Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah gerbang keberhasilan dalam kehidupan (Hamka, 1987). Ini berarti
tanpa pendidikan manusia tidak akan berhasil dalam hidupnya. Pendidikan bukan hanya
berarti harus sekolah, akan tetapi lebih kepada adanya usaha untuk menambah ilmu agar
mampu menata langkah dalam hidup menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan berarti
pula ajaran kebiasaan, etika, norma, dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan agama dan
lingkungan. Oleh karena itu pendidikan sangat penting dalam kehidupan semua manusia yang
dilakukan dengan penuh kesadaran, apapun dan bagaimanapun keadaan fisik, ekonomi,
sosial, budaya dan agamanya.
Hak mendapat pendidikan tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1, bahwa:
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Ini jelas menjadi dasar bagi pemerataan
pendidikan di Indonesia yang tidak boleh memihak pada golongan tertentu. Hal ini sejalan
dengan berbagai upaya, baik tingkat nasional maupun internasional, agar pendidikan dapat
diakses oleh semua orang, terutama anak usia sekolah. Legalitas upaya pemerataan
pendidikan pada tingkat nasional antara lain; disepakatinya Deklarasi Bandung pada tahun
2004, dan Rekomendasi Bukittinggi pada tahun 2005. Perkembangan pendidikan yang terjadi
di tanah air merupakan dukungan bagi berbagai upaya tingkat internasional yang diawali
dengan konferensi dunia atas prakarsa UNESCO di Jomtien, Thailand pada tahun 1990 yang
menghasilkan dua tujuan utama, yaitu; (1) membawa semua anak masuk sekolah, (2)
memberikan semua anak pendidikan yang sesuai. Dilanjutkan pada tahun 1994 tanggal 7 Juni
sampai dengan tanggal 10 Juni bertempat di Salamanca, Spanyol diselenggarakan kembali
Konferensi Internasional diikuti oleh lebih dari 300 peserta yang mewakili 92 negara dan 25
organisasi internasional dengan membahas materi Pendidikan untuk Semua (Education for
All) dan hasilnya terkenal dengan nama Pernyataan Salamanca yang berisi enam hal penting
tentang pendidikan inklusif, diantaranya: pendidikan adalah hak semua anak untuk
bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-kelas inklusif, dan pengayaan serta manfaat
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pentingnya pendidikan maka diadakan kembali pertemuan World Education Forum di
Dakkar, Senegal, dikenal dengan komitmen Dakkar pada tahun 2000 (Fasli Djalal, 2002)
berisikan enam tujuan pendidikan, tetapi ada dua hal yang paling penting, yaitu:
meningkatkan dan memperluas pendidikan anak-anak secara menyeluruh, terutama bagi
anak-anak yang kurang beruntung, dan menghilangkan isu gender. Hal ini jelas
mengisyaratkan bahwa masyarakat internasional memperhatikan pemerataan pendidikan bagi
semua anak tanpa kecuali, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan di Indonesia dapat dimaknai dalam dua aspek penting yaitu konsep dasar
dan fungsi pendidikan yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih jelas lagi pada
Bab VI Pasal 32 Ayat 1 yang memaparkan tentang pendidikan khusus yang merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa. Pendidikan khusus bukan saja untuk anak-anak yang memiliki kelainan
fisik, emosi, mental, dan/atau potensi kecerdasan dan bakat istimewa saja, akan tetapi yang
tidak mampu dari segi ekonomipun termasuk anak yang membutuhkan pendidikan khusus,
seperti yang dijelaskan lebih lanjut pada ayat 2. Melihat uraian Pasal 32 tersebut sejalan
dengan Pernyataan Salamanca mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, baik
yang temporer maupun permanen.
Menindaklanjuti Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut lahirlah Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 70 Tahun 2009, dimana poin b
menjelaskan: bahwa pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan secara inklusif. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Keberhasilan pendidikan yang bermutu, efektif dan ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utama secara sinergi, yaitu Manajemen dan Supervisi,
Pembelajaran bidang studi, dan Bimbingan dan Konseling. Pendidikan yang hanya
melaksanakan pembelajaran bidang studi dengan mengabaikan bimbingan dan konseling,
hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik,
tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian. Untuk
menggambarkan sinergi tiga bidang kegiatan utama dalam pendidikan dapat dilihat pada
Gambar 1 dibawah ini. (Naskah Akademik ABKIN; Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal,
2007).
Bidang Manajemen
dan Kepemimpinan Manajemen dan Tujuan: Supervisi
Bidang Pengajaran Pembelajaran Perkembangan
Optimal Setiap
Individu
(Peserta Didik)
Bidang Pembinaan Bimbingan dan
dan Kesejahteraan Konseling
[image:3.595.73.455.282.457.2]Peserta Didik
Gambar 1.1 Tiga bidang Kegiatan Utama dalam Pendidikan
Tugas mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya
merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan
dan konseling/konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja, sementara itu
masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi
diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan
(kolaboratif) antara guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran,
antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal). Masalah-masalah
perkembangan peserta didik yang dihadapi guru mata pelajaran pada saat pembelajaran
dirujuk kepada guru bimbingan dan konseling/konselor untuk penanganannya, demikian pula
masalah yang ditangani guru bimbingan dan konseling/konselor dirujuk kepada guru mata
pelajaran untuk menindaklanjutinya apabila itu terkait dengan proses pembelajaran bidang Manajemen dan
Supervisi
Pembelajaran Bidang Studi
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
studi. Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber
dari proses pembelajaran itu sendiri. Ini berarti bahwa di dalam pengembangan dan proses
pembelajaran bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian
guru mata pelajaran, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran mata pelajaran perlu
mendapat perhatian guru bimbingan dan konseling/konselor. Kolaborasi yang baik antara
guru bimbingan dan konseling/konselor dan guru mata pelajaran menghasilkan
perkembangan optimum peserta didik.
Kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dan guru mata pelajaran dapat
dijelaskan pada Gambar 2 di bawah ini. (Naskah Akademik ABKIN; Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal, 2007).
PERKEMBANGAN OPTIMUM PESERTA DIDIK:
BELAJAR, PRIBADI, SOSIAL DAN KARIR
Standar Kompetensi
Kemandirian utk
mewujudkan diri
(belajar, karir, sosial,
pribadi)
(Bimbingan dan
Misi bersama guru dan
konselor dalam
memfasilitasi
perkembangan peserta
didik seutuhnya dan
pencapaian tujuan
Standar Kompetensi
Lulusan mata pelajaran
(Pembelajaran bidang
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
[image:5.595.160.436.71.221.2]Konseling) pendidikan nasional
Gambar 1.2 Kolaborasi guru BK/konselor dan guru mata pelajaran
Pendidikan merupakan suatu proses perkembangan, karena setiap peserta didik adalah
individu yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan atau
kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan
(guidance) agar memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya dan lingkungannya serta
pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya, serta konseling, bagi peserta didik yang memiliki masalah untuk dibantu dicarikan solusi pemecahannya, yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari bimbingan. Implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/ Madrasah
diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang
meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi
peserta didik sebagai makhluk biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
Aspek-aspek potensi peserta didik dikembangkan dengan layanan bimbingan dan
konseling komprehensif, yaitu layanan dasar yang berfungsi preventif (pencegahan), layanan
responsif untuk membantu peserta didik memecahkan masalah (pribadi, sosial, belajar, karir)
yang dihadapinya pada saat ini dan memerlukan pemecahan segera, layanan perencanaan
individul untuk memfasilitasi peserta didik secara individual di dalam merencanakan masa
depannya berkenaan dengan kehidupan akademik maupun karir, dan dukungan sistem yaitu
kegiatan yang terkait dengan dukungan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya
Teknologi Informasi dan Komunikasi), kolaborasi atau konsultasi dengan berbagai pihak
yang dapat membantu peserta didik, pelatihan pembelajaran bernuansa bimbingan dan WILAYAH
KONSELOR
KOLABORASI KONSELOR DENGAN GURU/PIHAK
LAIN
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
konseling bagi guru mata pelajaran, termasuk pengembangan kemampuan guru bimbingan
dan konseling/konselor secara berkelanjutan sebagai profesional.
Layanan bimbingan dan konseling diperuntukan bagi semua (guidance and
counseling for all) dan oleh karena itu tidaklah tepat jika orientasinya hanya kepada
pemecahan masalah, melainkan mencakup orientasi pengembangan (developmental) dan
pemeliharaan (maintanance) secara menyeluruh. Layanan bimbingan dan konseling adalah
upaya memfasilitasi perkembangan individu (dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir)
ke arah kemandirian (dalam hal menetapkan pilihan, mengambil keputusan, dan bertanggung
jawab atas pilihan dan keputusan sendiri) untuk mewujudkan diri (self-realization) dan
mengembangkan kapasitas (capacity development).
Prinsip bimbingan dan konseling untuk semua mengandung arti bahwa target populasi
layanan bimbingan dan konseling termasuk para peserta didik berkebutuhan khusus. Setiap
peserta didik berkebutuhan khusus perlu diketahui kondisi fisik dan psikologisnya oleh
semua guru dan komponen sekolah, terutama guru bimbingan dan konseling, agar kebutuhan
khususnya dalam menjalani pendidikan dapat dipenuhi secara maksimal. Kenyataan di SMA
Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah inklusif, belum melaksanakan pemenuhan kebutuhan
seluruh peserta didik secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang
belum menggunakan asesmen kebutuhan sebagai dasar pembuatan program pembelajaran
dan juga program bimbingan dan konseling. Pembelajaran dan layanan bimbingan dan
konseling dilaksanakan hanya berdasarkan intuisi guru dan materi yang telah dilaksanakan
tahun pelajaran sebelumnya diberikan kembali pada jenjang yang sama tanpa melalui
evaluasi secara menyeluruh. Ini berarti bahwa pembelajaran dan layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri 4 belum memperhatikan keberagaman siswa sehingga dapat
menimbulkan hasil belajar yang tidak optimal karena tidak sesuai dengan kebutuhan.
Penulis sebagai salah satu guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4 Bandung
merasa berkewajiban untuk memberi masukan dengan melakukan penelitian tentang apa saja
kebutuhan peserta didik dalam mengoptimalkan hasil belajarnya agar dapat mengantisipasi hambatan belajar, terutama bagi peserta didik berkebutuhan khusus, yang dapat
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Layanan bimbingan belajar, sebagai salah satu layanan dalam bimbingan dan
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
menjadi alat dalam mewujudkan keberhasilan belajar, artinya pelaksanaan layanan bimbingan
belajar harus dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik secara individual. Pada
kenyatannya layanan bimbingan belajar di SMA Negeri 4 Bandung, baik untuk peserta didik
berkebutuhan khusus maupun peserta didik reguler, selama ini belum mengakomodasi
keragaman kebutuhan seluruh peserta didik. Oleh karena itu penulis akan menelaah dengan
melakukan penelitian untuk mengetahui seperti apa program layanan bimbingan belajar yang
dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh peserta didik di SMA Negeri 4 Bandung dan
berharap hasil penelitian dapat pula dipergunakan oleh semua sekolah inklusif tingkat
menengah atas.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Merujuk pada berbagai pernyataan dan komitmen, baik tingkat internasional maupun
nasional tentang hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak tanpa kecuali, berdampak
pada penyelenggaraan pendidikan. Hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak di
sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya, termasuk anak berkebutuhan khusus, menuntut
adanya sekolah inklusif.
Prinsip dasar sekolah inklusif adalah selama memungkinkan semua anak sebaiknya
belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada
mereka, akan tetapi pada proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Bandung sebagai sekolah
yang menyelenggarkan pendidikan inklusif belum mengakomodasi peserta didik
berkebutuhan khusus yang dalam hal-hal tertentu memerlukan layanan khusus, termasuk
layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling untuk peserta didik
berkebutuhan khusus bukan berarti mengeksklusifkan mereka, namun untuk memberikan
kemudahan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah agar jangan sampai terjadi
hambatan dalam proses pendidikannya.
Dari hasil pengamatan, keluhan dan laporan dari guru mata pelajaran kepada guru bimbingan dan konseling, serta saling tukar informasi diantara guru-guru mata pelajaran
tentang berbagai hambatan dalam proses pembelajaran, terungkap berbagai masalah belajar
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1. Hasil belajar tidak sesuai dengan ketentuan kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan
oleh sekolah. Hal ini terungkap dari daftar nilai raport tiap akhir semester terdapat
beberapa peserta didik, di tiap kelas dan mata pelajaran tertentu, mendapat nilai kurang
dari nilai minimal yang harus dicapai.
2. Banyak yang mengeluh tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu, karena terlalu
banyak tugas dan tidak seimbang dengan rentang waktu yang diberikan untuk
menyelesaikannya.
3. Sering tidak hadir dengan alasan sakit, kadang-kadang tidak memberikan surat
keterangan sakit dari dokter. Pemberitahuan dari orang tua atau dari yang bersangkutan
disampaikan hanya melalui pesan singkat yang diterima wali kelas atau guru bimbingan
dan konseling.
4. Banyak yang ketagihan game on line sehingga menyita waktu belajar di rumah, bahkan
sampai bolos sekolah.
5. Situasi belajar yang kurang kondusif.
6. Keluhan tentang fasilitas belajar yang dimiliki di rumah kurang memadai dan fasilitas
belajar yang ada di sekolah belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan.
7. Memiliki kelompok bermain yang tidak menunjang terhadap peningkatan kemampuan
belajar.
C.Rumusan Masalah Penelitian
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah inklusif tidak memilah peserta didik,
walaupun pada kenyataan tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan antara layanan
kepada peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus, terutama pemberian
layanan bimbingan belajar dalam membantu tercapainya keberhasilan belajar. Dari fenomena
ini memperlihatkan bahwa perlu adanya program layanan bimbingan belajar dalam seting
pendidikan inklusif yang sesuai dengan kebutuhan.
Hasil penelitian Djadja Rahardja (2010: 152) menunjukkan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif membutuhkan layanan bimbingan dan konseling
dalam mengatasi berbagai masalah, salah satunya adalah masalah belajar. Oleh karena itu
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
D. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjabarkan rumusan masalah di atas, perlu dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Pengaruh apa saja yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi peserta didik di kelas
inklusif ?
2. Bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan dalam setting
pendidikan inklusif ?
3. Seperti apa rumusan program layanan bimbingan belajar yang dapat memenuhi kebutuhan
seluruh peserta didik di sekolah inklusif ?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program layanan bimbingan
belajar bagi peserta didik di sekolah inklusif.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
a. Berbagai pengaruh yang dapat menimbulkan masalah belajar bagi peserta didik di kelas
inklusif.
b. Layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan.
c. Efektivitas program layanan bimbingan belajar bagi seluruh peserta didik, termasuk
peserta didik berkebutuhan khusus.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin diperoleh, adalah :
a. Adanya program layanan bimbingan belajar yang dapat digunakan bagi seluruh peserta didik di sekolah inklusif.
b. Memudahkan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan
belajar bagi seluruh peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
2. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang ingin diperoleh bagi sekolah inklusif dan para akademisi yang
bergerak di bidang pendidikan, adalah :
a. Memberi tambahan pengetahuan tentang bagaimana layanan bimbingan belajar bagi
peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
b. Menemukan bentuk layanan bimbingan belajar yang dapat digunakan bagi berbagai
kebutuhan belajar peserta didik.
c. Memberi dasar bagi peneliti selanjutnya dalam menemukan hal-hal baru berkaitan dengan
memfasilitasi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
G.Kerangka Penelitian
Pendidikan inklusif memiliki peran penting dalam memfasilitasi perkembangan
potensi peserta didik berkebutuhan khusus, karena apabila mereka mendapat pendidikan di
sekolah khusus mungkin akan menimbulkan rasa rendah diri yang dapat berpengaruh
terhadap perasaan dan pikirannya dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat. Rasa
rendah diri berpengaruh terhadap motivasi anak untuk belajar dan ada kecenderungan untuk
tertinggal dalam perkembangan mental dan belajarnya (Aefsky, F., 1995:5).
Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen yang harus ada
dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Demikian pula di sekolah inklusif sangat
dibutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yang salah satu layanan pentingnya adalah
layanan bimbingan belajar untuk mengantisipasi hambatan dalam belajar agar dapat
mencapai keberhasilan belajar secara optimal, terutama bagi peserta didik berkebutuhan
khusus.
Kenyataan di SMA Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah penyelenggara pendidikan
Inklusif, program layanan bimbingan belajar yang dibuat sama dengan di sekolah reguler dan
tidak menyatakan secara eksplisit bahwa program tersebut dapat juga digunakan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan belajar yang diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik pada umumnya. Oleh
karena itu ada kemungkinan hasil layanan bimbingan belajar yang diberikan kepada peserta
didik berkebutuhan khusus kurang optimal sehingga dapat menimbulkan hambatan belajar
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Dari uraian diatas dapat dijelaskan dalam kerangka penelitian sebagai berikut:
Kelas inklusif
Perserta didik Layanan
di kelas inklusif Bimbingan Belajar
Rekomendasi program layanan bimbingan belajar
di sekolah inklusif
Gambar 1.3 Kerangka Penelitian - Masalah belajar
yang dirasakan
- Kebutuhan layanan
bimbingan belajar
Pelaksanaan layanan
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Melihat fenomena masalah yang akan diteliti, maka pendekatan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan
dilakukannya pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara naratif untuk mengetahui
pendapat seluruh peserta didik tentang masalah belajar yang dirasakan dan layanan
bimbingan belajar yang diharapkan pada kelas inklusif.
Rancangan penelitian kualitatif tepat digunakan untuk mengkaji perilaku manusia
secara mendalam, di mana sulit menentukan hipotesis yang konkret, variabel penelitian sulit
ditemukan dan didefinisikan atau diukur secara kuantitatif, karena studi terdahulu yang
berkaitan dengan masalah penelitian tidak cukup banyak, dan tidak jelasnya teori yang
mendukung masalah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk
menguraikan dan menganalisis hal-hal sebagai berikut: (1) Pengaruh apa saja yang
mempengaruhi belajar, (2) Bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini
dilaksanakan, (3) Seperti apa program layanan bimbingan belajar yang mampu
mengembangkan kemampuan seluruh peserta didik. Hasil analisis data yang didapat
dijadikan bahan bagi pengembangan komponen program layanan bimbingan belajar yang
sudah digunakan sebelumnya, agar dapat digunakan sebagai program layanan bimbingan
belajar di sekolah inklusif.
B. Situasi Sosial dan Obyek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif dengan disain phenomenologi tidak dikenal istilah
populasi sehingga Spradley dalam Sugiyono (2008: 215) menamakan “social situation” atau
situasi sosial sebagai obyek penelitian. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah peserta didik di SMA Negeri 4 Bandung, sebagai sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif,
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Obyek yang dipelajari sebagai sumber data ditentukan secara purposif karena
diasumsikan semua kelas inklusif situasi belajarnya sama. Setiap jenjang kelas diambil
sebanyak 1 kelas inklusif sebagai obyek penelitian. Pada jenjang kelas XII diambil kelas XII
IPS berjumlah 31 peserta didik, pada jenjang kelas XI diambil kelas XI IPS 1 berjumlah 35
peserta didik, dan pada jenjang kelas X diambil kelas X.6 berjumlah 39 peserta didik,
sehingga jumlah seluruh obyek penelitian sebanyak 105 orang.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan angket dan pedoman
wawancara sebagai umpan balik dari hasil angket yang didapat agar data yang diperoleh
sesuai dengan kebutuhan dan dapat menunjang tujuan penelitian. Data yang diperlukan
dalam penelitian ini yaitu data pengaruh apa saja yang menimbulkan masalah belajar,
layanan bimbingan belajar yang sudah didapat dari guru bimbingan dan konseling, dan
kebutuhan layanan bimbingan belajar bagi seluruh peserta didik di kelas inklusif. Sebelum
melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan observasi pada beberapa kelas
inklusif untuk menentukan kelas mana yang akan dipilih sebagai obyek penelitian ditambah
informasi dari guru-guru yang mengajar.
a. Observasi
Observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran di kelas memperhatikan:
1. Situasi kelas,
2. Sikap setiap peserta didik dalam merespon materi pelajaran yang diberikan,
3. Aktifitas belajar yang dilakukan setiap peserta didik,
4. Komunikasi yang terjadi antara guru pengajar dan peserta didik, dan
5. Sikap guru dalam merespon aktifitas yang dilakukan peserta didik.
Hasil observasi di kelas-kelas inklusif ditambah informasi dari guru-guru yang
mengajar di kelas tersebut menjadi dasar pemilihan kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas yang hasil belajarnya belum sesuai dengan harapan guru pengajar, sehingga
membutuhkan pengembangan komponen program layanan bimbingan belajar untuk
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
penting dilakukan agar benar-benar mendapatkan kelas yang sesuai dengan keinginan
penulis.
b. Angket
Angket dibuat melalui kisi-kisi dengan berbagai pertanyaan tentang hal apa saja yang
mempengaruhi belajar dan masalah belajar yang dirasakan peserta didik, serta kebutuhan
layanan bimbingan belajar yang diharapkan dapat mengatasi masalah belajar.
c. Wawancara
Pedoman wawancara dibuat berdasarkan hasil angket yang memerlukan penelaahan
lebih lanjut dan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan wawancara. Wawancara
dilakukan untuk lebih memperjelas masalah belajar yang dialami peserta didik tertentu, baik
yang berkebutuhan khusus maupun yang reguler. Wawancara bertujuan agar data yang
didapat lebih akurat dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pengembangan komponen
program layanan bimbingan belajar.
Kisi-kisi insrumen penelitian dapat dilihat pada matriks dibawah ini:
Matriks 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Variabel Aspek Indikator Nomor Item
Wawancara Angket
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar A. Internal -Motivasi belajar -Cara belajar -Kebiasaan belajar -Kondisi fisik -Kondisi psikologis
1, 5, 11, 19 12
6, 7, 8, 9, 13 14,15,16,17 3, 4, 18
1, 11, 21, 26 2, 10, 19, 27 3,12,13,14,28,29 4, 5, 6, 30 7, 8, 9, 20, 31 B. External -Perhatian orangtua -Pengaruh teman -Situasi belajar -Fasilitas belajar -Ketentuan sekolah 20 10,21,22,25 23, 24 26, 27 2, 28 15, 32 16, 17, 18 33, 19, 34 22, 23, 24, 35 25, 36
Variabel Aspek Indikator Nomor Item
Wawancara Angket
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
-Ketentuan sekolah 46
B. Guru BK *Layanan dasar -Orientasi -Informasi *Layanan responsif *Layanan perencanaan individual 47
48, 49, 50 51, 52 Layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta didik A. Layanan dasar *Informasi -Motivasi belajar -Cara belajar -Kebiasaan belajar -Kondisi fisik -Kondisi psikologis -Perhatian orangtua -Pengaruh teman -Situasi belajar -Fasilitas belajar -Ketentuan sekolah
54, 55, 56 57, 58, 59, 60, 61 62, 63 64 65 66 67 53 68 Layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta didik B. Layanan responsif -Membantu mengatasi masalah
69, 70, 71, 72, 73
C. Layanan PI
74, 75, 76, 77, 78
D. Dukungn sistem
79, 80
2. Tehnik Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tehnik deskriptif kualitatif.
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan observasi pada bulan
September 2012 ke semua kelas inklusif dan mengumpulkkan informasi dari guru pengajar
sebagai bahan dalam menentukan kelas inklusif mana yang akan dipilih sebagai obyek
penelitian. Kelas inklusif yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah kelas yang menurut
hasil observasi:
a. hasil belajar peserta didik belum sesuai dengan harapan guru pengajar,
b. respon peserta didik terhadap situasi pembelajaran sangat beragam sehingga situsai kelas
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
c. guru pengajar merasa kurang nyaman dengan aktifitas pembelajaran karena tidak terjadi
komunikasi dua arah antara guru pengajar dan peserta didik.
Setelah ditentukan kelas inklusif yang akan dijadikan obyek penelitian kemudian
disebarkan angket di kelas tersebut pada bulan Oktober 2012.
Analisis hasil angket merupakan data kebutuhan dan masalah belajar yang dirasakan
peserta didik, layanan bimbingan belajar yang dirasakan sudah diterima, serta harapan
layanan bimbingan belajar untuk mengatasi masalah belajar yang dialami. Dari analisis hasil
angket dapat diketahui peserta didik yang memiliki masalah belajar dan dilanjutkan dengan
melakukan wawancara kepada peserta didik tersebut untuk menegaskan masalah belajar
seperti apa yang dirasakannya, layanan bimbingan belajar yang sudah diterimanya, serta
harapan layanan bimbingan belajar yang ingin didapat untuk mangatasi masalah belajar yang
dialami. Dari hasil analisis angket ini pula penetapan suatu hal menjadi masalah atau tidak.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengaruh apa saja yang dirasakan
peserta didik dalam pembelajaran di kelas inklusif, akan dilakukan analisis dari hasil angket
dengan variabel masalah belajar yang dirasakan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dari dalam diri peserta didik (internal) dan dari lingkungan (eksternal). Jawaban
pertanyaan penelitian bagaimana layanan bimbingan belajar yang selama ini dilaksanakan
dalam setting pendidikan inklusif berdasarkan analisis hasil angket dengan variabel upaya
yang telah dilakukan peserta didik dan bantuan yang telah didapat melalui layanan bimbingan
dan konseling. Menjawab pertanyaan penelitian seperti apa program layanan bimbingan
belajar yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik di sekolah inklusif berdasarkan
analisis hasil angket dengan variabel layanan bimbingan belajar yang diharapkan peserta
didik mengacu pada 4 komponen layanan bimbingan dan konseling komprehensif.
Untuk mempermudah analisis data yang didapat dilakukan koding/
pengkodean/pemberian kode, seperti yang dikemukakan Miles and Huberman dalam
Alwasilah (183:2011), bahwa kode adalah “efficient data-labelling and data-retrieval devices. They empower and speed up analysis”. Adapun kode yang digunakan adalah:
1. MB untuk motivasi belajar.
2. CB untuk cara belajar.
3. KB untuk kebiasaan belajar.
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
5. KP untuk kondisi psikologis.
6. POT untuk perhatian orang tua.
7. PPT untuk pengaruh pergaulan teman.
8. SB untuk situasi belajar.
9. FB untuk fasilitas belajar.
10.KKS untuk ketentuan kurikulum sekolah.
11.UPG untuk upaya yang telah dilakukan guru bimbingan dan konseling.
12.UPD untuk upaya yang telah dilakukan peserta didik.
13.LD untuk layanan dasar.
14.LR untuk layanan responsif.
15.LPI untuk layanan perencanaan individual.
16.DS untuk dukungan sistem.
Sekelompok kode dimasukkan kedalam kategori yang merupakan aspek pembahasan.
Kategori-kategori tersebut adalah:
1. Faktor yang mempengaruhi belajar terdiri dari:
a. Faktor dari dalam (internal)/FDD, yaitu; MB, CB, KB, KK, dan KP.
b. Faktor dari lingkungan (eksternal)/FDL, yaitu; POT, PPT, SB, FB, dan KKS.
2. Upaya yang telah dilakukan/UTD, yaitu; UPG dan UPD.
3. Layanan bimbingan belajar yang diharapkan/LBH, yaitu; LD, LR, LPI, dan DS.
Setiap data yang didapat dikumpulkan sesuai dengan kodenya dan dikelompokkan
menurut kategori agar dalam pembahasan dapat dengan mudah diinterpretasikan dan
meminimalisir kesalahan memahami data.
Jumlah jawaban ya dan tidak pada setiap item dikelompokkan menurut interpretasi dari
jawaban item tersebut, apakah positif atau negatif, sehingga dapat dikelompokkan menurut
interpretasi jawaban dan diberi rentang 0-35 dinyatakan rendah, 36-70 sedang, dan 71-105
tinggi.
Apabila jawaban item positif dalam kelompok rendah, maka tentu akan tinggi kelompok jawaban negarif, berarti memerlukan perhatian dan layanan yang lebih intentif atau
harus ada perbaikan/revisi atau bahkan mengganti poin program dan pelaksanaan layanan
berdasarkan kebutuhan yang terungkap dari item tersebut. Sebaliknya, apabila jawaban item
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
tersebut dianggap sudah terpenuhi, berarti program dan layanan pada poin itu dapat
dilanjutkan, akan tetapi tetap harus diperhatikan kebutuhan khusus dari individu peserta
didik. Jika jawaban item termasuk kelompok sedang, baik negatif maupun positif, maka
diperlukan perbaikan/modifikasi program dan pelaksanaan layanan yang mempertimbangkan
fleksibilitas program serta metoda dan tehnik layanan yang lebih tepat bagi pemenuhan
kebutuhan peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan mengenai apa saja
yang harus diperbaiki dan atau dilengkapi pada program layanan bimbingan belajar yang
sudah ada.
Program layanan bimbingan belajar berdasarkan hasil penelitian merupakan program
layanan bimbingan belajar yang baru dan tidak diuji cobakan dalam eksperimen, akan tetapi
melalui penilaian dari pakar, dan merupakan program layanan bimbingan belajar hipotetik
yang diharapkan akan terus berkembang sesuai dengan dinamika pendidikan di sekolah
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Aefsky, F. (1995). Inclusion Confusion: A Guide to Educating Students With
Exceptional Needs. California: Corwin Press, Inc.,Thousand Oaks
Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo. (2008). Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta
Alwasilah, A. Chaedar. (2011). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. (2009). Models of Teaching, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Terjemahan Edisi Kedelapan
Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (1994). Pernyataan Salamanca dan Kerangka
Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus. Konferensi Dunia
Tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus: Akses dan Kualitas, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Kebudayaan, Perserikatan Bangsa-bangsa. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 70 Tahun 2009. Jakarta.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2004). Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Terpadu/Inklusif. Buku 1 tentang Mengenal Pendidikan Terpadu/Inklusif. Jakarta.
Dirjen PMPTK Depdiknas. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.
Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas. (2007). Naskah Akademik: Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Dollarhide T. Colette & Saginak A. Kelly. (2008). Comprehensive School
Counseling Program K-12 Delivery Systems in Action. New Jersey:
Pearson, Second Edition
Fisher, Douglas; Sax, Caren; Pumpian, Ian. April. (1996). From Instrusion to
Inclusion: Myths and Realities in Our School. The Reading Teacher:
Academic Research Library. California: San Diego State University
Frederickson, Norah and Cline, Tony. (2009). Special Educational Needs,
Inclusion and Diversity. New York: Mc Graw Hill, Second Edition
Gysbers C Norman & Henderson P. (2006). Developing & Managing Your
School Guidance and Counseling Program. Amerika: American
Counseling Association, Fourth Edition
Hallahan, D.P. and Kauffmann, J.M. (2005). Special Education: What It Is and
Why We Need It. Boston, New York, San Francisco, Mexico City,
Montreal, Toronto, London, Madrid, Munich, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town, Sydney: Pearson Education, Inc.
Hamka. (1987). Pendidikan dalam Pandangan Islam. Jakarta: Balai Pustaka
Hernawati, Tati. (2013). Pembelajaran Anak Tunarungu. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 4
Hosni, Irham. (2013). Pembelajaran Anak Tunanetra Pada Sekolah Inklusif. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMA Negeri 4
Johsen, B.H dan Skjotren, M.D. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah
Pengantar. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia
Kartadinata, Sunaryo. (2003). Kebijakan, Arah, dan Strategi Pengembangan
Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia. Bandung: Makalah
Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling di Universitas Pendidikan Indonesia
Musyawarah Guru BK Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta. (2008). Panduan
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Menengah.
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara
Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung
Rahardja, Djadja. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jepang: University of Tsukuba
Robinson P. Francis. (1964). Effective study. New York and London: Harper & Brothers Publishers
Slamento. (2010). Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suherman, Uman. (2011). Manajemen Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rizqi Press
Suherman. (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling, Bandung: PPB FIP Universitas Pendidikan Indonesia
Sunardi. (2004). Trend Dalam Pendidikan Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Kekhususan Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Subdit PGTK/PLB Dit P2TK&KPT Ditjen DIKTI
Sunardi. (2013). Pembelajaran Anak Gifted. Bandung: Makalah Workshop Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusif di SMANegeri4
Suparno. (2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Dirjen Dikti Depdiknas
Surya, M. (2008). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional, Bandung: Jurusan PPB FIP Universitas Pendidikan Indonesia
Susan, J Peters. (2007). Education For All?: A Historical Analysis of
International Inclusive Education. Journal of Disability Policy Studies:
Academic Research Library
Times Mirror Higher Education Group. (1999). Educational Psychology: Effective
Teaching, Effective Learning. Singapore: McGraw Hill Book, Second
Edition International Editions
UNESCO. (2004). Overcoming Exclusion Through Inclusive Approaches in
Education: A Challenge & A Vision. Section for Early Childhood and
Dewi Ramdhani Koesmayanti, 2014
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN BELAJARDALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
UNESCO. (2005). Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for
All. The United Nations Educational. France: UNESCO
Yusuf, S dan Nurihsan, J. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya