• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION MELALUI HARD GAMES DAN SOFT GAMES TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM (PENGHARGAAN DIRI) SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH OUTDOOR EDUCATION MELALUI HARD GAMES DAN SOFT GAMES TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM (PENGHARGAAN DIRI) SISWA."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ...

i

ABSTRACK...

ii

KATA PENGANTAR.. ...

iii

UCAPAN TERIMAKASIH... . iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ... viii

DAFTAR GAMBAR...

ix

DAFTAR LAMPIRAN………... .

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

14

C.

Tujuan Penelitian ...

16

D. Kegunaan Penelitian ...

17

E.

Asumsi ...

17

F.

Hipotesis Penelitian ... 20

G. Metode Penelitian………...

21

H. Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian... ...

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Outdoor Education

1.

Sejarah

Outdoor Education

...

23

2.

Pengertian Outdoor Education………..

25

3.

Filsapat

Outdoor Education

. ...

26

4.

Jenis Permainan

Outdoor Education

...

27

5.

Metode

Experiential Learning

……… ...

42

B. Penghargaan Diri

1. Pengertian

Self- Esteem

...

54

2. Karakteristik Penghargaan Diri ...

60

3

. Hambatan Pembentukan Penghargaan diri ... 61

C. Kondisi Keberadaan Siswa SMP... 62

D. Remaja dan

Self-Esteem

...

72

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian……….. ..

75

B.

Variabel dan Definisi Operasional………... ..

77

C.

Instrumen Penelitian ...

79

D. Penentuan Populasi dan Sampel... 80

(2)

ii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian………. 89

B.

Pembahasan……….. 105

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

Kesimpulan ... 109

B. Rekomendasi... 109

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang semakin berkembang banyak mengubah karakter seorang

manusia secara umum dan siswa SMP pada khususnya, baik itu secara individu

maupun secara sosial. Nilai-nilai kearifan budaya luhur indonesia seperti nilai gotong

royong, kepribadian ahlak, kerjasama dan kekeluargaan telah luntur ditinggalkan para

generasi bangsa ini terutama kaum pelajar yang beralih kepada budaya-budaya asing

yang tidak relevan di negara ini. Kebudayaan sebagai salah satu indikasi identitas

bangsa kembali dipertanyakan ketika muncul masalah baru di khasanah pola

kehidupan bermasyarakat kita, yang terjadi adalah ketidakberdayaan kita menekan

arus globalisasi yang mau tidak mau terikut arus dan tunduk kepada penguasa global.

Secara kodrati manusia khususnya siswa memiliki potensi dasar yang secara

essensial membedakan manusia dengan hewan yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak.

Sekalipun demikian potensi dasar yang dimilikinya tidaklah sama bagi

masing-masing manusia. Perbedaan-perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku

mereka di rumah maupun di sekolah. Gejala yang diamati adalah bahwa mereka

menjadi lebih atau kurang dalam bidang tertentu dibandingkan orang lain. Sebagian

manusia lebih mampu dalam bidang seni, olahraga atau pun bidang kognitif.

(4)

selintas menuju kedewasaan, masa yang ditandai dengan instabilitas dan keresahan.

Meskipun remaja bermasalah tidak bisa dianggap mewakili kelompok usia remaja

secara keseluruhan, pada saat yang bersamaan remaja dipandang sebagai periode

emosi yang tidak stabil dan terganggu, serta masa pemberontakan

Sekolah merupakan fondasi untuk menangkal berbagai pengaruh globalisasi

yang bersifat negatif. Peran sekolah sangat penting khususnya untuk menjaga

generasi bangsa ini agar tetap berfikir positif. Sekolah sebagai tempat pendidikan

bagi remaja khususnya Sekolah Menengah Pertama mempunyai peran penting bagi

generasi ini, namun ada beberapa faktor yang dapat menghambat individu untuk

berkembang yang dikemukakan oleh Sunarto (2006:10) yaitu :

1.

Perbedaan fisik

2.

Perbedaan sosial

3.

Perbedaan kepribadian

4.

Perbedaan intelegensi

5.

Perbedaan kecakapan

(5)
[image:5.595.105.517.207.627.2]

Tabel 1.1

Hasil Observasi Skala Sikap

No

Kelas

Hasil observasi skala sikap (%)

1

VII

65

2

VIII

55

3

IX

70

Sumber bimbingan konseling SMPN 14 Kota Serang

Data pada tabel 1.1 menggambarkan diantaranya masalah psikologi

khususnya masalah pribadi siswa, hal ini dikarenakan masa ini remaja dan masa

peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa. Hall (Libert 1974) digilib.

petra.ac.id, (2005) ia menyatakan bahwa selama masa remaja banyak masalah yang

dihadapinya karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya (identitasnya) dan

kebutuhan akan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan bentuk kebutuhan untuk

mewujudkan jati dirinya. Beberapa jenis kebutuhan remaja di klasifikasikan oleh

Sunarto (2006:68) yaitu :

1.

Kebutuhan organik yaitu makan, minum bernafas, dan sex

2.

Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati, pengakuan

dari pihak lain

(6)

Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada

dasarnya merupakan kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses

pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Di samping itu remaja

membutuhkan pengakuan akan kemampuannya, Maslow digilib. wikivedia. co. id,

(2000) kebutuhan ini disebut penghargaan diri (

self-esteem

).

Remaja membutuhkan penghargaan dan pengakuan bahwa ia (mereka) telah

mampu berdiri sendiri, mampu melaksanakan, tugas-tugas sendiri dan dapat

bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang dikerjakannya. Sesuai dengan

tingkat perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap remaja, yang memiliki ciri

mencari identitas diri yang berbeda dengan orang lain yang diwujudkan dalam bentuk

kepribadian, sikap, dan tingkah lakunya. Penilaian orang lain atas dirinya mengenai

perasaan, sikap, dan tingkah lakunya merupakan wujud dari

self-esteem

. Untuk itu

remaja harus dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik sesuai dengan tuntutan

peran yang dijalani dalam kehidupannya dan harapan lingkungan yang harus

dipenuhi.

(7)
(8)

Berkaitan dengan masa remaja, hasil-hasil studi yang panjang di berbagai negara

menunjukkan bahwa masa yang paling penting dan menentukan perkembangan

penghargaan diri seseorang adalah pada masa remaja. Pada masa inilah terutama

seseorang akan mengenali dan mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya,

sehingga menentukan apakah ia akan memiliki penghargaan diri yang positif atau

negatif.

Istilah

Self

adalah diri sendiri sedangkan e

steem

adalah penghargaan.

sedangkan Slavin. E Robert (1994:91) menyatakan bahwa

self-esteem

adalah

nilai-nilai yang ada pada diri, kemampuan dan perilaku. Berdasarkan kata

self-esteem

itu

dapat dikatakan sebagai penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri karena apa

yang ada pada diri seseorang itu adalah kekuatan yang mesti dihargai dan

dikembangkan.

(9)

selalu mengingat pelajarannya dengan baik dan secara otomatis prestasinya juga akan

meningkat.

Menurut Child Development Institute, AS yang dilansir Kompas.Com bahwa

ada perbedaan

self-esteem

yang tinggi dan rendah yaitu

:

1. Bila anak memiliki

self-esteem

tinggi:

a) Bertindak/berperilaku independen (tidak tergantung orang lain)

b) Sanggup memikul tanggung jawab

c) Memiliki kebanggaan atas prestasi/apa yang dicapainya

d) Sanggup menghadapi rasa frustrasi

e) Senang mencoba tugas atau tantangan baru

f) Mampu mengatasi situasi positif maupun negatif

g) Mampu menawarkan bantuan kepada orang lain

2. Bila anak memiliki

self-esteem

rendah:

a) Menolak mencoba hal-hal baru

b) Merasa tidak diinginkan dan dicintai

c) Menyalahkan orang lain atas kekurangan/kelemahannya

d) Merasa, atau berpura-pura merasa, biasa-biasa saja

e) Tidak mampu menghadapi tingkat frustrasi yang normal sekalipun

f) Sangat mudah dipengaruhi

(10)

jasmani. Pendidikan jasmani diajarkan di sekolah mempunyai peranan penting untuk

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai

pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih

yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan

untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik,

sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.

(11)

Pendidikan jasmani dalam kurikulum juga disebut secara paralel dengan

istilah lain menjadi pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan yang merupakan

salah satu mata pelajaran yang disajikan di sekolah mulai dari SD hingga SMA. Pada

dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh

karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan.

Seperti yang disebutkan Lutan (1997:13) yaitu, ” proses pendidikan via aktivitas

jasmani, permainan dan atau olahraga yang dipilih dengan maksud mencapai tujuan

pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup aspek fisikal,

intelektual, emosional, sosial dan moral”.

Pendidikan jasmani menurut Harahap Rirawati (2008:5) mengemukakan

bahwa ” pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas

jasmani yang di desain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan

keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif,

dan kecerdasan emosi”. Pendidikan jasmani memberikan kesempatan pada siswa

untuk terlibat langsung dalam pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain,

dan berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana. Pembekalan

pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina dan mengajarkan berbagai

keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dalam olahraga, yang

mengandung nilai-nilai sportivitas, kejujuran dan kerjasama.

(12)

memberikan pengaruh kepada pengembangan diri seperti

self-esteem

,

self-confidence,

self-conceft

, dan

self-efficacy

, juga telah memberikan pengaruh kepada peningkatan

dalam pengembangan sosial seperti kerjasama, dan kepemimpinan”. Hopkin dan

Putnam (1993:201) menegaskan karakter dalam kegiatan

outdoor education

ini yaitu

meningkatkan kemampuan jasmani dan intelektual dalam hal pemecahan masalah,

pengambilan keputusan, hidup bersama secara efektif dan kelompok yang harmonis,

kerjasama dan komunikasi, toleransi, tenggang rasa, kepemimpinan, dan tanggung

jawab. Seperti yang disebutkan Suharto (1997:1) :

Keberadaan aktivitas

outdoor education

dalam era globalisasi menjadi penting

artinya sebagai suatu alternatif dalam upaya menurunkan dan pencegahan

tingkat stres serta peningkatan kesehatan mental telah mampu melibatkan

hampir seluruh lapisan masyarakat dan menjadi kebutuhan manusia. Dengan

demikian

outdoor education

menjadi salah satu aktivitas yang penting dalam

kehidupan sehari-hari yang pelaksanaannya melalui permainan.

Aktifitas

outdoor

education

seperti

yang

tertulis

dalam

sebuah

http:rubikelani.blogspot.com menyebutkan bahwa :

Suatu program pendidikan yang menyediakan kesempatan bagi setiap

individu untuk mengembangkan keterampilan jasmani, sikap sosial, mental

kebiasaan dan penghayatan (

psiko-sosial

) dan keterampilan intelektual

(

kognitif

) secara harmonis dan proporsional yang pada gilirannya nanti akan

membentuk kepribadian serta tingkah laku seseorang.

(13)

1.

Anak-anak membutuhkan pengalaman yang kaya, bermakna, dan menarik.

2.

Otak anak senang pada sesuatu yang baru dan hal baru yang menyenangkan dan

menarik

3.

Rangsangan otak memori multimedia penting dalam pembelajaran. Makin banyak

indera yang terlibat ( visual, audio, dan kinetik ) dalam suatu aktivitas, makin

besar pula kemungkinan siswa untuk belajar.

4.

Siswa umumnya senang bergerak, jadi jangan lupa memasukan gerak dalam

pembelajaran.

Selanjutnya Badiatul (2009:28) mengatakan bahwa ”

outdoor education

ini

dilakukan dalam kegiatan pembentukan karakter perilaku khususnya mengenai

self-esteem

(penghargaan diri), dikarenakan metode ini merupakan yang paling efektif

dalam mengakomodasi kebutuhan atau tuntutan terhadap pemahaman konsep dan

membangun perilaku”. Ada beberapa alasan mengapa metode

outdoor education

ini

dijadikan sebagai pembentuk karakter, Badiatul (2009:28)

1.

Kegiatan ini menggunakan pendekatan

experiential learning

(pengalaman),

artinya bahwa kegiatan ini memberikan sebuah pengalaman langsung kepada para

peserta kegiatan.

2.

Kegiatan ini penuh kegembiraan, dilakukan dengan permainan (

Games

).

3. Kegiatan ini bermain di luar ruangan, ini merupakan aktivitas dimana terdapat

peniruan alam nyata ke dalam kegiatan yang lebih sederhana, tetapi hampir

serupa.

(14)

Merupakan pendidikan yang dilakukan di luar ruang kelas atau di luar gedung

sekolah, atau berada di alam bebas, seperti: bermain di lingkungan sekitar

sekolah, di taman, di perkampungan nelayan/daerah pesisir, perkampungan

petani/persawahan, berkemah, petualangan, sehingga diperoleh pengetahuan

dan nilai-nilai yang berkaitan dengan aktivitas alam bebas.

Kegiatan

outdoor education

dilakukan dengan rangkaian kegiatan baik yang

sifatnya ringan

(Soft Games

) maupun yang sifat kegiatannya berat

(Hard Games).

Seperti yang ditulis dalam artikel (www. outbound manajemen training.com, 2007 ) :

Jenis permainan dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu

hard games

dan

soft games

, kedua jenis permainan ini mengadaptasi dari permainan

kepanduan dan kemiliteran tetapi keduanya merupakan suatu metode dalam

outdoor education yang dilakukan dengan bantuan perlengkapan peralatan

keamanan standart ( untuk

hard game

) disesuaikan dengan jenis dan tingkat

bahannya.

Selanjutnya Badiatul (2009:20) mengatakan bahwa :

Kegiatan ini menunjuk suatu aktivitas permainan yang ringan dan beresiko

kecil (

soft games

) dan menunjuk kepada kegiatan yang memelukan tantangan

dan ketahanan fisik yang besar

(Hard Games

). Permainan ringan tidak begitu

banyak menekankan pada unsur fisik melainkan hanya permainan-permainan

ringan, tetapi sangat menyenangkan dan beresiko kecil serta mengandung

manfaat yang besar untuk pengembangan dirinya, diantaranya untuk

meningkatkan keterampilan sosial seperti untuk membangun karakter,

sementara

Hard Games

dilakukan dengan kegiatan yang sangat mendebarkan,

penuh tantangan, seperti,panjat dinding atau arum jeram.

Kegiatan

outdoor education

ini menurut bucher (1979:417) yaitu ”

Students

learn about a particular situation (cognitive objective), the apprecition of lerning

(15)

participating in an outdoor experience (Psychomotor objective).

Kegiatan

outdoor

ini berdasarkan pada

experiential learning

. Belajar dari setiap pengalaman ke

pengalaman selanjutnya menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi kehidupan

seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut haruslah bersifat mendidik. Taniguchi

dalam Kardjono (2009:130) ”

the experience provides the student with the

oppurtunity to have an inherent interest in what happen in the experience and the

student has a change for reflection

. Artinya adalah pengalaman ini memberikan

siswa peluang untuk membuat minat yang melekat pada apa yang terjadi dalam

pengalaman itu dan memberi siswa kesempatan untuk memikirkan. Renungan ini

harus memusatkan pengalaman ke dalam konteks yang sudah dipelajari sebelumnya.

Oleh karena itu pendidikan akan berdasarkan suatu proses yang berkelanjutan

pengalaman-pengalaman yang direnungkan.

Dalam Kardjono (2009:19)

Experential learning

memberikan pengalaman, memikirkannya dan

menghasilkan maknanya sendiri bagi orang tersebut. Ini bukan proses

mengkondisikan diri pada apa yang ingin di ajarkan kepada orang lain.

Semua yang di ajarkan adalah sebuah pengalaman, tetapi tidak semua

pengalaman itu baik untuk belajar. Ini berarti bahwa pengalaman tanpa

peluang untuk memikirkan, tidak mendidik. Oleh karena itu

pengalaman-pengalaman bermakna harus memasukan waktu yang di khususkan untuk

merenungnya.

(16)

dan adanya saling menghargai sehingga kepribadian masing-masing individu bisa

terjaga. Seperti yang dikemukakan oleh Hopkins (1991) dalam petra.ac.id, (2004)

bahwa kegiatan ini meningkatkan kemampuan jasmani dan intelektual dalam hal

pemecahan masalah, pengambilan keputusan, hidup bersama secara efektif, kelompok

yang harmonis, kerjasama, dan komunikasi, toleransi, tenggang rasa, kepemimpinan

dan tanggung jawab.

Kegiatan ini lebih dilakukan oleh para remaja baik itu di SLTA maupun di

SLTP, karena masa ini merupakan masa transisi untuk menemukan jati dirinya.

Kegiatan ini memberikan kesempatan kreatifitas para remaja. Kegiatan-kegiatan ini

akan dirancang untuk menggali keuletan, membangun

self-esteem

dan berani

mengemukakan pendapat. Dalam kemajuan zaman ini kemampuan individu dan

konsep diri harus dibangun sejak remaja, sehingga pada akhirnya akan dapat

mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapi dimasa yang akan datang.

(17)

B. Rumusan Masalah

Outdoor education

berdasarkan

experiential learning

merupakan sarana untuk

menambah pengalaman belajar anak dan menjadi pelajaran yang sangat penting

membawa perubahan bagi kehidupan seseorang. Pengalaman yang ditemukan

tentunya sangat mendidik, artinya bahwa pengalaman tersebut memberikan

pengertian yang sangat mendalam dan melampaui pengalaman yang hanya

merupakan sebuah transaksi dari seseorang dan lingkungan yang dirasakan itu.

Dalam Kardjono (2009:19) ”

Experiential learning

ini memberikan peluang

kepada seseorang untuk memperoleh pengalaman, menghasilkan makna tersendiri

bagi orang tersebut. Oleh karena itu pengalaman yang bermakna tersebut harus

memasukan waktu yang di khususkan untuk perenungan”. Seperti yang

dikemukakan oleh (Beard & Wilson,2002) ”renungan tersebut memberikan suatu

pengalaman untuk menjadi permanen. Menurut Tanighuci dalam Kardjono (2009:20)

experiential learning

melalui

outdoor education

menawarkan titik gairah untuk

mengacu pada proses belajar dari sudut pandang si pelajar, bukan semata-mata dari

sudut pandang sang guru”.

(18)

melaksanakan, tugas-tugas sendiri dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan

perbuatan yang dikerjakannya.

Wells dan Marwell (1976:64) mendefinisikan

self-esteem

sebagai sebuah

proses dalam karakteristik perasaan seseorang tentang dirinya dan reaksi terhadap hal

tersebut dengan emosional atau dengan perilaku. Konsep ini menggunakan ide sikap

dalam makna yang bervariasi yakni kognisi, perasaan, keyakinan, kecenderungan,

untuk berbuat dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa

self-esteem

sebagai bagian

tertentu pada sikap atau sebagai sebuah sikap tentang obyek tertentu. Sebagai contoh

,

Rosenbreng dalam (Wells dan Marwell, 1976:69) menyebutkan dengan

self-esteem

seseorang akan menjaga penghargaan terhadap dirinya sendiri yang mengekspresikan

isi sikap setuju atau tidak setuju. Berdasarkan konsep-konsep diatas maka

outdoor

education

dilakukan berdasarkan

experential learning

, yang ditujukan untuk

meningkatkan penghargaan diri anak.

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan, maka

pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh

outdoor education

melalui

hard games

terhadap

peningkatan

self-esteem

siswa?

2. Apakah terdapat pengaruh

outdoor education

melalui

soft games

terhadap

peningkatan

self-esteem

siswa?

(19)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran hard games

dan

soft games

terhadap peningkatan

self-esteem

siswa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan

hard

games

melalui terhadap

peningkatan

self-esteem

siswa.

b. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan

soft games

terhadap peningkatan

self-esteem

siswa

c. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan

hard games

dan

soft

games

terhadap peningkatan

self-esteem

siswa.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1)

Memberikan informasi dan referensi bagi peneliti yang hendak meneliti

masalah yang berhubungan dengan penerapan pembelajaran o

utdoor education

dalam pengajaran pendidikan jasmani

2)

Sebagai bahan masukan kepada masyarakat, khususnya para guru pendidikan

jasmani dan para pembina olahraga tentang cara memberikan permainan yang

efektif dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

(20)

E. Asumsi

Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada

dasarnya merupakan kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses

pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Di samping itu remaja

membutuhkan pengakuan akan kemampuannya, Maslow digilib. wikivedia. co.id,

(2000) kebutuhan ini disebut penghargaan diri (

self-esteem

). Remaja membutuhkan

penghargaan dan pengakuan bahwa ia (mereka) telah mampu berdiri sendiri, mampu

melaksanakan, tugas-tugas sendiri dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan

perbuatan yang dikerjakannya.

Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap

remaja, yang memiliki ciri mencari identitas diri yang berbeda dengan orang lain

yang diwujudkan dalam bentuk kepribadian, sikap, dan tingkah lakunya. Penilaian

orang lain atas dirinya mengenai perasaan, sikap, dan tingkah lakunya merupakan

wujud dari

self-esteem

. Untuk itu remaja harus dapat melakukan penyesuaian sosial

dengan baik sesuai dengan tuntutan peran yang dijalani dalam kehidupannya dan

harapan lingkungan yang harus dipenuhi.

(21)

Proses pendidikan untuk membina keterampilan khususnya

self-esteem

akan

lebih efektif bila dilakukan di lingkungan yang riil, melalui pengalaman langsung

(

experiential learning

), tetapi memanfaatkan di alam terbuka seperti yang

dikemukakan Taniguchi dalam Kardjono (2009:20) “alam terbuka yang memberikan

banyak rangsangan, dan setiap orang dapat membuat keputusan sendiri sesuai dengan

kemampuan mereka untuk memberi makna yang relevan”.

Kegiatan o

utdoor education

suatu program pendidikan yang menyediakan

kesempatan bagi setiap individu untuk mengembangkan keterampilan jasmani, sikap

sosial, mental kebiasaan dan penghayatan (

psiko-sosial

) dan keterampilan intelektual

(

kognitif

) secara harmonis dan proporsional yang pada gilirannya nanti akan

membentuk kepribadian serta tingkah laku seseorang. (wikipedia.2008). Kegiatan

outdoor education

ini menggunakan konsep

experiential learning

yang menekankan

kepada aspek refleksi dan pemberian makna terhadap pengalaman langsung di alam

terbuka yang diperoleh dengan permainan

hard games

dan

soft games

(22)

menumbuhkan rasa percaya diri dan mempunyai kemampuan, tumbuhnya sikap

positif untuk memudahkan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu kegiatan

seperti

hard games

dan

soft games

dapat memberikan pengalaman yang baik bagi

perkembangan

self-esteem

anak. Seperti yang dikemukakan Neil dalam Kardjono

(2009:98) mengungkapkan bahwa, ”

outdoor education

memberikan pengaruh kepada

pengembangan diri seperti

self-esteem

,

self-confidence, self-conceft

, dan

self-efficacy.”

Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk berkembang dan

menyalurkan ide-ide dan kreativitas. Kegiatan ini dirancang untuk menggali potensi

self-esteem

siswa diantaranya :

1. Bertindak / berperilaku independen (tidak tergantung orang lain)

2. Sanggup memikul tanggung jawab

3. Memiliki kebanggaan atas prestasi/apa yang dicapainya

4. Sanggup menghadapi rasa frustrasi

5. Senang mencoba tugas atau tantangan baru

6. Mampu mengatasi situasi positif dan negatif

7. Mampu menawarkan bantuan kepada orang lain

Berdasarkan paparan diatas, pada dasarnya kegiatan

outdoor education

dengan pendekatan

hard games

dan

soft games

memiliki pengaruh terhadap terhadap

self-esteem

anak, dan terdapat perbedaan pengaruh antara

hard games

dan

soft games

terhadap peningkatan

self-esteem

anak.

(23)

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang penulis ajukan adalah:

1.

Kegiatan outdoor education melalui

hard games

dapat meningkatkan

self-esteem

siswa.

2.

Kegiatan outdoor education melalui

soft games

dapat meningkatkan

self-esteem

siswa.

3.

Kegiatan outdoor education melalui

hard games

lebih baik dibandingkan

dengan

soft games

dalam meningkatkan

self-esteem

siswa.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,

dengan teknik pengumpulan data melalui angket penghargaan diri yang dimodifikasi

oleh Louis Janda.

H. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian bertempat di SMPN 14 Kota Serang dibawah Dinas Pendidikan

Kota Serang.

2. Waktu penelitian

(24)

3. Populasi dan Sampel

Objek yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai

self-esteem

atau

penghargaan diri bagi siswa, sedangkan untuk subjek penelitian ini yaitu siswa

SMPN 14 Kota Serang. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Kota

Serang yang berjumlah 193. Penarikan sampel dilakukan

purposive sampling

dengan

jumlah 39 siswa.

4.

Jadwal penelitian

[image:24.595.112.507.255.623.2]

Tabel 1.2

Jadwal Eksperimen Kegiatan

dengan

Hard Games

Jenis kegiatan

April

Mei

10 14 21

2 28 5 12 22

29

. 1. Informasi umum

V

2. Tes Awal

V

3. Peregangan

V V V V V

V

V

4. Two line bridge

V

5. Merayap di tambang

V

6 . Naik tebing

V

7. Turun tebing

V

. 8. Hiking

V

9. Refleksi

V V V V V V

(25)
[image:25.595.128.496.235.625.2]

Tabel 1.3

Jadwal Eksperimen Kegiatan

dengan

Soft Games

Jenis kegiatan

April

Mei

1 5 7 24 30 8 15 22 29

1.Informasi umum

V

2. Tes Awal

V

3. Peregangan

V V

V V V V

4. Human Leader

V

5. Air Bridge

V

6. Sungai beracun

V

7. Jatuh diri

V V

8. Sarang laba-laba

V

9. Refleksi

V V V V V V

(26)

76

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian yang dipakai oleh penulis adalah sebagaimana

pada gambar 3.1

Sampel eksperimen

soft games

Sampel eksperimen

hard games

Pre test

Treatment eksperimen

soft games

Treatment eksperimen

hard games

Pos test

Hasil eksperimen

soft games

Hasil eksperimen

hard games

Pengolahan data dan

analisis data

(27)
[image:27.595.111.515.252.615.2]

Gambar 3.1

Desain Penelitian

1.

Populasi Penelitian

Populasi menurut Sugiyono (2007:61) “adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

dari penjelasan tersebut diatas, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa SMPN 14 Kota Serang

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2002:109), “Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti

atau diselidiki.” mengenai sampel, Sutrisno Hadi (1990:70) menjelaskan sebagai

berikut, “tidak semua populasi harus dijadikan sampel, sebagai sampel bisa

mengambil sebagian dari populasi asal sampel tersebut bisa mewakili populasi.”

Lebih lanjut, Sutrisno Hadi (1990:73) menjelaskan “Sebenarnya tidak ada suatu

ketetapan yang mutlak berapa persen dari jumlah populasi untuk dipilih sebagai

sampel”. Sebagai ancer-ancer, apabila jumlah subyeknya kurang dari 100 maka

sebaiknya populasi diambil semua sebagai sampel, apabila jumlah subyeknya besar

dapat diambil 10%-15%, atau 20%-25% atau lebih. Hal ini tergantung dari : 1)

Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana 2) besar kecilnya resiko

yang harus ditanggung oleh peneliti (Arikunto,2000:112 ).

(28)

dengan jumlah 39 siswa. Dengan langkah tiap subyek dari populasi diberi

masing-masing satu nomor secara berturut pada secarik kertas kemudian digulung dan di

masukan ke dalam kotak lalu dikocok agar bercampur, kemudian mengambil kertas

bernomor satu persatu oleh populasi sehingga diperoleh 39 orang sebagai sampel,

kemudian dibagi dengan dua kelompok.

3.

Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk pelaksanaan di SMPN 14 Kota Serang dan area

perbukitan Sepang Kota Serang

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1.

Variabel Penelitian

Yang dimaksud dengan variabel adalah gejala yang bervariasi dan menjadi

obyek penelitian (Arikunto,2002:106). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu,

outdoor education

dengan pendekatan

hard games

dan pendekatan

soft games

.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

self-esteem

(penghargaan diri).

2.

Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran istilah dalam penelitian ini, maka

diperlukan suatu definisi operasional. Definisi operasional dimaksudkan untuk

menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti.

(29)

dengan kegiatan di alam terbuka. (Vries & Martin, 1985; dalam

Hopkins & Putnam,1993)

b.

Hard games

adalah

Proses pengajaran yang menggunakan metode

permainan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur keberanian dan

mengandung resiko yang tinggi sehingga mengaharuskan siswa untuk

selalu mengikuti standar operasional yang telah ditentukan dan

kerjasama dalam kelompok untuk meminimalkan resiko yang tinggi

tersebut. (digilib.wikivedia.co,id, 2005)

c.

Soft games

adalah Proses pengajaran yang menggunakan metode

permainan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kegembiraaan dan

tidak mengandung resiko yang tinggi, tetapi dilakukan dengan

kelompok untuk memecahkan masalah.

d.

Self

-esteem adalah sebagai sebuah proses dalam karakteristik perasaan

seseorang tentang dirinya dan reaksi terhadap hal tersebut dengan

emosional atau dengan perilaku. Wells dan Marwell (1976:64)

b.

Experiential

learning

yaitu

proses

belajar

mengajar

yang

mengutamakan respon dan refleksi pada pengalaman konkrit. Hal ini

mencakup emosi, imajinasi, fisik, maupun intelektual yang bersifat

holistik. Hopkins dan Putnam (1993:90).

(30)

menyeluruh, mencakup aspek jasmaniah, intelektual, emosional,

sosial, dan moral. ( Rusli Lutan 2001).

C.

Instrumen Penelitian

[image:30.595.106.509.250.726.2]

Instrumen tes adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya akan lebih baik, dalam

arti cepat, lengkap, sistematis sehingga akan lebih mudah untuk diolah (Suharsimi

Arikunto, 1996: 91). Untuk memperoleh data penelitian ini peneliti menggunakan

angket kuesioner dan kemudian akan diolah secara statistik.

Tabel 3.1

Kisi-kisi angket

Variabel

Penelitian

Sub variable

Indikator

No item

Self-esteem

1.

Percaya diri

Bertindak/berperilaku independen

(tidak tergantung orang lain)

Memiliki

kebanggaan

atas

prestasi/apa yang dicapainya

Percaya terhadap kemampuan

2, 3, 4, 7,

11,14,

17,18,

24,28,33,

38

2.

Ketenangan

Sanggup menghadapi rasa frustrasi

Bekerja dengan tenang

12,19, 20,

30, 34

3.

Keberanian

Sanggup memikul tanggung jawab

Siap menerima resiko

Senang

mencoba

tugas

atau

tantangan baru

Mampu menerima segala tugas

belajar

10, 5, 9,

29,31, 37,

4.

Memahami

orang lain

Mampu menawarkan bantuan

kepada orang lain

(31)

Simpati terhadap orang lain

27, 32,

35,36,

40

5.

Kedewasaan

emosi

Mampu mengatasi situasi positif

maupun negatif

4,6,8,

13,15,16,

23,39

D. Penentuan Populasi dan sampel

Pada penelitian ini untuk memproses pemecahan masalah diperlukan data, dan

data diperoleh dari obyek penelitian atau populasi yang diselidiki. Populasi dalam

suatu penelitian merupakan kumpulan individu atas obyek yang mempunyai

sifat-sifat umum. Dari populasi dapat diambil sejumlah data yang diperlukan untuk

memecahkan permasalahan yang diteliti. Mengenai pengertian populasi Arikunto

(1987:102) menjelaskan sebagai berikut:

Totalitas semua

nilai yang mungkin hasil menghitung atau pun pengukuran,

kuantitatif maupun kualitatif. Mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota

kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya dinamakan

populasi.

(32)

Arikunto (2006:131) bahwa "Sampel adalah sebagaian atau wakil dari populasi

yang diteliti".

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa putra dan

putri sebanyak 39 orang yang diambil dari populasi secara acak. Adapun langkah

pengambilan sampel adalah tiap subyek dari populasi diberi masing-masing satu

nomor secara berturut pada secarik kertas kemudian digulung dan di masukan ke

dalam kotak lalu dikocok agar bercampur. Kemudian peneliti mengambil kertas

bernomor satu persatu sampai dari perwakilan sehingga diperoleh 39 orang sample.

Karena teknik pengambilan sampel random, maka setiap anggota populasi

mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Maka untuk

peluang setiap anggota populasi adalah 1/110, dengan demikian cara

pengambilannya bila satu nomor telah diambil, maka perlu di masukan lagi ke dalam

kotak. Mengenai pembagian kelompok dengan cara tes awal. Penentuan sampel ini

dimaksudkan untuk memperoleh sampel yang representatif, yaitu sampel yang

benar-benar mencerminkan populasinya.

E. Prosedur Penelitian dan Teknik Pengolahan Data

1. Persiapan

1.1. Penyusunan instrumen

(33)

angket tersebut bersedia meresponnya sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (

Arikunto,1993:125). Penyusunan angket bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas

masalah pokok penelitian. Oleh karena itulah pertanyaan atau pernyataan dalam

angket disusun sebagai berikut :

a.

Membuat definisi konsep

b.

Membuat definisi operasional

c.

Menyusun kisi-kisi angket berdasarkan penelitian

d.

Menentukan indikator-indikator dari masalah penelitian

e.

Melengkapi angket dengan petunjuk jawaban dari pertanyaan sehingga

responden tidak menemukan kesulitan dalam memberikan jawaban

Kriteria penilaian untuk setiap pertanyaan atau pernyataan dalam angket diberikan

sebagai berikut :

a. Untuk pertanyaan positif, bila responden memilih jawaban SS = 4, S =3 S= 2, STS =1

b. Untuk pertanyaan negatif, bila responden memilih jawaban SS=1, S=2, TS=3, STS=4

Keterangan :

SS

: Sangat Setuju

S

: Setuju

TS

: Tidak Setuju

STS

: Sangat Tidak Setuju

Kriteria ini sesuai dengan yang dikembangkan oleh Likert (1992:154) dan kemudian

dikenal dengan Skala Likert atau disebut juga

method of summated ratings.

(34)

a.

Menyusun layout angket

b.

Membuat kerangka pertanyaan/pernyataan

c.

menyusun urutan pertanyaan

d.

membuat format

e.

membuat petunjuk pengisian

f.

uji coba angket

1.2 Uji coba Instrumen

Karena instrumen yang digunakan bukan merupakan instrumen yang sudah

baku atau standar sehingga belum diketahui tingkat validitas dan reliabilitasnya, maka

instrumen tersebut perlu diuji cobakan terlabih dahulu kepada sejumlah responden

yang memiliki karakter hampir sama dengan sampel. Uji coba instrumen dilakukan

pada tanggal 8 April 2010 di SMP Negeri 14 Kota Serang, yang diuji cobakan

sebanyak 39 orang responden.

Pelaksanaan uji coba dimaksudkan untuk mengetahui vaiditas dan reliabilitas

instrumen ukur yang telah disusun berdasarkan pengolahan analisis butir pernyataan,

sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya instrumen ukur tersebut untuk

dipergunakan sebagai alat pengumpul data.

1.3. Analisis instrument

(35)

menentukan nilai skala, (2) Memilih pertanyaan terbaik, (3) menentukan tingkat reliabilitas.

Sistematika analisis instrument ini diuraikan sebagai berikut :

(1). Penentuan skala dengan defiasi normal

Tujuan dari penentuan skala dengan menggunakan deviasi normal adalah untuk

memberikan bobot yang tertinggi dari kategori jawaban yang paling favorable dan

memberikan jawaban yang tidak favorable ( Saifudin Azwar 1998:142).

a.

Menentukan frekuensi (f) jumlah subjek memilih setiap pilihan.

b.

Menentukan besarnya proporsi ( p ) yaitu frekuensi masing-masing pilihan dibagi jumlah

subjek ( N ).

c.

Menentukan pk ( Proporsi Kumulatif ) yaitu proporsi dalam suatu kategori ditambah

dengan proporsi kesemua kategori disebelah kirinya.

d.

Menetukan pk-tengah yaitu titik tengah proporsi kumulatif yang dirumuskan sebagai

tengah proporsi dalam kategori yang bersangkutan ditambah proporsi kumulatif pada

kategori disebelah kirinya (pk-tengah =1/2 +pkb)

e.

Mencocokan nilai deviasi z, yaitu dengan melihat harga z untuk masing-masing pk tengah

f.

pembulatan harga z (Edwars, 1957:151 dan Saifudin Azwar 1998:143).

Dari hasil proses perhitungan nilai skala sejumlah 40 item, item pertanyaan sikap

tersebut.

(2). Memilih pertanyaan terbaik

(36)

tentu akan memberikan skor yang rendah bagi responden yang sikapnya tidak favorable dan

memberikan skor yang tinggi kepada responden yang sikapnya favorable. Langkah-langkah

dalam menentukan pertanyaan terbaik yaitu :

a.

Penentuan nilai korelasi ( r )

b.

Penentuan uji signifikansi korelasi product moment (penentuan nilai t hitung).

c.

Penarikan kaidah keputusan

d.

Kriteria penafsiran.

Proses penghitungan pertanyaan skala terbaik dengan lengkap. Dari hasil proses

penghitungan pernyataan terbaik sejumlah 55 pertanyaan tersebut dihasilkan 40 item

pertanyaan mendapatkan nilai t yang tinggi dan dapat dipergunakan , sedangkan 15 item

pernyataan dibuang karena mendapatkan nilai t hitung <2,02. adapun 40 item terbaik yang

dapat dipergunakan untuk mengukur

self-esteem

setelah dibandingkan dengan nilai t tabel

=2,02,

3). Menentukan Tingkat Reliabilitas

Syarat lain yang juga penting bagi seorang peneliti adalah reliabilitas. Menurut

Arikunto (2003:154) menjelaskan bahwa:

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat

tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.

Instrumen yang sudah dapat dipercaya yang reliabel akan menghasilkan data

yang dapat dipercaya.

(37)

Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi,

apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur

yang hendak diukur, ini berati semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan

maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes

mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali.

Dari beberapa teknik penghitungan yang biasa digunakan, maka untuk analisis

instrumen dalam kajian ini digunakan teknik formula

Alfa Cronbach

, dengan rumus

sebagaimana berikut:

2

11

1

2

1

n t

k

r

k

σ

σ

Σ

=

 

(Suharsimi Arikunto, 2002: 171)

Dimana;

r

11

= reliabilitas instrumen

k

= banyak butir pernyataan atau banyaknya soal

σ

b2

= Jumlah

varians

butir

σ

t2

=

varians

total

Selanjutnya, dengan menggunakan taraf signifikansi

α

= 0.05, nilai reliabilitas

yang diperoleh dari hasil perhitungan diperbandingkan dengan nilai dari tabel

korelasi nilai r dengan kriteria:

(38)

Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pretes kepada kedua kelompok sampel ,

dengan tujuan untuk mengukur rata-rata

self-esteem

sebelum subjek mengikuti program

outdoor education

dilaksanakan. Hal ini akan menjadi pembanding pengaruh dari

outdoor

education

yang diikuti siswa, dengan post test yang dilaksanakan setelah

outdoor education

tersebut diikuti subjek.

2. Merancang skenario pembelajaran

Petunjuk Umum

1). Tahapan aktivitas guru dalam mengajar

outdoor education

dengan pendekatan

hard

games dan soft games

.

1.a. Guru menetapkan sasarna yang ingin dicapai

1.b. Guru menyiapkan seperangkat kegiatan

outdoor education

1.c. Guru menyiapkan bentuk aba-aba

1.d. Guru mendemontrasikan tugas gerak siswa

1.e. Guru memberikan penjelasan secara klasikal

1.f. Guru melakukan monitoring pelaksanaan

outdoor education

1.g. Guru menentukan aktivitas permainan

1.h. Guru menjelaskan cara melakukan permainan

1.j. Guru mengadakan diskusi

Guru memberikan perlakuan terhadap siswa dengan masing-masing kelompok dengan

materi

outdoor education

pendekatan

hard games

dan

soft games.

(39)

Penelitian ini dilaksanakan diawali dengan obsevasi di sekolah menengah

pertama negeri di Kota Serang yang dapat dijadikan objek penelitian. Kegiatan ini

dilakukan untuk memperoleh karakteristik yang sesuai dengan populasi penelitain,

dan ternyata SMPN 14 Kota Serang dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Setelah

itu menentukan sampel dari populasi yaitu dari 193 orang hanya akan diambil 39

orang yang akan diambil menjadi sampel dengan cara

purposive sampling

. Dengan

adanya teknik pengambilan sampel, maka setiap anggota populasi mempunyai

peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Setelah itu membentuk dua kelompok subyek dengan cara

purposive sampling

ke dalam kelompok yang ditetapkan (kelompok

hard games

dan kelompok

soft

games )

, dengan cara pemilihan ini agar tujuan dari proses pemilihan sampel sesuai

dengan kepentingan penelitian.

Setelah sampel terbagi menjadi dua kelompok, peneliti memberikan

pengarahan berkaitan dengan kegiatn penelitian yang akan dilaksanakan dan aktivitas

apa yang akan dilakukan selama penelitian berlangsung. Ini dilakukan agar yang

dapat mempengaruhi dampak dari treatmen yang diberikan peneliti selama penelitian

berlangsung sehingga dapat mengurangi bias hasil penelitian. Penelitian dilakanakan

di SMPN 14 Kota Serang dimulai dari tanggal 8 April 2010 sampai tanggal 31 Mei

2010.

4.

Pos Test

(40)

diadakan pos test proses sosialisasi, dengan tujuan untuk mengukur proses siswa

setelah subjek mengikuti program

outdoor education

dengan pendekatan

soft game

dan

hard game

tersebut. Tingkat proses sosial subjek dari efek program

pembelajaran

outdoor education

yang telah diikuti siswa tersebut, akan dibandingkan

dengan hasil pretest yang akan dilaksanakan.

Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, maka sistematika analisis yang

dilaksanakan meliputi :

a.

Pemberian skor individu dan interprestasinya

Dari hasil pretest dan pos test yang dilaksanakan, maka 40 item skala sikap

yang berisi pernyataan-pernyataan diberikan nilai.

b.

Pengujian normalitas dengan chi kuadrat (Nurgana 1985:10)

c.

Pengujian homogenitas dengan uji f

(41)

115

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengaruh metode

outdoor

education

dengan pendekatan

hard game

s dan

soft games

melalui

experiential

learning

terhadap

self-esteem

siswa, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan

berikut:

1.

Kegiatan

outdoor education

dengan menggunakan pendekatan

hard games

dapat

meningkatkan

self-esteem

siswa.

2.

Kegiatan

outdoor education

dengan menggunakan pendekatan

soft games

dapat

meningkatkan

self-esteem

siswa.

3.

Terdapat perbedaan

self-esteem

melalui pendekatan

hard games

dan

soft games

.

Pendekatan melalui

hard games

lebih baik dibandingkan dengan pendekatan

soft

games

. Artinya, metode

outdoor education

melalui pendekatan

hard games

memang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

self-esteem

siswa.

B.

Rekomendasi

(42)

1.

Kegiatan

outdoor education

sebaiknya menggunakan pendekatan

hard games

agar

self-esteem

siswa dapat meningkat sehingga proses serta tujuan yang ingin dicapai

dapat terlaksana dengan baik.

2.

Kegiatan

outdoor education

ini dilakukan dengan secara berkelanjutan dan

terprogram, guna memperbaiki segala karakteristik anak khususnya siswa Sekolah

Menengah. Kegiatan ini dapat membantu kepribadian anak guna menghadapi

kehidupan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Program ini harus

dilaksanakan secara intensif dan terprogram agar kepribadian siswa meningkat,

karena kepribadian merupakan hal yang utama bagi anak untuk melakukan

persiapan belajar. Selain itu program ini dapat meningkatkan kemampuan

konsentrasi siswa, sehingga mampu meningkatkan kemampuan akademik siswa.

3.

Kepada para pengajar pendidkan jasmani, harus mampu melakukan kegiatan ini

(43)

117

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin. (2007).

Pengaruh Program Kelompok Dalam Peningkatan Harga Diri

.

Jakarta

Akdon. (2005).

Aplikasi Statistika dan Metodologi Penelitian Untuk Manajemen

.

Bandung. Dewa Ruci

Arikunto. (1993).

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek

. Jakarta. Rineka

Cita

Anchok, Djamaludin. (1998).

Membangun Kompetensi Manusia Dalam Milenium

Ketiga

. Yogyakarta. UII Press

---(2003).

Outbound Manajemen Training Aplikasi Ilmu Perilaku dalam

Pengembangan Sumber Daya Manusia

. Yogyakarta. UII Press

Aryati Mowll, (2006).

Workshop Outdoor Education

. Bandung

Balnadi. (1993).

Kebutuhan Akan Harga Diri

. Bandung. Angkasa

Bucher, C.A. (1979).

Foundation of Fhysical Education

. St Louis : Mosby Company

Buss. (1973).

Man In Perfective

. Willey

Coopersmith. (1998).

The Antecedent of Self Esteem.

Consulting Psychologist Press

Depdikbud. (1994).

Kamus Besar Bahasa Indonesia

. Jakarta: Balai Pustaka.

Fajar, Arnie. (1998).

Mengubah Self Esteem Anak

. Rosda Karya.

Gani. (2007).

Dampak Pendekatan Outdoor Education Dalam Proses Pembelajaran

Penjas Terhadap Proses Sosialisasi

. Tesis Pad Pendor. UPI Bandung

Goran (2008).

Membangun Harga Diri Psikologi Eksperimen

. Latipun. Malang

Gerungan. (1996).

Perkembangan Anak

. Erlangga

(44)

Hopkin dan Putnam. (1993).

Personal Growth Through Adventures

. London. David

Pultan Publisher

Hurlock. (1990).

Development Psikology

. Mc Graw Hill Education.

Johnsen, johnsen Frank P. (1991).

Joining Together

. Group Theory and Group Skill

For Edition.

Kardjono. (2009).

Pengendalian Diri (Self Control) Melalui Outdoor Education

.

Disertasi Doktor pada Pendor UPI. Bandung

Lutan, Rusli. (2001).

Modul Pengembangan Sistem Pembelajaran Modul Mata

Kuliah Penelitian Pendidikan Olahraga

. Bandung

Maslow. ( 1979).

Dominance Self Esteem

. Brooks Cole Publishing

Makmun Syamsudin. (1995).

Psikologi Pendidikan

. IKIP Bandung

Muchlisin, Badiatul. (2009).

Fun Outbound Merancang Kegiatan Outboud yang

Efektif.

Yogyakarta. Diva Press

Rossenberg. (1979).

Self Esteem reseach Theory And Praktice

. Splinger Publisihing

Company

Riduan. (2008).

Metode dan Teknik Menyusun Tesis

. Bandung. Alfabeta

--- (2009).

Metode dan teknik menyusun Propopsal Penelitian

. Bandung.

Alfabeta

Riyanto, Susanto. (2008).

Harga diri kunci kebahagiaan

. Rineka Cipta. jakarta

Soetrisno Hadi, (1990),

Dasar Metodologi Riset Field Study Masalah Konsistensi

Experimental Design and Analisis

, Surabaya: Universitas Airlangga.

Supendi pepen & Nurhidayat. 2007.

Fun games 50 Permainan Menyenangkan di

Indoor dan Outdoor

. Jakarta. Penebar Plus

Slavin. (1994).

Self Esteem & Source Credibility as Determinant Of Attitude

Changes.

(45)

Suharto. (1997).

Pedoman Penyelenggaraan dan Modul Outdoor Education bagi

Guru Pembina Rekreasi Pendidikan di SLTP

. Jakarta

Sunarto & Hartono, Agung. 1995.

Perkembangan Peserta Didik

. Jakarta . Rineka

Cipta

Sudjana. (1989).

Penelitian dan Penilaian Pendidikan

. Bandung. Sinar Baru

Algensindo

Susilo. (2008).

Buku Pegangan Pembina Penggalang

. Jakarta

Tandiyo. (2006).

Modul Pembelajaran perkuliahan UNJ

. Jakarta

Yusup (2000).

Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja

. Bandung. Rosda Karya

Wiyanto Soehardjo. (2006).

Workshop Outdoor Education

. Bandung

http://journals.lww.com/jnrtwna/Fulltext/2009/12000/The_Effects_of_a_Self_Esteem

_Program_Incorporated.3.aspx

Gambar

Tabel 1.1 Hasil Observasi Skala Sikap
Tabel 1.2 Jadwal Eksperimen Kegiatan
Tabel 1.3 Jadwal Eksperimen Kegiatan
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Lembar Kerja Siswa (LKS) selain digunakan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, LKS digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana taraf ketercapaian kesiapan bersekolah anak Taman Kanak-kanak kelompok B di Kecamatan Sukasari

Dari tabel diatas terlihat bahwa, berdasarkan perhitungan daya tampung beban cemaran sungai Babon pada debit minimum, apabila dilihat hasil perhitungan untuk kelas 1, maka

Evaluasi perawat terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya

3.8 Guru-guru diminta untuk menghantarkan Buku Rekod Mengajar kepada GKB masing- masing dengan semua dokumen yang perlu disahkan.. Bidang Bahasa

Berdasarkan Tabel 2, perontokan menggunakan alat “gebot” memiliki persentase gabah terlempar yang lebih tinggi (2.07%) dibandingkan dengan pedal thresher (0.22%) dan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas membaca Al- Qur’an terhadap kemampuan hafalan Al-Qur’an

Nafrialdi, 2007, Antihipertensi dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 341- 343, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran