• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah gerbang keberhasilan dalam kehidupan (Hamka, 1987). Ini berarti

tanpa pendidikan manusia tidak akan berhasil dalam hidupnya. Pendidikan bukan hanya

berarti harus sekolah, akan tetapi lebih kepada adanya usaha untuk menambah ilmu agar

mampu menata langkah dalam hidup menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan berarti

pula ajaran kebiasaan, etika, norma, dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan agama dan

lingkungan. Oleh karena itu pendidikan sangat penting dalam kehidupan semua manusia yang

dilakukan dengan penuh kesadaran, apapun dan bagaimanapun keadaan fisik, ekonomi,

sosial, budaya dan agamanya.

Hak mendapat pendidikan tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1, bahwa:

Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Ini jelas menjadi dasar bagi pemerataan

pendidikan di Indonesia yang tidak boleh memihak pada golongan tertentu. Hal ini sejalan

dengan berbagai upaya, baik tingkat nasional maupun internasional, agar pendidikan dapat

diakses oleh semua orang, terutama anak usia sekolah. Legalitas upaya pemerataan

pendidikan pada tingkat nasional antara lain; disepakatinya Deklarasi Bandung pada tahun

2004, dan Rekomendasi Bukittinggi pada tahun 2005. Perkembangan pendidikan yang terjadi

di tanah air merupakan dukungan bagi berbagai upaya tingkat internasional yang diawali

dengan konferensi dunia atas prakarsa UNESCO di Jomtien, Thailand pada tahun 1990 yang

menghasilkan dua tujuan utama, yaitu; (1) membawa semua anak masuk sekolah, (2)

memberikan semua anak pendidikan yang sesuai. Dilanjutkan pada tahun 1994 tanggal 7 Juni

sampai dengan tanggal 10 Juni bertempat di Salamanca, Spanyol diselenggarakan kembali

Konferensi Internasional diikuti oleh lebih dari 300 peserta yang mewakili 92 negara dan 25

organisasi internasional dengan membahas materi Pendidikan untuk Semua (Education for

All) dan hasilnya terkenal dengan nama Pernyataan Salamanca yang berisi enam hal penting

tentang pendidikan inklusif, diantaranya: pendidikan adalah hak semua anak untuk

bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-kelas inklusif, dan pengayaan serta manfaat

(2)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pentingnya pendidikan maka diadakan kembali pertemuan World Education Forum di

Dakkar, Senegal, dikenal dengan komitmen Dakkar pada tahun 2000 (Fasli Djalal, 2002)

berisikan enam tujuan pendidikan, tetapi ada dua hal yang paling penting, yaitu:

meningkatkan dan memperluas pendidikan anak-anak secara menyeluruh, terutama bagi

anak-anak yang kurang beruntung, dan menghilangkan isu gender. Hal ini jelas

mengisyaratkan bahwa masyarakat internasional memperhatikan pemerataan pendidikan bagi

semua anak tanpa kecuali, termasuk anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan di Indonesia dapat dimaknai dalam dua aspek penting yaitu konsep dasar

dan fungsi pendidikan yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, bahwa

pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih jelas lagi pada

Bab VI Pasal 32 Ayat 1 yang memaparkan tentang pendidikan khusus yang merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses

pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa. Pendidikan khusus bukan saja untuk anak-anak yang memiliki kelainan

fisik, emosi, mental, dan/atau potensi kecerdasan dan bakat istimewa saja, akan tetapi yang

tidak mampu dari segi ekonomipun termasuk anak yang membutuhkan pendidikan khusus,

seperti yang dijelaskan lebih lanjut pada ayat 2. Melihat uraian Pasal 32 tersebut sejalan

dengan Pernyataan Salamanca mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, baik

yang temporer maupun permanen.

Menindaklanjuti Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut lahirlah Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 70 Tahun 2009, dimana poin b

menjelaskan: bahwa pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau

peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat

diselenggarakan secara inklusif. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan memberikan

kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam

(3)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Keberhasilan pendidikan yang bermutu, efektif dan ideal adalah yang

mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utama secara sinergi, yaitu Manajemen dan Supervisi,

Pembelajaran bidang studi, dan Bimbingan dan Konseling. Pendidikan yang hanya

melaksanakan pembelajaran bidang studi dengan mengabaikan bimbingan dan konseling,

hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik,

tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian. Untuk

menggambarkan sinergi tiga bidang kegiatan utama dalam pendidikan dapat dilihat pada

Gambar 1 dibawah ini. (Naskah Akademik ABKIN; Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal,

2007).

Bidang Manajemen

dan Kepemimpinan Manajemen dan Tujuan: Supervisi

Bidang Pengajaran Pembelajaran Perkembangan

Optimal Setiap

Individu

(Peserta Didik)

Bidang Pembinaan Bimbingan dan

dan Kesejahteraan Konseling

[image:3.595.73.455.282.457.2]

Peserta Didik

Gambar 1.1 Tiga bidang Kegiatan Utama dalam Pendidikan

Tugas mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya

merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan

dan konseling/konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu

masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi

diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan

(kolaboratif) antara guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran,

antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal). Masalah-masalah

perkembangan peserta didik yang dihadapi guru mata pelajaran pada saat pembelajaran

dirujuk kepada guru bimbingan dan konseling/konselor untuk penanganannya, demikian pula

masalah yang ditangani guru bimbingan dan konseling/konselor dirujuk kepada guru mata

pelajaran untuk menindaklanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang Manajemen dan

Supervisi

Pembelajaran Bidang Studi

(4)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

studi. Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber

dari proses pembelajaran itu sendiri. Ini berarti bahwa di dalam pengembangan dan proses

pembelajaran bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian

guru mata pelajaran, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran mata pelajaran perlu

mendapat perhatian guru bimbingan dan konseling/konselor. Kolaborasi yang baik antara

guru bimbingan dan konseling/konselor dan guru mata pelajaran menghasilkan

perkembangan optimum peserta didik.

Kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dan guru mata pelajaran dapat

dijelaskan pada Gambar 2 di bawah ini. (Naskah Akademik ABKIN; Penataan Pendidikan

Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal, 2007).

PERKEMBANGAN OPTIMUM PESERTA DIDIK:

BELAJAR, PRIBADI, SOSIAL DAN KARIR

Standar Kompetensi

Kemandirian utk

mewujudkan diri

(belajar, karir, sosial,

pribadi)

(Bimbingan dan

Misi bersama guru dan

konselor dalam

memfasilitasi

perkembangan peserta

didik seutuhnya dan

pencapaian tujuan

Standar Kompetensi

Lulusan mata pelajaran

(Pembelajaran bidang

(5)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

[image:5.595.160.436.71.221.2]

Konseling) pendidikan nasional

Gambar 1.2 Kolaborasi guru BK/konselor dan guru mata pelajaran

Pendidikan merupakan suatu proses perkembangan, karena setiap peserta didik adalah

individu yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan atau

kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan

(guidance) agar memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya dan lingkungannya serta

pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya, serta konseling, bagi peserta didik yang memiliki masalah untuk dibantu dicarikan solusi pemecahannya, yang merupakan bagian tak

terpisahkan dari bimbingan. Implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/ Madrasah

diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang

meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi

peserta didik sebagai makhluk biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

Aspek-aspek potensi peserta didik dikembangkan dengan layanan bimbingan dan

konseling komprehensif, yaitu layanan dasar yang berfungsi preventif (pencegahan), layanan

responsif untuk membantu peserta didik memecahkan masalah (pribadi, sosial, belajar, karir)

yang dihadapinya pada saat ini dan memerlukan pemecahan segera, layanan perencanaan

individul untuk memfasilitasi peserta didik secara individual di dalam merencanakan masa

depannya berkenaan dengan kehidupan akademik maupun karir, dan dukungan sistem yaitu

kegiatan yang terkait dengan dukungan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya

Teknologi Informasi dan Komunikasi), kolaborasi atau konsultasi dengan berbagai pihak

yang dapat membantu peserta didik, pelatihan pembelajaran bernuansa bimbingan dan WILAYAH

KONSELOR

KOLABORASI KONSELOR DENGAN GURU/PIHAK

LAIN

(6)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

konseling bagi guru mata pelajaran, termasuk pengembangan kemampuan guru bimbingan

dan konseling/konselor secara berkelanjutan sebagai profesional.

Layanan bimbingan dan konseling diperuntukan bagi semua (guidance and

counseling for all) dan oleh karena itu tidaklah tepat jika orientasinya hanya kepada

pemecahan masalah, melainkan mencakup orientasi pengembangan (developmental) dan

pemeliharaan (maintanance) secara menyeluruh. Layanan bimbingan dan konseling adalah

upaya memfasilitasi perkembangan individu (dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir)

ke arah kemandirian (dalam hal menetapkan pilihan, mengambil keputusan, dan bertanggung

jawab atas pilihan dan keputusan sendiri) untuk mewujudkan diri (self-realization) dan

mengembangkan kapasitas (capacity development).

Prinsip bimbingan dan konseling untuk semua mengandung arti bahwa target populasi

layanan bimbingan dan konseling termasuk para peserta didik berkebutuhan khusus. Setiap

peserta didik berkebutuhan khusus perlu diketahui kondisi fisik dan psikologisnya oleh

semua guru dan komponen sekolah, terutama guru bimbingan dan konseling, agar kebutuhan

khususnya dalam menjalani pendidikan dapat dipenuhi secara maksimal. Kenyataan di SMA

Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah inklusif, belum melaksanakan pemenuhan kebutuhan

seluruh peserta didik secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang

belum menggunakan asesmen kebutuhan sebagai dasar pembuatan program pembelajaran

dan juga program bimbingan dan konseling. Pembelajaran dan layanan bimbingan dan

konseling dilaksanakan hanya berdasarkan intuisi guru dan materi yang telah dilaksanakan

tahun pelajaran sebelumnya diberikan kembali pada jenjang yang sama tanpa melalui

evaluasi secara menyeluruh. Ini berarti bahwa pembelajaran dan layanan bimbingan dan

konseling di SMA Negeri 4 belum memperhatikan keberagaman siswa sehingga dapat

menimbulkan hasil belajar yang tidak optimal karena tidak sesuai dengan kebutuhan.

Penulis sebagai salah satu guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Bandung

merasa berkewajiban untuk memberi masukan dengan melakukan penelitian tentang apa saja

kebutuhan peserta didik dalam mengoptimalkan hasil belajarnya agar dapat mengantisipasi hambatan belajar, terutama bagi peserta didik berkebutuhan khusus, yang dapat

mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pendidikan.

Layanan bimbingan belajar, sebagai salah satu layanan dalam bimbingan dan

(7)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

menjadi alat dalam mewujudkan keberhasilan belajar, artinya pelaksanaan layanan bimbingan

belajar harus dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik secara individual. Pada

kenyatannya layanan bimbingan belajar di SMA Negeri 4 Bandung, baik untuk peserta didik

berkebutuhan khusus maupun peserta didik reguler, selama ini belum mengakomodasi

keragaman kebutuhan seluruh peserta didik. Oleh karena itu penulis akan menelaah dengan

melakukan penelitian untuk mengetahui seperti apa program layanan bimbingan belajar yang

dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh peserta didik di SMA Negeri 4 Bandung dan

berharap hasil penelitian dapat pula dipergunakan oleh semua sekolah inklusif tingkat

menengah atas.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Merujuk pada berbagai pernyataan dan komitmen, baik tingkat internasional maupun

nasional tentang hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak tanpa kecuali, berdampak

pada penyelenggaraan pendidikan. Hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak di

sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya, termasuk anak berkebutuhan khusus, menuntut

adanya sekolah inklusif.

Prinsip dasar sekolah inklusif adalah selama memungkinkan semua anak sebaiknya

belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada

mereka, akan tetapi pada proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Bandung sebagai sekolah

yang menyelenggarkan pendidikan inklusif belum mengakomodasi peserta didik

berkebutuhan khusus yang dalam hal-hal tertentu memerlukan layanan khusus, termasuk

layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling untuk peserta didik

berkebutuhan khusus bukan berarti mengeksklusifkan mereka, namun untuk memberikan

kemudahan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah agar jangan sampai terjadi

hambatan dalam proses pendidikannya.

Dari hasil pengamatan, keluhan dan laporan dari guru mata pelajaran kepada guru bimbingan dan konseling, serta saling tukar informasi diantara guru-guru mata pelajaran

tentang berbagai hambatan dalam proses pembelajaran, terungkap berbagai masalah belajar

(8)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1. Hasil belajar tidak sesuai dengan ketentuan kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan

oleh sekolah. Hal ini terungkap dari daftar nilai raport tiap akhir semester terdapat

beberapa peserta didik, di tiap kelas dan mata pelajaran tertentu, mendapat nilai kurang

dari nilai minimal yang harus dicapai.

2. Banyak yang mengeluh tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu, karena terlalu

banyak tugas dan tidak seimbang dengan rentang waktu yang diberikan untuk

menyelesaikannya.

3. Sering tidak hadir dengan alasan sakit, kadang-kadang tidak memberikan surat

keterangan sakit dari dokter. Pemberitahuan dari orang tua atau dari yang bersangkutan

disampaikan hanya melalui pesan singkat yang diterima wali kelas atau guru bimbingan

dan konseling.

4. Banyak yang ketagihan game on line sehingga menyita waktu belajar di rumah, bahkan

sampai bolos sekolah.

5. Situasi belajar yang kurang kondusif.

6. Keluhan tentang fasilitas belajar yang dimiliki di rumah kurang memadai dan fasilitas

belajar yang ada di sekolah belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan.

7. Memiliki kelompok bermain yang tidak menunjang terhadap peningkatan kemampuan

belajar.

C.Rumusan Masalah Penelitian

Layanan bimbingan dan konseling di sekolah inklusif tidak memilah peserta didik,

walaupun pada kenyataan tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan antara layanan

kepada peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus, terutama pemberian

layanan bimbingan belajar dalam membantu tercapainya keberhasilan belajar. Dari fenomena

ini memperlihatkan bahwa perlu adanya program layanan bimbingan belajar dalam seting

pendidikan inklusif yang sesuai dengan kebutuhan.

Hasil penelitian Djadja Rahardja (2010: 152) menunjukkan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif membutuhkan layanan bimbingan dan konseling

dalam mengatasi berbagai masalah, salah satunya adalah masalah belajar. Oleh karena itu

(9)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk menjabarkan rumusan masalah di atas, perlu dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Pengaruh apa saja yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi peserta didik di kelas

inklusif ?

2. Bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan dalam setting

pendidikan inklusif ?

3. Seperti apa rumusan program layanan bimbingan belajar yang dapat memenuhi kebutuhan

seluruh peserta didik di sekolah inklusif ?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program layanan bimbingan

belajar bagi peserta didik di sekolah inklusif.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:

a. Berbagai pengaruh yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi peserta didik di kelas

inklusif.

b. Layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan.

c. Efektivitas program layanan bimbingan belajar bagi seluruh peserta didik, termasuk

peserta didik berkebutuhan khusus.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang ingin diperoleh, adalah :

a. Adanya program layanan bimbingan belajar yang dapat digunakan bagi seluruh peserta didik di sekolah inklusif.

b. Memudahkan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan

belajar bagi seluruh peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah

(10)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang ingin diperoleh bagi sekolah inklusif dan para akademisi yang

bergerak di bidang pendidikan, adalah :

a. Memberi tambahan pengetahuan tentang bagaimana layanan bimbingan belajar bagi

peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.

b. Menemukan bentuk layanan bimbingan belajar yang dapat digunakan bagi berbagai

kebutuhan belajar peserta didik.

c. Memberi dasar bagi peneliti selanjutnya dalam menemukan hal-hal baru berkaitan dengan

memfasilitasi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.

G.Kerangka Penelitian

Pendidikan inklusif memiliki peran penting dalam memfasilitasi perkembangan

potensi peserta didik berkebutuhan khusus, karena apabila mereka mendapat pendidikan di

sekolah khusus mungkin akan menimbulkan rasa rendah diri yang dapat berpengaruh

terhadap perasaan dan pikirannya dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat. Rasa

rendah diri berpengaruh terhadap motivasi anak untuk belajar dan ada kecenderungan untuk

tertinggal dalam perkembangan mental dan belajarnya (Aefsky, F., 1995:5).

Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen yang harus ada

dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Demikian pula di sekolah inklusif sangat

dibutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yang salah satu layanan pentingnya adalah

layanan bimbingan belajar untuk mengantisipasi hambatan dalam belajar agar dapat

mencapai keberhasilan belajar secara optimal, terutama bagi peserta didik berkebutuhan

khusus.

Kenyataan di SMA Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah penyelenggara pendidikan

Inklusif, program layanan bimbingan belajar yang dibuat sama dengan di sekolah reguler dan

tidak menyatakan secara eksplisit bahwa program tersebut dapat juga digunakan bagi peserta

didik berkebutuhan khusus, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan belajar yang diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik pada umumnya. Oleh

karena itu ada kemungkinan hasil layanan bimbingan belajar yang diberikan kepada peserta

didik berkebutuhan khusus kurang optimal sehingga dapat menimbulkan hambatan belajar

(11)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Dari uraian diatas dapat dijelaskan dalam kerangka penelitian sebagai berikut:

Kelas inklusif

Perserta didik Layanan

di kelas inklusif Bimbingan Belajar

Rekomendasi program layanan bimbingan belajar

di sekolah inklusif

Gambar 1.3 Kerangka Penelitian - Masalah belajar

yang dirasakan

- Kebutuhan layanan

bimbingan belajar

Pelaksanaan layanan

(12)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Melihat fenomena masalah yang akan diteliti, maka pendekatan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan

dilakukannya pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara naratif untuk mengetahui

pendapat seluruh peserta didik tentang masalah belajar yang dirasakan dan layanan

bimbingan belajar yang diharapkan pada kelas inklusif.

Rancangan penelitian kualitatif tepat digunakan untuk mengkaji perilaku manusia

secara mendalam, di mana sulit menentukan hipotesis yang konkret, variabel penelitian sulit

ditemukan dan didefinisikan atau diukur secara kuantitatif, karena studi terdahulu yang

berkaitan dengan masalah penelitian tidak cukup banyak, dan tidak jelasnya teori yang

mendukung masalah penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk

menguraikan dan menganalisis hal-hal sebagai berikut: (1) Pengaruh apa saja yang

mempengaruhi belajar, (2) Bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini

dilaksanakan, (3) Seperti apa program layanan bimbingan belajar yang mampu

mengembangkan kemampuan seluruh peserta didik. Hasil analisis data yang didapat

dijadikan bahan bagi pengembangan komponen program layanan bimbingan belajar yang

sudah digunakan sebelumnya, agar dapat digunakan sebagai program layanan bimbingan

belajar di sekolah inklusif.

B. Situasi Sosial dan Obyek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif dengan disain phenomenologi tidak dikenal istilah

populasi sehingga Spradley dalam Sugiyono (2008: 215) menamakan “social situation” atau

situasi sosial sebagai obyek penelitian. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah peserta didik di SMA Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif,

(13)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Obyek yang dipelajari sebagai sumber data ditentukan secara purposif karena

diasumsikan semua kelas inklusif situasi belajarnya sama. Setiap jenjang kelas diambil

sebanyak 1 kelas inklusif sebagai obyek penelitian. Pada jenjang kelas XII diambil kelas XII

IPS berjumlah 31 peserta didik, pada jenjang kelas XI diambil kelas XI IPS 1 berjumlah 35

peserta didik, dan pada jenjang kelas X diambil kelas X.6 berjumlah 39 peserta didik,

sehingga jumlah seluruh obyek penelitian sebanyak 105 orang.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan angket dan pedoman

wawancara sebagai umpan balik dari hasil angket yang didapat agar data yang diperoleh

sesuai dengan kebutuhan dan dapat menunjang tujuan penelitian. Data yang diperlukan

dalam penelitian ini yaitu data pengaruh apa saja yang menimbulkan masalah belajar,

layanan bimbingan belajar yang sudah didapat dari guru bimbingan dan konseling, dan

kebutuhan layanan bimbingan belajar bagi seluruh peserta didik di kelas inklusif. Sebelum

melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan observasi pada beberapa kelas

inklusif untuk menentukan kelas mana yang akan dipilih sebagai obyek penelitian ditambah

informasi dari guru-guru yang mengajar.

a. Observasi

Observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran di kelas memperhatikan:

1. Situasi kelas,

2. Sikap setiap peserta didik dalam merespon materi pelajaran yang diberikan,

3. Aktifitas belajar yang dilakukan setiap peserta didik,

4. Komunikasi yang terjadi antara guru pengajar dan peserta didik, dan

5. Sikap guru dalam merespon aktifitas yang dilakukan peserta didik.

Hasil observasi di kelas-kelas inklusif ditambah informasi dari guru-guru yang

mengajar di kelas tersebut menjadi dasar pemilihan kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas yang hasil belajarnya belum sesuai dengan harapan guru pengajar, sehingga

membutuhkan pengembangan komponen program layanan bimbingan belajar untuk

(14)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

penting dilakukan agar benar-benar mendapatkan kelas yang sesuai dengan keinginan

penulis.

b. Angket

Angket dibuat melalui kisi-kisi dengan berbagai pertanyaan tentang hal apa saja yang

mempengaruhi belajar dan masalah belajar yang dirasakan peserta didik, serta kebutuhan

layanan bimbingan belajar yang diharapkan dapat mengatasi masalah belajar.

c. Wawancara

Pedoman wawancara dibuat berdasarkan hasil angket yang memerlukan penelaahan

lebih lanjut dan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan wawancara. Wawancara

dilakukan untuk lebih memperjelas masalah belajar yang dialami peserta didik tertentu, baik

yang berkebutuhan khusus maupun yang reguler. Wawancara bertujuan agar data yang

didapat lebih akurat dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pengembangan komponen

program layanan bimbingan belajar.

Kisi-kisi insrumen penelitian dapat dilihat pada matriks dibawah ini:

Matriks 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Aspek Indikator Nomor Item

Wawancara Angket

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar A. Internal -Motivasi belajar -Cara belajar -Kebiasaan belajar -Kondisi fisik -Kondisi psikologis

1, 5, 11, 19 12

6, 7, 8, 9, 13 14,15,16,17 3, 4, 18

1, 11, 21, 26 2, 10, 19, 27 3,12,13,14,28,29 4, 5, 6, 30 7, 8, 9, 20, 31 B. External -Perhatian orangtua -Pengaruh teman -Situasi belajar -Fasilitas belajar -Ketentuan sekolah 20 10,21,22,25 23, 24 26, 27 2, 28 15, 32 16, 17, 18 33, 19, 34 22, 23, 24, 35 25, 36

Variabel Aspek Indikator Nomor Item

Wawancara Angket

(15)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

-Ketentuan sekolah 46

B. Guru BK *Layanan dasar -Orientasi -Informasi *Layanan responsif *Layanan perencanaan individual 47

48, 49, 50 51, 52 Layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta didik A. Layanan dasar *Informasi -Motivasi belajar -Cara belajar -Kebiasaan belajar -Kondisi fisik -Kondisi psikologis -Perhatian orangtua -Pengaruh teman -Situasi belajar -Fasilitas belajar -Ketentuan sekolah

54, 55, 56 57, 58, 59, 60, 61 62, 63 64 65 66 67 53 68 Layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta didik B. Layanan responsif -Membantu mengatasi masalah

69, 70, 71, 72, 73

C. Layanan PI

74, 75, 76, 77, 78

D. Dukungn sistem

79, 80

2. Tehnik Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tehnik deskriptif kualitatif.

Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan observasi pada bulan

September 2012 ke semua kelas inklusif dan mengumpulkkan informasi dari guru pengajar

sebagai bahan dalam menentukan kelas inklusif mana yang akan dipilih sebagai obyek

penelitian. Kelas inklusif yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah kelas yang menurut

hasil observasi:

a. hasil belajar peserta didik belum sesuai dengan harapan guru pengajar,

b. respon peserta didik terhadap situasi pembelajaran sangat beragam sehingga situsai kelas

(16)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

c. guru pengajar merasa kurang nyaman dengan aktifitas pembelajaran karena tidak terjadi

komunikasi dua arah antara guru pengajar dan peserta didik.

Setelah ditentukan kelas inklusif yang akan dijadikan obyek penelitian kemudian

disebarkan angket di kelas tersebut pada bulan Oktober 2012.

Analisis hasil angket merupakan data kebutuhan dan masalah belajar yang dirasakan

peserta didik, layanan bimbingan belajar yang dirasakan sudah diterima, serta harapan

layanan bimbingan belajar untuk mengatasi masalah belajar yang dialami. Dari analisis hasil

angket dapat diketahui peserta didik yang memiliki masalah belajar dan dilanjutkan dengan

melakukan wawancara kepada peserta didik tersebut untuk menegaskan masalah belajar

seperti apa yang dirasakannya, layanan bimbingan belajar yang sudah diterimanya, serta

harapan layanan bimbingan belajar yang ingin didapat untuk mangatasi masalah belajar yang

dialami. Dari hasil analisis angket ini pula penetapan suatu hal menjadi masalah atau tidak.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengaruh apa saja yang dirasakan

peserta didik dalam pembelajaran di kelas inklusif, akan dilakukan analisis dari hasil angket

dengan variabel masalah belajar yang dirasakan serta faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar dari dalam diri peserta didik (internal) dan dari lingkungan (eksternal). Jawaban

pertanyaan penelitian bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan

dalam setting pendidikan inklusif berdasarkan analisis hasil angket dengan variabel upaya

yang telah dilakukan peserta didik dan bantuan yang telah didapat melalui layanan bimbingan

dan konseling. Menjawab pertanyaan penelitian seperti apa program layanan bimbingan

belajar yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik di sekolah inklusif berdasarkan

analisis hasil angket dengan variabel layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta

didik mengacu pada 4 komponen layanan bimbingan dan konseling komprehensif.

Untuk mempermudah analisis data yang didapat dilakukan koding/

pengkodean/pemberian kode, seperti yang dikemukakan Miles and Huberman dalam

Alwasilah (183:2011), bahwa kode adalah “efficient data-labelling and data-retrieval devices. They empower and speed up analysis”. Adapun kode yang digunakan adalah:

1. MB untuk motivasi belajar.

2. CB untuk cara belajar.

3. KB untuk kebiasaan belajar.

(17)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

5. KP untuk kondisi psikologis.

6. POT untuk perhatian orang tua.

7. PPT untuk pengaruh pergaulan teman.

8. SB untuk situasi belajar.

9. FB untuk fasilitas belajar.

10.KKS untuk ketentuan kurikulum sekolah.

11.UPG untuk upaya yang telah dilakukan guru bimbingan dan konseling.

12.UPD untuk upaya yang telah dilakukan peserta didik.

13.LD untuk layanan dasar.

14.LR untuk layanan responsif.

15.LPI untuk layanan perencanaan individual.

16.DS untuk dukungan sistem.

Sekelompok kode dimasukkan kedalam kategori yang merupakan aspek pembahasan.

Kategori-kategori tersebut adalah:

1. Faktor yang mempengaruhi belajar terdiri dari:

a. Faktor dari dalam (internal)/FDD, yaitu; MB, CB, KB, KK, dan KP.

b. Faktor dari lingkungan (eksternal)/FDL, yaitu; POT, PPT, SB, FB, dan KKS.

2. Upaya yang telah dilakukan/UTD, yaitu; UPG dan UPD.

3. Layanan bimbingan belajar yang diharapkan/LBH, yaitu; LD, LR, LPI, dan DS.

Setiap data yang didapat dikumpulkan sesuai dengan kodenya dan dikelompokkan

menurut kategori agar dalam pembahasan dapat dengan mudah diinterpretasikan dan

meminimalisir kesalahan memahami data.

Jumlah jawaban ya dan tidak pada setiap item dikelompokkan menurut interpretasi dari

jawaban item tersebut, apakah positif atau negatif, sehingga dapat dikelompokkan menurut

interpretasi jawaban dan diberi rentang 0-35 dinyatakan rendah, 36-70 sedang, dan 71-105

tinggi.

Apabila jawaban item positif dalam kelompok rendah, maka tentu akan tinggi kelompok jawaban negarif, berarti memerlukan perhatian dan layanan yang lebih intentif atau

harus ada perbaikan/revisi atau bahkan mengganti poin program dan pelaksanaan layanan

berdasarkan kebutuhan yang terungkap dari item tersebut. Sebaliknya, apabila jawaban item

(18)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

tersebut dianggap sudah terpenuhi, berarti program dan layanan pada poin itu dapat

dilanjutkan, akan tetapi tetap harus diperhatikan kebutuhan khusus dari individu peserta

didik. Jika jawaban item termasuk kelompok sedang, baik negatif maupun positif, maka

diperlukan perbaikan/modifikasi program dan pelaksanaan layanan yang mempertimbangkan

fleksibilitas program serta metoda dan tehnik layanan yang lebih tepat bagi pemenuhan

kebutuhan peserta didik.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan mengenai apa saja

yang harus diperbaiki dan atau dilengkapi pada program layanan bimbingan belajar yang

sudah ada.

Program layanan bimbingan belajar berdasarkan hasil penelitian merupakan program

layanan bimbingan belajar yang baru dan tidak diuji cobakan dalam eksperimen, akan tetapi

melalui penilaian dari pakar, dan merupakan program layanan bimbingan belajar hipotetik

yang diharapkan akan terus berkembang sesuai dengan dinamika pendidikan di sekolah

(19)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Aefsky, F. (1995). Inclusion Confusion: A Guide to Educating Students With

Exceptional Needs. California: Corwin Press, Inc.,Thousand Oaks

Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo. (2008). Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta

Alwasilah, A. Chaedar. (2011). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. (2009). Models of Teaching, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Terjemahan Edisi Kedelapan

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (1994). Pernyataan Salamanca dan Kerangka

Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus. Konferensi Dunia

Tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus: Akses dan Kualitas, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Kebudayaan, Perserikatan Bangsa-bangsa. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional No 70 Tahun 2009. Jakarta.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2004). Pedoman Penyelenggaraan

Pendidikan Terpadu/Inklusif. Buku 1 tentang Mengenal Pendidikan Terpadu/Inklusif. Jakarta.

Dirjen PMPTK Depdiknas. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan

Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.

Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas. (2007). Naskah Akademik: Penataan

Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta

(20)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Dollarhide T. Colette & Saginak A. Kelly. (2008). Comprehensive School

Counseling Program K-12 Delivery Systems in Action. New Jersey:

Pearson, Second Edition

Fisher, Douglas; Sax, Caren; Pumpian, Ian. April. (1996). From Instrusion to

Inclusion: Myths and Realities in Our School. The Reading Teacher:

Academic Research Library. California: San Diego State University

Frederickson, Norah and Cline, Tony. (2009). Special Educational Needs,

Inclusion and Diversity. New York: Mc Graw Hill, Second Edition

Gysbers C Norman & Henderson P. (2006). Developing & Managing Your

School Guidance and Counseling Program. Amerika: American

Counseling Association, Fourth Edition

Hallahan, D.P. and Kauffmann, J.M. (2005). Special Education: What It Is and

Why We Need It. Boston, New York, San Francisco, Mexico City,

Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney: Pearson Education, Inc.

Hamka. (1987). Pendidikan dalam Pandangan Islam. Jakarta: Balai Pustaka

Hernawati, Tati. (2013). Pembelajaran Anak Tunarungu. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 4

Hosni, Irham. (2013). Pembelajaran Anak Tunanetra Pada Sekolah Inklusif. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 4

Johsen, B.H dan Skjotren, M.D. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah

Pengantar. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan

Indonesia

Kartadinata, Sunaryo. (2003). Kebijakan, Arah, dan Strategi Pengembangan

Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia. Bandung: Makalah

Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling di Universitas Pendidikan Indonesia

Musyawarah Guru BK Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta. (2008). Panduan

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Menengah.

(21)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara

Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung

Rahardja, Djadja. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jepang: University of Tsukuba

Robinson P. Francis. (1964). Effective study. New York and London: Harper & Brothers Publishers

Slamento. (2010). Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman, Uman. (2011). Manajemen Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rizqi Press

Suherman. (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling, Bandung: PPB FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Sunardi. (2004). Trend Dalam Pendidikan Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Kekhususan Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Subdit PGTK/PLB Dit P2TK&KPT Ditjen DIKTI

Sunardi. (2013). Pembelajaran Anak Gifted. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMANegeri4

Suparno. (2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Dirjen Dikti Depdiknas

Surya, M. (2008). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional, Bandung: Jurusan PPB FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Susan, J Peters. (2007). Education For All?: A Historical Analysis of

International Inclusive Education. Journal of Disability Policy Studies:

Academic Research Library

Times Mirror Higher Education Group. (1999). Educational Psychology: Effective

Teaching, Effective Learning. Singapore: McGraw Hill Book, Second

Edition International Editions

UNESCO. (2004). Overcoming Exclusion Through Inclusive Approaches in

Education: A Challenge & A Vision. Section for Early Childhood and

(22)

Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014

PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

UNESCO. (2005). Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for

All. The United Nations Educational. France: UNESCO

Yusuf, S dan Nurihsan, J. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya

Gambar

Gambar 1.1  Tiga bidang Kegiatan Utama dalam Pendidikan
Gambar 1.2  Kolaborasi guru BK/konselor dan guru mata pelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian stilistika atas novel Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) sebagai karya sastra, dapat dikemukakan bahwa kajian stilistika karya sastra memiliki peran

Antaya vielä toteaa, että yhä kätevämmin kannettavan ja silti yhä laajemman tekstin tarve on itse asiassa ollut myös kirjan synnyn tärkeä alkuun saattava voima(Mt. s.11)...

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor karakteristik pemerintah daerah yang mempengaruhi Belanja Operasi (Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja

Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi fisikokimia terhadap biokeramik yang dihasilkan dari campuran HAp-Kitosan dengan presentase perbandingan 70:30%

One-Group Pretest-Posttest Design. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi keterlaksanaan, lembar tes keterampilan proses sains, dan lembar angket

Sama dengan pengelolaan resiko operasional, lembaga keuangan dapat meminimalisir resiko kredit pada kontrak Musyarakah permanen dengan cara terlibat langsung dalam

Hasil penelitian diperoleh (1) berdasarkan uji ketuntasan menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa samadengan 75% (2) berdasarkan uji beda rata-rata yang

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Anekdot Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.eduE.