diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika
oleh
Aryanti Lestari
NIM 1000327
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Pada Pokok Bahasan Optik
Oleh
Aryanti Lestari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Aryanti Lestari 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
PENERAPAN METODE LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN
SCIENTIFIC REASONING SISWA
PADA POKOK BAHASAN OPTIK
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr.Setiya Utari, M.Si. NIP. 196707251992032002
Pembimbing II
Drs. Harun Imansyah, M.Ed. NIP. 195910301986011001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
HALAMAN COVER
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Struktur Organisasi Penelitian ... 9
BAB II ... 10
KETERKAITAN PENDEKATAN LEVELS OF INQUIRY DENGAN PENINGKATAN SCIENTIFIC REASONING SISWA PADA POKOK BAHASAN OPTIK ... 10
A. Inkuiri ... 10
B. Levels of Inquiry ... 13
C. Penalaran ... 26
D. Scientific Reasoning ... 28
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian ... 35
B. Desain Penelitian ... 36
C. Metode Penelitian ... 40
D. Definisi Operasional ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 42
F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ... 44
G. Teknik Pengumpulan Data ... 46
H. Teknik Analisis Instrumen ... 47
I. Teknik Pengolahan Data ... 59
BAB IV... 63
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63
A. Hasil Penelitian ... 63
1. Analisis Karakteristik Instrumen Tes Scientific Reasoning ... 63
2. Scientific Reasoning Siswa ... 69
a.Scientific Reasoning Siswa Secara Keseluruhan ... 70
b.Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Aspek ... 71
c.Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Pokok Bahasan Optik ... 81
3. Persentase Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 82
a.Persentase LKS Pada Aspek Proportional Reasoning ... 82
b.Persentase LKS Pada Aspek Corelational Reasoning ... 83
c.Persentase LKS Pada Aspek Control of Variabel ... 84
d.Persentase LKS Pada Aspek Causal Reasoning ... 84
e.Persentase LKS Pada Aspek Deductive Reasoning ... 85
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Kedua ... 95
c. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Ketiga ... 98
B. Diskusi dan Pembahasan ... 103
1. Scientific Reasoning Siswa ... 103
2. Scientific Reasoning Siswa Pada Setiap Aspek ... 104
3. Scientific Reasoning Pada Setiap Pokok Bahasan ... 116
4. Keterlaksanaan Pendekatan Levels of Inquiry ... 117
a. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Pertama... 118
b. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Kedua ... 119
c. Keterlaksanaan Metode Levels of Inquiry Pertemuan Ketiga ... 121
BAB V ... 123
SIMPULAN DAN SARAN... 123
A. Simpulan ... 123
B. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 125
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ANALISIS SCIENTIFIC REASONING DALAM PENERAPAN PENDEKATAN LEVELS OF INQUIRY PADA POKOK BAHASAN
OPTIK Aryanti Lestari
NIM.1000327
Pembimbing I: Dr.Setiya Utari, M.Si. Pembimbing II : Drs. Harun Imansyah, M.Ed.
Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan rendahnya scientific reasoning siswa pada mata pelajaran Fisika, khususnya pada aspek proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Permasalahan tersebut didasarkan pada hasil studi literatur dan hasil studi pendahuluan. Rendahnya scientific reasoning siswa tersebut dikarenakan dalam pembelajaran kurang memfasilitasi siswa dalam melatihkan kemampuan berpikir dan kemampuan melakukan penyelidikan serta kurang diberikannya soal-soal yang melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai penerapan metode levels of inquiry untuk mengetahui peningkatan scientific reasoning siswa SMP setelah diterapkannya metode tersebut. Sampel penelitian ini adalah 40 orang siswa kelas VIII F yang terdapat disalah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Sampel penelitian tersebut diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian yaitu one-group pretest-posttestdesign. Penelitian ini mengacu pada aspek scientific reasoning yaitu proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Instrumen yang digunakan untuk mengukur scientific reasoning siswa adalah 24 soal pilihan ganda bertingkat dua tentang materi optik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa scientific reasoning siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry sebesar 52,71% dan nilai effect size sebesar 3,9 dengan kategori besar.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ANALYSIS SCIENTIFIC REASONING ON IMPLEMENTATION LEVELS OF INQUIRY APPROACH IN OPTICS
Aryanti Lestari NIM. 1000327
Promotor1 : Dr. SetiyaUtari, M.Si PromotorII: Drs. HarunImansyah, M.Ed
Department of Physics Education
ABSTRACT
This research background by the low of scientific reasoning student on physics subject especially on the aspect of proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, and hypothetical deductive. It could be seen from the result of literature study and preliminary study. The low of scientific reasoning student was caused by physics learning has not facilitated student in training thinking abilityand not given question about the training of scientific reasoning. Therefore, the purpose of this research was to knowing increase scientific reasoning after applied levels of inquiry. Sample of this research were 40 students of VIII F in one of junior high school in Bandung. This sample was taken with purposive sampling. The research method is quantitative and design research is one group pretest-postest. This research is refer to proportional reasoning, correlational reasoning, control of variabel, causal reasoning, deductive reasoning, dan hypothetical deductive reasoning. Scientific reasoning instrument consist 24 two tier multiple choice about optics. Based on analyzed result showed that scientific reasoning was increased after implementing levels of inquiry as big as 52,71% and the effect size was 3,9 with large category, this means that the implementation of levels of inquiry gave a large contribution to improving scientific reasoning.
1
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada abad 21 ini, merupakan abad yang penuh dengan persaingan dalam segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Namun tidak sejalan dengan hal tersebut, prestasi siswa di Indonesia berada dalam kategori rendah terutama prestasi pada bidang sains dan matematika.
Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang merupakan studi internasional mengenai prestasi matematika dan sains siswa Sekolah Menengah Pertama, menunjukkan bahwa prestasi sains siswa di Indonesia pada tahun 1999 berada pada urutan ke 32 dari 38 negara, tahun 2003
menduduki urutan ke 37 dari 46 negara, tahun 2007 menduduki urutan ke 35 dari 49 negara, sedangkan pada tahun 2011 prestasi sains Indonesia berada di urutan ke 40 dari 42 negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sains di Indonesia berada dalam kategori rendah. Wono (dalam Kompas, 2012) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan sains siswa tersebut salah satunya disebabkan oleh penalaran (scientific reasoning) siswa Indonesia yang masih rendah.Scientific reasoning merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dan dibutuhkan oleh siswa karena berkaitan dengan bagaimana cara siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi pelajaran yang nantinya akan berdampak pada prestasi siswa, sehingga dibutuhkan suatu solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut.Faktor yang mungkin menjadi penyebab rendahnya scientific reasoning siswa antara lain (1) proses pembelajaran kurang memfasilitasi siswa untuk dapat melatihkan kemampuan scientific reasoning; (2) siswa Indonesia pada umumnya kurang dilatihkan dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal scientific reasoning.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
hasil wawancara dengan salah satu guru Fisika, beliau mengatakan bahwa“pembelajaran Fisika masih belum berbasis inkuiri dimana siswa jarang melakukan kegiatan eksperimen, serta guru masih kesulitan untuk melatihkan scientific reasoning karena tipe soal yang digunakan masih
berbentuk hafalan dan hitungan”. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa juga didapatkan infomasi bahwa soal yang dilatihkan kurang menuntut siswa untuk berpikir lebih tinggi sehingga menyebabkan siswa kebanyakan cenderung hanya menghafal rumus.
Sedangkan berdasarkan hasilobservasi di sekolah yang sama,
ditemukan fakta bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah belum bisa memfasilitasi siswa untuk mengembangkan scientific reasoning. Hal tersebut terlihat selama pembelajaran masih belum menekankan pada keterampilan siswa dalam berargumen sehingga
menyebabkan siswa tidak mampu mengungkapkan gagasan atau ide yang dimilikinya. Selain itu kegiatan pembelajaran hanya sebatas penyampaian materi secara verbal kemudian menuliskan hal-hal yang dianggap penting di papan tulis. Meskipun sesekali guru melontarkan pertanyaan kepada siswa dalam proses pembelajaran, namun hanya beberapa siswa saja yang sering merespon sehingga scientific reasoning siswa dalam pembelajaran berjalan secara tidak menyeluruh. Selain itu, pada saat pembelajaran jarang mengkaitkan materi pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Maka berdasarkan hasil studi pendahuluan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran masih belum dapat memfasilitasi dalam hal melatihkan dan mengukurscientific reasoning. Belum terfasilitasinya
pembelajaran menyebabkan siswa belum mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri, sehingga menyebabkan pengetahuan siswa menjadi kurang bermakna. Padahal seharusnya, ketika siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan lebih
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ketidakmampuan dalam mengungkap sejauh mana scientific reasoning siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu solusi untuk memecahkan masalah tersebut agar pembelajaran Fisika menjadi lebih bermakna dan agar kemampuan sains siswa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain.
Masalah di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Cartono dan Nuryani, R (dalam Rizkiana, 2012, hlm.1-2):
“... Guru kurang melatihkan kemampuan bernalar atau berpikir, khususnya keterampilan tingkat tinggi. Soal-soal yang diberikan oleh guru pada saat ulangan juga kurang menuntut siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi...”
Selain itu, Bbybee & Fuchs (dalam IIPERC, 2012) juga menyatakan bahwa:
“... pendidikan harus lebih ditekankan pada kemampuan bernalar sains bukan hanya pada konten sains saja.
Sebenarnya pengembangan fasilitas pembelajaran untuk melatihkan scientific reasoning terus dilakukan, salah satu diantaranya adalah pengembangan fasilitas pembelajaran yang dilakukan oleh Shofiyah, dkk (2013). Selain pengembangan fasilitas pembelajaran, pengembangan instrumen untuk mengukur scientific reasoning pun terus dilakukan terbukti dengan adanya tes terstandar yang dibuat oleh Anton.E. Lawson. Namun tes terstandar tersebut bersifat terbatas, artinya belum dapat mengungkapkan scientific reasoning siswa pada pokok bahasan yang berbeda.Agar dapat memecahkan masalah tersebut maka pembelajaran perlu melibatkan siswa dalam proses penemuan. Dengan dilibatkannya siswa dalam proses penemuan, berartimemfasilitasi siswa
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
course, along with some of the secondary reasoning question. We replaced these question with ones that expanded the questions sets for the ability
domains targeted in the course”.
Adapun salah satu solusi yang memungkinkan untuk memfasilitasi dalam melatihkan scientific reasoning adalah inkuiri. Inkuri sendiri merupakan suatu proses penyelidikan. Namun, untuk membangun scientific reasoning dengan menggunakan inkuiri harus bersifat sistematis dimulai dari kemampuan terendah sampai kemampuan tertinggi yang dikenal sebagai pendekatanlevels of inquiry. Penerapan pendekatanlevels of inquiry untuk melatihkan scientific reasoningsiswa ini juga diungkapkan oleh Dahar (1996, hlm.107) yang menyatakan bahwa belajar dengan penemuan dapat meningkatkan penalaran ilmiah (scientific reasoning) dan kemampuan berpikir siswa secara bebas.
Dalam jurnalnya yang berjudul Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processesyang diterbitkan pada tahun 2005, Wenning menjelaskan bahwainquiry harus disampaikan secara sistematis agar proses transfer pengetahuan berjalan secara efektif. Adapun tahapan dalam pembelajaran levels of inquiry terdiri dari tahapan discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical inquiry. Sementara dalam jurnal pada tahun 2010 yang berjudul “Levels of Inquiry: Using Inquiry
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menyatakan bahwa biasanya untuk melatihkan scientific reasoningmenggunakan inkuiri.
Penerapan pendekatanlevels of inquiry tersebut pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Lawson(dalam Shofiyah dkk,2013) menyatakan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan penalaran siswa. Pernyataan yang sama juga diajukan oleh Dolan dan Grady (dalam Feri, 2012) yang menyatakan bahwa pengajaran dengan pendekatan inkuiri berpotensi mendorong siswa untuk bernalar secara ilmiah. Selain itu, Ketut (2010) juga menyatakan bahwa
pembelajaran yang berbasis inkuiri cukup dapat meningkatkan penguasaan konten Fisika dan penalaran ilmiah(scientific reasoning).
Adapun salah satu pokok bahasan Fisika yang dijadikan objek penelitian adalah optik. Optik merupakan salah satu materi yang cukup
penting dalam pembelajaran Fisika. Hal tersebut disebabkan karena bahasan optik sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terdahulu yang pernah dilakukan di salah satu SMP di kota Bandung, siswa sering merasa kesulitan terkait dengan bahasan optik. Hal tersebut mungkin dikarenakan bahasan optik merupakan bahasan yang bersifat abstrak sehingga pemahaman konsep siswa masih kurang baik. Padahal seharusnya menurut teori Piaget (Dahar, 1996, hlm. 155) pada usia SMP, seharusnya siswa sudah mampu mempelajari konsep yang bersifat abstrak.
Maka berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai implementasi pendekatanlevels of inquiry pada pembelajaran Fisika SMP pada materi optik untuk melihat dan mengukur
sejauh manascientific reasoningsiswa. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini seluruh tahapan dalam pendekatanlevels of inquiry diterapkan dalam satu kali pertemuan dan dalam penelitian ini selain memfasilitasi siswa juga untuk
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tingkat intelektual siswa yang menjadi sampel penelitian.Sedangkan tahapan dalam pengembangan instrumen dilakukan dengan memvalidasi soal yang telah dibuat. Sehingga peneliti mengajukan suatu penelitian yang berjudul“Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan
Levels of InquiryPada Pokok Bahasan Optik”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang belum dapat memfasilitasi
siswa dalam melatihkan dan mengukur scientific reasoning siswa SMP. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatanlevels of inquiry, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah scientific reasoning siswa. Sedangkan batasan masalah untuk memperjelas permasalahandalam penelitian ini adalah pendekatanlevels of inquiry dalam penelitian inimerupakan hierarki pembelajaran yang terdiri dari tahapan discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical inquiry untuk mengajarkan sains secara sistematis yang berfungsi untuk mendapatkan pemahaman ilmiah dan keterampilan proses melalui penyelidikan ilmiah dan belajar dari pengalaman (Wenning, 2011, hlm.10). Namun dalam penelitian ini tahapan levels of inquiry yang digunakan hanya sampai pada tahapan inquiry laboratory. Hal tersebut disesuaikan dengan objek dalam penelitian ini yang merupakan siswa pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk melihat keterlaksanaan penerapan pendekatanlevels of inquiry dengan mengunakan lembar observasi dan
transkrip pembelajaran berupa rekaman pembelajaran selama pendekatanlevels of inquiry diterapkan.
Scientific reasoning dalam penelitian ini merupakan suatu proses kemampuan berpikir dan memberikan suatu alasan melalui kegiatan
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tentang alam maupun social (Bao et al, 2009). Scientific reasoning yang digunakan berdasarkan pada kerangka yang dirumuskan oleh Jing Han yang merupakan hasil pengembangan dari Lawson. Adapun aspek yang digunakan dalam penelitian ini hanya terdiri dari enam aspek yang diantaranya adalah: proportional reasoning (kemampuan dalam menentukan dan membandingkan rasio), correlational reasoning(kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel atau dua kejadian saling berhubungan atau tidak), control of variables (pemisahan dan pengontrolan variabel),causal reasoning (kemampuan untuk
menentukan sebab dan akibat terjadinya sesuatu kejadian atau peristiwa), deductive reasoning (kemampuan untuk menarik kesimpulan), dan hypothetical-deductive reasoning (kemampuan untuk menguji teori hipotesis). Untuk mengukur scientific reasoning siswa, peneliti membuat suatu instrumen tes scientific reasoning yang sebelumnya sudah divalidasi dan dibandingkan dengan tes terstandar. Adapun pemilihan aspek tersebut disesuai dengan materi Fisika yang diteliti.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana analisis scientific reasoning pada pokok bahasan optik setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry?”
Rumusan masalah ini dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil analisis tesscientific reasoning pada pokok bahasan
optik?
2. Bagaimana peningkatanscientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry?
3. Bagaimana peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Bagaimana peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquirypada setiap sub konsep optik?
5. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry?
D. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang serta rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hasil analisistes scientific reasoning pada pokok bahasan optik
2. Mengetahui seberapa besarpeningkatan scientific reasoning siswa
setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry.
3. Mengetahui seberapa besar peningkatan scientific reasoning siswa setelah diterapkan pendekatanlevels of inquiry pada setiap aspek. 4. Mengetahui seberapa besar peningkatan scientific reasoning siswa
setelah diterapkan pendekatanlevels of inquirypada sub konsep optik. 5. Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatanlevels of inquiry.
E. Manfaat Penelitian
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru, praktisi pendidikan, peneliti, dan lain-lain sebagai pendukung, pembanding, atau bahkan dapat menjadi rujukan penelitian sejenis.
F. Struktur Organisasi Penelitian
Struktur organisasi skripsi ini terdiri dari:
Bab I berisi mengenai uraian tentang pendahuluan dari skripsi yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian,
rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat atau signifikasi penelitian, serta struktur organisasi penelitian.
Bab II berisi kajian pustaka mengenai kajian pustaka tentang inkuiri, levels of inquiry,scientific reasoning), dan hubungan antara pendekatanlevels of inquiry terhadap peningkatan scientific reasoning.
Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai pendekatan penelitian termasuk beberapa komponen lainnya, yaitu lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain penelitian, pendekatan penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data hingga analisis data.
Bab IV penjabaran hasil penelitian dan pembahasan terdiri berisi dua hal utama yaitu hasil pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan.
35
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian
Sekolah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Bandung. Adapun alasan pemilihan sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan adanya kesesuaian materi dan waktu penelitian yang telah direncanakan dengan materi dan waktu penelitian yang telah ditetapkan oleh salah satu guru
Fisika di sekolah tersebut serta sekolah tesebut memiliki laboratorium yang cukup luas dan cukup lengkap. Selain itu, peneliti juga pernah melakukan studi pendahuluan tentang pembelajaran Fisika di sekolah tersebut untuk mengetahui scientific reasoning siswa.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berada di lokasi penelitian. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah salah satu kelas VIII yang berjumlah 40 orang yaitu siswa kelas VIII F. Sampel dalam penelitian ini dipilihsecara nonrandom sampling. Adapun teknik pengambilannya berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Hal tersebut disebabkan karena pengambilan sampel tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011, hlm.84). Selain itu pertimbangan pengambilan sampel juga disebabkan karena kelas yang dipilih merupakan kelas yang homogen dan mengacu pada pertimbangan mengenai hasil studi pendahuluan, hal tesebut dilihat dari nilai rata-rata
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan untuk melihat peningkatanscientific reasoning siswa adalah desain penelitian one group pretest-postest design. One group pretest-postest design adalah sampel penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu. Sebelum diberi perlakuan, sampel dites terlebih dahulu yang disebut dengan pretest. Kemudian setelah diberi perlakuan sampel dites kembali yang disebut dengan postest. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui scientific reasoning siswa. Perbedaan antara hasil pretest dan postest merupakan pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Luhut Panggabean, 1996, hlm. 31; Suharsimi Arikunto, 1998: 84). Fraenkel et al. (2012, hlm.269) juga menyatakan bahwa “in the one group pretest-postest design, a single group is measure or observed not only after being exposed to a treatment of some sort , but also before”. Dalam desain one group pretest-postest, kelompok dalam penelitian tidak hanya diukur dan diamati setelah treatment dilakukan tetapi juga diukur dan diamati sebelum diberikan treatment. Adapun bagan dari one group pretest-postest adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain One Group Pretest-Postest
Pretest Treatment Postest
T1 X T2
Keterangan :
T1 : Tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan
T2 : Tes akhir (postest) setelah diberikan perlakuan
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pemilihan desain tersebut disebabkan karena: (1) disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan scientific reasoning siswa SMP setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry, (2) disesuaikan dengan teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling; (3) keterbatasan peneliti untuk dapat mengontrol semua variabel luar yang mungkin mempengaruhi penelitian.Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah :
1. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
2. Menghubungi pihak sekolah untuk perijinan akan diadakannya penelitian disekolah tersebut.
3. Menghubungi guru Fisika.
4. Melaksanakan studi pendahuluan di sekolah yang dijadikan tempat penelitian, meliputi observasi dan wawancara dengan guru dan siswa.
5. Studi literatur mengenai hal-hal yang akan dikaji.
6. Melakukan studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.
7. Merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian. 8. Menetapkan sampel penelitian.
9. Menyiapkan perangkat pembelajaran mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan materi penelitian dan disesuaikan dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.
10. Membuat dan menyusun instrumen penelitian berupa soal scientific reasoning pada pokok bahasan optik.
11. Menjudgement instrument penelitian.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14. Melakukan uji instrumen
b. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan pada tahap pelaksanaan dilakukan dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry, adapun kegiatannya sebagai berikut : 1. Menentukan kelas eksperimen.
2. Melakukan pretest.
3. Memberikan perlakuan dengan cara menerapkan pendekatanlevels of inquiry pada kelas eksperimen.
4. Melakukan pengamatan atau observasi selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.
5. Melakukan postest.
c. Tahap Akhir
1. Mengolah dan menganalisis data berupa analisis karakteristik instrumen, hasil pretest dan postest, serta menilai lembar keterlaksanaan kegiatan siswa dan guru.
2. Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1 Alur Penelitian
Melaksanakan studi literature & studi kurikulum
Melaksanakan studi pendahuluan
Mengembangkan instrument penelitian Menyiapkan perangkat pembelajaran Merumuskan masalah &Menetapkan sampel penelitian
Menentukan sekolah tempat penelitian
Membuat surat izin studi pendahuluan, Menghubungi pihak sekolah dan guru fisika
Melaksanakan studi pendahuluan
Menjudgement instrumen, revisi instrumen
Menentukan kelompok
Pretest
Penggunaan pendekatan levels of inquiry
Postest
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan serangkaian cara ilmiah yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan dalam suatu penelitian ilmiah. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode penelitian yang akan digunakan adalah kesesuaian pendekatan tersebut dengan rumusan permasalahan serta tujuan penelitian yang hendak dicapai. Berdasarkan hal tersebut, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodepre-experiment.Metode pre-experimentmerupakan metode yang bersifat menguji pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain tanpa adanya penyamaan karakteristik (random) dan tanpa adanya pengontrolan variabel sama sekali.Adapun analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.
D. Definisi Operasional
1. Levels Of Inquiry
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tersebut diukur dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry dan video transkrip pembelajaran dengan menggunakan pendekatanlevels of inquiry.
2. Scientific Reasoning
Scientific Reasoning merupakansuatu kemampuan berpikir dan memberikan suatu alasan melalui kegiatan inkuiri, eksperimen, menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi untuk menyusun dan merubah (memodifikasi) suatu teori tentang alam maupun sosial
(Baoet al, 2009). Scientific reasoning yang digunakan didasarkan pada kerangka yang dirumuskan oleh Jing Han yang merupakan hasil pengembangan dari Lawson. Adapun aspek yang digunakan dalam penelitian ini hanya terdiri dari 6 aspek yang diantaranya adalah:
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Modification Lawson Classroom Test Of Scientific Reasoning
(MLCTSR)
Dalam penelitian ini, kemampuan penalaran ilmiah (scientific reasoning) siswa diukur dengan menggunakanModified Lawson Classroom Test Of Scientific Reasoning (MLCTSR). MLCTSR merupakan suatu tes yang dikembangkan oleh penelitiberdasarkan
Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) oleh Anton. E. Lawson. LCTSR yang dikembangkan oleh Lawson menggunakan tes pilihan ganda dua tingkat yang mencakup pertanyaan konten dan alasan. Yang dimanaLCTSRstandar yang dirilis pada tahun 2000 terdiri
dari 24 soal pilihan ganda dua tingkat. Kemudian peneliti memodifikasinya sesuai dengan konten yang berbasis konsep Fisika yaitu optik yang disesuaikan dengan kompetensi dasar, kompetensi inti, dan kerangka penilaian LCTSR. Untuk pengembangan instrumen akan dijelaskan pada bagian proses pengembangan instumen. Perangkat tes MLCTSR yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.4.
Adapun distribusi soal pada setiap aspek yang digunakan berdasarkan hasil pengembangan instrumen dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2 Distribusi Soal Pada Setiap Aspek
Aspek No Soal
Proportional Reasoning 2, 4, 19, 27, 30 Correlational Reasoning 5, 12, 34, 36, 39
Control of Variabel 7, 8, 15, 16 Causal Reasoning 9, 18, 23, 25, 38, 40 Deductive Reasoning 42, 45
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa proporsi jumlah soal yang digunakan untuk setiap aspek scientific reasoning tidak merata. Pada saat pembuatan soal, peneliti berusaha untuk membuat soal dengan proporsi jumlah soal yang sama untuk setiap aspeknya. Namun seiring dengan berjalannya waktu setelah melewati uji validitas konstruk, validitas isi dan validitas empiris maka proporsi soal menjadi demikian. Pembuatan soal baru tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan waktu peneliti.
2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Levels Of Inquiry
Lembar observasi keterlaksanaan dalam penelitian ini, digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui apakah pendekatanlevels of inquiry telah diterapkan dengan baik atau tidak. Lembar keterlaksanaan pendekatanlevels of inquirypada penelitian ini menggunakan metodechecklist(√) dengan skala Guttman (ya-tidak). Adapun cara yang harus dilakukan untuk mengisi lembar keterlaksanaan adalah dengan mengamati aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.7.
3. Transkrip Video Pembelajaran
Transkrip video pembelajaran merupakan enskripsi dialog-dialog yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menggunakan
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan lembaran tugas yang harus diselesaikan oleh siswa serta digunakan sebagai panduan bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selain sebagai panduan, dalam penelitian ini LKS juga digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukurscientific reasoning siswa. Berkaitan dengan fungsi LKS yang kedua, LKS digunakan untuk melihat sejauh mana terlatihkannya aspek scientific reasoning selama pembelajaran dengan menggunakan pendekatatan levels of inquiry.
LKS yang dibuat penulis untuk penelitian ini terdiri dari tiga buah LKSyang telah disesuaikan denganaspek scientific reasoning yang akan diukur dalam penelitian.Format LKS yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.2.
F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan suatu alat ukur berupaModified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)yang digunakan untuk mengetahui peningkatan penalaran ilmiah (scientific reasoning) siswa.
1. Desain Penyusunan ModifiedLawson’s Classroom Test of Scientific
Reasoning (MLCTSR)
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dari Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) yang digunakan adalah :
a. Control of variables (pemisahan dan pengontrolan variabel)
b. Correlational reasoning ( kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel atau dua kejadian saling berhubungan atau tidak) c. Probabilistic reasoning (kemampuan dalam menginterpretasikan
data yang diperoleh berupa besarnya kemungkiann terjadiya suatu kejadian.
d. Causal reasoning (kemampuan dalam menarik kesimpulan)
e. Proportional reasoning (kemampuan dalam menentukan dan membandingkan rasio).
f. Hypothetical-deductive reasoning (kemampuan untuk menguji teori hipotesis)
Setelah soal Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR) dibuat oleh peneliti, kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan di judgement kepada pakar materi, ahli evaluasi, serta guru Fisika. Setelah itu Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR) diujikan ke lapangan.Adapun tahapan perancangan Modified Lawson’s Classroom Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur dan analisis materi optik
2. Merumuskan indikator Lawson’s Test of Scientific Reasoning (LCTSR)
3. Menyusun Modified Lawson Test of Scientific Reasoning (MLCTSR)
4. Konsultasi dengan dosen pembimbing 5. Judgement dan revisi instrumen
6. Uji Coba Lawson’s Test of Scientifc Reasoning (MLCTSR)
7. Analisis butir soal dengan menghitung uji validitas, reliabilitas,
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah dilakukan analisis instrumen yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran kemudian hasil validitas soal yang dibuat oleh peneliti dibandingkan dengan soal LCTSR yang dikembangkan oleh Lawson. Ketika nilai validitasnya tidak menunjukkan perbedaan yang jauh maka dapat dikatakan bahwa soal yang dibuat oleh peneliti layak untuk digunakan dalam mengukur scientific reasoning pada pokok bahasan optik. Adapun nilai reliabilitas yang didapatkan sebesar 0,69 dengan kategori tinggi. Hasil tersebut mendekati nilai reliabilitas pada LCTSR yaitu sebesar 0,76.
Sehingga dapat dikatakan bahwa soal yang dibuat oleh peneliti dapat digunakan untuk mengukur scientific reasoning.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh terdiri data tes scientific reasoning, data keterlaksanaan pendekatan levels o inquiry yang didapatkan melalui transkrip video pembelajaran dan lembar observasi keterlaksanaan, serta data penilaian LKS. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Tes
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi nonpartisipan, dimana dalam hal ini peneliti tidak bertindak sebagai pengamat namun meminta dua orang bertindak sebagai pengamat independent artinya kedua orang tersebut hanya mengamati saja tanpa terlibat dalam proses pembelajaran. Bentuk observasi dalam penelitian ini
merupakan observasi sistematik, artinya observasi tersebut telah dirancang secara sistematis mengenai hal-hal apa saja yang harus diobservasi lengkap dengan kategorinya. Setelah didapatkan data hasil observasi dari observer, kemudian peneliti menganalisis data tersebut dan menarik kesimpulan mengenai keterlaksanaan pendekatan levels of inquiry.
3. Metode Dokumentasi dengan Video Rekaman
Video rekaman digunakan untuk merekam kegiatan pembelajaran dengan penerapan pendekatan levels of inquiry. Dalam pelaksanaannya, peneliti meminta satu orang yang bertugas untuk merekam selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Setelah didapatkan video hasil rekaman, kemudian peneliti mentranskrip serta menganalisis video tersebut apakah tahapan levels of inquiry telah dilakukan dengan baik atau tidak.
H. Teknik Analisis Instrumen
Dalam suatu penelitian, instrumen penelitian harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud adalah analisis terhadap instrumen yang akan digunakan, meliputi validitas,
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diujicobakan terlebih dahulu. Setelah itu, maka instrumen ini dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
1. Uji Validitas
Analisis validitas tes merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm. 211). Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai kemampuan siswa.Frankel dan
Wallen (dalam Rizkiana, 2012) menyatakan bahwa “validity has been defined to the appropriateness , meaningfulness, and usefulness of the specific inferences a researcher make base on the data they collect”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga jenis uji validitas yakni validitas konstruk, validitas isi, dan validitas empiris.
a. Validitas Konstruk (Construk Validity)
Validitas konstruk merupakan validitas yang mengecek seberapa tepat kecocokan konsep-konsep yang tercermin dalam butir-butir tes terhadap maksud pengetesan sebenarnya pada suatu perangkat ukur (Budi, 2011, hlm. 102). Untuk mengukur validitas konstruk, tidak terlepas dari variabel konstruk. Variabel konstruk merupakan variabel yang tidak nyata berupa konsep-konsep pengertian atau bangun pengertian yang abstrak hasil konstruksi para ahli dibidang keilmuan tertentu. Prosedur dalam validitas konstruk harus memiliki rujukan atau referensi yang
layak dan telah diketahui untuk digunakan sebagai pembanding dengan konstruk pada tes yang dibuat. Adapun jenis referensi yang digunakan adalah metode konvergen. Pencocokan secara konvergen adalah pencocokan konstruk yang terdapat dalam
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kecocokan butir-butir soal yang dibuat dengan perangkat ukur butir-butir tes yang telah valid menurut prosedur validitas.
b. Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi merupakan validitas yang akan mengecek kecocokan antara butir-butir tes yang dibuat dengan indikator, materi atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Butir tes dinyatakan valid, jika butir-butir soal yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator (Budi, 2011, hlm. 89). Sementara itu,
validitas isi dari suatu tes adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes tersebut. (Sudaryono, 2012, hlm. 140). Validitas isi sangat bergantung kepada dua hal yakni tes itu sendiri dan proses yang mempengaruhi dalam merespon tes tersebut.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kecocokan Kecocokan
Rendah Tinggi
1 2,5 5
(Budi, 2011, hlm. 91)
Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas isi peneliti meminta tiga orang ahli untuk menjudgment instrumen yang telah dibuat. Tim ahli yang dimaksud merupakan 3 dosen jurusan pendidikan Fisika, yakni Achmad Samsudin,S.Pd, M.Pd, Dr. Andhy Setiawan, S.Pd, M.Si dan Muhamad Gina Nugraha, S.Pd, M.Si. Ketiga orang ahli tersebut diminta pendapatnya untuk mengecek kesesuaian antara soal dengan konsep, kesesuaian soal dengan aspek scientific reasoning dan indikator serta aspek penyajian soal. Selain ketiga ahli di atas, peneliti juga meminta salah seorang guru untuk menjudgement instrumen yang telah dibuat. Guru yang dimaksud adalah salah seorang guru di salah satu SMP di Kota Bandung, yakni Hutnal
Bashori, M.Pd. Setelah dilakukan pengecekkan, penjudgment memberikan saran perbaikan dan penilaian terhadap soal tersebut dengan skala penilaian rating politomi 1 sampai 5. Hasil penilaian judgementahli dapat dilihat di Lampiran 3.1.
Peneliti melakukan dua kali tahap judgment kepada ahli yang sama yaitu tahap pertama pengecekkan, lalu direvisi oleh peneliti, kemudian di judgment kembali dan diberi penilaian, dan revisi akhir. Setelah dilakukan judgement selama dua kali, kemudian peneliti melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus validitas isi menurut Aiken (2010, hlm 3) sebagai berikut:
� = ∑ �
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keterangan:
V = validitas isi; N = banyak ahli atau panelis; c = skor kategori tertinggi (s); ni = r-1 ; r = nilai rating yang diberikan ahli.
Untuk menginterpretasi nilai validitas isi yang diperoleh dari perhitungan di atas, maka digunakan pengklasifikasian validitas seperti yang ditunjukkan pada Tabel kriteria validitas di bawah ini:
Tabel 3.3 Kriteria Validitas Ahli
Hasil Validitas Kriteria validitas 0,80 < V ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < V≤ 0,80 Tinggi
0,40 < V≤ 0,60 Cukup
0,20 < V≤ 0,40 Rendah
0,00 < V≤ 0,20 Sangat rendah
Berikut ini disajikan hasil rekapitulasi validitas isi berdasarkan hasil judgement ahli:
Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Judgement Ahli
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tinggi, 40% pada kategori tinggi, dan 13,33% berada pada kategori sedang.
c. Validitas Empiris
Selain melakukan uji validitas oleh ahli, peneliti juga melakukan uji coba instrumen tersebut ke salah satu kelas IX di SMP yang dijadikan lokasi penelitian. Hasil uji coba tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan microsoft excel dengan teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan Pearson sebagai berikut :
= �Σ − Σ Σ
(�Σ 2− Σ 2(�Σ 2− Σ 2
(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm.72) Dengan :
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
= skor tiap butir soal
= skor total tiap butir soal N = jumlah siswa
Nilai Rxymenunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu: (1) ada tidaknya korelasi, (2) arah korelasi, dan (3) besarnya korelasi. Ada tidaknya korelasi ditunjukkan dengan
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menginterpretasikan kriteria validitas, maka koefisien korelasi dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kriteria Validitas
Koefisien Korelasi Kriteria validitas
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah
(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm.75) Berikut ini, akan disajikan rekapitulasi hasil validitas empiris berdasarkan hasil uji coba instrumen:
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Validitas Empiris
Kriteria
Validitas Nomor Soal
Jumlah Soal
Sangat Tinggi 45 1
Tinggi 1, 2, 9, 12, 13, 21, 22, 38 8
Sedang 4, 8, 11, 14, 15, 18, 19, 20, 27, 28, 30, 31,
34, 39, 40, 43 16
Rendah 3, 5, 23, 25, 26, 29, 35, 36, 42 9 Sangat
Rendah 6, 7, 10, 16, 17, 24, 33, 37, 41, 44 10
Tidak Valid 32 1
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menentukan butir soal mana yang akan digunakan, peneliti menggunakan pertimbangan validitas uji coba dan validitas ahli. Hal tersebut dikarenakan ketika uji coba instrumen berlangsung, kondisi saat mengejakan kurang kondusif dan beberapa sampel kurang serius dalam mengerjakan. Sehingga penentuan butir soal tidak mungkin dilakukan berdasarkan hasil uji coba instrumen. Oleh karena itu, sebagai bahan pertimbangan peneliti menggunakan hasil validitas ahli untuk memutuskan butir soal mana yang akan digunakan dengan mencocokan antara hasil
validitas ahli dan validitas hasil uji instrumen.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah ukuran sejauh mana suatu alat ukur yang
dapat memberikan gambaran yang benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm. 221). Teknik analisis yang digunkan adalah teknik belah dua (Split-Half Technique) dengan bantuan Microsoft excel, Koefisien reliabilitas belahan tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi angka kasar Pearson sebagai berikut:
11
Untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat evaluasi keseluruhan menggunakan rumus Spearman Brown yaitu:
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1
2 1 2
merupakan korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
11merupakan koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.
Untuk menginterpretasikan derajat reabilitas instrumen dapat menggunakan tolak ukur seperti yang ditunjukkan pada Tabel kriteria reliabilitas di bawah ini:
Tabel 3.7 Interpretasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria validitas
0,81 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,61 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,41 < r ≤ 0,60 Cukup
0,21 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah
(Suharsimi Arikunto, 2009, hlm. 75)
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus spearman brown maka diperoleh nilai reliabilitas yaitu 0,68 dengan kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tes yang digunakan memiliki keajagean yang tinggi. Nilai reliabilitas yang didapatkan pula menunjukan bahwa nilai reliabilitas instrumen yang dibuat oleh peneliti mendekati nilai reliabilitas pada tes standar yang dibuat oleh Anton. E Lawson.
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No Validitas Reliabilitas Hasil Validitas Ahli Keterangan
Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1 0,6540681 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang
2 0,6540681 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,9791667 sgt tinggi Direvisi
3 0,3792965 rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang
4 0,4601188 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Direvisi
5 0,3617508 rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Direvisi
6 0,0087091 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,6666667 tinggi Dibuang
7 0,0649737 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7708333 tinggi Direvisi
8 0,5533369 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Direvisi
9 0,7653017 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Dibuang
10 0,0298596 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,5833333 sedang Dibuang
11 0,4452136 sedang 0,686070103 tinggi 0,7083333 tinggi Direvisi
12 0,6540681 tinggi 0,686070103 tinggi 0,6666667 tinggi Direvisi
13 0,6775732 tinggi 0,686070103 tinggi 0,7916667 tinggi Dibuang
14 0,5513569 sedang 0,686070103 tinggi 0,4166667 sedang Dibuang
15 0,5774657 sedang 0,686070103 tinggi 0,9375 sgt tinggi Direvisi
16 0,0459284 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,8333333 sgt tinggi Direvisi
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.8 Hasil Pengembangan Instrumen (Lanjutan)
18 0,5223582 sedang 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Direvisi
19 0,5062733 sedang 0,686070103 Tinggi 0,7708333 tinggi Direvisi
20 0,4143879 sedang 0,686070103 Tinggi 0,9583333 sgt tinggi Dibuang
21 0,646014 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,8333333 sgt tinggi Dibuang
22 0,604635 tinggi 0,686070103 Tinggi 0,6875 tinggi Dibuang
23 0,263129 rendah 0,686070103 Tinggi 0,8125 sgt tinggi Direvisi
24 0,0469199 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Dibuang
25 0,2155718 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Direvisi
26 0,2249966 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,6666667 tinggi Dibuang
27 0,4117218 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Direvisi
28 0,5623561 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Dibuang
29 0,3334324 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang
30 0,4608191 Sedang 0,686070103 Tinggi 1 sgt tinggi Direvisi
31 0,4336222 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,75 tinggi Dibuang
32 -0,071044 tdk valid 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Dibuang
33 0,1687482 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 Tinggi Dibuang
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.8 Hasil Pengembangan Instrumen (Lanjutan)
35 0,2027631 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,8333333 sgt tinggi Dibuang
36 0,3859159 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,8541667 sgt tinggi Direvisi
37 0,164474 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,9166667 sgt tinggi Dibuang
38 0,6208207 Tinggi 0,686070103 Tinggi 1 sgt tinggi direvisi
39 0,4854347 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,8125 sgt tinggi Direvisi
40 0,4528709 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,5 sedang Direvisi
41 0,1690333 sgt rendah 0,686070103 Tinggi 0,7083333 tinggi Dibuang
42 0,3316371 Rendah 0,686070103 Tinggi 0,7916667 tinggi Direvisi
43 0,5255915 Sedang 0,686070103 Tinggi 0,7291667 tinggi Direvisi
44 0,1400569 sgt rendah 0,686070103 tinggi 0,75 tinggi Direvisi
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu I. Teknik Pengolahan Data
a. Pengolahan Lembar Keterlaksanaan Pendekatan
Pembelajaran Levels of Inquiry
Keterlaksanakan pendekatanlevels of inquiry dapat diketahui melalui persentase keterlaksanaannya. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghitung keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry adalah:
a) Menghitung jumlah checklist yang di isi oleh observer pada lembar keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry.
b) Menghitung persentase keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry pada setiap levelnya, dengan mengunakan persamaan:
% � � �� = �ℎ� � � � � � �
�ℎ ℎ� � × 100%
c) Menginterpretasikan keterlaksanaan pendekatanlevels of inquiry ada setiap tahapan dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.9 Interpretasi Keterlaksanaan
% Kategori
Keterlaksanaan
Pendekatan
Interpretasi
KM = 0 Tidak satupun kegiatan terlaksana
0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana
50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75 < KM <100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Data Skor tes
Dalam penelitian ini, data skor digunakan untuk mengukur kemampuan scientific reasoning siswa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian skor
Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan pendekatanright only, yaitu ketika jawaban benar diberi skor satu namun ketika jawaban salah diberi skor nol. Pemberian
skor dihitung dengan menggunakan rumussebagai berikut :
=∑
Keterangan :
S = skor siswa; R= jawaban siswa
2. Menentukan Korelasi
Untuk menghitung korelasi antara baseline (pretest) dan intervention (postest) dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
12 =
Σ 1 2− Σ 1 Σ 2
( Σ 12− (Σ 1)2)( Σ 22−(Σx2)2)
Perhitungan nilai korelasi tersebut digunakan untuk menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai effect size.
c. PerhitunganEffect Size
Untuk menghitung besarnya peningkatan scientific reasoning dilakukan perhitungan dengan menggunakan effect size. Literacy Secretariat menyatakan effect size sebagai:
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa effect size merupakan suatu ukuran bobot kontribusi suatu treatment yang dilakukan.Dalam Literacy Secretariat juga dijelaskan bahwa effect size digunakan untuk menghitung besar peningkatan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Schagen (2009) yang menjelaskan bahwa salah satu kegunaan dari effect size adalah untuk melihat peningkatan siswa dari waktu ke waktu dengan menggunakan tes yang sama. Dalam penelitian ini, untuk menghitung besar effect size, digunakan rumus single-participant research design studies. Adapun prosedur yang digunakan untuk menghitung effect size adalah dengan melakukan perhitungan hasil pretest dan postest.Cara yang digunakan untuk melakukan perhitungan effect size, adalah dengan menghitung besarnya korelasi kemudian mengukur rata-rata dan standar deviasi pretest dan postest.Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya effect size adalah sebagai berikut:
=
(M
I-M
B)/
(
�
�2+
�
�2)/2
Sigurdsson dkk (dalam Carl J.Dunst dkk, 2004, hlm 6)
Keterangan:
D = effect size MI = rata-rata postest
MB = rata-rata pretest
SDI= standar deviasi intervention (postest); SDB= standar deviasi baseline (pretest)
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.10 Interpretasi Effect Size
Batasan Kategori
0,0 - 0,1 Tidak berpengaruh(negligilble effect)
0,2 – 0,4 Kecil(small effect)
0,5 – 0,7 Sedang(medium effect)
≤0,8 Besar(large effect)
Aryanti Lestari, 2014
Analisis Scientific Reasoning Dalam Penerapan Pendekatan Levels Of Inquirypada Pokok Bahasan Optik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian, dapat diketahui bahwa scientific reasoning pada pokok bahasan optik setelah diterapkan pendekatan levels of inquiry mengalami peningkatan. Selain itu, kontribusi treatment yang dilakukan pada lima dari enam aspek yang dilatihkan berada pada kategori besar. Adapun penjelasan dari kesimpulan di atas sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, instrumen tes scientific reasoning
pada pokok bahasan optik dapat dikatakan layak untuk mengukur scientific reasoning siswa.
2. Peningkatan scientific reasoning siswa berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan scientific reasoning.
3. Peningkatan scientific reasoning siswa pada setiap aspek rata-rata berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan
scientific reasoning pada setiap aspek.
4. Peningkatan scientific reasoning pada setiap pokok bahasan berada dalam kategori besar, sehingga pendekatanlevels of inquiry memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan
scientific reasoning pada setiap pokok bahasan.