• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4

Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di daerah asalnya yaitu daerah Skandinavia. Di Indonesia, teori garis leleh kurang begitu diminati oleh para insinyur dalam perencanaan pelat beton bertulang. Dalam bab ini, akan dijelaskan teori garis leleh yang dikembangkan oleh K.W Johansen serta rumus-rumus yang akan digunakan sebagai dasar teori penelitian ini.

2.1 Prinsip Teori Garis Leleh

Teori garis leleh oleh para ahli struktur digolongkan ke dalam upper bound theory. Beban batas sistem pelat mengestimasi dengan mempostulat mekanisme kehancuran (collapse mechanism) yang cocok dengan syarat batas (boundary condition) sehingga momen di sendi-sendi plastis tidak lebih besar sama dengan momen ultimit tahanan penampang. Pendekatan upper bound memberikan beban batas dari pelat beton yang sebenarnya atau lebih tinggi dari sebenarnya (Park dan Gamble, 2000: 303). Sehingga dalam perencanaan menggunakan teori garis leleh, dipilih beban terkecil untuk perencanaan pelat.

Pada teori garis leleh, kekuatan pelat dianggap hanya ditentukan oleh lentur. Jadi pengaruh serviceability yaitu geser dan lendutan diperiksa secara terpisah. Besi tulangan dimisalkan leleh sepenuhnya sepanjang garis leleh pada waktu keruntuhan dan momen lentur dan torsi didistribusikan secara merata sepanjang garis leleh (lihat Gambar 2.1)

(2)

Sumber: Macgregor dan Wight (2005)

Gambar 2.1 Deformasi Pelat dengan Garis Leleh

2.1.1 Perbesaran Momen Pelat

Momen yang diperoleh dari metode ini cenderung lebih rendah dari momen yang sebenarnya, dan bisa dinaikkan sampai 14% dengan sudut 45° terhadap kumpulan tulangan ortogonal. Alasannya adalah analisa tersebut tidak memperhitungkan melekuknya tulangan, yang menyebabkan tulangan hampir tegak lurus garis retak sehingga memperbesar momen penahan. (Ghali dan Neville, 1978: 606). Pendapat ahli lain, momen pelat hasil dari analisis teori garis leleh hanya ditambah sebanyak 10%. Ini bertujuan untuk memberikan faktor keamanan dalam mengantisipasi corner levers yang akan terjadi khususnya pada pelat dua arah (Kennedy dan Goodchild, 2004).

2.1.2 Fixity Ratio (i)

Menurut Kennedy dan Goodchild (2004), Fixity ratio adalah perbandingan momen antara momen maksimum di lapangan dengan momen tumpuan (lihat Gambar 2.2). Nilai dari i biasanya 0 (nol) sampai dengan 0,5 untuk simple support atau tumpuan sederhana yang tidak memberikan tahanan terhadap rotasi. Nilai 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) untuk tumpuan yang memberikan tahanan terhadap rotasi seperti tumpuan jepit atau pelat menerus pada flat slabs. Dalam teori garis leleh

(3)

diketahui hubungan antara i dengan momen lapangan akibat distribusi beban merata yang diterima oleh pelat (lihat Gambar 2.2).

Sumber : Kennedy dan Goodchild (2004: 45)

Gambar 2.2 Fixity Ratio untuk Pelat

m m i n n '  (2.1)

dengan, in = Fixity ratio

mn’= momen maksimum pada tumpuan ke – n (kNm atau kgm)

m = momen maksimum pada lapangan (kNm atau kgm) 2.1.3 Anggapan-Anggapan dalam Teori Garis Leleh

Gunawan dan Margaret (1992), menggunakan asumsi untuk teori garis leleh sebagai berikut :

a. Garis leleh selalu berakhir pada batas-batas pelat b. Garis leleh berbentuk lurus

c. Garis leleh melalui perpotongan sumbu rotasi pelat

d. Sumbu rotasi akan melewati kolom dan sepanjang perletakan pelat

e. Tulangan yang dipasang sepanjang garis leleh tersebut akan meleleh semua pada saat keruntuhan terjadi.

(4)

f. Pelat berdeformasi plastis pada saat keruntuhan terjadi terbagi atas segmen-segmen disebabkan oleh garis leleh.

g. Momen lentur dan momen torsi terbagi rata sepanjang garis leleh, momen lentur dan torsi tersebut merupakan maksimum dari momen batas dalam kedua arah x dan y.

h. Deformasi elastis diabaikan jika dibandingkan dengan deformasi plastis sehingga segmen pelat berotasi debagai segmen bidang (plane segment) pada saat keruntuhan.

Wang dan Salmon (1992), dalam teori garis leleh menggunakan anggapan-anggapan:

a. Tulangan baja sepenuhnya meleleh sepanjang garis leleh pada saat keruntuhan. Dalam kasus umum, bila tulangan pelat berada jauh dibawah keadaan berimbang, maka hubungan momen -∅ kelengkungan seperti Gambar 2.3

Sumber: Park dan Gamble (2000: 304)

Gambar 2.3 Grafik hubungan momen -∅ kelengkungan

b. Pelat berdeformasi secara plastis pada keruntuhan dan pelat terbagi-bagi menjadi segmen-segmen oleh garis leleh.

(5)

c. Momen lentur dan puntir terdistribusi secara merata sepanjang garis leleh dan merupakan harga-harga maksimum yang disediakan oleh kekuatan momen dalam dua arah yang orthogonal.

d. Deformasi elastis dapat diabaikan dibandingkan dengan deformasi plastis, dengan demikian bagian pelat berputar seagai segmen datar pada saat keruntuhan.

2.2 Pola Garis Leleh

Menurut Kennedy dan Goodchild (2004), garis leleh adalah retakan dalam pelat beton bertulang yang melintas dimana batang-batang tulangan meleleh dan sepanjang terjadi rotasi plastis. Sedangkan Gunawan dan Margaret (1992) menjelaskan bahwa garis leleh adalah garis yang menghubungkan sendi-sendi plastis (plastic hinge) yang terjadi pada suatu mekanisme kehancuran. Garis yang terbentuk akan membagi pelat menjadi beberapa segmen sesuai dengan sumbu rotasi yang terbentuk. Garis leleh dianggap sebagai sumbu rotasi saat terjadi mekanisme keruntuhan. Deformasi plastis terjadi sepanjang garis leleh dan lebih besar daripada deformasi elastis.

Hal yang terpenting dari proses analisis metode garis leleh ini adalah menentukan pola atau bentuk garis leleh yang relevan atau yang memungkinkan. Pemilihan bentuk garis leleh juga kan menentukan momen batas yang akan dipakai untuk menghasilkan beban batas. Pada bentuk geometri pelat yang sama dapat menghasilkan bentuk garis leleh yang berbeda sehingga dapat menghasilkan beban batas yang berbeda.

Menurut Park dan Gamble (2000), ada 3 (tiga) aturan dasar yang harus diperhatikan untuk menentukan bentuk garis leleh:

(6)

1. Untuk bereaksi sebagai sendi-sendi plastis mekanisme kehancuran segmen bidang, garis leleh harus garis lurus membentuk sumbu rotasi untuk pergerakan dari segmen-segmen.

2. Perletakan-perletakan dari pelat akan berperan sebagai sumbu rotasi. Jika tumpuan adalah terjepit sempurna (fixed), sebuah garis leleh akan terbentuk sepanjang perletakan. setiap sumbu rotasi akan melewati kolom-kolom.

3. Untuk kecocokan deformasi, garis leleh harus melewati persimpangan dari sumbu rotasi segmen pelat.

Pada Tabel 2.1 berisi perjanjian tanda dan notasi yang harus digunakan untuk penggambaran pola garis leleh pada pelat dengan teori garis leleh.

Tabel 2.1 Perjanjian Tanda dan Notasi Penggambaran Pola Garis Leleh Pelat

No Uraian Notasi

1. Perletakan sendi (Simply supported) 2. Perletakan jepit atau menerus (Fixed

supported)

3. Perletakan bebas (Free supported) 4. Kolom (Column)

5. Beban garis (Line load)

6. Beban titik atau terpusat (Point load) 7. Sumbu rotasi (The Axes of rotation)

8. Garis leleh negatif (Hogging)

9. Garis leleh positif (Sagging) Sumber : Gunawan dan Margaret (1992)

(7)

Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk garis leleh dari berbagai bentuk pelat

Sumber: Park dan Gamble (2000: 337)

Gambar 2.4 Pola Garis Leleh Beban Merata pada Berbagai Macam Bentuk Pelat.

Meskipun memiliki bentuk geometri pelat yang sama, tetapi pola garis leleh yang dibentuk dapat berbeda seperti pada Gambar 2.5.

Sumber: Park dan Gamble (2000: 304)

Gambar 2.5 Pola Garis Leleh Beban Merata pada Bentuk Pelat Yang Sama.

Pelat lantai yang memiliki lubang ditengah seperti pelat lantai pada void memiliki garis leleh yang ujungnya berakhir di tepi lubang dan di tumpuan seperti Gambar 2.6

(8)

(a) Mode 1 (b) Mode 2

Sumber: Park dan Gamble (2000: 331)

Gambar 2.6 Pola Garis Leleh Beban Merata Pada Pelat Berlubang di Tengah.

Pelat dengan bukaan di tepi atau di tengah yang sering dijumpai di daerah void pada gedung memiliki bentuk garis leleh tersendiri. Contoh bentuk garis leleh pada pelat dengan bukaan ditepi dapat dilihat pada Gambar 2.7

(a) (b) (a) dan (b) Pada sisi pendek pelat; (c) Pada sisi panjang pelat

Sumber : Park dan Gamble (2000)

(9)

2.3 Pelat Ortotropis

Sebagian besar solusi teori garis leleh hanya untuk kasus pelat dengan tulangan isotropis. Pelat dengan tulangan ortotropis sangat berbeda dengan pelat tulangan isotropis yang sering dibahas pada teori garis leleh sehingga memerlukan pembahasan tersendiri. Jika pelat ortotropis dibebani oleh beban ultimit, besar momen arah x dan y yang timbul tidak sama (lihat Gambar 2.8). Analisis pelat tulangan ortotropis kemudian disederhanakan oleh Johansen (dalam A. Ghali dan A.M Neville, 1978) dengan mengubah panjang sisi dan pembebanan dengan rasio µ untuk memperoleh pelat isotropis ekuivalen dalam 2 arah tegak lurus atau yang lebih dikenal dengan transformasi Affine.

Sumber : Macgregor dan Wight (2005:764)

Gambar 2.8 Garis leleh Pada Tulangan Orthogonal

Dari Gambar 2.9 didapat persamaan untuk momen lentur dan puntir pada pelat tulangan orthogonal atau ortotropis:

  

)sin +m ( cos )cos sin (L y L m l mbx (2.2) Sehingga persamaan momen lentur mb

  2 y 2 +m cos sin x b m m  (2.3) Sedangkan persamaan untuk momen puntir mt

(10)

 2 sin ) 2 ( x y t m m m   (2.4) 2.3.1 Transformasi Affine

Transformasi Affine adalah proses pelat ortotropis dianalisis dengan pelat isotropis ekuivalen dan momen, m, yang dihasilkan sama dengan pelat ortotropis sebenarnya (Kennedy dan Goodchild, 2004). Ada beberapa peraturan yang digunakan dalam mengkonversi pelat ortotropis ke pelat isotropis ekuivalen untuk menentukan momen ultimit, m, antara lain:

a. Jarak di arah x dan y pada µm (biasanya arah memanjang) dalam transformasi Affine dibagi dengan √ .

b. Beban terpusat P yang bekerja pada pelat ortotropis dalam transformasi Affine dikonversi menjadi P/ √ .

Atau secara sederhana seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Konversi Pelat Ortotropis ke Pelat Isotropis Ekivalen Pelat Ortotropis Pelat Isotropis

Dimensi lx Lx

ly ly/√

Pembebanan Wu Wu

Pu Pu/√

dan lebih lengkap lagi untuk berbagai kasus dapat dilihat pada Tabel 2.3 (lihat Lampiran Tabel)

Pelat ortotropis memiliki kekakuan yang berbeda dalam arah x dan y sehingga mx ≠ my. Rasio µ dalam transformasi Affine didefinisikan sebagai rasio dari tulangan

di arah yang terkuat ke arah yang terlemah atau biasanya dimensi yang panjang dengan dimensi yang pendek (Nawy, 2005: 524).

(11)

x y m m   (2.5)

dimana μ adalah rasio momen arah y dan momen arah x; my adalah momen

maksimum lapangan atau tumpuan pelat arah y (kgm/m); mx adalah momen

maksimum lapangan atau tumpuan pelat arah x (kgm/m).

2.4 Metode Kerja Virtual 2.4.1 Persamaan kerja virtual

Metode kerja virtual dipakai untuk menentukan gaya-gaya pada batang-batang dalam rangka statis tertentu (Todd, 1984:180). Dalam perkembangannya kerja virtual juga dipakai pada sistem rigid body. Jika bidang diberi sebuah sembarang perpindahan kecil, penjumlahan kerja oleh gaya akan sama dengan nol karena resultan gaya sama dengan nol (Park dan Gamble,2000: 311). Perpindahan virtual adalah sembarang perpindahan kecil dan kerja virtual adalah hasil dari perpindahan.

Untuk menganalisa pelat dengan metode kerja virtual, bentuk garis leleh dipostulat untuk pelat dengan beban ultimit. Segmen-segmen yang terbentuk dari pola garis leleh dianggap sebagai rigid body karena pelat berdeformasi dengan defleksi yang terjadi hanya di garis leleh. Segmen-segmen pelat dalam keadaan seimbang di bawah beban luar dan momen lentur dan torsi dan geser sepanjang garis leleh. Titik yang dipakai pada pelat dipilih dan diberi perpindahan kecil  di arah beban. Kemudian dijumlahkan semua perpindahan di semua titik pelat ,  (x,y), dan rotasi dari segmen-segmen pelat sekitar garis leleh. Kerja virtual akan lengkap oleh beban luar dan aksi dalam sepanjang garis leleh. Kerja virtual bekerja dengan beban ultimit merata per satuan luas.

Kerja Dalam = Kerja Luar

 

(12)

Dimana Wu adalah total beban di segmen pola garis leleh yang ditinjau dan Δ adalah

pergerakan ke bawah dari titik tengah segmen tersebut. Semua kerja yang ada dijumlahkan. Reaksi di tumpuan tidak memberikan kontribusi pada kerja virtual seperti tidak berpengaruh pada perpindahan yang terjadi. Kerja yang dihasilkan oleh aksi internal atau kerja dalam yang berpengaruh hanya momen lentur saja, karena kerja yang dihasilkan oleh momen dan gaya geser sama dengan nol jika dijumlahkan dari seluruh segmen pelat. Ini dikarenakan aksi di setiap sisi dari garis leleh adalah sama dan berlawanan (lihat Gambar 2.9) dan untuk perpindahan manapun dari garis leleh tidak ada pergerakan relative diantara sisi garis leleh yang menyesuaikan momen torsi dan gaya geser, sejak terdapat rotasi relative antara dua sisi garis leleh.

Sumber: Park dan Gamble (2000: 312)

Gambar 2.9 Aksi-Aksi yang Terjadi di Garis Leleh

Hanya momen lentur ultimit per satuan luas mun di garis leleh saja yang

berpengaruh pada kerja dalam. Momen tahanan ultimit per satuan luas di garis leleh sepanjang lo , dimana rotasi relatif sekitar garis leleh dari dua segmen θnadalah -mun

θn lo. Kerja yang terjadi bernilai negatif karena momen lentur akan beraksi di arah

yang berlawanan dari rotasi jika pelat diberi perpindahan di arah pembebanan. Kerja total oleh momen tahanan ultimit dihasilkan dari penjumlahan kerja sepanjang semua garis leleh -munθnlo. Oleh karena itu, persamaan kerja virtual dapat ditulis

0 0

Wu

munnl

(13)

Atau 0 l m Wu

unn

 (2.7) Metode kerja virtual adalah metode penyelesaian upper bound. sehingga W yang dihasilkan dari metode ini sama atau lebih besar dari pada beban yang menyebabkan keruntuhan sebenarnya. Jika garis leleh yang tidak tepat dipilih, beban W terlalu besar untuk diberikan kepada nilai m atau nilai m terlalu kecil untuk diberikan kepada beban W (Macgregor dan Wight, 2005: 767)

2.4.2 Kerja Dalam

Kerja dalam adalah aksi-aksi dalam yang diakibatkan dari beban eksternal ultimit yang bekerja diatas pelat. Yang dihasilkan dari kerja dalam terdiri dari momen lentur, momen torsi dan gaya geser. Tetapi untuk kerja dalam virtual yang berpengaruh hanya momen lentur ultimit saja dan rotasi relatif pada segmen garis leleh. (Park dan Gamble,2000: 311)

Sebagian besar pelat yang berbentuk persegi, tulangan disusun secara paralel dengan tumpuan arah x dan y dan karena momen lentur ultimit per satuan luas di arah x dan y yang diketahui memudahkan memisahkan momen menurut arahnya. (lihat Gambar 2.10)

Sumber: Park dan Gamble (2000: 315)

(14)

0 2 2 0 m cos m sin l l munn

uxuy n

  

muxcosxy0muysinyx0

mux xy0 muy yx0

(2.8)

dimana θxdan θy adalah komponen dari rotasi θn di arah x dan y; mun adalah momen

lentur ultimit per satuan luas; l0adalah panjang segmen garis leleh.

2.4.3 Kerja Luar

Kerja luar direpresentasikan oleh beban ultimit eksternal diatas pelat yang bergerak melewati pelat dan menyebabkan defleksi (Wager, 1994). Sejumlah beban ultimit Wu yang bekerja sangat baik jika dihitung pada setiap bagian rigid dan

dikalikan dengan displacement Δ pada bagian rigid tersebut.

Kerja Luar 

Wu (2.9)

dimana Wu adalah beban ultimit per satuan luas; Δ adalah perpindahan akibat beban

kerja ( 1 satuan).

2.5.4 Prinsip Beban Minimum

Bentuk dari garis leleh tidak bisa digambar tanpa diketahui dimensi lokasi letak garis leleh tersebut. Dimensi yang tidak diketahui ditunjukkan dengan notasi l1,

l2, l3dan seterusnya (lihat Gambar 2.11).

Sumber: Park dan Gamble (2000: 315)

(15)

Persamaan beban ultimit menjadi Wu = f (l1, l2, l3…..). Sejak persamaan

tersebut digunakan dalam pendekatan upper bound,nilai untuk l1, l2, l3 … harus

memberikan nilai minimum untuk Wu.

0 ' 1    l Wu ; ' 0 2    l Wu 0 ' ; 3    l Wu (2.10) Pada Gambar 2.11 tidak diketahui dimensi garis leleh yang akan digunakan sehingga persamaan 2.10 akan digunakan untuk mencari dimensi maksimum yang akan digunakan.

2.5 Momen Nominal

Pelat memiliki momen nominal akibat lentur murni. Apabila momen ulitmit yang terjadi pada pelat lebih besar dari momen nominal pelat maka akan terjadi keruntuhan atau kegagalan struktur. Momen nominal ini dihitung per 1 (satu) meter di arah x dan arah y. Pelat yang bersifat ortotropis maka momen nominal antara arah x dan y berbeda nilainya. Jika pelat bersifat isotropis, momen nominal akan memiliki nilai yang sama antara arah x dan y. Perhitungan momen nominal dianalogikan sama dengan momen nominal balok akibat lentur murni. Tetapi yang berbeda jika perhitungan balok memakai lebar balok b sebesar balok, pelat menggunakan lebar pelat per 1 (satu) meter.

Menurut Vis dan Gideon (1997), dasar-dasar anggapan dan persyaratan yang digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang diberi beban lentur adalah sebagai berikut:

1. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan tarik.

2. Perubahan bentuk berupa pertambahan panjang dan perpendekkan (regangan tarik dan tekan) pada serat-serat penampang, berbanding lurus dengan jarak tiap

(16)

serat ke sumbu netral. Ini merupakan kriteria yang dikenal dengan penampang bidang datar akan tetap berupa bidang datar.

3. Hubungan antara tegangan dan regangan baja (σs dan εs) dapat dinyatakan

dengan secara skematis.

4. Hubungan antara tegangan dan regangan beton (σc dan εc) dapat dinyatakan

dengan secara skematis.

Perhitungan momen nominal dalam akibat lentur murni sebagai berikut (lihat Gambar 2.12):

Sumber : Vis dan Gideon,1997

Gambar 2.12 Perhitungan Momen Nominal Untuk Pelat

d = h – 0,5 Φ tulangan tarik – selimut beton (2.11) c a1 (2.12) b a f Cc   ' 85 , 0 (2.13) y f As T  (2.14) a d Z 2 1   (2.15) Z T MZ   atau Z C MZ   (2.16)

Dimana d adalah tinggi efektif (cm); h adalah tebal pelat (cm); β1sama dengan

0,85 untuk fc ≤ 300 kg/cm2, untuk mutu beton lebih tinggi dari ≤ 300 kg/cm2β =

d h b a C Z T

(17)

0,85 – 0,008(fc’ – 30); c adalah tinggi garis netral; C adalah tegangan tekan; fc’

adalah kuat tekan beton yang direncanakan (MPa atau kg/cm2); b adalah lebar pelat dimana dalam perhitungan lebar pelat dihitung per satu meter (cm); T adalah tegangan tarik tulangan; As adalah luas tulangan terpasang (cm2); fy adalah kuat

tarik leleh tulangan (MPa atau kg/cm2); Z adalah lengan momen (cm); Mz adalah

momen nominal pelat per meter (kgm/m).

Gambar

Gambar 2.1 Deformasi Pelat dengan Garis Leleh
Gambar 2.2 Fixity Ratio untuk Pelat
Gambar 2.3 Grafik hubungan momen - ∅ kelengkungan
Tabel 2.1 Perjanjian Tanda dan Notasi Penggambaran Pola Garis Leleh Pelat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan gambar 4.c, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan warna yang terdapat pada berbagai perlakuan pada temperatur pemanasan 115°C, dari kiri kekanan adalah

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau triwulan II/2016 (y-on-y), Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga merupakan komponen dengan

KETIGA : Menetapkan jadwal pelaksanaan pelayanan dan upaya kesehatan di lingkungan kerja Puskesmas II Denpasar Selatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II

Tahap survei pendalaman dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu: (a) bagaimana kondisi empirisguru, siswa, serta sarana dan prasarana sekolah yang terlibat, (b)

Kebijakan memberikan izin tinggal permanen oleh pemerintah Swedia untuk pencari suaka asal Suriah di tahun 2013, merupakan bentuk strategi yang dilakukan oleh

a) Aparatur pelaksana di Kecamatan Bahau Hulu memiliki kuantitas yang cukup memadai namun belum didukung dengan kualitas yang mumpuni. b) Informasi Terkait Pnyelenggaraan Alokasi

Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada RSUD Tugurejo Semarang selama 3 tahun jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 pada Tahun 2011- 2012 sebanyak 1745 kasus pasien

Penelitian ini bertujuan untuk membangkitkan tegangan tinggi DC menggunakan metode flyback dari kumparan dengan teknik Pulse Width Modulation (PWM) yang dibangkitkan oleh