HUBUNGAN ANTARA RASA HUMOR DENGAN
GAYA MANAJEMEN KONFLIK PADA
REMAJA PERTENGAHAN
(Studi Korelasional pada Siswa Etnis Sunda Kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi pada
Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
Disusun oleh: Aryan Pandam Raafi
(0907041)
Studi Korelasi pada Remaja Pertengahan Etnis Sunda yang Tergabung dalam Kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Bandung
Oleh
Aryan Pandam Raafi
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Aryan Pandam Raafi 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
ABSTRAK
Aryan Pandam Raafi (0907041). Hubungan antara Rasa Humor dengan Gaya
Manajemen Konflik pada Remaja Pertengahan (Studi Korelasional Siswa Etnis Sunda Kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Bandung). Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antara rasa humor dengan gaya manajemen konflik pada remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung dalam kelas X-XI di SMA Negeri 4 Bandung. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan teknik korelasional. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner Instrumen Sense of Humor dan Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument. Hasil penelitian ini antara lain: 1) Sebagian besar remaja pertengahan etnis Sunda memiliki sense of humor yang sedang; 2) Sebagian besar remaja pertengahan etnis Sunda memiliki gaya manajemen kolaborasi; 3) Tidak terdapat hubungan antara sense of humor dengan gaya menghindar pada remaja pertengahan etnis Sunda; 4) Tidak terdapat hubungan natara sense of humor dengan gaya kompetisi pada remaja pertengahan etnis Sunda; 5) Tidak terdapat hubungan antara sense of humor dengan gaya akomodasi pada remaja pertengahan etnis Sunda; 6) Tidak terdapat hubungan antara sense of humor dengan gaya kompromi pada remaja pertengahan etnis Sunda; 7) Terdapat hubungan yang signifikan antara sense of humor dengan gaya kolaborasi pada remaja pertengahan etnis Sunda. Beberapa rekomendasi dari penelitian ini antara lain: 1) Remaja pertengahan etnis Sunda agar dapat berlatih untuk mengasah keterampilan bernegosiasi dengan aktif dalam diskusi dan organisasi; 2) Sekolah diharapkan menambahkan pelatihan atau pendampingan dalam manajemen konflik; 3) Peneliti selanjutnya diharapkan untuk meninjau kembali instrumen yang memiliki nilai reliabilitas rendah, menambahkan variabel independen untuk mengkaji gaya manajemen konflik pada sampel remaja yang lebih luas, dan dapat dikaitkan dengan etnis lainnya yang ada di Indonesia.
Kata kunci: rasa humor, gaya manajemen konflik, remaja pertengahan, etnis
ABSTRACT
Aryan Pandam Raafi (0907041). Correlation Between Sense of Humor with
Conflict Mode Management among Middle Adolescence (Correlation Study among 1st and 2nd Grade Sundanese Middle-Adolescence Student of 4 Senior High School Bandung). Skripsi. Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung 2013.
The purpose of this study is to determine correlation between sense of humor with conflict mode management among 1st and 2nd grade Sundanese middle-adolescence student of 4 Senior High School Bandung. The method used is based of quantitative research with correlation technique. Purposive sampling technique is used to choose participants in this study. Data were collected using questionnaire Sense of Humor Instrument and Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument. Results indicate: 1) Most of Sundanese Middle-Adolescence have a moderate sense of humor; 2) Most of Sundanese Middle-Adolescence have a collaborating conflict mode management; 3) There is no significant relation between sense of humor and avoiding conflict mode management among Sundanese Middle-Adolescence; 4) There is no significant rellation between sense of humor and competiting conflict mode management among Sundanese Middle-Adolescence; 5) There is no significant rellation between sense of humor and accomodating conflict mode management among Sundanese Middle-Adolescence; 6) There is no significant rellation between sense of humor and compromising conflict mode management among Sundanese Middle-Adolescence; 7) There is positive and significant corellation between sense of humor and collaborating conflict mode management among Sundanese Adolescence. This study recommends some points: 1) The Sundanese Middle-Adolescence are expected to train their negotiation skill by joining any discussion and organization; 2) The School are expected to add some training and guiding for
student’s conflict mode management; 3) Next researchers are expected to examine
the instrument which have a low reliability for the second time, and add other independent variables to examine conflict mode management in broader ethnic samples.
DAFTAR ISI
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Remaja Pertengahan ...
B. Konsep Konflik ...
C. Manajemen Konflik ...
D. Rasa Humor (Sense of Humor) ...
E. Hasil Penelitian yang Relevan ...
F. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian ...
13
A. Populasi dan Sampel Penelitian ...
B. Desain Penelitian ...
C. Metode Penelitian ...
49
49
E. Instrumen Penelitian ...
F. Proses Pengembangan Instrumen ...
G. Teknik Pengumpulan Data ...
H. Pengolahan dan Analisis Data ...
54
58
64
64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian (Pemaparan Data) ...
B. Pembahasan ...
74
89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
100
102
DAFTAR PUSTAKA ... 104
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Remaja adalah masa transisi anak-anak menuju dewasa, yang juga merupakan
tahap yang paling penting dan rawan. Remaja merupakan masa penuh gejolak
emosi dan ketidakseimbangan, yang tercangkup dalam ungkapan “storm and stress”, yang diartikan bahwa seorang remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkungan. Tingkatan remaja terdiri atas 3 (tahap), yakni remaja awal,
pertengahan, dan akhir. Remaja pertengahan merupakan tahapan remaja yang
mana remaja tersebut sudah mengalami beberapa perubahan besar dalam
hidupnya (Wong, 2002).
Remaja pertengahan merupakan sebuah fase pada saat seorang anak memiliki
tingkat hubungan dengan kedua orang tuanya di titik yang paling rendah, sehingga
timbal balik positif antara kedua belah pihak ini sangatlah minim. Hal tersebut
dikarenakan salah satunya adalah pihak orang tua yang memiliki standar-standar
yang harus diikuti oleh anak. Akan tetapi, remaja telah mengalami banyak
perubahan dalam kehidupan, salah satunya mengenai standar perilaku yang
digunakan berdasar pada kelompok seusianya (peer group). Hal itu yang menjadi
dasar dari adanya pertentangan atau konflik antara orang tua dengan remaja, yang
mengakibatkan perasaan tertekan dan hubungan yang jauh antar keduanya (Wong,
2002).
Konflik merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami pertentangan
atau perbedaan dalam berbagai hal yang menjadi dasar akan kebutuhannya. Setiap
orang akan mengalami konflik dalam kehidupannya, terutama ketika seseorang
tersebut masuk ke dalam suatu kelompok (baik itu di lingkungan rumah, sekolah,
ataupun kerja), individu tersebut tidak menutup kemungkinan akan mengalami
suatu konflik yang disebabkan oleh adanya perbedaan. Misalnya, perbedaan
Daniel Webster (Pickering, 2006) menjelaskan definisi dari konflik, yaitu
sebagai sebuah persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok
antara satu dengan lainnya, atau juga keadaan dari perilaku yang bertentangan
(contoh: perbedaan pendapat, pertentangan antar individu, atau pertentangan
kepentingan), dan perselisihan akibat kebutuhan, keinginan, dorongan, atau
tuntutan lainnya yang bertentangan. Dapat disimpulkan bahwa konflik berarti
adanya beberapa pilihan yang saling bersaing satu sama lain atau tidak selaras,
sehingga menimbulkan pertentangan antara salah satu pihak dengan yang lainnya.
Collins (Santrock, 2003) menjelaskan bahwa konflik orang tua dengan remaja
adalah suatu situasi ketika banyak orang tua melihat remaja mereka berubah dari
seorang anak penurut menjadi seseorang yang tidak menurut, menentang
standar-standar orang tua, dan orang tua cenderung untuk berusaha mengendalikan
dengan keras dan memberi banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar
orang tua.
Sesuai dengan pernyataan Soekanto (Sarlito, 2008) yang memandang bahwa
yang menjadi penyebab utama konflik orang tua dengan remaja adalah anak yang
tidak dapat melakukan apa yang dikehendaki orang tuanya, karena anak
semata-mata ingin mencari pengalaman dan berusaha untuk mencari jati diri. Pendapat ini
juga didukung oleh Levy (1923, 1925), yang mendefinisikan penentangan sebagai
perilaku menolak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan otoritas dan perilaku
yang sudah menjadi kebiasaan umum (Lestari, 2012).
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Jensen-Campbell & Graziano
(2000), remaja diminta menulis catatan harian tentang interaksi sosial mereka,
termasuk konflik yang mereka alami selama sehari-hari. Hasil selama studi 2
(dua) minggu, yaitu rata-rata remaja melaporkan satu sampai dua konflik setiap
harinya. Konflik yang sering terjadi ini adalah antara kedua orang tuanya,
kemudian saudaranya, dan jarangkali mereka mengalami konflik dengan
Dikarenakan konflik menimbulkan emosi yang kuat, maka konflik tidak
cocok dipakai sebagai dasar penyelesaian problem secara konstruktif. Eskalasi
konflik jarang menguntungkan kepada suatu hubungan, khususnya jika
menimbulkan sikap mau menang sendiri, keras kepala, dan penarikan diri dari
hubungan. Lebih parahnya, konflik yang dapat menimbulkan pertikaian fisik dan
kekerasan aktual (Sears, 2012).
Konflik antara remaja dan orang tua merupakan hal yang banyak
mengundang perhatian dari para peneliti. Area yang menjadi perhatian adalah
frekuensi terjadinya konflik antara kedua belah pihak, atau yang bisa disebut
dengan tingkat konflik antara orang tua dengan remaja. Hal lain yang
berhubungan adalah mengenai topik yang menjadi konflik dan cara yang
digunakan untuk melakukan resolusi konflik, atau bagaimana salah satu dari
mereka melakukan manajemen terhadap konflik. Pada penelitian Montemayor
(1983), diketahui konflik antara orang tua dengan anak mencapai puncaknya pada
remaja pertengahan, dan menurun pada masa remaja akhir (Lestari, 2012).
Dari penjelasan di atas didapatkan bahwa konflik merupakan aspek normatif
dalam sebuah hubungan, sehingga adanya konflik dapat menyebabkan adanya
dampak secara negatif, walaupun hal tersebut tidak otomatis. Suatu konflik baru
akan berdampak negatif bila tidak dapat teratasi atau terkelola dengan baik. Oleh
karena itu, pengelolaan konflik, manajemen konflik, atau resolusi konflik
sangatlah diperlukan untuk diaplikasikan dengan tepat untuk menghindari adanya
dampak negatif tersebut.
Menurut Rubin (1994), pengelolaan konflik sosial dapat dilakukan dalam
berbagai cara, yaitu: penguasaan (domination, adalah ketika salah satu pihak
memaksakan kehendaknya baik dilakukan secara fisik maupun psikologis),
penyerahan (capitulation, adalah ketika salah satu pihak secara sepihak
menyerahkan kemenangan kepada pihak lain), pengacuhan (inaction, adalah
ketika salah satu pihak tidak melakukan apa-apa, sehingga cenderung untuk
pihak menarik diri dari keterlibatan dengan konflik), tawar-menawar (negotiation,
adalah ketika pihak-pihak yang berkonflik saling bertukar gagasan, dan
melakukan tawar-menawar untuk menghasilkan kesepakatan yang saling
menguntungkan bagi masing-masing pihak), dan campur tangan pihak ketiga
(third-party intervention, adalah saat ada pihak yang tidak terlibat konflik menjadi
penengah untuk menghasilkan persetujuan pada pihak-pihak yang berkonflik).
Dari penjelasan tersebut, hanya negosiasi dan pelibatan pihak ketiga sebagai
penengah yang merupakan penanganan konflik yang bersifat konstruktif (Lestari,
2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Susan J.T. Branje, et al. (2009), menjelaskan
bahwa tingkat konflik antara remaja dengan orang tuanya sangatlah tinggi pada
masa remaja pertengahan (middle adolescence). Setiap remaja dapat melakukan
pengelolaan terhadap konflik yang sedang ia hadapi, namun caranya berbagai
macam. Dalam penelitian ini, dapat diketahui secara mendasar bahwa jika seorang
remaja mengelola konflik antara kedua orang tuanya dengan cara menarik diri,
diartikan seseorang tersebut sedang mengalami konflik eksternal. Demikian juga
dengan sebaliknya, jika seorang individu menggunakan penarikan diri dan juga
gaya manajemen konflik lainnya, maka ia sedang mengalami konflik internal
(Branje, et al., 2009).
Penggunaan manajemen konflik agar berdampak positif sangatlah beragam,
tidak terpaku terhadap satu pemikiran seseorang, melainkan berdasarkan peneliti
dan ahli-ahli lainnya, atau bahkan dengan caranya sendiri. Pengelolaan konflik ini
sangatlah dipengaruhi oleh bagaimana kita memandang suatu permasalahan.
Salah satunya adalah dengan rasa humor. Dalam hal ini, rasa humor berperan
dalam proses merasakan, mengamati, dan mempersepsikan sebuah konflik atau
permasalahan (Prasetyo, 2006).
Hasil studi yang dilakukan oleh Robin & Weiss (1980), menyatakan bahwa
penyebab dasar dari adanya konflik antara orang tua dengan remaja adalah
acap kali selalu bersinggungan secara negatif. Salah satu komponen yang dapat
digunakan dalam menjalin komunikasi yang baik dan menghindari komunikasi
serta interaksi yang negatif diperlukan rasa humor, sehingga menjadikan suasana
keluarga tersebut tidak selalu dalam keadaan tertekan (Robin & Foster, 2003).
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa ketika memandang sebuah
perbedaan, konflik, atau sesuatu yang berpotensi membuat seseorang dalam
keadaan tertekan dengan menggunakan rasa humor dapat menjadikan orang
tersebut lebih merasa ringan atau bahkan hilang. Sense of humor yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah sense of humor yang bersifat positif, bukan yang
mengandung agresi maupun sarkasme (Robin & Foster, 2003).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nikko Novandi dikatakan
bahwa rasa humor (sense of humor) dapat membantu mengatasi konflik yang ada
dalam diri remaja. Konflik disini tidak lain adalah suatu perubahan yang terjadi
pada remaja, dimana menuntut remaja untuk menyelesaikan permasalahan dan
berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada, yaitu konflik pada „perilaku seksual‟. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasa humor seseorang dapat memengaruhi solusi dalam menghadapi konflik yang sedang ia
hadapi (Novandi, 2012).
Selain itu, humor juga memiliki keterkaitan dengan faktor budaya dari
seseorang. Sesuatu hal dapat dikatakan sebuah humor jika sebagian besar orang
dalam suatu kebudayaan yang sama menilai bahwa hal tersebut dapat
mengundang tawa dan senyum (Chapman & Foot, 1996). Begitu juga sebagian
besar dari siswa siswi SMA Negeri 4 Bandung adalah berasal dari suku atau
keturunan Sunda. Dalam budaya Sunda, terdapat banyak sekali istilah yang
tersebut menggambarkan bahwa suku Sunda merupakan suku yang senang dengan
tertawa (Rosidi, 2008).
Sesuatu yang dianggap lucu dan humor dalam suatu kebudayaan akan sangat
mungkin dinilai berbeda dalam lingkungan atau budaya lain. Penggunaan bahasa,
logat, gaya olah kata yang berbeda dapat menyebabkan orang lain yang dasar
kebudayaannya berbeda tidak tertawa atau bahkan tersenyum sedikit pun. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, bahwa suku Sunda merupaka suku yang sangat dikenal dengan istilah „beuki seuri‟ atau senang tertawa. Seni humor yang disebut juga „lulucon‟, „tatarucingan‟, dan „bobodoran‟ merupakan beberapa seni dari karya-karya yang dilahirkan oleh suku Sunda (Rosidi, 2008).
Peneliti melakukan pengamatan secara informal terhadap fenomena yang
terjadi di SMA Negeri 4 Bandung yang memiliki kesamaan dalam setiap
tahunnya. Dimulai sejak tahun 2007, ketika banyak dari siswa kelas X-XII yang
menggunakan toilet sekolah sebagai tempat untuk merokok bagi siswa laki-laki.
Mereka melakukan hal tersebut atas dasar yang bermacam-macam, tetapi untuk
sebagian siswa, mereka melakukan hal tersebut atas dasar bahwa dirinya sedang
mengalami suatu masalah dengan keluarga, berbeda pendapat dan tujuan dengan
orang tua, sehingga menurutnya dengan merokok dapat membantu
menghilangkan tekanan yang ada di dalam pikirannya. Kondisi seperti ini dapat
menggambarkan suatu bentuk konflik yang terjadi antara orang tua dengan
remaja.
Tekanan akan konflik yang mereka rasakan ini disimpan dan dipendam di
dalam dirinya sendiri. Mereka enggan untuk menyelesaikan permasalahan dan
perbedaan pendapatnya tersebut, sehingga lebih memilih untuk melepaskan diri
dari masalah, yang berakhir dengan perilaku merokok. Cara pengelolaan konflik
seperti ini bukanlah suatu pertanda yang baik, karena dengan perilaku seperti itu
seseorang tidak akan mengembangkan kepribadian positif yang dimilikinya
Peneliti kembali melakukan survey dan wawancara informal kepada pihak
Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan dan juga guru BK (Bimbingan
Konseling) pada tanggal 20 Nopember 2012 untuk mengklarifikasi hasil dari
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil dari wawancara dan survey
tersebut adalah benar, bahwa banyak siswa siswi yang bermasalah maupun tidak
bermasalah pada sekolahnya memiliki konflik terhadap orang tua dan teman
sebayanya sendiri. Sebagian besar dari mereka adalah siswa siswi yang
bermasalah di sekolahnya, baik itu dalam hal perilaku, kedisiplinan, dan maupun
akademik. Secara umum, pihak guru BK menjelaskan bahwa yang menjadi
sumber utamanya sebagian besar adalah konflik antara orang tua dengan remaja
(dalam hal ini siswa siswi di SMA Negeri 4 Bandung). Hal tersebut dikemukakan
oleh para siswa yang diwawancara oleh pihak guru BK yang menjelaskan adanya
perbedaan dalam berpendapat ketika menentukan suatu tujuan atau berperilaku
tertentu antara mereka dengan orang tua. Hal ini juga sering terjadi antara satu
remaja dengan remaja lainnya, namun perbedaan pendapat antara orang tua
dengan remaja ini lebih mencolok.
Perbedaan pendapat yang sebagian besar mereka perdebatkan merupakan
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dimulai dari aktivitas bangun
tidur hingga malam hari. Mereka seringkali mengeluh ketika orang tuanya
menyuruh untuk mandi pagi, padahal menurut mereka kondisi saat itu masih
dingin sehingga enggan untuk segera mandi. Kemudian, sebelum pergi sekolah,
orang tua seringkali protes akan pakaian yang digunakan oleh mereka, dalam hal
kaos dalam hingga kaos kaki, begitupun dengan model potongan rambut mereka.
Lalu, jika terlampau malam sampai rumah, orang tua selalu menanyakan dan
melarang mereka untuk pulang malam tanpa alasan yang jelas, padahal
kenyataannya mereka hanya berkumpul berbagi cerita dengan teman sebayanya,
dan mereka sangat membutuhkan hal tersebut. Akan tetapi, orang tua selalu
memaksakan kehendaknya dengan standar yang dianut olehnya tanpa
Antara remaja satu dengan lainnya juga bukan suatu hal yang tabu jika
terdapat suatu konflik, namun konflik antar remaja tidak terlalu menonjol. Mereka
cenderung dapat menyelesaikannya dengan cepat dan baik, dikarenakan pada fase
remaja merupakan saat-saat dimana mereka sedang membangun hubungan
interpersonal baik dengan sesama maupun dengan berlawanan jenis (Santrock,
2003).
Suku Sunda juga dikenal dengan karakter yang suka bercanda dan periang.
Hal tersebut seringkali ditemukan pada tokoh-tokoh dalam suku Sunda yang
memiliki karakter jenaka dan mengundang tawa. Contoh tokoh tersebut adalah
Kabayan dan tokoh dalam wayang golek, Cepot. Keduanya memiliki sifat riang,
suka bercanda, dan banyak akal. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa
suku Sunda memang memiliki rasa humor (sense of humor) yang tinggi terlepas
dari usia dan jenis kelamin (www.wikipedia.com). Begitu juga dengan para
remaja pertengahan suku Sunda yang tergabung dalam kelas X dan XI di SMA
Negeri 4 Bandung, bukanlah hal yang tabu jika mereka memiliki rasa humor yang
cukup tinggi dibandingkan dengan suku lainnya yang ada. Hal tersebut
dikemukakan oleh para guru BK dan juga Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kesiswaaan yang menceritakan mengenai gambaran para remaja pertengahan
suku Sunda yang sering menghabiskan waktu luang dengan bercanda atau yang
seringkali disebut dengan heureuy. Ekspresi yang dimunculkan juga beraneka
macam, ada yang tertawa, ada yang diam saja, ada juga yang terbahak-bahak,
sehingga di saat waktu istirahat suasana di SMA Negeri 4 Bandung selalu ramai
dengan canda tawa dari para remaja yang bersekolah disana.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa bahwa perlu diadakannya
penelitian yang empirik mengenai rasa humor (sense of humor) yang dihubungkan
dengan gaya manajemen konflik pada remaja pertengahan etnis Sunda. Peneliti
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa rasa humor (sense of
humor) dapat memengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi suatu konflik yang dapat menimbulkan tekanan bagi dirinya. Begitu juga halnya dengan
manajemen konflik atau resolusi konflik yang dapat dipengaruhi oleh tingkat rasa
humor. Suku atau etnis Sunda merupakan suatu suku yang sangat dikenal dengan „beuki seuri‟, namun siswa/i yang sebagian besar berasal dari suku Sunda tidak sedikit yang memiliki konflik dengan orang tuanya, teman sebaya dan juga
berperilaku melanggar aturan sebagai bentuk manajemen konflik. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:
1. “Bagaimana gambaran rasa humor (sense of humor) para remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung di kelas X dan XI SMA Negeri 4 Bandung?”; 2. “Bagaimana gambaran gaya manajemen konflik para remaja pertengahan
etnis Sunda yang tergabung di kelas X dan XI SMA Negeri 4 Bandung?”; dan 3. “Bagaimana hubungan antara sense of humor dengan gaya manajemen
konflik para remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung di kelas X dan
XI SMA Negeri 4 Bandung?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh data empirik mengenai tingkat rasa humor (sense of
humor) pada kalangan remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung di kelas X dan XI SMA Negeri 4 Bandung;
2. Memperoleh data empirik mengenai gaya manajemen konflik yang digunakan
oleh remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung di kelas X dan XI SMA
Negeri 4 Bandung; dan
3. Untuk menemukan hubungan antara tingkat rasa humor (sense of humor)
dengan gaya manajemen konflik pada remaja pertengahan etnis Sunda yang
D. Manfaat/ Signifikansi Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi bidang keilmuan Psikologi:
Memberi masukan dan memperkaya konsep-konsep di bidang
psikologi mengenai penggunaan rasa humor (sense of humor) dalam
menangani konflik, terutama pada masa-masa perkembangan remaja
yang mana dapat berpotensi melahirkan konflik lebih besar.
b. Bagi bidang keilmuan Kesehatan:
Memperkaya konsep dalam bidang kesehatan mengenai manfaat
humor bagi kesehatan secara fisik maupun mental bagi setiap orang di
berbagai usia.
c. Bagi bidang keilmuan Manajemen Diri:
Diharapkan juga konsep rasa humor yang merupakan hasil dari
penelitian ini dapat digunakan dalam ilmu manajemen diri, terutama
manajemen terhadap konflik yang sedang dihadapi oleh seseorang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja:
Diharapkan hasil dari penelitian ini, yakni mengenai rasa humor
(sense of humor) yang dapat digunakan dalam menanggapi berbagai
konflik yang sedang remaja alami, baik dengan orang tua, teman,
maupun orang lain.
b. Bagi Orang Tua:
Memberikan mengenai manfaat dari humor, yang mana dapat
digunakan dalam meningkatkan komunikasi antara orang tua dengan
remaja, sehingga intensitas konflik yang terjadi dapat berkurang atau
c. Bagi Praktisi Psikologi Perkembangan:
Menambah informasi dan gambaran tentang manfaat rasa humor
dalam memahami kasus konflik antara remaja dan orang tua. Selain
itu, dapat digunakannya konsep mengenai diperlukannya unsur rasa
humor dalam melakukan komunikasi antar keduanya (remaja dengan
orang tua) yang dapat mengurangi intensitas konflik yang mungkin
terjadi.
d. Bagi Profesi lainnya:
Banyak profesi lainnya yang berpotensi untuk menimbulkan konflik,
seperti atasan dan bawahan, hubungan dengan mitra, atau pun
hubungan antar pekerja satu sama lain. Oleh karena itu, diharapkan
juga dapat diterapkannya unsur rasa humor dalam melihat berbagai
sisi kehidupan bagi semua orang dengan berbagai profesi dan
berbagai usia.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Berikut adalah struktur penulisan dari setiap bab dan sub bab dalam
penelitian ini.
BAB I: Pendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Struktur Organisasi Skripsi
BAB II: Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran
BAB III: Metodologi Penelitian
A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian
B. Desain Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Instrumen Penelitian
F. Proses Pengembangan Instrumen
G. Teknik Pengumpulan Data
H. Analisis Data
BAB IV: Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian (Pemaparan Data)
B. Pembahasan/Analisis Temuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan gejala/ satuan yang ingin diteliti. Setiap
populasi mengandung populasi target dan populasi survey. Populasi taget
merupakan batasan populasi yang sudah direncanakan oleh peneliti dalam
rancangan penelitian, sedangkan populasi survey adalah batasan populasi yang
ditemukan pada saat di lapangan, dan ada kemungkinan bahwa populasi ini
berbeda dengan batasan targetnya (Prasetyo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah para remaja pertengahan suku Sunda
yang sedang duduk pada kelas XI di SMA Negeri 4 Bandung. Hal ini didasari
oleh beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti, diantaranya adalah
sebagian besar siswa SMA Negeri 4 Bandung berasal dari suku dan keturunan
Sunda, serta kemudahan akses dan juga jangkauan subjek penelitian. Selain itu,
peneliti juga tertarik untuk meneliti sekolah yang dahulu digunakan oleh peneliti
sebagai tempat menuntut ilmu pada saat duduk di bangku SMA.
Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Penarikan sampel
dilakukan agar dapat menarik kesimpulan tentang sebuah populasi yang diteliti.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penarikan
sampel puposive yang juga disebut juga dengan judgemental sampling. Teknik ini
digunakan dengan cara menentukan kriteria khusus terhadap sampel, sehingga
pada penelitian ini akan dipilih beberapa kelas dari total 10 (sepuluh) kelas X-XI
di SMA Negeri 4 Bandung yang mayoritas siswanya berada pada usia remaja
pertengahan dan yang menjadi sampel adalah siswa dengan latar belakang
bersuku bangsa Sunda (Prasetyo, 2010).
B. Desain Penelitian
gaya manajemen konflik. Proses analisis data dilakukan diawali dengan
penyekoran data, selanjutnya dilakukan uji normalitas dan linieritas. Setelah itu,
dilakukan uji korelasi yang menguji korelasi antara variabel independen dengan
dependen dengan menggunakan uji korelasi product moment.
Visualisasi desain penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Hubungan antara Rasa Humor dengan Gaya Manajemen Konflik pada Remaja Pertengahan
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau
sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2008).
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional, merupakan
teknik statistik korelasi dipakai untuk mengatur seberapa besar tingkat hubungan
antara variabel atau antara perangkat data (Alsa, 2007). Penelitian ini bersifat non
eksperimental ex post facto sehingga penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan
atau manipulasi terhadap variabel-variabel yang akan diteliti, sehingga bertujuan
untuk menguji teori yang ada (Latipun, 2010). Sense of Humor
(X)
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah. Berikut adalah 2 (dua) buah variabel yang
akan diteliti:
X : Rasa Humor (Sense of Humor)
Y : Gaya Manajemen Konflik
2. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
Dalam memperoleh pengukuran yang sesuai dan relevan dengan tujuan
penelitian, maka diperlukanlah definisi yang dari setiap variabel berupa
uraian konseptual. Adapun pengukuran dapat dilakukan setelah definisi
operasional disusun. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini:
a. Definisi Konseptual dan Operasional Rasa Humor (Sense of Humor)
1) Definisi Konseptual Rasa Humor (Sense of Humor)
A. J. Thorson & Powell F. mendefinisikan sense of humor adalah
kemampuan untuk mengamati, menikmati, atau mengekspresikan apa
yang lucu. Terdapat 4 (empat) aspek penting dari sense of humor, yakni
(Thorson & Powell, 1997):
a) Humor production, yaitu kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima
oleh lingkungan.
b) Coping with humor, yaitu bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosi dan situasi yang stressful pada individu.
c) Humor appreciation, yaitu kemampuan untuk mengapresiasikan
humor yang dihubungkan dengan internal locus of control
seseorang, sebuah indikasi dari beberapa banyak individu
mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku
orang lain.
2) Definisi Operasional Rasa Humor (Sense of Humor)
Rasa humor dalam penelitian ini didefinisikan sebagai respon yang
diberikan oleh siswa siswi Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung yang
beretnis Sunda dengan bentuk membubuhkan nomor dari 1 sampai 7
terhadap suatu pesan yang mengandung humor. Angka 1 menunjukkan
pesan yang menurutnya Tidak Lucu dan Diam/ Tidak Tertawa, demikian
seterusnya hingga angka 7 yang menunjukkan bahwa pesan tersebut
Sangat Lucu dan Tertawa.
Adapun dimensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a) Humor production, yaitu kemampuan menemukan dan menangkap humor pada setiap cerita lucu dan menggelikan; dan
b) Attitude toward humor, yaitu kecenderungan siswa dan siswi untuk tersenyum, tertawa, atau terdiam ketika membaca cerita lucu.
Pesan atau cerita lucu yang menjadi stimulus menggunakan bahasa
Sunda dan dirancang sedemikian rupa dengan bertujuan untuk
memancing tawa setiap pembacanya. Respon yang diberikan oleh setiap
responden yang akan menjadi pengukuran apakah seseorang tersebut
memiliki rasa humor yang tinggi atau rendah. Jumlah nilai skor tinggi
menunjukkan seseorang memiliki rasa humor yang tinggi, dan nilai
rendah menunjukkan rasa humor yang rendah.
b. Definisi Konseptual dan Operasional Gaya Manajemen Konflik
1) Definisi Konseptual Gaya Manajemen Konflik
Gaya manajemen konflik adalah cara yang digunakan seseorang
dalam menyelesaikan konflik atau juga disebut dengan resolusi konflik.
Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilmann (1974) mengemukakan bahwa
manajemen dengan tingkat yang berbeda-beda. Thomas & Kilmann
menetapkan 5 (lima) macam gaya manajemen konflik, yaitu (Wirawan,
2010):
a) Menghindar (Avoiding), yaitu kedua belah pihak yang terlibat
konflik berusaha menghindari konflik;
b) Kompetisi (Competiting), yaitu merupakan gaya yang berorientasi
pada kekuasaan, seseorang akan menggunakan kekuasaan yang
dimilikinya untuk berusaha memenangkan konflik dengan lawannya;
c) Mengakomodasi (Accomodating, yaitu salah satu pihak akan
mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya untuk
memuaskan kepentingan lawan konfliknya;
d) Kompromi (Compromising), yaitu kedua belah pihak yang terlibat
konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagian
dari keinginan mereka; dan
e) Kolaborasi (Collaborating), yaitu merupakan gaya bernegosiasi
untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan pihak-pihak
yang terlibat konflik.
2) Definisi Operasional Gaya Manajemen Konflik
Gaya manajemen konflik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai
cara yang digunakan oleh seorang remaja dalam mengelola konflik yang
sedang ia hadapi. Adapun jenis-jenis gaya manajemen konflik yang
digunakan bertolak dasar pada gaya manajemen Thomas dan Kilmann.
Adapun jenis-jenis gaya manajemen konflik tersebut diantaranya adalah:
a) Menghindar (Avoiding), yaitu kemampuan meninggalkan masalah
tanpa terselesaikan, kemampuan untuk mengesampingkan masalah,
kemampuan untuk melupakan masalah yang menyakitkan hati, dan
kemampuan menarik diri.
(dominan), dan kemampuan memengaruhi lawan konflik untuk
mengikuti keinginannya.
c) Mengakomodasi (Accomodating), yaitu kemampuan melupakan
keinginan diri sendiri dan kemampuan mengikuti keinginan lawan
konflik.
d) Kompromi (Compromising), yaitu kemampuan menemukan jalan
tengah, kemampuan bernegosiasi, dan mendengarkan dengan baik
pendapat yang dikemukakan oleh lawan konflik.
e) Kolaborasi (Collaborating), yang diukur dalam jenis ini adalah
kemampuan bernegosiasi, mendengarkan dengan baik pendapat yang
dikemukakan oleh lawan konflik, dan bersifat terbuka dalam
menganalisis masalah.
Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari Thomas-Kilmann
Conflict Mode Instrument yang diterjemahkan oleh Dr. Wirawan, MSL., Sp.A., M.M., M.Si. Pengukuran jenis gaya manajemen konflik ini dapat
dilihat dari besarnya skor yang diperoleh responden terhadap salah satu
gaya manajemen konflik yang paling sesuai dengan pilihan dan perasaan
responden.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian atau juga yang disebut dengan alat pengumpul data
disusun dengan keperluan untuk memeroleh data yang sesuai (baik data kualitatif
maupun kuantitatif). Data tersebut akan diolah untuk menjadi informasi yang
dapat menjelaskan suatu gejala atau hubungan antar gejala (Danim, 2002).
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Instrumen Rasa Humor (Sense of Humor)
Alat ukur rasa humor ini disusun digunakan dalam mengukur tingkat rasa
humor seseorang dengan beberapa stimulus yang mengandung humor. Dalam
teorinya, Chapman & Foot mengemukakan bahwa terdapat ciri-ciri pesan
yang mengandung unsur humor, sehingga dapat dikembangkan menjadi
sebuah alat ukur. Ciri dari suatu pesan tersebut adalah bahwa pesan tersebut
dapat memancing tawa atau senyum; pesan tersebut dibuat dengan tujuan
untuk memancing tawa dan senyum; dan anggota lain dari suatu kebudayaan
yang sama setuju bahwa pesan tersebut masuk ke dalam salah satu contoh
humor.
Berdasarkan ketiga dimensi tersebut, peneliti kemudian menyusun
cerita-cerita yang mendukung dan didasari pada 3 (tiga) aspek pesan yang
mengandung humor. Cerita dan gambar yang digunakan dikumpulkan oleh
peneliti dengan berbagai sumber, yakni buku-buku humor populer dan juga
internet. Jumlah cerita dan gambar yang dijadikan alat ukur berjumlah 30
(tiga puluh) item. Reliabilitas dari alat ukur tingkat rasa humor ini adalah
0,936 sehingga dapat dikatakan sangat reliabel.
Alat ukur tingkat rasa humor ini disusun dengan menggunakan rating
scales dalam mempersepsikan setiap pesan dari sudut rasa humor. Responden yang terdiri dari remaja pertengahan diminta untuk menyatakan pikiran,
perasaannya, dan juga ekspresi yang dimunculkan, respon disajikan dalam 7
(tujuh) tingkatan seperti berikut ini:
Tidak Sangat
Lucu lucu
1 2 3 4 5 6 7
Diam Tertawa
1 2 3 4 5 6 7
Gambar 3.2
Sistem penilaian pada tingkatan sense of humor diskor pada kontinum
dengan nilai minimal 28 sampai dengan nilai maksimal 196 berdasarkan skor
total. Berikut adalah sistematika pengkategorisasiannya.
a. Sense of Humor Tinggi =
b. Sense of Humor Sedang =
c. Sense of Humor Rendah =
2. Instrumen Gaya Manajemen Konflik
Instrumen gaya manajemen konflik dalam penelitian ini digunakan
dengan tujuan mengetahui jenis dari bermacam-macam gaya manajemen
konflik yang ada. Macam-macam gaya tersebut berbeda antara satu dengan
lainnya. Bukan hanya jenis antara satu gaya dengan lainnya, namun terdapat
tingkatan dari gaya yang negatif hingga positif. Penentuan urutan dari negatif
ke positif ini ditentukan oleh 2 (dua) dimensi. Kenneth W. Thomas dan Ralp
H. Kilmann (1974) mengemukakan bahwa 2 (dua) dimensi tersebut adalah:
(1) kerja sama (cooperativeness), dan (2) keasertifan (assertiveness). Hal
yang membedakan antara satu dengan lainnya adalah tingkat dari kedua aspek
tersebut, dari mulai rendah hingga pada tingkat tertinggi.
Berikut adalah instrumen yang berasal dari adaptasi Thomas-Kilmann
Conflict Mode Instrument (diterjemahkan oleh Dr. Wirawan, MSL., Sp.A., M.M., M.Si.). Dalam hal ini, responden diminta untuk memilih salah satu dari
dua pernyataan yang menurut mereka paling menggambarkan dirinya. Nilai
reliabilitas pada instrumen ini berkisar antara 0,088-0,683.
Jawaban pada instrumen Gaya Manajemen Konflik diatas terdiri dari 2
(dua) buah pilihan, yakni A dan B. Setiap pernyataan mendukung salah satu
gaya dari kelima gaya yang ada. Sistem penilaian pada setiap gaya
manajemen diskor pada kontinum 0 sampai dengan 12. Berikut adalah
Tabel 3.3
Sistem Penilaian Skor Alternatif Jawaban Instrumen
Tinggi 25%
Kolaborasi Kompromi Akomodasi Kompetisi Menghindar
F. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen
Asal kata validitas adalah dari kata validity, yang dapat diartikan dengan
sejauhmana ketepatan atau kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi
ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau benar-benar mengukur aspek yang
diukurnya. Sebaliknya, alat ukur yang memiliki nilai validitas rendah dapat
diartikan bahwa data yang dihasilkan tidak relevan dengan tujuan pengukuran
alat ukur tersebut (Azwar, 2010).
Dalam uji validitas isi, sesuai dengan namanya, yakni merupakan
validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi atau konten tes
dengan analisis rasional. Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu
instrument mengukur isi (konsep) yang harus diukur (Anastasi, 1988). Validitas isi dalam penelitian ini akan dilakukan oleh professional judgement. Inti dari validitas ini adalah untuk menjawab pertanyaan “sejauhmana item -item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur”, atau juga “sejauhmana isi tes tersebut mencerminkan ciri atribut yang ingin diukur”. Hal tersebut dikarenakan sebuah tes haruslah komprehensif isinya dan juga memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari
batasan tujuan akhir (Azwar, 2010).
Peneliti meminta bantuan kepada tiga orang ahli dalam bidang psikologi
perkembangan dan sosial, yaitu Dr. H. Mamat Supriatna, M.Pd., Dr. Tina
Hayati Dahlan, M.Pd., Psi., dan Drs. H. M. Engkos Kosasih, M.Pd. Setelah
tahapan di atas dilakukan, hal yang kemudian peneliti lakukan adalah
melakukan perbaikan instrumen dan melakukan uji coba terhadap 54 orang
sampel penelitian.
Dari kedua instrumen yang telah dianalisis oleh professional atau expert
judgment terdapat beberapa perbaikan pada keduanya. Diantaranya adalah pada instrumen sense of humor, instrumen awalnya berjumlah 15 item,
mengalami perubahan jumlah item, melainkan hanya dilakukan perubahan
secara redaksi kata.
2. Uji Reliabilitas Item
Reliability yang berasal dari kata rely dan ablity, merupakan penerjemahan dari kata reliabilitas. Suatu alat ukur yang reliabel adalah yang
memiliki nilai reliabitas yang tinggi. Reliabilitas yang dimaksud adalah
sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan untuk
tetap digunakan di lain waktu (Azwar, 2010). Reliabilitas juga bisa diartikan
sebagai konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur.
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila dilakukan dalam beberapa
kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama akan
diperoleh hasil yang sama (Anastasi, 1988).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Alpha
Cronbach, dihitung dengan menggunakan bantuan program aplikasi SPSS version 15.0. for Windows Adapun rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut (Azwar, 2010).
[ ] [ ∑ ]
Keterangan:
α = Koefisien reliabilitas Alpha
k = Banyaknya belahan tes
Sj2 = Varians belahan j; j = 1, 2, 3, ...
Sx2= Varians skor tes
Menurut kriteria Guillford, koefisien reliabilitas Alpha Cronbach terbagi
Tabel 3.4
Kriteria Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
Kriteria Koefisien Reliabilitas α
Sangat Reliabel > 0,900
Reliabel 0,700 – 0,900
Cukup Reliabel 0,400 – 0,700
Kurang Reliabel 0,200 – 0,400
Tidak Reliabel < 0,200
Selanjutnya, setiap item akan dilihat nilai corrected item-total correlation
dengan menggunakan bantuan dari program aplikasi SPSS 15.0. for Windows
Dari pengujian tersebut dapat diketahui mana saja item-item yang dapat
dipertahankan untuk digunakan dalam instrumen akhir, dan item mana yang
seharusnya dibuang karena tidak memenuhi batas minimal, yaitu 0.30. Akan
tetapi, beberapa ahli berpendapat bahwa jika item yang memiliki nilai
corrected item-total correlation 0.30, maka item tersebut harus diuji kembali, sedangkan yang harus dibuang adalah item dengan minimal nilai corrected
item-total correlation sebesar 0.20.
Dengan berdasarkan pada kategorisasi koefisien reliabilitas yang telah
disebutkan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa kedua instrumen yang
ada dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Adapun hasil pengujian
kedua instrumen tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5. Nilai Reliabilitas Instrumen Sense of Humor
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,936 28
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen sense of humor
Berikutnya, instrumen yang diuji adalah gaya manajemen konflik, pada
instrumen ini, dilakukan pengujian setiap gaya, dikarenakan akan terdapat
error jika diuji secara bersamaan (5 gaya). Sebabnya adalah banyaknya nilai 0 yang nantinya akan memengaruhi nilai koefisien reliabilitasnya. Akan ada
beberapa gaya yang cukup reliabel hingga tidak reliabel. Hal ini dikarenakan
sampel merupakan populasi yang sama, yakni etnis sunda, sehingga
kecenderungan memilih gaya yang sama cukup besar. Berikut adalah hasil
pengujiannya.
Tabel 3.6. Nilai Reliabilitas Instrumen Gaya Manajemen Konflik (Menghindar)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,441 12
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen gaya manajemen
konflik (menghindar) adalah 0,441. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
instrumen sense of humor ini cukup reliabel.
Tabel 3.7. Nilai Reliabilitas Instrumen Gaya Manajemen Konflik (Kompetisi)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,683 12
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen gaya manajemen
konflik (kompetisi) adalah 0,683. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
Tabel 3.8. Nilai Reliabilitas Instrumen Gaya Manajemen Konflik (Akomodasi)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,649 12
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen gaya manajemen
konflik (akomodasi) adalah 0,649. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
instrumen sense of humor ini cukup reliabel.
Tabel 3.9. Nilai Reliabilitas Instrumen Gaya Manajemen Konflik (Kompromi)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,445 12
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen gaya manajemen
konflik (kompromi) adalah 0,445. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
instrumen sense of humor ini cukup reliabel.
Tabel 3.10. Nilai Reliabilitas Instrumen Gaya Manajemen Konflik (Kolaborasi)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,088 12
Koefisien reliabilitas alpha cronbach pada instrumen gaya manajemen
konflik (kolaborasi) adalah 0,088. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
instrumen sense of humor ini tidak reliabel, dikarenakan jumlah sampel yang
Selanjutnya, setiap item akan dilihat nilai corrected item-total correlation
dengan menggunakan bantuan dari program aplikasi SPSS version 15.0. for
Windows Dari pengujian tersebut dapat diketahui mana saja item-item yang dapat dipertahankan untuk digunakan dalam instrumen akhir, dan item mana
yang seharusnya dibuang karena tidak memenuhi batas minimal, yaitu 0.30.
Akan tetapi, beberapa ahli berpendapat bahwa jika item yang memiliki nilai
corrected item-total correlation 0.30, maka item tersebut harus diuji kembali, sedangkan yang harus dibuang adalah item dengan minimal nilai corrected
item-total correlation sebesar 0.20.
Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas yang telah dilakukan, dapat
diketahui ada beberapa item yang tidak layak untuk digunakan, sehingga
tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan dan pengolahan data
berikutnya. Terkecuali pada gaya manajemen konflik, beberapa item yang
tidak layak tetap dipertahankan dikarenakan akan memengaruhi penilaian
terhadap instrumen yang berupa adaptasi.
Tabel 3.11. Tabel Hasil Pengembangan Instrumen Sense of Humor
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner adalah suatu bentuk teknik pengumpulan data dengan cara
memberikan suatu bentuk tertulis berupa pertanyaan maupun pernyataan yang
diajukan kepada responden untuk menjawab atau memberikan tanggapannya
(Gulo, 2000). Kuesioner yang dibagikan dilengkapi dengan data diri responden
dan juga item-item pernyataan mengenai variabel yang sedang diteliti.
Peneliti menggunakan teknik kuesioner atas berbagai dasar pertimbangan,
yaitu dikarenakan subjek yang cukup banyak (beberapa kelas), sehingga untuk
mengefisiensikan waktu digunakanlah teknik ini agar data yang dibutuhkan dapat
terkumpul secara efektif. Selain itu, pertimbangan peneliti untuk menggunakan
kuesioner adalah karena dalam penelitian ini, peneliti ingin mendapatkan suatu
gambaran yang empirik berupa angka, data empirik tersebut akan menjadi sumber
dalam pengolahan data untuk dianalisis dan ditarik kesimpulan sebagai hasil dari
penelitian.
H. Pengolahan dan Analisis Data 1. Verifikasi Data
a. Penyekoran
Penyekoran data dilakukan melalui 5 (lima) tahapan, yakni data
coding (pengkodean data), data entering (pemindahan data ke komputer), data cleaning (pembersihan data), data output (penyajian data), dan data analyzing (analisis data). Pengkodean data adalah sebuah proses penyusunan secara sistematis terhadap data mentah (yang berada pada
kuesioner) ke dalam bentuk yang dapat dibaca oleh komputer (Prasetyo,
2010). Pengkodean ini berupa perubahan dari huruf-huruf yang ada pada
kuesioner menjadi bentuk angka sesuai dengan bobot masing-masing
ada kesalahan
tidak ada kesalahan
Gambar 3.3 Skema Penyekoran Data
Selanjutnya yang dilakukan adalah pemindahan data ke komputer
yang telah berbentuk angka-angka. Caranya adalah dengan menggunakan
coding sheet (lembar kode) atau bentuk lainnya. Program yang digunakan dalam pemindahan data ini adalah Microsoft Excel dan SPSS
version 15.0. for Windows (Statistical Package for Social Science). Setelah pemindahan selesai, langkah berikutnya adalah melakukan
pembersihan data. Langkah ini memastikan bahwa seluruh data yang
telah dimasukkan ke dalam komputer sudah benar dan sesuai dengan
yang sebenarnya (Prasetyo, 2010).
Lalu, setelah data yang dimasukkan telah benar, dilakukanlah Data Coding
Data Entering
Data Cleaning
Data Output: 1. Numerik 2. Grafik
langkah yang terakhir dalam proses pengolahan data adalah analisis data
(data analyzing), yaitu suatu proses mengenai bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang
sudah ada pada tahap pengolahan data (Prasetyo, 2010). Mengenai
analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dijelaskan pada
poin selanjutnya.
b. Analisis Data 1) Uji Normalitas
Uji normalitas data adalah sebuah pengujian yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal. Normal dalam hal ini
adalah ketika distribusi data tersebut berbentuk lonceng (bell shaped). Data yang dikatakan „baik‟ adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yaitu yang tidak menceng ke kanan maupun ke kiri
(Santoso, 2010).
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi
SPSS version 15.0 for windows dengan metode One-Sample
Kolmogorov-Smirnov. Sebuah data dapat dikatakan memiliki penyebaran yang normal jika memiliki nilai Assym. Sig. (2-tailed) >
0,05. Berikut adalah hasil perhitungan dari penelitian ini.
Tabel 3.12. Hasil Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Parameters(a,b) Mean 117,7000 6,0700 3,8000
Std. Deviation 20,99952 2,27971 2,32683
Gaya
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Tabel di atas menggambarkan tentang nilai signifikansi (Asymp.
Sig.) dari variabel sense of humor, gaya manajemen konflik yang terdiri dari gaya menghindar, gaya kompetisi, gaya akomodasi, gaya
kompromi, dan gaya kolaborasi. Masing-masing dari seluruh variabel
memiliki nilai signifikansi 0.712, 0.173, 0.017, 0.018, 0.100, dan
0.024. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 3
gaya yang kurang berdistribusi normal, yaitu gaya kompetisi, gaya
akomodasi, dan gaya kolaborasi. Hal tersebut dikarenakan adanya
kecenderungan untuk memilih pilihan yang sama. Selanjutnya, untuk
sense of humor, gaya menghindar, dan juga gaya kompromi dapat disimpulkan berdistribusi normal, dikarenakan lebih besar dari 0.05.
2) Uji Linearitas
Linearitas adalah sebuah keadaan dimana hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen bersifat linier atau
garis lurus dalam range independen tertentu. Misalnya jika suatu
variabel tertentu berada pada tingkat yang tinggi, maka variabel
lainnya akan semakin tinggi atau rendah. Hubungan yang linier
menggambarkan bahwa perubahan pada satu variabel akan cenderung
variabel, baik penurunan maupun kenaikan yang terjadi pada kedua
variabel tersebut (Santoso, 2010).
Uji linearitas pada penelitian ini SPSS version 15.0 for windows.
Sepasang data dapat dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila
memiliki nilai Sig. Linearity < 0,05. Berikut adalah hasil perhitungan
dari penelitian ini.
Tabel 3.13. Hasil Uji Linearitas antara Sense of Humor dengan Gaya Manajemen Konflik Menghindar
Sig. Linearity sebesar 0,137. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara sense of humor dengan gaya
menghindar tidak linier.
Hasil perhitungan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai
Sig. Linearity sebesar 0,273. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara sense of humor dengan gaya
kompetisi tidak linier.
Tabel 3.15. Hasil Uji Linearitas antara Sense of Humor dengan Gaya Manajemen Konflik Akomodasi
Sig. Linearity sebesar 0,738. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara sense of humor dengan gaya
akomodasi tidak linier.
Hasil perhitungan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai
Sig. Linearity sebesar 0,021. Angka ini lebih kecil dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara sense of humor dengan gaya
kompromi linier.
Tabel 3.17. Hasil Uji Linearitas antara Sense of Humor dengan Gaya Manajemen Konflik Kolaborasi
Sig. Linearity sebesar 0,889. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara sense of humor dengan gaya
kolaborasi tidak linier.
3) Uji Korelasi
Korelasi adalah hubungan antara variabel satu dengan lainnya
yang digunakan pada suatu penelitian, sehingga dengan kata lain
bahwa uji korelasi merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
menguji apakah satu variabel memiliki hubungan dengan variabel lain
dalam suatu penelitian (Santoso, 2009).
Teknik yang digunakan dalam uji korelasi ini adalah rumus teknik
korelasi Pearson’s Product Moment, dengan tujuan agar dapat dilihat
korelasi item total kuesioner, yaitu konsistensi antara skor item
perhitungan ini, peneliti menggunakan program aplikasi SPSS version
15.0. for Windows. Adapun rumus dari Pearson’s Product Moment adalah sebagai berikut (Azwar, 2010).
∑ ∑ ∑
√[∑ ∑ ] [∑ ∑ ]
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi variabel x dengan variabel y
xy = Jumlah hasil perkalian antara variabel x dan variabel y
x = Skor item
y = Skor item
n = Jumlah subjek penelitian
Selanjutnya, perhitungan validitas dilakukan per-dimensi untuk
mengukur angka validitasnya. Metode yang digunakan untuk
mengukur kelayakan suatu faktor untuk dianalsis adalah Kaiser Meyer
Olkin (KMO) – Measure of Sampling Adequancy (MSA), Bartlett’s Test of Sphericity, dan Anti Image Correlation.
KMO-MSA adalah indeks yang digunakan untuk menguji
ketepatan dan kelayakan sampel yang digunakan pada analisis faktor.
Sebaliknya nilai KMO-MSA berada diantara 0.50-1.0 menunjukkan
bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian memadai dan proses
analisis faktor dapat dilanjutkan. Jika persyaratan tersebut tidak
terpenuhi, maka item yang diujikan belum dapat dilakukan analisis
lebih mendalam.
Barlett’s test of sphericity merupakan uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis nol (Ho), yang diartikan variabel-variabel
penelitian tidak berkorelasi di dalam populasi. Apabila nilai Barlett’s
multikolinearitas), sehingga secara keseluruhan model yang dibentuk
layak untuk digunakan dan dianalisis.
Anti Image Correlation merupakan metode untuk mengukur kelayakan sampel per variabel. Merupakan korelasi parsial antara
variabel penelitian yang digunakan untuk mengukur kelayakan sampel
setiap variabel penelitian. Kecukupan sampel setiap variabel penelitian digunakan dengan nilai korelasi ≥ 0.50. Apabila nilai korelasi <0.50 maka variabel tersebut harus dieliminasi dan diadakan
pengujian ulang dengan item yang telah terbuang (Santoso, 2010).
4) Uji Signifikansi
Uji signifikansi juga dilakukan dalam penelitian ini dengan tujuan
untuk mengetahui apakah hubungan yang nantinya ditemukan berlaku
untuk keseluruhan populasi atau tidak. Pada penelitian ini, uji
signifikansi dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS
version 15.0 for windows, yang didasarkan pada besarnya angka Sig. yang dikonsultasikan dengan tingkat kesalahan, yakni α = 0,05.
Apabila nilai Sig. < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa koefisien
korelasi tersebut signifikan, sehingga hasilnya dapat berlaku pada
populasi tempat dimana sampel diambil. Demikian juga dengan
sebaliknya jika nilai Sig. > 0,05 dapat disimpulkan bahwa koefisien
korelasi tidak signifikan, yang artinya bahwa terdapat adanya suatu
kesamaan dalam suatu populasi yang mengakibatkan data tidak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Secara gambaran umum, sebagian besar remaja pertengahan etnis Sunda yang
tergabung dalam kelas X dan XI di SMA Negeri 4 Bandung memiliki sense
of humor yang sedang. Remaja pertengahan etnis Sunda dengan sense of humor yang sedang dapat diartikan memiliki kemampuan dalam menangkap dan juga mengekspresikan sesuatu hal yang mereka temui sebagai hal yang
lucu, akan tetapi terkadang juga mereka tidak mampu menangkap dan
mengekspresikan sesuatu yang lucu dalam hal tersebut.
2. Remaja pertengahan etnis Sunda yang tergabung dalam kelas X dan XI di
SMA Negeri 4 Bandung memiliki kecenderungan gaya manajemen konflik
kolaborasi. Oleh karena itu, para remaja pertengahan etnis Sunda yang
memiliki gaya manajemen konflik kolaborasi ini dapat diartikan mempunyai
kemampuan untuk menciptakan solusi integratif, merasa bahwa tujuan kedua
belah pihak terlalu penting untuk dikompromikan, tujuan pihak yang terlibat
konflik untuk mempelajari lebih jauh pandangan dari lawan konfliknya, dan
kedua belah pihak sama-sama tidak merasa cukup memiliki kekuasaan dan
sumber-sumber untuk memaksakan kehendak demi tercapainya tujuan.
3. Secara keseluruhan tidak terdapat hubungan antara rasa humor dengan gaya
manajemen konflik, berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
a. Tidak terdapat hubungan antara sense of humor dengan gaya manajemen
konflik menghindar pada remaja pertengahan etnis Sunda di SMA Negeri
4 Bandung. Dapat diketahui bahwa peran dari sense of humor tidak
Sunda yang mengedepankan eksplorasi tinggi dan pengambilan resiko
terhadap apa yang mereka pilih.
b. Tidak terdapat hubungan antara sense of humor dengan gaya manajemen
konflik kompetisi pada remaja pertengahan etnis Sunda di SMA Negeri 4
Bandung. Tidak adanya hubungan ini dapat disebabkan oleh faktor
budaya yang cukup kental, yakni remaja pertengahan etnis Sunda yang
mana secara garis besar menyukai humor dan berperangai halus, dan
orang etnis Sunda tidak menyukai adanya konflik antara satu orang
dengan lainnya.
c. Tidak ada hubungan antara sense of humor dengan gaya manajemen
akomodasi pada remaja pertengahan etnis Sunda di SMA Negeri 4
Bandung. Tidak adanya hubungan ini dikarenakan gaya manajemen
akomodasi tidak sesuai dengan karakteristik remaja pertengahan etnis
Sunda yang memiliki kecenderungan untuk menunjukkan eksistensinya
dalam berbagai hal, seperti pendapat, sikap, dan juga tindakan yang akan
ia pilih.
d. Tidak ada hubungan antara sense of humor dengan gaya manajemen
kompromi pada remaja pertengahan etnis Sunda di SMA Negeri 4
Bandung. Tidak adanya hubungan ini disebabkan oleh remaja
pertengahan etnis Sunda yang memiliki karakteristik untuk
menyelesaikan permasalahan dengan lawan konflik secara tidak
berkepanjangan. Sedangkan pada gaya manajemen konflik kompromi,
solusi yang didapat oleh kedua belah pihak merupakan solusi yang
bersifat sementara. Karena bagi remaja laki-laki maupun perempuan, jika
mereka tidak bisa menyelesaikan konflik yang ada dengan cepat dan tidak
berkepanjangan, maka akan menjadi beban tersendiri, sedangkan teman
sebaya yang mungkin menjadi lawan konflik adalah teman yang dapat
berguna dalam perkembangan moral secara sosial.
e. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara sense of humor
bahwa terdapat banyak kesamaan antara karakteristik gaya manajemen
konflik kolaborasi dengan karakter dan juga budaya yang dimiliki oleh
para remaja pertengahan etnis Sunda. Sebagian besar remaja pertengahan
etnis Sunda yang memiliki sense of humor sedang mendekati tinggi
menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi ketika dihadapkan
pada sebuah konflik.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
maka terdapat beberapa saran atau rekomendasi yang diberikan oleh peneliti, yaitu
sebagai berikut.
1. Bagi Remaja Pertengahan Etnis Sunda
Sebagian besar remaja pertengahan etnis Sunda memiliki tingkat rasa humor
yang sedang. Diharapkan secara keseluruhan para remaja dapat terampil
dalam mengelola konflik dengan menggunakan gaya manajemen yang positif,
seperti banyak melakukan kegiatan diskusi santai, aktif dalam berorganisasi,
dan secara seimbang berkumpul bersama keluarga serta teman sebaya,
sehingga dapat mengembangkan kepribadian ke arah yang lebih baik.
2. Bagi Sekolah/Penyelenggara Pendidikan
Bagi pihak sekolah maupun instansi penyelenggara pendidikan diharapkan
untuk menambahkan suatu pelatihan atau pendampingan yang dapat berguna
bagi para siswanya dalam melatih keterampilan manajemen konflik. Terlebih
bagi etnis Sunda yang pada dasarnya memiliki sense of humor sedang yang
dapat bermanfaat sebagai keterampilan dalam mengelola konflik.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pada bagian alat ukur instrumen gaya manajemen konflik perlu untuk ditinjau
lebih mendalam dan dilakukan pemeriksaan kembali. Jika terdapat hasil
reliabilitas yang kecil, maka sesegera mungkin untuk dilakukan revisi redaksi.
Penilitian ini dapat juga dikembangkan dengan menambahkan variabel
yang lebih luas, dan juga dapat dikaitkan dengan etnis lainnya yang terdapat