• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Malam Selawe (Studi Living Hadits di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tradisi Malam Selawe (Studi Living Hadits di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik)."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN GRESIK)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Hadits

Oleh:

Nur Fariha Novianti Puteri NIM: U20182038

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU HADITS JANUARI, 2023

(2)

KABUPA TEN GRESIK)

SKRIP SI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Hadits

Oleh:

Nur Fariha Novianti Puteri NIM: U20182038

Disetujui Pembimbing:

Makhrus, M.A

NIP.198211252015031002

(3)
(4)

ِﺭْﺪَﻘْﻟﺍ ُﺔَﻠْﻴَﻟ ﴿ /ﺭﺪﻘﻟﺍ ) ﴾ ٍۗﺮْﻬَﺷ ِﻒْﻟَﺍ ْﻦِّﻣ ٌﺮْﻴَﺧ

Artiya : “Malam Kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan”

(QS. Al-Qadr 3/97)

(5)

hati, skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Ayah Yon Sumali dan Ibu Dewi Aisyah Amini ayah dan ibu yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, cucuran keringat, perjuangan, nasehat, yang tiada hentinya dengan penuh kesabarandan keikhlasan, membesarkan dan membiayai tanpa mengeluh, baik berupa materil maupun spiritual serta mengalirkan doa untuk kebahagiaan putra putrinya di dunia maupun di akhirat nanti dan demi keberhasilan anaknya dalam mencapai cita-cita serta harapan yang lebih baik.

2. Rizky Ananda Ramadhani Puteri dan Dea Rosyali Puteri, kedua adik saya yang sangat mendukung di semua keadaan. Saudara yang selalu membantu dan setia mendengarkan setiap cerita saya. Saudara yang selalu menghibur dan selalu ada disetiap keadaan.

3. Atik Zahroh dan Wardatul Azizah, kedua teman saya yang selalu mendukung, memberi semangat, dan setia mendengarkan keluh kesahku.

Terimakasih sudah menjadi partner sangat baik dan telah menemani dan berjuang bersama mulai awal hingga akhir.

4. Nur Subchiyah, Nurriyatuz Zubaidah, Wiwik Syafarma Indah, Terimakasih kepada saudara-saudara saya yang telah mendukung, mendo’akan dan selalu memberi semangat hingga saya bisa berada di titik sekarang menyelesaikan skripsi ini.

(6)

6. Orang-orang baik yang banyak memberi bantuan berupa pengarahan, semangat, dan doa yang semoga juga akan menjadi jalan kemudahan padanya.

(7)

Segala puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman permusuhan menuju zaman yang penuh dengan masa persaudaraan seperti saat ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Pendidikan dalam Program Studi Ilmu Hadits pada Universitas Islam Negeri KH.

Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember dengan judul “Tradisi Malam Selawe di Desa Giri Kabupaten Gresik (Studi Living Hadits di Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik)”.

Kesuksesan ini dapat penulis peroleh karena dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyadari dan menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM Selaku Rektor UIN KHAS Jember.

2. Bapak Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag M.Si Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Aadab dan Humaniora UIN KHAS Jember.

3. Bapak Makhrus, MA. Selaku Kepala Program Studi Ilmu Hadits dan sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar dan sepenuh hati menerima judul skripsi ini juga memebrikan arahan, bimbingan dan motivasi.

(8)

5. Bapak/Ibu Tata Usaha Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran administrasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Tiada kata yang dapat diucapkan selain doa dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas semua jasa yang telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini pasti memiliki kekurangan.

Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam penelitian selanjutnya bisa lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Penulis

Nur Fariha U20182038

(9)

Kebomas Kabupaten Gresik (Studi Living Hadits di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik).

Malam Selawe adalah malam ke 25 di bulan Suci Ramadhan, yang merupakan Tradisi Maleman di Jawa yang masih berkembang hingga saat ini, dan masih dipertahankan oleh masyarakat desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupten Gresik yaitu Tradisi Malam Selawe. Hal unik dari desa Giri ini adalah kebiasaan mayoritas masyarakat yang melaksanakan tradisi malam selawe secara individu atau berkelompok di masjid samping makam sunan giri pada pukul 12 malam, mereka sudah berbondong-bondong untuk beri’tikaf di masjid.

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Malam Selawe di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik? 2) Bagaimana Makna adanya Tradisi Malam Selawe bagi masyarakat desa Giri?

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan Proses Pelaksanaan Tradisi Malam Selawe di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. 2.

Makna adanya Tradisi Malam Selawe bagi masyarakat desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Untuk mengindentifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi.

Adapun utuk mengukur keabsahan data, peneliti menggunakan metode triangulasi. Penelitian ini memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Proses Pelasanaan Tradisi Malam Selawe terdiri dari beberapa tahapan yaitu Menentukan Waktu dan Tempat Pelaksanaan, Berziarah Kubur, adanya Pasar Malam, Beritikaf di Masjid, Pembacaan Tahlil. 2) Masyarakat Memaknai Tradisi Malam Selawe sebagai Bentuk Rasa Syukur, sebagai Berziarah ke Makam Para Wali, dan sebagai Momen untuk Mengharap Kemuliaan pada Malam Lailatul Qadar.

(10)

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFRAT ISI ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 8

A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Kajian Teori ... 10

(11)

B. Lokasi Penelitian ... 26

C. Sumber Data ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

E. Analisis Data ... 28

F. Keabsahan Data ... 29

G. Tahap- Tahap Penelitian ... 30

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALIS ... 32

A. Gambar Umum Lokasi Penelitian ... 32

B. Penyajian Data dan Analis ... 45

C. Hasil Temuan ... 68

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ...

(12)

Tabel 4.2 Luas Wilayah Desa Giri Kedaton ... 33

Tabel 4.3 Orbitrasi (Jarak dari Pusat Pemerintah ... 34

Tabel 4.4 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

Tabel 4.5 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kepala Keluarga ... 36

Tabel 4.6 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 36

Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Giri Kedaton... 37

Tabel 4.8 Sarana Prasarana Penunjang Proses Belajar di Desa Giri Kedaton ... 38

Tabel 4.9 Mata Pencaharian Penduduk Desa Giri Kedaton ... 39

(13)

Gambar 4.2 Sholat Sunnah di Masjid ... 67

 

(14)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tradisi merupakan sebuah kegiatan atau kebiasaan yang kerap kali dilakukan di masyarakat. Dan kebiasaan tersebut sudah dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek moyang. Tradisi berasal dari kata “Traditium” yang berarti segala sesuatu yang diwariskan dari masa lalu sampai pada masa sekarang. yang dapat dijaga, dilestarikan dan yakini sampai sekarang. tradisi atau adat tersebut dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan.1

Di Indoensia sendiri, juga terdapat tradisi atau adat yang masih berlaku sampai sekarang ini terutama di kota Gresik. kota Gresik dikenal dengan sebutan “Kota Wali”, karena terdapat makam salah satu dari sembilan wali.

Makam tersebut yaitu: Maulana Malik Ibrahim yang terletak di tengah pusat kota alun-alun tepatnya di Jalan KH. Zubair atau yang biasa disebut dengan

‘Kampung Arab’. dan makam Sunan Giri, yang terletak di bukit Giri yang berada di Jalan Sunan Giri Kecamatan Kebomas.2 Makam Sunan Giri ini berjarak 4 km dari pusat Kota Gresik. Untuk berziarah ke makam Suna Giri pengunjung harus menaiki anak tangga yang relatif tinggi karena makam utama terletak di atas bukit. Pada kawasan makam Sunan Giri terbagi 3 zona kawasan yaitu: Zona pertama tempat Makam Sunan Giri, Zona kedua Makam leluruh       

1 Moh Nur Hakim “Islam Tradisional dan Reformasi Pragmatism”Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi (Malang: Bayu media publishing, 2003)

2 Mustakim, “Mengenal Sejarah Kota Gresik” (Gresik: Dinas P&K Kab. Gresik, 2005), 9

(15)

dan masyarakat giri pada zaman lampau, dan Zona ketiga Tempat parkir pengunjung.3 Giri Kedaton memiliki tradisi yang disebut dengan Tradisi malam selawe yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat. Tradisi malam selawe dilaksanakan pada malam ke 25 di bulan suci ramadhan. Bulan suci ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan, ampunan dan rahmat serta kasih sayang dari Allah. Di bulan suci ramadhan terdapat, malam yang mulia lebih baik daripada seribu bulan yaitu, malam lailatul qadar. Malam lailatul qadar terjadi pada 10 malam terakhir dibulan suci ramadhan tepatnya di malam-malam ganjil. Di malam ke 25 yang bertepatan pada malam lailatul qadar, terdapat sebuah tradisi unik yang berada di dusun giri kecamatan kebomas kabupaten gresik yaitu tradisi malam selawe. Sebelum adanya tradisi malam selawe, terdapat tradisi maleman yang ada di kabupaten Gresik.

Dimulai pada malam ke 21 terdapat tradisi maleman yang berada di makam Sunan Ampel Surabaya proses pelaksanaanya hampir sama seperti tradisi malam selawe, pada malam ke 23 terdapat tradisi kolak ayam yang berada di gumeno kecamatan manyar, proses pelaksanananya mulai pagi sampai sore hari para bapak-bapak memasak ayam dengan jumlah porsi besar yang dimasak dengan bumbu kare, untuk dihidangkan pada malam hari setelah sholat isya’

dengan tujuan dan harapan dapat keberkahan pada malam lailatul qadar. pada malam ke 25 terdapat tradisi malam selawe di dusun Giri kecamatan Kebomas, proses pelaksanaanya dimulai pada pukul 12 malam di masjid samping makam sunan Giri dengan cara beri’tikaf di masjid sampai setelah sholats hubuh       

3 Budi Santosa, “Dinamika Ruang Wisata Religi Makam Sunan Giri di Kabupaten Gresik” di dalam Jurnal, Vol.16 No.2 2014 

(16)

dengan harapan mendapat kemuliaan di malam lailatul qadar. Pada malam ke 29 sebelum penutupan dibulan suci ramdhan terdapat tradisi pasar bandeng yang merupakan penutupan dari tradisi di kabupaten Gresik. Proses pelaksanaanya dengan cara terdapat pasar malam yang berjualan disepanjang jalan alun-alun kota gresik sampai ke pasar kota Gresik. Yang identik dari tradisi pasar bandeng terdapat lelangan bandeng besar-besar yang sudah dirawat selama bertahun-tahun untuk di konteskan di tradisi pasar bandeng, yang natinya ada sebuah hadiah.4

Pada zaman dahulu, proses pelaksanaan tradisi malam selawe ada yang dimulai setelah melaksanakan sholat isya’ dan sholat taraweh. Biasanya masyarakat desa giri menyempatkan waktunya untuk berziarah kubur terlebih dahulu di makam sunan Giri, kemudian baru mereka naik ke atas untuk pergi ke masjid. Ada juga masyarakat desa giri yang datang pada pukul jam 12 malam dan langsung menuju ke masjid. Di masjid, orang-orang mendirikan sholat sunnah tasbih, sholat sunnah tahajjud, berdzikir, tadarus, dan beri’tikaf disana dengan harapan dan tujuan mendapat kemuliaan pada malam lailatulqadar. Malam lailatul qadar merupakan satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Berikut hadits yang menjelaskan kemuliaan pada malam lailatul qadar.

َﻋ َﺃ": ﺎَﻬْﻨَﻋ ﻰَﻟﺎَﻌَﺗ ُﷲ َﻰ ِﺿ َﺭ َﺔَﺸِﺋ ﺎَﻋ ْﻦ َﺭ ْﻥ

ْﻮ ُﺳ ِﷲ ُﻝ َﺔَﻠْﻴَﻟ ﺍ ْﻭ ﱠﺮَﺤَﺗ :َﻝﺎَﻗ ﷺ ﻲِﻓ ِﺭْﺪَﻘﻟﺍ

ِﻮﻟﺍ ِﺮ ْﺗ ِﻣ َﻌﻟﺍ َﻦ ِﺮ ْﺸ " ِﺮ ِﺧﺍ َﻭَ ْﻷﺍ ﱡﻱ ِﺭﺎَﺨُﺒﻟﺍ ُﻪَﺟ َﺮْﺧَﺃ )

(

      

4Ali Irfa, “Tradisi Malam Selawe”, (Gresik: Pusataka Luhur 1977) 

(17)

Artinya: Diceritakan dari Aisyah Ra Sesungguhnya Rasulullah bersabda:

Carilah dengan sungguh-sungguh Lailatul Qadar di Ganjil pada Sepuluh Terakhir (HR.Bukhori)

Seiring berkembangnya zaman, tradisi malam selawe ini sudah dikenal oleh banyak kalangan dari luar kota Gresik. Banyak para peziarah yang berdatangan untuk berziarah ke makam Sunan Giri dan mengikuti tradisi malam selawe. Karena banyaknya peziarah yang datang mulai muncullah para pedagang yang berjualan disepanjang jalan kebomas sampai jalan menuju makam sunan giri. Para pedagang berjajaran menggelar dagangannya, mereka menjual kebutuhan pokok untuk para peziarah yang hadir seperti: berjualan makanan khas giri, makanan berat, makanan ringan, minuman hingga ada yang berjualan pernak-pernik untuk hiasan di hari raya idul fitri. Karena banyaknya para pedagang yang berjualan disepanjang jalan raya, orang-orang yang mengikuti tradisi malam selawe Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji Tradisi Malam Selawe di Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.

B. FOKUS PENELITIAN

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik fokus permasalahan yang akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Berikut fokus peneltianya adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan tradisi malam selawe di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik ?

(18)

2. Bagaimana makna tradisi malam selawe bagi masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dari fokus masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pelaksanaan dari tradisi malam selawe di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.

2. Mendeskripsikan makna dari tradisi malam selawe bagi masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini memiliki manfaat yang dapat diambil, diantaranya adalah:

1. Secara Teoritis

a. Menambah pengetahuan mengenai tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan dan berkembang dimasyarakat seperti Tradisi Malam Selawe di Desa Giri. Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran secara lengkap mengenai praktek Tradisi Malam Selawe di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai bahan studi empiris bagi penyelesaian Skripsi di Prodi Ilmu Hadits, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora. Dan dapat

(19)

menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah dan makna dari Tradisi Malam Selawe di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan rujukan terkait dari Tradisi Malam Selawe di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik

c. Bagi Instansi

Menjadi bahan acuan atau referensi terutama bagi mahasiswa UIN KHAS Jember yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji lebih dalam mengenai tradisi malam selawe.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Untuk mencapai penelitian yang terarah dan sistematis, diperlakukan adanya langkah-langkah pembahasan dalam penelitian. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima (5) bab, dan setiap bab meliputi sub- sub bab sebagai garis pokok pembahasan pembagian bab tersebut antara lain sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Masalah yang diangkat adalah Tradisi Malam Selawe di Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik

Bab II Kajian Kepustakaan, bab ini berisi penelitian terdahulu dan kajian teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk

(20)

memperoleh originalitas penelitian maka pada bab ini dicantumkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan serta landasan teori untuk memberikan arah pembahasan yang lebih kompelks

Bab III Metodologi Penelitian, bab ini berisi mengenai metode yang dilakukan dalam penelitian yaitu melalui pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data dan keabsahan data.

Bab IV Penyajian Data dan Analisis, bab ini berisi meliputi gambar objek penelitian, penyajian data, dan analisis pembahasan temuan.

Bab V Kesimpulan dan Saran, dan kemudian dilanjut dengan kata penutup, daftar pustaka, lampiran-lampiran sebagai pendukung dalam pembahasan kelengkapan data penelitian, dan daftar riwayat hidup.

(21)

A. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian livinghadis tersebut sudah lazim dilaksanakan oleh sejumlah sarjana berbentuk jurnal, skripsi, tesis, hingga buku. Dari beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini yakni antara lain:

1. Skripsi yang disusun oleh Syamsul Bakri, 2019 dengan judul “Tradisi Malam Selikuran Kraton Kasunan Surakarta” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Membahas tentang proses membangun tradisi yang dinamakan malam selikuran di Keraton kasunansurakarta. Hasil penelitiannya tentang makna simbolik, terhadap kehidupan masyarakat.

Persamaan dari riset yang hendak dilaksanakan oleh penulis ada pada pembahasannya yakni terkait "Tradisi Malemam pada malam lailatulqadar". Sementara perbedaan riset ini terletak pada pembahasan yang mana riset sebelumnya terfokus pada analisis mendalam tentang mengkaji lebih dalam tentang “makna simbol dari tradisi maleman di kraton kasunansurakarta”.5

2. Penelitian yang dilakukan oleh “Naili Arafah”, dengan judul “Tradisi Maleman di Masjid Agung Demak” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Fokus penelitiannya membahas tentang Salah satu bentuk literasi nilai budaya serta agama Islam yang diturunkan dari Wali Songo hingga masa kini. persamaan dari riset yang hendak dikaji oleh       

5Syamsul Bakri, “Tradisi Malam Selikuran Kraton Kasunan Surakarta”, dalam Jurnal Kajian Islam dan Budaya, Vol.17, No.1, 2019 

(22)

penulis terdapat pada pembahasan terkait “tradisi maleman pada zaman walisongo”. Sedangkan Perbedaannya terletak dalam pembahasan yang mana penulis sebelumnya lebih fokus pada analisis secara mendalam tentang “proses pelaksanaan tradisi maleman di masjid agung demak”.6 3. Skripsi yang ditulis oleh Siti Syafitri 2020, dengan judul “Resepsi Lailatul

Qadar” Riset ini memakai metode kualitatif deskriptif serta teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, serta dokumentasi.

Membahas tentang proses Bagaimana terciptanya resepsi Lailatul Qadar di Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya dan bagaimana pemahaman konstruksi sosial serta implementasi masyarakat di sana. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa masyarakat umumnya memahami esensi dari lailatul qadar yakni malam yang jika dipergunakan untuk memperbanyak ibadah akan memperoleh pahala lebih dari 1000 Bulan.

Persamaan dari riset yang akan dikaji berada pada pembahasan terkait

“Kemuliaan pada malam lailatulqadar”. Sementara perbedaan dari riset ini berada pada pembahasan yang lebih terfokus mengkaji lebih dalam

“Proses Pelaksanaan Lailatul Qadar di Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya”.7

4. Skripsi yang ditulis oleh Fajar Bayu Aji 2020, dengan judul “Makna Tradisi Maleman Pada Bulan Ramadhan Bagi Masyarakat Desa Jabon Kecamatan Banayakan Kabupaten Kediri” Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif kualitatif. Fokus penelitiannya membahas tentang       

6Naili Anafah, “Tradisi Maleman di Masjid Agung Demak”, dalam Jurnal Institut Agama Islam Negeri Walisongo”, Semarang 

7Siti Syafitri, “Resepsi Lailatul Qadar”, (Skripsi, Insitut Ilmu Al-Qur’an, 2020)

(23)

arti tradisi maleman serta alur yag dilaksanakan oleh masyarakat tersebut.

Hasil dari penelitiannya memperoleh 2 aspek arti dari tradisi tersebut., yaitu: pertama aspek spiritual. Aspek tersebut mempengaruhi jiwa masyarakat yang melaksanakan maleman, bahwa mereka dapat mengampuni kesalahan orang lain. Kedua, aspek sosial. Untuk penduduk Desa Jabon, maleman merupakan wadah menjalin hubungan yang sangat ditunggu disetiap ujung bulan Ramadhan. Dari tradisi tersebut, mereka dapat bisa merasakan kebersamaan seperti: makan bersama tanpa melihat kedudukan sosial setiap jama’ah. Persamaan dari peneliti yang akan peneliti lakukan tertelak pada kesamaan dalam membahas tentang “Makna dan Proses tradisi maleman bagi masyarakat”. Sedangkan perbedaannya terletak pada pembahasan yang mana peneliti terdahulu lebih memfokuskan pada pembahasan tentang mengkaji lebih dalam “Makna dan Proses Tradisi Maleman bagi masyarakat di Desa Jabon Kecamatan Banayakan Kabupaten Kediri”.8

B. KAJIAN TEORI

1. Teori Fenomenologi Alfred Schutz

Fenomenologi sesungguhnya telah ada semenjak Emanuel kant yang berusaha berpikir serta memilih unsur mana yang diperoleh dari pengalaman serta yang berada pada akal. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phainomai yang berarti menampak Selanjutnya secara luas pada saat dimanfaatkan oleh Hegel menganggap terkait tesis serta antitesis       

8Fajar Bayu Aji Yulianto, “Makna Tradisi Maleman Pada Bulan Ramadhan Bagi Masyarakat Desa Jabon Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri” (Skripsi, IAIN Kediri,2020)

(24)

yang menciptakan sintesis. Dijadikan aliran filsafat serta metode berpikir dikemukakan oleh Edmund Husserl yang meninggalkan kebenaran fenomena, misalnya yang terlihat nyata. Sebuah peristiwa yang terlihat nyata adalah bentuk kenyataan yang tidak berdiri dengan sendirinya, sebab yang terlihat tersebut ialah objek yang dipenuhi dengan arti yang transedental. Maka dari itu dalam memperoleh kebenaran harus bisa berfikir secara mendalam melampui peristiwa yang terlihat tersebut, supaya mendapat meaningfulness.9

Salah seorang ilmuwan sosial yang berkompoten untuk memberikan perhatian pada perkembangan fenomenologi ialah Alfred Schutz. Beliau menghubungkan pendekatan fenomenologi dan ilmu sosial. Selain itu, kenyataannya berbagai ilmuwan sosial memperhatikan pada perkembangan fenomenologi, namun beliau merupakan manusia pertama yang melakukan penjelasan terkait fenomenologi bisa diimplementasikan guna mengembangkan pengetahuan sosial. Beliau mempertanyakan sifat realitas sosial. Dia menginginkan jawaban pada kesadaran seseorang serta pikirnya berbagai kaum mengemukakan bahwa pemikirannya terkait fenomenologi terpengaruh dari dua tokoh yakni edmund Husserl dan MaxWaber.

Pemikiran tokoh-tokoh tersebut sangat berkaitan dengan teori beliau terkait pengetahuan serta pengalaman Inter subjektif pada keseharian yang mencari karakteristik individu secara fundamental melalui pemberian korelasi antara

      

9I.B Wirawan, “Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial”, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), 133 

(25)

fenomenologi transendental (Edmund Husserl) dan verstehendesoziologia (Max Weber).10

Schutz mengemukakan bahwa Manusia merupakan makhluk sosial.

Sehingga, kesadaran terhadap kehidupan setiap hari merupakan suatu kesadaran sosial. Dunia individu adalah suatu dunia Inter subjektif dengan berbagai macam definisi. Kita diharuskan saling mengerti dengan sesama serta melakukan sesuatu pada realita yang sama. Pada kehidupan masyarakat, seseorang menggunakan simbol yang diperoleh dengan memberikan makna pada perilakunya tersebut. Maka, suatu pandangan deskriptif atau interpretativetentang tindakan sosial bisa diterima apabila bisa diterima oleh akal oleh pelaku sosial yang berkaitan.11

Terdapat 3 kata kunci dari Schutz yang mengemukakan gagasan yakni Taken-for-granted, Common-sense Knowledge dan Typification atau klasifikasi objek dalam kategori umum. Interaksi sosial harus iterima dalam lingkup situasi yang sudah ada (Taken-for-granted) dengan memaksimalkan pengetahuan akal sehat (Common-senseknowledge). Yang akan ditekankan oleh schutz ialah pengkjian pada sistem budaya harus diawali dengan pengkajian dunia Common-sense sekelompok orang, sebab disitu terdapat tanggapan serta pengertiannya setiap hari terkait kehidupannya, yakni tanggapan secara langsung berpengaruh pada perilakunya sebelum dipengaruhi agama, ideologi, serta ilmu pengetahuan.12

      

10Ibid, 134 

11Ibid, 140

12MudjiSutrisno dan Hendar Putranto, “Teori-Teori Kebudayaan” (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 82-83

(26)

Pokok utama dari pemikiran Schutz ialah bagaimana mengerti tindakan sosial dari penafsiran. Langkah penafsiran bisa dipakai dalam menjelaskan atau mengkaji makna yang sebenarnya, supaya bisa memberi konsep kepekaan secara implisit. Konteks Makna tersebut terdapat pada tujuan setiap perbuatan sosial yang dilaksanakan oleh seseorang. Schutz mengklasifikasikan motif tersebut dalam “motif untuk” (in-order-motives) dan “motif karena” (because motives). In-order-motives merupakan keinginan yang dicerminkan dalam tujuan, rencana, harapan, minat dan lain- lain yang diharapkan individu. Sementara because motives mengarah pada pengalaman masa lalu individu yang ada pada pengetahuan tersebut yang diendapkan.13

2. Tradisi

Tradisi diperoleh dari kata Tradition yang berarti kabar atau penerusan. Berdasarkan istilah yakni suatu hal atau isi khusus yang diberikan oleh sejarah masa lalu pada aspek adat, bahasa, tata masyarakat, kepercayaan, dan lain-lain. Meskipun proses pemberiannya untuk generasi berikutnya. Tradisi merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat.

Tradisi merupakan sebuah pemberian berbentuk budaya dari nenek moyang yang sudah melaksanakannya ratusan tahun dan selalu dilestarikan oleh mereka yang lahir setelahnya.14 Itu berarti, suatu tradisi senantiasa mengharapkan nilai yang dipegang secara kokoh oleh penerusnya. Karena

      

13Ali Nurdin, “Komunikasi Magis” (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2015) 

14Bungaran Antonius Simanjuantak, “Tradisi, Agama, dan Akseptasi Modernasi pada Masyarakat Pedesaan Jawa” (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016) 

(27)

dipercaya kebenarannya, tradisi akan senantiasa dilestarikan dan dirawat eksistennya.15

Sebuah tradisi dilaksanakan sesuai latar belakang keyakinan, wawasan, norma serta nilai sosial masyarakat yang telah dianggap serta telah sepakat secara bersama-sama. Seperti yang sudah diutarakan oleh Judistira K. Garna (1998), mengutarakan bahwa tradisi yang terdapat pada seluruh masyarakat merupakan tatanan sosial wujud dari interaksi antara aspek-aspek kehidupan atau selaku wujud norma sosial yang memberikan ajaran tingkah laku serta perilaku seseorang pada sebuah masyarakat, pada dasarnya bermaksud agar meningkatkan kehidupan mereka.16

Menurut Suda (1989), tradisi kerap kali berlawanan dengan ke rasional atau dikatakan tidak masuk akal. Tetapi adanya tradisi berpotensi dalam mendorong terciptanya sebuah budaya yang pada dasarnya berakar pada keseharian sebuah kelompok masyarakat. Maka dari itu, masyarakat mempunyai caranya sendiri untuk menyikap sebuah tradisi.17

3. Malam Selawe

a. Pengertian Malam Selawe

Malam selawe merupakan tradisi yang telah ada sejak zaman salah satu walisongo yang terletak di desa Giri, kabupaten Gresik. Yaitu, Sunan Giri. Malam selawe ini umumnya sama dengan tradisi pada maleman ditempat lain. tradisi tersebut dilaksanakan pada malam ke 25       

15Madchan Anies,” Tahlil dan Kenduri: Tradisi Santri dan Kyai” (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009)

16Syamsudin, Pengantar “Sosiologi Dakwah” (Jakarta: Kencana, 2016) 

17Nuraedah,” Sejarah dan Tradisi Lokal Masyarakat Kaili di Sigi” (Yogyakarta: Deepublish, 2012)

(28)

di bulan ramdhan yang bertepatan pada malam lailatul qadar, sebenarnya di kabupaten Gresik pada malam ke 21 disetiap kecamatan sudah ada yang menjalankan tradisi maleman ini. Dimulai pada malam ke 21 dilaksanakan tradisi maleman di makam Sunan Ampel, pada malam ke 23 dilaksanakan tradisi maleman di kecamatan Manyar dengan tradisi kolak ayam. Dimana sebelum tradisi kolak ayam ini dimulai, pagi hari para bapak-bapak memasak ayam dengan porsi jumlah besar yang nanti’nya akan dimakan bersama setelah tahlil dan doa bersama dengan warga setalah ba’da isya’ dengan tujuan mendapat keberkahan pada bulan ramadhan. Pada malam ke 25 dilaksanakan tradisi maleman di dusun Giri kecamatan Kebomas. tradisi ini puncaknya tradisi maleman di kabupaten Gresik sebelum berakhirnya bulan puasa, tradisi ini juga bertepatan pada malam lailatul qadar. tradisi ini dilaksanakan pada pukul jam 12 malam di masjid yang terletak di samping makam Sunan Giri.

Pada malam ke 29 dilaksanakan tradisi maleman di makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dalam rangka penutupan tradisi maleman yang akan berakhir ditutup dengan kemeriahan pasar bandeng dan pasar malam yang memadati sepanjang jalan alun-alun kota Gresik hingga pasar kota Gresik.18

b. Sejarah Tradisi Malam Selawe

Tradisi Malam Selawe ini sudah dikenal sejak pada zaman Sunan Giri. Sunan Giri (Raden Paku) atau yang disebut juga Muhammad Ainul

      

18Ali Irfa, “Tradisi Malam Selawe”, (Gresik: Pusataka Luhur 1977) 

(29)

Yaqin merupakan Putera dari Imam Ishaq Makdum (Maulana Ishaq) bin Ibrahim Al-Ghozi (Ibrohim Asmoro) dan Ibu beliau bernama Dewi Sekar Dadu. Dewi Sekar Dadu adalah puteri dari Prabu Minak Semboyo Raja Blambangan. Raden Paku atau yang dikenal sebagai Sunan Giri lahir di Blambangan pada tahun saka sengkala 1365. Sedangkan wafatnya di Giri pada tahun saka condrosengkolo 1428.19

Pada suatu ketika puteri raja Blambangan (Dewi Sekar Dadu) menderita sakit yang susah diobati, raja Blambangan sudah berusaha untuk menyembuhkan puterinya tetapi tidak ada hasil. pada waktu itulah Maulana Ishaq yang dikenal sebagai mubaligh di wilayah Blambangan juga merupakan seorang pandito yang tekabul doa’nya. Beliau diminta oleh Patih Bajul Senggoro untuk mengobati puterinya atas perintah dari Raja Blambangan. Raja Blambangan sangat gembira atas sembuhnya penyakit yang dialami oleh sang puteri., setelah beberapa dukun di Blambangan tidak ada yang berhasil menyembuhkan penyakitnya. Sesuai dengan janji sang raja dalam sayembara, maka Dewi Sekar Dadu dinikahkan dengan Syekh Maulana Ishaq serta diberikan setengah kerajaannya. Berkat usaha dakwah islamiyah Maulana Ishaq maka banyaklah penduduk yang memeluk agama islam.20

Pada waktu Dewi Sekar Dadu mengandung tiga bulan, di kerajaan Blambangan sedang terjadi masalah, raja Blambangan tidak suka dengan menantunya. karena, sejak ada menantunya para penduduk       

19Lembaga Tinggi Pesantren Luhur, “Sejarah Perjuangan dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri”

(Malang: Pustaka Luhur 1975), 81

20Ibid, 82 

(30)

beralih ke penganut agama islam. Maulana Ishaq meminta sang raja Blambangan untuk pindah ke agama islam sesuai dengan janji raja Blambangan. Tetapi sang raja menolak dan meminta Maulana Ishaq untuk pergi meninggalkan kerajaan. Setelah kepergian nya kerajaan Blambangan ditimpa suatu wabah penyakit, dan sang raja menduga datangnya suatu wabah penyakit ini akibat anak yang dikandung oleh Dewi Sekar Dadu. Kemudian sang raja Blambangan menyampaikan kepada penduduknya bahwa penyakit ini disebabkan oleh anak dalam kandungan Dewi Sekar Dadu, dan meminta untuk dibunuh. Tetapi, Dewi Sekar Dadu tidak mau anaknya dibunuh dan meminta izin sang Raja untuk tetap dilahirkan dan kemudian dia merelakan sang anak dibuang.

anak Dewi Sekar Dadu dibuang di lautan dengan dibungkus sebuah peti.

setiap hari siang malam selalu memikirkan nasib sang anak dengan mendatangi lautan hingga tak memikirkan kondisinya sendiri dan sampai akhirnya Dewi Sekar Dadu meninggal didepan lautan tepat anaknya dibuang.21

Raden Paku (Sunan Giri) selama hanyut di laut ditemukan oleh anak buah Nyai Ageng Pinatih yang merupakan seorang janda juragana besar di Negeri Masopati yang pada saat itu mau berangkat berdagang ke pulau Bali. Saat perahu berlayar sampai di laut dekat Blambangan, melihat sebuah peti yang terapung-apung di lautan. Awalnya, anak buah Nyai Ageng Pinatih tidak berani untuk mengambil sebuah peti, tetapi atas

      

21Ibid, 82 

(31)

izin Allah diambil lah sebuah peti itu dan dibuka lah sebuah peti yang berisi seorang bayi laki-laki. Kemudian, anak buah Nyai Ageng Pinatih tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju pulau Bali dan kembali ke pelabuhan Gresik. Sampai di pelabuhan Gresik, peti tersebut langsung dberikan ke Nyai Ageng Pinatih dan dirawatlah bayi tersebut. bayi tersebut diberi nama oleh Nyai Ageng Pinatih “Joko Samudera”.22 Pada usia 12 tahun Raden Paku (Sunan Giri) belajar agama ke salah satu pondok pesantren yang berada di Sunan Ampel Surabaya. Pada saat itu, Raden Paku (Sunan Giri) tidak mengetahui bahwa gurunya yang bernama Raden Rahmat merupakan pamannya sendiri. Raden Paku mendapat didikan dari gurunya bermacam-macam ilmu agama islam yaitu: ilmu fiqh, tafsir, hadits, dan ilmu nahwu dan shorof. Sehingga beliau menjadi seorang santri yang alim dan mahir dalam segala ilmu.23

Pada usia 19 tahun Raden Paku (Sunan Giri) mulai belajar berdagang dengan ditemani oleh Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dengan membawa barang dagangan sebanyak 3 buah kapal perahu penuh dengan hasil bumi tanah jawa.24Setelah pulang dari berdagang Raden Paku pergi ke Pasai untuk menemui ayahnya Maulana Ishaq disana, beliau diberikan amanah untuk mencari warna dan bau tanah yang sama dengan yang dipegang. Setelah beliau mendapat amanah, kemudian beliau pulang ke tanah jawa ke kota gresik untuk mencari warna dan bau tanah tersebut. Sesampainya di kota gresik, Raden Paku bertemu dengan       

22Ibid, 83 

23Ibid, 91 

24Ibid, 94 

(32)

ibu angkatnya Nyai Ageng Pinatih dan beliau menceritakan amanah yang disampaikan dari sang ayah. Nyai Ageng Pinatih meberikan saran agar Raden Paku tetap berhati-hati dalam mencari tanah tersebut di dusun Giri.

Raden Paku naik ke gunung wangkal mahesa untuk memohon petunjuk kepada allah selama 40 hari. Setelah itu Raden Paku turun dari gunung wangkal mahesa dan naik kembali ke Gunung Sari. Kemudian disana Raden Paku mendapat sebuah petunjuk yang mengarah ke Gunung kedaton. Kemudian Raden Paku meminta pendapat kepada kedua sahabatnya yaitu (Syekh Koja dan Syekh Grigis) tentang tempat di Giri Kedaton, apakah tanahnya cocok dengan tanah yang dibawa dari pasar.25 Di Gunung Kedaton inilah Raden Paku mendapat tempat yang tanahnya sesuai dengan tanah yang dibawa dari Pasai, melihat warrna maupun baunya pun sama. Hal ini terjadi pada tahun 1403 saka. Di Gunung Kedaton inilah Raden Paku mendirikan pondok dan masjidnya sebagai tempat untuk menyiarkan agama islam. Banyak santri yang datang dari tempat yang jauh mereka rela menetap disekitar Gunung Giri sebagai tempat kediaman Raden Paku. Dari situlah lama kelamaan Giri Kedaton tumbuh menjadi pondok pesantren.

Setelah Raden Paku meninggal, maka penerus pensyiaran agama Islam di Giri kedaton terus berjalan dibawah pimpinan anak beliau yang bernama Sunan Dalem. Dari sekian anak ini yang dapat diketahui

      

25Ibid, 97 

(33)

aktivitasnya sebagai kelebihan karomahnya hanyalah Sunan Dalem yang dapat meneruskan dakwah Raden Paku. Tak lama, hanya sekitar 2 tahun Sunan Dalem meneruskan dakwah Raden Paku, Sunan Dalem meninggal dunia dan diteruskan oleh anaknya yaitu masih cucu Raden Paku yang bernama Sunan Prapen. Tidak banyak yang mengetahui dakwah Sunan Prapen. Sunan Prapen membangun makam Sunan Giri dengan membangun gapura yang masih dapat kita lihat sekarang, dengan ditandai angka cendrasengkala yang berbunyi “Naga Loro warnane tunggal” (1428-1506 M).26

Sunan Prapen menggantikan dakwah Sunan Dalem dengan mengembangkan melalui media dakwahnya, gemblengan terhadap para pemuda yang dianggap sebagai benteng dari pengembangan ajaran agama Islam. sunan prapen juga masih dapat mempertahankan karomah Raden Paku. Banyak santri-santri yang berdatangan di Giri untuk berziarah ke makam Sunan Giri. Banyak peziarah yang memberikan doa kepada beliau dengan cara berjamah bersama atau secara individu. maka dari tradisi inilah terjadi adanya haul dalam rangka memperingati Sunan Giri yang masih dipertahankan dan tetap dilaksanakan sampai sekarang.27

Selain dari itu, pada waktu Sunan Prapen masih menjabat kesunanan, beliau juga berusaha membangun masjid yang baru sebagai pengganti masjid kedaton yang sudah roboh dari peninggalan Sunan Giri.

Masjid yang dibuat Sunan Prapen ini adalah masjid yang dipindahkan       

26Ibid, 101 

27Ibid, 102 

(34)

dari masjid Sunan Kebonang dari Sedayu, akan tetapi tidak didirkan di kedaton melainkan didirikan di dekat makam Sunan Giri yang sekarang dikenal dengan nama “masjid wedok”. Pada pintu depan tertulis dengan bahasa arab, yang artinya: “Masjid ini dibangun oleh Sunan Prapen pada tahun 864 H (1544 M). Alasan beliau membangun masjid didekat makam Sunan Giri, karena ingin tetap mempertahankan peninggalan dari Sunan Giri dan sebagai bentuk cintanya terhadap kakeknya dibangunlah masjid tersebut dekat dengan makam Sunan Giri, agar para peziarah yang datang selain berziarah kubur dan mendoakan Sunan Giri, mereka juga dapat melaksanakan sholat 5 waktu di masjid tersebut.28

Dengan adanya pembangunan masjid ini, barulah dikatakan adanya tradisi malam selawe, kenapa ada bangunan masjid dulu baru bisa dikatakan adanya tradisi malam selawe?, karena masjid merupakan tempat mustajab. Dan proses pelaksanaan dari tradisi malam selawe ini dimulai pada pukul 12 malam, orang-orang sudah mulai memadati masjid untuk beri’tikaf di sana sampai setelah sholat shubuh. Dengan harapan mendapat kemuliaan pada Malam Lailatul Qadar.29

4. Living Hadits

Secara bahasa Living Hadits adalah “Hadits yang Hidup”, sementara berdasarkan istilah yang diartikan sebagai Living Hadits yakni sebuah wujud kajian riset karya ilmiah terkait berbagai peirstiwa, praktik tindakan Hadits Rasulullah. Kesimpulannya yang dimaksud dengan Living Hadits       

28Ibid, 103 

29Ali Irfa, “Tradisi Malam Selawe” (Gresik: Pusataka Luhur 1977) 

(35)

yakni sebuah riset ilmiah terkait beragam peristiwa, tradisi, atau tindakan masyarakat yang berkaitan dengan Hadis Rasulullah, maka terlihat tanggapan sosial berdasarkan komunitas Muslim guna menciptakan serta menerapkan ajaran agama melalui suatu hubungan yang bersinambungan.30

Sementara menurut Sahiron Syamsudin yang diartikan sebagai Living Hadits ialah Sunnah Nabi yang bebas diartikan oleh Ulama hadis berdasarkan realita yang ada.31 Berdasarkan berbagai pemaparan tersebut kesimpulannya ialah merupakan suatu kajian ilmiah terkait adanya hadis yang berkembang di masyarakat Islam tertentu yang diimplementasikan melalui praktik, tradisi, ritual. Tetapi wajib diimplementasikan praktik tersebut diperoleh dari Hadis Rasulullah. Hadits tersebut hingga kini masih menarik untuk diteliti sebab alasan pokok yang merupakan pemantik ialah permasalahan Otentitas Hadits, atau rentan waktu yang cukup lama antara Nabi di masa realitas kehidupannya hingga era klarifikasi berbentuk teks Hadits.32Living Hadits terbagi menjadi tiga macam yaitu:

a. Tradisi Tulis

Tradisi tulis pada Living Hadits tersebut bisa dibuktikan pada ungkapan yang umum terdapat di dinding masjid, mushollah, dan sebagainya. Surya Dilaga pernah mengemukakan bahwa terdapat tradisi misalnya mantra yang terdapat di Indonesia berdasarkan hadis secara

      

30Dr. Saifuddin Zuhri, M.A dan Subkhani Kusuma Desi, M.A., M.Hum, “Living Hadits Prakti, Resepsi Teks dan Transmisi” (Yogyakarta: Q-Media, 2018) 

31Sahiron Syamsudin,” Metode Penelitian LivingQur’an dan Hadits” (Yogyakarta: TH-Proses, 2007)

32M. Alfatih Suryadilaga, “Model-model Living Hadits dalam Syahiron Syamsudin Metodoologi Penelitian LivingQur’an dan Hadits” h.187

(36)

sendiri. Masyarakat yang beliau kaji menyusun mantra tersebut memakai dua kitab bersamaan yakni Kitab Mujarobat yang disusun oleh Syaikh ahmadal-dayrabial-syafi’i dan Ahmadsa’ad Ali.33 Ada berbagai masyarakat yang mempercayai bahwa terdapat berbagai manfaat yang diperoleh dari mantra tersebut yang berdasarkan hadis Nabi, antara lain bisa mengobati berbagai macam penyakit.

Dari uraian di atas tulis adalah salah satu wujud propaganda yang singkat dan padat untuk nengajak Muslim dalam hal religius, maka dari itu supaya meraih maksud sebaik mungkin harus berdasarkan lintas keagamaan salah satunya teks hadis.

b. Tradisi Lisan

Praktek tradisi lisan seperti yang diutarakan Surya Dilaga pada bentuknya yakni bahwa terdapat pola lisan yang dilakukan oleh masyarakat. Khususnya ketika berdzikir dan berdoa dalam berbagai bentuk dalam keseharian seorang Muslim senantiasa berdzikir dan berdoa untuk dijadikan kebiasaan wajib yang dilakukan usai melaksanakan salat. Berzikir dan berdoa adalah kesatuan yang diperintahkan oleh Allah di dalam Alquran dan Hadis. Melalui bermacam jenis serta bentuk.34

c. Tradisi Praktik

Tradisi tersebut dalam kajian Living Hadis condong banyak di praktekkan oleh orang Islam. Tardisi praktik merupakan bentuk ketiga       

33Ibid, 89 

34Ibid, hl.89 

(37)

yang telah dilaksanakan oleh orang Islam. Berdasarkan anjuran Nabi Muhammad terkait pemberian ajaran Agama Islam. Contohnya tentang beribadah, penduduk NTB Lombok mengisyaratkan terdapat pemahaman sholat wetutelu dan wetu lima. Padahal dalam hadits Rasulullah contoh yang dilakukan adalah lima waktu. Dalam Living Hadits condong banyak yang dilaksanakan oleh penganut Agama Islam, perihal tersebut berdasarkan cara Nabi Muhammad dalam mensyiarkan Ajaran Islam.35

      

35Ibid, hl.89

 

(38)

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Dalamvpenelitian ini, penulisvmenggunakan PendekatanvKualitatif yaituvpenelitian yangvditujukan untukvmemahami fenomena-fenomenavsosial darivsudut atau perspektif partisipan. Moleong mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi dalam kehidupan sehari hari secara menyeluruh, rinci, danvdapat dipertanggungvjawabkan secaravilmiah.36

Creswel (1998) menawarkanv4 jenis metodevkualitatif yaituvBiografi, Fenomenologi, Etnografi dan Studi Kasus. Di beberapa refrensi, penelitian kualitatif juga berkembang menjadi beberapa jenis penelitian yaitu Etnometodologi, Studi Tokoh, Studi Teks, dan Hermeutika. Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu jenis penelitian Fenomenologi. Fenomenologi merupakan penelitian kualitatif yang berupaya menggali dan mengungkapkan makna yang dihayati oleh subjek yangvditeliti.37

Lebihvdetail, Creswellvmenguraikan Fenomenoligi, merupakanvstrategi penelitian dimana di dalamnya peneliti mengidentifikasikan hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami pengalaman       

36SanduSiyoto dan M. Ali Sodik,” Dasar Metodologi Penelitian”(Yogyakarta:Literasi Media Publishing, 2015)

37Nusa Putra, “Penelitian Kualitatif IPS” (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 128

(39)

hidup manusia, menjadikan Filsafat Fenomenoligi sebagai suatuvmetode penelitianvyang prosedurnya mengharuskanvpeneliti untukvmengkaji sejumlahvsubjek denganvterlibat langsungvdan relativevlama di dalamnyavuntuk mengembangkanvpola dan relaksivmakna.

B. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian menunjukkan di mana penelitian tersebut hendak dilakukan. Wilayah penelitian biasanya berisi tentang lokasi (desa, organisasi, peristiwa, dan sebagainya). Penelitian ini dilakukan di desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di desa Giri karena tempat ini memiliki makna, sejarah, dan proses pelaksanaan yang unik dan berbeda dari tempat lainnya. Jika di tempat lain pelaksanaan tradisi Maleman pada akhir bulan Ramadhan dengan hanya beri’tikaf, di desa Giri ini tidak hanya beri’tikaf di masjid saja bisa juga dengan menyempatkan waktu untuk berziarah kubur di makam Sunan Giri dan pergi ke pasar malam untuk mencari bekal persiapan sahur.

C. SUMBER DATA

Sumbervdata dalamvpenelitian inivdibagi menjadiv2 (dua) macam, yaitu dari data lapanganvsebagai sumbervprimer danvdata kepustakaanvsebagai sumbervsekunder.

1. Sumber Data Primer : Data yang didapat langsung dari sumber lapangan.

dalam penelitian ini diambil dari berbagai informan yang terlibat dalam adanya tradisi malam selawe ini. Berikut diantaranya yaitu: Masyarakat Umum, Juru Kunci Makam, Bapak Muhammir selaku Ketua MUI

(40)

Kecamatan Kebomas, Bu Faizah selaku Guru MI Al-Hasani di desa Giri serta merupakan sesepuh yang tau tentang sejarah tradisi malam selawe.

Pedagang yang berjualan disepanjang makam Sunan Giri dan Pengunjung.

2. SumbervData Sekunder : Merupakan data yang didapat darivKepustakaan. Dalam penelitianvini diambilvdari Buku, vDokumen, maupunvArtikel yangvberkaitan denganvTradisi MalamvSelawe.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Wawancarav

Wawancaravadalah proses percakapan dengan maksud untuk mengontruksi mengenaivorang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainyavyang dilakukanvdua pihak yaituvpewawancara yangvmengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai.38 Pedomanvwawancara yang digunakanvoleh penulis yaituvbentuk “semi structured”. Dalamvhal ini, mula-mulavinterview menanyakanvserentetan pertanyaanvyang sudahvterstruktur, kemudianvsatu persatuvdiperdalam dengan mengorek keteranganvlebih lanjut. Denganvdemikian jawabanvyang diperolehvbisa meliputivsemua variabel, dengan keteranganvyang lengkap danvmendalam.39

2. Dokumentasiv

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data yang dilakukanv dengan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah       

38Burhan Bungin, “Metodologi penelitian kualitatif” (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008)

39SanduSiyoto dan M. Ali Sidik, “Dasar Metodologi Penelitian” (Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015), 77

(41)

penelitian, baikvdari sumbervdokumen, maupunvbuku-buku, koran, majalah, dan lain-lain.40

E. ANALISIS DATA

Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.41

1. ReduksivData

Datavyang diperolehvdari lapanganvjumlahnya pastivcukup banyak, untukvitu perlu segeravdilakukan analisisvdata melaluivreduksi data.

Reduksivdata berartivmerangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian datavyang telahvdireduksi akanvmemberikan gambaranvyang lebihvjelas danvmempermudah penelitivuntuk melakukanvpengumpulan datavselanjutnya danvmencarinya bilavdiperlukan.42

2. PenyajianvData

Setelahvdata direduksi, makavlangkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk

      

40Hadari Nawawi, “Metodologi Penelitian Bidang Sosial” (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 1993)

41Iqbal Hasan, “Analisis data penelitian dengan statistik” (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006)

42Sugiyono, “Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung:Alfabeta, 2014), 92

(42)

memahami apa yang terjadi, merencanakanvkerja selanjutnyavberdasarkan apavyang telah dipahamivtersebut.43

3. VerivikasivData

Langkahvketiga dalamvpenelitian kualitatifvmenurut Milesvand Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verivikasi. Kesimpulanvawal yangvdikemukakan masih bersifatvsementara, danvakan berubahvbila tidakvditemukan bukti bukti yang kuat yang mendukung pada tahapvpengumpulan datavberikutnya. Akanvtetapi apanilavkesimpulan yangvdikemukakan padavtahap awal, didukungvoleh bukti-buktivyang validvdan konsistenvsaat penelitivkembali ke lapanganvmengumpulkan data, makavkesimpulan yangvdikemukakan merupakanvkesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnyavbelum pernahvada. Temuan dapatvberupa deskripsivatau gambaranvsuatu objekvyang sebelumnyavmasih gelap sehinggavsetelah ditelitivmenjadi jelas.44

F. KEABSAHAN DATA

Datavyang telahvberhasil digali, dikumpulkanvdan dicatatvdalam kegiatan penelitian harus diusahakanvkemantapan danvkebenarannya.

Olehvkarena ituvsetiap penelitivharus memilihvdan menentukanvcara-cara yang tepat untuk mengembangkan validalitasvdata yangvdiperolehnya.

Dalamvpenelitian inivteknik keabsahanvdata yangvdigunakan yaituvtriangulasi data. Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan       

43Sugiyono,” Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung:Alfabeta, 2014), 95

44Sugiyono, “Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung:Alfabeta, 2014), 99

(43)

bagivpeningkatan validalitasvdalam penelitianvkualitatif. Dalam kaitanvini Pattonvmenyatakan bahwavada 4 macamvTriangulasi yaituvTriangulasi Data, TriangulasivPeneliti, Triangulasi Metodologis dan TriangulasivTeoritis.45

Triangulasivdata dilakukanvdengan membandingkanvdan mengecek baik derajat kepercayaan suatuvinformasi yangvdiperoleh melaluivwaktu danvcara yang berbeda vdalam metodevkualitatif yangvdilakukan dengan: (1) membandingkanvdata hasilvpengamatan denganvhasil wawancara (2) membandingkanvapa yangvdikatakan orangvdi depan umumvdengan apavyang dikatakanvsecara pribadi (3) membandingkanvapa yangvdilakukan orang- orangvtentang situasivpenelitian dengan apavyang dikatakanvsepanjang waktu (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat danvpandangan orangvlain sepertivrakyat biasa, orangvyang berpendidikanvmenengah atau tinggi (5) membandingkan hasil wawancara dengan isivsuatu dokumenvyang berkaitan. Hasilvperbandingan yang diharapkanvadalah berupavkesamaan atauvalasan-alasan terjadinyavperbedaan.

G. TAHAP-TAHAP PENELITIAN

Secaravgaris besar skripsivini terdirivdari 3 tahapvpenelitian yaituvtahap Perencanaan, Pelaksanaan, dan Tahap Penulisan Laporan Penelitian.

Adapunvuraiannya adalahvsebagai berikut:

a. TahapvPerencanaan Penelitianv

TahapvPerencaan penelitianvvadalah tahapvvdi mana sebuahv penelitian dipersiapkan. Pada tahap ini, semua hal-hal yangvberhubungan       

45Muhammad Tholchah Hasan, dkk. “Metodologi Penelitian Kualitatif:Tinjauan Teoritis dan Praktis” (Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, 2002)

(44)

denganvpenelitian dipersiapkan. Padavtahap ini, semuavhal-hal yangvberhubungan denganvpenelitian disiapkanvatau diadakan, sepertivpemilihan judul, perumusanvmasalah, pemilihanvpendekatan penelitian, penentuanvlokasi penelitian, penentuanvsumber data, dan lainvsebagainya.46

b. TahapvPelaksanaan Penelitianv

Tahapvpelaksanaan penelitianvadalah tahapvdi mana sebuah penelitian sedang dilakukanvatau dilaksanakan. Padavtahap inivhal-hal seperti proses pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan dilakukan.47

c. TahapvPenulisan LaporanvPenelitian

Tahapvpenulisan laporanvpenelitian adalahvtahap di manavsebuah penelitian telahvselesai dilaksanakan. Tahapvini, hasilvdari sebuah penelitian dibuatvdalam bentukvlaporan dicantumkanvpenelitian terdahuluvyang pernahvdilakukan serta landasanvteori untuk memberikan arahvpembahasan yangvlebih kompleks.48

      

46Iqbal Hasan, “Analisis data Penelitian dengan Statistik” (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 16

47Iqbal Hasan, “Analisis data Penelitian dengan Statistik” (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 16 

48Iqbal Hasan, “Analisis data Penelitian dengan Statistik”(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 16 

(45)

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Keadaan Geografis

Terletak dalam garis kedaulatan Negara Indonesia, desa Giri Kedaton termasuk desa yang berada di Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dilihat berdasarkan posisi geografisnya, desa Giri Kedaton berada pada ketinggian 0,00 mdpl dengan suhu rata-rata harian 0,00 oC dan kelembaban 0,0. Desa Giri Kedaton merupakan daerah yang cukup strategis, karena berada di tengah pusat kota dan desa Giri Kedaton ini terdapat makam salah satu walisongo yaitu: Makam Sunan Giri. Dari balai desa Giri Kedaton menuju ke kota Kecamatan Kebomas hanya berjarak 5,5 km dan bisa ditempuh dalam jangka waktu 9 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Tak hanya itu saja, dari balai desa Giri Kedaton menuju alun-alun Gresik hanya berjarak 3,7 km dan bisa ditempuh dalam jangka waktu 8 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.

(46)

Dan dari balai desa Giri Kedaton menuju pasar Giri hanya berjarak 600 m dan bisa ditempuh dalam jangka waktu hanya 2 menit.49

Tabel 4.1

Batasan-batasan Wilayah Desa Giri Kedaton

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan

Sebelah Utara Kelurahan Kebomas Kecamatan Manyar Sebelah Selatan Desa Sekarkurung Kota Surabaya Sebelah Timur Kelurahan Kawisanyar Kecamatan Gresik Sebelah Barat Desa Klangonan Kecamatan Cerme

Tabel 4.2

Luas Wilayah Desa Giri Kedaton

Luas Wilayah 18,25 Ha

Tanah Sawah 0 Ha

Tanah Kering 16,00 Ha

Tanah Basah 0 Ha

Tanah Perkebunan 0 Ha

Tanah Fasilitas Umum 2,25 Ha

Tanah Hutan 0 Ha

Luas wilayah daerah desa Giri Kedaton Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik sekitar 18,25 Ha, yang terdiri atas lahan persawahan       

49Nur Alifah, “Potensi Desa dan Kelurahan” Profil Desa dan Kelurahan, Agustus 2022. H.1

(47)

seluas 0 Ha, lahan kering 16,00 Ha, lahan basah 0 Ha, perkebunan 0 Ha, lahan fasilitas umum 2,25 Ha. Berdasarkan detail luas tanah tersebut bisa dipahami bahwa desa Giri Kedaton merupakan wilayah subur dan kawasan yang tidak pernah banjir, karena desa Giri Kedaton merupakan kawasan perbukitan.50

Tabel 4.3

Orbitrasi (Jarak dari Pusat Pemerintah) Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan 1Km Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota 7 Km

Jarak dari Ibu Kota Provinsi 22 Km

Adapun rincian di atas dapat kita lihat bahwa jarak desa Giri Kedaton menuju pusat pemerintahan kota, menuju pusat pemerintahan kecamatan, dan menuju ibu kota provinsi dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi atau umum yang jaraknya tidak terlalu jauh.51

Desa ini juga memiliki 5 dusun,jumlah 5 RW dan jumlah 19 RT.

Dengan nama-nama dusun sebagai berikut:

1. Dusun Giri Gajah 2. Dusun Kedahanan 3. Dusun Kajen 4. Dusun Karangsono       

50Ibid, H.3 

51Ibid, H.5 

(48)

5. Dusun Ketaq 2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk desa Giri Kedaton sebanyak 4056 jiwa yang terbagi menjadi 1.198 kepala keluarga. Untuk mengetahui secara jelas tentang keadaan demografis desa Giri kedaton akan di deskripsikan dalam bentuk klasifikasi berdasarkan kategori berikut:

a. Berdasarkan Kelompok Usia

Jumlah penduduk desa Giri Kedaton menurut data berjumlah 4.056 orang. Yang terbagi menjadi 2 jenis kelamin yakni Jumlah Laki- laki dan Perempuan. Serta jumlah kepala keluarga berjumlah 1.198 orang. Adapun jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia dapat diperhatikan dalam tabel berikut:52

Tabel 4.4

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-Laki 2.015 Orang

2. Perempuan 2.041 Orang

Jumlah Total 4.056 Orang

      

52Ibid, H.1 

(49)

Tabel 4.5

Klasifikasi Berdasarkan Kepala Keluarga Klasifika

No Jenis Kelamim Jumlah

1. Kepala Keluarga Laki-Laki 937 Kepala Keluarga 2. Kepala Keluarga Perempuan 261 Kepala Keluarga

Jumlah Total 1.198 Kepala Keluarga

Tabel 4.6

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

No Kelompok Usia Laki-laki Perempuan

1. 0-12 bulan 1 orang 3 orang

2. 1-15 tahun 448 orang 441 orang

3. 16-30 tahun 456 orang 444 orang

4. 31-60 tahun 967 orang 907 orang

5. 61-75 tahun 135 orang 163 orang

6. Diatas 75 tahun 34 orang 57 orang

Jumlah Total 2.041orang 2.015 orang

Jumlah Total 4.056 orang

(50)

b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Berdasarkan tingkat kesadaran akan pentingnya arti pendidikan di kalangan masyarakat desa Giri Kedaton cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikan sesuai dengan harapan pemerintah yakni sembilan tahun wajib belajar atau tamat sekolah lanjutan tingkat pertama atau sederajat.53

Tabel 4.7

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Giri Kedaton

      

53Ibid, H.1 

Tingkat Pendidikan Penduduk Laki-laki Perempuan 1. Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 144 159 2. Usia 3-6 tahun yang sedang TK/Play Group 173 194 3. Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak

tamat

146 145

4. Tamat SD/Sederajat 250 259

5. Tamat SMP/Sederajat 337 408

7. Tamat SMA/Sederajat 785 784

8. Tamat D3/Sederajat 56 109

7. Tidak bersekolah 0 0

Jumlah 1.891 2.058

Jumlah Total 3.949

(51)

Dari penjelasan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat kesadaran masyarakat desa Giri Kedaton terhadap pentingnya pendidikan sudah cukup baik, meskipun mayoritas masyarakat Giri Kedaton kebanyakan hanya lulusan SMA dan bahkan tidak ada warga yang sudah memiliki gelar S1 hanya bergelar D3. Tetapi tidak mematahkan semangat mereka untuk terus menempuh pendidikan. Sedangkan sarana prasarana penunjang proses belajar yang ada di desa Giri Kedaton adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Sarana Prasarana Penunjang Proses Belajar di Desa Giri Kedaton

c. Berdasarkan Mata Pencaharian

Masyarakat desa Giri Kedaton memiliki mata pencaharian yang sangat beraneka ragam, ada yang bekerja sebagai Karyawan, Pegawai Negeri, TNI/Polri, Pengrajin Emas, Wiraswasta atau Pedagang, dan lain

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1. Perpustakan Desa 1

2. Gedung Sekolah PAUD 1

3. Gedung Sekolah TK 1

4. Gedung Sekolah SD 1

5. Gedung Sekolah SMP 1

6. Gedung Sekolah SMA 1

7. Pondok Pesantren 1

(52)

Tabel 4.9

Mata Pencaharian Penduduk Desa Giri Kedaton

No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan

1. Pegawai Negeri Sipil 7 orang 8 orang

2. TNI 1 orang 0 orang

3. Karyawan Perusahaan Swasta 263 orang 261 orang

4. Wiraswasta 417 orang 200 orang

5. Pedagang barang klontong 72 orang 72 orang

6. Dokter Swasta 1 orang 1 orang

7. Perawat Swasta 0 orang 5 orang

8. Guru Swasta 46 orang 72 orang

9. Dosen Swasta 5 orang 1 orang

10. Tukang Kayu 5 orang 0 orang

11. Homade/Pembuat Makanan Khas Giri 5 orang 25 orang

13. Tukang Batu 10 orang 0 orang

14. Perangkat Desa 3 orang 6 orang

15. Sopir 16 orang 0 orang

16. Tukang Jahit 2 orang 6 orang

Jumlah 853 orang 657 orang

Jumlah Total 1.510 orang

      

54Ibid, H.3 

(53)

Dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari segi ekonomi, desa Giri Kedaton tergolong desa dengan tingkat ekonomi masyarakat menengah keatas. Masih banyak masyarakat yang bekerja sebagai wiraswasta dan karyawan perusahan swasta. Karena masyarakat desa Giri Kedaton merupakan masyarakat yang memiliki sifat Independen, Kreatif, Inovatif, berpandangan jauh yang bersedia mengambil risiko dalam manajemen bisnisnya demi meraih kesuksesan.

Contoh usaha wiraswasta masyarakat desa Giri Kedaton adalah pedagang, desainer, dan pengrajin tangan damar kurung khas asli Giri Kedaton. Selain itu, sebagian besar masyarakat laki-laki di desa Giri Kedaton banyak juga yang bekerja sebagai Karyawan Perusahan Swasta dan juga Sopir.55

3. Keadaan Sosial Keagamaan a. Keadaan Sosial dan Budaya

Bagi masyarakat desa Giri Kedaton yang tinggal di lingkungan perkampungan memiliki kondisi sosial budaya yang sangat kental.

Sedangkan bagi masyarakat desa Giri Kedaton yang tinggal di lingkungan perumahan dominan kurang memiliki kondisi sosial budaya yang kental. Hal ini bisa dibuktikan jika ada salah satu warga yang terkena musibah atau sedang memiliki hajatan masyarakat yang lain senantiasa saling membantu secara material. Seperti:memberi sumbangan uang, bahan pokok makan dan lain sebagainya. Ada juga bantuan secara

      

55Ibid, H.11 

(54)

non-material seperti:membantu memasak, melayani tamu dan lain sebagainya. Mereka datang dengan senang hati dan tulus membantu bahkan tanpa diundang maupun minta imbalan. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan perumahan, jika ada tetangganya yang sedang terkena musibah atau sedang memiliki hajatan, mereka terkadang lebih cuek dan kurang memperhatikan kondisi tetangganya.56

Contoh kasus lain yang baru terjadi pada waktu 17 Agustus kemarin yaitu, di lingkungan perkampungan senantiasa bergotong- royong saling membantu sesama untuk memeriahkan 17 Agustus dengan mendekor kampung, sepanjang jalan dihias dengan berbagai gambar bertema 17 Agustus, mendekorasi panggung, membuat beragam acara lomba-lomba, mengadakan jalan sehat, mengadakan bazar (pasar jajan), dan juga mengadakan tasyakuran untuk memeriahkan 17 Agustus serta memberikan doa kepada para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Masyarakat desa Giri Kedaton senantiasa saling bergotong-royong dan membantu sesama tanpa di minta. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu hingga para remaja pun ikut serta keluar rumah untuk membantu secara material maupun non-material. 57

Sedangkan masyarakat di lingkungan perumahan rata-rata mereka jarang mengadakan acara tersebut karena, mayoritas masyarakat perumahan desa Giri bekerja perkantoran yang pulang kerumah sampai

      

56Nur Alifah, Diwawancara oleh Penulis, Gresik 01 Spetember 2022 

57Nur Alifah, Diwawancara oleh Penulis, Gresik 01 Spetember 2022 

Referensi

Dokumen terkait

Bapak I Wayan Mudu, selaku Perbekel Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem yang membantu saya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

Adapun kendala-kendala yang dialami saat melaksanakan program KK dampingan di keluarga I Made Susanta Dusun Butus, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem, Kabupaten

Dan bagaimana tradisi larangan nikah karena nglangkahi di Desa Canga’an Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dalam perspektif mas{lah{ah Najmuddin al-T{u>fi.. Data

Penelitian ini dilatar belakangi banyaknya program CSR PT. Petrokimia Gresik yang diimplementasikan pada Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik,

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penyelesaian sengketa pemilihan Kepala Desa di desa Lowayu Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik menurut Peraturan Daerah Kabupaten

178 tentang pentingnya pengelolaan sampah ASBAG, Kepala Desa Giri, Ketua RW, Ketua RT, peneliti tentang kondisi terkini permasalahan sampah dan pentingnya pengelolaan

Sampel yang diambil adalah ikan lele dumbo umur satu bulan diambil dari tempat pembudidayaan ikan di Desa Ngabetan Kecamatan Cerme.

Implementasi pengabdian kepada masyarakat pada salah satu UMKM Otak-otak Bandeng dan Bandeng Asap “MM” di Kebomas Gresik milik Bu Munawarah diharapkan mampu meningkatkan daya saing