KESELAMATAN KERJA KARYAWAN INDUSTRI BATIK DI KABUPATEN SRAGEN
Oleh : Haris Setyawan
ABSTRAK
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja bahan dan proses pengolahan, landasan kerja, dan lingkungan kerja serta cara -cara melakukan pekerjaan dan proses produksi (Tarwaka, 2012). Industri batik
merupakan salah satu sektor usaha yang mengandung potensi dan faktor bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja . Berdasarkan survey
awal didapatkan 3 dari 10 industri batik di sragen belum menerapkan praktik keselamatan kerja dengan baik dan benar sehingga sering terjadi kecelakaan akibat kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keselamatan kerja pada karyawan industri batik di Kabupaten Sragen. Jenis penelitian ini menggunakan explanotry research, metode yang digunakan adalah survey dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling dengan jumlah 117 responden. Analisa data menggunakan analisa univariat dengan crosstab, analisa bivariat dengan chi square dan analisa multivariat dengan regresi logistic.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara umur (p value 0,041), masa kerja (p value 0,0001), pelatihan (p value 0,0001), status perkawinan (p value 0,0001) dengan praktik keselamatan kerja, dan variabel pendidikan dan jenis pekerjaan tidak berhubungan dengan praktik keselamatan kerja.
Kata Kunci : Faktor Pengaruh, Praktik Keselamatan Kerja, Karyawan Batik
Pendahuluan
Keselamatan kerja adalah
keselamatan yang berkaitan dengan
mesin, pesawat, alat kerja bahan dan
proses pengolahan, landasan kerja,
dan lingkungan kerja serta
cara-cara melakukan pekerjaan dan proses
produksi, atau juga bisa didefinisikan
tindakan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja (Tarwaka,
2012). Kecelakaan kerja disebabkan
oleh perilaku tidak aman dan kondisi
tidak aman di tempat kerja. Perilaku
tidak aman menyumbang presentase
terbesar dalam penyebab kecelakaan
kerja yaitu sebesar 85 % (Silalahi, 1995).
Menurut teori procede precede penentu
perilaku seseorang ditentukan oleh 3
faktor utama yaitu faktor predisposing,
enabling dan reinforcing. Faktor yang
mempermudah (predisposing factor)
yaitu pencetus yang mempermudah
terjadinya perilaku, terwujud dalam
pengetahuan, pelatihan, sikap, dan
karakteristik pekerja (umur, status
pernikahan dan masa kerja) yang terdapat
dalam diri atau kelompok(Harbandinah,
2005). Faktor yang memungkinkan
(enabling factor) yaitu faktor yang memungkinkan terjadinya perubahan
perilaku individu. Kelompok yang
dikarenakan antara lain tersedianya
fasilitas fire protection dan supervisi.
Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam pengawasan oleh
supervisor dan dukungan rekan kerja
(Green, 2005).
Penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung pada kualitas
rangsang (stimulus) dan berkomunikasi
dengan organisme. Artinya kualitas dari
sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibilitas, kepemimpinan, gaya
berbicara, sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat.
Proses perubahan perilaku tersebut
menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari Rangsang
(stimulus) yang diberikan pada organime
dapat diterima atau ditolak. Bila stimulus
diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus
tersebut efektif. Apabila stimulus telah
mendpat pehatian dari organisme yang
diterima maka ia mengerti stimulus ini
dan dilanjutkan kepada proses
selanjutnya. Setelah itu organisme
mengolah stimulus tersebut sehingga
terjadi kesedian untuk bertindak demi
stimulus yang telah diterimanya
(bersikap). Akhirnya dengan dukungan
fasilitas serta dorongan dari lingkungan
maka stimulus tersebut mempunyai efek
tindakan dari indvidu tersebut mengalami
perubahan perilaku (Notoadmojo, 2003).
Dalam teori Fungsi beranggapan
bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini
berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku
dimengerti dalam konteks kebutuhan
orang tersebut. Menurut Katz dalam
Notoatmojo bahwa perilaku
dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu
yang bersangkutan yaitu perilaku
berfungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan
terhadap kebutuhan. Seseorang dapat
bertindak (berperilaku) positif terhadap
obyek demi pemenuhan kebutuhannya.
Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mekanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkunganya,
perilaku dan tindakannya dapat
melindungi dari ancaman-ancaman luar.
Fungsi selanjutnya sebagai penerima
obyek dan memberikan arti, dalam
peranan tindakan seseorang senatiasa
menyesuiakan diri dengna lingkunganya.
Pengambilan keputusan tersebut dapat
dilakukan spontan dan dalam waktu
singkat dan perilaku berfungsi sebagai
nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif
ini berasal dari hati sanubari, oleh sebab
itu perilaku merupakan tempat ungkapan
diri seseorang yang dapat terlihat dari
luar.
Industri batik merupakan salah satu
sektor usaha yang mengandung potensi
dan faktor bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja maupun
penyakit akibat kerja. Berdasarkan
survey awal dari 10 lokasi industri batik
di Desa Pilang Sragen didapatkan
temuan tenaga kerja melakukan praktik
tidak selamat saat bekerja, misalnya tidak
menggunakan alat pelindung diri saat
bekerja dengan risiko tinggi, modifikasi
gas LPG untuk pengeringan yang sangat
rawan terjadi ledakan akibat kebocoran
gas, dan adanya keluhan dari pekerja
batik mengalami gangguan pernafasan
dan low back pain saat bekerja.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah jenis
explanatory research sedangkan metode yang digunakan adalah survey dengan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling sedangkan teknik pengumpulan data primer dilakukan
dengan metode wawancara menggunakan
kuestioner yang telah disediakan oleh
peneliti dan peneliti juga melakukan
observasi lapangan untuk mengamati
praktik keselamatan saat karyawan
bekerja. Analisa data penelitian
dilakukan dengan cara (Sugiyono, 2005):
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk
menggambarkan variabel penelitian
secara deskriptif dalam bentuk
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variabel
penelitian dengan menggunakan uji
chi square dengan tingkat
kepercayaan 95%.
3. Analisa Multivariat
Analisa multivariat dilakukan untuk
mengetahui kekuatan hubungan
antar beberapa variabel penelitian
dengan menggunakan regresi
logistic.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus tahun 2015 dengan
sampel yang digunakan berjumlah 90
responden dari populasi 117 pekerja di 3
lokasi industri batik Desa Pilang Sragen
yaitu batik H, Batik PL dan Batik I.
Jumlah pekerja batik dapat dilihat di
tabel berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi jumlah
pekerja batik di desa Pilang Sragen
No Lokasi Jumlah pekerja batik(orang)
1 Batik H 51
2 Batik I 40
3 Batik PL 26
Jumlah total pekerja batik 117
Jumlah sampel 90
Penelitian ini menggunakan uji univariat,
bivariat dan multivariat yang hasilnya
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Umur
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur pada Pekerja Batik di
Desa Pilang Sragen Tahun 2015
Umur pekerja batik adalah lama
hidup pekerja dalam satuan tahun yang
dihitung dari tahun kelahiran sampai
dengan ulang tahun terakhir berdasarkan
Kartu Tanda Penduduk. (Hurlock, 1980)
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa presentase umur
responden yang paling banyak dari umur
kurang dari 40 tahun sebesar 95,6%.
Hasil analisis bivariat menunjukkan
antara umur dengan praktik keselamatan
kerja diperoleh hasil p value 0,041 yang
berarti lebih kecil dari 0,05, dengan
demikian ada hubungan antara umur
dengan praktik keselamatan kerja,
pekerja yang berumur tua lebih
cenderung tingkat praktik keselamatan
kerja yang kurang disebabkan umur
diatas 40 tahun tubuh sudah mengalami
berbagai perubahan akibat proses
penuaan (aging process) yang secara
No Umur (tahun) Frekuensi Presentase(%)
1 Muda ≤ 40 86 95,6
2 Tua > 40 4 4,4
alami terjadi maupun diperberat akibat
penyakit yang pernah diderita.
Kemampuan fisiologis menurun secara
bermakna pada umur 44 tahun, sehingga
kemampuan untuk mengantisipasi beban
kerja fisik maupun mental berkurang
(Hartati, 2005). Pekerja batik dengan
kategori umur muda mempunyai
semangat kerja tinggi khususnya dalam
hal keselamatan, hal ini bisa diketahui
dengan peneliti melihat sebagian besar
responden menegur kepada rekan
kerjanya apabila kedapatan tidak
berperilaku aman saat bekerja.
Berdasarkan hasil analisa multivariat
diperoleh hasil variabel umur responden
tidak dominan dengan nilai Exp. B
sebesar 1,000 dan tidak menunjukkan
nilai signifikasi dengan nilai p value
1,000 karena lebih besar dari nilai α 0,05 yang berarti umur responden tidak
menunjukkan pengaruh terhadap praktik
keselamatan kerja.
2. Tingkat pendidikan
Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan pada Pekerja Batik di
Desa Pilang Sragen Tahun 2015
Tingkat pendidikan merupakan
jenjang pendidikan formal terakhir yang
pernah dijalani oleh
responden.(kementerian pendidikan RI,
2015). Hasil uji analisis bivariat dengan
uji chi square menunjukkan antara
tingkat pendidikan dengan praktik
keselamatan kerja tidak terdapat
hubungan, dengan p value 0,051 yang
berarti lebih besar dari α 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
seseorang tidak berpengaruh terhadap
baiknya praktik keselamatan kerja.
3. Masa kerja
Tabel 4 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Masa Kerja
pada Pekerja Batik di Desa Pilang
Sragen Tahun 2015
Lama kerja merupakan lama tenaga
kerja yang bekerja dari pertama kali
masuk hingga sekarang.(Hurlock, 1980).
Hasil uji analisis bivariat dengan uji chi
square menunjukkan antara masa kerja
dengan praktik keselamatan kerja
terdapat hubungan, dengan p value
0,0001 yang berarti lebih kecil dari α
0,05.
No Masa Kerja(tahun)
Frekuensi Presentase (%) 1 Baru =< 1 36 40 2 Lama > 1 54 60
Jumlah 90 100
No Pendidikan Frek Presentase (%) 1
Rendah 90 100
2 Tinggi 0 0
Hal ini menunjukkan bahwa masa
kerja seseorang berpengaruh terhadap
baiknya praktik keselamatan kerja. Masa
kerja berperan dalam menentukan dosis
pajanan ditempat kerja dan tentunya
dapat mempengaruhi berat ringannya
tingkat kelelahan dan pada akhirnya
mempengaruhi praktik keselamatan
kerja, masa kerja juga mempengaruhi
performance seseorang terutama dalam
hal general performance kerjanya. Secara
teori masa kerja berperan mempunyai
pengaruh terhadap praktik keselamatan
kerja seseorang. Ini sedikit berbeda
dengan kaitan pajanan biologis, kimia
dan fisika dimana dengan semakin lama
masa kerja, maka dimungkinkan semakin
terakumulasi pajanan yang didapatkan.
Praktik keselamatan kerja terkait dengan
performa umum (general work
performance) dimana dipengaruhi oleh
masa kerja. Semakin lama masa kerja
dengan pola kerja shift yang rutin, maka
pekerja akan semakin beradaptasi dengan
pola kerjanya. Demikian pula dengan
praktik keselamatan kerja, semakin
beradaptasi maka semakin biasa dan
tidak mengalami penurunan atau
gangguan praktik keselamatan kerja.
General performance ini dicerminkan
dengan kemampuan umum pekerja untuk
menyelesaikan tugas dan pekerjaannya
sehari- hari dengan hasil sesuai yang
diharapkan dalam suatu kurun waktu
tertentu tanpa upaya tambahan apapun
dari pekerja . Hal ini berbeda dengan
pajanan atau exposure terhadap faktor
resiko kesehatan. Praktik keselamatan
kerja bisa lebih dikaitkan dengan
performance kerjanya proses adaptasi ini
juga terkait dengan “proses learning by doing” sehingga masa kerja semakin
lama maka akan semakin beradaptasi.
Berdasarkan hasil analisa
multivariat diperoleh hasil variabel umur
responden tidak dominan dengan nilai
Exp. B sebesar 1,000 dan tidak
menunjukkan nilai signifikasi dengan
nilai p value 1,000 karena lebih besar
dari nilai α 0,05 yang berarti masa kerja
responden tidak menunjukkan pengaruh
terhadap praktik keselamatan kerja.
4. Status training
Tabel 5 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Status
Training pada Pekerja Batik di Desa
Pilang Sragen Tahun 2015
No Status training Frek Presentase (%) 1 Training buruk 17 18,9 2 Training baik 73 81,1
Status training merupakan training yang
berhubungan dengan pengoperasian
peralatan kerja yang sesuai dengan
standar keselamatan. Hasil uji analisis
bivariat dengan uji chi square
menunjukkan antara status training
dengan praktik keselamatan kerja
terdapat hubungan, dengan p value
0,0001 yang berarti lebih kecil dari α
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa status
training seseorang berpengaruh terhadap
baiknya praktik keselamatan kerja,.
Dengan adanya pelatihan pelatihan yang
diselenggarakan perusahaan untuk
pekerja, hal ini dapat meningkatkan
pengetahuan dan juga keterampilan serta
semangat kerja. Training juga
memberikan pemahaman pada pekerja
akan pentingnya tugas serta tanggung
jawab yang diemban pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya . pelatihan
yang tepat dapat membantu menghindari
timbulnya kecelakaan diperusahaan
terutama yang berkaitan dengan
penurunan praktik keselamatan kerja.
Berdasarkan hasil analisis multivariate
diperoleh hasil status training responden
tidak dominan dengan nilai Exp. B
sebesar 1,000 dan tidak menunjukkan
nilai signifikasi dengan p value 1,000
karena melebihi nilai α 0,05 yang berarti
status training responden tidak
menunjukkan pengaruh terhadap praktik
keselamatan kerja.
5. Status perkawinan
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Status Perkawinan pada
Pekerja Batik di Desa Pilang Sragen
Tahun 2015
No Status Pernikahan
Frek Presentase (%) 1 Belum
kawin /
duda 61 67,8
2 Sudah
kawin 29 32,2
Jumlah 9
0
100
Status perkawinan merupakan status
keterikan responden dengan hukum
perkawinan (Hurlock, 1980). Hasil uji
analisis bivariat dengan uji chi square
menunjukkan antara status perkawinan
dengan praktik keselamatan kerja
terdapat hubungan, dengan p value 0,0001 yang berarti lebih kecil dari α
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa status
perkawinan seseorang berpengaruh
terhadap baiknya praktik keselamatan
kerja. Keluarga merupakan faktor yang
penting dalam adaptasi dan toleransi
terhadap waktu kerja. Interaksi dalam
ikatan perkawinan atau dalam status
berkeluarga menimbulkan beban
tambahan yang bersumber dari tugas
tugas rumah tangga sehingga berperan
kelelahan dan penurunan kewaspadaan
keselamatan dalam bekerja. Tanggung
jawab dalam tugas tugas
kerumahtanggaan dan aktivitas sosial
yang harus dijalankan oleh pekerja dapat
mengganggu pola istirahat dan pola
pengaturan jadwal pemulihan sehingga
pekerja sudah dalam kondisi lelah
sewaktu menjalankan pekerjaannya.
Berdasarkan hasil analisis multivariate
diperoleh hasil status perkawinan
responden tidak dominan dengan nilai
Exp. B sebesar 1,000 dan tidak
menunjukkan nilai signifikasi dengan p value 1,000 karena melebihi nilai α 0,05
yang berarti status perkawinan responden
tidak menunjukkan pengaruh terhadap
praktik keselamatan kerja.
6. Jumlah anak
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jumlah Anak pada Pekerja
Batik di Desa Pilang Sragen Tahun 2015
Jumlah anak merupakan jumlah
anak yang hidup saat ini yang dimiliki
oleh responden. Hasil uji analisis bivariat
dengan uji chi square menunjukkan antara status perkawinan dengan praktik
keselamatan kerja terdapat hubungan,
dengan p value 0,0001 yang berarti lebih
kecil dari α 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa status perkawinan seseorang
berpengaruh terhadap baiknya terhadap
praktik keselamatan kerja. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh
Katharine R Parker bahwa dengan
jumlah anak yang semakin banyak
membutuhkan perhatian orangtua untuk
berbagai keperluan seperti pembiayaan
sekolah, kebutuhan hidup dan
pertumbuhan anak. Semakin banyak
anak semakin besar beban keluarga yang
harus dipikul oleh pekerja, hal ini
mengakibatkan beban mental bagi
pekerja. Berdasarkan hasil analisis
multivariate diperoleh hasil status
perkawinan responden tidak dominan
dengan nilai Exp. B sebesar 1,000 dan
tidak menunjukkan nilai signifikasi
dengan p value 1,000 karena melebihi
nilai α 0,05 yang berarti status
perkawinan responden tidak
menunjukkan pengaruh terhadap praktik
keselamatan kerja.
7. Pekerjaan sampingan
Tabel 8 Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Umur pada
Pekerja Batik di Desa Pilang Sragen
Tahun 2015
No Pekerjaan sampingan
Frekuensi Presentase (%) 1 Ada pekerjaan
sampingan 3 3,3
2 Tidak ada pekerjaan
sampingan 87 96,7
Jumlah 90 100
Pekerjaan sampingan merupakan
aktivitas sampingan kerja yang dilakukan
secara menetap untuk menambah
pendapatan. Hasil uji analisis bivariat
dengan uji chi square menunjukkan
antara pekerjaan lain dengan praktik
keselamatan kerja tidak terdapat
hubungan, dengan p value 0,080 yang
berarti lebih besar dari α 0,05. Adanya
pekerjaan tambahan akan menambah
berat tingkat kelelahan yang berujung
pada penurunan kewaspadaan dalam
keselamatan bekerja. Hal ini terutama
disebabkan karena tubuh yang
seharusnya mendapat istirahat yang
cukup untuk pemulihan tetapi malah
mendapatkan beban pekerjaan.
Kesimpulan
Adanya hubungan yang signifikan
antara umur (p value 0,041), masa kerja
(p value 0,0001), pelatihan (p value
0,0001), status perkawinan (p value
0,0001) dengan praktik keselamatan
kerja, dan variabel pendidikan dan jenis
pekerjaan tidak berhubungan dengan
praktik keselamatan kerja pada
responden pekerja batik di Sragen
Daftar Pustaka
1. Green LW,and Kreuter M.W. Health
Promotion Planning an Educational
and Enviorment Approach, Second
Edition, Mayfield Publishing
Company ; 1991
2. Green, Lawrence. Health Education
Planing A Diagnosis Approach.
California : Masfiela Publishing Co.
1991
3. Hartati, Desi S. Evaluasi Penerapan
Sistem Managemen K3 terhadap
Perilaku Aman. Diakses tanggal 20
agustus 2010- 13.00 WIB. Di unduh
dari :
http:library.usu.ac.id/download/fkm/
05012334.pdf
4. Hurlock, Elizabeth. Psikologi
Perkembangan Suatu Penelitian
Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Erlangga ; 1980
5. Notoatmojo, Soekidjo. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan Kerja.
Jakarta : Rineka Cipta ; 2003
6. Notoatmojo, Soekidjo. Ilmu
Kesehatan Masyarakat:
Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka
Cipta; 2003
7. Pendidikan,Kementrian Indonesia.
Satuan Pendidikan Diakses tanggal
20 September 2015-19.00 WIB).
http://
www.kemdiknas.go.id/satuan-pendidikan.aspx
8. Pitoyo, Harbandinah dkk.
Perencanaan dan Evaluasi PKM dan
Petunjuk Pembuatan Tugas.
Semarang : Bagian PKIP FKM
UNDIP ; 2005
9. Silalahi, Bennett NB dan Silalahi,
Rumondang B. Managemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : PT Pustaka Binaman
Pressindo; 1995
10.Sugiono. Statistik non Parametrik
untuk Penelitian. Bandung :