• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hadits Tentang Fadhilah Shalat Tarawih dan implementasinya dalam Kehi dupan Masyarakat (Studi Living Hadits di Dusun Wetan Gunung, Wonojati, Jenggawah, Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hadits Tentang Fadhilah Shalat Tarawih dan implementasinya dalam Kehi dupan Masyarakat (Studi Living Hadits di Dusun Wetan Gunung, Wonojati, Jenggawah, Jember"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

(Studi Living Hadits Di Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember)

SKRIPSI

Oleh:

SITI HARIROH NIM. 082 122 013

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

OKTOBER, 2016

(5)

(Studi Living Hadits DI Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember)

SKRIPSI

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Jurusan Tafsir Hadits

Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

SITI HARIROH NIM. 082 122 013

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

OKTOBER, 2016

(6)

dalam Kehi dupan Masyarakat (Studi Living Hadits di Dusun Wetan Gunung, Wonojati, Jenggawah, Jember).

Kajian terhadap hadits Nabi sampai saat ini masih tetap menarik untuk dikaji, faktor utama yang memicu adalah kompleksitas problem yang ada, baik menyangkut otentisitas, variabel lafadz atau jumlah hadits bil ma’na, maupun tentang waktu yang panjang antara Nabi dalam realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi dalam teks hadits. Adanya pergeseran pandangan tentang tradisi Nabi Muhammad SAW., sehingga menyebabkan kajian living hadits menarik untuk dikaji secara serius dan mendalam.

Living hadits didefinisikan sebagai gejala yang tampak atau fenomena dari masyarakat Islam, salah satunya adalah tradisi shalat Tarawih.

Rumusan masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana hadits yang menjelaskan tentang fadhilah shalat Tarawih? 2. Bagaimana masyarakat memahami hadits tentang fadhilah shalat Tarawih? 3. Bagaimana Implementasi Hadits tentasng Fadhilah shalat Tarawih di Dusun wetan Gunung?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsi pemahaman masyarakat terhadap hadits tentang fadhilah Shalat Tarawih dan mendeskripsi Implementasi hadits tentang fadhilah shalat Tarawih dalam kehidupan masyarakat.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan kajian lapang (field research). Adapun tekhnik pengumpulan data yang utama menyandarkan pada wawancara dan pengamatan. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan data dengan metode intervew, observasi langsung dan dokumentasi kemudian analisis data. Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa tradisi shalat Tarawih di Dusun Wetan Gunung Kec. Jenggawah dilatarbelakangi oleh keyakinan masyarakat terhadap Hadits tentang fadhilah shalat Tarawih, namun hadits yang fenomenal di masyarakat bukanlah hadits yang disandarkan kepada Nabi melainkan hadits Mauquf yaitu hadits yang disandarkan kepada Ali Bin Abi Thalib dari kitab Durrotun Nashihin yang menjelaskan fadhilah shalat Tarawih dari malam tanggal 1 sampai 30. Sebagian besar tokoh Agama memahami dan menyampaikan hadits tersebut, namun beberapa tokoh yang lain mengaku bahwa beliau tidak menyampaikannya karena tidak mengetahui dan ada pula yang sengaja tidak menyampaikan karena mengetahui hadits yang menjelaskan tentang fadhilah shalat Tarawih dalam kitab Durrotun Nashihin tidak shahih menurut beliau. Adapun Implementasinya dapat dilihat dari antusias masyarakat menjelang bulan Ramadhan membersihkan tempat Ibadah masing-masing, baik mushalla-mushalla dan masjid-masjid hanya untuk digunakan shalat Tarawih walaupun dalam kehidupan sehari-hari mushalla tersebut tidak digunakan untuk shalat berjamaah dan masyarakat juga bersemangat untuk terus melakukan shalat tarawih berjamaah bahkan secara continu dan tidak mau absen kecuali karena udzur syar’i.

(7)

iv

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Istilah ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu ... 10

B. Kajian Teori ... 13

1. Living Hadis ... 13

2. Hadits tentang fadhilah shalat Tarawih (Qiyam Ramadhan)... 17

1) Tinjauan Historis Shalat Tarawih ... 18

2) Dasar Pensyari’atan Shalat Tarawih ... 21

3) Praktek selalu melaksanakan shalat Tarawih berjamaah ... 26

4) Waktu mendirikan Shalat Tarawih ... 28

5) Jumlah Rakaat Shalat Tarawih ... 30

(8)

v

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 42

1) Metode Intervew(wawancara) ... 42

2) Metode Observasi ... 43

3) Dokumentasi ... 44

4) Analisis Data ... 44

a. Reduksi data ... 45

b. Penyajian data ... 45

c. Penarikan kesimpulan ... 46

5) . Keabsahan data... 46

6) . Tahap penelitian ... 47

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Ojek Penelitian ... 49

1). Tinjauan Historis Dusun Wetan Gunung ... 49

2). Letak Geografis Dusun Wetan Gunung ... 50

3). Keadaan Penduduk serta pola keberagamaannya ... 50

B. Penyajian Data dan Analisis ... 54

1.Teks hadits yang di bacakan dari malam 1-30 Ramadhan ... 54

2. Pemahaman Masyarakat terhadap Fadilah Shalat Tarawih ... 58

3. Implementasi Hadis Tentang Fadilah Shalat Tarawih dalam kehidupan Masyarakat (Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember) ... 72

4. Pembahasan Temuan ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya baik penelitian yang sudah dipublikasikan atau belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orisinalitas dan perbedaan penelitian yang hendak dilakukan.14

Adapun hasil penelitian yang menjadi kaca perbandingan di antaranya adalah:

No Peneliti/Judul Penelitian

Temuan Perbedaan

1 Afifah15/ Perbedaan Pelaksanaan Shalat Tarawih Di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan Th. 2011

1. Pelaksanaan Shalat tarawih di Masjid Raya

Pondok Indah

berbedadengan Masjid yang ada di sekitarnya. Di masjid ini melakukan shalat tarawih dengan dua gelombang rakaat yang berbeda yaitu 8 rakaat dan 20 rakaat.

2.Penyebab terjadinya

perbedaan dalam

pelaksanaan Shalat Tarawih di Masjid Raya Pondok Indah diantaranya ialah: Keberagaman

madzhab, untuk

menyatukan umat, Masjid

Membahas tatacara pelaksanaan shalat tarawih di masjid raya pondok indah Jakarta selatan dan penyebab terjadinya perbedaan dalam pelaksanaan shalat tarawih di masjid raya pondok indah Jakarta selatan.

Sedangkan dalam penelitian ini tidak membahas tata cara pelaksanaan shalat tarawih, melainkan membahas tentang fadhilah shalat tarawih dan implementasinya

14Tim Penyusun, Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press, 2015), 45.

15 Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazdhab dan Hukum, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

(10)

Raya Pondok Indah terletak di tengah-tengah kota yang masyarakatnya bersifat heterogen baik dari segi golongan, ras, daerah dan etnis. Agar tidak terjadi konflik maka Masjid ini memanifestasi kepada pada jamaahnya dengan melaksanakan shalat tarawih dengan dua gelombang dengan harapan agar ukhuwah islamiyah diantara kaum muslimin tetap terjaga

3. Selain kedua factor diatas Masjid Raya Pondok Indah hanya ingin bersikap netral, artinya pengurus tidak ingin mengklaim bahwa Masjid Raya Pondok Indah adalah masjid dari suatu organisasi tertentu.

dalam kehidupan masyarakat di Dusun Wetan Gunung Desa

Wonojati Kec.

Jenggawah.

2 Sumingan/

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Studi Pemikiran Ibnu Taimiyyah

Dan Imam

Nawawi 201116

Mengetahui penyebab perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih diantara Ibnu Taimiyah dan Imam Nawawi

Penelitian yang dilakukan oleh

Sumingan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah rakaat shalat tarawih menurut Ibnu Taimiyyah dan Imam Nawawi. Sedangkan dalam penelitian ini tidak mengkaji pemikiran tokoh, melainkan mebahas tentang fadhilah shalat tarawih dan

implementasinya dalam kehidupan masyarakat.

3 Sania A Alviah R dan Dewi Tresnawati/

Pengembangan

Aplikasi yang digunakan untuk mempelajari shalat malam yang menyediakan beberapa halaman yang

Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa dengan menggunakan pengembangan

16 Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(11)

Aplikasi

Tuntunan Shalat Malam

Menggunakan system

Multimedia.17 Th. 2015

berisi materi tentang keutamaan, niat dan doa-doa, serta suara dari setiap shalat malam tanpa harus menyambungkan dengan jaringan internet. Shalat malam yang terdapat dalam aplikasi ada 7 shalat yaitu:

shalat tahajud, shalat istikharah, shalat tasbih shalat taubat, shalat hajat, shalat tarawih dan shalat witir.

multimedia pengguna dapat tertarik untuk mempelajari shalat malam. Berbeda dengan jurnal tersebut penulis sama sekali tidak menggunakan penelitian multimedia melainkan mebahas tentang fadhilah shalat

tarawih dan

implementasinya dalam kehidupan masyarakat.

4 Syakir Jamaludin/

Perselisihan Paham sekitar pelaksanaan Shalat Tarawih dan Shalat al- Layl di Bulan Ramadhan.

(Upaya Penyelesaian Melalui Kritik Hadits)18 Th.

2007

Dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan dalam tatacara pelaksanaan Shalat tarawih antara Nabi dengan para sahabat.

Membuktikan bahwa meskipun kadang Nabi saw menyebut nama Shalat Al-layl berbeda, seperti: Shalat witir, Shalat Tahajud dan Qiyam Al-layl(bangun malam) di Bulan Ramadhan dikenal

dengan Qiyamu

Ramadhan dan pasca kenabian dengan Shalat Tarawih.

Sedangkan dalam penelitian ini tidak membahas perselisihan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehingga harus membuktikan dengan upaya penyelesaian melalui kritik hadits.

melainkan membahas tentang fadhilah shalat

tarawih dan

implementasinya dalam kehidupan masyarakat di Dusun Wetan Gunung Desa Wonojati Kec. Jenggawah.

18 Laporan Penelitian Dosen Muda Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2007

(12)

B. Kajian Teori

Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, posisi teori dalam penelitian kualitatif diletakkan sebagai perspektif, bukan untuk diuji.19

1. v n

i kalangan ulama h adis terjadi perbedaan pendapat tentang istilah sunnah dan hadis, khususnya di antara ulama mutaqaddimin dan ulama muta‟akhkhirin. Menurut ulama mut q ddim n, h adis adalah segala perkataan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Saw pasca kenabian, sementara sunnah adalah segala sesuatu yang diambil dari Nabi tanpa membatasi waktu. Sedangkan ulama mut ‟ khkhir n berpendapat bahwa hadis dan sunnah memiliki pengertian yang sama, yaitu segala ucapan, perbuatan atau ketetapan Nabi.

Definisi sunnah juga beragam ketika dikaitkan dengan spesialisasi dan kajian keislaman tertentu. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan sudut pandang dalam memahami kedudukan Rasulullah Saw. Menurut ulama hadis yang menekankan pribadi dan perilaku Rasulullah sebagai teladan manusia, sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, sifat-sifat

19 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press, 2015), 46.

(13)

Nabi Saw. Adapun ulama ushul yang menekankan pada pribadi beliau sebagai peletak dasar hukum mendefinisikan sunnah sebagai apa saja yang keluar dari Rasulullah Saw selain al-Qur‟an, baik itu berupa ucapan, perbuatan, taqrir yang tepat untuk dijadikan dalil syara‟. Sedangkan ulama fiqih yang menetapkan fungsi Nabi sebagai petunjuk untuk suatu hukum syara‟ mengartikan sunnah sebagai segala sesuatu yang ditetapkan Rasulullah Saw yang tidak termasuk kategori fardhu dan wajib.

Dalam pandangan Fazlur Rahman ada dua arti sunnah yang saling berhubungan erat, namun harus dibedakan. Pertama, sunnah berarti perilaku Nabi, dan karenanya ia memperoleh sifat normatif dalam hal ini sunnah Nabi atau sunnah normatif ataupun sunnah ideal harus dipandang sebagai sebuah konsep teladan, pedoman, dan konsep pengayoman yang umum yang terbungkus dalam ketentuan yang bersifat khusus. Pandangan ini membawa konsekuensi logis, yaitu perlu memahami perilaku Nabi dalam bingkai konteks dan kerangka historis-sosiologisnya. Dengan kata lain sunnah perlu dipandang sebagai sebuah teladan (pengayoman), bukan kandungan khusus yang bersifat mutlak. Kedua, sepanjang tradisi (perilaku Nabi) tersebut berlanjut secara diam-diam dan non verbal, maka kata sunnah ini juga diterapkan pada kandungan akltual perilaku generasi sesudah Nabi, sepanjang perilaku tersebut dinyatakan sebagai meneladani pola perilaku Nabi. Untuk yang terakhir ini isi sunnah dengan sendirinya pasti mengalami perubahan dan sebagian besar berasal dari praktek aktual masyarakat muslimin. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi ini adalah

(14)

hasil dari kesimpulan atau interpretasi para sahabat terhadap sunnah normatif Nabi, yang mana kemudian bermetamorfosis menjadi sunnah yang hidup dan sunnah aktual.20

Setelah Nabi wafat pada masa sahabat dan tabi‟in, perkembangan konsep h adis menjadi berubah dari kondisi informal menjadi semi- informal. Hal ini disebabkan oleh karena generasi yang baru menyakan perihal perilaku Nabi, pada masa inilah fenomena h adis berubah menjadi suatu kesenjangan. H adis pada tahap ini merupakam sebuah sarana penyebaran sunnah Nabi yang mempunyai tujuan praktis, yakni suatu yang dapat menciptakan dan dapat dikembangkan menjadi praktek masyarakat muslim. Sehingga pada masa inipun penafsiran bebas terhadap h adis Nabi oleh para penguasa dan hakim sesuai dengan situasi kondisi yang mereka hadapi pun menjadi sebuah keniscayaan, dan akhirnya terciptalah apa yang disebut sunnah yang hidup sunnah aktual.21

Jadi Living H adis adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran hadis atau keberadaan hadis di sebuah komunitas Muslim tertentu di praktekkan dalam kehidupan mereka. living sunnah atau h adis atau sunnah yang hidup ini telah berkembang dengan sangat pesat diberbagai daerah dalam imperium atau peradaban islam, dan karena perbedaan di dalam praktek hukum semakin besar, maka sunnah yang hidup tersebut berkembang menjadi sebuah disiplin formal, yaitu h adis Nabi.

20 Phil. Shahiron Syamsuddin, ermeneutik l- ur‟ n d n dis (Depok: Elsaq Pres, 2010), 332.

21Ibid.,338.

(15)

Formulasi dan formalisasi sunnah yang hidup menjadi disiplin h adis merupakan keberhasilan dari gerakan hadis. Proses ini melalui tiga generasi, yaitu sahabat, t bi‟in, dan tabi al-t bi‟in. Dengan kata lain sunnah yang hidup di masa lampau tersebut terlihat di dalam cermin h adis yang disertai dengan rantaian perawi.

Namun demikian, gerakan h adis ini pada hakekatnya menghendaki bahwa hadis-hadis harus selalu ditafsirkan di dalam situasi-situasi yang baru menghadapi problema-problema yang baru , baik dalam bidang sosial, moral, akhlak dan yang lain sebagainya. Fenomena-fenomena kontemporer yang aktual baik seperti spiritual, politik dan sosial harus diproyeksikan kembali sesuai dengan penafsiran atau interpretasi hadis yang dinamis.

Inilah barangkali disebut dengan h adis yang hidup.

Sekarang ini perlu adanya evaluasi, reinterpretasi dan reaktualisasi yang sempurna terhadap hadis sesuai dengan kondisi moral- soasial yang sudah berubah dewasa ini. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui studi historis terhadap hadis dengan mengubahnya menjadi sunnah yang hidup dan juga dengan secara tegas membedakan nilai riil yang dikandung dari latar belakang situasional.

khirnya, h adis sebagai hasil formulasi perumusan karena ia mencerminkan sunnah yang hidup dan bukanlah pemalsuan, tetapi penafsiran dan formulasi yang progressif terhadap sunnah Nabi. Yang harus kita lakukan pada masa sekarang ini adalah menuangkan hadis ke dalam sunnah yang hidup berdasarkan penafsiran historis sehingga dapat

(16)

menyimpulkan norma-norma untuk diri kita sendiri melalui suatu teori etika yang memadai dan mewujudkan hukum-hukum yang baru dari teori ini.22

2. Hadits tentang fadhilah shalat Tarawih (Qiyam Ramadhan)

alam Shahih l Bukhari pada Bab “Qiyam Ramadhan” dan beberapa riwayat yang lain menyebutkan sebagai berikut:

َّنَأ َةَمَلَس وُبَأ يِنَرَ بْخَأ َلاَق ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍلْيَقُع ْنَع ُثْيَّللا اَنَ ثَّدَح ٍرْيَكُب ُنْب ىَيْحَي اَنَ ثَّدَح اَبَأ

ْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر ُتْعِمَس َلاَق ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر َةَرْ يَرُى ُوَماَق ْنَم َناَضَمَرِل ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِو

ِوِبْنَذ ْنِم َمَّدَقَ ت اَم ُوَل َرِفُغ اًباَسِتْحاَو اًناَميِإ .

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang bulan Ramadhan:

"Barangsiapa yang menegakkannya karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya.

Berkata An-nawawi Syarah Muslim yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan adalah Shalat tarawih. Bahkan Al-Kirmany menukil bahwa Qiyam ramadhan dalam hadis ini adalah Shalat tarawih. Memberi tahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan

22 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya Terhadap Hukum Islam (Semarang:

Aneka Ilmu, 2000), 112.

(17)

pahala yang dijanjikan oleh Allah dan ikhlas mencari pahala dari Allah, bukan karena Riya‟ atau alasan lainnya.

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecilberdasarkan tekstual hadis, sebagaimana dijelaskan ibnu mundzir, namun yang dimaksud “pengampunan dosa” menurut An-Nawawi dalam khusus dosa kecil.

Shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat. Ulama‟ hambaliah (madzhab hambali) seutama-utamanya shalat adalah shalat yang dilakukan secara berjamaah.

1) Tinjauan Historis Shalat Tarawih

Terlepas dari perbedaan rakaat Shalat tarawih, penting kiranya memahami ritual Shalat tarawih mulai dari pengertian secara etimologi dan terminologi.

Menurut akar bahasa kata tarawih bentuk jamak (plural) dari kata tarwihah.

Makna Istilah dari kata tersebut digunakan untuk ritual shalat khusus di seluruh malam Bulan Ramadhan. Al-Hafihz Ibnu berpendapat Menggunakan kata tarawih, sebab dalam shalat tersebut menggunakan Salam setiap dua rakaat untuk beristirahat. Istilah lain untuk menyebut shalat tarawih adalah Qiyam Ramadhan.

Selanjutnya dalam sejarah Shalat Tarawih mengalami remodeling (perubahan bentuk), menurut konteks ritual pelaksanaannya. Disebutkan bahwa setelah masa Nabi Khulafaur Rasyidin melakukan ijtihad terkait pelaksanaan shalat tarawih, mulai dari masa Abu Bakar, diikuti pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, lanjut pada masa pemerintahan Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Remodeling juga terjadi pada periode-periode selanjutnya.

(18)

Namun, perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Abu Bakar, tidak signifikan, sebab masa ini masih dekat dengan masa Nabi SAW., sehingga tidak ada literature yang menjelaskan perbedaan shalat tarawih dimasa ini. Menurut penjelasan dari Abu Hurairah, Nabi memberikan anjuran melaksanakan Shalat Tarawih pada waktu itu tanpa memberikan penekanan terkait pelaksanaannya.

Kemudian pasca Nabi SAW., wafat, keadaan pelaksanaan shalat tarawih pun tetap demikian adanya. Riwayat ini disambung oleh Al-Baihaqi dengan perkataan bahwa Ahmad bin Mansur Ar-ramidi menambahkan dalam riwayatnya. Tarawih tetap kondisinya sebagaimana ketika pada masa Nabi SAW., sampai kepemimpinan Abu Bakar dan Berlanjut pada masa awal pemerintahan Umar Bin Kattab, senada dengan Al-baihaqi Imam Malik dengan sanad Ibnu Shihab pun mengatakan demikian. Akan tetapi dalam riwayat Al-Baihaqi dengan sanad isyah r.a. disebutkan “Kami menyertakan anak-anak dati Kuttab (tempat belajar membaca, menulis dan menghafal Al- ur‟ n b gi n k-anak), dalam pelaksanaan shalat tarawih dan kami membagikan „q liyy h (roti berwarna coklat) kepada mereka”. Nas ini menjelaskan adanya pembaharuan pelaksanaan Shalat tarawih yang terjadi pada masa Abu Bakar dan tidak terjadi pada masa Nabi SAW., selain itu terdapat riwayat Imam Malik dari Abdullah Bin Abu Bakar mengatakan “saya mendengar bapakku berkata, di bulan Ramadhan kita bergegas menyiapkan makanan untuk sahur setelah melaksanakan shalat tarawih k ren t kut keburu d t ng f j r”. Nas tersebut ditafsirkan bahwa Surat yang dibaca sangat panjang, hingga butuh waktu lama dalam pelaksanaannya. Dua hal yang disebutkan diatas tidak terjadi pada masa Nabi SAW., maka kesimpulan

(19)

yang tepat terjadi perubahan pada masa Abu Bakar, seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu melibatkan anak-anak dan bacaan suratnya yang panjang.

Selanjutnya pada masa Umar yaitu pada masa ini dilakukan Shalat Tarawih berjamaah, baik di rumah ataupun di masjid. Ada dua riwayat yang menjadi dasar, yaitu atsar dari Iyas Al-Hazli dan Abd. Ar-rahman. Dari riwayat ini disebutkan alasan ijtihad Umar, terkait pelaksanaan shalat tarawih berjamaah yang erat hubungannya dengan kualitas bacaan para qurr ‟ (para ahli baca Al- Qur‟an yang menyebabnkan persaingan diantara mushalli untuk berimam kepada ri‟ yang paling bagus bacaan suratnya ketika melaksanakan shalat tarawih berjamaah ataupun ketika melaksanakan shalat tarawih sendiri dan terpisah, secara berkelompok-kelompok, tidak mencerminkan kebersatuan umat islam.

Maka dengan dasar “t qdim „ l d r‟I l-m fs d h „ l j lb al-maslahah”.

Dalam situasi itu, umar memutuskan agar shalat tarawih dilakukan secara berjamaah di masjid dan diimami seorang imam yang paling bagus bacaan Al- Qur‟annya yakni Ubai bin Ka‟ab.

Masa Utsman Bin Affan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari mas Umar, hanya beberapa riwayat mengatakan bahwa pada masa Utsman ini Ali Bin Abi Thalib menjadi Imam shalat tarawih selama 20 malam pada bulan Ramadhan dan penambahan do‟a khatam l-Qur‟an setelah bacaan surat penutup Shalat Tarawih, sebagaimana yang di maktubkan Ibnu Khudamah dalam kitab

“ l-Mughni” dalam “Fashal Kh tmil ur‟ n”,”Berk t f dh l Bin Ziy d, s y bertanya kepada Abu Abdillah, saya akan menghatamkan Al- ur‟ n p k h s y melakukannya diwitir atau dalam tarawih? Lakukan saja dalam tarawih,

(20)

sehingg kit mend p t du do‟ . Sayapun bertanya bagaimana saya melaksanakannya? Setelah kamu membaca surat Al- ur‟ n ter khir sebelum k mu ruku‟. Berdoalah bersama kami dalam shalat dan berlama-lamalah dalam berdiri, sayapun bertanya apa yang saya b c d l m do‟ ? Dia menjawab, terserah kamu. Sayapun melakukan perintahnya dan Iapun berdoa sambil berdiri bersamaku.

Di masa ke-khalifah-an Ali RA, tarawih juga tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam tata pelaksanaannya melainkan beliau hanya memberikan ruang terhadap wanita agar menjadi imam bagi jamaah wanita. Demikian juga jamaah laki-laki diimami oleh laki-laki. Dan untuk shalat witir Ali sendiri yang menjadi imam bagi jamaah laki-laki dan wanita.

Demikian siklus pelaksanaan Shalat Tarawih dimasa Nabi SAW., sampai pada masa Ali ra, tatacara pelaksanaan ahalat tarawih diwarnai oleh ijtihad yang tidak merubah esensi syari‟atnya. Hal yang demikian juga dijelaskan oleh Athiyah sampai pada masa Khulafaur Rasyidin dan pada masa berikutnya sampai pada masa Madzahib (Imam-imam Madzhab).23

2) Dasar Pen y r ’ t n Shalat tarawih

Dari segi hukum pelaksanaanya, sebagaimana disebutkan oleh imam An- Nawawi dalam Kitab “Syarh Al-Muh zdzd b” tarawih dalam fikih menurut mayoritas ulama‟ berpendapat hukumnya sunnah bagi setiap muslim dewasa (mumayyiz).

23https:www.researchgate.net/publication/2958094_BERAPAPUN_RAKAATNYA_ASAL_IKUT _TARAWIH_AN. (19 September 2016)

(21)

asar disyari‟atkannya Shalat Tarwih juga dijelaskan dalam riwayat Al- Bukhari(37), Muslim (759) dan lainnya, dari Abu Hurairah Ra, dia berkata: Sabda Rasulullah saw24:

َّنَأ َةَمَلَس وُبَأ يِنَرَ بْخَأ َلاَق ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍلْيَقُع ْنَع ُثْيَّللا اَنَ ثَّدَح ٍرْيَكُب ُنْب ىَيْحَي اَنَ ثَّدَح اَبَأ

ْنَم َناَضَمَرِل ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر ُتْعِمَس َلاَق ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر َةَرْ يَرُى ُوَماَق

ِوِبْنَذ ْنِم َمَّدَقَ ت اَم ُوَل َرِفُغ اًباَسِتْحاَو اًناَميِإ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata tentang bulan Ramadhan:

"Barangsiapa yang menegakkannya karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah lewat". 25 Dalam riwayat lain:

ِنْبا ْنَع ٌكِلاَم يِنَثَّدَح َلاَق ُليِعاَمْسِإ اَنَ ثَّدَح ٍباَهِش

ِرْيَ بُّزلا ِنْب َةَوْرُع ْنَع َةَشِئاَع ْنَع

َيِضَر

َص َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ِجْوَز اَهْ نَع ُوَّللا ىَّل

َناَضَمَر يِف َكِلَذَو

24 Al-Fiqh „ la Madzhabi al-Imam As-Syafi‟I ,terj. Anshori Umar Sitanggal(CV.Asyifa:Semarang, 1992)312

25 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid I. cet.keIII (Beirut: Dar Al-Kutub, 2003), hal 494

(22)

sTelah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada saya Malik dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat. Dan itu pada bulan Ramadhan.

Di atas telah disebutkan bahwa Rasulullah saw telah mengerjakan shalat tarawih berjamaah. Kemudian beliau tidak keluar karena khawatir shalat itu diwajibkan atas kaum Muslim, kemudian beliau tidak keluar karena khawatir shalat itu diwajibkan atas kaum muslim.

ِضَر َةَشِئاَع َّنَأ ُةَوْرُع يِنَرَ بْخَأ ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍلْيَقُع ْنَع ُثْيَّللا اَنَ ثَّدَح ٍرْيَكُب ُنْب ىَيْحَي اَنَ ثَّد َح َي

َف ِلْيَّللا ِفْوَج ْنِم ًةَلْ يَل َجَرَخ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ ُوْتَرَ بْخَأ اَهْ نَع ُوَّللا َص

يِف ىَّل

اْوَّلَصَف ىَّلَصَف ْمُهْ نِم ُرَ ثْكَأ َعَمَتْجاَف اوُثَّدَحَتَ ف ُساَّنلا َحَبْصَأَف ِوِت َلََصِب ٌلاَجِر ىَّلَصَو ِدِجْسَمْلا ُوَعَم

َّللا ُلوُسَر َجَرَخَف ِةَثِلاَّثلا ِةَلْ يَّللا ْنِم ِدِجْسَمْلا ُلْىَأ َرُ ثَكَف اوُثَّدَحَتَ ف ُساَّنلا َحَبْصَأَف ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِو

َخ ىَّتَح ِوِلْىَأ ْنَع ُدِجْسَمْلا َزَجَع ُةَعِباَّرلا ُةَلْ يَّللا ْتَناَك اَّمَلَ ف ِوِت َلََصِب اْوَّلَصَف ىَّلَصَف َمَّلَسَو َجَر

َّمَأ َلاَق َّمُث َدَّهَشَتَ ف ِساَّنلا ىَلَع َلَبْ قَأ َرْجَفْلا ىَضَق اَّمَلَ ف ِحْبُّصلا ِة َلََصِل َّيَلَع َفْخَي ْمَل ُوَّنِإَف ُدْعَ ب ا

َلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َيِّفُوُ تَ ف اَهْ نَع اوُزِجْعَ تَ ف ْمُكْيَلَع َضَرَ تْفُ ت ْنَأ ُتيِشَخ يِّنِكَلَو ْمُكُناَكَم ِوْي

كِلَذ ىَلَع ُرْمَْلْاَو َمَّلَس َو

(23)

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh.

Setelah Beliau selesai shalat Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya". Kemudian setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dunia, tradisi shalat (tarawih)secara berjamaah terus berlangsung seperti itu.26

26 Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab As-Shalah At-Tarawih,Jilid III 58-59, Muslim Shahih Muslim, Kitab As-Shalah Musafirin bab At-Taghrib fi Qiyam Ramadhan..,Jilid I hlm 524, Hadis Nomor 177, Abu Daud,Sunan Abi Dawud,Kitab As-Shaum, Bab At-tafrigh Abwab Syarh Ramadhan, Bab fi Qiyam Syahri Ramadhan, jilid II hlm. 104, hadis nomor 1373, Nasa‟I,Sunan An-N s ‟I, kitab Qiyam al-Lail, Bab Qiyam Syahr Ramadhan Jilid III hlm.202

(24)

Hadits ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW., memang pernah melaksanakan Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih) Qiyam Ramadhan, pada malam hari yang kedua beliau datang lagi mengerjakan Shalat dan jamaah semakin banyak. Pada malam yang ketiga dan yang ke empat Nabi tidak datang ke masjid dengan alasan beliau khawatir shalat tarawih menjadi wajib, karena jamaah begitu antusias dan bertambah banyak. Jika Rasul terus melakukannya sehingga umat Islam menjadi keberatan karenanya beliau takut kalau nantinya shalat tarawih diwajibkan kepada umatnya. Karena kaum muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal itu terjadi maka tentulaah akan menjadi berat bagi ummatnya, bahwa shalat tarawih yang selalu dikerjakan beliau. Sehingga umatnya menduga shalat tarawih adalah wajib.

Langkah bijaksana Nabi karena rasa sayang beliau terhadap umatnya pada hadis diatasdapat ditarik kesimpulan:

a. Nabi melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid hanya tiga malam.

Pada malam berikutnya beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya.

b. Shalat tarawih hukumnya sunnah

c. Dalam hadis diatas taka da penyebutan bilangan rakaat shalat tarawih secara terinci.

(25)

Kita ketahui bahwa Rasulullah SAW memang melakukan shalat berjamaah, akan tetapi ketika banyak maka Rasulullah tidak keluar kecuali untuk shalat shubuh . karena, beliau khawatir shalat tarawih diwajibkan kepada umatnya.

3) Praktek selalu melaksanakan shalat Tarawih berjamaah

Shalat tarawih boleh dikerjakan secara berjamaah, boleh juga dikerjakan sendiri-sendiri. Tetapi mengerjakan shalat tarawih secara berjamaah di masjid adalah lebih utama dari pada melaksanakannya secara individu menurut mayoritas ulama‟. i atas telah disebutkan bahwa Rasulullah saw telah mengerjakan shalat tarawih berjamaah. Kemudian beliau tidak keluar karena khawatir shalat itu diwajibkan atas kaum Muslim, kemudian beliau tidak keluar karena khawatir shalat itu diwajibkan atas kaum Muslim untuk mengerjakan shalat tarawih bermakmum dibelakang seorang imam. Karena Nabi saw., sendiri melaksanakan dan menerangkan keutamaannya, hal itu berlanjut Rasulullah saw wafat keadaanya tetap demikian sampai pada pemerintahan Umar27.

ِبَأ ْنَع ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب ِدْيَمُح ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ َفُسوُي ُنْب ِوَّللا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ي

َع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر َةَرْ يَرُى اًباَسِتْحاَو اًناَميِإ َناَضَمَر َماَق ْنَم َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَل

اَو َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َيِّفُوُ تَ ف ٍباَهِش ُنْبا َلاَق ِوِبْنَذ ْنِم َمَّدَقَ ت اَم ُوَل َرِفُغ ىَلَع ُرْمَْلْ

ِخ يِف َكِلَذ ىَلَع ُرْمَْلْا َناَك َّمُث َكِلَذ اَمُهْ نَع ُوَّللا َيِضَر َرَمُع ِةَف َلَِخ ْنِم اًرْدَصَو ٍرْكَب يِبَأ ِةَف َلَ

27 Al-Albani, Risalah Qiyam Ramadhan. Ter. Thoriq Abd. Aziz At-Tamimi (Jakarta:Embun Publishing, 2008) 25-26

(26)

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang menegakkan Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya". Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan 'Umar bin Al Khaththob r.a28.

Hal yang demikian dijelaskan dalam hadis berikut ini,

ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَعَو َرَمُع َعَم ُتْجَرَخ َلاَق ُوَّنَأ ِّيِراَقْلا ٍدْبَع ِنْب ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ْنَع ِرْيَ بُّزلا ِنْب َةَوْرُع

َصُي َنوُقِّرَفَ تُم ٌعاَزْوَأ ُساَّنلا اَذِإَف ِدِجْسَمْلا ىَلِإ َناَضَمَر يِف ًةَلْ يَل ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر ِباَّطَخْلا ِنْب يِّل

ْفَ نِل ُلُجَّرلا ىَلَع ِء َلَُؤَى ُتْعَمَج ْوَل ىَرَأ يِّنِإ ُرَمُع َلاَقَ ف ُطْىَّرلا ِوِت َلََصِب يِّلَصُيَ ف ُلُجَّرلا يِّلَصُيَو ِوِس

َو ىَرْخُأ ًةَلْ يَل ُوَعَم ُتْجَرَخ َّمُث ٍبْعَك ِنْب ِّيَبُأ ىَلَع ْمُهَعَمَجَف َمَزَع َّمُث َلَثْمَأ َناَكَل ٍدِحاَو ٍئِراَق ُساَّنلا

َصُي ُموُقَ ي يِتَّلا ْنِم ُلَضْفَأ اَهْ نَع َنوُماَنَ ي يِتَّلاَو ِهِذَى ُةَعْدِبْلا َمْعِن ُرَمُع َلاَق ْمِهِئِراَق ِة َلََصِب َنوُّل َنو

ُوَلَّوَأ َنوُموُقَ ي ُساَّنلا َناَكَو ِلْيَّللا َرِخآ ُديِرُي

28 Al-Bukhari,Shahih al-Bukhari Jilid I(Beirut:Dar Al-Kutub,2005) 494

(27)

Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.

Hukum melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah lebih utama (Afdhal) dari pada melaksanakan shalat tarawih sendiri(munfarid). Sebagaimana yang telah disepakati oleh para sahabat.

4) Waktu Mendirikan Shalat Malam Ramadhan

Waktu shalat malam adalah sesudah Shalat Isya‟ sampai tiba waktu fajar berdasarkan sabda Rasulullah saw., “

(28)

َم ُتْجَرَخ َلاَق ُوَّنَأ ِّىِراَقْلا ٍدْبَع ِنْب ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ْنَع ِرْيَ بُّزلا ِنْب َةَوْرُع ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ِنَعَو َرَمُع َع

ِباَّطَخْلا ِنْب -

ونع للها ىضر ُساَّنلا اَذِإَف ، ِدِجْسَمْلا ىَلِإ ، َناَضَمَر ىِف ًةَلْ يَل -

َنوُقِّرَفَ تُم ٌعاَزْوَأ

ْعَمَج ْوَل ىَرَأ ىِّنِإ ُرَمُع َلاَقَ ف ُطْىَّرلا ِوِتَلََصِب ىِّلَصُيَ ف ُلُجَّرلا ىِّلَصُيَو ، ِوِسْفَ نِل ُلُجَّرلا ىِّلَصُي ُت

ٍبْعَك ِنْب ِّىَبُأ ىَلَع ْمُهَعَمَجَف َمَزَع َّمُث . َلَثْمَأ َناَكَل ٍدِحاَو ٍئِراَق ىَلَع ِءَلَُؤَى ًةَلْ يَل ُوَعَم ُتْجَرَخ َّمُث ،

اَهْ نَع َنوُماَنَ ي ىِتَّلاَو ، ِهِذَى ُةَعْدِبْلا َمْعِن ُرَمُع َلاَق ، ْمِهِئِراَق ِةَلََصِب َنوُّلَصُي ُساَّنلاَو ، ىَرْخُأ ُلَضْفَأ

ُوَلَّوَأ َنوُموُقَ ي ُساَّنلا َناَكَو ، ِلْيَّللا َرِخآ ُديِرُي . َنوُموُقَ ي ىِتَّلا َنِم

Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata, "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khoththob radhiyallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata, "Aku berpikir bagaimana seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata, "Sebaik- baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih

(29)

baik daripada yang shalat awal malam.29” Y ng beli u m ksudk n untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari no. 1871).30

Dalam hadis ini dijelaskan bahwasanya shalat Qiyam Ramadhan tidak hanya dilakukan pada awal malam (b ‟d isy ) melainkan boleh dilakukan di akhir malam.31

5) Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Seyogyanya umat islam melaksanakan shalat tarawih memanjangkan bacaannya ketika shalat dan berdiri dengan khusyu‟, tawadu‟ rendah hati . Tidak hanya memperbanyak jumlah rakaat, jumlah Rakaat tarawih Nabi sendiri tidak lebih dari sebelas Rakaat bersama witir. Adapun hadits yang menjelaskan bahwa Nabi saw., melaksanakan Qiyam Ramadhan delapan rakaat ditambah tiga rakaat, menjadi sebelas rakaat adalah sebagai berikut:

ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس يِبَأ ْنَع ِّيِرُبْقَمْلا ٍديِعَس ْنَع ٌكِلاَم يِنَثَّدَح َلاَق ُليِعاَمْسِإ اَنَ ثَّدَح يِف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ِلوُسَر ُة َلََص ْتَناَك َفْيَك اَهْ نَع ُوَّللا َيِضَر َةَشِئاَع َلَأَس ُوَّنَأ َناَضَمَر

29 Ibnu Hajar l sqolani rahimahullah mengatakan, “Hal ini merupakan dalil tegas bahwa shalat di akhir malam lebih afhdol daripada di awal malam. Namun hal ini bukan berarti memaksudkan bahwa shalat sendirian lebih afdhol dari shalat secara berjama‟ah.” Fathul Bari, Ibnu Hajar l sqolani, arul Ma‟rifah, 1379, 4/253

30 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukari (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ke III 2005), (dan hadis yang sama maksudnya dijelaskan oleh Muhammad Sulaeman Al-Maghribi, M jmu‟ l- F w id min J mi‟ l-Ushul w M jm ‟ l-Fawaid(Dar Al-Qiblah li al-Tsaqafah al-Islamiyah Al- Mamlakah Al-Arabiyah as-su‟udiyyah, cetakan ke II: 1988 Juz I, hadis no 2281, hal. 333) (dan hadis yang sama maksudnya juga diriwayatkan Imam Muslim berasal dari Abi Dzar, Ibn Quddamah, Al-Mughny(Dar Al-Hadits,tt.) Juz II, Hal.166

31 Muhammad Nashiruddin Al-Albani,Risalah Qiyam Ramadhan, ter. S. Thoriq Abd. Aziz at- Tamimi (Jakarta:Embun Publishing, 2008). Hal. 25.

(30)

ْلَسَت َلََف اًعَ بْرَأ يِّلَصُي ًةَعْكَر َةَرْشَع ىَدْحِإ ىَلَع ِهِرْيَغ يِف َلََو َناَضَمَر يِف ُديِزَي َناَك اَم ْتَلاَقَ ف ْنَع

ُتْلُقَ ف اًث َلََث يِّلَصُي َّمُث َّنِهِلوُطَو َّنِهِنْسُح ْنَع ْلَسَت َلََف اًعَ بْرَأ يِّلَصُي َّمُث َّنِهِلوُطَو َّنِهِنْسُح َلوُسَر اَي

يِبْلَ ق ُماَنَ ي َلََو ِناَماَنَ ت َّيَنْ يَع َّنِإ ُةَشِئاَع اَي َلاَق َرِتوُت ْنَأ َلْبَ ق ُماَنَ تَأ ِوَّللا

Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada saya Malik dari Sa'id Al Maqbariy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwasanya dia bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (melaksanakan shalat malam) di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian Beliau shalat tiga raka'at. Lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur"32.

dapun mengenai jumlah raka‟at shalat tarawih yang dilakukan di zaman

„Umar tidak disebutkan secara tegas33, dan ada perbedaan dalam beberapa riwayat yang nanti akan kami jelaskan selanjutnya.

a) Shalat Tarawih 11 Raka’at dimasa sayidina 'Umar R.A

32 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukari (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ke III 2005)494

33 M Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Shalat Tarawih 20rakaat, 8.

(31)

isebutkan dalam Muwaththo‟ Imam Malik riwayat sebagai berikut.

ِزَيِنْب ِبِئاَّسلا ْنَع َفُسوُي ِنْب ِدَّمَحُم ْنَع كِلاَم ْنَع يِنَثَّدَح و رَمُع َرَمَأ َلاَق ُوَّنَأ َدي

ِباَّطَخْلا ُنْب

َّيِراَّدلااًميِمَتَو ٍبْعَك َنْب َّيَبُأ َّنلِل اَموُقَ ي ْنَأ

ةَعْكَر َةَرْشَع ىَدْحِإِب ِسا َناَك ْدَقَو َلاَق

ْلا ُأَرْقَ ي ُئِراَق

ِماَيِقْل ِلَوُط ْنِم ِّيِصِعْلا ىَلَع ُدِمَتْعَ ن اَّنُك ىَّتَح َنيِئِمْلاِب ِرْجَفْلا ِعوُرُ ف يِف َّلَِإ ُفِرَصْنَ ن اَّنُك اَمَو

.

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Yusuf dari As-Sa`ib bin Yazid dia berkata, "Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat." As Sa`ib berkata, "Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar." HR. Malik dalam l Muwaththo‟ 1/115 . Syaikh Musthofa l „ dawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.34

b) Shalat Tarawih 23 Raka.at di masa sayidina 'Umar R.A alam Musnad „ li bin l Ja‟d terdapat riwayat sebagai berikut.

َح َّد َ ث َنا َع ِل ْي

َأ َن ا ْب ُن َأ ِب ْي ِذ ْئ َع ب ْن َي ِز نع ةفيصخ نب دي لاق ديزي نب بئاسلا

َك ُ نا ْو َ ي ا ُق ْو ُم ْو َع َل َن ى

َع ْه ُع َم ِد َر ِف ْي ْه ِر َش َر َم َض َنا ِب ْش ِع ِر ْي َن

َر ْك َع ًة َو ِإ ْن ُ نا ْو َك ِل ا َ ي ْق َ ر ُء ْو َن ِب ْا َئ َ ت ْي ِمل ِن َن ِم ْا ُقل ْر ِنآ .

Tel h mencerit k n kep d k mi „ li, b hw Ibnu bi Dzi‟b d ri Y zid bin Khoshif h d ri s S ib bin Y zid, i berk t , “Merek mel ks n k n qiy m l il di m s „Um r di bul n R m dh n seb ny k 20

34 „Musthofa l „ dawi, d du R k ‟ t iy mil L il aar Majid „ siri,t.t hal.36.

(32)

r k ‟ t. Ketik itu merek memb c 200 y t l ur‟ n.” ( R. „ li bin Al-J ‟d d l m musn dny ,1/413. Sy ikh Musthof l „ d wi meng t k n bahwa riwayat ini shahih.35 Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa riwayat di atas terdapat „illah yaitu karena terdapat Yazid bin Khoshifah.

Dalam riwayat Ahmad, beliau menyatakan bahwa Yazid itu munkarul hadits. Namun pernyataan ini tertolak dengan beberapa alasan:

1. Imam Ahmad sendiri menyatakan Yazid itu tsiqoh dalam riwayat lain.

2. Ulama pakar hadits lainnya menyatakan bahwa Yazid itu tsiqoh. Ulama yang berpendapat seperti itu adalah Ahmad,

Abu Hatim dan An Nasai. Begitu pula yang menyatakan tsiqoh adalah Yahya bin Ma‟in dan Ibnu Sa‟ad. l Hafizh Ibnu Hajar pun menyatakan tsiqoh dalam At Taqrib.

3. Perlu diketahui bahwa Yazid bin Khoshifah adalah perowi yang dipakai oleh l Jama‟ah banyak periwayat hadits . 4. Imam Ahmad rahimahullah dan sebagian ulama di banyak

keadaan kadang menggunakan istilah “munkar” untuk riwayat yang bersendirian dan bukan dimaksudkan untuk dho‟ifnya hadits36

c) Pendapat Para Ulam Men en Juml h R k ’ t Sh l t T r w h Disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani,

35 ibid. 36.

36 Lihat catatan kaki dadu Raka‟at Qiyamil Lail, hal. 37

(33)

ْلاِب َنوُموُقَ ي ساَّنلا تْيَأَر " ِّيِعِفاَّشلا ْنَع ِّيِناَرَفْعَّزلا ْنَعَو نيِث َلََثَو ٍعْسِتِب ِةَنيِدَم

ةَّكَمِبَو ٍث َلََثِب

َكِلَذ ْنِم ءْيَش يِف َسْيَلَو ، َنيِرْشِعَو ٌقيِض

D ri z Z ‟f roniy, d ri Im m sy Sy fi‟i, beli u berk t , “ ku melih t m nusi di M din h mel ks n k n sh l t m l m seb ny k 39 r k ‟ t d n di M kk h seb ny k 23 r k ‟ t. Dan sama sekali hal ini tidak ada kesempitan (artinya: boleh saja melakukan sepertiitu,-pen).”37

Ibnu „ bdil Barr mengatakan,

ملعلا لىأ نم دحأ دنع دودحم دح ليللا ةلَص نم تاعكرلا ددع يف سيلو امنإو ىدعتي لَ

لقتسا ءاش نمو رثكتسا ءاش نمف ةبرقو رب لعفو عوضوم ريخ ةلَصلا

“Sesungguhny sh l t m l m tid k memiliki b t s n juml h r k ‟ t tertentu.

Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbu t n b ik. Si p s j boleh mengerj k n sedikit r k ‟ t. Si p y ng m u jug boleh mengerj k n b ny k.”38

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

ُّيِبَّنلا ْتِّقَوُ ي ْمَل وُى َناَك ْلَب ؛ اًنَّ يَعُم اًدَدَع ِويِف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص - -

ْمُهَعَمَج اَّمَلَ ف ِتاَعَكَّرلا ُليِطُي َناَك ْنِكَل ًةَعْكَر ِةَرْشَع َث َلََث ىَلَع ِهِرْيَغ َلََو َناَضَمَر يِف ُديِزَي َلَ

ُرَمُع

ىَلَع َز اَم ِرْدَقِب َةَءاَرِقْلا ُّفِخُي َناَكَو ِث َلََثِب ُرِتوُي َّمُث ًةَعْكَر َنيِرْشِع ْمِهِب يِّلَصُي َناَك ٍبْعَك ِنْب يبأ َدا

37 Abdurrahman bin Ahmad Al-Hambali,Fathul Bari(, 4/253.

38 At Tamhid, 21/70.

(34)

ٌةَفِئاَط َناَك َّمُث ِةَدِحاَوْلا ِةَعْكَّرلا ِليِوْطَت ْنِم َنيِموُمْأَمْلا ىَلَع ُّفَخَأ َكِلَذ َّنَِلْ ِتاَعَكَّرلا ْنِم ْن ِم

َلََثِب اوُرَ تْوَأَو َنيِث َلََثَو ِّتِسِب اوُماَق َنوُرَخآَو ِث َلََثِب َنوُرِتوُيَو ًةَعْكَر َنيِعَبْرَأِب َنوُموُقَ ي ِفَلَّسلا اَذَىَو ِث

ِب ُفِلَتْخَي ُلَضْفَْلْاَو . َنَسْحَأ ْدَقَ ف ِهوُجُوْلا ِهِذَى ْنِم َناَضَمَر يِف َماَق اَمَفْ يَكَف ٌغِئاَس ُوُّلُك ِف َلَِتْخا

َىَدْعَ ب ٍث َلََثَو ٍتاَعَكَر ِرْشَعِب ُماَيِقْلاَف ِماَيِقْلا ِلوُطِل ٌلاَمِتْحا ْمِهيِف َناَك ْنِإَف َنيِّلَصُمْلا ِلاَوْحَأ اَمَك . ا

َضْفَْلْا َوُى ِهِرْيَغَو َناَضَمَر يِف ِوِسْفَ نِل يِّلَصُي َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ُّيِبَّنلا َناَك َلَ اوُناَك ْنِإَو ُل

َسَو ُوَّنِإَف َنيِمِلْسُمْلا ُرَ ثْكَأ ِوِب ُلَمْعَ ي يِذَّلا َوُىَو ُلَضْفَْلْا َوُى َنيِرْشِعِب ُماَيِقْلاَف ُوَنوُلِمَتْحَي َنْيَ ب ٌط

َرْكُي َلََو َكِلَذ َزاَج اَىِرْيَغَو َنيِعَبْرَأِب َماَق ْنِإَو َنيِعَبْرَْلْا َنْيَ بَو ِرْشَعْلا َّصَن ْدَقَو . َكِلَذ ْنِم ٌءْيَش ُه

َّقَوُم ٌدَدَع ِويِف َناَضَمَر َماَيِق َّنَأ َّنَظ ْنَمَو . ِهِرْيَغَو َدَمْحَأَك ِةَّمِئَْلْا ْنِم ٍدِحاَو ُرْ يَغ َكِلَذ ىَلَع ْنَع ٌت

ُوْنِم ُصَقْ نُ ي َلََو ِويِف ُداَزُ ي َلَ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا َأَطْخَأ ْدَقَ ف

“Sh l t m l m di bul n R m dh n tid kl h dib t si oleh N bi sh ll ll hu „ l ihi w s ll m deng n bil ng n tertentu. Y ng dil kuk n oleh N bi sh ll ll hu „ l ihi w s ll m d l h beli u tid k men mb h di bul n R m dh n t u bul n l inny lebih d ri 13 r k ‟at. Akan tetapi shalat tersebut dilakukan deng n r k ‟ t y ng p nj ng. T tk l „Um r mengumpulk n m nusi d n Ub y bin K ‟ b ditunjuk seb g i im m, di mel kuk n sh l t seb ny k 20 r k ‟ t kemudi n mel ks n k n witir seb ny k tig r k ‟ t. N mun ketik itu bacaan

(35)

seti p r k ‟ t lebih ring n deng n dig nti r k ‟ t y ng dit mb h. K ren melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu r k ‟ t deng n b c n y ng begitu p nj ng. Seb gi n s l f pun d y ng melaksanakan shalat malam sampai 40 r k ‟ t, l lu merek berwitir deng n 3 r k ‟ t. d l gi ul m y ng mel ks n k n sh l t m l m deng n 36 r k ‟ t d n berwitir deng n 3 r k ‟ t.

Semua jumlah raka‟at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus.

Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama‟ah. Kalau jama‟ah kemungkinan senang dengan raka‟at-raka‟at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka‟at ditambah dengan witir 3 raka‟at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu „alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. alam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama‟ah tidak mampu melaksanakan raka‟at-raka‟at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka‟at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka‟at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka‟at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka‟at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.

(36)

Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka‟at, maka sungguh dia telah keliru.”39

Al Kasaani mengatakan, “‟Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka‟ab radhiyallahu Ta‟ala „anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka‟at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma‟ atau kesepakatan para sahabat”

d asuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka‟at inilah yang menjadi amalan para Sahabat dan tabi‟in.”

Ibnu „ bidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka‟at inilah yang dilakukan di timur dan barat.” „ li s Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka‟at inilah yang menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai negeri.”

dapun mengenai jumlah raka‟at shalat tarawih yang dilakukan di zaman

„Umar tidak disebutkan secara tegas dalam riwayat di atas.40

39 Majmu‟ l Fatawa, Ibnu Taimiyah, arul Wafa‟, cetakan ketiga, 1426 H, 22/272.

40 dadu Raka‟at Qiyamil Lail, hal. 46.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu pendekatan dan penelitian dalam meneliti fakta religius bersifat subjektif serta pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, ide-ide, emosi-emosi, maksud-maksud, pengalaman-pengalaman, dan sebagainya dari seseorang yang yang diungkapkan dalam tindakan luar (perkataan dan perbuatan)41dengan pendekatan ini dapat diketahui sejauhmana masyarakat memahami hadits tentang fadhilah shalat tarawih dan implementasinya di Dusun Wetan gunung Kec. Jenggawah peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi.

Adapun penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Objek yang menjadi kajian penelitian ini adalah masyarakat di Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati Kec.Jenggawah.

penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian dengan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.42Dengan metode ini penulis dapat mengungkap fakta-fakta yang terdapat di lapangan dengan data yang diperoleh melalui observasi,

41 Imam Suprayogo & Thobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: Rosda karya, 2003), 103.

42Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), 3.

(38)

interview dan dokumentasi. Jadi apa yang telah diperoleh dari data dan hasil observasi, interview dan wawancara dituangkan dalam bentuk tulisan yang kemudian dikaji lebih mendalam sehingga dapat diketahui bagaimana masyarakat memahami dan mengimplementasikan hadits tentang fadhilah shalat tarawih.

Berkaitan dengan penelitian ini, penggunaan paradigma kualitatif dimaksudkan untuk memahami situasi sosial secara mendalam mengenai Implementasi dari Hadits tentang shalat Tarawih sebagai budaya masyarakat Dusun Wetan Gunung Kec. Jenggawah yang merupakan Hadits fenomena Hadits yang hidup di masyarakat (living hadits).

Penggunaan metode kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data deskriptif berupa kata-katatertulis ataupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.

Berkaitan dengan arah living hadits dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu tulis, lisan dan praktik. Ketiga model dan bentuk living hadits tersebut satu dengan lainnya sangat berhubungan. Untuk membahas berbagai arah living hadits perlu pemahaman metodologi yang sesuai dengan objek kajiannya masyarakat yang akan diteliti.43Sehingga dapat diketahui sejauh mana masyarakat memahami dan mengimplementasikan Hadits tentang Fadhilah Shalat Tarawih.

43 M. Mansyur,dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits (Yogyakarta :Teras, 2007), 154

(39)

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi pertimbangan utama dalam pengumpulan data ialah pemilihan informan. Teknik sampel yang digunakan peneliti adalah teknik purposive sample, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu44. pertimbangan tertentu ini misalnya seorang tersebut dianggap tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai tokoh sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi yang diteliti.

Pada penelitian ini penulis mengambil 6 orang sebagai Purposive Sample yaitu tokoh agama yang paling berpengaruh di Dusun Wetan Gunung karena mereka dianggap sebagai key person yang dianggap mengertidan mampu menjelaskan bagaimana tradisi shalat tarawih di Dusun Wetan Gunung.

No Nama Tokoh Agama

1 Ust. Sulaiman Ketua Yayasan Tarbiyatul Athfal, Dusun Wetan Gunung, Wonojati, Jenggawah 2 Ust. Syu’aib Riyadie Ketua Yayasan Jam’iyah Mubtadiin 3 Ust. Umar Ketua Takmir Masjid Ittihadul Ummah 4 Nyai Badi’ah Ketua Muslimat

5 Ust. Hasan Ketua Yayasan El-Himmah Perum. Griya Wonojati

44 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 127

(40)

6 Ust. Ruba’ie Anwar Ketua Jam’iyah Sholawat

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan komponen yang penting didalam sebuah penelitian ini untuk memperjelas kepada pembaca tentang dimana penelitian ini akan dilakukan, lokasi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah Dusun Wetan Gunung yang beralamatkan di Desa Wonojati Kec.Jenggawah Kab. Jember. Alasan pemilihan lokasi ini adalah:

1. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada observasi awal terlihat bahwa yang menjadi motivasi masyarakat dalam beribadah adalah ceramah-ceramah Agama yang selalu diberikan dalam majlis-majlis baik itu dalam jadwal harian seperti kultum shubuh, mingguan seperti malam jum’at, bulanan seperti malam tanggal satu hijriyah dan tahunan seperti Bulan Ramadhan, dan lain-lain.

2. Adanya keterbukaan masyarakat terutama para tokoh agama yang menjadi informan, sehingga sangat membantu kelancaran penelitian yang akan dilaksanakan.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian yaitu sumber data dimana peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang dikaji. Yang menjadi subyek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu primer dan sekunder.

Referensi

Dokumen terkait

Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr.Anak Ayu Saraswati, M.Kes, atas segala fasilitas yang diberikan selama kami mengikuti Program Pendidikan Dokter

• Vualisasi desain ada yang memakai gambar realis maupun fektor dan biasanya terdapat unsur penarik yang kuat dengan penempatan Head line dan sub head line. • Contoh Point

Kapasitas daya dukung habitat yang tinggi diduga dapat mendukung kehidupan populasi satwa secara lebih baik sehingga populasi berkembang dengan laju pertumbuhan yang

Hal ini menunjukan bahwa tuntutan antarpersonal pada perawat dirawat inap sebagian besar sudah baik karena komunikasi antara petugas yang terjaga sehingga perawat

Bentuk kertas kerja atau neraca lajur yang biasa dipergunakan dalam perusahaan dagang adalah bentuk 10 kolom yang terdiri dari kolom Nomor akun, kolom Nama akun, kolom Nerca saldo

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran Talking Stick berbantuan media Flashcard

Prinsip kerja dari rele arus lebih ini sendiri adalah rele arus lebih atau over current relay bekerja dengan cara menganalisa input berupa besaran arus yang

Untuk pertanian masa panen sekitar empat bulan antara bulan agustus sampai november, sedangkan masa tanam antara bulan januari sampai maret, jadi masyarakat muara