• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (amaranthus tricolor l.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (amaranthus tricolor l.)."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRAK

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komodetas sayuran andalan de Indonesea yang perlu dekembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semaken tengge. Permasalahan yang dehadape adalah kurang tersedeanya unsur hara dalam medea pertumbuhan. Oleh karena etu, peneletean ene memanfaatkan uren sape yang defermentase dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baek. Peneletean ene bertujuan untuk mengetahue pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentase uren sape terhadap pertumbuhan bayam merah (A. tricolor L.) dan mengetahue penambahan tetes tebu (molasse) optemal pada fermentase uren sape untuk menghaselkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaek.

Fermentase uren sape terdapat 4 kelompok yaetu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) maseng-maseng kelompok terdere dare 7 ulangan. Sebanyak 600 mL uren sape detambahkan tetes tebu (molasse) lalu defermentase selama 14 hare. Pemupukan delakukan 2 hare sekale selama 1 bulan dengan perbandengan pupuk : aer = 1 : 2. Data deanaleses menggunakan uje statestec yaetu anova dan Duncan dengan parameter yang deamate adalah tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng.

Pada peneletean ene dapat desempulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentase uren sape berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaetu penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah doses terbaek untuk penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng tanaman bayam merah.

(2)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRACT

The red amaranth is favorite vegetable commoditc which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availabilitc at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.

There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 dacs. The fertilization was done everc 2 dacs in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analcsis is used as data analcsis test method to analcsis the plant height, number of leaf, weight of moist and drc data.

The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and drc. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.

(3)

i

PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU (Molasse) PADA

FERMENTASI URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM

MERAH (Amaranthus tricolor L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

Emilia Vianney Jainurti

Nim : 121434035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Karyaku yang sederhana ini dengan penuh cinta

kepada:

Orang Tuaku Tercinta

Kakak dan adik - adik

Keluarga dan Saudara

Sahabat

Program Studi Pendidikan Biologi

(7)

v

MOTTO:

SAYA TIDAK GAGAL JIKA BERBUAT SALAH,

TAPI SAYA GAGAL KETIKA SAYA BERHENTI

(8)
(9)
(10)

viii

PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU

(Molasse

) PADA FERMENTASI URIN SAPITERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM

MERAH (

Amaranthus tricolor L.)

Emilia Vianney Jainurti

121434035

ABSTRAK

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komoditas

sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semakin tinggi. Permasalahan yang dihadapi adalah kurang tersedianya unsur hara dalam media pertumbuhan. Oleh karena itu, penelitian ini memanfaatkan urin sapi yang difermentasi dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (A.

tricolor L.) dan mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada

fermentasi urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.

Fermentasi urin sapi terdapat 4 kelompok yaitu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) masing-masing kelompok terdiri dari 7 ulangan. Sebanyak 600 mL urin sapi ditambahkan tetes tebu (molasse) lalu difermentasi selama 14 hari. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama 1 bulan dengan perbandingan pupuk : air = 1 : 2. Data dianalisis menggunakan uji statistic yaitu anova dan Duncan dengan parameter yang diamati adalah tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaitu penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah dosis terbaik untuk penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah.

(11)

ix

THE INFLUENCE OF MOLASSE ADDITION ON COW’S URINE FERMENTATION TO THE GROWTH OF RED AMARANTH (Amaranthus

tricolor L.)

Emilia Vianney Jainurti

121434035

ABSTRACT

The red amaranth is favorite vegetable commodity which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availability at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.

There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 days. The fertilization was done every 2 days in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analysis is used as data analysis test method to analysis the plant height, number of leaf, weight of moist and dry data.

The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and dry. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tetes Tebu (Molasses) pada Fermentasi Urin Sapi terhadap Pertumbuhan Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.) ”Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan, semangat dan doa yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melindungi dan membimbing penulis

dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Rohandi, Ph. D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc. Selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu PuspitaRatna Susilawati, M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing yang

dengan sabar dan tulus membimbing penulis selama proses penyusunan

skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi yang telah membimbing dan

mengajari penulis selama perkuliahan di Pendidikan Biologi.

6. Segenap Staf Karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah membantu dan melayani segala keperluan akademik penulis.

7. Bapak Slamet yang dengan senang hati selalu membantu penulis dalam

merawat tanaman bayammerah di kebun Anggur.

8. Orang tuaku tercinta, Bapak Nikolaus Tumbung dan Ibu Sovia Manis,

kakak (Rati), adik – adik ( Saris, Valni, Nedi), saudara-saudaraku, dan segenap keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat kepada

penulis untuk mendukung penulis dalam menjalankan tugas studi.

9. Ichi, Emi, Tammy, Melly,JK,fyb, Frida, Darwis, Roidi, Agus, Efis, Justin,

Seno, Dani, Ninong, kak Eva, danpakSlamet, yang tiadak henti-hentinya

(13)

xi

10. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan

doa, bantuan dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan dan bagi pembaca pada

umumnya.

Penulis

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO………..v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

C. TUJUAN PENELITIAN ...6

D. MANFAAT PENELITIAN ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) ...8

1. KLASIFIKASI BAYAM MERAH ...8

2. MORFOLOGI ...10

3. MANFAAT DAN KANDUNGAN ...10

4. SYARAT TUMBUH...14

(15)

xiii

1. PUPUK ORGANIK ...12

2. PUPUK ORGAIK CAIR ...13

a. KRITERIA PUPUK CAIR YANG BAIK ...13

C. KANDUNGAN NUTRIEN PADA PUPUK CAIR ...14

a. NITROGEN ...15

F. PENELITIAN YANG RELEVAN………24

G. KERANGKA BERPIKIR………..26

3. FERMENTASI URIN SAPI ...32

4. AKLIMATISASI ...33

5. PEMUPUKAN ...33

6. PEMELIHARAAN……….33

7. PENGAMBILAN DATA………...34

8. UJI PUPUK………35 E. METODE ANALISIS DATA ...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...36

(16)

xiv

B. PARAMETER PERTUMBUHAN ...40

1. TINGGI TANAMAN BAYAM MERAH ...41

2. JUMLAH DAUN BAYAM MERAH………....57

3. BERAT BASAH BAYAM MERAH……….52

4. BERAT KERING BAYAM MERAH………58

BAB V IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN ...59

BAB VI PENUTUP ...64

A. KESIMPULAN ...66

B. SARAN ...68

(17)

xv

DAFTAR TABEL

TABEL1.1 PERBANDINGAN KANDUNGAN BAYAM MERAH DAN

BAYAM HIJAU………...1

TABEL2.1 STANDAR MUTU PUPUK ORGANIK CAIR ... 14

TABEL2.2 KANDUNGAN ZAT HARA PADA SAPI-CAIR ... 17

RABEL2.3KOMPOSISI TETES TEBU ... 21

TABEL4.1 PENAMBAHAN TINGGI TANAMAN ... 46

TABEL4.2 PENAMBAHAN JUMLAH DAUN ... 51

TABEL4.3 BERAT BASAH BAYAM MERAH ... 57

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 BAYAM MERAH………9

GAMBAR 2.2 BAGAN KERANGKA BERPIKIR………..28

GAMBAR 4.1 UJI KANDUNG NITROGEN………..36

GAMBAR4.2 TINGGI TANAMAN ………41

GAMBAR4.3 JUMLAH DAUN………47

GAMBAR4.4 BERAT BASAH ………52

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SILABUS………..70

LAMPIRAN 2 RPP………79

LAMPIRAN 3 DATA HASIL PENGAMATAN……….116

LAMPIRAN 4 UJI NITROGEN………...121

LAMPIRAN 5UJI STATISTIK TINGGI TANAMAN………...123

LAMPIRAN 6 JUMLAH DAUN ………124

LAMPIRAN 7 BERAT BASAH………..125

LAMPIRAN 8 BERAT KERING………126

LAMPIRAN 9 DATA SUHU DAN KELEMBABAN………127

LAMPIRAN 10GAMBAR PROSES FERMENTAS………..128

LAMPIRAN 11GAMBAR PROSES PENANAMAN BAYAM MERAH....129

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan

komoditas sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pemilihan

varietas merupakan faktor yang mempengaruhi hasil produksi bayam merah.

Penanaman varietas unggul merupakan salah satu cara dalam peningkatan

produksi bayam merah. Karena besarnya variasi lingkungan tumbuh bayam

merah di Indonesia dan besarnya interaksi variasi dengan lingkungan, maka

varietas unggul yang diperlukan adalah varietas yang mempunyai

produktivitas tinggi dan varietas yang stabil dalam berinteraksi dengan

lingkungan (Rukmana, 2002). Menurut Sunarjono (2014) meningkatnya minat

masyarakat terhadap sayur-sayuran, khususnya bayam merah yang merupakan

sayuran bergizi tinggi dan digemari oleh semua lapisan masyarakat dapat

memberikan motivasi yang kuat bagi petani untuk mengusahakan dan

membudidayakan tanaman bayam merah secara intensif

Tabel 1.1 kandungan vitamin A (Morris, 2008)

Kandungan bayam hijau bayam merah

(21)

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman

bayam merah yang baik dengan melakukan pemupukan. Bayam banyak

dipromosikan sebagai sayuran daun sumber gizi bagi penduduk di negara

berkembang. Di dalam negeri kebutuhan gizi makin hari makin bertambah

sesuai dengan kenaikan jumlah penduduk, meningkatnya usia, taraf hidup

yang lebih baik dan kesadaran akan pentingnya gizi dalam makanan

sehari-hari. Hal ini menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura

khususnya tanaman bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada

tahun 2012, Indonesia memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha

(BPS, 2013). Salah satu hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang

tersedianya unsur hara dalam media tumbuh yang digunakan, khususnya pada

pemnafaatan urin sapi. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi

tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut sehingga

diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana dkk;

2013).

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

ketersediaan, kecukupan, dan efisiensi serapan hara bagi tanaman yang

mengandung mikroorganisme sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk

anorganik (N,P,K) dan meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem

pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian

(22)

pencemaran lingkungan dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya

tanaman pertanian dengan limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai

digalakkan oleh beberapa peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang

menerapkannya. Padahal jika limbah peternakan urin sapi diolah menjadi

pupuk organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu

dapat memperbaiki struktur kandungan organik tanah karena memiliki

bermacam-macam jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah selain

itu juga menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan (Affandi,

2008). Menurut Lingga (1991) urin sapi memiliki potensi yaitu jenis

kandungan haranya yaitu N = 1,00%, P = 0,50% dan K = 1,50%.

Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi

membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi

pencemaran lingkungan. Urin sapi yang berada di kelurahan bayan sangat

banyak, akan tetapi urin tersebut belum di manfaatkan oleh peternak setempat.

Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari

limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urin, sisa pakan, dan air sisa

pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al; 1993).

Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan

berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal

ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat

(23)

Urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair setelah dicampur

dengan campuran tertentu. Bahan baku urin yang digunakan merupakan

limbah dari peternakan yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Pupuk

organik cair dari urin sapi ini merupakan pupuk yang berbentuk cair tidak

padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting

guna kesuburan tanah. Namun, pupuk organik cair dari urin sapi ini juga

memiliki kelemahan, yaitu kurangnya kandungan unsur hara yang dimiliki

jika dibandingkan dengan pupuk buatan dalam segi kuantitas (Sutato, 2002).

Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah meningkatkan

produksi volume urin yang akan diolah dengan cara memilih urin sapi sebagai

bahan bakunya. Dengan mengolah urin sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih

meningkatkan kandungan haranya, maka perlu ditambahkan tetes tebu yang

memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan kualitas pupuk

yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin

yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal hasilnya pada

tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material tambahan dalam

pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh dari tetes tebu

(Wijaya, 2008).

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi yang

didapatkan dari proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses

pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan

(24)

karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan

dalam proses fermentasi. Fungsi tetes tebu dalam proses fermentasi adalah

sebagai aditif yang berfungsi untuk penyuburan mikroba, karena dalam tetes

tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae.

Sacharomyces cereviceae berperan untuk menghancurkan material

organik yang ada di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N)

dalam jumlah yang tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba

selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan

material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan

untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin

berlangsung dengan sempurna. Dalam peneliti akan diuji pengaruh

penambahan tetes tebu (molasses) pada fermentasi urin sapi terhadap

pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah

(25)

2. Berapakah penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi

urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) yang terbaik?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tetes tebu (molasse)

pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan tanaman bayam

merah (Amaranthus tricolor L.)

2. Mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi

urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah

(Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru mengenai

pemanfaatan urin sapi dan budidaya bayam merah (Amaranthus

tricolor L.)

2. Bagi masyarakat

a) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

pemanfaatan urin sapi sebagai bahan dasar yang dapat

(26)

b) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

penyediaan pupuk organik cair berkualitas tinggi yang dapat

dilakukan secara mandiri serta mendapatkan alternatif

pemanfaatan urin sapi yang bernilai tinggi.

3. Bagi dunia pendidikan

a) Menjadi bahan pembelajaran mengenai peranan mikrobia

dalam fermentasi, cara bercocok tanam, dan dapat dikaitkan

dengan materi pembelajaran.

b) Pengenalan terhadap siswa-siswi tentang pemanfaatan limbah

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.)

1. Klasifikasi bayam merah

Bayam merah merupakan salah satu varietas dari Amaranthus tricolor

L. Varietas bayam unggul ada 7 macam yaitu; varietas Giri Hijau, Giti Merah,

Maksi, Raja, Betawi, Skop, dan Hijau. Beberapa varietas bayam cabut unggul

adalah Cempaka 10 dan Cempaka 20.Giti merah adalah salah satu varietas

bayam yang unggul dari A. tricolor. Ciri-ciri bayam cabut adalah memiliki

batang berwarna kemerah-merahan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak

cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan

yang batangnya putih disebut bayam putih. Tanaman bayam berasal dari daerah

Amerika yang beriklim tropis, bayam merupakan tanaman sayuran yang

dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus sp. Kata “maranth” dalam bahasa

(28)

Menurut Saparinto (2013) klasifikasi dalam sistematika tumbuhan,

tanaman bayam merah:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Sub classis : Hamamelidae

Ordo : Caryphyllales

Familia : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus tricolor L.

2. Morfologi Tanaman Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)

Sistem perakaran bayam meram merah menyebar dangkal pada

kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang. Batang tegak, tebal,

berdaging dan banyak mengandung air. Tanaman bayam merah berbentuk

perdu (semak), tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur

semusim atau lebih. Daun bulat telur, ujung agak meruncing dan urat-urat daun

yang jelas. Daun berwarna merah, bunga berukuran kecil, berjumlah banyak

terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah.

(29)

yaitu dapat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Penyerbukan

berlangsung dengan bantuan angin dan serangga. Biji berukuran sangat kecil

dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna merah coklat tua sampai mengkilap

sampai hitam kelam. Namun ada beberapa jenis bayam yang mempunyai warna

biji putih, misalnya bayam maksi yang bijinya berwarna merah (Saparinto,

2013).

3. Manfaat dan kandungan

Bayam merah memiliki banyak manfaat karena mengandung vitamin

A dan C, sedikit vitamin B, kalsium, fosfor, dan zat besi. Zat besi yang

terkandung pada bayam merah (7 mg/100 g) lebih banyak dibandingkan bayam

hijau, maka bayam merah dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai bahan

alternatif untuk mencegah dan mengatasi anemia defisiensi zat besi (besi

merupakan penyusun sitokrom, protein yang terlibat dalam fotosintesis)

sehingga berguna bagi penderita anemia (Sunarjono, 2014).

4. Syarat tumbuh

a. Iklim

Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan

akan sinar matahari untuk tanaman bayam merah cukup besar yaitu 400 –

800 lux. Suhu rata – rata 20 – 32°C (Saparinto, 2013). Kelembaban udara

(30)

2000 mm/tahun dengan kelembaban diatas 60% (Fazria, 2011). Tanaman

bayam dapat tumbuh optimal pada ketinggian 0 – 700 meter. Namun pada

umumnya tanaman ini lebih baik tumbuh di dataran tinggi yang bersuhu

rendah (Hadisoeganda, 1996).

b. Tanah

Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah

maupun di dataran tinggi. pH yang baik untuk pertumbuhannya antara

6-7. Di bawah pH 6, tanaman bayam akan kerdil, sedangkan di atas pH 7,

tanaman akan menjadi klorosis (warnanya putih kekuning-kuningan),

terutama pada daun yang masih muda (Ariyanto, 2008). Tanaman bayam

sangat reaktif terhadap ketersediaan air di dalam tanah. Bayam termasuk

tanaman yang membutuhkan air yang cukup, kelerangan lahan untuk

budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15° – 45°. Tanaman bayam

tumbuh di semua jenis tanah seperti ultisol, inceptisol, andisol, dan

entisol. Pemberian air yang cukup, aerasi yang optimal dapat

meningkatkan produksi daun bayam. Namun struktur tanah yang keras

akan menyebabkan daun tanaman layu dan tidak produktif

(31)

B. Pupuk

1. Pupuk organik

Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki senyawa organik

dengan perbandingan C atau N yang ada dalam tanah. Senyawa tersebut dapat

digunakan untuk merangsang penyebaran nutrisi yang sulit masuk ke dalam

tubuh mikroorganisme. Perbandingan seimbang banyak mikroorganisme yang

mati dapat terurai kembali menjadi unsur-unsur nutrisi untuk kesuburan tanah.

Pupuk organik mempunyai kompisisi unsur hara yang lengkap tetapi jumlah

tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Pada umumnya pupuk organik

mengandung N, P, K dalam jumlah yang rendah tetapi bisa menambahkan

unsur hara mikro esensial. Sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik

mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan

memperbaiki struktur tanah. Bahan organik juga memacu perkembangan

bakteri dalam biota tanah (Sutedjo, 2010).

2. Pupuk Organik Cair

a. Kriteria Pupuk Cair Yang Baik

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan – bahan

organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik

ini adalah mampu menyediakan hara secara cepat, tidak merusak tanah dan

(32)

memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke

permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk cair lebih

mudah diserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai.

Tanaman menyerap hara melalui akar dan daun. Pemanfaatan pupuk cair tidak

hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di bagian daun – daun

(Hadisuwito, 2012).

Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar mutu pupuk organik cair (Permentan, 2011)

Parameter Satuan Standar mutu

C – Organik % Min 6

Ph - 4 – 9

N, P, K % 3 – 6

Mn, Cu, Zn ppm 250 – 5000

Fe Total ppm 90 – 900

Fe tersedia ppm 5- 50

Co ppm 5 – 20

Mo ppm 2- 10

La, Ca ppm 0

C. Kandungan nutrien pada pupuk cair

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak

beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun

yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S Ca, Mg, B, Mo,

(33)

manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan

klorofil daun. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang

diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara

alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan

yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah, dalam arti

produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang

berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

Banyaknya kandungan unsur hara yang ada di dalam lahan pertanian

dapat dilihat secara sederhana dari penampakan visual warna tanaman.

Misalnya ada tanaman yang kelihatan hijau sementara yang lainnya terlihat

kekuningan. Tanaman hijau menggambarkan bahwa tanah tersebut

mempunyai cukup unsur hara, sedangkan tanaman yang berwarna kuning

biasanya menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak cukup mempunyai unsur

hara. Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan

organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu.Pupuk cair

menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan

mikroorganisme di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair.

Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di

dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap unsur hara terutama melalui akar,

(34)

manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi

juga di bagian daun-daun (Suhedi, 1995).

a. Hara Nitrogen (N)

Kandungan nitrogen dalam tanaman paling banyak dibanding hara

mineral yang lain, yaitu sebanyak 2-4% dari berat kering tanaman.

Kecuali dalam bentuk yang melalui proses fiksasi nitrogen pada tanaman

legume, tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-) atau

ion amonium (NH4-). Nitrogen berperan penting sebagai penyusun

klorofil, yang menjadikan daun berwarna hijau. Warna daun ini

merupakan petunjuk yang baik suatu tanaman. Kandungan nitrogen yang

tinggi menjadikan dedaunan lebih hijau dan mampu bertahan lama,

sehingga untuk sejumlah tanaman menyebabkan keterlambatan ini sampai

pada tingkat yang tidak menguntungkan bagi tanaman, maka dapat

menyebabkan tanaman mengalami gagal panen. Tanaman yang kaya

nitrogen akan memperlihatkan warna daun kuning pucat sampai hijuan

kemerahan, sedangkan jika kelebihan unsur nitrogen akan berwarna hijau

kelam (Poerwowidodo, 1996).

b. Hara Fosfor (P)

Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur

(35)

tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk

pertumbuhannya secara normal. Fungsi penting fosfor di dalam tanaman

yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan

energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam

tanaman lainnya (Winarso, 2005). Fosfor juga mempunyai peran penting

dalam membrane sel tanaman, tempat fosfor tersebut terikat pada molekul

lipida yang merupakan senyawa yang dikenal sebagai fosfolipida

(Samekto, 2008). P dalam tanaman berfungsi dapat mempercepat

pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat

pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat

mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan

biji-bijian. Sumber zat fosfat berada di dalam tanah sebagai fosfat mineral

yang kebanyakan dalam bentuk batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman,

bahan organik, dan dalam bentuk pupuk buatan (Sutejo, 1990).

c. Hara Kalium (K)

Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam

tanaman. Kadarnya 4 - 6 kali besar dibanding P, Ca, Mg, dan S. Kalium

diserap dalam bentuk kation K monovalensi dan tidak terjadi transformasi

K dalam tanaman. Bentuk utama dalam tanaman adalah kation K

monovalensi. Kation ini unik dalam sel tanaman. Unsur K sangat

berlimpah dan mempunyai energi hidrasi rendah sehingga tidak

(36)

berinterverensi dengan fase pelarut dari kloroplas. Kekurangan kalium

dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun tampak -keriting dan

mengkilap. Selain itu, juga dapat menyebabkan tangkai daun lemah

sehingga mudah terkulai (Pranata, 2004).

D. Urin sapi

1. Kandungan urin sapi

Pengelolaan limbah cair peternakan sapi masih sangat kurang di

tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi kandungan unsur

N, P, K di dalam kotoran cair lebih banyak dibandingkan dengan kotoran

padat. Berikut adalah tabel kandungan saat hara pada kotoran sapi cair:

Tabel 2.2 Kandungan saat hara pada kotoran ternak sapi-cair (Lingga, 2004)

Bentuk

mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur

tumbuh diantaranya adalah IAA (Priantyo, 2002). Urin sapi memiliki bau yang

khas sehingga dapat mencegah serangan berbagai hama pada tanaman

(37)

organik cair yang sangat berguna bagi pertanian. Pupuk organik cair adalah

jenis pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah

dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah.

2. Pemanfaatan Urin Sebagai Pupuk

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme

sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan

meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem pemanfaatan limbah

ternak sapi sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian semakin lama

semakin berkembang. Dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan

dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya tanaman pertanian dengan

limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai digalakkan oleh beberapa

peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang menerapkannya. Padahal jika

limbah peternakan urin sapi diolah menjadi pupuk organik mempunyai efek

jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur

kandungan organik tanah karena memiliki bermacam-macam jenis kandungan

unsur hara yang diperlukan tanah selain itu juga menghasilkan produk pertanian

yang baik bagi kesehatan (Affandi, 2008).

3. Proses Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi

(38)

segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi,

hidrolisa, atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada

suatu subsrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Prinsip dari

fermentasi ini adalah bahan organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran

temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi. Studi tentang jenis bakteri

yang respon untuk fermentasi telah dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang.

Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi

selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligat

yang respon dalam proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang

menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaaan.

Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat

dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat

terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit - unit glukosa dengan bantuan enzim

amilase dan enzim glukosidase, dengan adanya kedua enzim tersebut maka pati

akan segera terdegradasi menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut oleh

khamir akan diubah menjadi alkohol (Affandi, 2008).

Akan tetapi fermentasi urin sebagai pupuk organik cair yang dilakukan

oleh bakteri ternyata juga terdapat beberapa kelemahan, diantaranya tidak

semua N diubah menjadi bentuk yang mudah diserap akan tetapi dipergunakan

oleh bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Upaya untuk

mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk cair

(39)

tebu yang memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan

kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja,

maka fermentasi urin yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal

hasilnya pada tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material

tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh

dari tetes tebu (molasse). Menurut penelitian Kurniadinata (2008), pupuk cair

dari urin sapi harus melalui proses fermentasi terlebih dahulu, kurang lebih 7

hari pupuk cair urin sapi dapat digunakan dengan indikator pupuk cair terlihat

bewarna kehitaman dan bau yang tidak terlalu menyengat. Dalam proses

fermentasi urin sapi menggunakan 1% dekomposer yang bertujuan untuk

mempercepat proses fermentasi.

Menurut penelitian Soleh (2012), pupuk cair sudah dapat digunakan

setelah melalui beberapa proses selama 14 hari dengan indikator bau ureum

pada urin sudah berkurang atau hilang. Proses fermentasi yang dilakukan

dengan menambahkan agen hayati sebanyak 2%.

E. Tetes Tebu ( molasse)

Tetes tebu merupakan hasil samping industri gula yang mengandung

senyawa nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi

terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar

37% (Suatuti, 1998). Tetes tebu (molasse) adalah sejenis sirup yang merupakan

(40)

karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan.

Komposisi tetes tebu (molasse) mempunyai rentangan batas yang luas dan sulit

untuk menentukan mengenai nilai atau jumlah persentasenya.Berikut adalah

tabel data yang diambil berdasarkan jumlah rata-rata produksi tetes tebu

(molasse) yang diproduksi dari berbagai daerah menurut Academic Press Inc

dalam Huda, 2013 :

Tabel 2.3 Komposisi tetes tebu (molasse)

Komponen interval Nilai

persentase

Substance other carbohydrates ash 5-12 9

Nitrogen Coumpound 1-5 3

Asam Non Nitrogen 2- 5 4

Was, sterol, and phospholipids 7 – 15 12

Pigmen 2 -6 4.5

Vitamin – vitamin 2-6 5

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi. Prosesnya

merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan

senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme.

Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan karbon (C) dan

nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses

fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi urine sapi dan menyuburkan

(41)

nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae merupakan kelompok

mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast).Taksonomi dari pada S.

cereviceae adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Division : Ascomycota

Class : Ascomycetes

Ordo : Sacharomycetales

Familia : Sacharomycetaceae

Genus : Sacharomyces

Species : Sacharomyces cerevisiae

S. cereviceae bertugas untuk menghancurkan material organik yang ada

di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang

tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran

material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang

mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk menambah

kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan

sempurna. Selain itu, berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu tersebut

mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai

nutrien yang diperlukan mikroorganisme juga dapat meningkatkan kecepatan

proses produksi pengolahan urin sapi menjadi pupuk dalam waktu yang relatif

(42)

Molasse adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu

(Saccharum officinarum L.). Molasse kaya akan biotin, asam pantotenat,

tiamin, fosfor, dan sulfur. Molasse digunakan secara luas sebagai sumber

energi untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik,

dan diaplikasikan pada budidaya perairan. Karbohidrat dalam molasse siap

digunakan untuk fermentasi tanpa perlakuan terlebih dahulu karena sudah

berbentuk gula (Hidayat et al, 2006).

Molasse mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan

mikroorganisme, sehingga dapat dijadikan bahan alternatif untuk sumber energi

dalam media fermentasi. Sumber energi berguna untuk pertumbuhan sel

mikroorganisme (Kusmiati et al; 2007). Selanjutnya dijelaskan oleh

Simanjuntak (2009), molasse banyak mengandung gula dan asam-asam

organik. Kandungan gula pada molasse terutama sukrosa berkisar 48-55%,

sehingga cukup potensial untuk fermentasi asam asetat yang merupakan sumber

glukosa utama bagi bakteri (Huda, 2013). Komposisi nutrisi molasse dalam 100

% bahan kering adalah 0.3 % lemak kasar, 0.4 % serat kasar, 84.4 % BETN,

3.94 % protein kasar dan 11% abu (Sutardi, 1981).

Penelitian sebelumnya menggunakan molasse pernah dilakukan oleh

Huda (2013) bahwa penggunaan molasse sebanyak 60 ml meningkatkan

kandungan nitrogen dari 0.137% menjadi 0.362% dan besar peningkatannya

yaitu 164.23%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Setyawati dan Rahman

(43)

dibandingkan gula pasir dan gula jawa dan hasil penelitian menunjukkan lama

waktu fermentasi yang optimal yaitu 14 hari dengan hasil nitrogen yaitu

3.745% pada penggunaan molasse sebanyak 50 ml.

F. Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan adalah sebagai berikut :

No Peneliti Judul/ permasalahan Hasil

1. Supriyanto, 2014 Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair Urin

pertumbuhan tertinggi pada semai jabon diperoleh pada perlakuan M1 dengan dosis POC urin sapi 150 ml/L air dengan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yaitu 6,38 cm, sedangkan pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan M0 yaitu 2,52 cm dengan perlakuan tanpa pemberian POC Urin Sapi. 2. Kirani, 2013 Pertumbuhan dan Hasil

Tiga Varietas Bayam

(Amaranthussp.) Pada Berbagai Macam Media

Tanam Secara

Hidroponik.

Varietas Giti Merah dan penggunaan media arang sekam berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman pada tanaman bayam secara bunting menunjukkan produktivitas optimal pada dosis 0,5ml/liter air sedangkan pupuk cair organik bahan dasar slury memberikan produktivitas optimal pada dosis 3ml/liter air

4 Huda, 2013 Pembuatan Pupuk

Organik Cair Dari Urin Sapi Dengan Aditif Tetes Tebu (Molasse) Metode

(44)

Fermentasi dapat dikatakan bahwa urin sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik cair bermutu tinggi, rasio volume optimal tetes tebu terdapat pada sampel E, dan peningkatan kadar Nitrogen pada penelitian ini adalah sebesar 0,225 %.

5. Mappanganro dkk., 2010

Pertumbuhan Dan

Produksi Tanaman Stroberi Pada Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Dan Urin Sapi Dengan

Sistem Hidroponik Irigasi Tetes

Pupuk organik cair sapi memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman dan

jumlah daun tanaman stroberi, Penambahan urin sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman stroberi. Pupuk

organik cair sapi (6 mL L-1) dan urine sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik pada tinggi

tanaman dan jumlah daun,

6 Susetyo, 2013 Pemanfaatan Urin Sapi Sebagai Poc (Pupuk Organik Cair) Dengan Penambahan Akar Bambu Melalui Proses Fermentasi Dengan Waktu Yang Berbeda

Kandungan N paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi melalui proses fermentasi 14 hari), perlakuan yang menghasilkan kandungan P (Fospor) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi) dan perlakuan yang menghasilkan kandungan K (Kalium) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi).

G. Kerangka Berpikir

Meningkatnya kebutuhan sayuran berjalan seiring dengan jumlah

(45)

mengkonsumsi sayuran dalam porsi dan komposisi gizi yang seimbang. Hal ini

menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura khususnya tanaman

bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada tahun 2012, Indonesia

memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha (BPS, 2013). Salah satu

hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang tersedianya unsur hara dalam

media tumbuh yang digunakan. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur

hara bagi tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut

sehingga diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana,

dkk. 2013).

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme

sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan

meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Upaya untuk mengatasi

kelemahan tersebut adalah meningkatkan produksi urin yang akan diolah

dengan cara memilih urin sapi sebagai bahan bakunya. Dengan mengolah urin

sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih meningkatkan kandungan haranya,

maka perlu ditambahkan tetes tebu yang memiliki kandungan bahan organik

yang dapat meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya

memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin yang dijadikan sebagai pupuk

cair tidak begitu maksimal hasilnya pada tanaman.Maka dari itu, proses ini

memerlukan material tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut.Material

(46)

proses fermentasi adalah sebagai sumber karbon yang berfungsi untuk

penyuburan mikroba, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi

bakteri Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae berperan untuk menghancurkan

material organik yang ada di dalam urin dan tentunya S. cereviceae juga

membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit untuk nutrisi

mikroba. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran

material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang

mengandung komponen nitrogen untuk menambah kandungan unsur hara agar

proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna dan bisa digunakan

sebagai pupuk organik cair bagi tanaman. Bagan kerengka berpikir sebagai

berikut:

(47)

H. Hipotesa

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa sementara dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah

(Amaranthus tricolor L.).

2. Penambahan tetes tebu (molasse) 60 ml pada fermentasi urin sapi dapat

menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, yang

dapat didefinisikan sebagai kegiatan terperinci yang direncanakan untuk

menghasilkan data (Suparno, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk melihat

apakah ada pengaruh penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi terhadap

pertumbuhan bayam merah. Adapun variabel-variabel yang digunakan sebagai

berikut :

1. Variabel bebas : penambahan tetes tebu (molasse) 20ml, 40ml, 60ml

pada fermentasi urin sapi.

2. Variabel terikat : pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah

dan berat kering.

3. Variabel kontrol : benih tanaman bayam merah, umur tanaman dan

waktu penyiraman, volume air penyiraman, suhu dan kelembaban

(49)

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa batasan

penelitian antara lain sebagai berikut :

1. Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) varietas Gitimerah

2. Tetes tebu (molasse) berupa cairan kental berwarna hitam pekat yang

merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Tetes tebu

diperoleh dari tokoh pertanian Tajem.

3. Urin sapi yang digunakan berasal dari peternakan sapi dari kelurahan

Bayan.

4. Parameter pertumbuhan yang diukur dan diamati meliputi tinggi

tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering.

C. Alat dan bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian

Bahan

1. urin sapi

2. benih bayam merah (Amaranthus tricolor L.) var. Gitimerah

3. tetes tebu

Alat

1. gelas ukur besar 1000 ml

2. pipet volum 10 ml

(50)

4. timbangan analitik Acis

5. pengaduk, hygrometer (HAar-Bye Hygro)

6. thermometer

7. polybag 35 cm x 35 cm

8. cetok

9. mistar dan alat tulis

D. Cara Kerja

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 April 2016 sampai 30 April

2016 di kebun Anggur Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.

Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahapannya itu persiapan media,

penyiapan bibit sekaligus penyemaian, pembuatan pupuk organik cair (urin

sapi) dengan metode fermentasi, aklimatisasi, pemupukan, pemeliharaan dan

tahap pengambilan data. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam

penelitian :

1. Penyiapan media

Wadah tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag

berukuran 35 cm x 35 cm, dan berwarna hitam. Media tanam yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tanah humus dengan masing- masing

(51)

2. Penyiapan bibit

Benih bayam merah yang digunakan adalah varietas Gitimerah

sebelum melakukan penelitian, benih bayam merah terlebih dahulu

disemai. Wadah tanam yang digunakan untuk penyemaian (Lampiran 11)

adalah polybag berukuran 35 x 35 cm, dan berwarna hitam dengan media

tanamnya adalah tanah humus. Ciri umum tanah humus berwarna

kehitaman. Benih bayam merah dimasukkan ke dalam polybag sedalam 1

cm, tutup permukaanya dengan media tanam. Penyiraman dilakukan setiap

sore. Benih akan tumbuh menjadi bibit bayam merah maksimal 1,5

minggu. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan bibit bayam merah

dari polybag pembibitan ke dalam polybag perlakuan adalah 3 hari.

3. Fermentasi urin sapi

Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah

fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu (lampiran 10)

masing-masing 20 ml, 40 ml, 60 ml. Untuk pembuatan pupuk organik cair

sebanyak 700 mL urin sapi dimasukkan ke dalam botol kemudian

ditambahkan tetes tebu (molasse) sebanyak 20 mL. Botol ditutup rapat dan

didiamkan selama 14 hari 14 malam. Akhir proses fermentasi ditandai

dengan warna urin sapi menjadi coklat kehitaman serta bau urinnya hilang.

Setelah hari ke-15 fermentasi urin sapi dituangkan dalam Erlenmeyer dan

(52)

kadar ammonia. Pada pembuatan pupuk organik cair dengan penambahan

tetes tebu 40 ml dan 60 ml, tetes tebu yang ditambahkan dalam proses

fermentasi masing - masing 40 ml dan 60 ml kemudian difermentasi.

Proses fermentasi sama dengan perlakuan penambahan tetes tebu 20 ml.

Untuk kontrol urin sapi sebanyak 700 ml dimasukkan dalam botol

kemudian ditutup rapat tanpa penambahan apapun.

4. Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan selama 3 hari, mulai dari pemindahan bibit

tanaman sampai diberi perlakukan fermentasi urin sapi (Lampiran 11).

Aklimatisasi dilakukan untuk memberikan penyesuaian atau adaptasi

terhadap tanaman setelah pemindahan ke polybag.

5. Pemupukan

Pemupukan pada tanaman bayam merah dilakukan setelah

aklimatisasi. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama jangka waktu 1

bulan dengan perbandingan pemberian pupuk adalah 1 : 2 (Lampiran 10).

Pemberian pupuk masing – masing polybag sebanyak 5 ml pupuk organik

(53)

6. Pemeliharaan tanaman bayam merah, meliputi :

 Penyiraman

Penyiraman adalah salah satu factor penentu keberhasilan dalam

penelitian ini. Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore.

Banyaknya air yang disiram setiap polybag adalah 100 ml. Media

tanam dalam polybag tanaman bayam merah harus selalu diperhatikan

agar tetap terjaga dan tidak mengalami kekurangan atau kelebihan air.

Kelembaban dan suhu udara (Lampiran 9) juga harus diperhatikan,

pengukuran kelembaban udara dan suhu udara menggunakan alat

higrometer dan termometer.

 Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut

gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun lahan sekitarnya dan

selalu ada pengecekan dan jenis- jenis hama yang menyerang tanaman.

7. Pengambilan Data

Pengamatan pada tanaman bayam merah dilakukan dua hari sekali

dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun. Untuk memperoleh

data pada penelitian ini, maka pengamatan dilakukan selama 1 bulan.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan mistar dari

pangkal batang diatas permukaan tanah menuju ujung tanaman.

(54)

dengan menghitung jumlah daun yang sudah terbuka sempurna.

Pemanenan tanaman bayam ini dengan cara dicabut dan diusahakan agar

akarnya tidak patah. Pengukuran berat basah setiap perlakuan setelah

dipanen dengan menggunakan timbangan analitik dengan cara

membersihkan akar tanaman dari tanah sebelum ditimbang (Lampiran 12)

8. Uji pupuk

Uji pupuk dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU) UGM

Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 27 April 2016. Kandungan

unsur hara yang diuji adalah nitrogen (N) (Lampiran 4).

E. Metode analisis data

Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengujian. Pengujian data

dilakukan dengan uji anova. Uji anova bertujuan untuk mengetahui apakah data

berbeda secara statistik atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji F One

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Unsur Nitrogen pada Fermentasi Urin Sapi

Dalam pupuk umumnya terkandung 3 unsur hara paling utama bagi

pertumbuhan yaitu N (nitrogen), P (posfor), K (kalium). Unsur hara tersebut,

khususnya nitrogen akan diuji terlebih dahulu sebelum diaplikasi ke tanaman

bayam merah. Kandungan yang terdapat di dalam pupuk merupakan unsur hara

esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan. Hasil uji N

(nitrogen) pada fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu melalui

proses fermentasi selama 14 hari adalah:

(56)

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan nitrogen pada

fermentasi urin sapi setiap penambahan tetes tebu 20 ml, 40 ml, 60 ml lebih

tinggi daripada kontrol. Hal ini terlihat dari Gambar 4.1 yang menunjukkan

bahwa kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada perlakuan 20 ml yaitu 0.97%

dan kandungan paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 0.73%.

Kandungan nitrogen pada pupuk organik cair fermentasi urin sapi belum

memenuhi standar teknis Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011 karena

syarat pupuk secara umum khususnya unsur hara nitrogen adalah 3 – 6 %.

Kandungan nitrogen masih cukup rendah walaupun masa fermentasi

sudah dilakukan selama 14 hari. Menurut Lingga (2004), urin sapi memiliki

potensi yaitu jenis kandungan haranya yaitu N = 1.00%, P = 0.50% dan K =

1.50%. Walaupun unsur nitrogen 1% tetapi pada Gambar 4.1 kandungan unsur

nitrogen rendah hanya 0.73%. Komponen yang terpenting dan berperan

meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah urea. Karena N yang sangat tinggi

banyak terdapat dalam air kencing sangat mudah dan cepat dirubah oleh

bakteri-bakteri menjadi amonium karbonat. Pada akhir fermentasi, sebagian

nitrogen dalam urin akan terlepas ke udara saat proses pengadukan (amoniak)

dan amonium akan mudah larut dalam air. Oleh karena itu nitrogen yang

dihasilkan setelah fermentasi pada kontrol menurun. Hal ini juga dapat

dipengaruhi saat proses fermentasi dari urin sapi tidak berjalan dengan baik

karena ketersediaan karbon bagi bakteri Sacharomyces cereviceae tidak tersedia

(57)

Pada penambahan tetes tebu 20 ml menunjukkan rata-rata kandungan

nitrogen lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 40 ml. Dilihat dari jumlah

sumber energinya bahwa 40 ml lebih besar akan tetapi kandungan nitrogennya

rendah hanya 0.91%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat proses

fermentasi urin sapi memiliki beberapa kelemahan, diantaranya tidak semua N

diubah menjadi bentuk yang mudah diserap, akan tetapi dipergunakan oleh

bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Dampak lain yang terjadi

adalah perubahan-perubahan yang merugikan yaitu dalam N terdapat sebagai

amonium NH4, yang mempunyai sifat labil.

Pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih tinggi kandungan nitrogen

dari pada 40 ml, Hal ini dikarenakan proses fermentasi urin sapi berjalan

dengan baik. Tetes tebu merupakan sumber karbon bagi bakteri S. cereviceae

selama fermentasi berlangsung. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan

senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme.

Fungsi tetes tebu dalam pembuatan pupuk organik cair adalah sebagai

komponen tambahan, selain urin sapi. Selama proses fermentasi, tetes tebu

berfungsi untuk mendukung pertumbuhan mikroba, karena dalam tetes tebu

(molasse) terdapat sukrosa bagi bakteri S. cereviceae. Selain itu, berdasarkan

kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk

gula yang jumlahnya cukup tinggi (64%).

Nutrisi yang diperlukan bakteri juga dapat meningkatkan kecepatan

(58)

(Wijaya, 2008). Adanya kesamaan persentase kandungan nitrogen pada

penambahan tetes tebu 20 ml dan 60 ml dimungkinkan unsur nitrogen yang

terdapat pada molasse banyak sehingga mencukupi dalam menyuplai nitrogen

yang digunakan untuk sintesis protein. Kandungan unsur nitrogen yang tidak

mencukupi, tidak memberikan pengaruh dalam meningkatkan kandungan

nitrogen dalam fermentasi urin. Unsur C-Organik dalam pembuatan pupuk

organik cair digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk

pertumbuhan dan perkembangannya dalam mendegradasi urin sapi selama

proses fermentasi berlangsung.

Penambahan karbohidrat yang tersedia seperti molasse dalam

pembuatan pupuk organik cair dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya

alkohol serta menyediakan sumber energi yang cepat bagi bakteri dan melalui

proses fermentasi mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang

sederhana. Sintesis protein membutuhkan unsur nitrogen yang seimbang. Unsur

nitrogen yang rendah menyebabkan proses fermentasi berlangsung lebih lambat

karena nitrogen menjadi faktor penghambat. Aktivitas mikroorganisme akan

meningkat jika jumlah nitrogen mencukupi sehingga proses penguraian bahan

organik berlangsung lebih cepat dan efektif, dikarenakan proses pemecahan

senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang melibatkan

mikrorganisme berjalan dengan baik.

Menurut penelitian Jeris dan Regan dalam Yulianto (2010), suhu dan pH

(59)

secara anaerob. Suhu pada awal fermentasi sekitar 38°C dapat mempercepat

terjadinya proses fermentasi, sedangkan sesudah fermentasi suhunya menjadi

sekitar 36,5°C. Bakteri menguraikan urin sapi menjadi CO2, uap air dan panas.

Setelah sebagian besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur-angsur

mengalami penurunan. pH pada awal fermentasi sekitar 6,3 sedangkan setelah

fermentasi menjadi sekitar 6,77. Derajat keasaman pada awal proses

pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme

yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam

organik. Pada proses selanjutnya mengkonversikan asam organik yang telah

terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan

mendekati netral. Hasil akhir proses fermentasi pupuk organik cair urin sapi

dengan penambahan tetes tebu ditandai dengan adanya perubahan warna urin

sapi menjadi coklat kehitaman, bau khas urin berkurang, panas, uap air dan

CO2.

B. Parameter Pertumbuhan

Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan tetes tebu (molasses)

pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (Amaranthus

tricolor L.) dengan parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi

tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah

(60)

1. Penambahan Tinggi Tanaman Bayam Merah

Pengukuran tinggi tanaman bayam merah dilakukan saat bayam merah

berumur 4 hari setelah aklimatisasi hingga panen. Data yang diukur adalah

tinggi tanaman akhir dikurangi tinggi tanaman awal. Berikut ini

merupakan penambahan tinggi batang tanaman bayam merah:

Gambar.4.2 Penambahan Tinggi Bayam Merah

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa penambahan tinggi tanaman bayam

(61)

tebu 20 ml yaitu 17.42 cm < 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman bayam

merah dengan penambahan tetes tebu 40 ml lebih tinggi dari penambahan

tetes tebu 20 ml yaitu 19.38 cm > 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman

bayam merah pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah dari

penambahan tetes tebu 40 ml yaitu 17.44 cm < 19.38 cm. Hal ini dapat

dilihat dari bentuk Gambar 4.2 yang menunjukan rata – rata penambahan

tinggi tanaman semakin meningkat dan pada penambahan tetes tebu 60 ml

lebih rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml. Penambahan tinggi

tanaman bayam merah tertinggi pada penambahan tetes tebu 40 ml dengan

rata-rata 19.38 cm sedangkan penambahan tinggi tanaman bayam merah

terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 17.42 cm.

Penambahan tetes tebu 20 ml menghasilkan penambahan tinggi

tanaman bayam merah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini

dikarenakan pada kontrol tidak ada penambahan tetes tebu yang berfungsi

untuk meningkatkan unsur hara pada proses fermentasi urin sapi. Salah

satu unsur hara yang meningkat akibat penambahan tetes tebu adalah

nitrogen. Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting

di dalam tanaman.Senyawa nitrogen adalah salah satu kandungan

protoplasma. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk

asam amino yang akan diubah menjadi protein. Protein adalah salah satu

(62)

pertumbuhan adalah auksin. Auksin berfungsi untuk merangsang

pembelahan sel di daerah kambium, pemanjangan sel pada daerah titik

tumbuh batang.

Menurut Novizan (2005), nitrogen dibutuhkan untuk membentuk

senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa

penting ini dibutuhkan dalam proses metabolisme dan merangsang proses

pertumbuhan. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah besar pada setiap tahap

pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif,

seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Tanpa

suplai nitrogen yang cukup, pertambahan tinggi tanaman tidak maksimal.

Hal ini menyebabkan pembelahan sel, peningkatan jumlah sel dan

pembesaran ukuran sel tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan

proses metabolisme tidak berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman

juga tidak maksimal. yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP tidak

berjalan dengan baik.

Penambahan tetes tebu 40 ml menghasilkan penambahan tinggi

tanaman bayam merah lebih besar dibandingkan dengan panambahan tetes

tebu 20 ml dan 60 ml. Akan tetapi kandungan nitrogen pada penambahan

tetes tebuh 40 ml lebih rendah daripada penambahan tetes tebu 20 ml dan

60 ml (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan kandungan unsur nitrogen

berlebihan yang akan mengurangi fotosintat. Fotosintat akan berkurang

Gambar

GAMBAR 4 .1 UJI KANDUNG NITROGEN………………………………..36
Tabel 1.1 kandungan vitamin A (Morris, 2008)  bayam hijau 9.420 mg
Gambar 2.1 Bayam merah (2010)
Tabel 2.1 Standar mutu pupuk organik cair (Permentan, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada proses fermentasi urin sapi sebagai pupuk organik cair dengan. waktu

Penelitian ini menunjukan perlakuan yang menghasilkan kandungan N paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi melalui

Dengan rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Ammonium Sulfat Terhadap Produksi Etanol Pada Fermentasi Beras

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT dalam kehidupan ini yang telah memberikan segala kenikmatan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan indikator tanaman yang berbuah, sehingga diketahui pengaruh terhadap buah yang dihasilkan.. Perlu dilakukan

Hasil penelitian uji N (Nitrogen) pupuk organik cair urin sapi dengan penambahan presentase akar serai melalui proses fermentasi selama 14 hari dinyatakan

Waktu fermentasi terbaik 28 hari urin sapi sebagai pupuk organik cair dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit karet pada pengamatan tinggi tanaman, diameter batang,

Memberikan informasi mengenai masalah pengaruh urin sapi terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas bawang merah ( Alium ascalonicum L.) Untuk meningkatkan