• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN)."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN

BUDAYA

( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN)

Diajukan sebagai pelengkap dan syarat guna Mengambil Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh:

DWI ANDI SUSANTO

D 300 040 034

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

(2)

Pusat Percontohan Produksi Dan Pengembangan Batik Di Surakarta Sebagai Sarana Pelestarian Budaya.

1.1 Pengertian judul

Pusat : Sentral ( menjadi satu kesatuan )

Percontohan : Suatu wadah atau hal yang menjadi acuan.

Produksi : Kegiatan membuat suatu produk dengan tujuan dan

maksud tertentu.

Pengembangan : Proses perubahan untuk meningkatkan kondisi yang ada

menjadi lebih baik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan

Batik : Kain motif yang memiliki corak khas indonesia yang merupakan warisan dari nenek moyang yang telah menjadi identitas bangsa indonesia.

Pelestarian :Kegiatan yang bertujuan untuk memelihara atau

mempertahankan sehingga terjaga dari kepunahan. Budaya : Kesenian yang berupa bendawi maupun non bendawi

yang diturunkan oleh nenek moyang dari generasi kegenerasi hingga sekarang.

1.1.1 Pengertian secara keseluruhan :

Sebuah bangunan yang berfungsi untuk memproduksi memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang berhubungan dengan batik sekaligus bertujuan untuk memelihara dan mengkoleksi batik, sehingga terjaga dari kemusnahan serta meningkatkan batik sebagai pusaka budaya menjadi lebih baik sesuai tuntutan kebutuhan sekaligus memberikan kontribusi bagi surakarta. ( Dalam bidang pariwisata, budaya, dan perdagangan ).

(Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia)

(3)

1.2. Latar Belakang :

1.2.1. Pelestarian Pusaka Indonesia.

Pusaka indonesia terbagi menjadi pusaka alam ( bentuk alam yang istimewa ), Pusaka budaya ( Hak cipta karya dan karsa yang lebih dari 500 suku bangsa di tanah air ), Dan pusaka saujana ( Gabungan pusaka budaya dan pusaka alam yang menjadi satu kesatuan ). Untuk pusaka budaya sendiri mencakup pusaka tangible ( bendawi ) sepertyi kerajinan, obat tradisional, dokumentasi pusaka secara digital bangunan, dan pusaka intangible ( non bendawi ) seperti adat istiadat, musik dan lagu religi bahkan perilaku atau kebiasaan.

Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu dengan berbagai perkembangan zaman yang terseleksi. Kesinambungan yang menerima perubahan merupakan konsep utama pelestarian, Tujuanya adalah untuk memelihara sumber budaya dan identitas suatu lingkungan pusaka dan membangun aspek tertentu untuk memenuhi kebutuhan masa depan tanpa merusak serta menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik.

Kata batik berasal dari sebuah kata dalam bahasa Jawa yaitu ambatik yang artinya kurang lebih yaitu menuliskan atau menorehkan titik-titik. Dalam proses pembuatan kain batik, seorang pengrajin batik menorehkan motif-motif indah ke selembar kain mori dengan menggunakan canthing yang berisi lilin panas. Proses membatik ini dilakukan secara hati-hati dan sering kali seorang pengrajin batik harus menorehkan serangkaian titik-titik demi memperoleh sebuah motif batik yang rumit. ( Sumber Ensiklopedia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1989. )

1.2.2. Fenomena Batik

(4)

mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan ekslusif perempuan sampai ditemukanya ” Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki pada bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak ”Mega Mendung ”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.(http://www.pii-

mesir.org/NUSANTARA/Batik-Seni-Eksotik-Bangsa-Bertaraf-Internasional.html&usg=)

1.2.3. Perkembangan Batik Semakin Beragam.

(5)

dan didokumentasikan di daun lontar. Saat itu, motif-motif yang umum ditemukan berupa bentuk hewan dan tumbuhan. Lambat laun, motif-motif baru serta variasi motif terdahulu menambah kekayaan batik Nusantara.

Walaupun kain lukis asli Indonesia ini bermacam-macam asal dan motifnya, ada benarnya jika hingga sekarang batik Jawa-lah yang paling dikenal dunia. Dan berbicara mengenai batik Jawa, tentu tidak bisa melepaskan diri dari Jawa Tengah. Bersanding dengan wayang kulit dan wayang orang, batik Jawa telah menjadi ikon budaya Jawa Tengah.

Jawa Tengah telah lama menjadi barometer perkembangan batik Indonesia. Hampir tiap wilayah sub-budaya di provinsi ini mengembangkan berbagai motif tersendiri yang akhirnya dianggap sebagai batik khas daerah itu. Corak dan variasi batik Jawa sendiri berjumlah ratusan. Tiap variasi tersebut memiliki makna dan filosofi tersendiri.

Jawa Tengah paling tidak memiliki 3 daerah yang menjadi sentra batik tingkat regional maupun nasional, yaitu Pekalongan Jogjakarta dan Surakarta (Solo). Tidak hanya memproduksi batik dalam jumlah besar, seniman di tiga daerah ini aktif memajukan batik dengan cara menciptakan motif-motif baru. Ketiga daerah ini juga memelopori produksi batik dengan harga terjangkau tanpa mengorbankan keindahannya.

Perkembangan batik terus beragam di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan para desainer Indonesia sudah banyak yang memiliki identitas khusus dalam mengadaptasi fashion dengan materi-materi yang ada di Indonesia. Sebut saja sudah banyak desainer yang bisa membudidayakan batik, tenun, dan juga sutera, yang kemudian dimodifikasi ke dalam busana. Di tahun ini, motif batik akan terdapat di setiap jenis busana. Tidak ada yang menonjol, kesemuanya mengalami tren yang berbeda dan unik. Namun prediksi para perancang busana Indonesia, di tahun ini motif “batik” akan lebih banyak mendapat sorotan.

(6)

langsung hal ini dapat mengangkat kembali kebudayaan batik yang merupakan salah satu pakaian tradisional khas Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa batik hanyalah pakaian resmi yang biasa dipakai oleh para orang tua. Namun hal tersebut jelas-jelas ditampik oleh sejumlah kalangan muda yang memang sangat mencintai batik. Mereka menilai perbedaan antara batik untuk kawula tua dan kawula muda hanya terletak di permainan warna batik itu sendiri.

Bagi sebagian orang tua lebih suka memakai busana batik dengan corak dan warna yang lebih sederhana dan salem, sedangkan unruk para kawula muda batik identik dengan corak yang ramai dengan warna yang mencolok dan cerah. Model batik itu sendiri di tahun 2008 ini sangat beragam, dari model tanktop, rok mini, rok lilit, busana kasual hingga resmi yang kesemuanya disesuaikan dengan permintaan pasar yang hingga saat ini sangat tinggi. Hingga saat ini, banyak anak muda yang menggunakan batik sebagai busana sehari-hari. Hal ini tentu menjadi pertanda baik disaat semakin banyak budaya kita yang terlupakan hingga diakui oleh bangsa lain. Mengingat batik merupakan budaya asli bangsa kita dimana setiap daerah memiliki corak batik yang khas.

(http://images.google.co.id/images? mozilla-=galeri+batik+surakarta&btnG=Telusuri+gambar)

1.2.4. Isu Batik.

(7)

terutama jika peminat atau pembelinya adalah para pelancong mancanegara.

Namun sepertinya Batik yang merupakan produk peradaban dan kebudayaan Nusantara kita sedang hampir mengalami 'kecolongan'. Seni Batik kurang terperhatikan untuk diberdayakan sebagai sumber devisa yang sangat potensial. Jika kondisi ini kita relakan berjalan dengan apa adanya, maka bisa diprediksikan negara kita akan mengalami kerugian yang sangat memprihatinkan. Kerugian tersebut tidak hanya dari segi materi yang mana bisa kita daya gunakan untuk mendongkrak devisa negara melalui sektor pariwisata maupun ekspor-impor. melainkan juga kerugian dari segi keotentikannya sebagai produk peradaban bangsa Indonesia akan terancam semakin samar di mata dunia internasioanal dan lama kelamaan akan luntur ditelan zaman.

Semakin berkembangnya motif batik yang dikembangkan oleh para seniman batik jumkah seniman batik semakin bertambah akan tetapi dengan semakin meningkatnya para seniman batik tidak dibarengi dengan pewadahan bagi para seniman batik untuk mengepresikan karya-karya para seniman batik, sehingga karya-karya tersebut kurang mendapat perhatian dari masyarakat luas yang berdampak pada redupnya perkembangan batik pada masyarakat luas.

Bagi sebagiann masyarakat banyak diantara mereka masih merasa awam dengan pengetahuan tentang batik padahal batik merupakan warisan budaya dari nenek moyang yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan batik merupakan identitas bangsa indonesia, fenomena ini terjadi karena minimnya fasilitas tentang batik yang memuat tentang batik secara keseluruhan.

(8)

1.2.5. Perkembangan Batik Di Surakarta

Ada dua jen is batik yan g ada di Kota Surakarta, yaitu batik cap dan

batik tulis. Kedua jen is batik in i m em iliki perbedaan pada proses

pem buatan n ya. Un tuk batik cap dilakukan den gan cara di cap atau di

cetak, sehin gga desain dasar batikn ya telah diten tukan terlebih dahulu

dan di buat pola-polan ya dalam sebuah papan cap/ pen cetak. Sedan gkan

batik tulis dilakukan secara m an ual yaitu digam bar den gan tan gan oleh

para pen grajin -pen grajin . H asiln ya ten tu berbeda, batik cap lebih terpola,

teratur n am un terkesan kaku sedan gkan batik tulis lebih terkesan din am is

karen a kesan desain n ya yan g lebih luwes sesuai den gan kreasi yan g

m en ggam barn ya. In dustri batik in i cukup berkem ban g di Kota Surakarta

sebagai salah satu warisan n en ek m oyan g dan m en jadi salah satu produk

khas kebudayaan Surakarta. Perkem ban gan in dustri batik in i san gat pesat

bahkan salah satu pasar di Kota Surakarta yaitu pasar Klewer san gat

terken al sebagai salah satu pasar kon veksi yan g m en jual batik. Nam un

batik yan g ada di pasar tersebut tidak sepen uhn ya berasal dari Kota

Surakarta, ada juga yan g berasal dari Pekalon gan , Yogyakarta dan lain

-lain .

Batik Solo dan Yogyakarta Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan

19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluhur”.

(9)

wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik.

(http://images.google.co.id/3&q=perkembangan+batik+di+surakarta&b)

Gambar 1.1 : Pola Batik Solo Sumber www.google.com

2008

Gambar 1. 2 : Pola Batik Jogjakarta Sumber www.google.com

(10)

Gambar 1. 5 : Proses Pembuatan Batik Cap

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1. 6 : Proses Pembuatan Batik Tulis

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.3 : Kain Batik Cap Sumber Dokumentasi Pribadi

20098

Gambar 1.4 : Kain Batik Tulis Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.7 : Canting (Alat untuk membuat pola gambar

batik)

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.8 : Malam (Bahan untuk membuat pola

gambar batik) Sumber Dokumentasi Pribadi

(11)

1.2.6. Kampung Batik Laweyan

Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M. Sebagai daerah sentra industri batik dan permukiman tradisional, kawasannya banyak bercirikan jalan /gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan berhimpitan. Laweyan banyak dipersepsikan orang sebagai lingkungan yang tertutup, angkuh dan kurang mempunyai nilai sosial. Kondisi ini tidak sepenuhnya benar. Sebagai permukiman yang didominasi arsitektur tradisional Jawa, Indisch dan Islam dengan public space yang terbatas, Laweyan tumbuh sebagai kawasan yang ”ramah” bagi komunitasnya. Kondisi ini terwujud diantaranya karena adanya pemanfaatan sebagian ruang privat penghuninya sebagai ruang semi publik dan pemanfaatan masjid-masjid serta ruang terbuka lainnya sebagai pusat kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangannya sebagai suatu kawasan heritage, keberadaan ruang publik tersebut sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kenyamanan dan keselarasan lingkungannya..

a. Kondisi Geografis

Kampung Laweyan mempunyai luas wilayah 24,83 Ha. Terdiri dari 20,56 Ha. Tanah pekarangan dan bangunan, sedang yang berupa sungai, jalan, tanah terbuka, kuburan seluas 4,27 Ha. Jenis persil rumah di Laweyan secara garis besar terdiri dari : persil rumah juragan batik besar (1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik sedang (300m2-1000m2), persil milik buruh batik ( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).

b. Sejarah Kampung Batik Laweyan

(12)

bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Anis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Anis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M. Setelah Kyai Ageng Anis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Anis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.Sewaktu Pajang dibawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568 Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam

dengan sebutan Panembahan Senapati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram..Masih menurut RT. Mlayadipuro pasar Laweyan dulunya merupakan pasar lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan, Juwiring dan Gawok yang masih termasuk daerah kerajaan Pajang. Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di selatan pasar Laweyan, di tepi sungai Kabanaran, terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran. Melalui bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar Nusupan di tepi sungai Bengawan Solo. Pada zaman sebelum kemerdekaan

(13)

koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.

Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena mempunyai hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta didukung dengan kekayaan yang ada, maka corak pemukiman khususnya milik para saudagar batik banyak dipengaruhi oleh corak pemukiman bangsawan Jawa. Bangunan rumah saudagar biasanya terdiri dari pendopo, ndalem, sentong, gandok, paviliun, pabrik, beteng, regol, halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan bukan joglo karena bukan keturunan bangsawan. Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch (Jawa – Eropa) dengan fagade sederhana berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi, lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur Tengah. Keberadaan “beteng” tinggi yang banyak memunculkan gang – gang sempit dan merupakan ciri khas Laweyan selain untuk keamanan juga merupakan salah satu usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan memperoleh daerah “kekuasaan” di lingkungan komunitasnya.

(14)

(15)

Gambar 1.10 : Gerbang Kampoeng Batik Laweyan

(16)

Gambar 1.12 : Kawasan aindustri

Batik Jl Sidoluhur Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi

2008 Gambar 1.11 : Tugu Batik Laweyan

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.13 : Fasad BangunanKuno Laweyan

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.14 : Masjid Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

Gambar 1.15 : Rumah Batik Gunawan

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.16 : Rumah Batik Sidomukti

(17)

1.3. Permasalahan.

1.3.1. Permasalahan Umum

Pewadahan produksi dan pengembangan batik yang dapat memfasilitasi koleksi batik sebagai pusaka budaya budaya dan kebutuhan pemikat batik baik perancang, pengunjung, masyarakat maupun pedagang untuk memproduksi, memperoleh informasi produk, mempromosikan, menjual dan mengembangkan kreatifitas dengan menampilkan ekspresi bangunan yang khas sebagai pendekatan desain sehingga dapat menjadi media komunikasi.

1.3.2. Permasalahan Khusus.

Beberapa permasalahan khusus mengenai Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik adalah :

a. ekspresi bangunan yang dapat mengkomunikasikan maksud dibangunya Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik sebagai sarana pelestarian dan pengembangan batik dan berbeda dengan bangunan yang lain.

b. sistem peruangan yang dapat mewadahi dan mengakomodasi aktifitas dan kebutuhan pengunjung akan sebuah galeri sebagai sarana pelestarian dan pengembangan dengan aktifitas yang seragam yang aman, nyaman, mudah dan sirkulasi yang jelas.

(18)

1.4 Tujuan dan sasaran.

1.4.1. Tujuan

Melestarikan batik sebagai pusaka budaya dengan memproduksi dan mengembangkan kerajinan batik peninggalan nenek moyang agar dapat tergambar sejarah perkembangfanya dan mengembangkan batik yang juga merupakan busana nasional atau ciri khas busana indonesia agar dapat lebih dikenal, berdaya guna dan diminati dengan melalui ekspresi bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik, selain itu juga memberikan kemudahan bagi masyarakat luas baik produsen maupun konsumen untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan batik.

1.4.2. Sasaran

Mendapatkan ketentuan yang harus dipenuhi dalam konsep perencanaan dan perancangan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik, sehingga dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan. Fungsi dari pusat produksi dan pengembangan batik yaitu menampung semua kegiatan yang berhubungan dengan batik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, penjualan, promosi, pendidikan, hiburan, dan informasi dengan pendekatan arsitektur post modern.

1.5 Batasan Pembahasan

Lingkup batasan yang mengulas pembahasan yang berkaitan dengan tinjuan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik sebagai wadah fisik yang dapat menampung segala kegiatan (produksi, penjualan, promosi, pendidikan, informasi, dll) dengan konsep penekanan pada arsitektur post modern. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pembentuk atraktif akan mencerminkan kapasitas bangunan yang terwadahi, yang diuraikan atas :

Ulasan mengenai pengertian, kegiatan yang diwadahi, dan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap operasional.

(19)

Jabaran mengenai persyaratan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik batik secara arsitektural.

2. Pendukung komersial bangunanBahasan pola bangunan yang menunjang (Produksi,penjualan, promosi, pendidikan, hiburan, dan informasi) dan fasilitas penunjang yang bersifat rekreatif.

3.Pewadahan atas kebutuhan dan permintaan dari produsen, konsumen dan arsitek sebagai designer.

1.6 Gagasan Awal

Gagasan awal perencanaan dan perancangan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik di surakarta adalah menciptakan suatu pewadahan bagi produksi, pengembangan serta segala sesuatu yang behubungan dengan batik yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan batik di surakarta sendiri sudah terdapat beberapa bangunan produksi batik diantaranya batik Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris.

Berikut beberapa bangunan yang menjadi acuan dalam perencanaan dan perancangan pusat produksi dan pengembangan batik :

Gambar 1.17 : Bangunan Produksi Batik Semar Solo

(20)

Gambar 1.18 : Museum Produksi Batik Danar Hadi

Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.19 : Museum Produksi Batik Pekalongan Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.20 : Show Room dan Pusat Produksi Batik Keris

(21)

1.7. Metode Penulisan

1.7.1. Pencarian Data

Metode pembahasan menggunakan metode diskriptf dengan pendekatan deduktif, yaitu metode dengan menggunakan data yang ada dengan landasan teori yang terkait, baik arsitektural maupun non arsitektural, mulai dari pengumpulan, pengolahan yang faktual untuk penyusunan konsep perencanaan dan perancangan. Metode yang digunakan dalam menganalisa dan membahas permasalahan melalui beberapa proses sebagai berikut :

a. Observasi lapangan, dengan pengamatan langsung terhadap obyek yang terkait dengan bangunan pusat produksi dan pengembangan batik baik secara langsung maupun studi banding dengan bangunan yang sudah ada.

b. Studi literature untuk memperoleh suatu data yang bisa didapat dari tugas akhir sebelumnya.

c. Studi literatur untuk mendapatakan data mengenai bangunan pusat produksi dan pengembangan batik dari buku, majalah, tabloid, dan dari internet.

1.7.2. Tahap Analisis

a. Mengidentifikasi unsur-unsur dan masalah-masalah yang terkait dengan tujuan pembahasan.

b. Menganalisa pendekatan dan pengelompokan serta mengaitkan antar masalah ke dalam pokok- pokok faktor yang menunjang pembahasan. c. Menyimpulkan masalah sebagaimana terungkap dalam sasaran dan

ditransformasikan ke dalam konsep perencanaan sebagai sasaran dan pembahasan.

1.7.3. Tahap Sintesis

Gambar

Gambar 1. 2 : Pola Batik
Gambar 1.3 : Kain Batik Cap
Gambar 1.9 : Peta Kota
Gambar 1.10 : Gerbang Kampoeng
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tanah penutup akhir berfungsi untuk mengurangi infltrasi air hujan, sehingga produksi juga akan berkurang... Proses pengolahan

BAGAIMANA TRIK-TRIK YANG DILAKUKAN / DEMI MEWUJUDKAN KEMBALI VISI / MISI / DAN TUJUAN LEMBAGA YANG PERNAH

Instrumen tes tulis uraian yang dikembangkan haruslah disertai kunci jawaban dan pedoman penskoran. Pelaksanaan penilaian melalui penugasan setidaknya

Bahan tambah yang biasa digunakan untuk stabilisasi tanah antara.. lain, semen, kapur, abu terbang, abu sekam padi,

Kesimpulan: Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku dan kejadian skabies dengan nilai p 0,007 (<0,05) dimana skabies lebih banyak terjadi

nomination and predication strategies employed by islamic republic of iran broadcasting (irib) in presenting news about syrian civil war (a discourse historical

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulisan skripsi ini diberi judul “Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut

Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Bekerja Pada Pekerja Pertenunan di Kecamatan Balige. 48 Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Tekanan