilai
Tri Hita Karana
di Universitas Mahasaraswati Denpasar.1.4. Manfaat Penelitian
Berikut merupakan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini:
a. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi
Universitas Mahasaraswati dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip
university governance
yang dilandasi oleh nilai-nilai budayaTri Hita
Karana
agar supaya penyelenggaraan aktivitas di UniversitasMahasaraswati dapat terhindar dari kecurangan
(fraud)
serta konflikkepentingan sehingga tujuan universitas yang telah ditetapkan dapat
11
b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi
penelitian yang akan datang untuk menjadikan nilai-nilai kearifan
lokal yang dimiliki oleh daerah Bali secara khusus dan
daerah-daerah lainnya di Indonesia diangkat sebagai bahan penelitian.
1.5. Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan ini adalah untuk memudahkan penulis dalam
proses pengumpulan data serta merekonstruksi hasil dalam penulisan
laporan penelitian disertasi. Penulis dalam hal ini menggunakan sistematika
yang terencana. Sistematika terencana tersebut adalah untuk menyajikan
hasil penelitian secara urut, runtut, dan tuntas. Berikut merupakan
sistematika penulisan yang dimaksud:
BAB I : Berisi tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, fokus
studi, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II : Berisi tentang kajian teoritis yang mendukung masalah
pe-nelitian. Pada Bab ini diuraikan tentang teori Stakeholder
sebagai teori utama yang digunakan sebagai pijakan untuk
memahami
corporate governance
danuniversity governance
berserta prinsip-prinsipnya. Kemudian dijelaskan pula tentang
ideologi
Tri Hita Karana
sebagai kearifan lokal masyarakat diBali, dan dipaparkan mengenai kerangka pikir penelitian.
BAB III : Berisi tentang pencarian data dan informasi yang dipakai guna
menjawab pokok permasalahan penelitian. Selain jenis
peneliti-an ypeneliti-ang digunakpeneliti-an, Bab III juga memuat uraipeneliti-an tentpeneliti-ang objek
dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data,
serta teknik analisis data.
BAB IV : Berisi bahasan tentang pelaksanaan prinsip-prinsip
University
Governance,
pelaksanaan nilai-nilaiTri Hita Karana
di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Prinsip-prinsip yang12
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, keadilan, dan
independensi (otonomi). Bab ini juga menguraikan
dimensi-dimensi dan nilai-nilai ideologi
Tri Hita Karana
.BAB V : Berisi tentang Pembelajaran dari Universitas Mahasaraswati
Denpasar tentang pelaksanaan prinsip-prinsip
University
Governance
berlandaskan nilai-nilaiTri Hita Karana
bersertarekomendasi model pelaksanaan
Good University Governance
bagi Perguruan Tinggi Swasta yang dikaitkan dengan kearifan
lokal.
BAB VI : Berisi tentang simpulan terkait pelaksanaan prinsip-prinsip
University Governance
yang dilandasi oleh nilai-nilaiTri Hita
Karana
di Universitas Mahasaraswati Denpasar, implikasi teoretis, implikasi manajerial, keterbatasan penelitian dan