PERILAKU BULLYING SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI
LINGKUNGAN SEKOLAH
(Kualitatif Deskriptif pada Siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Kuningan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Khusus
Oleh
Iceu Rochayatiningsih
0606990
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
▸ Baca selengkapnya: contoh sk satgas anti bullying di sekolah
(2)PERILAKU
BULLYING
SISWA SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA DI LINGKUNGAN
SEKOLAH
Kualitataif Deskriptif pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 3 Kuningan
Oleh
Iceu Rochayatiningsih 0606990
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
© Iceu Rochayatiningsih 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ICEU ROCHAYATININGSIH
PERILAKU BULLYING SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
DI LINGKUNGAN SEKOLAH
(Kualitatif Deskriptif pada Siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Kuningan)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I
Dr. Sunardi, M.Pd.
NIP. 19600201 198703 1 002
Pembimbing II
Dr. Dedy Kurniadi, M.Pd.
NIP. 19560322 198203 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Drs. Sunaryo, M.Pd.
PERILAKU BULLYING SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI
LINGKUNGAN SEKOLAH
(Kualitatif Deskriptif pada Siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Kuningan)
ABSTRAK
DAFTAR ISI
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Fokus Penelitian ... 6
D. Pertanyaan Penelitian ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Kegunaan penelitian ... 8
G. Asumsi Penelitian ... 8
BAB IIANALISA PERILAKU BULLYING PADA REMAJA AWAL A. Bullying ... 9
1. Pengertian Bullying ... 9
2. Jenis-jenis Bullying ... 10
3. Penyebab Perilaku Bullying ... 13
4. Karakteristik Pelaku Bullying ... 16
5. Konsekuensi Dari Bullying ... 17
B. Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 18
1. Keadaan Emosi Pada Usia Remaja Awal ... 19
2. Perubahan Sosial Pada Usia Remaja Awal ... 20
3. Perkembangan Moral Pada Usia Remaja Awal ... 20
C. Perilaku Bullying pada Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 21
BAB IIIMETODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 23
B. Subjek Penelitian ... 24
C. Tahap-tahap penelitian... 25
1. Tahap Pra Penelitian ... 27
2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 28
3. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data ... 29
4. Tahap analisis data ... 32
D. Instrumen Penelitian ... 34
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Proses Penelitian ... 38
B. Hasil Penelitian ... 39
1. Karakteristik Pelaku Bullying ... 39
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perilaku Bullying ... 43
3. Dampak Perilaku Bullying ... 46
4. Upaya Penanganan yang Dilakukan Pihak Sekolah ... 48
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 49
1. Karakteristik Siswa Pelaku dan Target Bullying ... 49
2. Faktor Penyebab Perilaku Bullying di SMP... 51
3. Dampak Perilaku Bullying……….. 57
3. Upaya Penanganan Yang Dilakukan Pihak Sekolah ... 59
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life
education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan
manusia sehingga dilaksanakan seiring dengan perkembangan individu. Pendidikan
dilakukan dalam berbagai bentuk namun dalam tataran formal, pendidikan dilakukan
oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekola,. dalam lembaga ini, pendidikan dimulai
dari jenjang sekolah dasar dan berakhir di perguruan tinggi. Sebagai lembaga formal,
tujuan pendidikan di sekolah merujuk kepada tujuan pendidikan nasional yang tertera di
dalam UUD 45 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam tujuan pendidikan nasional tersebut, secara tersirat diungkapkan bahwa
pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan semata tetapi juga memperhatikan
perkembangan sikap dan kepribadian siswa secara terintegrasi melalui pendidikan,
individu diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan individu dalam segala
bidang sehingga lahirlah Sumber Daya Manusia yang bermutu. Jika Sumber Daya
Manusia Indonesia mampu meningkatkan kualitasnya, maka kemajuan Indonesia
bukanlah suatu impian belaka.
Pelaksanaanya, proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah dipengaruhi oleh
beberapa faktor berupa sistem pendidikan, kurikulum, tenaga pendidik, kondisi siswa
dan kondisi lingkungan pendidikan. Banyaknya faktor yang terlibat dalam proses
pembelajaran yang berlangsung di sekolah turut mempengaruhi iklim pembelajaran.
Sehubungan dengan ini, Surya (1992:5) mengemukakan bahwa ”pendidikan merupakan
lingkungan dimana didalamya terlibat individu-individu yang saling berinteraksi dalam
proses pendidikan dan siswa sebagai intinya”.
Interaksi ini dimungkinkan terjadinya salah komunikasi antar berbagai pihak yang
terlibat terutama siswa. Oleh karena itu proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya
baik secara individual maupun kelompok. Berbagai bentuk masalah tingkahlaku yang
mungkin terjadi di sekolah, salah satu yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah tindak
kekerasan yang terjadi diantara siswa atau yang dikenal dengan istilah Bullying, yang
dimaksud bullying dalam konstelasi ini ialah suatu perilaku yang dimaksudkan untuk
menyakiti orang lain yang lebih lemah, baik secara verbal, fisik, maupun rasional, yang
dilakukan secara terencana dan memiliki tujuan.
Berdasarkan sebuah kajian yang dilakukan oleh Kaiser Foundation bekerja sama
dengan jaringan televisi Nickelodeon dan Children Now pada tahun 2001 (Gunawan,
2007:45), mengemukakan bahwa:
86% anak-anak yang berusia 12-15 tahun mengatakan bahwa mereka diejek atau ditindas di sekolah, dan lebih dari setengah anak yang berusia 8-11 tahun mengatakan bahwa bullying adalah masalah besar di sekolah. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa bullying merupakan masalah internasional, status sosial-ekonomi ataupun etnis.
Ejekan, cemoohan dan olok-olok mungkin terlihat sebagai hal yang wajar, namun
pada kenyataanya hal-hal tersebut dapat menghancurkan seorang anak. Aksi-aksi negatif
tersebut adalah sebagian wujud dari bullying, sebuah prilaku yang telah lama
berlangsung dan mengancam segala aspek kehidupan sebagian besar anak-anak kita baik
di sekolah, di rumah maupun di lingkunganya. Kematian dan bunuh diri hanyalah sedikit
contoh dari akibat bullying. Ada sebagian besar anak-anak dan remaja korban bullying
yang terus hidup dan tidak mengakhiri hidupnya, tetapi mereka tumbuh menjadi
orang-orang yang berkepribadian rapuh, mudah sedih, tidak percaya diri atau sebaliknya
pemarah dan agresif.
Munculnya kasus-kasus tersebut menunjukan bahwa bullying juga terjadi di
Indonesia, dengan skala yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil studi yang
dilakukan oleh Whitman (2001:77), mengungkapkan “bahwa 10-16% siswa Indonesia
mendapatkan cemoohan, ejekan, pengucilan, pemukulan ataupun didorong, sedikitnya
sekali dalam seminggu”.
Bentuk ancaman atau pemalakan lebih sering muncul dalam beberapa bentuk seperti
minta uang, minta dibuatkan tugas, sampai disaat ujian diminta untuk diberikan
contekan. Kasus lain yaitu, berupa ejekan kepada teman-temannya sampai teman yang
diejek menangis. Selain itu juga terjadi kebiasaan untuk memanggil temannya dengan
Meskipun terdapat efek berbahaya yang ditimbulkan oleh bullying, tetapi masih
terdapat anggapan yang salah berkenaan dengan perilaku bullying ini, bahwa pelaku ini
kerap dianggap sebagai suatu proses alami yang akan menghantarkan anak menuju
kepada kedewasaan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan
Semai Amini Diena Trigg (Sampoerna Foundation, 2006) yang mengemukakan bahwa
„sekitar 18,3% guru menganggap penggencetan dan olok-olok antar teman merupakan hal yang biasa‟. Akibat dari kesalahan tersebut, perilaku kekerasan ini hanya dianggap
sebuah kenakalan biasa, sehingga tidak ditangani secara serius. Padahal atmosfir
lingkungan yang mendukung (environmental support) baik dalam keluarga, sekolah
maupun masyarakat sangat menentukan proses tumbuh kembang anak secara optimal.
Dengan keadan yang seperti itu maka akan mengganggu terhadap perilakunya.
Sedangkan manusia merupakan makhluk sosial yang dimana semua kegiatan
kehidupannya memerlukan orang lain.
Keadan yang seperti itu maka akan mengganggu terhadap perilakunya. Sedangkan
manusia merupakan makhluk sosial yang dimana semua kegiatan kehidupannya
memerlukan orang lain. “Perilaku dapat diartikan sebagai respons (reaksi, tanggapan,
jawaban, balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme, bagian dari satu kesatuan, satu
perbuatan atau aktivitas, dan satu gerak atau kompleks gerak-gerak” (Chaplin, 1993:53).
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami penyimpangan prilaku dan sosial. Menurut
Algozzine, Schmid, dan Mercer (Sunardi, 1995:9) mengatakan bahwa:
Anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus masih menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerima layanan belajar dan bimbingan seperti halnya anak lain. Ketidak mampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, syaraf, atau intelegensi.
Tampilan anak tunalaras di sekolah sering bertentangan dengan norma dan peraturan,
sehingga tidak jarang membuat orang lain kesal dan marah sehingga mereka harus
berhubungan dengan kepala sekolah dan guru. Teman di sekolah sering terganggu karena
perilaku yang tidak terkendali sehingga membuat teman di sekitarnya tidak aman dan
nyaman. Perilaku tersebut menutup diri, agresif, hiperaktif, dan terkadang tidak peduli
dengan lingkungannya serta melanggar norma yang ada di masyarakat. Dari penjelasan
di atas jelas bahwa bentuk-bentuk penyimpangan itu beraneka ragam, sehingga definisi
LX merupakan seorang pelajar yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Sekarang duduk di kelas dua, berusia 14 tahun dan merupakan anak ke tiga dari empat
bersaudara. Kegiatan dalam kesehariannya yaitu sekolah sebagaimana pelajar pada
umumnya, saat sekolah bagi LX adalah saat yang paling ia harapkan dimana ia bisa
melakukan aktivitas bermain dan kegiatan-kegiatan lainnya seperti bermain sepak bola
dengan teman-teman yang lainnya. Di mana kegiatan itu tidak bisa ia peroleh ketika
berada di lingkungan tempat tinggalnya, namun di sekolah LX mendapat kepopulerannya
tidak dengan prestasi atau bakat yang ia miliki, namun dengan masalah yang selalu ia
timbulkan di lingkungan sekolah.
Senada dengan LX, OK pun memiliki perilaku yang kurang baik. Sebagai perempuan
OK memang dikategorikan sebagai anak yang cantik dengan tubuh ideal dan penampilan
yang menarik. Namun anak semata wayang ini tidak lantas menjadi feminism, OK
termasuk anak yang keras kepala dan tidak mudah untuk dinasehati. Beberapa kali OK
membuat masalah dengan teman perempuan lainnya hanya sekedar OK tidak terima
teman perempuan lainnya memandang sinis kearahnya, selain itu OK tak jarang
memalak anak-anak baru. Perilaku demikian membuat anak menjadi kebiasaan yang
menimbulkan efek negatif.
Menyikapi hal ini maka siswa, orang tua dan para pendidik perlu merasa lebih
nyaman untuk membicarakan bersama mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam
kehidupan anak. Perilaku penindasan yang dilakukan siswa, perlu segera ditangani untuk
menghindarkan dampak yang lebih buruk terhadap iklim sekolah dan siswa. Hal ini
tentunya menjadi tanggung jawab seluruh praktisi pendidikan yang ada di lingkungan
sekolah. Sebagai bagian integral dari pendidikan yang bertujuan untuk membantu
individu agar mampu mengembangkan diri dengan mengadakan perubahan-perubahan
positif dalam dirinya (Myers, 1992 dalam Prayitno, 1999:113).
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi fenomena perilaku
bullying di lingkungan sekolah menengah pertama, sehingga perilaku tersebut dapat
lebih dikendalikan. Judul dari penelitian ini adalah Perilaku Bullying Siswa Sekolah
Menengah Pertama di Lingkungan Sekolah ( Studi Kasus pada Siswa Kelas
B. Identifikasi Masalah
Bullying ini banyak terjadi di sekolah-sekolah, baik di sekolah umum maupun sekolah
swasta, bahkan di pesantren sekalipun. Bullying merujuk pada perilaku yang dilakukan
berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap
siswa atau siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Munculnya perilaku bullying di lingkungan sekolah dapat menciptakan atmosfer
lingkungan yang kurang mendukung terhadap perkembangan siswa, baik dalam bidang
akademik maupun bidang pribadi-sosial. Penindasan dapat menyakiti siswa, sehingga
mereka merasa tidak diinginkan dan ditolak oleh lingkungannya. Hal ini tentunya akan
membawa efek kepada berbagai kegiatan siswa di sekolah. Bagi pelaku penindasan, jika
dibiarkan tanpa ada intervensi maka mereka akan beranggapan bahwa mereka memiliki
kekuasaan di sekolah. Hal ini akan membuka kemungkinan munculnya perilaku
kekerasan lainya yang bersifat kriminal seperti memukul, mencuri, menganiaya bahkan
pembunuhan.
Menurut Piaget (Santrock, 2002:10) mengungkapkan bahwa, „berfikir operasional formal adalah yang paling tepat menggambarkan cara berfikir remaja.‟ Pada usia remaja
individu mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa
kemungkinan ataupun proposisi dan mencoba mengelolanya dengan pemikiran logis.
Pada fase operasional formal remaja memiliki pemikiran yang logis terhadap
konsekuensi-konsekuensi atas semua hal yang dilakukannya. Remaja yang memutuskan
untuk melakukan tindakan bullying semestinya mengetahui dan menyadari dampak yang
dapat ditimbulkan dari tindakan bullying secara berlebihan.
C. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini dapat terungkap secara mendalam maka peneliti membatasi
permasalahan yang akan dibahas dengan menentukan fokus penelitian. Fokus dalam
penelitian ini yaitu, bagaimana perilaku bullying di lingkungan sekolah menengah
pertama dan upaya penanganan yang efektif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Kuningan, yang akan di jelaskan berdasarkan hasil penelitian yang meliputi, kegiatan di
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan bermain. Sehingga akan
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang telah dipaparkan di atas maka
penulis dapatkan petanyaan penelitian seperti sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik siswa pelaku bullying di lingkungan sekolah menengah
pertama?
2. Apa faktor yang menjadi penyebab perilaku bullyingdi lingkungan sekolah menegah
pertama?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari perilaku bullyingdi lingkungan sekolah menegah
pertama?
4. Apa tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencegah dan mengurangi
perilaku bullying pada siswa?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditunjukkan untuk melihat secara mendalam fenomena yang terjadi
dalam kehidupan nyata mengenai perilaku bullying di lingkungan remaja, khususnya
pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Kuningan, sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik pelaku bullying pada siswa sekolah menengah
pertama ditinjau dari aspek akademik, sosial dan psikologis.
2. Mengetahui faktor dominan yang menyebabkan seorang anak menjadi pelaku
bullying baik dari segi internal maupun eksternal anak.
3. Untuk mengetahui dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dari tindakan bullying di
lingkungan Sekolah Menengah Pertama. Ditinjau dari aspek pelaku dan korban.
4. Untuk mengetahui upaya penanganan yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk
mencegah dan mengurangi perilaku bullying pada siswa.
F. Kegunaan penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat/kegunaan
sebagai berikut:
1. Sebagai data yang objektif guna memberikan masukan bagi Sekolah Menengah
2. Dapat memberikan masukan terhadap pembinaan siswa tentang dampak dari
perilaku bullying.
3. Memberikan kajian empiris tentang prilaku bullying terhadap kecenderungan
perkembangan prilaku siswa.
4. Dapat memberikan petunjuk cara pencegahan dan penanganan yang baik terhadap
perilaku bullying dilingkungan remaja.
G. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilandasi oleh beberapa anggapan dasar sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan di sekolah dapat mempengaruhi iklim pembelajaran dan
mengancam keselamatan siswa baik secara psikis maupun fisik.
2. Bullying dapat menjadi sebuah siklus kekerasan yang akan berlangsung dan bahkan
berisiko menimbulkan tindak kriminal lebih lanjut.
3. Penanganan perilaku bullying merupakan tanggung jawab bersama seluruh
partisipan pendidikan. Penanganan yang diberikan bersifat prefentif, kuratif dan
pengembangan.
4. Seluruh partisipan pendidikan terutama siswa, harus disadarkan bahwa bullying
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif (qualitative research). Tylor (Molenong, 2007:4), mendefinisikan „metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati‟. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dari individu tersebut secara holistic (utuh).
Menurut Nasution (2003:5), “penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam
lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan pendapat mereka tentang dunia
sekitar”. Kemudian menurut Sukmadinata (2006:60), mengatakan bahwa
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena peristiwa, aktifitas sosial, sikap dan kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti berupaya mengamati pola perilaku bullying
yang dilakukan siswa, proses terjadinya bullying, kemudian dirumuskan pada suatu
penanganan untuk mengurangi perilaku bullying yang dilakukan siswa.
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada penggunaan metode studi
kasus. Sebagaimana Lincoln (Pujosuwarno, 1992:34), yang menyatakan bahwa
„pendekatan kualitatif dapat juga di sebut dengan case study, yaitu penelitian yang mendalam dan mendetil tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek
penelitian‟.
Menurut Mulyono (2004:201), penggunaan studi kasus sebagai suatu metode
penelitian kualitatif memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1. Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif nuntuk menunjukan hubungan antara peneliti dan responden.
4. Studi kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang diperlukan bagi peneliti dan traferabilitas.
Pada dasarnya penelitian dengan jenis studi kasus bertujuan untuk mengetahui tentang
sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
bahwa tema penelitian ini termasuk unik dan merupakan fenomena yang sedang hangat
diperbincangkan.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa remaja kelas VIII yang bersekolah di SMP Negeri 3
Kabupaten Kuningan. Adapun subjek yang akan menjadi informan untuk mendapatkan
berbagai informasi penting mengenai perilaku bullying di Sekolah Menengah Pertama.
Diantaranya yaitu;
1. Guru wali kelas dengan inisial GWK, yang diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai keadaan siswa baik dari segi akademiknya, sosialisasinya, dan
emosionalnya ketika siswa berada di lingkungan sekolahnya.
2. Guru bimbingan konseling dengan inisial GBK, yang diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai perkembangan siswa, kasus yang pernah siswa lakukan, sosial,
dan emosi siswa.
3. Orang tua (ayah dan ibu) kandung dengan inisial OT, yang diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai kegiatan sehari-hari siswa setelah siswa pulang dari
sekolah.
4. Teman sebaya dengan inisial TS, yang diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai sosial dan emosional anak ketika dia bergaul dengan temannya baik di
lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga.
Diharapkan semua pihak yang menjadi informan dapat memberikan informasi yang
akan menunjang demi kesempurnaan penelitian ini.
C. Tahap-tahap penelitian
Tahap-tahap penelitian merupakan sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan dalam
suatu penelitian. Karena tanpa adanya tahapan penelitian tidak akan mungkin
menjadikan penelitian menjadi sempurna. Langkah-langkah atau tahap-tahap penelitian
Iceu Rochayatiningsih, 2013
TAHAP PRA LAPANGAN
TAHAPKERJ AAN LAPANGAN
TAHAP PEMERIKSAAN
KEABSAHAN
DATA
TAHAPANALISIS Menyusun Rancangan
Memilih Latar Penelitian
Mengurus Perizinan
Menyiapkan Peralatan
Memahami Latar
Interaksi dan Memasuki lapangan
Pemrosesan Satuan Triangulasi
Ketekunan Pengamatan
Bagan 3 1 Rangkain Tahap-tahap
Penelitian
1. Tahap Pra Penelitian
Beberapa hal yang dilakukan peneliti, pada tahap ini diantaranya ini adalah
sebagai berikut:
b. Penyusunan rancangan penelitian
Kegiatan awal dari rangkaian proses penelitian ini adalah menyusun
rancangan penelitian yang diajukan ke dewan skripsi mengenai masalah yang
akan di teliti. Setelah itu penelitian melalukan konsultasi dan bimbingan untuk
melengkapi dan menyempurnakan rancangan penelitian tersebut.
c. Memilih latar penelitian
Pemilihan latar penelitian merupakan hasil dari studi pendahuluan dan
konsultasi dengan dosen pembimbing. Tujuannya adalah agar peneliti
mengenal unsur lingkungan sosial , fisik, dan keadaan lingkungan peneliti.
d. Mengurus perizinan
Persiapan ini bersifat administratif telah dilakukan oleh penelitian, dengan
cara mengurus perizinan mulai dari:
1) Tingkat Jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Tingkat Fakultas Ilmu
Pendidikan untuk mengurus Surat Keputusan Dosen Pembimbing I dan II.
2) Mengurus surat pengantar ke Rektorat UPI yang di sampaikan melalui
3) Terakhir mengurus permohonan izin dari jurusan ke SMP 3 Kuningan,
kemudian keluar surat rekomendasi izin penelitian yang harus diajukan
kepada sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian.
e. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan.
Dalam melakukan suatu penelitian maka perlu menyiapkan peralatan yang
nantinya bermanfaat pada saat penelitian. Mulai dari mempersiapkan kamera
untuk dokumentasi, mempersiapkan alat rekam sejenisnya untuk wawancara
dengan siswa yang bersangkutan, guru wali kelas (GWK), guru BK, teman
sebaya, dan wakasek kesiswaan. Perlengkapan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pedoman wawancara. Wawancara digunakan untuk
menggali informasi secara verbal dari guru, teman sebaya dan siswa itu sendiri
yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian mengenai perilaku bullying di
lingkungan Sekolah Menengah Pertama.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Berikut adalah tahapan yang akan dilalui dalam proses pekerjaan lapangan
dalam kaitannya dengan penelitian yang penulis akan tempuh dalam penelitian ini.
a. Memahami latar penelitian
Dalam pemilihan latar sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian,
berhubung siswa yang bersangkutan bersekolah di SMP 3 Kuningan, maka
saya mengambil latar penelitian di SMP 3 Kuningan dan di lingkungan
keluarga yang mencangkup lingkungan bermainnya.
b. Memasuki lapangan
Pertama yang peneliti lakukan dalam memasuki lapangan adalah
mendatangi orang tua siswa dan siswa yang bersangutan. Sementara
memasuki lapangan di lingkungan sekolah peneliti meminta izin terlebih
dahulu kepada wakasek, dan setelah mendapatkan izin maka peneliti
mengunjungai guru wali kelas, guru BK, dan teman di lingkungan sekolah.
c. Interaksi dan pengumpulan data
Interaraksi yang dilakukan dalam pengumpulan data peneliti langsung
berhubungan dengan subjek yang dibutuhkan dan informan yang dapat
3. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data
Tidak berbeda dengan proses yang sebelumnya dilakukan pada tahap
pemeriksaan keabsahan data penulis juga akan melalui beberapa tahapan guna
menguji keabsahan informasi ataupun data yang diperoleh, dimana tahapannya
seperti dijelaskan sebagai berikut:
a. Ketekunan pengamatan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal
peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan membaca berbagai
referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang
terkait dengan temuan yang diteliti.
Penelitian ini diperpanjang sampai tiga kali, karena pada periode I dan II,
data yang diperoleh dirasa belum memadai dan belum kredibel. Belum
memadai karena belum semua rumusan masalah dan fokus penelitian terjawab
melalui data, belum kredibel karena sumber data memberikan data masih
ragu-ragu sehingga data yang didapat pada periode I dan II ternyata masih
belum konsisten, masih berubah-rubah. Dengan ketekunan pengamatan
sampai tiga kali maka data yang diperoleh dirasa telah jenuh.
b. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dalam
penelitian ini triangulasi dilakukan dengan menggunakan wawancara kepada,
orang tua, guru wali kelas, guru bimbingan konseling dan teman sebaya.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu.Teknik triangulasi yang digunakan ialah pemeriksaan melalui
sumber lainnya. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987: 331).
Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
Data Hasil Observasi
Dokumentasi berupa foto dan dokumen Data Hasil
wawancara
3) Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen berkaitan.
Usaha membangun keteralihan dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
cara uraian rinci. Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil
penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin
yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Jelas
laporan itu harus mengacu pada fokus penelitian. Uraiannya harus
mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu dibutuhkan oleh pembaca
agar ia dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh. Temuan itu sendiri
tentuya bukan bagian dari uraian rinci, melainkan penafsirannya yang
dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertanggung
jawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata.
Dalam mengecek keabsahan data untuk pertanyaan penelitian tentang faktor
dominan yang melatar belakangi perilaku bullying dan karakteristik perilaku
bullying. Peneliti membandingkan data hasil observasi dan data hasil
wawancara dengan orang tua siswa, guru wali kelas, guru bimbingan
konseling, teman sebaya serta dokumentasi berupa foto-foto dan
dokumen-dokumen mengenai data siswa.
Berikut ini adalah alur teknik triangulasi yang dilakukan oleh peneliti:
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa data hasil observasi dibandingkan
dan dicek silang dengan data hasil wawancara dari berbagai sumber. Data
hasil observasi juga dibandingkan dicek silang dengan data hasil dokumentasi
(bila tersedia). Demikian pula data hasil wawancara dari berbagai sumber
Bagan 3.1
dibandingkan dicek silang dengan data hasil dokumentasi (bila tersedia).
Langkah terakhir adalah mengambil dan memutuskan kesimpulan secara
keseluruhan.
c. Pemeriksaan sejawat, diskusi
Diskusi teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan hasil penelitian
yang masih bersifat sementara kepada teman-teman mahasiswa yang telah
lulus SI. Melalui diskusi ini banyak pertanyaan dan saran. Pertanyaan yang
berkenaan dengan data yang belum bisa terjawab, maka peneliti kembali
kelapangan untuk mencarikan jawabannya, dengan demikian data akan
semakin lengkap.
4. Tahap analisis data
Berikut adalah tahapan ata langakah-langkah yang akan peneliti ambil dalam
menganalisis data yang didapatkan.
a. Pemrosesan satuan
Terdapat dua tahap dalam tahap pemerosesan satuan ini, yaitu; (1) tipologi
satuan, tujuannya untuk membuat kategori verbal dengan memberi “label”
pada bagian-bagian temuan penelitian dan menemukan ciri dan karakteristrik
dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh peneliti. (2) penyusunan
satuan, tujuannya untuk menyusun bagian-bagian yang menjadi temuan dalam
penelitian, kemudian memberikan kode-kode tertentu pada masing-masing
satuan temuan sehingga menjadi lebih mudah untuk dikategorisasikan.
b. Kategorisasi
Kategorisasi bertujuan untuk mengelompokkan, merumuskan, dan menjaga
agar berbagai hasil temuan dari penelitian dapat dianalisis dan ditafsirkan.
c. Penafsiran data
Penafsiran data yang dilakukan adalah bersifat deskriptif, artinya rancangan
organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan
hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data hasil
penelitian.
Menurut Patton dalam Moleong (2002:103) analisi data adalah „proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, katagori,
dan suatu urutan dasar‟. Adapun yang di ungkapkan oleh Moleong (2002:103) dia berpendapat bahwa yang dimaksud “Analisis data adalah proses
uraian dasar sehingga dapat di temukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kinerja yang disarankan oleh data”.
Sedangkan menurut Miles dan Huberman dalam buku Sugiyono (2009:91)
mengatakan bahwa “aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.”
Teknik analisis yang digunakan adalah kualitatif. Analisis kualitatif
mencangkup 3 hal, yaitu reduksi, display data, kesimpulan dan verifikasi.
Reduksi data, data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau diketik dalam
bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi,
dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, di fokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema. Jadi laporan lapangan sebagai bahan “mentah” disingkatkan, direduksi, disususn lebih sistematis, sehingga lebih mudah di kendalikan. Data
yang direduksi memberi gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan, juga
mempermudah penelitian untuk mencari kembali data yang diperoleh jika di
perlukan.
1) Reduksi data
Pada tahap ini peneliti memilih data mana yang relevan dan kurang
dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini informasi mengenai tindakan
bullying di lingkungan sekolah dijadikan sebagai bahan mentah, disingkat,
diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok yang
penting sehingga lebih mudah dikendalikan.
2) Display data
Pada tahap ini diusahakan menyajikan data dalam bentuk tema-tema
singkat yang langsung diikuti dengan analisis pada setiap tema, sehingga
akhirnya diperoleh kesimpulan dari setiap responden.
3) Kesimpulan atau verifikasi
Sesuai dengan tujuan penelitian, analisis penelitian ini terutama
dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pertanyaan responden
atau fenomena yang diperoleh dilapangan tentang tindakan bullying
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti bertindak sebagai
perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis dan pelapor hasil penelitian.
Dengan penerapan pendekatan kualitatif, dalam mengungkapkan
kenyataan-kenyataan yang terjadi pada subjek penelitian dideskripsikan melalui kata-kata,
tindakan dan bukan angka-angka. Keberadaan peneliti sebagai instrumen merupakan
alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena dalam penelitian kualitatif
peneliti merupakan instrumen pokok yang dapat menelaah dan menafsirkan berbagai
keadaan dan sekaligus mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang terjadi di
lapangan. Selain itu peneliti sebagai instrumen dapat mengadakan hubungan langsung
dengan responden dan objek lainnya serta memahami kaitan-kaitan yang ada di
lapangan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Molenong (1993:112) „sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain‟. Walaupun dikatakan bahwa sumber data
di luar kata dan tindakan merupakan data tambahan, namun jelas sumber data tersebut
tidak dapat di abaikan.
Agar penelitian ini dapat dijadikan acuan maka diperlukan teknik pengumpulan
data yang sesuai dan menunjang proses analisis data. Dibawah ini teknik-teknik yang
dipakai dalam pengumpulan data:
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan bersifat tidak berstruktur yang pelaksanaannya
mirip dengan percakapan informal, (Nasution 1996:72) mengatakan bahwa:
“wawancara dalam penelitian kualitatif, khususnya bagi pemula, biasanya bersifat tak berstruktur, tujuan ini ialah memperoleh keterangan yang rinci dan mendalam
mengenai pandangan orang lain”. Sementara itu Mulyana, (2002:182) menjelaskan dari keuntungan wawancara tak berstruktur yaitu:
Wawancara dalam penelitian ini diantaranya dilakukan kepada guru wali
kelas, guru bimbingan konseling, orang tua, wakasek kesiswaan, dan teman
sebayanya guna memperoleh informasi mengenai tindakan bullying. Data yang
dikumpulkan wawancara bersifat verbal, artinya wawancara direkam dalam
perekam data yang diperoleh lebih lengkap dan terperinci. Pedoman wawancara
digunakan pada saat peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan tindakan bullying. Pedoman wawancara ini terdiri dari 3 buah pedoma,
yaitu: 1) pedoman wawancara untuk LX dan OK (subjek peneliti), 2) pedoman
wawancara untuk guru wali kelas, guru Bimbingan konseling, 3) pedoman
wawancara untuk teman sebaya, 4) pedoman wawancara untuk orang tua, dan 5)
pedoman wawancara dengan wakasek kesiswaan.
2. Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengadakan
pengamatan secara fisik tentang latar penelitian termasuk didalamnya kondisi
situasi subjek di sekolah serta berbagai aktifitas prilaku lain yang terjadi dalam
tempat tersebut.
Peneliti dalam kegiatan observasi ini bersifat partisipasi, artinya dalam
prosesnya peneliti turut secara aktif dalam berbagai kegiatan yang terjadi dalam
proses kerja. Jadi observasi dalam penelitian ini merupakan teknik pengumpul
data penunjang.
3. Dokumentasi
Titik perhatian utama dalam kegiatan ini adalah dokumen-dokumen mengenai
perilaku bullying. Dokumen ialah setiap bahan tertulis atau file lain dari recorder
setiap pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk
keperluan pengujian suatu peristiwa. Untuk menunjang pengumpulan dan analisis
data subjek yang telah di dokumentasikan. Dalam penelitian ini dilakukan
Tabel 3.1
Matrik Sumber Data Perilaku Bullying di SMPN 3 Kuningan
No Data yang
Diungkap Sumber Data Teknik
1. Pelaku bullying di
SMP Wakasek kesiswaan
Guru pembimbing
Wali kelas
Siswa kelas VIII (yang diidentifikasi telah mengenal lingkungan sekolah dengan berbagai karakteristik
Wawancara
Pengamatan
2. Bentuk bullying
yang terjadi di SMP Siswa yang diidentifikasi pernah mengalami bullying
Guru pembimbing
Wakasek kesiswaan
Wawancara
Observasi
3. Bagaimana bullying terjadi dan dimana dilakukanya
Siswa yang diidentifikasi pernah mengalami korban bullying
Siswa yang diidentifikasi pernah melakukan bullying
4. Masalah yang menjadi penyebab terjadinya bullying
Siswa yang diidentifikasi pernah mengalami korban bullying
Siswa yang diidentifikasi pernah melakukan bullying
Wawancara
Observasi
5. Karakteristik pelaku
bullying Siswa yang diidentifikasi pernah mengalami korban bullying
Guru pembimbing
Observasi
Studi
dokumentasi (buku pribadi) 6. Penanganan yang
dilakukan oleh pihak sekolah
Wakasek kesiswaan
Guru pembimbing
Wali kelas
Siswa yang menjadi korban
Siswa yang mengetahui bullying tapi tidak melakukan dan juga tidak menjadi korban bullying
Wawancara
Studi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penlitian dan studi yang telah dilakukan tentang perilaku bullying di SMPN
3 Kuningan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik perilaku bullying yang terjadi di lingkungan siswa dan siswi SMPN 3
Kuningan sebagian besar hanya meliputi perilaku mengintimidasi seseorang yang
berada di bawahnya, semisal berbeda kelas, status sosial, baik itu dalam bentuk
cibiran, ejekan, tatapan intimidasi, dan jarang terjadi bully yang sifatnya bully fisik.
2. Pelaku bullying di SMPN 3 Kuningan merupakan siswa yang merasa dirinya lebih
dari orang lain, baik dari penampilan maupun lebih tinggi kelasnya, selain itu pelaku
bullying merupakan mereka yang haus akan pngakuan dari lingkungannya.
Sedangkan siswa ataupun siswi yang menjadi korban merupakan mereka yang
memiliki keterbatasan baik dari segi ekonomi, maupun sosial dimana mereka
cendrung pendiam di sekolahnya.
3. Perilaku bullying berdampak bagi korban berdampak pada aspek akademis dimana
mereka menjadi phobia sekolah dan kurang fokus di sekolah dama mengikuti
pelajaran, aspek sosial dimana korban Bully menjadi pribadi yang penyendiri,
sedangkan yang lain adalah berdampak pada aspek sosial emosiaonalnya dimana
korban bully menjadi pribadi yang mudah tersinggunga dan mudah marah.
4. Tindakan yang dilakukan SMPN 3 Kuningan untuk menanggulangi prilaku
bullying di lingkungan siswanya belum terprogram dngan baik, pnanggulangan yang
ada saat ini hanya meliputi pendekatan secara individu yang dilakukan oleh wali
klas, guru bidang studi ,maupun guru BK (bimbingan konseling).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat mengajukan beberpa saran atau rekomendasi
sebagai berikut:
1. Bagi guru mata pelajaran agar lebih meningkatkan pengelolaan kelas dan
melakukan pendekatan secara individual terhadap siswa, sehingga dapat mendeteksi
adanya kemungkinan-kemungkinan tindakan bullying dan membuat laporan untuk
2. Bagi guru BK dapat membuat laporan secara berkala tentang keadaan di sekolah
serta memastikan tidak terdapat adanya tindakan bullying. Jika terdapat adanya
perilaku bullying agar senantiasa sigap menindaklanjuti.
3. Bagi orang tua siswa agar lebih aktif mengikuti perkembangan perilaku anaknya di
lingkungan sekolah. Dengan terus adanya komunikasi yang baik dengan pihak
sekolah.
4. Bagi warga meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang dampak buruk
bullying, khusus bagi guru dan orang tua siswa agar sebisa mungkin selalu
memberikan masukan dan pengawasan khususnya dalam keseharian siswa dengan
menanamkan kesadaran bahwa semua orang bisa menjadi korban atau malah
menjadi pelaku bullying. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan sekolah perlu
rasanya ikut berupaya dalam rangka yang bersifat menyeluruh di sekolah. Sebuah
kebijakan yang melibatkan komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah
sampai orang tua murid.
5. Kebijakan hanya akan berlangsung baik apabila ada langkah yang nyata dari
sekolah untuk menyadarkan seluruh komponen sekolah betapa bullying sangat
mengganggu proses belajar mengajar. Untuk itu salah satu yang bisa dipilih adalah
membuat sebuah program anti bullying disekolah. Oleh karena itu kpala sekolah
slaku pimpinan diharapkan sadar shingga dapat membuat program yang berkala
dalam mengurangi perilaku bullying di lingkungan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin. C. (1993). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raya Grafindo Persada
Coloroso, B. (2006). (alih bahasa : Santi Indra Astuti). Penindas, Tertindas dan Penonton. Resep memntus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah
Hingga SMU. Jakarta: Serambi
Djuwita, R. (2006). Kekerasan Tersembunyi di Sekolah : Aspek-aspek
Psikososial dari Bullying, [online]. Tersedia
:http://www.ditplb.or.id/2006/index.php? Menu=profile&pro=175. [09 November 2006]
Gunawan, H. (2007). Tindakkan Kekerasan di Lingkungan Sekolah. Pikiran Rakyat (5 Juli 2007).
Hurlock, E. B. (1980). (alih bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo, Ed : Ridwan).
Psikologi Perkembangan, Snatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi kelima.Jakarta : Erlangga
Moleong, L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyana. D. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mutia, S. .(2006). Konsultasi. Anak Suka Ancam Teman. Tribun Batam[online], Tersedia:http://www.tribun-batarn.cora/index.
php?module=detail&rnoberita=l 4102. [09 November 2006].
Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif . Bandung : Tarsito
Pebriyani, S. (2007). “Si Jendral Kecil” Jadi Korban Geng SMA. Tabloid Nova (edisi 15-25 November 2009).
Quiroz, H. C, et all. (2006). Bullying In Schools, Fighting the Bully Battle,
Discussion Activitiesfor School Communities, [online]. Tersedia :
http://www.schoolsafety.us/pubfiles/bullyingchalktalk.pdf. [04 November 2006]
Sanders, E. C.(2004) "What Is Bullying?", BullyingImplications For The
Santrock, J.W (2002). What Is Bullying?”, Bullying Implications For The
Classroom. San Diego : lsevier Academic Press.
Saripah, I. (2006). Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Perilaku
Prososial Anak. Tesis pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Sugiyono, (2007).Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sukmadinata, N.S (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sunardi. (1995). Ortopedagogig Anak Tunalaras I. Surakarta. Tidak Diterbitkan
Surya, M. (1992).Psikologi Pendidikan. Bandung : Publikasi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.