• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSIF."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

PERKEMBANGAN BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

DI SEKOLAH INKLUSIF

(Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Sekolah Menengah Pertama X sebagai Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh

WINDY RISTIANTI

NIM 1004991

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

PERKEMBANGAN BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

DI SEKOLAH INKLUSIF

(Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Sekolah Menengah Pertama X sebagai Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota Bandung)

TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing

Dr. Didi Tarsidi, M.Pd.

NIP. 19510601 197903 1 003

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN BAGI PESERTA

DIDIK TUNANETRA DI SEKOLAH INKLUSIF” (Penelitian Deskriptif Kualitatif Pada Sekolah Menengah Pertama X sebagai Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota Bandung) serta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, bukan hasil jiplakan atau pembajakan dari karya orang lain.

Atas pernyataan ini saya bertanggung jawab sepenuhnya dan siap menanggung resiko apabila ternyata kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dan klaim atas keaslian karya saya ini.

Bandung, Mei 2013 Yang membuat pernyataan

(4)

ABSTRAK

Windy Ristianti NIM 1004991. “Program Bimbingan dan Konseling

Perkembangan Bagi Peserta Didik Tunanetra Di Sekolah Inklusif”. Tesis, Magister Pendidikan, Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.

Penelitian ini bertujuan merumuskan program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif.

Metode yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan Inventori Tugas Perkembangan (ITP), Alat Ungkap Masalah (AUM), wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang, terdiri atas satu orang siswa tunanetra, satu orang guru BK, satu orang wali kelas dan 2 orang siswa awas. Teknik pengolahan data hasil penelitian melalui beberapa tahapan yaitu : pencatatan data baik pencatatan awal maupun formal, melakukan analisis data melalui kegiatan reduksi data, penyajian data atau display data, penarikan kesimpulan (konklusi), melakukan verifikasi dan tahap pemeriksaan keabsahan data penelitian melalui triangulasi dan validasi hasil melalui focus group discussion(FGD).

Hasil penelitian ini tersusunnya program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling perkembangan ini merupakan hasil penelitian yang disusun melalui tahapan: (1) penyusunan desain awal dengan melakukan asesmen dan analisis perkembangan dan kebutuhan peserta didik tunanetra melalui Inventori Tugas Perkembangan (ITP), Alat Ungkap Masalah AUM, wawancara, observasi. , (2) Analisis terhadap program bimbingan dan konseling yang sudah ada di sekolah, dan (3) Penyusunan program hipotetik berdasarkan hasil validasi melalui focus group discussion (FGD

(5)

ABSTRACT

Windy Ristianti NIM 1004991. “Guidance and Counseling Development

Program for Visual Impairment Students at Inclusive School”. A Thesis, Master of Education, Special Need Educational Study Program, A Graduate School, the Universitas Pendidikan Indonesia, 2013

The aims of the research were, to construct and formulate guidance and counseling development program for visual impairment students at inclusive school. from the research result trough into many steps, they are; recording the data, both pre and formal recording; analyzing data using data reduction activity; Presenting or displaying the data; make the conclusion; and verifying the absolution of the research data using of triangulation and validation of the result the result through focus group discussion (FGD).

(6)

Windy Ristianty,2013

Daftar Gambar dan skema... viii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN INKLUSIF A. Hakekat Bimbingan dan Konseling Perkembangan………... 14

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Perkembangan………. 20

2. Visi Misi Bimbingan dan Konseling Perkembangan………… 22

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Perkembangan…………... 23

4. Prinsip Bimbingan dan Konseling Perkembangan………….. 30

5. Tugas Perkembangan Peserta Didik ……….... 31

6. Komponen Layanan Bimbingan dan Konseling Perkembangan……….. 38

B. Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan……….. 40

C. Peserta Didik dengan Hambatan Penglihatan ……… 46

D. Peran Bimbingan dan Konseling di Sekolah Inklusif…………... 62

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian……… 70

B. Lokasi Penelitian……… 72

C. Sumber Data………... 72

D. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data ………. 73

2. Prosedur Pengeolahan dan Analisis Data ………... 75

3. Validasi Data ……….. 76

(7)

Windy Ristianty,2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian……….. 87

B. Pembahasan ………... 128

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………. 176

B. Rekomendasi ………... 180

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2008 hasil data penjaringan Bidang Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus di Jawa Barat berjumlah 13.550. Pada tahun 2011 hasil pendataan menunjukkan adanya data yang meningkat menjadi 16.850 peserta didik berkebutuhan khusus yang tersebar di sekolah luar biasa dan sekolah umum.

Selain data anak berkebutuhan khusus, data sekolah yang menyelenggarakan layanan pendidikan baik dalam bentuk layanan pendidikan khusus di SLB, maupun yang tersebar di sekolah-sekolah umum pada tahun 2012 tercatat ada 257 sekolah penyelenggaran pendidikan inklusif di Jawa Barat yang menyelenggarakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Banyaknya anak berkebutuhan khusus yang mengikuti layanan pendidikan di sekolah reguler tersebut telah menunjukkan adanya peningkatan terhadap pengalaman dan kesadaran dari orang tua, masyarakat termasuk kalangan sekolah untuk menerima anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler.

(9)

Peserta didik tunanetra yang mengikuti pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, secara kuantitatif memang terus menunjukan perkembangan yang meningkat. Hampir di setiap jenjang baik jenjang pendidikan dasar, menengah maupun tinggi dikuti oleh peserta didik tunanetra. Mereka tersebar disetiap satuan pendidikan tingkat Sekolah Dasar/Madrasyah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Tsanawiyah (SMP/MTs), sampai pada Sekolah Menengah Atas/Aliyah/Kejuruan (SMA/ MA dan SMK).

Namun demikian semakin berkembangnya angka partsisipasi dan akses yang luas bagi tunanetra untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkeadilan harus diikuti layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus tunanetra. Dikatakan demikian karena hasil penelitian Rahardja (2010: 98), tentang keikutsertaan peserta didik tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif menunjukkan bahwa :

“tunanetra nyatanya tidak cukup berbekal kemampuan akademis semata, akan tetapi kemampuan non akademis sama pentingnya untuk dimiliki peserta didik tunanetra. Peserta didik tunanetra yang mengikuti pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memerlukan pengembangan konsep diri yang matang, keterampilan sosial yang stabil, dan kemampuan perilaku adaptif yang memadai”.

(10)

meskipun dengan indra pendengaran, perabaan, penciuman, pengecap dan pengalaman kinestetis yang dimilikinya, sering tidak dapat mengamati dan memahami suatu obyek secara langsung di luar jangkauan fisik. Keterbatasan indra di luar visual inilah yang cenderung mengakibatkan terhambatnya perkembangan dan keterbatasn pengalaman yang sangat beragam pada tunanetra.

Kehilangan fungsi penglihatan pada anak tunanetra berakibat terhambatnya mereka dalam hal informasi serta lingkup keanekaragaman pengalaman, keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan keterbatasan dalam hal berpindah tempat (mobilitas). Hal ini dijelaskan Didi Tarsidi (2008) bahwa …”dampak kehilangan penglihatan dalam empat bidang perkembangan, yaitu perkembangan sosial dan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, dan perkembangan mobilitas dan orientasi.”

Salah satu dampak kehilangan fungsi penglihatan adalah perkembangan kognitif. Lowenfeld dalam Didi Tarsidi (2008) menyatakan bahwa ketunanetraan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada perkembangan fungsi kognitif: a. keterbatasan dalam sebaran dan jenis pengalaman anak;

b. keterbatasan dalam kemampuannya untuk bergerak di dalam lingkungannya; c. keterbatasan dalam interaksinya dengan lingkungannya.

(11)

Selain terjadi hambatan dalam perkembangan kognitif tunanetra juga

mengalami hambatan dalam gerakan, orientasi dan mobilitas, ...” keterampilan orientasi dan mobilitas mempunyai peranan penting di dalam

tercapainya tujuan pendidikan bagi anak tunanetra” (Irham Hosni: 2002). Selanjutnya perkembangan keterampilan orientasi dan mobilitas menjadi sangat penting bagi tunanetra karena menurut Irham Hosni (2008) bahwa :

”keterampilan orientasi dan mobilitas mencakup: keterampilan memelihara pribadi (pesonal care skill), keterampilan kemampuan berhubungan dengan dan antar person (interpersonal competence skill), keterampilan berhubungan dengan kerja (work related skill) dan keterampilan mempertahankan diri di masyarakat (community survival skill)”.

Perkembangan atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang tergambarkan di atas merupakan keterampilan yang mutlak harus dikuasai oleh peserta didik tunanetra.

Selanjutnya Didi Tarsidi (2003) dalam penelitiannya tentang keterampilan sosial bagi seorang tunanetra. mengemukakan bahwa “…keterampilan sosial bagi seorang tunanetra akan membantu untuk mewujudkan perilaku adaptif dengan lingkungan dimana mereka berada”. Mencermati arti penting keterampilan sosial

pada peserta didik tunanetra tersebut, maka guru harus menyiapkan program dengan mengupayakan pengembangan keterampilan sosial pada diri peserta didik tunanetra.

(12)

Untuk membantu mengoptimalkan perkembangan seorang peserta didik tunanetra melalui proses layanan pendidikan, maka harus dimulai dengan mengidentifikasi atau menemukan potensi-potensi dan hambatan-hambatan yang secara khusus dibutuhkan dalam penyelesaian dan penyesuaiannya. Dengan melakukan asesmen terhadap anak secara menyeluruh berarti proses layanan memandang anak tersebut sebagai bagian dari satu sistem yang terdiri dari komponen individu, komponen lingkungan fisik, dan komponen lingkungan sosial, yang satu dengan lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

Intervensi bimbingan dan konseling yang ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian tugas-tugas perkembangan anak seyogyanya diarahkan kepada keseluruhan kebutuhan-kebutuhan dan tahapan perkembangan pada peserta didik tunanetra. Intervensi bimbingan dan konseling semacam ini dikenal dengan model bimbingan dan konseling perkembangan.

Untuk mengoptimalkan pencapaian tugas-tugas perkembangan pada anak itu di sekolah, Kartadinata, (1999) mengemukuakan bahwa :

“dalam perspektif yang lebih luas, model bimbingan perkembangan menempatkan anak sebagai target layanan bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas pada perannya sebagai peserta didik lembaga pendidikan atau sekolah, tetapi dalam perannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat secara lebih luas termasuk kehidupan dan budaya”

Selanjutnya (Kuriloff, 1977; Blocher & Biggs, 1983 - dalam Kartadinata, 1999) mengemukakan bahwa :

(13)

Oleh karena itu untuk memberikan layanan yang bermutu bagi peserta didik tunanetra tidak hanya dalam setting pembelajaran tetapi terhadap aspek perkembangan lainnya misalnya aspek pribadi, sosial dan juga karir. Untuk memberikan layanan yang bermutu dan optimal bagi peserta didik tunanetra maka diperlukan seperangkat kurikulum dan program sekolah termasuk program bimbingan dan konseling yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebuthan khusus tunanetra. Penelitian ini akan mengungkap tentang program bimbingan dan konseling perkembangan untuk peserta didik dalam setting sekolah inklusif.

B.Rumusan Masalah

Peserta didik berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan penglihatan (tunanetra), seringkali mendapatkan masalah yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan dan pembelajarannya khususnya bagi mereka yang mengikuti pendidikan di sekolah umum.

Berdasarkan kajian hasil penelitian yang tergambarkan tersebut di atas masalah-masalah peserta didik tunanetra dalam mengikuti proses pendidikan yaitu:

1. Akibat ketunanetraan peserta didik tunanetra memiliki hambatan bukan hanya kemampuan akademis semata, akan tetapi kemampuan non akademis sama pentingnya untuk dimiliki peserta didik tunanetra.

(14)

3. Peserta didik tunanetra mengalami hambatan dalam keterampilan sosial yang stabil.

4. Peserta didik tunanetra mengalami hambatan dalam kemampuan perilaku adaptif yang memadai.

5. Peserta didik tunanetra mengalami hambatan pribadi, kurang percaya diri, frustasi atas penerimaan diri, dan kesulitan adaptasi/penyesuaian terhadap lingkungan baru.

6. Peserta didik tunanetra mengalami hambatan keterampilan sosial, misalnya mereka lebih takut untuk bergaul dengan teman sebayanya.

7. Dampak kehilangan penglihatan membuat peseta didik mengalami hambatan dalam empat bidang perkembangan, yaitu perkembangan sosial dan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, dan perkembangan mobilitas dan orientasi

8. Ketunanetraan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada perkembangan fungsi kognitif, keterbatasan dalam sebaran dan jenis pengalaman anak, keterbatasan dalam kemampuannya untuk bergerak di dalam lingkungannya dan keterbatasan dalam interaksinya dengan lingkungannya.

(15)

psikologis, akan tetapi memerlukan layanan secara psikologis dalam program layanan bimbingan dan konseling.

Sebagai bagian intgeral dalam pendidikan, bimbingan dan konseling ikut membantu berupaya mengatasi masalah yang dihadapi oleh peserta didik berkebutuhan khusus agar mereka mampu menolong dirinya sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan dalam pencapaian cita-citanya, yang artinya mereka mendapatkan proses pembelajaran yang bermakna untuk bekal pengetahuan mereka demi eksistensinya dan keberlangsungan kehidupanya di masyarakat.

Menurut Sungin dalam Juang Sunanto, (2004) dinyatakan bahwa :

“guru bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat penting dalam membantu mengembangkan peserta didik tunanetra dalam proses pembelajarannya. Perannya tersebut ialah Pertama, memberikan bimbingan tentang sikap dan kepribadian, Kedua, Memberikan bimbingan karier, Memberikan bimbingan vocasional, Ketiga, Memberikan bimbingan penyesuaian sosial dan Keempat, Memberikan bimbingan pada keluarga”.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik pemikiran bahwa untuk membantu peserta didik tunanetra mengembangkan potensi-potensi dan membantu menghilangkan hambatan-hambatan yang dihadapinya maka program pendidikan di sekolah melalui program bimbingan dan konseling diharapkan mampu melibatkan berbagai faktor selain individu juga lingkungannya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan Smith et al. (1975) dalam Didi Tarsidi (2008) bahwa :

(16)

Selanjutnya Didi Tarsidi (2008) menjelaskan bahwa “defisiensi intelektual, emosional, sosial, sensoris, dan fisik bukan semata-mata akibat struktur biologis yang defektif, melainkan merupakan produk interaksi antara karakteristik struktur biologis dengan variabel lingkungan”. Hal Ini berimplikasi bahwa intervensi untuk membantu perkembangan seorang anak tunanetra seyogyanya tidak diarahkan hanya kepada anak itu saja melainkan juga kepada lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya.

Berdasarkan hal tersebut maka fokus layanan bimbingan dan konseling yang diberikan bagi tunanetra adalah agar anak dapat mencapai penyesuaian dan perkembangan yang optimal sesuai kemampuan, bakat dan nilai-nilai yang dimilikinya. Dalam upaya pencapaian fokus tersebut maka pelayanan yang diberikan hendaknya dapat sesuai dengan masalah dan kebutuhan peserta didik dengan hambatan penglihatan (tunanetra). Untuk itulah, guru bimbingan dan konseling perlu melakukan asesmen untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik dari peserta didik dengan hambatan penglihatan, sebelum merumuskan dan membuat program layanan bimbingan dan konseling.

(17)

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah rumusan program bimbingan dan konseling perkembangan dapat mengatasi permasalahan perkembangan bagi peserta

didik tunanetra di sekolah inklusif ?

C.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan temuan hasil penelitian serta teori-teori yang yang tergambarkan di atas maka untuk menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian ini, dirumuskan pertanyan penelitian sebagai berikut:

1. Masalah-masalah apakah yang dihadapi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif?

2. Apakah rumusan program bimbingan dan konseling perkembangan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif ?

D.Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan merupakan dasar pijakan sebagai arah dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Tujuan dalam penelitian ini menyusun dan merumuskan program bimbingan dan konseling perkembangan unttuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif.

(18)

a. Manfaat teoritis

Dalam tataran teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian dalam pengembangan ilmu khususnya pengembangan keilmuan pendidikan baik untuk pembelajaran, pendidikan khusus juga bimbingan dan konseling.

Terungkapnya hasil penelitian tentang program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif sangat diperlukan sebagai bahan kajian peneliti selanjutnya ke arah konseptualisasi pengelolaan layanan pendidikan bagi peserta didik tunanetra secara efektif dan berkualitas.

b. Manfaat Praktis

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak:

a). Dinas Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

b). Sekolah

Hasil penelitain ini secara praktis dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah dan guru terutama bagi guru bimbingan dan konseling serta unsur-unsur sekolah lainnya dalam meningkatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

(19)

Memberikan tambahan informasi dan data untuk meneliti dan membahas lebih lanjut tentang asesmen kebutuhan khusus peserta didik tunantera dan implikasinya terhadap layanan bimbingan dan konseling di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memperoleh gambaran utuh tentang isi penulisan tesis ini disajikan sistematika sebagai berikut:

Bab I, berisi Pendahuluan di mana pada bagian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai alasan mengapa masalah dalam penelitian ini diteliti, pentingnya masalah itu diteliti serta pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, baik dari sisi teoritis maupun praktis.

Bab II, berisi mengenai kajian pustaka dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah dalam ilmu yang sedang diteliti, sebagai landasan dalam pelaksanaan penelitian.

Bab III, merupakan penjabaran secara rinci dari metode penelitian, yang meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian yang digunakan, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data dalam penelitian.

(20)

Bab V, merupakan kesimpulan dan saran, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian serta saran atau rekomendasi yang diberikan.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian. Metode yang dimaksud adalah berkaitan dengan pendekatan lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian yang digunakan, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, serta analisis data.

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif ini dilakukan dengan tujuan menyusun dan merumuskan program bimbingan dan konseling perkembangan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif karena dengan pendekatan kualitatif, peneliti dapat memperoleh deskripsi fenomena yang lebih lengkap.

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena, menurut Tarsidi (2002) bahwa pendekatan kualitatif adalah:

(22)

Selanjutnya Tarsidi (2002) mendeskripsikan tentang pendekatan kualitatif ini adalah:

Penyelidikan ilmiah yang menggunakan pendekatan pemahaman, didasarkan atas pemikiran kritis mengenai fenomena sosial tanpa bergantung pada abstrak simbol-simbol numerik.

Lexy J. Moleong (2004:3) mengemukakan lima karakteristik utama dari penelitian kualitatif, sebagai berikut:

1. peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data.

2. mengimplikasikan data yang dikumpul dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata dari pada angka.

3. menjelaskan bahwa hasil penelitian ini lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil.

4. melalui analisis peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati.

5. mengungkapkan makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Alasan lain penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah karena pendekatan kualitatif lebih bersifat naturalistik yang bertujuan mengamati fenomena yang ada secara alami, artinya bukan untuk melakukan pengukuran secara terkontrol. Proses penelitian dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan, berorientasi pada penemuan, eksplorasi (menjelajah) perluasan dan menggambarkan secara holistik (menyeluruh). Dengan demikian, penelitian ini berorientasi pada proses bukan pada keluaran.

(23)

bahwa...”Desain studi kasus cenderung lebih terbuka untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang kelompok yang diteliti”.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 10 Kota Bandung. Pemilihan kasus pada penelitian ini lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa:

a. SMP Muhammadiyah 10 Kota Bandung adalah sekolah yang menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif

b. Peneliti adalah guru bimbingan dan konseling, yang dengan demikian penelitian akan lebih tepat dan obyektif karena keseharian mengajar program bimbingan dan konseling.

C. Sumber Data

Jenis sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah (a) sumber data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dari responden yang dipilih sebagai nara sumber, dan (b) data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari pihak lain yang layak memberikan informasi dan mempunyai hubungan tidak langsung sebagai konfirmasi dari sumber primer mengenai aspek-aspek penelitian.

(24)

berdasarkan pertimbangan peneliti, Ketiga, wali kelas serta guru bimbingan dan konseling yang berkecimpung dalam penanganan layanan pendidikan inklusif.

D. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data dan informasi yang peneliti kumpulkan dalam penelitian ini meliputi data perilaku, sikap, dokumen dan data-data kebutuhan peserta didik, serta penilaian terhadap peristiwa atau fenomena tertentu. Sehubungan dengan kategori data dan informasi itu, maka teknik penelitian yang penulis gunakan terdiri atas (1) Instrumen non tes berupa ITP (Inventori Tugas Perkembangan dan AUM (alat ungkap Masalah); (2) Wawancara; dan (3) Observasi.

a. Instrumen non tes

Instrumen yang digunakan dalam hal ini berupa ITP (Inventori Tugas Perkembangan) dan AUM (alat ungkap Masalah).

(25)

b. Wawancara

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah wawancara. Metode wawancara digunakan untuk mengungkap data tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah pribadi, belajar, sosial, dan karir peserta didik tunanetra di kelas reguler serta dengan guru bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.

Pelaksanaan wawancara dilakukan secara terjadwal, dalam arti waktu pelaksanaan disusun berdasarkan kesepakatan dengan informan. Lamanya waktu wawancara ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan informan terlebih dahulu. Sebelum melakukan wawancara, peneliti membuat garis besar pertanyaan dalam bentuk pedoman wawancara.

Berikut informan dan metode yang digunakan dalam pengumpulan data: Tabel 3.1

Daftar Sumber Data dan Metode Yang Digunakan No Informan Jumlah Metode yang digunakan 1. Peserta didik tunanetra 1 orang Wawancara

2. Peserta didik awas 2 orang Wawancara 3. Guru BK 1 orang Wawancara 4. Wali kelas 1 orang Wawancara

c. Observasi

(26)

untuk proses pengambilan data dimana peneliti melihat situasi dan kondisi yang diperlukan bagi penelitian. Observasi ini digunakan dalam penelitian untuk mengamati langsung hal yang berhubungan dengan kondisi interaksi peserta didik tunanetra, proses pembelajaran, tingkah laku, dan interaksinya dalam kelompok. Untuk mencapai tujuan pengamatan tersebut maka peneliti membuat pedoman observasi.

2. Prosedur pengolahan dan analisis data

Nasution (1992:85) mengemukakan bahwa penelitian pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) tahap orientasi; (2) tahap eksplorasi; (3) tahap member-check. Tahapan tersebut dilakukan sebagai berikut:

a. Tahap orientasi.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini ialah melakukan orientasi atau pengenalan terhadap struktur masalah yang diteliti berserta aspek dan dimensinya. Struktur masalah pada penelitian ini adalah tentang program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunantera dan di sekolah inklusif.

b. Tahap eksplorasi

(27)

sebagai penunjang dilakukan melalui diskusi-diskusi dengan pembimbing atau dengan ahli yang berkompeten, yang akan banyak memberikan kejelasan tentang struktur masalah yang sedang diteliti.

c. Tahap “Member check”.

Tujuan utama dari tahapan ini, antara lain melakukan konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data bersama dengan sumber data untuk memberikan tanggapan dan komentar sebagai re-check; melakukan kegiatan yang bersifat triangulasi, yakni menuntaskan kebenaran data dengan meminta tanggapan mengenai kebenaran data yang diperoleh kepada pihak yang relevan dan diyakini dapat memberikan informasi.

3. Validasi data

(28)

Validasi data dilakukan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan guru bimbingan dan konseling, Judgement ahli, baik dari bidang bimbingan dan konseling maupun dari bidang pendidikan tunanetra dan pendidikan inklusif.

4. Finalisasi/Tahap Akhir Program Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik Tunanetra di Sekolah Inklusif

Draft hasil FGD dianalisis kembali oleh peneliti untuk finalisasi perumusan program. Finalisasi program ini adalah tahap terakhir dalam penelitian ini. Dari tahap ini dihasilkan Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan bagi Peserta Didik Tunanetra di Sekolah Inklusif yang bersifat hipotetik.

5. Instrumen Penelitian

a. ITP (Inventori tugas perkembangan).

ITP (Inventori Tugas Perkembangan ) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk memahami tingkat perkembangan individu. Tujuan penggunaan instrumen ITP ini adalah untuk mengukur tingkat perkembangan peserta didik. Instrumen ini dikembangkan oleh Sunaryo, dkk (2001). ITP yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah ITP-SMP.

(29)

1. Impulsif, dengan ciri-ciri : (a) identitas diri terpisah dari orang lain; (b) bergantung pada lingkungan; (c) beorientasi hari ini; dan (d) individu tidak menempatkan diri sebagai penyebab perilaku.

2. Perlindungan Diri, dengan ciri-ciri : (a) peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari berhubungan dengan orang lain; (b) mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik; (c) berfikir tidak logis dan stereotip; (d) melihat kehidupan sebagai “zero-sum game”; dan (e) cenderung menyalahkan dan mencela orang lain.

3. Konformistik, dengan ciri-ciri : (a) peduli terhadap penampilan diri; (b) berfikir sterotip dan klise; (c) peduli akan aturan eksternal; (d) bertindak dengan motif dangkal; (e) menyamakan diri dalam ekspresi emosi; (f) kurang introspeksi; (f) perbedaan kelompok didasarkan ciri-ciri eksternal; (g) takut tidak diterima kelompok; (h) tidak sensitif terhadap keindividualan; dan (i) merasa berdosa jika melanggar aturan.

4. Sadar Diri, dengan ciri-ciri: (a) mampu berfikir alternatif; (b) melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi; (c) peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada; (d orientasi pemecahan masalah; (e) memikirkan cara hidup; dan (f) penyesuaian terhadap situasi dan peranan

(30)

peristiwa dalam konteks sosial; dan (g) berfikir lebih kompleks dan atas dasar analisis.

6. Individualistik, dengan ciri-ciri : (a) peningkatan kesadaran invidualitas; (b) kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan; (c) menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain; (d) mengenal eksistensi perbedaan individual; (e) mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan; (f) membedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya; (g) mengenal kompleksitas diri; (h) peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

7. Otonomi; dengan ciri-ciri : (a) memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan; (b) bersikap realistis dan obyektif terhadap diri sendiri maupun orang lain; (c) peduli akan paham abstrak, seperti keadilan sosial; (d) mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan; (e) peduli akan self fulfillment; (f) ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal; (g) respek terhadap kemandirian orang lain; (h) sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain; dan (i) mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

(31)

Tabel 3.2

Aspek Yang Diungkap Dalam ITP

NO ASPEK YANG DIUNGKAP JUMLAH ITEM

1 Landasan hidup religius 4

2 Landasaan perilaku etis 4

3 Kematangan emosional 4

4 Kematangan intelektual 4

5 Kesadaran tanggung jawab 4

6 Peran sosial sebagai pria atau wanita 4

7 Penerimaan diri dan pengembangannya 4

8 Kemandirian perilaku ekonomi 4

9 Wawasan dan persiapan karir 4

10 Kematangan hubungan dengan teman sebaya 4

Soal Pengecoh 10

Jumlah 50

b. Instrumen non tes AUM (alat ungkap masalah).

Tujuan dari penggunaan AUM ini adalah untuk mengasesmen kebutuhan peserta didik tunanetra dengan cara memahami secara mendalam tentang kemungkinan-kemunkinan masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra. Dengan terungkapnya masalah-masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra maka dapat menentukan materi program layanan bimbingan dan konseling baik program yang bersifat preventif, pengembangan dan kuratif. Alat ungkap masalah (AUM) ini dikembangkan oleh Prayitno dkk, dan dikembangkan lagi oleh Marjohan pada tahun 1982, yang sampai sekarang telah mengalami penyempurnaan.

(32)

Tabel 3.3

Bidang Masalah Yang Diungkap Dalam AUM

No Bidang Masalah Jumlah Item Soal

1 Jasmani dan kesehatan (JDK) 25

2 Diri Pribadi (DPI) 20

3 Hubungan Sosial ( HSO) 15

4 Ekonomi dan Keuangan (EDK) 15

5 Karir dan Pekerjaan (KDP) 35

6 Pendidikan dan Pelajaran (PDP) 35

7 Agama, Nilai dan Moral (ANM) 30

8 Hubungan Muda Mudi (HMM) 15

9 Keadaan dan Hubungan dalam Keluarga (KHK) 25

10 Waktu Senggang (WSG) 10

Jumlah 225

c. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai garis besar materi yang akan dikembangkan untuk mengungkap masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra secara lebih mendalam. Gambaran garis besar dari materi yang digunakan dalam pedoman wawancara tertuang dalam kisi-kisi pedoman wawancara dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Peserta Didik Tunanetra

No Bidang Aspek yang diungkap

2 Bidang Sosial Kemampuan komunikasi

Interaksi sosial

Hubungan sosial dengan guru Hubungan teman sebaya

3 Bidang Belajar Potensi akademik

(33)

No Bidang Aspek yang diungkap Penggunaan fasilitas belajar Dukungan belajar

Remidial dan pengayaan

4 Bidang Karir Rencana karir/ melajutkan

pendidikan

Kemampuan vokasional

Tabel 3.5

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Guru Bimbingan dan Konseling tentang Peserta Didik Tunanetra

No Bidang Aspek yang diungkap tentang

peserta didik tunanetra

3 Bidang Belajar Potensi akademik

Hambatan belajar

Penggunaan fasilitas belajar Dukungan belajar

4 Bidang Karir Rencana karir/ melajutkan

pendidikan

Kemampuan vokasional Tabel 3.6

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Wali Kelas Tentang Peserta Didik Tunanetra

No Bidang Aspek yang diungkap tentang

(34)

No Bidang Aspek yang diungkap tentang peserta didik tunanetra

3 Bidang Belajar Potensi akademik

Hambatan belajar

Penggunaan fasilitas belajar Dukungan belajar

4 Bidang Karir Rencana karir/ melajutkan

pendidikan

Kemampuan vokasional

Tabel 3.7

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Siswa Awas Tentang Peserta Didik Tunanetra

No Bidang Aspek yang diungkap tentang

peserta didik tunanetra

1 Bidang Pribadi Sikap di kelas

Pengendalian diri Motivasi

Tanggung jawab

2 Bidang Sosial Interaksi sosial dengan teman Sosialisasi di kelas dan di luar kelas

4 Bidang Karir Rencana karir/ melajutkan

pendidikan

(35)

Tabel 3.8

Kisi-kisi Wawancara dengan Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik

Tunanetra di Sekolah

No Aspek Deskripsi Penilaian

1 Perencanaan Program Bimbingan dan Konseling

1. Proses perencanaan program 2. Asessmen kebutuhan siswa 3. Instrumen yang digunakan 4. Profesi ataua tenaga lain yang

terlibat

(36)

No Aspek Deskripsi Penilaian diamati untuk mengungkap masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra secara lebih mendalam. Gambaran garis besar dari materi yang digunakan dalam pedoman obervasi tertuang dalam kisi-kisi pedoman observasi dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.9

Kisi-Kisi Pedoman Observasi Terhadap Peserta Didik Tunanetra di Sekolah

No Bidang Aspek yang diobservasi

1 Bidang Pribadi Kondisi fisik

Kondisi Psikologis Sosial dan Emosi Kondisi Senso Motorik

Kemampuan Menolong Diri Sendiri Kemampuan Orientasi

2 Bidang Sosial Kemampuan komunikasi Interaksi sosial

4 Bidang Karir Kemampuan vokasional

(37)

e. Validasi Instrumen

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Pada bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya dan hasil uraian tentang masalah-masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif dan rumusan program bimbingan dan konseling perkembangan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif ?

1. Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif

Pengembangan dan penataan serta pengelolaan program bimbingan dan konseling untuk peserta didik tunanetra di sekolah inklusif didesain melalui suatu perencanaan dan proses analisis kebutuhan peserta didik dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karir melalui asesmen. Asesmen yang dimaksud adalah pengumpulan data dan informasi dari peserta didik dengan menggunakan berbagai instrumen. Untuk pembuatan program bimbingan dan konseling, data dikumpulkan melalui berbagai instrumen yaitu dengan penggunaan Inventori Tugas Perkembangan (ITP), Alat Ungkap Masalah (AUM), wawancara dan observasi.

(39)

beribadah kepada Tuhan, Pengembangan tentang penerapan norma dalam kehidupan, Pengembangan untuk mampu mengenal sifat diri dan orang lain, Pengembangan dalam kemampuan mempertimbangkan dan mengambil keputusan sendiri dalam pemecahan masalah, Pengembangan tentang peran diri dalam kehidupan, Pengembangan pemahaman dalam menyikapi perbedaan individu, Pengembangan dalam mengendalikan emosi, Pengembangan tentang sikap bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh, Pengembangan tentang hak dan kewajiban, Pemahaman tentang kemampuan mengatasi konflik dan mengatasi kecemasan, Pengembangan dalam peningkatan rasa percaya diri, Peningkatan kemampuan dalam mengidentifikasi tentang kemampuan dan kelemahan diri, dan pengembangan peningkatan motivasi untuk dapat menerima diri secara positif.

(40)

peran sosial sebagai laki-laki dan perempuan, dan pengembangan tentang peran diri pribadi dalam kehidupan.

Masalah aspek perkembangan belajar sebagai kebutuhan khusus bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif ini yaitu : pengembangan tentang kemampuan dalam belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan sendiri, pengembangan dalam kemampuan memecahkan masalah, kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar yang bersifat eksak dan praktek, pengembangan tentang kemampuan meningkatkan peran diri dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah, pengembangan tentang kebutuhan media pembelajaran yang sesuai dengan hambatannya terutama untuk mata pelajaran yang membutuhkan penjelasan secara visual dan pengembangan tentang sikap mandiri dan kompetitif. Untuk masalah perkembangan pribadi sebagai kebutuhan khusus peserta didik tunanetra yaitu ; Pengembangan tetang pemahaman dan pengarahan rencana karir selepas SMP, engembangan informasi tentang jenis studi lanjutan dan pekerjaan yang sesuai dan pengembangan tentang persiapan dalam perencanaan karir

2. Rumusan Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan bagi Peserta Didik Tunanetra di Sekolah Inklusif.

(41)

bagi peserta didik tunanetra secara berkesinambungan untuk mengembangkan berbagai kompetensi yang dimilikinya.

Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru bimbingan dan konseling adalah memahami peserta didik secara mendalam termasuk di dalamnya adalah memahami masalah-masalah yang dihadapi peserta didik. Melalui pemahaman yang kuat tentang kebutuhan dan masalah yang dihadapi peserta didik khususnya untuk tunanetra, seorang guru bimbingan dan konseling dapat menentukan program layanan bimbingan dan konseling baik yang bersifat kuratif, preventif, maupun pengembangan sehingga dapat terlaksana dan berjalan secara efektif dan optimal.

(42)

Secara teknis program bimbingan dan konseling memuat unsur-unsur yang terdapat dalam berbagai ketentuan tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah yang meliputi visi dan misi, tujuan, kegiatan, strategi dan atau teknik, pelaksana dan penanggung jawab, waktu, tempat, dan rencana evaluasi. Selain unsur yang ada dalam program bimbingan dan konseling perkembangan untuk peserta didik tunanetra di sekolah inklusif, menggunakan empat komponen pada pendekatan komprehensif atau perkembangan yang diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan yaitu layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem.

B.Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian tentang program bimbingan dan konseling perkembangan bagi peserta didik tunanetra di sekolah inklusif, dalam tataran teoritis direkomendasikan bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian dalam pengembangan ilmu khususnya pengembangan keilmuan pendidikan khusus dan keilmuan bimbingan dan konseling yaitu diperlukan kajian penelitian ke arah konseptualisasi perumusan program bimbingan dan konseling dalam layanan pendidikan bagi peserta didik tunanetra secara efektif dan berkualitas disekolah reguler.

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini merekomendasikan yaitu : a. Bagi Dinas Pendidikan

(43)

dan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Program pembinaan ini untuk meningkatkan kompetensi guru baik melalui pelatihan, bimtek dan workshop dalam penyusunan program layanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah yang menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah dalam melakukan kegiatan pemantauan dan pembinaan guru melalui supervisi akademik kepada guru bimbingan dan konseling. Hal ini diperlukan dalam upaya peningkatan kompetensi Guru.

c. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman atau panduan bagi guru bimbingan dan konseling (BK) dalam penyusunan program bimbingan dan konseling bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Selanjutnya bahwa untuk mencapai proses bimbingan dan konseling yang optimal bagi peserta didik khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus sudah seharusnya dilakukan melalui tahapan-tahapan yang terencana dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik .

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

(44)
(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, M. (2003). Landasan Pendidikan Inklusif dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan LPTK. Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002.

Ahman, Karno To, Kartadinata Sunaryo. (2003). Kubus Tugas Perkembangan: Suatu

Model Rekabangun Tugas Perkembangan Bagi Kepentinganimbingan

dan Konseling dalam Jurnal Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No.

11 Mei 2003.

Alimin Z. (2005). Pendidikan Inklusif, Bandung : Sekolah Pasca sarjana UPI Bandung

Juntika N A. (2006). Bimbingan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : Refika Aditama

Arikunto S. (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto S. (2003). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (cetakan keduabelas). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto S, (2011). Penilaian dan penelitian bidang Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Aditya Media

Bungin B. (2006). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: raja Gratindo Persada

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Desmita.(2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:Remaja Rosdakarya

Jacobs, D.; Ary, L.C.; & Razavieh, A. (1982). Introduction to Research in Education - Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Alih Bahasa oleh Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.

(46)

Hosni I, (2008). Kebutuhan Khusus Tunanetra: http//File.upi.edu/direktori/ FIP/ Jurusan PLB/ diunduh 28 februari 2013

HN Suhaeri & Purwanta E. Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa. (1996). Depdikbud Dirjen Dikti.

Irawan S A. (2010). Pentingnya Layanan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Inklusi. Makalah. Tidak Diterbitkan

Kartadinata S, (2011). Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis, Bandung: UPI Press

Kartadinata S, (2007). Teori Bimbingan dan Konseling (seri Landasan dan Teori Bimbingan dan Konseling) [On line]. Tersedia : http//www.upi.edu/2007/sunaryo kartadinata.[ 10 November 2012]

Kartadinata, S dkk. (2003). Buku Petunjuk Teknis Penggunaan ITP Siswa SLTP. Bandung: UPI

Kartadinata S (1988) Rekonseptualisasi Bimbingan dan Konseling. Makalah. Bandung. Tidak diterbitkan. Tersedia di: Webpage: file.upi.edu: FIP: PPB: Sunaryo Kartadinata. [online]: 5 Oktober 2012

Maleong L J. (1995). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya Rahmar H D. (2012). Penelitian Tindakan dalam Bimbingan Konseling, Jakarta,

Indeks

Rahardja D. (2010). Model Bimbingan dan Konseling di Sekolah Inklusif. Bandung: SPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Skjorten Miriam D. (2003) Pendidikan Kebutuhan khusus, sebuah pengantar. Bandung : Program Pasca Sarjana UPI Bandung

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif dan R &D, Bandung: IKAPI Alfabeta

Sunanto J (2004) Pendidikan inklusif, Makalah: Bandung

(47)

Syaodih S Nana. (2007). Bimbingan Konseling Dalam Praktek. Bandung: Maestro Undang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional

Tarsidi D. (2003). Peranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Komptensi Sosial Anak Tunanetra: Bandung Jurnal Jassi Anakku

Tarsidi D, (2007). Model Konseling Rehabilitatif. Bandung: SPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Tarsidi D, (2007) Dampak Ketunanetraan terhadap Keterampilan Mobilitas Anak Tunanetra http://d-tarsidi.blogspot.com/2007/02/dampak ketunanetraan terhadap.html

Tarsidi D. (2008). Peranan Orang Tua dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak , Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Tarsidi D, Membantu Perkembangan Kompetensi Sosial Anak Tunanetra http://d-tarsidi.blogspot.com/2008/01/intervensi-bimbingan-dan-konseling.html

Suherman U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung:Madani Production.

Suharto. (1998). Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung:Tidak diterbitkan.

Nurihsan Juntika. (1998). Bimbingan Komprehensif:Model Bimbingan dan Konseling di Sekolah Umum. Disertasi. Tidak diterbitkan.

UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI

Yin R. (2003) Alih bahasa Mudzakir MD. Studi Kasus, Desain dan Metode. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Yusuf S & Nurihsan J. (2003). Penyusunan Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Perkembangan. Bandung: UPI

Winkel WS (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:Grasindo

Gambar

Tabel 3.1  Daftar Sumber Data dan Metode Yang Digunakan
Tabel 3.2 Aspek Yang Diungkap Dalam ITP
Tabel 3.4  Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Peserta Didik Tunanetra
Tabel 3.5  Kisi-kisi Pedoman Wawancara Untuk Guru Bimbingan dan Konseling
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitannya dengan tarif impor Tiongkok, keyakinan ini membantu Trump memilih tindakan yang paling sejalan dengan kepentingan AS untuk menghadapi pencurian

The emphasis on developing competence in problem- solving processes, using action research, is supported by the literature and this is illustrated by several exam- ples of

Sesuai dengan Pedoman Kualifikasi Pengadaan Barang dan Jasa berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Sometime later, start listening for updates from desired location providers. Maintain a "current best estimate" of location by fltering out new, but less

Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran berbantuan software Matlab termasuk ke dalam kategori tinggi, sedangkan

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sleep Apnea (ganguan bernapas saat tidur).. Jakarta: Ilmu

[r]

Meskipun penggunaan bahasa Indonesia adalah sebuah keniscayaan di Pondok Pesantren AI-Amien mengingat santrinya yang sangat heterogen, paling tidak sikap positifterhadap bahasa