• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Intuisi dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Intuisi dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Matematika

Oleh

BONITA HIRZA

NIM : 0908490

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk

Meningkatkan Kemampuan Intuisi dan Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Siswa” ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan plagiarisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika yang berlaku dalam tradisi keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap

menerima tindakan/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran atas etika akademik dalam karya saya ini, atau ada

klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2015

Yang membuat pernyataan,

(3)
(4)

Bonita Hirza, 2015

ABSTRAK

Bonita Hirza (2015). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Intuisi dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Merupakan penelitian kuasi eksperimen berbentuk Pretest-Posttest Control Group Design. Variabel bebas penelitian adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik, variabel terikat adalah kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis, sedangkan variabel kontrol adalah peringkat sekolah dan kategori kemampuan awal matematis. Sampel penelitian sebanyak 164 siswa, yang terdiri dari 91 siswa sekolah peringkat atas (sekolah terakreditasi A), dan 73 siswa sekolah peringkat tengah (sekolah terakreditasi B). Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan awal matematis, kemampuan intuisi matematis, dan kemampuan berpikir kreatif matematis. Analisis data yang digunakan adalah uji-t, ANAVA satu jalur, dan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dapat lebih meningkatkan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran matematika konvensional baik dilihat secara keseluruhan siswa yang menjadi subyek penelitian maupun para siswa berdasarkan peringkat sekolah dan perbedaan kategori kemampuan awal matematis. Tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat sekolah serta antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan kategori kemampuan awal matematis, terhadap kemampuan intuisi matematis siswa maupun kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran lebih memberikan pengaruh terhadap peningkatan kedua kemampuan ini dibandingkan dengan peringkat sekolah maupun kemampuan awal matematis.

(5)

Bonita Hirza, 2015

PEMBELAJARAN MATEMATIKA D ENGAN PEND EKATAN PEND IDIKAN MATEMATIKA REALISTIK ABSTRACT

Bonita Hirza (2015). Mathematics Learning with Realistic Mathematics Education Approach to Enhance Students’ Intuition and Creative Thinking Ability in Mathematics.

The intention of the present study is to analyze the enhancement of students’ mathematical intuition ability and creative thinking ability. This study was a quasi-experiment in Pretest-Posttest Control Group Design. The independent variable of this study was mathematics learning with realistic mathematics education approach, the dependent variable was mathematical intuition ability and mathematical creative thinking ability, and the control variable was school level and the category of prior mathematical ability. The sample of this study consist of 164 students, 91 of them were the students from a top-level school (a school with accreditation of grade A), and 73 students from a middle level school (a school with accreditation of grade B). The instrument used in this study was a test of prior mathematical ability, mathematical intuition ability, and mathematical creative thinking ability. The data were analyzed with the t-test, one-way ANOVA, and two-way ANOVA. The result shows that students’ mathematical intuition and creative thinking abilities with realistic mathematics education approach are better than those with conventional mathematics approach both for all the subjects of this study and those on different school level or prior mathematical ability. There is no interaction between the learning approach and the school level, also for the learning approach and the prior mathematical ability, towards students’ mathematical intuition ability and their mathematical creative thinking ability. It can be concluded that the learning approach has more effect on the enhancement of those two abilities than the school level and prior mathematical ability.

(6)

Bonita Hirza, 2015

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik... Intuisi Matematis... Berpikir Kreatif Matematis... Hasil Penelitian yang Relevan... Hipotesis Penelitian... Populasi dan Sampel Penelitian... Instrumen Penelitian... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

4.2

Hasil Penelitian... 4.1.1 Analisis Data Kemampuan Awal Matematis... 4.1.2 Analisis Data Kemampuan Intuisi Matematis.. 4.1.3 Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis... BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

(7)

Bonita Hirza, 2015

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hasil suatu survei nasional tentang pendidikan di Indonesia menunjukkan

bahwa sistem pendidikan formal di Indonesia pada umumnya masih kurang

memberi peluang bagi pengembangan kreativitas. Sekolah lebih mementingkan

ranah kognitif yang meliputi: pengetahuan, ingatan, dan kemampuan berpikir

logis atau penalaran, sementara perkembangan ranah afektif (sikap), dan ranah

psikomotorik (keterampilan) kurang diperhatikan dan dikembangkan, hal ini

disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah

seperti pembelajaran kognitif (Depdiknas, 2006).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Indonesian Education Sector

Survey Report, dijelaskan bahwa pendidikan di Indonesia hanya menekankan pada

keterampilan-keterampilan rutin dan hafalan (Juliantine, 2009). Anak tidak

didorong untuk mengajukan pertanyaan dan menggunakan daya imajinasi dan

intuisinya, dan anak kurang didorong untuk melakukan inisiatif. Jika hal tersebut

dibiarkan, artinya apabila siswa terus dikekang oleh guru dalam proses

pembelajaran, dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pengembangan

kreativitas siswa.

Visi dan misi pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab

II Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk kepribadian peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, mandiri, dan kreatif. Dalam pernyataan di atas

jelas dikatakan bahwa salah satu fungsi pendidikan nasional adalah untuk

(9)

Bonita Hirza, 2015

Kreativitas memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan

perkembangan jaman. Priambodo (2012) menyatakan orang kreatif cenderung

bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Munandar (2004)

menyatakan bahwa kreativitas penting untuk dikembangkan dengan alasan:

pertama, dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya. Perwujudan diri

termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia; kedua, berpikir

kreatif merupakan kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan

penyelesaian terhadap suatu masalah; ketiga, menyibukkan diri secara kreatif

memberikan kepuasan kepada individu; keempat, kreativitas memungkinkan

manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Kreativitas sangat mungkin untuk dikembangkan, karena kreativitas

adalah potensi semua orang, Orang tidak memerlukan bakat dan

kemampuan khusus untuk menjadi kreatif. Maslow seperti dikutip Alwisol

(2005) menyatakan kreativitas merupakan ciri universal manusia sejak

dilahirkan. Menurut Munandar (2004) pengertian bahwa kreativitas merupakan

sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat menjadi salah satu kendala utama

terhadap pengembangan kreativitas.

Pentingnya kreativitas tertera dalam Undang-undang Republik Indonesia

tentang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, yang intinya antara lain

adalah melalui pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, juga

mandiri.

Kreativitas sangat dibutuhkan, terutama berkaitan dengan pembangunan

Indonesia yang membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki

kreativitas tinggi. Kemampuan berpikir kreatif sangat penting dalam menganalisa,

mensintesa, dan mengevaluasi segala argumen untuk mampu membuat keputusan

yang rasional dan bertanggungjawab.

Dalam Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Mata

(10)

2006) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua

peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

bekerja sama.

Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis

maupun kemampuan bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan perhatian guru

matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik

keilmuan matematika. Namun fokus perhatian pada upaya meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif dalam matematika masih jarang dikembangkan.

Padahal kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan agar peserta didik dapat

memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi

untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan

kompetitif (Siswono, 2007).

Usaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran

matematika masih terdapat berbagai kendala, antara lain: masih kaburnya hakikat

dan konsep yang terkait dengan kemampuan berpikir kreatif serta kurangnya

contoh-contoh praktis yang siap diaplikasikan.

Kemampuan berpikir kreatif tergolong kemampuan berpikir tingkat tinggi

(high-order thinking) dan dapat dipandang sebagai kelanjutan dari kompetensi

dasar (basic skills). Kompetensi berpikir kreatif bersifat divergen dan menuntut

aktivitas pemecahan masalah matematika dari berbagai perspektif.

Basic skills dalam pembelajaran matematika biasanya dibentuk melalui

aktivitas yang bersifat konvergen. Aktivitas ini umumnya cenderung berupa

latihan-latihan matematika yang bersifat algoritmik, mekanistik, dan rutin. Dalam

kenyataannya pembelajaran matematika di Indonesia masih didominasi oleh

aktivitas latihan-latihan untuk pencapaian mathematical basic skills semata

(Sudiarta, 2009). Hal ini berakibat pada rendahnya prestasi dan minat belajar

(11)

Bonita Hirza, 2015

Dalam era persaingan bebas ini pembelajaran matematika yang hanya

bertumpu pada pencapaian basic skills saja tidaklah memadai lagi. Dengan

demikian pembelajaran matematika, kini dan di masa datang tidaklah boleh

berhenti hanya pada pencapaian basic skills, tetapi sebaliknya harus dirancang

untuk mencapai kompetensi matematis tingkat tinggi (high-order thinking).

Perspektif baru ini merupakan tantangan yang harus dijadikan pegangan

dalam pembelajaran matematika, model pembelajaran harus mampu memberikan

ruang seluas-luasnya bagi peserta didik dalam membangun pengetahuan, dan

pengalaman mulai dari basic skills sampai high-order thinking.

Perspektif baru ini juga menuntut adanya reorientasi dalam aktivitas

pemecahan masalah matematis. Tujuan pemecahan masalah matematis tidak lagi

hanya terfokus pada penemuan sebuah jawaban yang benar, tetapi bagaimana

mengkonstruksikan segala kemungkinan pemecahan yang masuk akal, beserta

segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya, bagaimana jawaban atau

pemecahan tersebut menjadi rasional. Kemampuan matematis seperti ini sangat

relevan, mengingat masalah dunia nyata umumnya tidak sederhana dan

konvergen, tetapi sering kompleks dan divergen, bahkan tidak terduga.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41

Tahun 2007 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan

dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan

memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup

bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis siswa. Hal ini menunjukkan bahwa

pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang

sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam

proses pembelajarannya.

Dalam pembelajaran matematika, tidak cukup kalau hanya mengajarkan

(12)

bagaimana siswa mampu menghasilkan ide-ide atau gagasan yang efektif dan

efisien untuk menyelesaikan permasalahan matematika.

Untuk menghasilkan kemampuan memunculkan ide atau gagasan tersebut

perlu dikembangkan kemampuan intuisi, dan kemampuan berpikir kreatif dalam

memecahkan masalah matematika. Kemampuan berintuisi sangat membantu

siswa dalam menyelesaikan masalah matematis, bahkan Yohanes (2007)

mengatakan bahwa ketika proses berpikir dengan menggunakan logika mengalami

kemacetan, maka sangat penting untuk mempertimbangkan intuisi matematis.

Begitu juga dalam aspek kehidupan lain, penggunaan intuisi matematis

sangatlah penting, intuisi ialah bagian dari diri kita yang berfungsi untuk

mengetahui pengetahuan tersebut dengan apa adanya pengetahuan itu sendiri.

Dengan intuisi kita dapat menyelami dan merasakan kembali (rekonstruksi)

sebuah kejadian atau problematika lainnya.

Epp (1994) juga menegaskan bahwa pada saat mengajarkan penalaran

deduktif kepada siswa, guru perlu menekankan pemahaman intuitif pada diri

siswa melalui bayangan-bayangan dalam pikiran yang dibangun siswa. Dalam

bidang psikologi, intuisi dinyatakan sebagai salah satu fungsi kognitif (Henden,

2004). Beberapa ahli psikologi memandang intuisi berfungsi paralel dengan

berpikir analitik dan hasil intuisi bisa saja salah. Demikian pula di antara para ahli

terdapat perbedaan pandangan terhadap intuisi; ada yang memandang intuisi

sebagai produk dari pengalaman dan penalaran, sedangkan ahli-ahli lainnya

berpendapat bahwa intuisi bukan produk dari pengalaman dan dipandang sebagai

penalaran yang sifatnya implisit (berfungsi tanpa disadari oleh orang yang

melakukannya). Ben-Zeev dan Star (2002) menyatakan bahwa intuisi merupakan

cara untuk memahami bukti dan konseptualisasi.

Definisi intuisi yang dirujuk dari berbagai kamus, menyatakan bahwa

intuisi merupakan kognisi atau proses mental dalam memahami sesuatu, atau

dalam menerima pengetahuan. Proses mental ini bersifat langsung, segera, dan

(13)

Bonita Hirza, 2015

Mitzel (1982) mengatakan bahwa hasil belajar siswa secara langsung

dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa

dipengaruhi oleh pembelajaran yang dilakukan guru. Bila siswa dalam

belajarnya, terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi,

maka siswa akan mendapatkan suatu pemahaman atau pengertian.

Mengembangkan pemahaman siswa merupakan tujuan pengajaran matematika.

Kaitan informasi ini akan terjadi apabila siswa memiliki kemampuan awal

matematis yang sesuai dengan standar yang diharapkan pada tingkat

pendidikannya.

Untuk meningkatkan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan

berpikir kreatif matematis, perlu dilakukan pembelajaran matematika dengan

pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR memberikan peluang pada siswa untuk aktif

mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan suatu masalah

yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa, siswa

diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan guru

membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal

melalui matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.

Menurut Sugiman (2013), dalam PMR masalah-masalah real dijadikan

sebagai awal pembelajaran yang selanjutnya dimanfaatkan oleh siswa dalam

melakukan proses matematisasi dan pengembangan model matematika. Dengan

demikian PMR memungkinkan digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam pemecahan masalah matematik.

PMR adalah padanan Realistic Mathematics Education (RME), sebuah

pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di

Belanda. Gravemeijer (1994) mengungkapkan bahwa Realistic mathematics education is rooted in Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity. Dari ungkapan tersebut Fruedenthal mengatakan, bahwa matematika merupakan

(14)

sebagai suatu kegiatan atau cara kerja. Gravemeijer (1994) menjelaskan bahwa

dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar matematika

berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari

merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Salah satu tujuan penting

pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah hidup sehari-hari, dengan

terbiasa memecahkan masalah dalam matematika, membuat siswa akan bisa

menyelesaikan masalah dalam kehidupannya nanti.

Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika,

yaitu: memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok

persoalan. Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai

penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus

diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan

siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka

sendiri, aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi (Hadi 2003).

Landasan filosofi PMR adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus

mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak

dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi

mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Menurut pandangan

konstruktivisme perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan

akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus berupa pengetahuan tertanam

dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang. Skemata itu

tersusun dengan upaya dari individu siswa yang telah bergantung kepada skemata

yang telah dimiliki seseorang (Supinah, 2009).

Konsep PMR ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya

nalar. Pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu

(15)

Bonita Hirza, 2015

hanya suatu metode pembelajaran matematika, tapi juga suatu usaha melakukan

transformasi sosial (Sembiring, 2010).

Menurut Zulkardi (2002), untuk memecahkan masalah pendidikan

matematika diperlukan adanya ”pendekatan baru”. Salah satu pendekatan yang

menjanjikan terhadap pengajaran dan pembelajaran matematika yang diperkirakan

dapat mengatasi masalah tersebut adalah PMR.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.

22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa, dalam setiap kesempatan pembelajaran

matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan

situasi (contextual problem), dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa

secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan nasional dan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan

kompetitif dan komparatif sesuai standar nasional adalah dengan melakukan

pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran, yaitu dari teacher-active

teaching menjadi student-active learning. Maksudnya adalah perubahan orientasi

pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran

yang berpusat pada siswa (student centered). Dalam pembelajaran yang berpusat

pada siswa, guru diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang akan

memfasilitasi siswa dalam belajar, dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar

dari berbagai sumber belajar.

Pembelajaran di sekolah dasar (SD) memegang peranan sangat penting

dalam pendidikan. Keberhasilan siswa di SD sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya di sekolah menengah, namun banyak pendapat yang mengatakan

bahwa pembelajaran matematika, khususnya di SD belum menekankan pada

pengembangan daya nalar (reasoning), logika, atau proses berpikir siswa

(Siswono, 2006).

Pembelajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan

(16)

terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses belajar-mengajar hampir selalu

berlangsung dengan metode ceramah yang mekanistik, dengan guru sebagai pusat

dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru, atau mencontoh

dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak

dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya, mengembangkan

penalaran maupun kreativitasnya. Pembelajaran matematika juga seolah-olah

dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian siswa. Pembelajaran

matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal

pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas

semua mata pelajaran di sekolah.

Faktor peringkat sekolah terkait dengan klasifikasi sekolah merupakan hal

yang penting diperhatikan terutama dalam mengembangkan pendekatan

pembelajaran PMR. Sekolah yang termasuk peringkat sekolah tinggi secara umum

dianggap memiliki siswa yang berkemampuan lebih baik, termasuk dalam

kemampuan matematika, dibandingkan sekolah dengan peringkat di bawahnya.

Kenyataan ini perlu dijadikan sebagai salah satu pertimbangan pada saat

pelaksanaan proses pembelajaran. Seorang guru harus memiliki bekal pemahaman

tentang kondisi ini karena harus mempersiapkan bentuk intervensi dan bantuan

terhadap siswa dalam pembelajaran PMR yang tentu saja akan berbeda

bergantung pada kemampuan siswa berdasarkan peringkat sekolah tersebut.

Terkait persiapan yang dilakukan guru sebelum melakukan proses

pembelajaran, materi prasyarat yang telah dimiliki siswa juga akan menjadi

perhatian. Dengan demikian, kemampuan awal matematis siswa sebelum proses

pembelajaran matematika berlangsung harus menjadi perhatian guru. Melalui

pengetahuan guru terhadap kemampuan awal yang merupakan materi prasyarat

dalam pembelajaran matematika, guru dapat merencanakan dengan matang

bentuk atau perannya di dalam kelas dalam upaya menciptakan proses

(17)

Bonita Hirza, 2015

Pendekatan pembelajaran PMR yang diterapkan akan berjalan efektif

ketika kemampuan awal matematis siswa mengenai materi prasyarat dapat

diketahui. Hal ini dapat dipahami karena pembelajaran yang disajikan pada

pendekatan pembelajaran PMR membutuhkan peranan guru sebagai fasilitator

yang akan membuat siswa memiliki peran aktif ketika proses pembelajaran

berlangsung. Sementara itu, tujuan yang diharapkan dapat diperoleh siswa akan

dapat dioptimalkan karena peran siswa dapat dimaksimalkan.

Dengan demikian, faktor kemampuan awal matematis siswa terkait

pendekatan pembelajaran PMR memiliki potensi untuk dapat berinteraksi dengan

kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis mereka.

Hal ini sangat memungkinkan terjadi ketika pendekatan pembelajaran yang

diterapkan dengan berbagai tingkat kemampuan awal matematis yang dimiliki

siswa, memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan pendekatan

pembelajaran yang konvensional.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

setelah proses pembelajaran dengan pendekatan PMR.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan,

permasalahan yang ingin diungkap dan dicari jawabannya dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: Apakah peningkatan kemampuan intuisi matematis

dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapat pembelajaran

matematika dengan pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang mendapat

pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional (PMK)?

Dari rumusan masalah utama tersebut beberapa sub-sub masalah yang

akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa

dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dibandingkan

(18)

2. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa

berdasarkan peringkat sekolah dalam pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR?

3. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa

berdasarkan perbedaan kategori kemampuan awal matematis dalam

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR?

4. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat

sekolah terhadap peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa?

5. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan

kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan

intuisi matematis siswa?

6. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR

dibandingkan dengan pendekatan PMK?

7. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa berdasarkan peringkat sekolah dalam pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR?

8. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa berdasarkan perbedaan kategori kemampuan awal matematis dalam

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR?

9. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat

sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa?

10.Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan

kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum

(19)

Bonita Hirza, 2015

matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Peningkatan ini

ditinjau dari pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dibandingkan

dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMK. Secara rinci tujuan

penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR

dibandingkan dengan pendekatan PMK.

2. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa berdasarkan peringkat sekolah dalam pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR.

3. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa berdasarkan perbedaan kategori kemampuan awal matematis dalam

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR.

4. Mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa.

5. Mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

perbedaan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan

kemampuan intuisi matematis siswa.

6. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan

PMR dibandingkan dengan pendekatan PMK.

7. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa berdasarkan peringkat sekolah dalam pembelajaran

matematika dengan pendekatan PMR.

8. Mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa berdasarkan perbedaan kategori kemampuan awal

(20)

9. Mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa.

10.Mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

perbedaan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi

acuan bagi guru maupun calon guru matematika mengenai pendekatan

pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

intuisi matematis, dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR bagi

peneliti merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan

pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan intuisi matematis, dan

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada berbagai jenjang sekolah.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang

digunakan pada pembahasan dan analisis selanjutnya dalam penelitian ini maka

dituliskan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pendekatan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah

pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan

masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi

siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan

berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan

topik pembelajaran lainnya.

2. Pembelajaran matematika konvensional adalah pembelajaran matematika

yang biasa digunakan kebanyakan guru, seperti guru menjelaskan konsep

(21)

Bonita Hirza, 2015

3. Kemampuan intuisi matematis adalah kemampuan siswa

memahami/memecahkan atau mengambil keputusan/menginterpretasi

suatu informasi atau masalah secara langsung tanpa suatu alasan penalaran

formal.

4. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis adalah kemampuan berpikir yang

mencakup kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian siswa

dalam mengemukakan gagasan terhadap pemecahan masalah.

5. Kemampuan Awal Matematis adalah kemampuan matematika yang telah

dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung, kemampuan ini diukur

dengan memberikan tes kemampuan awal matematis yang berisikan materi

matematika yang telah dipelajari dan yang terkait dengan materi dalam

penelitian ini.

6. Peringkat sekolah ditentukan berdasarkan peringkat akreditasi sekolah dari

Badan Akreditasi Sekolah Provinsi Sumatera Selatan dengan tanggal

penetapan 9 November 2012. Sekolah yang dilibatkan adalah SD Negeri

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu karena dilakukan

pada siswa dalam kelas yang sudah terbentuk, dengan menerapkan pendekatan

pendidikan matematika realistik (PMR) dalam pembelajaran matematika.

Sebelum perlakuan pembelajaran dilakukan, subjek penelitian diberi tes awal dan

sesudah pembelajaran diberi tes akhir, untuk melihat apakah ada peningkatan

kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.

Tes kemampuan intuisi matematis yang digunakan adalah tes intuisi yang

diadaptasi dari Test Your Intuition yang disusun oleh Goldberg (2006) berbentuk

tes pilihan ganda dengan 32 butir pertanyaan, sedangkan tes kemampuan berpikir

kreatif matematis yang digunakan adalah tes berbentuk uraian sebanyak enam soal

dengan materi tabung dan prisma.

Penelitian ini melibatkan variabel bebas, variabel terikat, dan variabel

kontrol. Variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan

pendidikan matematika realistik (PMR), variabel terikatnya adalah kemampuan

intuisi matematis (KIM) dan kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM).

Peringkat sekolah serta kemampuan awal matematis (KAM) siswa ditetapkan

sebagai variabel kontrol.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain

Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono, 2006) sebagai berikut:

O X O

O O

(23)

Bonita Hirza, 2015

Pada desain ini, pengelompokan subjek penelitian dilakukan secara acak

kelas, kelas eksperimen (X) diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan

pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR), dan kelas kontrol tidak

diberi perlakuan khusus, pembelajaran matematika pada kelas kontrol

menggunakan pembelajaran matematika konvensional (PMK).

Untuk mengetahui lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan

PMR terhadap kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berfikir kreatif

matematis, dalam penelitian ini dilibatkan faktor peringkat sekolah yang dibagi

menjadi dua kategori yaitu atas, dan tengah, dan kemampuan awal matematis

siswa (KAM) yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah,

KAM siswa adalah kemampuan matematis yang telah dimiliki siswa sebelum

penelitian ini dilaksanakan. Penggunaan peringkat sekolah pada penelitian ini

untuk mengetahui apakah peringkat sekolah (atas dan tengah) akan memberikan

dampak yang berbeda terhadap kemampuan intuisi matematis dan kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa setelah mereka mendapat perlakuan berupa

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR.

Model hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y)

dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 3.1. Model Hubungan Variabel Bebas (X) dengan Variabel Terikat (Y)

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

PMR (X)

Kemampuan Intuisi Matematis (Y1)

(24)

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) Negeri di

kota Palembang. Pemilihan siswa kelas V SD karena rentang usia siswa pada

umumnya antara 11 - 12 tahun, yang menurut Jean Piaget sedang berada pada

tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas (Cherry, tanpa tahun).

Penelitian melibatkan dua SD Negeri yang dipilih secara acak yang

masing-masing mewakili sekolah peringkat atas, dan peringkat tengah. Pemilihan

secara acak untuk mendapatkan sekolah yang akan dipilih pada kedua peringkat

sekolah ini dimaksudkan agar diperoleh sampel yang dapat mewakili seluruh

siswa kelas V SD di Kota Palembang. Peringkat sekolah ditentukan berdasarkan

peringkat akreditasi sekolah dari Badan Akreditasi Sekolah Provinsi Sumatera

Selatan dengan tanggal penetapan 9 November 2012. Sekolah yang dilibatkan

adalah SD Negeri dengan peringkat akreditasi A yang dalam penelitian ini

dikategorikan sebagai sekolah peringkat atas, dan SD Negeri dengan peringkat

akreditasi B yang dalam penelitian ini dikategorikan sebagai sekolah peringkat

tengah. Hasil akreditasi SD Negeri di kota Palembang disajikan pada Tabel 3.1

dan Tabel 3.2.

Penelitian ini hanya melibatkan sekolah peringkat atas dan tengah,

dengan pertimbangan bahwa kemampuan yang dikembangkan dalam penelitian

ini merupakan kemampuan matematis tingkat tinggi. Melibatkan sekolah

peringkat bawah dipandang tidak relevan, sejalan dengan pendapat Mahmudi

(2010) yang menyatakan bahwa, ”Pelibatan sekolah kategori rendah dipandang

tidak relevan, karena siswa sekolah kategori ini secara umum diasumsikan memiliki kemampuan awal matematis kurang memadai”. Pendapat tersebut berarti bahwa siswa sekolah kategori bawah memiliki KAM yang kurang memadai.

Tabel 3.1

Hasil Akreditasi Sekolah Dasar Negeri Peringkat Akreditasi A (Atas) di Kota Palembang

No. Nama Sekolah No. Nama Sekolah No. Nama Sekolah

1 SDN 162 6 SDN 112 11 SDN 33

(25)

Bonita Hirza, 2015

3 SDN 44 8 SDN 117 13 SDN 206

4 SDN 43 9 SDN 114 14 SDN 208

5 SDN 19 10 SDN 59 15 SDN 152

Tabel 3.2

Hasil Akreditasi Sekolah Dasar Negeri Peringkat Akreditasi B (Tengah) di Kota Palembang

No. Nama Sekolah No. Nama Sekolah No. Nama Sekolah

1 SDN 26 20 SDN 209 39 SDN 149

2 SDN 8 21 SDN 214 40 SDN 192

3 SDN 261 22 SDN 60 41 SDN 191

4 SDN 160 23 SDN 27 42 SDN 230

5 SDN 201 24 SDN 145 43 SDN 184

6 SDN 166 25 SDN 132 44 SDN 197

7 SDN 32 26 SDN 141 45 SDN 11

8 SDN 158 27 SDN 7 46 SDN 139

9 SDN 45 28 SDN 147 47 SDN 125

10 SDN 189 29 SDN 80 48 SDN 135

11 SDN 55 30 SDN 93 49 SDN 22

12 SDN 52 31 SDN 71 50 SDN 215

13 SDN 155 32 SDN 115 51 SDN 198

14 SDN 136 33 SDN 108 52 SDN 195

15 SDN 54 34 SDN 143 53 SDN 193

16 SDN 144 35 SDN 153 54 SDN 213

17 SDN 137 36 SDN 79 55 SDN 207

18 SDN 41 37 SDN 90

19 SDN 40 38 SDN 73

Penelitian ini melibatkan dua kategori kelas sampel, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Dari tiap-tiap peringkat sekolah yang tercantum

(26)

kelompok sekolah peringkat atas dan sekolah peringkat tengah. Dari

masing-masing sekolah yang terpilih kemudian ditentukan dua kelas V (lima) sebagai

kelas tempat penelitian, kelas-kelas sampel tidak dibentuk secara acak, melainkan

menggunakan dua kelas yang sudah ada di sekolah yang terpilih sebagai sekolah

tempat penelitian. Selanjutnya dari kedua kelas pada masing-masing sekolah,

dipilih secara acak satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai

kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR, dan pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran

matematika dengan pendekatan PMK. Pada sekolah peringkat atas, banyaknya

siswa kelas eksperimen adalah 45 siswa dan siswa kelas kontrol adalah 46 siswa,

sedangkan pada sekolah peringkat tengah, banyaknya siswa kelas eksperimen

adalah 37 siswa dan siswa kelas kontrol adalah 36 siswa. Distribusi sampel

penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Distribusi Sampel penelitian

Peringkat Sekolah

Kelompok Kelas

∑ Eksperimen Kontrol

Atas 45 46 91

Tengah 37 36 73

∑ 82 82 164

Untuk keperluan analisis tentang kesetaraan kemampuan kelas penelitian

dilakukan uji normalitas dan homogenitas berdasarkan perolehan nilai tes

kemampuan awal matematis dengan menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov dan uji Levene.

3.3 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa

tes. Instrumen dalam bentuk tes digunakan untuk mengukur kemampuan awal

matematis siswa (KAM), kemampuan intuisi matematis (KIM), dan kemampuan

(27)

Bonita Hirza, 2015

Agar tes ini dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan dapat

digunakan untuk mengukur objek yang sama perlu diuji validitas dan

reliabilitasnya. Sugiyono (2006) menyatakan bahwa instrumen yang valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur,.

Menurut Arikunto (1987) tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai

dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan

kriterium. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang apabila digunakan

beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang

sama. Nunnaly (1970) menyatakan koefisien reliabilitas 0,70 s/d 0,80 dikatakan

cukup tinggi. Namun secara umum reliabilitas sudah dianggap memuaskan jika

koefisien reliabilitasnya > 0,70.

Prosedur yang ditempuh agar instrumen tes tersebut valid, adalah:

menentukan kisi-kisi yang akan diukur oleh masing-masing soal, dan

membandingkan masing-masing soal dengan kisi-kisi yang sudah ditetapkan.

Menurut Guion (1977), validitas isi dapat ditentukan berdasarkan justifikasi para

ahli. Dalam penelitian ini, penilaian terhadap validitas muka (face validity) dan

validitas isi (content validity) dilakukan oleh lima penimbang ahli; yakni dosen

pendidikan matematika dari berbagai universitas yang sedang menempuh program

S3 Pendidikan Matematika. Validitas muka mencakup aspek-aspek (1) kejelasan

dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan, dan (2) kemenarikan penampilan

sajian instrumen. Sedangkan validitas isi mencakup kesesuaian butir-butir

instrumen dengan indikator kemampuan intuisi matematis dan kemampuan

berpikir kreatif matematis.

Selanjutnya dilakukan uji Q-Cochran untuk menguji apakah para penilai

memberikan penilaian yang sama terhadap validitas instrumen penelitian.

Hipotesis yang diuji dengan taraf signifikansi 5% adalah sebagai berikut.

H0 : Para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam

Ha : Para penilai memberikan penilaian yang tidak sama atau tidak

(28)

Hasil penilaian ahli digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki

instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang telah diperbaiki selanjutnya

diujicobakan untuk mengetahui keterbacaan butir-butir instrumen dan kesesuaian

alokasi waktu. Uji coba juga dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik

instrumen yang mencakup validitas butir dan reliabilitas instrumen.

Validitas butir instrumen dihitung dengan rumus korelasi Product Moment

Pearson, butir tes dikategorikan valid jika rhitung≥ rtabel. Reliabilitas tes

kemampuan awal matematis (KAM) dihitung dengan rumus KR-20, sedangkan

reliabilitas tes kemampuan intuisi dan tes kemampuan berpikir kreatif matematis

(KBKM) dihitung dengan rumus Cronbach Alpha (Ruseffendi, 2005). Kriteria

kategori koefisien reliabilitas instrumen disajikan pada Tabel 3.4 sebagai berikut

(Arikunto, 1987):

Tabel 3.4

Kategori Reliabilitas Instrumen

Koefisien Reliabilitas (r) Kategori

r≤ 0,2 Sangat Rendah

0,20 < r≤ 0,40 Rendah

0,40 < r ≤ 0,60 Sedang

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi

3.3.1 Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Tes kemampuan awal matematis (KAM) berupa tes yang disusun untuk

mengetahui pengetahuan siswa sebelum pembelajaran berlangsung, dimaksudkan

pula untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Tes KAM berupa tes objektif (pilihan ganda) sebanyak 25 butir soal yang

dipilih dari soal Ujian Nasional (UN) matematika, tes memuat materi geometri

pada kelas IV SD. Berdasarkan skor tes KAM yang diperoleh, siswa

dikelompokkan atas 3 kelompok menurut kemampuannya, yaitu kelompok siswa

(29)

Bonita Hirza, 2015

dalam menentukan kedudukan siswa terlebih dahulu kelas dibagi menjadi tiga

kelompok dengan batas-batas kelompok sebagai berikut: kelompok atas adalah

semua siswa yang mempunyai skor sebanyak skor rata-rata plus satu standar

deviasi ke atas, kelompok sedang adalah semua siswa yang mempunyai skor

antara -1 SD dan +1 SD, sedangkan kelompok kurang adalah semua siswa yang

mempunyai skor kurang dari -1 SD.

Kriteria kelompok siswa ditentukan berdasarkan pencapaian skor seperti

pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kategori

x ≥ µ + σ Tinggi

µ - σ ≤ x ≤ µ + σ Sedang

x < µ - σ Rendah

Sebelum digunakan instrumen tes KAM terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan reliabilitas. Hasil yang diperoleh adalah instrument tes KAM telah

memenuhi validitas muka dan validitas isi. Hasil penilaian ahli terhadap validitas

muka dan validitas isi tes ini disajikan pada Lampiran 2. Semua ahli menilai

bahwa tes ini telah memenuhi validitas muka dan validitas isi. Pada Tabel 3.6

disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan

penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini.

Tabel 3.6

Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes KAM

Banyak Butir Soal Validitas muka Validitas Isi

25 Q Sig. Q Sig.

4,571 0,334 2,400 0,663

Dari Tabel 3.6 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji ini adalah 0,334

dan 0,663 lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai

(30)

ini. Semua penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi

kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait dengan kejelasan

gambar atau notasi matematika dan penggunaan istilah matematika yang lebih

tepat.

Instrumen yang sudah diperbaiki selanjutnya diujicobakan pada siswa.

Ujicoba dilakukan pada sekolah yang tidak terpilih sebagai sekolah penelitan.

Tujuan utama dilakukannya ujicoba ini adalah untuk mengetahui validitas tiap

butir soal, dan reliabilitas tes.

Soal KAM yang diujicobakan di sekolah terdiri dari 25 butir. Setelah

dilakukan ujicoba didapat nilai rhitungrtabel(0,05;28) = 0,838 ini berarti semua butir

soal valid. Selanjutnya dihitung reliabilitas tes. Tes KAM terdiri dari 25 butir soal

dengan bentuk soal pilihan ganda. Arikunto (1987) menyatakan reliabilitas tes

dengan banyak soal ganjil tidak dapat dihitung dengan menggunakan teknik belah

dua namun dihitung dengan KR-20. Dengan menggunakan rumus KR-20

diperoleh reliabilitas internal dari tes KAM sebesar 0,738 Mengacu pada tabel

kriteria dari J.P. Guilford (Ruseffendi, 2005), nilai reliabilitas tes KAM tersebut

tergolong tinggi.

3.3.2 Tes Kemampuan Intuisi Matematis

Tes kemampuan intuisi matematis disusun untuk mengukur kemampuan

intuisi matematis siswa setelah proses pembelajaran. Tes intuisi matematis yang

digunakan diadaptasi dari Test Your Intuition yang dikembangkan oleh Goldberg

(2006). Adaptasi dilakukan terhadap aspek bahasa, sehingga sesuai dengan siswa

SD. Karena tes yang digunakan merupakan hasil adaptasi, maka pada tes ini

hanya dilakukan validasi terhadap aspek bahasa saja. Validasi dilakukan oleh lima

orang penimbang yang berlatar belakang dosen pendidikan bahasa Indonesia pada

Universitas Muhammadiyah Palembang. Kelima penimbang diminta untuk

memberikan pertimbangan dan memberikan saran atau masukan mengenai

(31)

Bonita Hirza, 2015

Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang

sama atau seragam terhadap validitas muka tes ini.

Tabel 3.7

Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes Intuisi Matematis

Banyak Butir Soal Q Sig.

32 2,000 0,736

Dari Tabel 3.7 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig.) uji ini adalah

0,736 lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan

penilaian yang seragam terhadap validitas muka tes ini. Semua penilai

menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Setelah

diperbaiki, tes ini diujicobakan untuk mengetahui reliabilitas tes ini.

Hasil analisis reliabilitas tes ini disajikan pada Lampiran 2. Dari hasil

analisis tersebut diketahui koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,788 dikategorikan

tinggi.

3.3.3 Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Tes kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) berbentuk uraian

disusun untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif matematis siswa setelah

proses pembelajaran pada materi Tabung dan Prisma

Tes KBKM sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang

penimbang yang berlatar belakang dosen pendidikan matematika yang sedang

mengikuti program S3 pendidikan matematika. Kelima penimbang diminta untuk

memberikan pertimbangan dan memberikan saran atau masukan mengenai

validitas konstruksi dan validitas isi dari tes tersebut.Pada Tabel 3.8 berikut

disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan

penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini.

(32)

Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes KBKM

Banyak Butir Soal Validitas muka Validitas Isi

6 Q Sig. Q Sig.

3,500 0,478 4,000 0,406

Dari Tabel 3.8 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji ini adalah 0,478

dan 0,406 lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai

memberikan penilaian yang seragam terhadap validitas muka dan validitas isi tes

ini. Semua penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi

kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait dengan kejelasan

gambar atau notasi matematika dan penggunaan istilah matematika yang lebih

tepat. Setelah diperbaiki, tes ini diujicobakan untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas tes ini.

Hasil analisis validitas dan reliabilitas tes ini disajikan pada Lampiran 2.

Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa semua butir tes ini valid. Koefisien

reliabilitas tes ini adalah 0,773; dikategorikan sedang.

3.4 Perangkat Pembelajaran

Penelitian ini mengimplementasikan pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR. Karena itu perangkat pembelajaran dirancang dan

dikembangkan sesuai dengan karakteristik pembelajaran tersebut, serta

kemampuan siswa yang akan dicapai yaitu kemampuan intuisi matematis dan

kemampuan berpikir kreatif matematis. Selain itu, perangkat pembelajaran

dirancang dengan mempertimbangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) agar siswa dapat mencapai kompetensi yang sesuai dengan

tuntutan kurikulum tersebut.

Perangkat pembelajaran yang dirancang adalah perangkat pembelajaran

untuk siswa kelas V SD berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

Lembar Kerja Siswa (LKS) pada materi tabung dan prisma (RPP dan LKS

(33)

Bonita Hirza, 2015

sebagai panduan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya terkait

bagaimana melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR

dengan memanfaatkan LKS sebagai sumber belajar siswa.

Sebelum digunakan LKS terlebih dahulu divalidasi oleh penimbang dan

dilakukan uji coba secara terbatas. Tujuan validasi dan uji coba terbatas ini adalah

untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh

gambaran apakah perangkat pembelajaran dapat dipahami oleh siswa dengan baik.

Para penimbang diminta untuk menilai atau menimbang dan memberikan saran

atau masukan mengenai kesesuaian masalah dan tugas yang terdapat pada LKS

dengan tujuan yang akan dicapai pada RPP, peran LKS untuk membantu siswa

mengembangkan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif

matematis, kesesuaian tuntunan dalam LKS dengan tingkat perkembangan siswa,

kesistematisan pengorganisasian LKS, peran LKS untuk membantu siswa

membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan

mereka sendiri, serta kejelasan LKS dari segi bahasa dan dari segi gambar atau

representasi yang digunakan. Hasil penilaian tersebut disajikan pada Lampiran 2.

Pada Tabel 3.9 berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui

apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap

validitas konstruksi maupun validitas isi LKS ini.

Tabel 3.9

Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas LKS

Banyaknya Aspek Q Sig

6 3,586 0,401

Dari Tabel 3.9 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji tersebut adalah

0,401; lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan

(34)

isi LKS ini. Dengan demikian, LKS ini memenuhi validitas konstruksi dan

validitas isi.

Semua penilai menyimpulkan bahwa LKS ini dapat digunakan dengan revisi

kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait pemilihan konteks,

tata tulis, penggunaan ejaan, dan kejelasan gambar atau ilustrasi. Hasil penilaian

beserta saran perbaikan tersebut dijadikan dasar untuk memperbaiki LKS ini.

Selanjutnya LKS yang sudah diperbaiki diujicobakan untuk mengetahui

keterbacaan, kesesuaian alokasi waktu, dan kemudahan penggunaan bahan ajar

tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Hasil uji coba menunjukkan bahwa siswa

secara umum memahami tugas-tugas atau pertanyaan yang disajikan di LKS.

3.5 Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Ketiga tahapan tersebut

disajikan pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10

Tahap Kegiatan Penelitian

Tahap Kegiatan Waktu

Persiapan

Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian serta melakukan validasi

(35)

Bonita Hirza, 2015

memperbaiki perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian sebelum dilaksanakan ujicoba di lapangan

Melaksanakan ujicoba di lapangan. Menganalisis hasil ujicoba dengan tujuan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran sebelum penelitian dilakukan.

Mensosialisasikan perangkat pembelajaran kepada guru yang akan terlibat dalam penelitian.

Pelaksanaan Penelitian

Melaksanakan tes KAM untuk mengelompokkan siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Januari 2013 – April 2013 Memberikan tes awal sebelum

pembelajaran dilakukan. Melaksanakan pembelajaran.

Memberikan tes akhir setelah pembelajaran dilakukan.

Analisis Data dan Pembahasan

Melakukan analisis data dan menguji

hipotesis. Mei 2013 – November

2013 Melakukan pembahasan

Penyusunan Laporan Penelitian Agustus 2013 – Mei

2015

3.5 Prosedur Analisis Data

Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang perbedaan

peningkatan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif

matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMK ditinjau dari peringkat sekolah dan KAM siswa.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan berikut:

1. Data yang diperoleh dari hasil tes awal dan tes akhir dianalisis untuk

mengetahui besarnya peningkatan kemampuan intuisi dan kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa, yaitu dihitung dengan menggunakan

(36)

g =

)) %(

100 (

) %(

) %(

tesawal tesawal tesakhir

  (Hake, 2002)

Hasil perhitungan n-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

klasifikasi dari Hake (2002) seperti pada Tabel 3.11

Tabel 3.11 Klasifikasi n-gain

Besarnya g Interpretasi

g> 0,7 Tinggi

0, 3< g 0,7 Sedang

g 0,3 Rendah

2. Menguji persyaratan analisis data yang diperlukan sebagai dasar dalam

pengujian hipotesis yaitu uji normalitas masing-masing kelompok dan uji

homogenitas varians.

3. Menguji seluruh hipotesis yang diajukan dengan menggunakan uji statistik

yang sesuai dengan permasalahan dan persyaratan analisis statistik.

Pengujian hipotesis dengan bantuan perangkat lunak SPSS-17

(Trihendradi, 2009).

Keterkaitan antara masalah penelitian, hipotesis penelitian, dan teknik

statistik yang digunakan dalam analisis data kuantitatif disajikan dalam Tabel 3.12

berikut:

Tabel 3.12

(37)

Bonita Hirza, 2015

Rumusan Masalah Hipotesis Penelitian Statistik untuk Menguji Hipotesis

(38)
(39)

Bonita Hirza, 2015 peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?

peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

10. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

perbedaan kategori KAM terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?

10. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan kategori KAM terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

(40)

Bonita Hirza, 2015

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa

peningkatan kemampuan intuisi dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan

matematika realistik (PMR) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat

pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika konvensional (PMK).

Berdasarkan rumusan masalah yang dicari jawabannya dalam penelitian

ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa yang signifikan

baik pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan PMR

maupun pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan PMK,

berdasarkan kategori Hake, peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa termasuk dalam kategori sedang. Peningkatan kemampuan intuisi

matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan PMR

lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMK. Secara signifikan terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan intuisi matematis antara siswa yang mendapat

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dan yang mendapat

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMK.

2. Pada kelompok yang mendapat pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR terdapat peningkatan rata-rata kemampuan intuisi

matematis yang signifikan baik pada siswa sekolah peringkat atas maupun

pada siswa sekolah peringkat tengah, berdasarkan kategori Hake,

peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa berada dalam kategori

sedang. Peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa sekolah

(41)

Bonita Hirza, 2015

perbedaan peningkatan rata-rata kemampuan intuisi matematis siswa pada

kedua peringkat sekolah tersebut signifikan.

3. Berdasarkan kategori KAM siswa, terdapat peningkatan rata-rata

kemampuan intuisi matematis siswa yang yang signifikan pada kelompok

siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR.

Berdasarkan kategori Hake, rata-rata peningkatan kemampuan intuisi

matematis siswa termasuk dalam kategori sedang. Siswa dengan kategori

KAM tinggi memperoleh peningkatan kemampuan intuisi matematis yang

lebih tinggi daripada siswa dengan kategori KAM di bawahnya, tetapi,

perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa antar

ketiga kategori KAM tersebut tidak signifikan.

4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat

sekolah terhadap peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa, hal ini

menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan kemampuan intuisi

matematis siswa lebih disebabkan oleh perbedaan pendekatan

pembelajaran dan perbedaan peringkat sekolah

5. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan

kategori KAM terhadap peningkatan kemampuan intuisi matematis siswa,

ini berarti, adanya perbedaan peningkatan kemampuan intuisi matematis

siswa lebih disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran dan

perbedaan kemampuan awal matematis siswa.

6. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang

signifikan baik pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR maupun dengan PMK. Berdasarkan kategori

Hake, peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR termasuk

dalam kategori tinggi, sedangkan siswa yang mendapat pembelajaran

(42)

Perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

pada kedua kelompok siswa tersebut signifikan.

7. Terdapat peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis

yang signifikan pada siswa peringkat sekolah atas dan tengah, setelah

mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR.

Berdasarkan kategori Hake, peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa termasuk dalam kategori tinggi. Rata-rata peningkatan

kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sekolah peringkat atas lebih

tinggi daripada siswa sekolah peringkat tengah, tetapi perbedaan rata-rata

peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis tersebut tidak

signifikan.

8. Terdapat peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis

yang signifikan pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika

dengan pendekatan PMR untuk setiap kategori KAM. Berdasarkan

kategori Hake, rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa pada kategori KAM tinggi dan sedang termasuk dalam

kategori tinggi, sedangkan pada kategori KAM rendah termasuk dalam

kategori sedang, tetapi perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa tersebut tidak signifikan

9. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan peringkat

sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa lebih disebabkan oleh perbedaan

pendekatan pembelajaran dan perbedaan peringkat sekolah

10.Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan perbedaan

kategori KAM terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan

(43)

Bonita Hirza, 2015

perbedaan pendekatan pembelajaran dan perbedaan kemampuan awal

matematis siswa.

5.2. Implikasi

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat diimplementasikan

pada kedua peringkat sekolah (atas dan tengah) di SD dan pada ketiga kategori

KAM (tinggi, sedang, dan rendah) sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran

matematika untuk meningkatkan kemampuan intuisi dan kemampuan berpikir

kreatif matematis, serta dapat mengubah paradigma guru sebagai pusat

pembelajaran menjadi guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pusat

pembelajaran.

2. Peran guru sebagai fasilitator berdampak pada kedekatan hubungan guru

dengan siswa, sehingga guru lebih memahami karakteristik dan kemampuan

siswa.

3. Secara teoritis, kemampuan intuisi matematis dan berpikir kreatif matematis

siswa di SD telah sejalan dengan apa yang terjadi ketika PMR dilaksanakan

dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini menunjukkan bahwa teori

yang melandasi kedua kemampuan telah dapat dikembangkan melalui

penerapan PMR.

5.3 Rekomendasi

Berikut beberapa rekomendasi yang perlu mendapat perhatian dari semua

pihak yang berkepentingan dalam pembelajaran matematika di SD.

1. Secara keseluruhan kemampuan intuisi dan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMK di jenjang sekolah

dasar. Perlu kiranya dilakukan penelitian serupa untuk jenjang sekolah

(44)

2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR hendaknya dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran bagi guru

untuk meningkatkan kemampuan intuisi matematis dan kemampuan

Gambar

Gambar 3.1. Model Hubungan Variabel Bebas (X) dengan Variabel Terikat (Y)
Tabel 3.1  Hasil Akreditasi Sekolah Dasar Negeri Peringkat Akreditasi A (Atas)
Tabel 3.2 Hasil Akreditasi Sekolah Dasar Negeri Peringkat Akreditasi B (Tengah)
Tabel 3.3  Distribusi Sampel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

tersedia di Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumenstasi Kabupaten Nias Utara memadai dan kurang dengan kebutuhan pengguna serta jumlah buku yang dapat dipinjam juga

Penerbit : Informatika Yuda, K, 2010, Implementasi Ultrasonik Level Detektor Pada Sistem Monitoring. Tangki Pendam

Aplikasi System Requirement ini dapat dilihat di http://www.owdizone.web.id Aplikasi berbasiskan web ini menggunakan beberapa software yang sangat populer antara lain PHP, MySQL,

dilakukan. Menurut Kemmis dan Mc. 14) penelitian juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis dari keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi

Anu ngabédakeun ieu panalungtikan jeung panalungtikan nu saméméhna nya éta, lian ti nangtukeun téks adegan paguneman, prinsip jeung maksim omongan dina

tidak mengetahui bahwa Salmah adalah Mas Merah yang disebut Salam

Selain tampilan antar muka yang dibuat semenarik mungkin, aplikasi ini menampilkan pencarian kata dalam bahasa Indonesia dengan lebih mudah dan cepat, sehingga dapat

Apakah anda dan pekerja lain tahu terkait keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan kegiatan kerja sehari-hari?. ………