• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI BERBASIS NILAI KEJUJURAN : Studi Pada SMK Negeri 3 Pontianak Kalimantan Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI BERBASIS NILAI KEJUJURAN : Studi Pada SMK Negeri 3 Pontianak Kalimantan Barat."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN

F. Struktur Organisasi Disertasi... 19

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Model Pembelajaran... 20

B. Hakekat Nilai, Pendidikan Nilai, dan Pendidikan Karakter... 26

C. Hakekat Nilai Kejujuran dan Perilaku Jujur... 68

D. Diskusi Kelompok dan Landasan Teoretiknya... 74

E. Hakekat Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran 83

F. Hubungan Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran dengan Pendidikan Umum... 88

G. Penelitian yang Relevan... 91

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... .. 96

B. Variabel dan Definisi Operasional... 99

C. Instrumen Penelitian... 103

D. Metode Penelitian dan Pengembangan... 113

E. Lokasi dan Subyek Penelitian... 123

F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data... 123

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 228

(2)

Potensial Bagi Upaya Membina Siswa yang Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika ... 154 3. Implementasi Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran Bagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika... 165 4. Uji Efektivitas Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran... 187 B. Pembahasan...

1. Analisis Kondisi Obyektif Model Pembelajaran Akuntansi

yang Diselenggarakan di SMKN 3 Pontianak ... 225 2. Analisis Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran yang Potensial Bagi Upaya Membina Siswa

yang Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika... 230 3. Analisis Implementasi Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis

Nilai Kejujuran Bagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki

Kompetensi Akutansi Beretika... 237 4. Analisis Efektivitas Model Pembelajaran Akuntansi

Berbasis Nilai Kejujuran... 240

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Umum... 249 B. Kesimpulan Khusus... 251

C. Rekomendasi... 255

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah

Pada hakikatnya manusia memiliki tiga potensi kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Ketiga potensi dapat dikembangkan melalui pendidikan. Djahiri

(1996:4) memandang bahwa “Pendidikan dan Pengajaran merupakan upaya

pembermaknaan seluruh potensi tersebut”. Pola pengembangan ketiga potensi

memberikan pengaruh pada keberhasilan pendidikan. Pendidikan akan berhasil

dengan baik apabila ketiga potensi yang ada pada diri manusia dibina secara utuh

dan interadiatif satu dengan yang lainnya. Seperti yang dikemukakan dalam dalil

Leonie dan Simpson, bahwa pembinaan diri manusia harus dilakukan secara

holistik (utuh/menyeluruh).

Keseimbangan pengembangan potensi intelektual dan potensi etis/afektif

sangat diperlukan dalam membentuk manusia yang berkarakter baik (berakhlak

mulia). Sebagaimana Lickona (2004:121) memberi penegasan bahwa “Becoming

a person of character means becoming the best person we can be. It follows that

growing in character means developing both our ethical potential and intellectual

potential”. Menjadi manusia yang berkarakter baik/berakhlak mulia/kaffah berarti

menjadi manusia terbaik. Dengan demikian membentuk manusia berkarakter

memerlukan upaya mengembangkan secara utuh seluruh potensinya baik

(4)

Dalam pandangan Lickona (2004) pengembangan potensi intelektual

(kognitif) dapat dilakukan secara bersama-sama pada waktu yang sama dengan

pengembangan moral (karakter atau domain afektif). Lickona (1991)

mengembangkan karakter berlandaskan pada teori kebajikan (Virtues Theory).

Kebajikan (virtue) merupakan keunggulan manusia. Untuk membentuk manusia

yang mempunyai kebajikan (manusia yang berkarakter baik, kaffah, berakhlak

mulia) perlu mengembangkan secara seimbang keunggulan intelektual dan

keunggulan moral (akhlak).

Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotorik secara holistik

dan seimbang merupakan upaya untuk mewujudkan ketercapaian tujuan

pendidikan nasional. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang

termaktub pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor

20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 berbunyi seperti berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut sangat jelas dan tegas

mengarahkan sasarannya pada pengembangan potensi peserta didik supaya

menjadi manusia yang cerdas otaknya, berilmu, cerdas hatinya, berakhlak mulia,

terampil, kreatif dan mandiri. Untuk itu, sangat memerlukan keseimbangan

(5)

dan spiritual; atau dengan kata lain harus membuat peserta didik menjadi manusia

yang memiliki integritas emosi, intelek dan perbuatan.

Dari sudut Taxonomy Bloom, bobot dari fungsi dan tujuan pendidikan

nasional lebih mengutamakan aspek afektif yang ditunjang oleh aspek kognitif

dan psikomotorik. Sementara dari sudut pendidikan umum bobotnya ada pada

pembentukan watak atau pembentukan karakter. Akan tetapi, dalam kenyataannya

masih jauh dari harapan (Sumantri, 2009:19). Pendidikan hanya dimaknai sebagai

usaha mentransfer ilmu, sehingga implementasi dalam pembelajaran di sekolah

lebih mengutamakan aspek kognitif yang dapat terlihat dari isi dan bobot

kurikulum mata pelajaran.

Lebih lanjut Sumantri (2009: 5) menegaskan bahwa, selayaknya:

Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin

„penuh‟ sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam

masyarakatnya, yang bertanggung jawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademik, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Ini berarti dalam proses belajar mengajar perkembangan perilaku anak dan pemahamannya mengenai nilai-nilai moral seperti keadilan, kejujuran, rasa tanggung jawab serta kepedulian terhadap orang lain merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari unsur pendidikan.

Pendidikan mempunyai peranan dalam menumbuhkembangkan pribadi-pribadi

yang manusiawi melalui penanaman nilai-nilai moral dalam pembelajaran.

Implikasinya dalam proses pembelajaran, perlu dibina secara seimbang

kecerdasan intelektual, afektual dan psikomotorik yang serasi dengan nilai-moral

(6)

Namun pada kenyataannya, orientasi pendidikan dan pembelajaran

Indonesia lebih condong pada dimensi pengetahuan (cognitive oriented).Hal ini

dapat tercermin dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Mursidin (2011:64)

bahwa 65% - 80% isi kurikulum (bahan ajar) menekankan pada pencapaian

kognitif (IQ), sedangkan ranah afektif (15% - 25%) dan psikomotorik (10% -

25%) menempati porsi yang sangat kecil. Temuan penelitian disertasi Mursidin

(2011:64) yang dituangkan dalam bukunya Moral Sumber Pendidikan,

membuktikan bahwa pembelajaran PAI khususnya kurikulum (bahan ajar) salat

belum memuat moral atau akhlak salat. Materi bahan ajar salat sangat kuat

didominasi fikih ketimbang akhlak.

Hasil penelusuran terhadap RPP serta pengamatan pada proses

pembelajaran akuntansi di SMK Negeri 3 Pontianak yang dilakukan pada tahap

pendahuluan, dapat memberi gambaran nyata tentang dominasi domain kognitif

maupun psikomotorik ketimbang afektif. Berlandaskan penelusuran terhadap RPP

yang dibuat guru selama ini, belum memperoleh bukti nyata pengembangan

domain afektif mulai dari pengembangan indikator, tujuan, materi, metode,

langkah pembelajaran sampai pada evaluasi pembelajaran. Sejalan dengan

perencanaannya, implementasi proses pembelajaran juga belum menggambarkan

adanya pengembangan domain afektif.

Asumsi yang masih dipegang oleh kebanyakan praktisi pendidikan bahwa

jika aspek kognitif telah dikembangkan secara benar maka aspek afektif akan ikut

berkembang secara positif (Lubis,2008:vi), dapat dipandang sebagai salah satu

(7)

pengembangan dimensi afektif memerlukan rancangan dan pemahaman serta

implementasi yang sungguh-sungguh.

Seperti diungkap Djahiri (1996:55) yang mengutip dalilnya McLuhan

yang “mengkhawatirkan tumpulnya emosi dan timpangnya dunia afektif, apabila

pendidikan terlalu menitikberatkan kepada intelektualisme (kognitif) saja”.

Tumpulnya isi dan potensi afektif yang dibarengi peningkatan intelektual, ilmiah,

rasional akan melahirkan erosi nilai-moral-norma luhur (Djahiri, 1996: 55). Yang

pada giliran berikutnya berujung pada berbagai persoalan pelanggaran nilai moral

di masyarakat, sebagai akibat bergesernya landasan dan tuntutan nilai moral

(moral base and claims) pada sumber materiil-ekonomik. Sehingga terbentuklah

masyarakat yang value-free.

Implementasi pengembangan tiga potensi kognitif, afektif, dan

psikomotorik yang mengalami ketimpangan memberi dampak pada kemerosotan

nilai moral di kalangan pelajar. Mursidin (2011:15) mengungkapkan data yang

cukup mengejutkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh 5 (lima) SMK-TI di

Bogor yang menemukan beberapa temuan berikut ini:

1. Perilaku merusak diri; 30,3% siswa terlibat minuman keras, 15,4% pecandu

narkoba, 34,6% berjudi, 68 % menonton film porno, dan 3,2% pernah

berhubungan seks.

2. Menurunnya etos belajar; 87% siswa sering tidak mengerjakan PR, 75% sering

membolos, 33% keluyuran pada waktu jam sekolah, 57% gemar duduk-duduk

(8)

3. Rendahnya rasa hormat pada orang tua/guru; 81% siswa sering membohongi

orang tua, 30,6% pernah memalsukan tanda tangan orang tua/wali/guru, 13%

sering mencuri, 11% sering memalak.

4. Adanya rasa saling curiga diantara siswa masih sangat besar mencapai 78%

siswa. Bahkan sebagian dari perilaku mencontek didasarkan pada kecurigaan,

“jangan-jangan yang lain mencontek, jadi kalau saya tidak mencontek, nanti

dirugikan”.

Kemerosotan moral/karakter tidak hanya terjadi di kalangan pelajar,

namun marak terjadi di berbagai lapisan masyarakat sebagaimana diberitakan

pada media cetak, media elektronik, maupun dibicarakan dalam forum diskusi

publik, dan diunggah dalam internet.

Salah satu indikator kemerosotan moral bangsa Indonesia yaitu dengan

semakin maraknya perilaku tidak jujur yang dapat tercermin dalam perilaku korup

dalam berbagai jabatan, bidang dan segi kehidupan. Indeks Persepsi Korupsi

(IPK) Indonesia tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Transparency International

(TI) menunjukkan, dari 182 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat

100 dengan nilai indeks 3,0. IPK 3,0 berada pada rentang 2,5 < 5,0 (banyak

korupsi).

IPK Indonesia dibanding dengan beberapa negara tetangga menunjukkan

angka yang paling rendah, Singapura 9,2; Brunai 5,2; Malaysia 4,3; Thailand 3,4

(www.wikipedia.org). Rendahnya skor IPK ini menggambarkan Indonesia

merupakan negara terkorup dibanding dengan beberapa negara tetangga. Skor IPK

(9)

membuktikan belum berhasilnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Fakta yang

menunjukkan Indonesia sebagai negara terkorup diantara beberapa negara

tetangga menggambarkan bahwa, telah terjadi kemerosotan nilai moral dan

karakter bangsa.

Selain tindak pidana korupsi, perilaku lain yang muncul dalam pendidikan

yaitu perilaku plagiarisme. Plagiarisme dalam dunia pendidikan merupakan

pelanggaran nilai-moral-norma yang cukup memprihatinkan dan merupakan suatu

tindak kejahatan, seperti yang dikatakan Pasti (2010) bahwa, “Plagiat yang di

ranah akademik dikenal dengan corrupt academic culture adalah tindak

kejahatan”. Sementara, Wibowo (2010) mengutip pernyataan Muhammad Nuh

“Maraknya praktik plagiarisme dan budaya ketidakjujuran dalam pendidikan,

menandakan mulai lunturnya nilai-nilai sosial dan moralitas”. Sementara itu,

Tambunan (Yuli,2010) mengatakan “banyaknya kecurangan, termasuk

penjiplakan, di perguruan tinggi merupakan puncak tragedi pendidikan. Hilangnya

kejujuran dalam pendidikan sama dengan hilangnya roh pendidikan itu sendiri”.

Perilaku lain yang muncul dari ketidakjujuran lulusan hasil pendidikan

yaitu berhubungan dengan financial fraud. Berbagai kasus menyangkut financial

fraudpernah terjadi di Indonesia, seperti: Bank Bali (1999), Bank Niaga (1999),

BLBI (2008) dan Bank Century (2009) yang merugikan negara milyaran rupiah.

Kecurangan laporan keuangan juga pernah dilakukan PT. Quantum Future, yang

kini sudah ditutup yang menyajikan laporan keuangan fiktif. Perbedaan angka dan

data fiktif diketahui karena adanya perbedaan laporan keuangan internal dan yang

(10)

Kasus korupsi, penjiplakan karya orang lain dan financial fraud hanyalah

segelintir tindakan yang melanggar nilai-nilai kejujuran. Banyaknya persoalan

yang menyangkut perilaku ketidakjujuran dapat menggambarkan keadaan di mana

ketidakjujuran sudah menjadi penyakit kronis bangsa. Sultan,

(www.equator.news.com) memaparkan pendapat Changbahwa, “ketidakjujuran

ini sudah holistik, mengakar, merambah keluarga, masyarakat, dunia pendidikan,

dan pemerintahan. Ini cermin dekadensi moral”.

Penjelasan di atas menggambarkan adanya kesenjangan antara teoretik dan

empirik, atau antara harapan dengan kenyataan. Berlandaskan pada teori, untuk

membentuk lulusan yang cerdas dan berakhlak mulia membutuhkan

pengembangan seluruh potensi secara holistik, selaras dan seimbang. Namun,

secara empirik pengembangan potensi manusia di dalam proses pendidikan dan

pembelajaran mengalami ketimpangan. Pengembangan potensi kognitif

mendominasi dibanding potensi lainnya.

Kesenjangan yang terjadi di dalam dunia pendidikan khususnya secara

mikro pada pembelajaran, menimbulkan permasalahan yang memerlukan

pemecahan. Permasalahan yang timbul di dalam dunia pembelajaran utamanya

adalah bagaimana membelajarkan domain afektif yang selaras dengan kognitif

dan psikomotorik. Khususnya di dalam pembelajaran akuntansi, bagaimana

membelajarkan nilai-nilai yang relevan untuk membentuk lulusan yang

berkarakter mulia.

Pembelajaran akuntansi yang berlangsung saat ini sangat kering dengan

(11)

merupakan wadah bagi pengembangan nilai/karakter kejujuran. Akuntansi

merupakan salah satu bidang yang sarat dengan nilai-nilai kejujuran, karena

akuntansi adalah sistem informasi yang mempunyai tugas memberikan pelaporan

keuangan yang bersifat cermat, transparan, dan dapat dipercaya oleh pengguna

informasi keuangan. Sehingga, upaya mengembangkan domain afektif dalam

bentuk nilai/karakter kejujuran melalui pembelajaran akuntansi merupakan

langkah yang mendesak untuk dilakukan. Terlebih lagi, kemerosotan moral terkait

dengan penyimpangan terhadap nilai-nilai kejujuran sudah sangat memprihatinkan

di berbagai kalangan masyarakat.

Mengembangkan nilai-nilai kejujuran merupakan tantangan yang berat

bagi berbagai pihak, seperti: keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal tersebut

dikarenakan, pengembangan nilai-nilai kejujuran merupakan tanggung jawab

bersama keluarga, sekolah dan masyarakat. Tanpa peran aktif keluarga maupun

masyarakat, pengembangan nilai-nilai kejujuran di sekolah sulit mencapai

keberhasilan. Oleh karena itu, diperlukan keterkaitan yang erat diantara

pihak-pihak tersebut dalam mengembangkan karakter kejujuran.

Jujur merupakan akhlak mulia dan terpuji, namun untuk menjadi orang

jujur sangat sulit. Secara umum jujur merupakan kesesuaian antara perkataan

dengan apa yang ada didalam hati serta dibuktikan melalui perbuatan. Untuk

mengungkapkan makna yang lebih mendalam dikutip Hadits Rasulullah S.A.W

(www.scribd.com)sebagai berikut:

(12)

Allah sebagai orang yang selalu jujur. Jauhilah dusta dan menipu, karena dusta itu akan melahirkan kejahatan dan kejahatan akan menunjukkan jalan ke-neraka. Jika seseorang terus-menerus berdusta, maka akan dicatat oleh Allah sebagai orang selalu berdusta (HR. Bukhari).

Kejujuran merupakan nilai-nilai yang memberi pedoman bagi setiap orang

dalam bertingkah laku. Maka, pemahaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai ini

akan mempengaruhi sejauh mana orang berperilaku jujur. Kesalahan pemahaman

dan penanaman nilai-nilai kejujuran khususnya dalam konteks pendidikan dan

pembelajaran dapat mendorong individu berperilaku menyimpang dari

nilai-nilai.Kesalahan dalam pemahaman terhadap penanaman nilai-nilai kejujuran,

dapat terjadi dikarenakan sikap permisif atau sikap toleran yang berlebihan.

Kenyataan tersebut tercermin dalam perbuatan-perbuatan seperti: anak-anak

mencuri mangga tetangga, mencontek ketika ulangan, mencontek tugas temannya

dan sebagainya, yang dibiarkan karena adanya toleransi, dapat memberikan

pemahaman keliru kepada anak-anak tentang nilai-nilai kejujuran.

Melihat keadaan tersebut, Koesoema A. (2010) mengemukakan

pandangannya secara kritis dan tegas, bahwa:

Kejujuran semestinya tidak dipahami sekadar anak jujur membeli barang di toko. Padahal, di depan mata, nilai-nilai kejujuran dalam konteks pendidikan telah diinjak-injak, seperti mencontek, menjiplak karya orang lain, melakukan sabotase, vandalisme halaman buku yang disimpan di perpustakaan dan simulasi, yaitu mengaku telah mengumpulkan dan mengerjakan tugas, padahal sebenarnya tidak. Hal-hal inilah yang mesti diseriusi oleh para pendidik jika ingin menanamkan nilai kejujuran dalam konteks pendidikan.

Untuk mengembangkan karakter yang dilandasi nilai-nilai kejujuran (aspek

afektif) dapat dilaksanakan melalui pembelajaran di kelas. Seperti diungkap oleh

(13)

Pengembangan karakter kejujuran dalam konteks pembelajaran merupakan proses relasional komunitas kelas. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialogdengan banyak arah, sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi.

Pembelajaran akuntansi di sekolah yang terjadi saat ini berbasis knowledge

dalam arti menitikberatkan pada keilmuan. Hal ini disebabkan, karena akuntansi

berlandaskan pada paradigma positifisme yang value free. Sehingga dimensi

nilai-moral khususnya nilai-nilai kejujuran sangat minim dibelajarkan dalam

pembelajaran.

Dilihat dari programatiknya, pembelajaran akuntansi menekankan pada

materi perhitungan akuntansi yang bersifat tekstual. Sementara proseduralnya

lebih menekankan pada pendekatan monolog, dengan menggunakan metode

ceramah disertai latihan soal-soal yang diambilkan dari buku paket akuntansi.

Lemahnya pengembangan nilai-moral kejujuran dalam pembelajaran akuntansi

berpengaruh pada lemahnya implementasi nilai-moral kejujuran dalam

praktik-praktik akuntansi di masyarakat. Sehingga, untuk memberi penguatan terhadap

pengembangan karakter yang baik, maka pembelajaran akuntansi perlu diberi

muatan nilai-nilai kebaikanutamanya kejujuran baik melalui programatik maupun

proseduralnya. Seperti diungkap Budimansyah (2010: 29) yang menyimpulkan

bahwa, “terdapat enam karakter utama dari seorang individu yakni jujur,

bertanggung jawab, cerdas, bersih, sehat, peduli, dan kreatif”.

Akuntansimerupakan wahana/alat untuk menghasilkan laporan keuangan

yang ditujukan untuk memberikan informasi keuangan kepada berbagai pihak

yang berkaitan dengan perusahaan, seperti: investor, kreditur, banker, pemerintah

(14)

yang subur sebagai pelanggaran nilai-moral, misalnya pembuatan laporan

keuangan fiktif dan window dressing/mark up terhadap laporan keuangan. .

Agar prinsip kejujuran dalam akuntansi dapat mempribadi menjadi

nilai-nilai kejujuran yang dijunjung tinggi oleh pelaku akuntansi, khususnya para siswa

yang belajar akuntansi, maka perlu ada upaya mengembangkan nilai-nilai

kejujuran dalam pembelajaran akuntansi. Melalui upaya pengembangan nilai-nilai

kejujuran di sekolah, diharapkan dapat membentuk karakter siswa berperilaku

jujur. Mengacu pada teori “Virtues” Lickona (1991)pengembangan nilai kejujuran

pada diri siswa dimulai dari proses pemahaman tentang nilai-nilai kejujuran

(moral knowing), kemudian mampu merasakan nilai-nilai kejujuran (moral

feeling), dan kemudian akan melahirkan tindakan/perbuatan jujur (moral action).

Pembelajaran akuntansi dengan mengembangkan nilai-nilai kejujuran,

diharapkan mampu memperkaya pemahaman siswa tentang nilai-nilai kejujuran

yang dapat menuntun siswa berperilaku jujur. Siswa SMK terutama Jurusan

Akuntansi sangat memerlukan pembelajaran akuntansi berbasis nilai ini. Hal

tersebut dikarenakan, lulusan SMK diharapkan mampu mengaplikasikan

pengetahuan, keterampilannya, serta mampu bertindak sesuai dengan norma

moral yang berlaku di dalam masyarakat/lapangan kerja. Khususnya bagi siswa

SMK Jurusan Akuntansi, dituntut mampu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip

akuntansi utamanya bertindak jujur. Dengan dibelajarkannya nilai-nilai kejujuran

di dalam pembelajaran akuntansi, dapat membentuk insan manusia yang berani

(15)

Model pembelajaran akuntansi yang dikembangkan berbentuk model

pembelajaran akuntansi yang lebih berbasis nilai, dalam arti tidak hanya

mengembangkan aspek akuntansi saja namun sekaligus mengembangkan moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran siswa.

Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran mengembangkan aspek

akuntansi melalui diskusi kelompok, karena kompetensi akuntansi sangat

memerlukan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan akuntansi.

Penggunaan model diskusi kelompok memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa berpikir kritis dalam membangun pengetahuannya sendiri.

Untuk mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran,

dan moral action kejujuran siswa menggunakan media kasus dilema moral yang

berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran melalui strategi diskusi dilema moral.

Diskusi kasus dilema moral mengundang siswa terlibat dalam memikirkan

maupun merasakan isu-isu moral dengan harapan mampu memberi pemahaman

tentang makna kejujuran, menumbuhkan keyakinan tentang kejujuran, dan

mendorong siswa mau melakukan kejujuran. Melalui penelitian ini diharapkan

mampu menghasilkan model pembelajaran akuntansi yang sarat dengan

pengembangan nilai moral kejujuran.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan model

pembelajaranakuntansi berbasis nilai-nilai kejujuran, yaitu suatu model

(16)

meningkatkan pemahaman tentang berperilaku jujur yang diterapkan pada

pembelajaran akuntansi.Dunkin dan Biddle dalam Ahmad (2008:15)

menggambarkan pembelajaranmelibatkan empat variabel yaitu “presage

variables, context variables, process variables, dan product variables”. Presage

variables adalah kualitas guru atau dosen yang diukur dari latar belakang,

pengalaman, dan kemampuan mengelola pembelajaran. Contextvariables adalah

variabel siswa yang meliputi latar belakang siswa, kemampuannya, konteks

sekolah dan kelas termasuk di dalamnya ketersediaan bahan ajar. Process

variables merupakan kegiatan pembelajaran, yaitu interaksi antara perilaku guru

dengan perilaku siswa untuk menghasilkan perubahan perilaku siswa. Dalam

proses mengubah perilaku siswa, diperlukan bahan ajar, strategi pembelajaran,

maupun mengevaluasi kinerja siswa. Product variables mencakup hasil belajar

dan perkembangan siswa dalam jangka waktu pendek dan panjang.

Fokus penelitian yaitu variabel proses (process variables), karena dalam

penelitian akan mengembangkan model hipotetik pembelajaran akuntansiberbasis

nilai kejujuran beserta perangkat pembelajaran yang meliputi RPP maupun LKS,

melalui uji coba di dalam implementasi proses pembelajaran untuk mencapai

kemampuan dalam memecahkan masalahakuntansi (kognitif dan pskimotorik) dan

meningkatkan pemahaman siswa tentang berperilaku jujur (afektif). Variabel

proses juga dipengaruhi oleh kondisi guru (presage variabel), siswa, kurikulum,

sarana dan fasilitas (context variables) yang akan menghasilkan kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah akuntansi dan meningkatkan pengayaan

(17)

model pembelajaran akuntansi berbasis nilai ini melibatkan keempat variabel

tersebut walaupun tidak diambil secara menyeluruh.

Bertumpu pada uraian di atas, selanjutnya perlu dipaparkan profil variabel

yang diangkat dalam penelitian meliputi: 1)Kondisi obyektif model pembelajaran

akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk pola pembelajaran akuntansi berbasis

nilai kejujuran yang ada saat ini; 2)Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai

kejujuran berbentuk polapembelajaran yang mengembangkan secara holistik

potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (materi akuntansi),

serta mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral

action kejujuran siswa yang berlandaskan pada teorigood character dari Lickona

(1991); 3) implementasi model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran

berbentuk pelaksanaan dari pola pembelajaran akuntansi yang mengembangkan

secara holistik potensi berupa penguasaan kompetensi akuntansi (materi

akuntansi), serta mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling

kejujuran, moral action kejujuran siswa; 4) Efektivitas pengembangan model

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk keberhasilan model

dalam meningkatkan kompetensi akuntansi (kognitif dan psikomotorik) maupun

moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, serta moral action kejujuran

siswa (afektif).

Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka masalah pokok penelitian ini

adalah ”BagaimanakahPengembangan Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis

Nilai Kejujuran?. Permasalahan utama kemudian dijabarkan menjadi beberapa

(18)

1. Bagaimanakahkondisi objektif model pembelajaran akuntansiyang berlaku di

SMK Negeri 3 Pontianak sebelum pengembangan model?

2. Bagaimanakahmodel pembelajaranakuntansi berbasis nilai kejujuran yang

dikembangkan agar dapat memperkuat pengembangan aspek pengetahuan

dan kecakapan akuntansi?

3. Bagaimanakah implementasi model pembelajaranakuntansi berbasis

nilaikejujuran?

4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran

yang diimplementasikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum, yaitu untuk mengembangkan model

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran dalam bentuk produk perangkat

pembelajaran. Sementara, tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah :

1. Menganalisis kondisi objektif pembelajaran akuntansiyang berlaku di SMK

Negeri 3 Pontianak sebelum pengembangan model.

2. Mengembangkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang

potensial bagi upaya membina siswa yang memiliki kompetensi akuntansi

beretika.

3. Mengimplementasikan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran

(19)

4. Menguji efektivitas model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran

yang diimplementasikan.

D. ManfaatPenelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

pengembangankonsep pembelajaran berbasis nilai, utamanya bagi mata pelajaran

rumpun ekonomi.Dengan demikian, hasil penelitian ini akan memperkaya

khasanah teoretik penanaman nilai dalam lembaga pendidikan formal.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

a. Bagi Guruakuntansi serta guru mata pelajaran lain,dapat dipergunakan sebagai

rujukan dalam merancang serta mengimplementasikan model pembelajaran

yang mengintegrasikan nilai-nilai kebajikan pada umumnya dan khususnya

nilai kejujuran.

b. Bagi Siswa, dapat dipergunakan sebagai rujukan dalam

memperkayapemahaman tentang nilai kejujuran, merasakan dan meyakininilai

kejujuran, kemudian mewujudkan pemahaman serta keyakinannya terhadap

nilai kejujuran dalam bentuk perilaku jujur baik sebagai masyarakat pada

umumnya dan khususnya sebagai pelaku akuntansi.

c. Bagi Peneliti, dapat dipergunakan sebagai rujukan bagi penulis dalam

(20)

waktu-waktu yang akan datang, sehingga mampu berperan serta dalam

melakukan inovasi di dunia pendidikan.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi yang mendasari penelitian dan pengembangan model

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran ini adalah:

1. Etika merupakan prinsip dan standar perilaku moral yang diakui oleh

masyarakat (Bovee, et.al). Prinsip dan standar moral akuntansi

merupakanprinsip-prinsip Akuntansi yang lazim seperti objektivitas,

kecermatan dan kejujuran. Prinsip ini perlu dikembangkan di dalam

pembelajaran akuntansi, agar terbentuk siswa/lulusan akuntansi yang

berperilaku etis/bermoral/bernilai.

2. Akuntansi merupakan bidang yang sangat rentan terhadap penyimpangan

sumber acuan normatif (etika), nilai dan moral.

3. Setiap peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses

perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.

Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus tumbuh dan berubah pada

saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun

dan memodifikasi pengetahuan awal mereka (Piaget).

4. Kemampuan untuk memecahkan masalah, pada dasarnya, merupakan tujuan

utama proses pendidikan (Dahar, 1989:138).

5. Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah dapat dibentuk dan

(21)

6. Setiap manusia memiliki kecenderungan berbuat jujur dan merasa berdosa

bila berbuat tidak jujur(Mursidin,2011:29).

F. Struktur Organisasi Disertasi

Penulisan disertasi tentang “Pengembangan Model Pembelajaran

Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran” ini meliputi lima bagian, yang terdiri dari

Bab I sampai dengan Bab V. Secara rinci bagian-bagian tersebut yaitu:

1. Bab 1 Pendahuluan, meliputi: A. Latar Belakang Masalah; B. Rumusan

Masalah; C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian; E. Asumsi Penelitian;

dan F. Struktur Organisasi Disertasi.

2. Bab 2 Kajian Pustaka, meliputi: A.Hakikat Model Pembelajaran; B. Hakikat

Nilai, Pendidikan Nilai dan Pendidikan Karakter;C.Hakikat Nilai Kejujuran

dan Perilaku Jujur; D.Diskusi Kelompok; E.Hakikat Model Pembelajaran

Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran;F.Hubungan Pembelajaran Akuntansi

Berbasis Nilai Kejujuran Dengan Pendidikan Umum; dan G. Penelitian yang

Relevan.

3. Bab 3 Metode Penelitian, meliputi: A. Desain Penelitian; B. Variabel dan

Definisi Operasional; C. Instrumen Penelitian; D. Metode Penelitian dan

Pengembangan; E. Lokasi dan Subjek Penelitian; F. Teknik Pengumpulan dan

Analisis Data.

4. Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi: A. Hasil Penelitian; dan B.

(22)

5. Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi, meliputi: A. Kesimpulan Umum; B.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab 3 diuraikan tentang metode penelitian yang melandasi

Pengembangan Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran.

Sistematika dari bagian ini disajikan secara urut sebagai berikut: 1) desain

penelitian; 2) variabel dan definisi operasional; 3) instrumen penelitian; 4) metode

penelitian dan pengembangan; 5) lokasi dan subyek penelitian; 6) teknik

pengumpulan dan analisis data.

A. Desain Penelitian

Kegiatanpenelitian ini menggunakan metode penelitian dan

pengembangan (R&D) Borg and Gall (2003) yang diadaptasi oleh Sukmadinata

dkk. (2011) yang mengikuti prosedur penelitian melalui beberapa tahapan.

Metode penelitian dan pengembangan diawali dengan kegiatan mengkaji literatur

berupa buku teks maupun jurnal penelitian yang diperlukan untuk

mengembangkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran. Kegiatan

dilanjutkan dengan memotret kondisi obyektif yang ada di lapangan mengenai

model pembelajaran akuntansi yang berbasis kejujuran.

Berdasarkan hasil memotret kondisi nyata di lapangan tentang proses

model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran, dapatlah dibuat model

awal. Model awal didesain berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran yang

dilakukan pada tahap pendahuluan. Dilandasi oleh hasil kajian literatur, maka

(24)

model, maka model hipotetik secara teoretik divalidasi oleh ahli Pendidikan

Akuntansi dan Pendidikan Umum dan secara praktis diuji lapangan dalam uji

coba model.

Melalui uji coba terbatas dan uji coba luas, model hipotetik

diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Selama implementasi

model dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran untuk mendapatkan

masukan demi menyempurnakan model pembelajaran beserta perangkat

pembelajaran. Kegiatan implementasi model hipotetik menghasilkan model

hipotetik yang telah direvisi.

Setiap tahapan uji coba baik terbatas maupun luas diadakan revisi model

serta perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat

memperbaiki pelaksanaan model pada tahap uji coba berikutnya. Untuk menguji

ketercapaian model hipotetik mencapai tujuannya dalam meningkatkan hasil

belajar akuntansi siswa dan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran,

maka langkah selanjutnya melakukan uji model melalui eksperimen model yang

dikembangkan pada kelompok eksperimen dan membuat perbandingan pada

kelompok kontrol yang menggunakan model konvensional.

Penelitian dan pengembangan yang meliputi tiga tahapan yaitu tahap

pendahuluan, tahap uji coba pengembangan, dan tahap uji model dilakukan di

SMK Negeri 3 Pontianak dengan subyek penelitian Guru Akuntansi kelas XI,

serta siswa kelas XIjurusan Bisnis Program Studi Akuntansi. Hal ini didasari

alasan bahwa siswa kelas XI ini memperoleh materi sesuai yang akan diuji dalam

(25)

Tahap pertama dari penelitian dan pengembangan disebut tahap

pendahuluan yang mencakup dua langkah yaitu studi pustaka dan survei lapangan.

Tahapan kedua dari penelitian dan pengembangan disebut tahap pengembangan

diarahkan untuk mengembangkan model awal menjadi model hipotetik yang

meliputi empat langkah yaitu penyusunan model awal, penyusunan model

hipotetik, validasi model hipotetik, dan implementasi model hipotetik melalui uji

coba terbatas dan uji coba luas dalam proses pembelajaran di kelas. Hasil dari

tahap pengembangan model adalah model hipotetik terevisi yaitu model

pembelajaran yang siap dieksperimenkan dalam tahapan ketiga.

Tahap ketiga dinamakan tahap uji model yang menguji kesahihan atau

efektivitas model yang dihasilkan pada tahap pengembangan model. Untuk

mencapai tujuan ini, model yang dihasilkan diuji dalam kelas eksperimen dan

ditandingkan dengan kelas kontrol. Syarat yang harus dipenuhi kelas eksperimen

harus setara dengan pasangannya yaitu kelas kontrol. Hasil diskusi dengan Guru

menetapkan bahwa kelas XI Ak 2 setara dengan XI Ak 3 berdasarkan pencapaian

hasil belajarnya. Kelas eksperimen yaitu kelas XI Ak 2 melibatkan 34 orang

siswa. Dan untuk kelas kontrolnya yaitu kelas XI Ak 3 yang melibatkan 32 orang

siswa.

Dari uji model akan dihasilkan model akhir, yaitu model pembelajaran

akuntansi yang meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotorik akuntansi,

serta meningkatkan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran siswa,

(26)

B. Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini mengangkat empat variabel yaitu,kondisi obyektif Model

Pembelajaran Akuntansi yang berlaku di SMK Negeri 3 sebelum pengembangan

model, Model PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran,implementasi

Model PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran,dan efektivitas Model

Pengembangan AkuntansiBerbasis Nilai Kejujuran. Untuk menghindari

kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah, definisi, ataupun terminologi pada

penelitian, maka perlu dijelaskan definisi operasional variabel berikut ini :

1. Kondisi Obyektif Model Pembelajaran Akuntansiyang Berlaku di SMK Negeri 3 Sebelum Pengembangan Model

Model pembelajaran merupakan pola pembelajaran yang dapat dipilih

guru untuk melaksanakan proses belajar mengajar guna mencapai tujuan yang

telah ditentukan (Rusman, 2010:133). Akuntansi merupakan salah satu mata

pelajaran yang dibelajarkan di Sekolah Menengah Kejuruan bidang Bisnis dan

Manajemen. Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang

dimaksud dalam penelitian ini polapembelajaran yang mengembangkan secara

holistik potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (aspek

kognitif dan psikomotorik akuntansi), serta mengembangkan aspek afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral action kejujuran siswa).

Yang dimaksud kondisi obyektif model pembelajaran akuntansi yang

berlaku di SMK Negeri 3 sebelum adanya pengembangan model adalah kondisi

nyata yang ada di tempat penelitian berkaitan dengan pola pembelajaran yang

berlangsung sebelum adanya pengembangan model akuntansi berbasis nilai

(27)

berlaku sebelum pengembangan model maupun proses pembelajaran yang

berlangsung sebelum pengembangan model apakah telah mengembangkan secara

holistik potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (aspek

kognitif dan psikomotorik akuntansi), serta mengembangkan aspek afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral action kejujuran siswa).

2. Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran Yang Potensial Bagi Upaya Membina Siswa Yang Memiliki Kompetensi Akuntansi Beretika

Model pembelajaran merupakan pola yang dapat digunakan oleh guru

untuk melaksanakan pembelajaran yang dapat menggambarkan prosedur

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman mengajar untuk mencapai tujuan

belajar secara efektif dan efisien.

Pembelajaran akuntansi dalam penelitian ini diarahkan pada pembelajaran

yang menggunakan strategi diskusi kelompokdengan studi kasus dilema moral

nilai kejujuran. Melalui studi kasus dalam konteks pembelajaran diskusi

kelompok diharapkan baik kemampuan akuntansi maupun nilai-nilai kejujuran

siswa berkembang. Makna berbasis nilai kejujuran adalah bahwa pembelajaran

dilandasi dengan nilai kejujuran yakni ingin mengembangkan pemahaman tentang

nilai kejujuran, kemauan berbuat jujur, dan mewujudkan perilaku jujur, jadi

bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan.

Pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berarti mulai dari

perencanaan, sampai pada implementasi dan evaluasinya dilandasi dengan nilai

kejujuran. Hal ini sejalan dengan pandangan Budimansyah (2010:54) berbasis

(28)

nilai yakni ingin membina sikap dan perilaku kearah yang lebih baik bukan hanya

sekedar memperoleh pengetahuan”.

Nilai kejujuran merupakan karakter moral utama yang mengandung

nilai-nilai kebajikan bagi keutamaan hidup manusia baik sebagai makhluk individu

maupun sosial. Pada hakekatnya, manusia sebagai makhluk Tuhan dikarunia

potensi jiwa dan raga yang merupakan ”self-hidden potential excellence” (mutiara

talenta yang tersembunyi di dalam diri). Tugas pendidikan yang sejati, khususnya

pembelajaran adalah membantu siswa menemukan dan mengembangkannya

seoptimal mungkin. Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran

dimaksudkan sebagai pola tersruktur dari prosedur serta sintaks pembelajaran

yang tidak hanya mengembangkan potensi akademik berupa penguasaan

kompetensi akuntansi (materi akuntansi), namun juga membentuk

karakter/perilaku jujur siswa berlandaskan pada konsep good character dari

Lickona. Sehingga mampu membina siswa yang memiliki kompetensi akuntansi

beretika.

3. Implementasi Model PembelajaranAkuntansi BerbasisNilaiKejujuranbagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki Kompetensi Akuntansi Beretika

Implementasi model dimaksudkan sebagai pelaksanaan model hipotetik

yang telah dikembangkan ke dalam proses pembelajaran di kelas. Pelaksanaan

model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran melalui uji coba terbatas

kesatu, kedua dan uji coba luas kesatu dan kedua. Dalam implementasi model

mengamati aspek aktivitas guru maupun siswa melaksanakan proses pembelajaran

untuk mencapai kompetensi akuntansi maupun kompetensi afektif (moral

(29)

Implementasi model pembelajaran menggunakan prinsip seperti penelitian

tindakan kelas, setiap tahap uji coba model mulai dari uji coba terbatas kesatu,

kedua sampai pada uji coba luas kesatu dan kedua, masing-masing diadakan revisi

pelaksanaan proses pembelajaran.

4. Efektivitas Model Pengembangan Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran

Makna efektivitas adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dari

suatu kegiatan atau program tertentu. Tujuan dari model pembelajaran akuntansi

yang berbasis nilai kejujuran selain meningkatkan pemahaman dan kompetensi

akademik siswa dalam bidang akuntansi, juga memperkaya/meningkatkan

pemahaman siswa tentang berperilaku jujur. Efektivitas pengembangan model

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran dimaknai sebagai keberhasilan

model pembelajaran akuntansi dalam meningkatkan kemampuan akademik siswa

di bidang akuntansi dan meningkatkan moral knowing, moral feeling, moral

action kejujuran siswa.

Efektivitas dari pengembangan model pembelajaran diukur dengan

menggunakan indikator sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan siswa dari aspek akademik dalam bentuk hasil

belajar. Peningkatan kemampuan akademik akuntansi (materi akuntansi) atau

hasil belajar akuntansi diukurdengan menggunakan tes dalam bentuk pretes

dan postes.

b. Peningkatan moral knowing, moral feeling, dan moral actionkejujuran siswa

(30)

tahap pendahuluan (sebelum pengembangan dan implementasi model) dan

pada tahap uji model (setelah eksperimen model).

C. Instrumen Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka data

yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Untuk mengumpulkan

data kualitatif diperlukan instrumen penelitian wawancara, observasi, serta

dokumentasi. Sedangkan, data kuantitatif digali dengan menggunakan instrumen

berupa angket evaluasi diri.

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Sebelum turun ke lapangan peneliti menyiapkan kisi-kisi instrumen

penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan data

penelitian. Kisi-kisi tersebut disajikan pada tabel 3.1.

Dalam kisi-kisi tergambar instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data yaitu observasi, wawancara, tes, maupun angket evaluasi diri

siswa.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Pertanyaan penelitian

Aspek yang diteliti Indikator

(31)
(32)
(33)
(34)

kejujuran

Berdasarkan kisi-kisi yang diuraikan dapat diketahui beberapa instrumen

penelitian yang digunakan. Instrumen penelitian yang dimaksud dapat diuraikan

pada penjelasan sebagai berikut:

Observasi dilakukan mulai tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan

model, sampai pada tahap pengujian model. Pada tahap pendahuluan, observasi

difokuskan untuk memperoleh data tentangkondisi obyektif model pembelajaran

(35)

diantaranya aktivitas siswa dalam berpartisipasi dalam pembelajaran; aktivitas

guru dalam pembelajaran; proses pembelajaran yang mencakup kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti yang mencakup tahap eksplorasi, elaborasi, presentasi,

penajaman nilai, konfirmasi, kegiatan penutup .

Pada tahap pengembangan model dan pengujian model, observasi

dilakukan untuk mengamati keterlaksanaan model dalam mengembangkan

kemampuan akademik dan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran

siswa. Aspek yang diamati dalam observasi adalah aktivitas siswa dalam

berpartisipasi melakukan eksplorasi, elaborasi, presentasi serta aktivitas guru

dalam melaksanakan perannya sebagai fasilitator maupun motivator

pembelajaran.

Wawancara dilakukan kepada Kepala Sekolah, Wakasek, dan guru pada

tahap pendahuluan, guna mengumpulkan data tentang penyusunan RPP berbasis

nilai kejujuran, proses pembelajaran yang membelajarkan nilai-nilai kejujuran,

penggunaan metode pembelajaran untuk membelajarkan kemampuan akuntansi

dan nilai kejujuran. Kegiatan wawancara dilakukan agar data yang diperoleh

melalui observasi dan angket menjadi lebih lengkap, sehingga dapat digunakan

untuk merancang model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran.

Tes merupakan instrumen pengumpulan data yang bersifat kuantitatif.

Pada penelitian ini, tes yang dibuat ditujukan untuk menguji aspek utama yaitu

aspek kompetensi akademik akuntansi. Tes diujikan pada tahap uji coba model

yaitu pada uji luas dan pada tahap uji model, baik pre-test maupun post-test. Ada

satu kelas yang dikenai uji coba terbatas, dan satu kelas uji luas dan 2 kelas uji

(36)

Angket Evaluasi Diri Siswa merupakan suatu teknik penilaian dimana

siswa diminta untuk menilai dirinya berkaitan dengan proses dan tingkat

pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Dalam penelitian ini, evaluasi diri

siswa digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tentang kejujuran (moral

knowing), perasaan tentang kejujuran (moral feeling), dan perilaku jujur (moral

action). Instrumen evaluasi diri digunakan awal penelitian sebelum dilakukan uji

coba (Tahap Pendahuluan) dan tahap uji model yang ditujukan untuk mengetahui

tingkat pencapaian ketiga komponen good character maupun untuk memperoleh

gambaran peningkatannya.

Penggunaan instrumen evaluasi diri diharapkan dapat menumbuhkan rasa

percaya diri siswa tentang kejujurannya karena diberi kepercayaan menilai dirinya

sendiri. Dan siswa didorong untuk menyadari kekuatan dan kelemahannya ,

karena ketika melakukan penilaian harus introspeksi terhadap kekuatan dan

kelemahan yang dimilikinya. Diharapkan juga dapat menjadi media siswa dalam

membiasakan dan berlatih berperilaku jujur.

Instrumen angket dirancang dalam bentuk pernyataan dan dikembangkan

sendiri oleh peneliti dengan meminta judgement pada pembimbing. Pembuatan

angket bertujuan untuk mengukur moral knowing, moral feeling, dan moral action

kejujuran siswa. Untuk memperoleh keyakinan terhadap kesungguhan jawaban

yang diberikan oleh responden terhadap angket, maka penelitian ini menggunakan

bentuk angket dengan pernyataan positif dan negatif. Pernyataan angket baik

positif maupun negatif direspon oleh siswa (responden) mulai dari rentang “selalu,

sering, kadang, jarang, dan tidak pernah”. Skor angket evalusasi diri angket positif

(37)

pernah. Untuk pernyataan negatif skor 5 untuk tidak pernah, 4 untuk jarang, 3

untuk kadang, 2 untuk sering, dan 1 untuk selalu.

Dalam mengembangkan angket peneliti mengadopsi teori kebajikan

Lickona (1991) tentang “good character”, karena “kejujuran” merupakan salah

satu jenis kebajikan (virtues) atau karakter moral. Sebagaimana Lickona

(1991:38) menyatakan bahwa, “Moral values such as honesty, responsibility, and

fairness...”. Sehingga, dalam mengembangkan angket yang mengukur variabel

kejujuran dipandang tepat menggunakan indikator-indikator kebajikan yang

dikembangkan oleh Lickona (1991).

Mengacu pada teori Lickona (1991:53) dimensi moral knowing mencakup

6 (enam) indikator yaitu, moral awareness, knowing moral values,

perspective-taking, moral reasoning, decision- making, self-knowledge. Sedangkan dimensi

moral feeling meliputi 6 (enam) indikator, yaitu conscience, self-esteem, empathy,

loving the good, self-control, humility. Dimensi moral action mencakup 3 (tiga)

indikator yaitu competence, will, habit.

Berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh Lickona (1991) maka

angket ini dibuat sebanyak 30 (tiga puluh) item pernyataan. Sebanyak 6 (enam)

item untuk moral knowing kejujuran, 6 (enam) item moral feeling kejujuran, dan 3

(tiga) item moral action kejujuran. Untuk memperoleh keyakinan terhadap

kesungguhan jawaban yang diberikan oleh responden terhadap angket, maka

penelitian ini menggunakan bentuk angket dengan pernyataan positif dan negatif.

Dan penyebaran angket positif dan negatif menggunakan waktu yang berbeda,

(38)

maupun negatif mempunyai jumlah item pernyataan yang sama jumlahnya yaitu

30 item penyataan.

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Angket Penelitian

Untuk menghasilkan kesimpulan yang baik diperlukan data yang

memenuhi syarat valid dan reliabel. Data yang valid dan reliabel dapat diperoleh

dengan instrumen yang memenuhi syarat valid dan reliabel juga. Dalam penelitian

ini, instrumen angket baik angket positif maupun angket negatif sebelum

diterjunkan ke lapangan terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.

Menurut pendapat Mustafa EQ (2009:164) validitas dapat dimaknai

sebagai ukuran ketepatan suatu instrumen dalam mengukur variabel atau dalam

menghasilkan data sesuai dengan yang sesungguhnya ingin diukur. Validitas yang

diukur dalam penelitian adalah validitas kriteria. Pengukurannya dilakukan

dengan cara membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai atau skor hasil

angket dengan kriteria skor total dari butir-butir angket yang diuji validitasnya.

Dengan demikian, pengujian validitas dilakukan dengan cara menghitung

koefisien korelasi sederhana (Pearson Correlation) antara masing-masing butir

dengan skor total dari butir-butir tersebut sebagai kriterianya. Untuk menentukan

keputusan suatu butir atau indikator dinyatakan valid atau tidak, nilai korelasi

antara item dengan total item dibandingkan dengan r tabel product moment. Jika

nilai koefisiennya positif dan lebih besar dari pada r tabel product moment, maka

item tersebut dinyatakan valid.

Reliabilitas menunjukkan seberapa tinggi suatu instumen dapat dipercaya

atau diandalkan, dengan kata lain reliabilitas menyangkut ketepatan atau

(39)

dapat dimaknai sebagai keajegan suatu instrumen penelitian dalam mengukur

variabel penelitian. Jika suatu variabel diukur berkali-kali dengan menggunakan

alat ukur yang sama memperoleh hasil yang sama, maka instrumen tersebut

mempunyai reliabilitas yang tinggi. Penelitian ini menentukan realibilitas

instrumen angket dengan menggunakan koefisien AlphaCronbach. Menurut

Sekaran (Mustafa E.Q, 2009:226) bila koefisen reliabilitas menunjukkan angka ≥

0,6 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian dinyatakan reliabel.

Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik AlphaCronbach dengan

perangkat SPSS 20. Sedangkan validitas yang diuji adalah validitas kriteria

dengan korelasi Pearson (Pearson Correlation) menggunakan perangkat SPSS

versi 20. Instrumen angket evaluasi diri siswa tentang moral knowing kejujuran,

moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran siswa sebelum digunakan

untuk menjaring data terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Untuk

menguji validitas dan realiabilitas instrumen angket diuji coba pada siswa kelas

XI Akuntansi SMK Panca Bhakti Pontianak.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS terhadap

30 item angket, reliabilitas untuk angket positif menunjukkan hasil yang tinggi

yaitu sebesar 0,854 (lihat lampiran 33). Reliabilitas untuk angket negatif sebesar

0,776 tergolong sedang (lihat lampiran 34). Berdasarkan hasil uji statistik, untuk

angket positif sebanyak 30 item soal yang terbukti valid sebanyak 25 item dan

yang 5 item tidak valid. Item yang tidak valid adalah nomor 1, 9, 21, 26, dan 28.

Dan angket negatif yang valid sebanyak 23 item, sebanyak 7 item tidak valid.

Item angket negatif yang tidak valid adalah item nomor 4, 6, 9, 10, 11, 13, 16.

(40)

terhadap beberapa item angket yang tidak valid terlebih dahulu dilakukan

perbaikan redaksi angket.

D. Metode Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini berbentuk Research and Development (R & D) dalam bidang

pendidikan (Borg and Gall, 2003:569-575), yang diterapkan pada pembelajaran

akuntansi. Hal ini dilandasi alasan bahwa penelitian bertujuan mengembangkan

dan menghasilkan produk yang model pembelajaran akuntansi berbasis nilai

kejujuran beserta perangkat pembelajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). Menurut Borg & Gall (2003:624) metode penelitian dan

pengembangan atau Research and development adalah “a process used develop

and validate educational products”. Metode penelitian dan pengembangan dalam

bidang pendidikan, pada prinsipnya merupakan proses untuk mengembangkan

suatu produk pendidikan dan selanjutnya memvalidasi produk pendidikan

tersebut.

Metode penelitian R & D ini digunakan, karena dipandang sesuai untuk

mencapai tujuan penelitian yaitu menghasilkan produk Model Pembelajaran

Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran, serta untuk menguji efektivitas model yang

dikembangkan. Sebagaimana Sugiyono (2009:297)menegaskan bahwa “metode

Penelitian dan Pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut”.

Borg and Gall (2003) menjelaskan bahwa produk pendidikan tidak hanya

berupa obyek-obyek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, tetapi juga

(41)

Produk itu dapat berwujud tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik

perangkat keras, lunak maupun cara atau prosedurnya. Penelitian R & D yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah metode R & D dari Borg and Gall yang

telah dimodifikasi oleh Sukmadinata dkk. (2011:184). Metode R & D yang

digunakan merupakan penyederhanaan dari Borg & Gall, dari 10 tahapan

disederhanakan oleh Sukmadinata dkk. menjadi 3 tahapan yaitu 1) Studi

Pendahuluan; 2) Pengembangan Model; 3) Uji Model.

Oleh karena itu dengan mengacu pada R & D modifikasi, dalam

melaksanakan penelitian ada tiga tahapan kegiatan sebagaimana dapat dilihat

(42)

Studi Pendahuluan Pengembangan dan Impementasi Model Pengujian MPABNK

(43)

Bagan tahapan penelitian dan pengembangan model pembelajaran dapat

dijelaskan berikut ini :

1. Tahap Pendahuluan

Studi pendahuluan meliputi dua langkah meliputikegiatan melakukan

kajian teoritis dan kegiatan survai lapangan. Kegiatan dalam kajian teoretis

adalah mengumpulkan dan mengkaji informasi-informasi teoretis dan sumber

bacaan yang diperlukan yang mencakup buku teks, jurnal hasil-hasil penelitian,

dan kajian lainnya yang mendukung pengembangan model pembelajaran.

Dalam mengkontruksi model pembelajaran akuntansi yang tepat untuk

mengembangkan potensi kognitif dan psikomotorik sekaligus potensi afektif

secara holistik, perlu melakukan kajian teoretis. Kajian teoretis diarahkan pada

buku teks untuk menemukan grand teori yang melandasi pengembangan model

pembelajaran. Buku teks yang dikaji antara lain, buku Educating for Character

karangan Lickona (1991) untuk menemukan grand teori pengembangan

nilai/karakter kejujuran. Disamping itu, juga mengkaji buku teks tentang

teori-teori belajar seperti teori-teori kognitif Vygotsky guna melandasi model pembelajaran

akuntansi dengan menggunakan diskusi kelompok. Untuk mengembangkan materi

akuntansi perlu mengkaji buku-buku akuntansi. Selain buku teks, juga melakukan

analisis terhadap hasil penelitian yang mendukung pengembangan model.

Tahap survai lapangan melakukan kegiatan penemuan model di lapangan

secara empirik sehingga dapat dideskripsikan mengenai kegiatan pengembangan

kemampuan kognitif, afektif (nilai kejujuran) maupun psikomotorik siswa.

(44)

data awal dari SMK Negeri 3 Pontianak yang dijadikan obyek penelitian, seperti

dokumen gambaran umum sekolah, kurikulum, silabus, RPP dan proses

pembelajaran, nilai siswa. (2). Melakukan observasi terhadap kegiatan

pembelajaran akuntansi.(3) Konfirmasi, wawancara, dan diskusi tentang pola

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujurandengan guru pengampu mata

pelajaran akuntansi.

2. Tahap Pengembangan model

Tahap ini dapat dibagi menjadi empat langkah yaitu a) penyusunan model

awal; b) penyusunan model hipotetik; c) validasi model; dan d) implementasi

model. Langkah pengembangan model dijabarkan sebagai beikut:

a. Penyusunan ModelAwal

Model awal yang dimaksuskan dalam penelitian ini merupakan model

pembelajaran akuntansi yang menggambarkan kondisi nyata yang terjadi di

lapangan tentang pengembangan kemampuan kognitif akuntansi, afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran) dan

psikomotorik akuntansi secara holisitik.

b. Penyusunan Model Hipotetik

Berdasarkan hasil kajian teoretis dan hasil observasi pembelajaran yang

dilakukan pada tahap pendahuluan, serta kurikulum yang berlaku, langkah

selanjutnya mengembangkan model hipotetik. Pengembangan model hipotetik

diwujudkan dalam bentuk pola pembelajaran yang membelajarkan aspek kognitif,

afektif nilai kejujuran, dan psikomotorik untuk menghasilkan output siswa yang

mempunyai kemampuan kognitif dan psikomotorik akuntansi serta afektif moral

(45)

model hipotetik model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran,

selanjutnya menyusun material pembelajaran dalam bentuk perangkat

pembelajaran RPP, LKS, dan Lembar Penilaian.

Penyusunan material pembelajaran dilakukan oleh peneliti berkolaborasi

dengan guru pengampu mata pelajaran akuntansi.Material pembelajaran

mencakup rencana pelaksanaan pembelajaran, materi maupun media

pembelajaran, lembar kegiatan siswa, lembar penilaian. Dalam menyusun material

pembelajaran yang berwujud RPP peneliti melakukan pengembangan dengan

mengintegrasikan nilai kejujuran dimulai dari indikator, tujuan, materi, metode,

langkah-langkah pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.Pengembangan

indikator serta tujuan pembelajaran diarahkan pada aspek afektif dalam bentuk

moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, serta moral action kejujuran

siswa. Pengembangan materi diarahkan pada materi afektif kasus dilema moral,

dan metode yang tepat adalah diskusi kelompok. Pengembangan langkah-langkah

pembelajaran diarahkan pada pengembangan kegiatan inti pembelajaran meliputi

tahap eksplorasi, elaborasi, presentasi, penajaman nilai, dan konfirmasi.

Penyusunan rancangan model hipotetik dilakukan sendiri oleh peneliti

agar supaya sesuai dengan tujuan penelitian. Secara informal peneliti bertanya

kepada teman-teman sejawat yang mempunyai pengalaman dalam

mengembangkan model pembelajaran dengan tujuan mendapat masukan-masukan

untuk menyempurnakan model hipotetik.

c. Validasi Model

Uji validasi terhadap model hipotetik pembelajaran akuntansi berbasis

(46)

model. Pengujian validasi model melalui tahapan kegiatan penilaian ahli dan uji

lapangan. Penilaian ahli dilakukan secara perseorangan dengan melibatkan dua

orang ahli pendidikan akuntansi dan dua orang ahli pendidikan umum. Kriteria

ahli yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah latar belakang pendidikan

sesuai dengan bidang keahliannya minimal jenjang S2.

Dalam penelitian ini baik ahli pendidikan akuntansi maupun ahli

pendidikan umum semuanya mempunyai jenjang pendidikan S3. Masing-masing

ahli pendidikan akuntansi maupun ahli pendidikan umum melakukan penilaian

terhadap MPABNK (Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran)

pada aspek landasan teoretik MPABNK, tahapan MPABNK, serta implementasi

MPABNK. Setelah para ahli menyatakan bahwa model ini valid, maka uji validasi

dilanjutkan dengan pengujian lapangan dalam pembelajaran. Uji lapangan

bertujuan menguji kepraktisan model melalui uji coba MPABNK dalam tahap

implementasi. Pengujian terhadap kepraktisan model mencakup penilaian

terhadap butir-butir tahapan MPABNK yakni tahap eksplorasi, elaborasi,

presentasi, penajaman nilai, dan konfirmasi.

d. Implementasi Model

Implementasi model menerapkan model pembelajaran akuntansi berbasis

nilai kejujuran di dalam kelas. Pada tahap ini menerapkan model akuntansi

berbasis nilai kejujuran ke dalam uji coba terbatas dan uji coba luas. Di dalam uji

coba terbatas maupun uji coba luas guru dan siswa menerapkan model

pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang dilengkapi perangkat

pembelajaran yang merupakan hasil pengembangan meliputi RPP, LKS, dan

(47)

Uji coba model ini dilakukan berulang-ulang, yang dilakukan oleh guru

pengampu mata pelajaran akuntansi. Pada tahap implementasi model sebelum

melakukan uji coba terbatas maupun uji coba luas, terlebih dahulu membuat

perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS, dan Lembar Penilaian. Hasil dari

kegiatan uji coba ini adalah model hipotetik pembelajaran akuntansi berbasis nilai

kejujuran yang siap diuji model.

Dalam menerapkan model ke dalam proses pembelajaran, siswa pada

masing-masing kelompok melakukan aktivitas menggunakan media pembelajaran

yang disediakan oleh guru untuk mengeksplorasi, mengelaborasi, mendiskusikan,

dan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Kegiatan selanjutnya, guru

melakukan aktivitas penajaman nilai dan konfirmasi.

Pada kegiatan pendahuluan guru mengkondisikan siswa untuk siap

melaksanakan pembelajaran kelompok, melakukan apersepsi yang mengaitkan

materi dengan nilai kejujuran, memberi pengarahan tentang strategi pembelajaran

yang akan dilaksanakan. Melalui kegiatan inti pembelajaran siswa menggali

(mengeksplorasi) media dan sumber pembelajaran flow chart sistem penjualan

kredit maupun dokumen bukti transaksi untuk mengembangkan informasi baru,

meningkatkan pemahamannya terhadap informaasi itu. Dalam melakukan

eksplorasi dan elaborasi siswa dimotivasi supaya aktif berpartisipasi melakukan

kegiatan berpikir kritis, bertanya, menjawab, mengajukan pendapat, menjadi

pendengar yang baik.

Melalui proses elaborasi siswa di dalam kelompoknya masing-masing

membaca, memikirkan, membicarakan, menjawab pertanyaan, memecahkan kasus

(48)

masing-masing, siswa didorong untuk memberikan partisipasinya mulai kegiatan

eksplorasi maupun elaborasi, dan aktif mempresentasikan hasil kerja diskusi

kelompoknya ke depan kelas. Guru melanjutkan kegiatan penajaman nilai yang

memberikan pendalaman nilai kejujuran kepada siswa. Sebagai fasilitator guru

berperan memfasiltasi berlangsung proses pembelajaran dan memotivasi serta

membantu memecahkan kesulitan siswa dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan hasil penerapan model peneliti bersama-sama dengan guru

dan pengamat melakukan analisis untuk menemukan kelemahan-kelemahan

model dan melakukan revisi-revisi yang dipelukan.

3. Uji Model

Langkah terakhir R & D adalah uji model. Uji model adalah menguji

model hipotetik yang sudah diujicobakan secara terbatas dan lebih luas untuk

menentukan efektivitas model yang telah dikembangkan. Dalam uji model ini

digunakan metode quasi eksperimen terhadap satu kelas eksperimen

menggunakan model yang dikembangkan dan satu kelas kontrol menggunakan

model konvensional (ceramah).

Tahapan yang dilakukan dalam uji model meliputi:

a. Mengorganisir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

b. Mensosialisasikan model yang akan diterapkan dalam eksperimen kepada

kelompok eksperimen.

c. Menerapkan model ke dalam eksperimen

Di dalam menerapkan model hipotetik pada kelompok eksperimen,

terlebih dahulu melakukan pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa. Tes

Gambar

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Gambaran UmumKurikulum
Tabel 3.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Metode observasi yang dilakukan adalah observasi semi. partisipan, di mana peneliti melakukan observasi ketika

Untuk siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan 74) pada nilai awal sebelum diberi tindakan 40%, tes siklus I 60% setelah dilakukan refleksi terdapat 6 siswa yang tidak tuntas

Untuk pengambilan sampel di daerah hilir selain didasarkan pada adanya kegiatan yang diduga memberikan beban pencemaran juga didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah

Apakah kamu memilih bacaanmu sendiri, atau orang dewasa yang memilihkannya untukmu.. Jawab:

/APBD /2016 tanggal 8 Maret 2016, pekerjaan Supervisi Pembangunan Asrama Balai Latihan Kerja Kabupaten Muara Enim, maka peserta yang masuk dalam calon daftar

4.8 Tabulasi Silang Pengaruh Pola Asuh Perawatan Kesehatan terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “REAKSI ANTARA METIL SINAMAT DENGAN SENYAWA-SENYAWA NITROFENIL AMINA” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang salah satu pasalnya (pasal 3) mengatur kewenangan/urusan wajib untuk