Emilia Vianney Jainurti 121434035
ABSTRAK
Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komodetas sayuran andalan de Indonesea yang perlu dekembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semaken tengge. Permasalahan yang dehadape adalah kurang tersedeanya unsur hara dalam medea pertumbuhan. Oleh karena etu, peneletean ene memanfaatkan uren sape yang defermentase dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baek. Peneletean ene bertujuan untuk mengetahue pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentase uren sape terhadap pertumbuhan bayam merah (A. tricolor L.) dan mengetahue penambahan tetes tebu (molasse) optemal pada fermentase uren sape untuk menghaselkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaek.
Fermentase uren sape terdapat 4 kelompok yaetu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) maseng-maseng kelompok terdere dare 7 ulangan. Sebanyak 600 mL uren sape detambahkan tetes tebu (molasse) lalu defermentase selama 14 hare. Pemupukan delakukan 2 hare sekale selama 1 bulan dengan perbandengan pupuk : aer = 1 : 2. Data deanaleses menggunakan uje statestec yaetu anova dan Duncan dengan parameter yang deamate adalah tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng.
Pada peneletean ene dapat desempulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentase uren sape berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaetu penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah doses terbaek untuk penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng tanaman bayam merah.
Emilia Vianney Jainurti 121434035
ABSTRACT
The red amaranth is favorite vegetable commoditc which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availabilitc at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.
There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 dacs. The fertilization was done everc 2 dacs in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analcsis is used as data analcsis test method to analcsis the plant height, number of leaf, weight of moist and drc data.
The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and drc. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.
i
PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU (Molasse) PADA
FERMENTASI URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM
MERAH (Amaranthus tricolor L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
Emilia Vianney Jainurti
Nim : 121434035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Karyaku yang sederhana ini dengan penuh cinta
kepada:
Orang Tuaku Tercinta
Kakak dan adik - adik
Keluarga dan Saudara
Sahabat
Program Studi Pendidikan Biologi
v
MOTTO:
“
SAYA TIDAK GAGAL JIKA BERBUAT SALAH,
TAPI SAYA GAGAL KETIKA SAYA BERHENTI
viii
PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU
(Molasse
) PADA FERMENTASI URIN SAPITERHADAP PERTUMBUHAN BAYAMMERAH (
Amaranthus tricolor L.)
Emilia Vianney Jainurti121434035
ABSTRAK
Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komoditas
sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semakin tinggi. Permasalahan yang dihadapi adalah kurang tersedianya unsur hara dalam media pertumbuhan. Oleh karena itu, penelitian ini memanfaatkan urin sapi yang difermentasi dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (A.
tricolor L.) dan mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada
fermentasi urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.
Fermentasi urin sapi terdapat 4 kelompok yaitu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) masing-masing kelompok terdiri dari 7 ulangan. Sebanyak 600 mL urin sapi ditambahkan tetes tebu (molasse) lalu difermentasi selama 14 hari. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama 1 bulan dengan perbandingan pupuk : air = 1 : 2. Data dianalisis menggunakan uji statistic yaitu anova dan Duncan dengan parameter yang diamati adalah tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaitu penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah dosis terbaik untuk penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah.
ix
THE INFLUENCE OF MOLASSE ADDITION ON COW’S URINE FERMENTATION TO THE GROWTH OF RED AMARANTH (Amaranthus
tricolor L.)
Emilia Vianney Jainurti
121434035
ABSTRACT
The red amaranth is favorite vegetable commodity which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availability at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.
There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 days. The fertilization was done every 2 days in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analysis is used as data analysis test method to analysis the plant height, number of leaf, weight of moist and dry data.
The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and dry. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tetes Tebu (Molasses) pada Fermentasi Urin Sapi terhadap Pertumbuhan Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.) ”Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan, semangat dan doa yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melindungi dan membimbing penulis
dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Rohandi, Ph. D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc. Selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu PuspitaRatna Susilawati, M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing yang
dengan sabar dan tulus membimbing penulis selama proses penyusunan
skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi yang telah membimbing dan
mengajari penulis selama perkuliahan di Pendidikan Biologi.
6. Segenap Staf Karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah membantu dan melayani segala keperluan akademik penulis.
7. Bapak Slamet yang dengan senang hati selalu membantu penulis dalam
merawat tanaman bayammerah di kebun Anggur.
8. Orang tuaku tercinta, Bapak Nikolaus Tumbung dan Ibu Sovia Manis,
kakak (Rati), adik – adik ( Saris, Valni, Nedi), saudara-saudaraku, dan segenap keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat kepada
penulis untuk mendukung penulis dalam menjalankan tugas studi.
9. Ichi, Emi, Tammy, Melly,JK,fyb, Frida, Darwis, Roidi, Agus, Efis, Justin,
Seno, Dani, Ninong, kak Eva, danpakSlamet, yang tiadak henti-hentinya
xi
10. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan
doa, bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO………..v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
C. TUJUAN PENELITIAN ...6
D. MANFAAT PENELITIAN ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8
A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) ...8
1. KLASIFIKASI BAYAM MERAH ...8
2. MORFOLOGI ...10
3. MANFAAT DAN KANDUNGAN ...10
4. SYARAT TUMBUH...14
xiii
1. PUPUK ORGANIK ...12
2. PUPUK ORGAIK CAIR ...13
a. KRITERIA PUPUK CAIR YANG BAIK ...13
C. KANDUNGAN NUTRIEN PADA PUPUK CAIR ...14
a. NITROGEN ...15
F. PENELITIAN YANG RELEVAN………24
G. KERANGKA BERPIKIR………..26
3. FERMENTASI URIN SAPI ...32
4. AKLIMATISASI ...33
5. PEMUPUKAN ...33
6. PEMELIHARAAN……….33
7. PENGAMBILAN DATA………...34
8. UJI PUPUK………35 E. METODE ANALISIS DATA ...35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...36
xiv
B. PARAMETER PERTUMBUHAN ...40
1. TINGGI TANAMAN BAYAM MERAH ...41
2. JUMLAH DAUN BAYAM MERAH………....57
3. BERAT BASAH BAYAM MERAH……….52
4. BERAT KERING BAYAM MERAH………58
BAB V IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN ...59
BAB VI PENUTUP ...64
A. KESIMPULAN ...66
B. SARAN ...68
xv
DAFTAR TABEL
TABEL1.1 PERBANDINGAN KANDUNGAN BAYAM MERAH DAN
BAYAM HIJAU………...1
TABEL2.1 STANDAR MUTU PUPUK ORGANIK CAIR ... 14
TABEL2.2 KANDUNGAN ZAT HARA PADA SAPI-CAIR ... 17
RABEL2.3KOMPOSISI TETES TEBU ... 21
TABEL4.1 PENAMBAHAN TINGGI TANAMAN ... 46
TABEL4.2 PENAMBAHAN JUMLAH DAUN ... 51
TABEL4.3 BERAT BASAH BAYAM MERAH ... 57
xvi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 BAYAM MERAH………9
GAMBAR 2.2 BAGAN KERANGKA BERPIKIR………..28
GAMBAR 4.1 UJI KANDUNG NITROGEN………..36
GAMBAR4.2 TINGGI TANAMAN ………41
GAMBAR4.3 JUMLAH DAUN………47
GAMBAR4.4 BERAT BASAH ………52
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 SILABUS………..70
LAMPIRAN 2 RPP………79
LAMPIRAN 3 DATA HASIL PENGAMATAN……….116
LAMPIRAN 4 UJI NITROGEN………...121
LAMPIRAN 5UJI STATISTIK TINGGI TANAMAN………...123
LAMPIRAN 6 JUMLAH DAUN ………124
LAMPIRAN 7 BERAT BASAH………..125
LAMPIRAN 8 BERAT KERING………126
LAMPIRAN 9 DATA SUHU DAN KELEMBABAN………127
LAMPIRAN 10GAMBAR PROSES FERMENTAS………..128
LAMPIRAN 11GAMBAR PROSES PENANAMAN BAYAM MERAH....129
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan
komoditas sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pemilihan
varietas merupakan faktor yang mempengaruhi hasil produksi bayam merah.
Penanaman varietas unggul merupakan salah satu cara dalam peningkatan
produksi bayam merah. Karena besarnya variasi lingkungan tumbuh bayam
merah di Indonesia dan besarnya interaksi variasi dengan lingkungan, maka
varietas unggul yang diperlukan adalah varietas yang mempunyai
produktivitas tinggi dan varietas yang stabil dalam berinteraksi dengan
lingkungan (Rukmana, 2002). Menurut Sunarjono (2014) meningkatnya minat
masyarakat terhadap sayur-sayuran, khususnya bayam merah yang merupakan
sayuran bergizi tinggi dan digemari oleh semua lapisan masyarakat dapat
memberikan motivasi yang kuat bagi petani untuk mengusahakan dan
membudidayakan tanaman bayam merah secara intensif
Tabel 1.1 kandungan vitamin A (Morris, 2008)
Kandungan bayam hijau bayam merah
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman
bayam merah yang baik dengan melakukan pemupukan. Bayam banyak
dipromosikan sebagai sayuran daun sumber gizi bagi penduduk di negara
berkembang. Di dalam negeri kebutuhan gizi makin hari makin bertambah
sesuai dengan kenaikan jumlah penduduk, meningkatnya usia, taraf hidup
yang lebih baik dan kesadaran akan pentingnya gizi dalam makanan
sehari-hari. Hal ini menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura
khususnya tanaman bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada
tahun 2012, Indonesia memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha
(BPS, 2013). Salah satu hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang
tersedianya unsur hara dalam media tumbuh yang digunakan, khususnya pada
pemnafaatan urin sapi. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi
tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut sehingga
diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana dkk;
2013).
Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
ketersediaan, kecukupan, dan efisiensi serapan hara bagi tanaman yang
mengandung mikroorganisme sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik (N,P,K) dan meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem
pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian
pencemaran lingkungan dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya
tanaman pertanian dengan limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai
digalakkan oleh beberapa peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang
menerapkannya. Padahal jika limbah peternakan urin sapi diolah menjadi
pupuk organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu
dapat memperbaiki struktur kandungan organik tanah karena memiliki
bermacam-macam jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah selain
itu juga menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan (Affandi,
2008). Menurut Lingga (1991) urin sapi memiliki potensi yaitu jenis
kandungan haranya yaitu N = 1,00%, P = 0,50% dan K = 1,50%.
Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi
membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi
pencemaran lingkungan. Urin sapi yang berada di kelurahan bayan sangat
banyak, akan tetapi urin tersebut belum di manfaatkan oleh peternak setempat.
Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari
limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urin, sisa pakan, dan air sisa
pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al; 1993).
Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan
berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal
ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat
Urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair setelah dicampur
dengan campuran tertentu. Bahan baku urin yang digunakan merupakan
limbah dari peternakan yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Pupuk
organik cair dari urin sapi ini merupakan pupuk yang berbentuk cair tidak
padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting
guna kesuburan tanah. Namun, pupuk organik cair dari urin sapi ini juga
memiliki kelemahan, yaitu kurangnya kandungan unsur hara yang dimiliki
jika dibandingkan dengan pupuk buatan dalam segi kuantitas (Sutato, 2002).
Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah meningkatkan
produksi volume urin yang akan diolah dengan cara memilih urin sapi sebagai
bahan bakunya. Dengan mengolah urin sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih
meningkatkan kandungan haranya, maka perlu ditambahkan tetes tebu yang
memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan kualitas pupuk
yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin
yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal hasilnya pada
tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material tambahan dalam
pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh dari tetes tebu
(Wijaya, 2008).
Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi yang
didapatkan dari proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses
pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan
karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan
dalam proses fermentasi. Fungsi tetes tebu dalam proses fermentasi adalah
sebagai aditif yang berfungsi untuk penyuburan mikroba, karena dalam tetes
tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae.
Sacharomyces cereviceae berperan untuk menghancurkan material
organik yang ada di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N)
dalam jumlah yang tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba
selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan
material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan
untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin
berlangsung dengan sempurna. Dalam peneliti akan diuji pengaruh
penambahan tetes tebu (molasses) pada fermentasi urin sapi terhadap
pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah
2. Berapakah penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi
urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah
(Amaranthus tricolor L.) yang terbaik?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tetes tebu (molasse)
pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan tanaman bayam
merah (Amaranthus tricolor L.)
2. Mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi
urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah
(Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru mengenai
pemanfaatan urin sapi dan budidaya bayam merah (Amaranthus
tricolor L.)
2. Bagi masyarakat
a) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan urin sapi sebagai bahan dasar yang dapat
b) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
penyediaan pupuk organik cair berkualitas tinggi yang dapat
dilakukan secara mandiri serta mendapatkan alternatif
pemanfaatan urin sapi yang bernilai tinggi.
3. Bagi dunia pendidikan
a) Menjadi bahan pembelajaran mengenai peranan mikrobia
dalam fermentasi, cara bercocok tanam, dan dapat dikaitkan
dengan materi pembelajaran.
b) Pengenalan terhadap siswa-siswi tentang pemanfaatan limbah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.)
1. Klasifikasi bayam merah
Bayam merah merupakan salah satu varietas dari Amaranthus tricolor
L. Varietas bayam unggul ada 7 macam yaitu; varietas Giri Hijau, Giti Merah,
Maksi, Raja, Betawi, Skop, dan Hijau. Beberapa varietas bayam cabut unggul
adalah Cempaka 10 dan Cempaka 20.Giti merah adalah salah satu varietas
bayam yang unggul dari A. tricolor. Ciri-ciri bayam cabut adalah memiliki
batang berwarna kemerah-merahan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak
cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan
yang batangnya putih disebut bayam putih. Tanaman bayam berasal dari daerah
Amerika yang beriklim tropis, bayam merupakan tanaman sayuran yang
dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus sp. Kata “maranth” dalam bahasa
Menurut Saparinto (2013) klasifikasi dalam sistematika tumbuhan,
tanaman bayam merah:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub classis : Hamamelidae
Ordo : Caryphyllales
Familia : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus tricolor L.
2. Morfologi Tanaman Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)
Sistem perakaran bayam meram merah menyebar dangkal pada
kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang. Batang tegak, tebal,
berdaging dan banyak mengandung air. Tanaman bayam merah berbentuk
perdu (semak), tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur
semusim atau lebih. Daun bulat telur, ujung agak meruncing dan urat-urat daun
yang jelas. Daun berwarna merah, bunga berukuran kecil, berjumlah banyak
terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah.
yaitu dapat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Penyerbukan
berlangsung dengan bantuan angin dan serangga. Biji berukuran sangat kecil
dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna merah coklat tua sampai mengkilap
sampai hitam kelam. Namun ada beberapa jenis bayam yang mempunyai warna
biji putih, misalnya bayam maksi yang bijinya berwarna merah (Saparinto,
2013).
3. Manfaat dan kandungan
Bayam merah memiliki banyak manfaat karena mengandung vitamin
A dan C, sedikit vitamin B, kalsium, fosfor, dan zat besi. Zat besi yang
terkandung pada bayam merah (7 mg/100 g) lebih banyak dibandingkan bayam
hijau, maka bayam merah dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai bahan
alternatif untuk mencegah dan mengatasi anemia defisiensi zat besi (besi
merupakan penyusun sitokrom, protein yang terlibat dalam fotosintesis)
sehingga berguna bagi penderita anemia (Sunarjono, 2014).
4. Syarat tumbuh
a. Iklim
Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan
akan sinar matahari untuk tanaman bayam merah cukup besar yaitu 400 –
800 lux. Suhu rata – rata 20 – 32°C (Saparinto, 2013). Kelembaban udara
2000 mm/tahun dengan kelembaban diatas 60% (Fazria, 2011). Tanaman
bayam dapat tumbuh optimal pada ketinggian 0 – 700 meter. Namun pada
umumnya tanaman ini lebih baik tumbuh di dataran tinggi yang bersuhu
rendah (Hadisoeganda, 1996).
b. Tanah
Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah
maupun di dataran tinggi. pH yang baik untuk pertumbuhannya antara
6-7. Di bawah pH 6, tanaman bayam akan kerdil, sedangkan di atas pH 7,
tanaman akan menjadi klorosis (warnanya putih kekuning-kuningan),
terutama pada daun yang masih muda (Ariyanto, 2008). Tanaman bayam
sangat reaktif terhadap ketersediaan air di dalam tanah. Bayam termasuk
tanaman yang membutuhkan air yang cukup, kelerangan lahan untuk
budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15° – 45°. Tanaman bayam
tumbuh di semua jenis tanah seperti ultisol, inceptisol, andisol, dan
entisol. Pemberian air yang cukup, aerasi yang optimal dapat
meningkatkan produksi daun bayam. Namun struktur tanah yang keras
akan menyebabkan daun tanaman layu dan tidak produktif
B. Pupuk
1. Pupuk organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki senyawa organik
dengan perbandingan C atau N yang ada dalam tanah. Senyawa tersebut dapat
digunakan untuk merangsang penyebaran nutrisi yang sulit masuk ke dalam
tubuh mikroorganisme. Perbandingan seimbang banyak mikroorganisme yang
mati dapat terurai kembali menjadi unsur-unsur nutrisi untuk kesuburan tanah.
Pupuk organik mempunyai kompisisi unsur hara yang lengkap tetapi jumlah
tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Pada umumnya pupuk organik
mengandung N, P, K dalam jumlah yang rendah tetapi bisa menambahkan
unsur hara mikro esensial. Sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik
mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan
memperbaiki struktur tanah. Bahan organik juga memacu perkembangan
bakteri dalam biota tanah (Sutedjo, 2010).
2. Pupuk Organik Cair
a. Kriteria Pupuk Cair Yang Baik
Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan – bahan
organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang
kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik
ini adalah mampu menyediakan hara secara cepat, tidak merusak tanah dan
memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke
permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk cair lebih
mudah diserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai.
Tanaman menyerap hara melalui akar dan daun. Pemanfaatan pupuk cair tidak
hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di bagian daun – daun
(Hadisuwito, 2012).
Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1 Standar mutu pupuk organik cair (Permentan, 2011)
Parameter Satuan Standar mutu
C – Organik % Min 6
Ph - 4 – 9
N, P, K % 3 – 6
Mn, Cu, Zn ppm 250 – 5000
Fe Total ppm 90 – 900
Fe tersedia ppm 5- 50
Co ppm 5 – 20
Mo ppm 2- 10
La, Ca ppm 0
C. Kandungan nutrien pada pupuk cair
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak
beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun
yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S Ca, Mg, B, Mo,
manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan
klorofil daun. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang
diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara
alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan
yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah, dalam arti
produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang
berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.
Banyaknya kandungan unsur hara yang ada di dalam lahan pertanian
dapat dilihat secara sederhana dari penampakan visual warna tanaman.
Misalnya ada tanaman yang kelihatan hijau sementara yang lainnya terlihat
kekuningan. Tanaman hijau menggambarkan bahwa tanah tersebut
mempunyai cukup unsur hara, sedangkan tanaman yang berwarna kuning
biasanya menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak cukup mempunyai unsur
hara. Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan
organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu.Pupuk cair
menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan
mikroorganisme di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair.
Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di
dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap unsur hara terutama melalui akar,
manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi
juga di bagian daun-daun (Suhedi, 1995).
a. Hara Nitrogen (N)
Kandungan nitrogen dalam tanaman paling banyak dibanding hara
mineral yang lain, yaitu sebanyak 2-4% dari berat kering tanaman.
Kecuali dalam bentuk yang melalui proses fiksasi nitrogen pada tanaman
legume, tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-) atau
ion amonium (NH4-). Nitrogen berperan penting sebagai penyusun
klorofil, yang menjadikan daun berwarna hijau. Warna daun ini
merupakan petunjuk yang baik suatu tanaman. Kandungan nitrogen yang
tinggi menjadikan dedaunan lebih hijau dan mampu bertahan lama,
sehingga untuk sejumlah tanaman menyebabkan keterlambatan ini sampai
pada tingkat yang tidak menguntungkan bagi tanaman, maka dapat
menyebabkan tanaman mengalami gagal panen. Tanaman yang kaya
nitrogen akan memperlihatkan warna daun kuning pucat sampai hijuan
kemerahan, sedangkan jika kelebihan unsur nitrogen akan berwarna hijau
kelam (Poerwowidodo, 1996).
b. Hara Fosfor (P)
Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur
tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk
pertumbuhannya secara normal. Fungsi penting fosfor di dalam tanaman
yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan
energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam
tanaman lainnya (Winarso, 2005). Fosfor juga mempunyai peran penting
dalam membrane sel tanaman, tempat fosfor tersebut terikat pada molekul
lipida yang merupakan senyawa yang dikenal sebagai fosfolipida
(Samekto, 2008). P dalam tanaman berfungsi dapat mempercepat
pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan
biji-bijian. Sumber zat fosfat berada di dalam tanah sebagai fosfat mineral
yang kebanyakan dalam bentuk batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman,
bahan organik, dan dalam bentuk pupuk buatan (Sutejo, 1990).
c. Hara Kalium (K)
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam
tanaman. Kadarnya 4 - 6 kali besar dibanding P, Ca, Mg, dan S. Kalium
diserap dalam bentuk kation K monovalensi dan tidak terjadi transformasi
K dalam tanaman. Bentuk utama dalam tanaman adalah kation K
monovalensi. Kation ini unik dalam sel tanaman. Unsur K sangat
berlimpah dan mempunyai energi hidrasi rendah sehingga tidak
berinterverensi dengan fase pelarut dari kloroplas. Kekurangan kalium
dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun tampak -keriting dan
mengkilap. Selain itu, juga dapat menyebabkan tangkai daun lemah
sehingga mudah terkulai (Pranata, 2004).
D. Urin sapi
1. Kandungan urin sapi
Pengelolaan limbah cair peternakan sapi masih sangat kurang di
tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi kandungan unsur
N, P, K di dalam kotoran cair lebih banyak dibandingkan dengan kotoran
padat. Berikut adalah tabel kandungan saat hara pada kotoran sapi cair:
Tabel 2.2 Kandungan saat hara pada kotoran ternak sapi-cair (Lingga, 2004)
Bentuk
mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur
tumbuh diantaranya adalah IAA (Priantyo, 2002). Urin sapi memiliki bau yang
khas sehingga dapat mencegah serangan berbagai hama pada tanaman
organik cair yang sangat berguna bagi pertanian. Pupuk organik cair adalah
jenis pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah
dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah.
2. Pemanfaatan Urin Sebagai Pupuk
Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme
sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan
meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem pemanfaatan limbah
ternak sapi sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian semakin lama
semakin berkembang. Dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan
dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya tanaman pertanian dengan
limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai digalakkan oleh beberapa
peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang menerapkannya. Padahal jika
limbah peternakan urin sapi diolah menjadi pupuk organik mempunyai efek
jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur
kandungan organik tanah karena memiliki bermacam-macam jenis kandungan
unsur hara yang diperlukan tanah selain itu juga menghasilkan produk pertanian
yang baik bagi kesehatan (Affandi, 2008).
3. Proses Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi
segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi,
hidrolisa, atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada
suatu subsrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Prinsip dari
fermentasi ini adalah bahan organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran
temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi. Studi tentang jenis bakteri
yang respon untuk fermentasi telah dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang.
Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi
selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligat
yang respon dalam proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang
menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaaan.
Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat
terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit - unit glukosa dengan bantuan enzim
amilase dan enzim glukosidase, dengan adanya kedua enzim tersebut maka pati
akan segera terdegradasi menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut oleh
khamir akan diubah menjadi alkohol (Affandi, 2008).
Akan tetapi fermentasi urin sebagai pupuk organik cair yang dilakukan
oleh bakteri ternyata juga terdapat beberapa kelemahan, diantaranya tidak
semua N diubah menjadi bentuk yang mudah diserap akan tetapi dipergunakan
oleh bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Upaya untuk
mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk cair
tebu yang memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan
kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja,
maka fermentasi urin yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal
hasilnya pada tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material
tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh
dari tetes tebu (molasse). Menurut penelitian Kurniadinata (2008), pupuk cair
dari urin sapi harus melalui proses fermentasi terlebih dahulu, kurang lebih 7
hari pupuk cair urin sapi dapat digunakan dengan indikator pupuk cair terlihat
bewarna kehitaman dan bau yang tidak terlalu menyengat. Dalam proses
fermentasi urin sapi menggunakan 1% dekomposer yang bertujuan untuk
mempercepat proses fermentasi.
Menurut penelitian Soleh (2012), pupuk cair sudah dapat digunakan
setelah melalui beberapa proses selama 14 hari dengan indikator bau ureum
pada urin sudah berkurang atau hilang. Proses fermentasi yang dilakukan
dengan menambahkan agen hayati sebanyak 2%.
E. Tetes Tebu ( molasse)
Tetes tebu merupakan hasil samping industri gula yang mengandung
senyawa nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi
terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar
37% (Suatuti, 1998). Tetes tebu (molasse) adalah sejenis sirup yang merupakan
karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan.
Komposisi tetes tebu (molasse) mempunyai rentangan batas yang luas dan sulit
untuk menentukan mengenai nilai atau jumlah persentasenya.Berikut adalah
tabel data yang diambil berdasarkan jumlah rata-rata produksi tetes tebu
(molasse) yang diproduksi dari berbagai daerah menurut Academic Press Inc
dalam Huda, 2013 :
Tabel 2.3 Komposisi tetes tebu (molasse)
Komponen interval Nilai
persentase
Substance other carbohydrates ash 5-12 9
Nitrogen Coumpound 1-5 3
Asam Non Nitrogen 2- 5 4
Was, sterol, and phospholipids 7 – 15 12
Pigmen 2 -6 4.5
Vitamin – vitamin 2-6 5
Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi. Prosesnya
merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan
senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme.
Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan karbon (C) dan
nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses
fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi urine sapi dan menyuburkan
nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae merupakan kelompok
mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast).Taksonomi dari pada S.
cereviceae adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Class : Ascomycetes
Ordo : Sacharomycetales
Familia : Sacharomycetaceae
Genus : Sacharomyces
Species : Sacharomyces cerevisiae
S. cereviceae bertugas untuk menghancurkan material organik yang ada
di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang
tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran
material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang
mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk menambah
kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan
sempurna. Selain itu, berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu tersebut
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai
nutrien yang diperlukan mikroorganisme juga dapat meningkatkan kecepatan
proses produksi pengolahan urin sapi menjadi pupuk dalam waktu yang relatif
Molasse adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu
(Saccharum officinarum L.). Molasse kaya akan biotin, asam pantotenat,
tiamin, fosfor, dan sulfur. Molasse digunakan secara luas sebagai sumber
energi untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik,
dan diaplikasikan pada budidaya perairan. Karbohidrat dalam molasse siap
digunakan untuk fermentasi tanpa perlakuan terlebih dahulu karena sudah
berbentuk gula (Hidayat et al, 2006).
Molasse mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan
mikroorganisme, sehingga dapat dijadikan bahan alternatif untuk sumber energi
dalam media fermentasi. Sumber energi berguna untuk pertumbuhan sel
mikroorganisme (Kusmiati et al; 2007). Selanjutnya dijelaskan oleh
Simanjuntak (2009), molasse banyak mengandung gula dan asam-asam
organik. Kandungan gula pada molasse terutama sukrosa berkisar 48-55%,
sehingga cukup potensial untuk fermentasi asam asetat yang merupakan sumber
glukosa utama bagi bakteri (Huda, 2013). Komposisi nutrisi molasse dalam 100
% bahan kering adalah 0.3 % lemak kasar, 0.4 % serat kasar, 84.4 % BETN,
3.94 % protein kasar dan 11% abu (Sutardi, 1981).
Penelitian sebelumnya menggunakan molasse pernah dilakukan oleh
Huda (2013) bahwa penggunaan molasse sebanyak 60 ml meningkatkan
kandungan nitrogen dari 0.137% menjadi 0.362% dan besar peningkatannya
yaitu 164.23%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Setyawati dan Rahman
dibandingkan gula pasir dan gula jawa dan hasil penelitian menunjukkan lama
waktu fermentasi yang optimal yaitu 14 hari dengan hasil nitrogen yaitu
3.745% pada penggunaan molasse sebanyak 50 ml.
F. Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan adalah sebagai berikut :
No Peneliti Judul/ permasalahan Hasil
1. Supriyanto, 2014 Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair Urin
pertumbuhan tertinggi pada semai jabon diperoleh pada perlakuan M1 dengan dosis POC urin sapi 150 ml/L air dengan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yaitu 6,38 cm, sedangkan pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan M0 yaitu 2,52 cm dengan perlakuan tanpa pemberian POC Urin Sapi. 2. Kirani, 2013 Pertumbuhan dan Hasil
Tiga Varietas Bayam
(Amaranthussp.) Pada Berbagai Macam Media
Tanam Secara
Hidroponik.
Varietas Giti Merah dan penggunaan media arang sekam berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman pada tanaman bayam secara bunting menunjukkan produktivitas optimal pada dosis 0,5ml/liter air sedangkan pupuk cair organik bahan dasar slury memberikan produktivitas optimal pada dosis 3ml/liter air
4 Huda, 2013 Pembuatan Pupuk
Organik Cair Dari Urin Sapi Dengan Aditif Tetes Tebu (Molasse) Metode
Fermentasi dapat dikatakan bahwa urin sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik cair bermutu tinggi, rasio volume optimal tetes tebu terdapat pada sampel E, dan peningkatan kadar Nitrogen pada penelitian ini adalah sebesar 0,225 %.
5. Mappanganro dkk., 2010
Pertumbuhan Dan
Produksi Tanaman Stroberi Pada Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Dan Urin Sapi Dengan
Sistem Hidroponik Irigasi Tetes
Pupuk organik cair sapi memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman dan
jumlah daun tanaman stroberi, Penambahan urin sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman stroberi. Pupuk
organik cair sapi (6 mL L-1) dan urine sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik pada tinggi
tanaman dan jumlah daun,
6 Susetyo, 2013 Pemanfaatan Urin Sapi Sebagai Poc (Pupuk Organik Cair) Dengan Penambahan Akar Bambu Melalui Proses Fermentasi Dengan Waktu Yang Berbeda
Kandungan N paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi melalui proses fermentasi 14 hari), perlakuan yang menghasilkan kandungan P (Fospor) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi) dan perlakuan yang menghasilkan kandungan K (Kalium) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi).
G. Kerangka Berpikir
Meningkatnya kebutuhan sayuran berjalan seiring dengan jumlah
mengkonsumsi sayuran dalam porsi dan komposisi gizi yang seimbang. Hal ini
menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura khususnya tanaman
bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada tahun 2012, Indonesia
memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha (BPS, 2013). Salah satu
hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang tersedianya unsur hara dalam
media tumbuh yang digunakan. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara bagi tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut
sehingga diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana,
dkk. 2013).
Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme
sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan
meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Upaya untuk mengatasi
kelemahan tersebut adalah meningkatkan produksi urin yang akan diolah
dengan cara memilih urin sapi sebagai bahan bakunya. Dengan mengolah urin
sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih meningkatkan kandungan haranya,
maka perlu ditambahkan tetes tebu yang memiliki kandungan bahan organik
yang dapat meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya
memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin yang dijadikan sebagai pupuk
cair tidak begitu maksimal hasilnya pada tanaman.Maka dari itu, proses ini
memerlukan material tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut.Material
proses fermentasi adalah sebagai sumber karbon yang berfungsi untuk
penyuburan mikroba, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi
bakteri Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae berperan untuk menghancurkan
material organik yang ada di dalam urin dan tentunya S. cereviceae juga
membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit untuk nutrisi
mikroba. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran
material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang
mengandung komponen nitrogen untuk menambah kandungan unsur hara agar
proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna dan bisa digunakan
sebagai pupuk organik cair bagi tanaman. Bagan kerengka berpikir sebagai
berikut:
H. Hipotesa
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa sementara dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah
(Amaranthus tricolor L.).
2. Penambahan tetes tebu (molasse) 60 ml pada fermentasi urin sapi dapat
menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, yang
dapat didefinisikan sebagai kegiatan terperinci yang direncanakan untuk
menghasilkan data (Suparno, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah ada pengaruh penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi terhadap
pertumbuhan bayam merah. Adapun variabel-variabel yang digunakan sebagai
berikut :
1. Variabel bebas : penambahan tetes tebu (molasse) 20ml, 40ml, 60ml
pada fermentasi urin sapi.
2. Variabel terikat : pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus
tricolor L.) yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah
dan berat kering.
3. Variabel kontrol : benih tanaman bayam merah, umur tanaman dan
waktu penyiraman, volume air penyiraman, suhu dan kelembaban
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa batasan
penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) varietas Gitimerah
2. Tetes tebu (molasse) berupa cairan kental berwarna hitam pekat yang
merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Tetes tebu
diperoleh dari tokoh pertanian Tajem.
3. Urin sapi yang digunakan berasal dari peternakan sapi dari kelurahan
Bayan.
4. Parameter pertumbuhan yang diukur dan diamati meliputi tinggi
tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering.
C. Alat dan bahan
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian
Bahan
1. urin sapi
2. benih bayam merah (Amaranthus tricolor L.) var. Gitimerah
3. tetes tebu
Alat
1. gelas ukur besar 1000 ml
2. pipet volum 10 ml
4. timbangan analitik Acis
5. pengaduk, hygrometer (HAar-Bye Hygro)
6. thermometer
7. polybag 35 cm x 35 cm
8. cetok
9. mistar dan alat tulis
D. Cara Kerja
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 April 2016 sampai 30 April
2016 di kebun Anggur Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.
Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahapannya itu persiapan media,
penyiapan bibit sekaligus penyemaian, pembuatan pupuk organik cair (urin
sapi) dengan metode fermentasi, aklimatisasi, pemupukan, pemeliharaan dan
tahap pengambilan data. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam
penelitian :
1. Penyiapan media
Wadah tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag
berukuran 35 cm x 35 cm, dan berwarna hitam. Media tanam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanah humus dengan masing- masing
2. Penyiapan bibit
Benih bayam merah yang digunakan adalah varietas Gitimerah
sebelum melakukan penelitian, benih bayam merah terlebih dahulu
disemai. Wadah tanam yang digunakan untuk penyemaian (Lampiran 11)
adalah polybag berukuran 35 x 35 cm, dan berwarna hitam dengan media
tanamnya adalah tanah humus. Ciri umum tanah humus berwarna
kehitaman. Benih bayam merah dimasukkan ke dalam polybag sedalam 1
cm, tutup permukaanya dengan media tanam. Penyiraman dilakukan setiap
sore. Benih akan tumbuh menjadi bibit bayam merah maksimal 1,5
minggu. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan bibit bayam merah
dari polybag pembibitan ke dalam polybag perlakuan adalah 3 hari.
3. Fermentasi urin sapi
Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu (lampiran 10)
masing-masing 20 ml, 40 ml, 60 ml. Untuk pembuatan pupuk organik cair
sebanyak 700 mL urin sapi dimasukkan ke dalam botol kemudian
ditambahkan tetes tebu (molasse) sebanyak 20 mL. Botol ditutup rapat dan
didiamkan selama 14 hari 14 malam. Akhir proses fermentasi ditandai
dengan warna urin sapi menjadi coklat kehitaman serta bau urinnya hilang.
Setelah hari ke-15 fermentasi urin sapi dituangkan dalam Erlenmeyer dan
kadar ammonia. Pada pembuatan pupuk organik cair dengan penambahan
tetes tebu 40 ml dan 60 ml, tetes tebu yang ditambahkan dalam proses
fermentasi masing - masing 40 ml dan 60 ml kemudian difermentasi.
Proses fermentasi sama dengan perlakuan penambahan tetes tebu 20 ml.
Untuk kontrol urin sapi sebanyak 700 ml dimasukkan dalam botol
kemudian ditutup rapat tanpa penambahan apapun.
4. Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan selama 3 hari, mulai dari pemindahan bibit
tanaman sampai diberi perlakukan fermentasi urin sapi (Lampiran 11).
Aklimatisasi dilakukan untuk memberikan penyesuaian atau adaptasi
terhadap tanaman setelah pemindahan ke polybag.
5. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman bayam merah dilakukan setelah
aklimatisasi. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama jangka waktu 1
bulan dengan perbandingan pemberian pupuk adalah 1 : 2 (Lampiran 10).
Pemberian pupuk masing – masing polybag sebanyak 5 ml pupuk organik
6. Pemeliharaan tanaman bayam merah, meliputi :
Penyiraman
Penyiraman adalah salah satu factor penentu keberhasilan dalam
penelitian ini. Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore.
Banyaknya air yang disiram setiap polybag adalah 100 ml. Media
tanam dalam polybag tanaman bayam merah harus selalu diperhatikan
agar tetap terjaga dan tidak mengalami kekurangan atau kelebihan air.
Kelembaban dan suhu udara (Lampiran 9) juga harus diperhatikan,
pengukuran kelembaban udara dan suhu udara menggunakan alat
higrometer dan termometer.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut
gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun lahan sekitarnya dan
selalu ada pengecekan dan jenis- jenis hama yang menyerang tanaman.
7. Pengambilan Data
Pengamatan pada tanaman bayam merah dilakukan dua hari sekali
dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun. Untuk memperoleh
data pada penelitian ini, maka pengamatan dilakukan selama 1 bulan.
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan mistar dari
pangkal batang diatas permukaan tanah menuju ujung tanaman.
dengan menghitung jumlah daun yang sudah terbuka sempurna.
Pemanenan tanaman bayam ini dengan cara dicabut dan diusahakan agar
akarnya tidak patah. Pengukuran berat basah setiap perlakuan setelah
dipanen dengan menggunakan timbangan analitik dengan cara
membersihkan akar tanaman dari tanah sebelum ditimbang (Lampiran 12)
8. Uji pupuk
Uji pupuk dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU) UGM
Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 27 April 2016. Kandungan
unsur hara yang diuji adalah nitrogen (N) (Lampiran 4).
E. Metode analisis data
Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengujian. Pengujian data
dilakukan dengan uji anova. Uji anova bertujuan untuk mengetahui apakah data
berbeda secara statistik atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji F One
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kandungan Unsur Nitrogen pada Fermentasi Urin Sapi
Dalam pupuk umumnya terkandung 3 unsur hara paling utama bagi
pertumbuhan yaitu N (nitrogen), P (posfor), K (kalium). Unsur hara tersebut,
khususnya nitrogen akan diuji terlebih dahulu sebelum diaplikasi ke tanaman
bayam merah. Kandungan yang terdapat di dalam pupuk merupakan unsur hara
esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan. Hasil uji N
(nitrogen) pada fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu melalui
proses fermentasi selama 14 hari adalah:
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan nitrogen pada
fermentasi urin sapi setiap penambahan tetes tebu 20 ml, 40 ml, 60 ml lebih
tinggi daripada kontrol. Hal ini terlihat dari Gambar 4.1 yang menunjukkan
bahwa kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada perlakuan 20 ml yaitu 0.97%
dan kandungan paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 0.73%.
Kandungan nitrogen pada pupuk organik cair fermentasi urin sapi belum
memenuhi standar teknis Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011 karena
syarat pupuk secara umum khususnya unsur hara nitrogen adalah 3 – 6 %.
Kandungan nitrogen masih cukup rendah walaupun masa fermentasi
sudah dilakukan selama 14 hari. Menurut Lingga (2004), urin sapi memiliki
potensi yaitu jenis kandungan haranya yaitu N = 1.00%, P = 0.50% dan K =
1.50%. Walaupun unsur nitrogen 1% tetapi pada Gambar 4.1 kandungan unsur
nitrogen rendah hanya 0.73%. Komponen yang terpenting dan berperan
meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah urea. Karena N yang sangat tinggi
banyak terdapat dalam air kencing sangat mudah dan cepat dirubah oleh
bakteri-bakteri menjadi amonium karbonat. Pada akhir fermentasi, sebagian
nitrogen dalam urin akan terlepas ke udara saat proses pengadukan (amoniak)
dan amonium akan mudah larut dalam air. Oleh karena itu nitrogen yang
dihasilkan setelah fermentasi pada kontrol menurun. Hal ini juga dapat
dipengaruhi saat proses fermentasi dari urin sapi tidak berjalan dengan baik
karena ketersediaan karbon bagi bakteri Sacharomyces cereviceae tidak tersedia
Pada penambahan tetes tebu 20 ml menunjukkan rata-rata kandungan
nitrogen lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 40 ml. Dilihat dari jumlah
sumber energinya bahwa 40 ml lebih besar akan tetapi kandungan nitrogennya
rendah hanya 0.91%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat proses
fermentasi urin sapi memiliki beberapa kelemahan, diantaranya tidak semua N
diubah menjadi bentuk yang mudah diserap, akan tetapi dipergunakan oleh
bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Dampak lain yang terjadi
adalah perubahan-perubahan yang merugikan yaitu dalam N terdapat sebagai
amonium NH4, yang mempunyai sifat labil.
Pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih tinggi kandungan nitrogen
dari pada 40 ml, Hal ini dikarenakan proses fermentasi urin sapi berjalan
dengan baik. Tetes tebu merupakan sumber karbon bagi bakteri S. cereviceae
selama fermentasi berlangsung. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan
senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme.
Fungsi tetes tebu dalam pembuatan pupuk organik cair adalah sebagai
komponen tambahan, selain urin sapi. Selama proses fermentasi, tetes tebu
berfungsi untuk mendukung pertumbuhan mikroba, karena dalam tetes tebu
(molasse) terdapat sukrosa bagi bakteri S. cereviceae. Selain itu, berdasarkan
kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk
gula yang jumlahnya cukup tinggi (64%).
Nutrisi yang diperlukan bakteri juga dapat meningkatkan kecepatan
(Wijaya, 2008). Adanya kesamaan persentase kandungan nitrogen pada
penambahan tetes tebu 20 ml dan 60 ml dimungkinkan unsur nitrogen yang
terdapat pada molasse banyak sehingga mencukupi dalam menyuplai nitrogen
yang digunakan untuk sintesis protein. Kandungan unsur nitrogen yang tidak
mencukupi, tidak memberikan pengaruh dalam meningkatkan kandungan
nitrogen dalam fermentasi urin. Unsur C-Organik dalam pembuatan pupuk
organik cair digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya dalam mendegradasi urin sapi selama
proses fermentasi berlangsung.
Penambahan karbohidrat yang tersedia seperti molasse dalam
pembuatan pupuk organik cair dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya
alkohol serta menyediakan sumber energi yang cepat bagi bakteri dan melalui
proses fermentasi mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang
sederhana. Sintesis protein membutuhkan unsur nitrogen yang seimbang. Unsur
nitrogen yang rendah menyebabkan proses fermentasi berlangsung lebih lambat
karena nitrogen menjadi faktor penghambat. Aktivitas mikroorganisme akan
meningkat jika jumlah nitrogen mencukupi sehingga proses penguraian bahan
organik berlangsung lebih cepat dan efektif, dikarenakan proses pemecahan
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang melibatkan
mikrorganisme berjalan dengan baik.
Menurut penelitian Jeris dan Regan dalam Yulianto (2010), suhu dan pH
secara anaerob. Suhu pada awal fermentasi sekitar 38°C dapat mempercepat
terjadinya proses fermentasi, sedangkan sesudah fermentasi suhunya menjadi
sekitar 36,5°C. Bakteri menguraikan urin sapi menjadi CO2, uap air dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. pH pada awal fermentasi sekitar 6,3 sedangkan setelah
fermentasi menjadi sekitar 6,77. Derajat keasaman pada awal proses
pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme
yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam
organik. Pada proses selanjutnya mengkonversikan asam organik yang telah
terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan
mendekati netral. Hasil akhir proses fermentasi pupuk organik cair urin sapi
dengan penambahan tetes tebu ditandai dengan adanya perubahan warna urin
sapi menjadi coklat kehitaman, bau khas urin berkurang, panas, uap air dan
CO2.
B. Parameter Pertumbuhan
Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan tetes tebu (molasses)
pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (Amaranthus
tricolor L.) dengan parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi
tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah
1. Penambahan Tinggi Tanaman Bayam Merah
Pengukuran tinggi tanaman bayam merah dilakukan saat bayam merah
berumur 4 hari setelah aklimatisasi hingga panen. Data yang diukur adalah
tinggi tanaman akhir dikurangi tinggi tanaman awal. Berikut ini
merupakan penambahan tinggi batang tanaman bayam merah:
Gambar.4.2 Penambahan Tinggi Bayam Merah
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa penambahan tinggi tanaman bayam
tebu 20 ml yaitu 17.42 cm < 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman bayam
merah dengan penambahan tetes tebu 40 ml lebih tinggi dari penambahan
tetes tebu 20 ml yaitu 19.38 cm > 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman
bayam merah pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah dari
penambahan tetes tebu 40 ml yaitu 17.44 cm < 19.38 cm. Hal ini dapat
dilihat dari bentuk Gambar 4.2 yang menunjukan rata – rata penambahan
tinggi tanaman semakin meningkat dan pada penambahan tetes tebu 60 ml
lebih rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml. Penambahan tinggi
tanaman bayam merah tertinggi pada penambahan tetes tebu 40 ml dengan
rata-rata 19.38 cm sedangkan penambahan tinggi tanaman bayam merah
terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 17.42 cm.
Penambahan tetes tebu 20 ml menghasilkan penambahan tinggi
tanaman bayam merah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
dikarenakan pada kontrol tidak ada penambahan tetes tebu yang berfungsi
untuk meningkatkan unsur hara pada proses fermentasi urin sapi. Salah
satu unsur hara yang meningkat akibat penambahan tetes tebu adalah
nitrogen. Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting
di dalam tanaman.Senyawa nitrogen adalah salah satu kandungan
protoplasma. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk
asam amino yang akan diubah menjadi protein. Protein adalah salah satu
pertumbuhan adalah auksin. Auksin berfungsi untuk merangsang
pembelahan sel di daerah kambium, pemanjangan sel pada daerah titik
tumbuh batang.
Menurut Novizan (2005), nitrogen dibutuhkan untuk membentuk
senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa
penting ini dibutuhkan dalam proses metabolisme dan merangsang proses
pertumbuhan. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah besar pada setiap tahap
pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif,
seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Tanpa
suplai nitrogen yang cukup, pertambahan tinggi tanaman tidak maksimal.
Hal ini menyebabkan pembelahan sel, peningkatan jumlah sel dan
pembesaran ukuran sel tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan
proses metabolisme tidak berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman
juga tidak maksimal. yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP tidak
berjalan dengan baik.
Penambahan tetes tebu 40 ml menghasilkan penambahan tinggi
tanaman bayam merah lebih besar dibandingkan dengan panambahan tetes
tebu 20 ml dan 60 ml. Akan tetapi kandungan nitrogen pada penambahan
tetes tebuh 40 ml lebih rendah daripada penambahan tetes tebu 20 ml dan
60 ml (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan kandungan unsur nitrogen
berlebihan yang akan mengurangi fotosintat. Fotosintat akan berkurang