• Tidak ada hasil yang ditemukan

FERTILITAS TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L.) DAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) PADA TINGKAT TETRAPLOID.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FERTILITAS TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L.) DAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) PADA TINGKAT TETRAPLOID."

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004

FERTILITAS TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L.)

DAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) PADA TINGKAT TETRAPLOID

(Fertility of curly red chili (Capsicum annum L.) and small hot chili (Capsicum frutescens L.) in tetraploid level)

Mansyurdin, Dewi Imelda Roesma, dan Vitria *)

ABSTRACT

The curly red chili (Capsicum annum L.) and small hot chili (Capsicum frutescens L.) were treated by colchicine to purpose doubling their chromosomes. The both tetraploid species were observated their fertility which account to the successful of fruit set, the presentage of viable pollen, and the chromosomes behaviour during meiosis. The results showed that self-pollination in tetraloid curly red chili and small hot chili were produced 74.3% dan 72.3% of seeded fruit respectively. The curly red chili has 85.3% of viable pollen and small hot chili is has 83.5% of viable. In the tetraploid plants were observed that some chromosomes lagging in anaphase I.

Key words: curly red chili, small hot chili, colchicine

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini kebutuhan akan komoditas buah cabai cenderung meningkat seiring dengan per-tumbuhan industri makanan, obat-obatan dan kos-metika yang memanfaatkannya (Nawangsih

et al., 1994). Menurut laporan BPS (1996) luas daerah penanaman cabai di Indonesia adalah 182.000 Ha dengan rata-rata produksi 2,6 ton/ha. Menurut laporan FAO (1995) Indonesia merupakan negara dengan daerah penanaman terluas di dunia, tetapi produktivitasnya masih jauh di bawah rata-rata produksi dunia yang mencapai 9,5 ton/ha. Rendahnya produktivitas cabai di Indonesia dise-babkan oleh kualitas benih yang masih rendah, teknik budidaya yang diterapkan belum optimal, dan gangguan hama serta penyakit (Hening, 1999).

Dari segi benih, petani pada umumnya meng-gunakan benih lokal dan bukan benih unggulan yang memiliki sertifikasi. Akhir-akhir ini banyak dipasarkan benih cabai hibrida yang unggul, na-mun benih tersebut hanya dapat ditanam satu kali generasi. Akibatnya petani tergantung akan kese-diaan bibit di pasaran dan juga akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Salah satu upaya produk bibit yang pada

umumnya berdaya hasil tinggi dan generasi berikutnnya dapat ditanam lagi adalah memproduksi bibit tetraploid. Upaya ini telah ba-nyak dilakukan, diantaranya pada tanaman melon (Puspita et al., 1992; Kurniawati, 2002), tomat (Santosa dan Anggorowati, 1993) dan kacang tanah (Harahap, 1996). Teknik induksi tetraploid telah berhasil dilakukan oleh Ali (1998) pada tanaman cabai merah dan oleh Roesma et al. (2001) pada tanaman cabai merah keriting dan cabai rawit.

Kelayakan tanaman tetraploid untuk dikem-bangkan tergantung dari fertilitasnya. Beberapa tanaman tetraploid tidak mengalami penurunan fertilitas tetapi beberapa tanaman tetraploid meng-alami penurunan fertilitas dibandingkan dengan tanaman diploidnya. Contoh tanaman tetraploid tidak mengalami penurunan fertilitas yaitu “daylily” (Halinar, 1990) dan bunga lilin (Yan, 2001). Penurunan ferlitas tanaman tetraploid dapat disebabkan oleh asosiasi dan segregasi kro-mosom yang tidak normal selama meiosis sehing-ga polen viabel yang dihasilkan berkurang diban-dingkan dengan tanaman diploid. Konsekuensinya adalah kemampuan polinasi menjadi rendah dan pembentukan buah serta biji berkurang (Darlington, 1965; Welsh, 1990).

Untuk mendapatkan informasi apakah tanam-an cabai merah keriting dan cabai rawit tetraploid layak untuk dikembangkan atau tidak, maka perlu dikaji beberapa aspek fertilitasnya. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk: 1) menghitung keberhasilan polinasi pada tanaman cabai merah keriting dan cabai rawit teraploid.; 2) membandingkan viabilitas polen antara tanaman teraploid dan diploid pada cabai merah keriting dan cabai rawit; dan 3) mengamati tingkah laku kromosom selama meiosis pada cabai merah keriting dan cabai rawit teraploid.

*) Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Andalas, Padang

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan dari bulan Februari sam-pai November 2001 di "screen house" dan Labo-ratorium Genetika Jurusan Biologi,

ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

(2)

Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004

Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Padang. Fertilitas ta-naman diamati secara deskriptif yaitu keberhasilan pembentukan buah dari polinasi sendiri, persen-tase polen viabel dan tingkah laku kromosom selama meiosis.

Benih cabai keriting dan cabai rawit disedia-kan dari kultivar lokal yang berasal dari daerah Bukittinggi, Sumatera Barat. Tanaman cabai keri-ting dan cabai rawit tetraploid disediakan dengan perlakuan 0,025% kolkisin selama 24 jam (Mansyurdin, 2000; Roesma et al., 2001). Bibit cabai keriting dan cabai rawit baik yang tetraploid maupun diploid ditanam pada polybag dan dipeli-hara di "screen house". Tanaman dipupuk dengan pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar di-berikan sebelum tanam yang terdiri dari 250 gram pupuk kandang dan 2,5 gram TSP per polybag. Pupuk susulan diberikan tiga, enam dan sembilan minggu setelah tanam yang terdiri dari 2,5 gram Urea, 7,5 gram ZA dan 3,75 gram KCl per batang tanaman (Sumarni, 1996).

Polinasi sendiri pada kedua jenis cabai dilaku-kan menurut metode Zilstra et al. (1991). Kuncup bunga pada waktu sore sehari sebelum mekar ditutup dengan "aluminium foil" agar waktu bunga mekar tidak terkontaminasi oleh polen lain. Polinasi dilakukan dengan cara memindahkan polen dari antera yang telah antesis ke permukaan stigma bunga yang sama dengan bantuan kuas kecil. Kemudian bunga ditutup kembali dngan aluminium foil selama dua hari. Keberhasilan polinasi dihitung berdasarkan persentase dari jumlah buah yang terbentuk per jumlah total polinasi.

Viabilitas polen pada saat antesis dari tanam-an tetraploid dan tanaman diploid dihitung dengan metode Uji Tetrazolium (Shivanna dan Johri, 1985). Polen yang berwarna kemerahan setelah ditetesi larutan 1% garam tetrazolium dalam air distilsasi selama60 menit pada suhu 35oC dinya-takan viabel. Persentase polen viabel dihitung dari jumlah polen yang berwarna merah dengan larutan tersebut per total jumlah polen yang diamati.

Tingkah laku kromosom selama meiosis di-amati pada saat metafase dan anafase. sedangkan pada anafase diamati keberhasilan segregasi kromosom (normal atau "lagging" = tertunda).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil polinasi sendiri, tanaman tetraploid masih dinyatakan fertil meskipun terjadi penurunan keberhasilan pembentukan buah berbiji (Tabel 1). Keberhasilan polinasi-sendiri pada bunga cabai keriting tetraploid yaitu 74,3% sedangkan tanaman diploidnya yaitu 80% dan pada bunga cabai rawit tetraploid berhasil menjadi buah yaitu 72,3% sedangkan diploidnya yaitu 80,6%. Keterangan: n = jumlah bunga yang dipolinasi

Polen viabel pada tanaman cabai keriting dan cabai rawit tetraploid menurun dibandingkan de-ngan tanaman diploidnya, namun penurunannya tidak drastis (Tabel 2). Polen viabel pada cabai keriting tetraploid yaitu 85,76%, sedangkan diploidnya yaitu 94,35%. Polen viabel pada cabai rawit yaitu 80,66%, sedangkan diploidnya yaitu 86,89%. Polen viabel pada tetraploid tampak lebih besar ukurannya dibandingkan dengan polen diploid (Gambar 1).

Tabel 2. Persentase polen viabel pada

tanaman cabai keriting dan rawit

pada tingkat diploid dan tetraploid

Keterangan: n = jumlah polen yang diperiksa

Yan (2001) melaporkan bah-wa tanaman lilin tetraploid juga mengalami penu-runan viabilitas polen sekitar 10% dibandigkan dengan tanaman diploid. Penurunan viabilitas polen pada tanaman cabai tetraploid mungkin berkaitan dengan penurunan keberhasilan pembentukan buah mela-lui polinasi sendiri (Tabel 1). Kejadian yang sama dilaporkan pada

Agropyron crisatum (Assay et al., 1986),

Citrulus lunatus (Kallo, 1996) dan Mendicago sativa (Dikova dan Bingham, 2002).

ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

(3)

Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004

Gambar 1. Polen cabai rawit dengan uji Tetrazolium: a) tetraploid; dan b) diploid. Keterangan: tanda panah menunjukkan butir polen yang viabel

Gambar 2. Segregasi kromosom pada saat anafase I: a) segregasi normal; dan b) segregasi yang tidak normal.

Keterangan: tanda panah menunjukkan kromosom yang tertunda pada bidang pembelahan

Hasil pengamatan tingkah laku kromosom se-lama meiosis menunjukkan bahwa semua pasang-an kromosom yang sama pada saat metafase I berasosiasi normal yaitu bivalen. Namun pada anafase I ditemukan beberapa pasangan kromo-som tertunda memisah (lagging chromosome) sehingga masih tetap pada bidang pembelahan (Gambar 1). Pada saat anafase I, kromosom yang tertunda pada bidang pembelahan yaitu 6,5% dan 5,6% berturut-turut untuk cabai keriting dan cabai rawit teraploid

(Tabel 3). Bentuk penyimpangan segregasi kromosom ini pada tanaman cabai tetra-ploid mungkin penyebab turunnya persentase polen viabel. Menurut Suryo (1995) kelainan segregasi kromosom dapat menyebabkan penu-runan viabilitas polen. Slanjutnya Dilokova dan Bingham (2002) melaporkan bahwa pada

Mendicago sativa tetraploid ditemukan kromo-som yang tertunda (lagging) pada bidang pembe-lahan pada saat anafase.

Tabel 3. Segregasi kromosom pada anafase I dari sel sel kuncup antera tanaman cabai

keriting dan rawit pada tingkat diploid dan tetraploid

Jenis cabai Tingkat ploidi Segregasi kromosom pada metafase I Jumlah sel yangdiamati sempurna Tertunda (langging)

ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

(4)

Stigma Volume XII No.2, April – Juni 2004

Cabai keriting 2n=24 100% 0% 29

2n=48 93,5% 6,5% 46

Cabai rawit 2n=24 100% 0% 28

2n=48 94,7% 5,6% 38

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Keberhasilan pembentukan buah melalui poli-nasi sendiri pada tananam cabai keriting tetra-ploid (74,3%) dan cabai rawit tetraploid (72,3%) rendah dibandingkan dengan tanam-an diploidnya berturut-turut 80% dan 80,6%.

2. Viiabilitas polen cabai keriting dan cabai rawit tetraploid turun dibandingkan dengan tanaman diploidnya akibat gangguan meiosis yaitu segregasi kromosom tertunda pada bidang pembelahan pada anafase I.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Proyek DUE-Like Bath I Tahun Anggaran 2001, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Project Officer DUE-Like Program Studi Biologi dan Direktur Eksekutif LPIU DUE-Like Universitas Andalas, Padang.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, C. 1998. Penggandaan jumlah kromosom Cabai dengan kolkisin secara in vivo dan in vitro. Lembaga Penelitian IPB Bogor.

Assay, K.H., D.R Dewey, F.B. Gomm, W.H. Horton and K.B. Jensen. 1986. Genetic progress through hybridization of included and natural tetraploid in crested wheatgrass. http:/jrm.libraryarizonaedu/data/1986393/18assay.pdf. BPS. 1996. Produksi tanaman sayuran dan buah-buahan 1995.

Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Darlington, C. 1965. Recent advance in cytology. 2nd edition. Jhon & A Churchill, London.

Dilokova, M., and E.T. Bingham. 2002. Microsporogenesis and fertility of vernal alfalfa and selections four other cultivars. www.agro.agri.umn.edu/agro5021/ 2002/ lecture-11.htm-12K

Evans, D.A., and S.M. Reed. 1981. Cytogenetics techniques, in: Plant Tissue Methods and Applications in Agriculture.

T.A. Thorpe (Editor). Academic Press. New York. 213-240.

FAO. 1995. Yearbook: Production 1995. Food and Agriculture Organization (FAO) of The United Nations. Rome. Halinar, J.C. 1990. Polyploidy and Unreduce Gametes. The

Daylili Journal, 45:4-8.

Harahap, F. 1996. Analisis sitologi tanaman kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek). Majalah Pendidikan Science. 20(10): 92-99.

Hening, F.M.S. 1999. Bertanam cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kallo, D.R. 1996. Vegetable breeding. Vol. 1. CRC Press Inc. Florida.

Kurniawati, T. 2002. Kajian aspek pertumbuhan dan produksi tanaman melon tetraploid hasil induksi kolkisin. Tesis Pascasarjana Universitas Andalas, Padang

Mansyurdin. 2000. Penggandaan kromosom tanaman cabai keriting dan cabai rawit. Artikel Penelitian Doktor Muda. SPP/DPP Universitas Andalas Tahun 1999/2000. Nawangsih, A.A., H.P. Imdad dan A. wahyudi. 1994. Cabai

Hot Beauty. Penebar Swadaya, Jakarta.

Puspita, E., D. Salbiah dan R.P.E. Murni. 1992. Pengaruh konsentrasi colchiicne dan waktu perendaman benih terhadap pertumbuhan dan jumlah kromosom tanaman melon (Cucumis melo L.). Jurnal Penelitian Universitas Riau, 10: 33-38.

Roesma, I.R., Mansyurdin dan Hamru. 2001. Pembentukan alotetraploid dari cabai kriting dan cabai rawit. Laporan Penelitian DUE-Like Batch I, Program Studi Biologi Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Padang.

Santosa, R., dan S. Anggorowati. 1993. Pengaruh pemberian perlakuan colchisine terhadap pertumbuhan dan produksi buah tomat. Majalah Ilmiah Universitas Sudirman, No. 4, Th. XIX: 24-31.

Shivanna, K.R. and B.M. Johri. 1985. The Angiosperm Pollen: Structure and Function. John Willey & Sons. New Delhi, India.

Sumarni, N. 1996. Budidaya Tanaman Cabai Merah, dalam: Teknologi Produksi Tanaman Cabai Merah. A.S. Duriat, A.W.W.H. Soeganda, T.A. Soetioso dan L. Proboningrum (Editors). Puslitbang Hortikultura, Balitthor: 36-45. Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Gajah mada University Press.

Yogyakarta.

Welsh, J.R. 1990. Fundamental of Plants Genetics and Breeding. Robert E. Krieger Publishing Company, Malabar, Florida.

Yan, G. 2001. Summary of Report: The Breeding Biology of Wax Flower. RIRDC Publication No. UWA 35A. Zilstra, S.C. Purimahua, and P.Lindhout, 1991. Polen tube

growth in interspecific crosses between Capsicum species, Hortscience, 26: 585-586.

---oo0oo---ISSN 0853-3776 AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

Referensi

Dokumen terkait

The optimum condition of dangke preparation was found at heating temperature of 80 °C and 0.3% of papain addition, resulting in the most desirable characteristics

Menurut Bambang pengertian Pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat beserta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada hamba-Nya, dengan disusunnya laporan ini

Jika Penawar yang Berjaya ingkar dalam mematuhi mana-mana syarat di atas atau membayar apa-apa wang yang harus dibayar, maka Pihak Pemegang Serahhak/Pemberi Pinjaman boleh (tanpa

Harus memilih dari pilihan yang tersedia Field terhubung dengan tabel Supplier Total Faktur Completeness Check.

Skripsi Berjudul : Efektivitas Penggunaan Model Mind Mapping Dalam Meningkatkan Pemahaman Materi Tajwid Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Ajibarang Tahun

Penulis menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya.Data

Merk barang CANON PIXMA MG 2570 Print, Copy, Scan Cetak.