STUDI ANALISIS
KONSEP PENDIDIKAN UMUM
DALAM SURAT AL-FATIHAH
TESIS
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis Program Pascasarjana IKIP Bandung Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian
Program S2 Bidang Studi Pendidikan Umum
Oleh
A. ABDUSSALAM
9132392/XXHI-15
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM PASCASARJANA
IKIP BANDUNG
Disetujui dan Disahkan Oieh
DR. K M. Djawad Dahlan
Pembimhiixg I
DR. H. M. L Soelaeman
Pembitnbing II
IFTITAH
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1
iv
BAB I : PENDAHULUAN ±
A. Latar Belakang Masalah i
B. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian 10
C. Tujuan Penelitian 15
D. Perolehan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Definisi Operasional
G. Anggapan Dasar 22
H. Sumber Kajian 24
BAB II : KONSEP PENDIDIKAN UMUM 29
A. Pengertian Pendidikan Umum .____ 29 B. Karakteristik Pendidikan Umum 36
C. Tujuan Pendidikan Umum 39
D. Karakteristik Komunikasi Edukatif dalam
Pendidikan Umum 45
BAB III : METODE PENELITIAN 52
A. Metode Hermeneutika/Tafsir 52
a. Tehnik Tafsir 55
b. Tehnik Ta'wil rr
18 18 20
BAB IV : ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN DALAM SURAT
AL-FATIHAH 77
A. Karakteristik Surat Al-Fatihah 77,
a. Nama-namanya 77
b. Turunnya 79
c. Keutamaannya 82
B. Konsep Pendidikan dalam Surat Al-Fati
hah 85
a. Pengertian Pendidikan 86
b. Upaya (proses), Metode dan Materi
Pendidikan 109
c. Konsep Rahmah sebagai Prinsip Dasar
Upaya, Metode dan Materi Pendidikan 132
d. Konsep Din sebagai Prinsip Dasar
Upaya, Metode dan Materi Pendidikan 144
e. Tujuan Pendidikan 153
C. Konsep Pendidikan Umum dalam Surat
Al-Fatihah 174
a. Pengertian Pendidikan Umum 174
b. Tujuan Pendidikan Umum 180
c. Upaya (proses) Pendidikan Umum 188
e. Materi Pendidikan Umum ' 206
f. Konsep Pribadi Utuh 210
g. Karakteristik Komunikasi Edukatif
-dalam Pendidikan Umum 219
BAB
V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
224
A. Kesimpulan . 2?4
a. Umum 224
b. Khusus 228
B. Rekomendasi 235
a. Untuk Pengembangan Konsep 235
b. Untuk Tindakan Praktis : 240
DAFTAR PUSTAKA
244
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bila kita memperhatikan perjalanan sejarah
intelektu-al, nilai dan moral di dunia Barat, maka laju perjalanan itu akan terlihat geraknya dari obyektivistik ke arah
relativis-tik. Selama kurun waktu
tidak kurang dari seribu tahun,
masalah etika dan moralitas, bahkan masalah realitas alam, ditempatkan dalam suatu kerangka fikir yang dipandang mampu
memberikan jawaban yang mutlak atau absolut. Jawaban itu
lebih diturunkan dari kepercayaan dibanding dari penalaran (Kurtines dan Gewirtz,1984 :3 dan 17).
Keadaan menjadi sangat berbalik di dunia modern dewasa
ini, sains telah mengambil alih kedudukan iman sebagai sumber utama, dan konsepsi tentang moralitas telah
mening-galkan sifat rohaniahnya yang berorientasi kepada dunia
kelak (Kurtines dan Gewirtz, 1984 :7-8). Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman modern ini, konsepsi tentang nilai dan moral cenderung menjadi lebih relativistik Maka, pertimbangan-pertimbangan dan kemungkinan adanya
pengetahuan dan nilai yang bersifat obyektif dan absolut itu akan ditolak secara latah dan prinsipal.
Perkembangan corak pemikiran semacam itu telah membe
pendidikanan. Berbagai komponen dan konsep dasar pendidikan
telah tersentuh pengaruhnya secara mendalam. Kecuali
pende-katan sains yang mengikat ketat dirinya dengan data, fakta
dan keterukuran, pendekatan filosofisf (hususnya Pragmatisme
dan Behaviorisme) telah memberi warna secara kuat terhadap
teori dan praktek pendidikan di bumi kita Indonesia.
Keeng-ganan, kewaswasan bahkan penolakan sebagian ahli untuk
meru-muskan tujuan umum/akhir pendidikan, seperti halnya Bandman
(dalam Abdullah, 1991:162), dan perlakuan terhadap upaya
atau tindakan pendidikan yang cenderung bersifat mekanistik,
merupakan bukti atau contoh adanya pengaruh-pengaruh terse
but. Jika demikian, maka pendidikan akan kehilangan nilai-nilai (mutlaknya) yang kehadirannya sangat esensial bagi ke-hidupan manusia, dan sekaligus akan kehilangan pula nilai-nilai kemanusiaannya.
. Kecuali itu, perkembangan kehidupan dan dunia kerja
dewasa ini,
yang semakin komplek dan membutuhkan tenaga
profesional dan spesialisasi, telah mengundang dunia pendi
dikan untuk mengembangkan dan mempertajam pendidikan spesialisasi. Jika General Education di Amerika muncul sebagai suatu reaksi terhadap spesialisasi yang berlebihan
(Mc Connel dalam Henry, 1952:2), maka perkembangan pendidik
an spesialisasi di Indonesia dewasa ini, sekalipun belum
mencapai tahap berlebihan seperti di Amerika, perlu menjadi pertimbangan untuk melihat keberadaan Pendidikan Umum (PU).
didikan Umum dan pemasalahan-permasalahan yang dihadapinya
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebabnya adalah bahwa
Pendidikan Umum mempunyai konsep dasar atau dimaksudkan se
bagai suatu program pendidikan yang menekankan pada
pembina-an dpembina-an pengembpembina-angpembina-an nilai, sikap, pengetahupembina-an dpembina-an keteram-Pilan yang harus dimiliki oleh semua orang dan diarahkan ke
pada terwujudnya pribadi yang utuh.
Dalam memaknai dan mengoperasionalkan konsep dasar tersebut, General Education di Amerika mengambil landasan
dan didekati dengan pendekatan filosofis, psikologis dan
sosiologis. Pendekatan filosofis berusaha mencari dasar yang
mampu member! arah terhadap tujuannya, yang dalam hal ini merujuk kepada filsafat rasionalisme, neohumanisme dan natu-ralisme atau intrumentalisme (Good,1973:285). Pendekatan psikologis berusaha mengungkapkan perkembangan individu se
bagai dasar penerapan teori-teori belajar,
dan pendekatan
sosiologis berusaha mendudukan Pendidikan Umum agar sejalan
dengan kontek sosial budaya sebagai dasar pertimbangan dalam
menetapkan materi.
Dalam wawasan Pancasila, konsep General Education dari Amerika dipandang memiliki kelemahan mehdasar dalam membina
pribadi utuh (menurut Pancasila), sebab antara konsep
seperti yang diberikan oleh dunia pendidikan di negara Pan casila. Dalam wawasan Pancasila, landasan religi diletakkan sebagai landasan yang paling asasi, yang berarti bahwa semua
landasan lainnya harus mendapat rujukan atau
setidak-tidak-nya tidak bertentangan dengan landasan religi ini. Suatu ca ra pandang yang justru tidak ditemukan di negara sekuler.
Terlebih-lebih apabila dihubungkan dengan tantangan
dan perubahan yang begitu deras melanda kehidupan dan pera
daban manusia dewasa ini,— suatu perubahan yang sangat
cepat menuju ke arah kebudayaan manusia yang bersifat global
-- konsep Genera] Education itu bukan saja disangsikan dalam
membina keutuhan pribadi manusia, melainkan disangsikan pula
keberadaannya secara kokoh di antara arus
perubahan-perubah-an tersebut. Dalam konsep ini masalah-masalah pokok dalam pendidikan, seperti masalah manusia, bisa terus tereduksi
oleh perkembangan dan perubahan itu, yang pada gilirannya
bisa kehilangan hakikat atau jati dirinya.
Keberadaan konsep GeJiex&i Edii£S±ij2ii seperti itu mem-perlihatkan betapa kita akan merasa keberatan atau minimal tidak mudah begitu saja dapat mentransfer konsep-konsep me-reka tentang pendidikan, terlebih-lebih mengenai Pendidikan
Umum. Ditinjau dari segi luaran (rumusan)-nya bisa saja kita
menemukan keselarasan. Akan tetapi, jika dilihat dari segi
Dalam program persekolahan, ditemukan istilah Pendi
dikan Umum atau yang program yang dianggap sebagai Pendidik
an Umum. Pada sekolah tingkat lanjutan pertama ditemukan
program "Pendidikan Umum" yang mencakup bidang studi 1) Pen
didikan Agama, 2) Pendidikan Moral Pancasila, 3) Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa, 4) Pendidikan Jasmani, dan 5)
Pendidikan Kesenian. Pada tingkat lanjutan atas berubah men
jadi program inti yang mencakup 15 belas bidang studi,
ter-masuk lima bidang studi di atas. Sedangkan pada tingkat
tinggi ditemukan suatu program yang disebut Mata Kuliah Da
sar Umum (MKDU), yang mencakup 1) Pendidikan Agama, 2) Pen
didikan Pancasila, 3) Pendidikan Kewiraan, 4) Ilmu Sosial
Dasar, dan 5) Ilmu Budaya Dasar.
Dalam kenyataan prakteknya program-program tersebut
menunjukkan adanya fenomena-fenomena yang dapat menyangsikan
pencapaian tujuan (pribadi utuh). Parsialitas, cenderung
me-nekankan aspek kognisi, dan pendekatan subject matter
meru-kan karakteristik yang terlihat dalam pelaksanaannya selama
ini. Sedangkan Pendidikan Umum yang diharapkan justru harus
memiliki karakteristik sebaliknya, antara lain terintegasi,
menekankan pembinaan nilai, dan menggunakan integrated cur riculum.
Jika konsep dasar Pendidikan Umum ditetapkan sebagai
utama dan pertama dalam pengkajian dan pengembangan konsep
dasar tersebut adalah tujuan pendidikan nasional yang
tertu-ang dalam Undtertu-ang-undtertu-ang no. 2 tahun 1989 tenttertu-ang Sistem Pen didikan Nasional:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengenmbangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahu an dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, pribadi mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyara-katan dan kebangsaan.
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang menjadi
dasar dan rujukan bagi tujuan semua jenis, jenjang dan prog
ram pendidikan di Indonesia (termasuk PU) tersebut, tersurat secara jelas karakteristik manusia Indonesia seutuhnya. Di dalamnya, "iman" dan "takwa" ditetapkan sebagai karakteris tik paling pokok bagi manusia Indonesia seutuhnya.
Keberada-an karakteristik ini nunjukkKeberada-an bahwa keterkaitKeberada-an dKeberada-an
ketera-rahan kepada Yang Maha Mutlak menjadi syarat utama untuk
terwujudnya "pribadi yang utuh", yang berarti bahwa agama harus menjadi landasan utama dan sumber pertama dalam peng kajian konsep pendidikan, hususnya Pendidikan Umum ini. Dalam kerangka fikir inilah "agama" diletakkan sebagai dasar
dan sumber inspirasi bagi pendidikan (termasuk PU).
Agama yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk kepa
da ayat-ayat tertulis berupa wahyu, yaitu al-Qur'an al-Karim yang menjadi dasar dan sumber pertama bagi ajaran agama Is
lam. Al-Qur'an diturunkan untuk dan kepada manusia. Fungsi
nya di dunia dan di akhirat.
Al-Qur'an al-Karim merupakan
kitab petunjuk ke arah jalan yang lebih lurus (QS.17:9),
bahkan ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu (QS.16:98),
sehingga tidak ada sesuatu masalah pun yang terluput
daripa-danya (QS.6:38). Pengalaman para ahli di masa yang lalu me-nunjukkan, bahwa setiap ahli atau ulama yang mencoba mengka-ji al-Qur'an untuk mencari jawaban tentang suatu masalah
yang muncul dan berkembang pada masanya selalu menemukan da
sar daripadanya (Al-Qasimi,1978.I:137).
Fungsi-fungsi itu dinyatakan secara tandas oleh
al-Qur'an sendiri, agar manusia terundang dan terdorong untuk
mengkaji, memahami dan mewujudkannya dalam kehidupannya, se
hingga ia benar-benar menjadi petunjuk, rahmat, dan pembawa
kabar gembira bagi segenap umat manusia,
hususnya bagi
orang-orang yang Islam (QS.16:89).Al-Qur'an bukanlah kitab yang menyajikan kandungannya secara rinci, namun kecuali Allah menurunkan kitab suci itu,
Dia pun mengutus rasulNya untuk menyampaikan rincian itu
melalui sunnahnya. Al-Qur'an adalah kitab suci yang menyaji
kan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah universal (Almaududi,
1969:62), yang kadang-kadang disajikan secara jelas dan
kadang-kadang secara alegoris dan simbolis. Oleh karena itu,
upaya pengkajian dan penggalian makna dan nilai-nilainya
8
Al-Qur'an bukan merupakan suatu hak istimewa bagi sua
tu kelompok tertentu, ia diwahyukan untuk digunakan
oleh
setiap orang, ia menjelaskan kebenaran-kebenaran universal,
yang bisa berlaku di mana pun dan kapan pun (Baheshti,1987:
12). Oleh karena itu, pengkajian dan pengaktualisasian
al-Qur'an akan mampu memberikan jawaban terhadap
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan
manusia sepanjang zaman.
Telah banyak para ahli atau peneliti yang menyoroti
Al-Qur'an dari segi-segi tertentu, termasuk segi pendidikan.
Penelitian ini akan mencoba mengkajinya dan berusaha
meng-angkat konsep-konsep pedagogis yang terkandung di dalamnya.
Lebih hususnya, penelitian ini akan mengkaji seluruh ayat
dalam surat al-Fatihah untuk mengungkap konsep pedagogisnya
yang selanjutnya dianalisis daripadanya konsep-konsep Pendi
dikan Umum.
Surat al-Fatihah merupakan
UwaiL
Qur'an. Ia mengandung
pokok-pokok kandungan al-Qur'an (Ash-Shobuni,tt,I:13).
Se
dangkan misi pokok al-Qur'an adalah membimbing dan membina manusia agar mencapai keutuhan dan kesempurnaannya, agar berhasil meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan di
akhi-rat. Maka, dapatlah diasumsikan bahwa al-Fatihah mengandung
dasar-dasar bimbingan dan pembinaan tersebut yang mempunyai
kontribusi dan arti penting bagi Pendidikan Umum.Berdasar kajian sepintas terhadap surat al-Fatihah,
intens. Dalam situasi komunikasi itu Allah ditempatkan seba
gai fiaML (suatau istilah yang memiliki peluang dominan untuk
dimaknai sebagai "pendidik", sebagaimana yang dilakukan oleh
sebagian besar para penafsir), dan manusia sebagai terdidik.
Ini memungkinkan situasi komunikasi tersebut dikategorikan
sebagai situasi komunikasi edukatif.
Sedikit lebih dalam kita mengkajinya, kita akan
meli-hat situasi komunikasi itu sebagai situasi komunikasi eduka
tif yang mantap dan mendalam.
Terlihat dan terasa sekali
tatkala kita menghayati bahwa situasi komunikasi itu
beraku-mulasi pada suatu kondisi di mana terdidik (manusia)
mengin-ternalisasi dan mengidentifikasikan (menyerahkan) diri kepa
da pendidiknya (iyyaka na'burin wjl jyyaka nasta'in^ secara
sungguh-sungguh, tulus dan ikhlas. Dari kontek itu, kecuali
terungkap adanya situasi komunikasi edukatif yang sangat
in-dah dan mantap, terungkap pula gambaran "pribadi manusia
yang utuh", yang mengambil lokasi pokoknya pada istilah 'abd
atau
na'budu-Gambaran tentang situasi komunikasi edukatif dan
pribadi utuh demikian itu lebih layak dinisbatkan kepada
Pendidikan Umum. Konsep-konsep ini, kecuali menunjukkan ten
tang proses/upaya yang sangat baik dan tujuan pendidikan yang jelas dan bersifat universal, juga mampu memberikan
ke-yakinan bahwa proses/upaya dan tujuan itu telah dan akan
te-taP mampu mengantarkan manusia kepada keutuhan pribadi dan
10
dan konsep pendidikan semacam inilah yang sangat diharapkan
oleh Pendidikan Umum.
B. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitia n
Pada latar belakang di atas telah terlihat betapa Pen
didikan Umum sangat urgen dalam dunia pendidikan kita di In
donesia dewasa ini. Pendidikan Umum di sini diartikan seba
gai pendidikan yang menekankan "pembinaan keutuhar, pribadi".
Karenanya memerlukan konsep Pendidikan Umum yang benar-benar
mengarahkan pembinaannya ke arah itu.
Dalam program persekolahan vtingkat lanjutan pertama
ditemukan istilah "Pendidikan Umum" yang mencakup lima
bi
dang kajian, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Moral
Panca
sila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan
Jas-mani dan Pendidikan Kesenian. Dalam prakteknya lima bidang
kajian tersebut berjalan masing-masing,
tanpa terintegrasi
satu sama lain. Atau dengan kata lain, menggunakan pendekat
an "subject matter". Kecuali itu,
pelaksanaan program ini
masih lebih cenderung menekankan aspek kognisi. Dapatkah ke-nyataan atau praktek semacam ini membina keutuhan pribadi?
Tentu masih dipertanyakan.
Pada tingkat lanjutan atas program ini berubah menjadi
proram inti, dan mencakup 15 bidang kajian, termasuk lima
berbeda dengan program Pendidikan Umum di SLTP. Oleh
kt
itu daya binanya terhadap keutuhan pribadi masih
dipertanya-kan pula.
Selanjutnya pada pendidikan tingkat tinggi ditemukan
Program yang disebut Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), yang
mencakup lima bidang kajian, yaitu Pendidikan Agama, Pendi
dikan Pancasila, Pendidikan Kewiraan, Ilmu Sosial Dasar dan
Ilmu Budaya Dasar. Dalam program ini pun integrated curricu
lum masih belum nampak. Program ini masih menggunakan pende
katan subject matter, di samping masih lebih cenderung mene
kankan aspek kognisi. Dengan demikian program ini pun masih
menyimpan pertanyaan (kesangsian) tentang daya binanya ter
hadap keutuhan pribadi.
Adanya pertanyaan atau kesangsian-kesangsian tentang
daya bina program-program tersebut terhadap keutuhan pribadi
muncul atau terasakan karena adanya fenomena-fenomena yang
ditemukan dari pelaksnaannya, yaitu adanya parsial,it.as, cen
derung menekankan aspek kognisi, dan menggunakan pendekatan
subject matter. Dan munculnya fenomena-fenomena tersebut be-rangkat dari konsepnya yang memungkinkan memiliki orientasi
ke arah itu. Jadi masalahnya di sini terletak pada konsep
nya.
Jika program Pendidikan Umum di SLTP, Program Inti di SLTA, dan MKDU di pendidikan tinggi, berdasar karakteristik
pelaksanaannya, masih menyimpan pertanyaan (kesangsian)
12
dan diselesaikan dengan konsep General Eduoaat.inn dari Ba-ra? Ini pun perlu dipertanyakan, atau dengan kata lain masih mengandung kesangsian yang tidak sederhana, sebab konsep ini tidak member! perhatian terhadap religi seperti yang diberi-kan oleh konsep pendididiberi-kan berdasar Pancasila. Perbedaan prinsipal ini akan mengakibatkan perbedaan yang tidak seder hana terhadap berbagai konponen pendidikannya, termasuk da
lam perumusan "pribadi utuh".
Dalam konsep General Education, "pribadi utuh" tidak
harus dilandasi nilai religi. Sedang di negara Pencasila
justru sebaliknya, nilai religi diletakkan sebagai nilai pa
ling asasi yang harus menjiwai dan jadi rujukan bagi berba gai nilai-nilai lainnya. Keutuhan Pancasila, yang menetapkan sila Ketuhanan sebagai sila pertama dan harus menjiwai sila yang lainnya, harus menjadi jiwa, pandangan dan pedoman da lam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, konsep pri
badi utuh ini perlu didekati dan dijabarkan dari landasan religi ini, di samping dari landasan lainnya.
Setelah ternyata konsep-konsep di atas masih mengan
dung kesangsiang dalam membina keutuhan pribadi, maka konsep Pendidikan Umum bagaimanakah atau dari mana lagi yang bisa
dicoba dikaji dan dikembangkan untuk maksud di sini ? Jika konsep pribadi utuh perlu didekati dan dijabarkan dari reli
gi, maka penelitian ini akan mencoba mencari konsep Pendi
dikan Umum dari sumber religi (kitab suci) untuk melangkapi
Kitab suci untuk religi (Islam) adalah al-Qur'an
al-Karim. Dari sumber religi yang begitu luas ini, surat al-Fa tihah dapat dipandang mewakilinya, sesuai dengan predikat • atau nama yang diberikan kepadanya berdasar keterangan (ha-dits) yang sahih, yaitu iwwil. Qur'an (induk al-Qur'an) dan
al-Kafivah (yang mencukupi dan mewakili). Dengan asumsi de
mikian, maka penelitian tentang konsep Pendidikan Umum ini
diarahkan kepadanya.
Untuk mempertegas masalah yang akan dicari dari surat
al-Fatihah ini, berikut dikemukakan beberapa pertanyaan pe-pelitiannya:
1. Apa pengertian Pendidikan Umum yang terkandung dalam su
rat al-Fatihah ?
2. Apa tujuan Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
Al-Fatihah ?
3. Apa konsep pribadi utuh yang terkandung dalam surat
al-Fatihah ?
4. Apa upaya atau tindakan Pendidikan Umum yang terkandung
dalam surat al-Fatihah ?
5. Apa metode Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
Al-Fatihah ?
6. Apa materi Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
Al-Fatihah ?
7. Apa karakteristik komunikasi edukatif Pendidikan Umum
yang terkandung dalam surat Al-Fatihah ?
14
diberikan oleh Allah kepada RasulNya Muhammad s.a.w., baik
ditinjau dari segi bahasanya maupun m'akna yang dikandungnya.
Mengadakan pengkajian terhadap ayat-ayat al-Qur'an berarti
inenganalisis bahasa tertinggi, yang tentu memiliki makna
tertinggi, baik karena kedalaman, keluasan, keuniversalan
atau kemutlakkannya.Surat al-Fatihah merupakan bagian daripadanya, bahkan
ia dinyatakan sebagai ujamul Qur'an, yakni sebagai induk
al-Qur'an yang diyakini meliputi pokok-pokok kandungannya. Maka
dapatlah diasumsikan bahwa ayat-ayat dalam surat al-Fatihah
memiliki makna-makna yang sangat dalam dan pengertian serta
cakupannya yang sangat luas, sehingga banyak sekali segi dan
dimensi yang bisa digali daripadanya. Imam Razi (1990,1:11)
menyatakan bahwa dari surat al-Fatihah ini dapat digali
se-banyak 10.000 masalah. Akan tetapi, penelitian ini tentu
tidak akan mampu mengungkap masalah sebanyak itu, penelitian
ini hanya akan mencoba berusaha mengungkapkan salah satu se
gi yang terkandung di dalamnya.Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di
atas
penelitian ini tidak mungkin mengungkapnya dari semua dimen
si makna yang dikandung oleh surat al-Fatihah ini. Oleh
ka-karena itu, penelitian ini akan difokuskan kepada "situasi
komunikasi" yang terkandung dalam surat ini. Fokus peneliti
an ini ditunjukkan dan digambarkan secara utuh oleh suatu
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan diterimanya
besar antara lain Qurthubi (tt:94), Razi (1990:273), Ibn
Taimiyah (1986:187) dan Iain-lain. Hadits tersebut berbunyi:
Allah ta'ala berfirman : Aku membagi shalat antara Aku
dan hambaKu menjadi dua bagian, setengahnya untukKu dan
se-tengahnya lagi untuk hambaKu, dan untuk hambaKu adalah apa
yang dia minta. Apabila ia mengucapkan : "Segala puji bagi
Allah Rabb segala alam", maka Allah ta'ala berfirman: Hamba
Ku telah memujiKu. Apabila ia mengucapkan:" Yang maha
Penga-sih lagi maha Penyayang", Allah ta'ala berfirman: HambaKu
telah memadahKu. Apabila ia mengucapkan: "Yang Menguasai
ha-ri pembalasan", Allah ta'ala berfirman: HambaKu telah
meng-agungkanKu (dan dalam kesempatan/riwayat lain Allah berkata:
HambaKu telah berserah diri kepadaKu). Apabila ia mengucap
kan: "Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami
memohon pertolongan", maka Allah ta'ala berfirman: Ayat ini
dibagi dua antara Aku dan hambaKU, dan untuk hambaKu adalah
apa'yang dia minta. Dan apabila ia mengucapkan:
"Tunjukkan-lah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang
Engkau murkai, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat,
maka Allah ta'ala berfirman: Ini untuk hambaKu,
dan untuk
hambaKu adalah apa yang dia minta (Ibn Taimiyah,1986:187).
C. Tujuan Penelitian
16
penjelasan tentang segala hal (QS.16:89), dan memberikan
petunjuk dan jalan hidup yang lebih lurus (QS,
17:9), yang
diselaraskan dengan segala kebutuhan manusia dan fithrah penciptaannya (QS.30:30). Kapan, di mana dan ke mana pun ma nusia bergerak, al-Qur'an akan senantiasa diperlukan dan selalu mampu menyentuh serta memberikan yang terbaik bagi ma
nusiaOleh karena itu, pengaktualisasian, konsep, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur'an merupakan kebu tuhan manusia yang bersifat fithri, yang tidak bisa dielak-kan dan tidak bisa diganti dengan yang lain. Kecuali dili-hat dari sisi manusia dan kebutuhannya, dilihat dari sisi
al-Qur'an sendiri menunjukkan bahwa kebermaknaan dan
kemuji-zatannya yang paling penting terletak pada pengamalannya,
yakni sejauhmana konsep, prinsip dan nilai-nilai al-Qur'an
itu menapak dalam kehidupan.
Dunia pendidikan merupakan wahana yang memiliki
keku-atan dan signifikansi yang sangat besar dalam mempengaruhi
warna dan corak kehidupan manusia, sehingga segala perubahan
dan harapan dalam kehidupan selalu menjadi beban dan
tang-gung-jawabnya. Oleh karena itu, dialog yang terus-menerus
dan lebih intens antara dunia pendidikan dengan sumber
in-formasi dan kebenaran yang bersifat mutlak dan universal (al-Qur'an) merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mengangkat dan mengaktualisasikan konsep-konsepnya.
tepat dan akomodatif terhadap masalah-masalah yang timbul
Pada berbagai segi dan aspek kehidupan (termasuk dunia pen
didikan), yang kini dan sampai saat yang tak terhingga akan
terus muncul dan berubah semakin cepat dan komplek.
Pendidikan Umum (PU), sebagaimana telah dikemukakan di
atas, memiliki problematika tersendiri yang cukup serius,
hususnya kesenjangan konseptual yang terlihat dari
pelaksa-naan Pendidikan Umum (SLTP/SLTA) atau bidang/program yang
diharapkan berfungsi sebagai Pendidikan Umum (MKDU).
Berang-kat dari problematika tersebut, penelitian ini bertujuan un
tuk mengungkap konsep-konsep dasar Pendidikan Umum yang ter
kandung dalam surat al-Fatihah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, secara lebih spesifik
penelitian ini diarahkan untuk menemukan konsep-konsep
me-ngenai :
1.
pengertian Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
al-Fatihah.
2.
tujuan Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
al-Fatihah.
3.
karakteristik pribadi utuh yang terkandung dalam surat
al-Fatihah.
4. upaya/proses Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
al-Fatihah.
5. metode Pendidikan Umum yang terkandung dalam surat
al-Fatihah.
al-Fatihah.
7.
karakteristik komunikasi edukatif dalam Pendidikan Umum
yang terkandung dalam surat al-Fatihah.
D. Perolehan Penelitian yang Diharapkan
Hasil akhir yang ingin diperoleh melalui penelitian
ini adalah ditemukannya gagasan-gagasan, konsep, atau
prin-sip-prinsip pendidikan yang terkandung dalam surat al-Fati
hah, yang dapat diletakkan sebagai konsep atau prinsip bagi
Pendidikan Umum, baik yang menyangkut pengertian,
tujuan,
upaya (proses), metode, dan materinya.
Perolehan ini diharapkan akan dapat memberikan
justi-fikasi, pengokohan, atau bahkan pengembangan terhadap konsep
dan prinsip-prinsip Pendidikan Umum yang telah ada, dalam rangka penyempurnaan Pendidikan Umum di Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
Munculnya judul penelitian "Studi Analisis Konsep
Pendidikan Umum dalam Surat Al-Fatihah" ini, yang urgensinya
diperlihatkan dalam latar belakang masalah dan tujuan pene
litian di atas, tentu saja disertai dengan manfaat-manfaat
yang bisa diharapkan lahir dari padanya. Terlebih-lebih, bahwa sumber kajian dalam penelitian ini adalah kitab suci
al-Qur'an dan tafsirnya, di mana secara sangat mengagumkan
al-Qur'an telah begitu berjasa dan memberi manfaat yang luar
terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Al-Qur'an al-Karim tak ubahnya laksana samudra yang
tak bertepi. Semakin banyak para ahli yang menggalinya, akan
semakin banyak pula kekayaan dan kelebihannya yang terung
kap. Semakin mendalam mereka mengkajinya, akan semakin nam-pak pula keindahan dan keistimewaan mutiara-mutiaranya. Se-bagian dari kekayaan dan mutiara-mutiara itu ingin dicoba dicari melalaui penelitian ini, yang pada gilirannya diha
rapkan akan membawa manfaat bagi berbagai segi kehidupan,
hususnya dunia pendidikan, dan lebih husus lagi Pendidikan
Umum.
Manfaat yang diharapkan bisa diperoleh melalui peneli
tian ini adalah bahwa konsep pendidikan di sini,
husunya
Pendidikan Umum akan ditempatkan dan diselaraskan dengan
hakikat dan fithrah penciptaan manusia, yang berarti manusiawi dan religius.
Menurut al-Qur'an, ajaran Allah (al-Qur'an) ini
benar-benar sesuai dan selaras dengan hakikat dan fithra manusia (QS.30:30). Kedua-duanya merupakan ciptaanNya, dan al-Qur'an diturunkanNya untuk membimbing manusia agar mencapai hidup
bahagia dalam arti yang sebenarnya. Pandangan ini
mereflek-sikan bahwa hasil penelitian ini akan mampu memperkaya dan
memperkokoh konsep dan keberadaan Pendidikan Umum dalam du
20
landasan lainya harus merujuk atau setidak-tidaknya tidak
bertentangan dengannya. Hasil penelitian ini akan
memperje-las pemaknaan dan cakupan religi terhadap berbagai komponen
pendidikan, husunya Pendidikan Umum.
F. Definisi Operasional.
Penelitian ini berjudul "STUDI ANALISIS KONSEP PENDI
DIKAN UMUM DALAM SURAT AL-FATIHAH". Agar tidak menimbulkan
salah arah atau pengertian, maka istilah atau kata-kata yang
digunakan perlu dib.eri definisi operasional.
1. S_£ii«ii AnaJJLsis., dalam penelitian ini diartikan sebagai
suatu kajian literatur (tafsir) dengan menggunakan suatu
pendekatan yang mencoba mengkaji al-Qur'an ayat demi ayat
secara berurutan sesuai dengan susunan ayat tersebut
dalam surat bersangkutan (Al-Sadr,1990:28 ). Istilah analisis di sini merujuk kepada suatu pendekatan dalam tafsir yang diangkat oleh Muhammad Baqir Al-Sadr ketika membandingkan tafsir analisis dan tafsir tematis.
Akan tetapi, tidak berarti bahwa di sini hanya mengguna kan pendekatan analisis saja. Kecuali menggunakan pende
katan tematis, di sini digunakan pula pendekatan anali
sis. Dengan kata lain, studi ini berangkat dari dan
meng-acu kepada satu tema dengan menggunakan kajian secara
an a 1 i s i s .
2. Koji££p_, diartikan gagasan, ide, pengertian, atau
atau suatu istilah yang mempunyai pengertian luas dan
di-angkat dari sumber otentik dan dapat dipercaya. Oleh ka rena itu, konsep di sini mencakup arti yang bersifat da
sar mapun operasional.
3. Pendidikan ilumm.. dimaksudkan sebagai suatu program atau
upaya pembinaan yang ditujukan kepada semua orang dalam
rangka mengembangkan nilai, sikap, pengertian dan kete rampilan yang diperlukan oleh semua orang untuk
mewujud-• kan manusia yang berkepribadian utuh.
Jadi yang dimaksud dengan Kojiseja Pendidikan Umm adalah Pikiran atau prinsip yang mempunyai implikasi atau
kon-tribusi terhadap pembinaan dan pengembangan nilai, sikap, pengertian dan keterampilan yang diperlukan oleh semua orang dalam rangka mencapai keutuhan pribadinya.
4. Sjir_a±_ Al-Fatihah. yaitu suatu gugusan ayat-ayat al-Qur'an
yang terdiri dari tujuh ayat dan diletakkan sebagai
bagi-an pertama dalam susunbagi-an tulisbagi-an mushhaf. Dinamai al-Fa
tihah karena surat ini berfungsi sebagai surat pembuka.
Banyak sekali nama dan julukan yang diberikan kepada su rat ini, antara lain 1) UmmuL QujLlan (induk al-Qur'an),
2) As-Sab'ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang), 3) Asasjii Qur'an (pokok atau dasar), 4) Al-Kafivah (yang mencukupi), 5) Asy-Svifa (obat), 6) Ash-Shalah (shalat), 7) Al-Kanz (pembendaharaan), 8) Ar-Ruavah (jampi),
9) Al-waqivah (tameng atau penjaga), dan Iain-lain. Dari
22
dijelaskan lebih luas dalam bab empat) bisa terlihat bah
wa betapa al-Fatihah memiliki isi dan cakupan yang sangat
luas.
G. Anggapan dasar
Yang dijadikan sebagai anggapan dasar dalam penelitian
ini adalah :
1. Pendidikan Umum adalah suatu proram pendidikan yang di
arahkan untuk membina keutuhan pribadi.2. Manusia atau pribadi utuh adalah manusia religius. Konsep
abd dalam al-Qur'an menunjukkan konsep ini.3. Pendidikan Umum sebagai upaya pembinaan yang diarahkan
pada keutuhan pribadi (insan kajail) merupakan tujuan dan
misi pokok al-Qur'an.
4. Al-Qur'an al-Kariem adalah kitab suci yang berlaku bagi
segala zaman dan tempat. Ia mengandung informasi dan ke-benaran yang bersifat absolut dan universal. Oleh karena
itu, pengkajian dan .penggalian makna dan nilai-nilai yang
dikandungnya, kapan pun dan di mana pun, akan senantiasa
diperlukan dan tetap aktual.
5. Al-Qur'an diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu,
menjadi petunjuk ke jalan yang paling lurus, dan selaras
dengan fithrah manusia (manusiawi): '
Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur-an) untuk
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
(QS.16: 89).
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar g'embira kepada
orang-orang mu'min yang mengerjakan amal shaleh, bahwa bagi
me-reka ada pahala yang besar (QS.17:9).
Dan hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, (berpe-ganglah) kepada fithrah (aturan) Allah di mana manusia diciptakanNya sesuai dengan fithrah itu. Tiada
pengganti-an terhadap ciptapengganti-an Allah. Itulah agama ypengganti-ang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS.30:30). •
6. Al-Qur'an adalah perwujudan dari didikan Allah kepada makhlukNya, sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud: "Setiap pendidik menginginkan agar
didikannya ditaati/dilaksanakan, dan didikan dari Allah adalah al-Qur'an"(Al-Qasimi,1978:136).
7. Al-Fatihah adalah ummul Qur'an, dan misi pokok al-Qur'an
adalah membimbing dan membina manusia agar mencapai
kesempurnaan/keutuhan dan kebahagiaannya di dunia dan
ak-hirat.
8. Al-Qur'an surat 3:190-191, 88:17-22 dan lain sebagainya
mengajak agar manusia menggunakan fikirannya, mengkaji
24
H. Sumber Kaj ian.
Penelitian ini merupakan kajian ayat-ayat al-Qur'an,
yang karenanya akan mengambil sumber kajiannya darikitab-kitab tafsir, hususnya tafsir-tafsir yang berkenaan dengan
surat al-Fatihah, baik tafsir yang ditulis oleh ahli yang
menafsirkan keseluruhan al-Qur'an secara tahlili (analisis),
maupun tafsir-tafsir husus mengenai al-Fatihah yang ditulis secara maudlu'l (tematis), analitis, atau tematis sekaligus analitis.
Surat al-Fatihah merupakan surat yang paling banyak
penafsirnya dibanding dengan surat-surat lainnya. Tak jarang
seorang ahli hanya menulis tafsir al-Fatihah saja. Kecuali
itu, biasanya penafsiran dan uraian terhadap ayat-ayat dalam
surat al-Fatihah lebih panjang lebar dibanding dengan yang
lainnya. Sebagai contoh tafsir al-Fatihah dari
Imam Razi
mencapai 293 halaman. Ini menunjukkan bahwa sumber-sumber untuk kajian surat al-Fatihah ini akan memadai, namun ini pun mengingatkan bahwa kandungan surat ini sangat luas.
Sumber-sumber kajian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Yang dimaksud dengan sumber primer adalah al-Qur' an al-Karim dan Sunnah Rasul. Realisasi dari sumber primer
tersebut dalam kajian ini difokuskan kepada tafsir-tafsir
dengan kerakteristik tertentu yang akan dijelaskan kemudian.
Yang tidak masuk pada kategori sumber primer dikategorikan
karakteristik yang dijelaskan dan buku-buku penunjang lain
nya yang dapat memberikan penjelasan dan pengayaan lebih lu
as, baik yang berhubungan dengan materinya secara langsung
maupun yang berhubungan dangan perangkat alat, seperti ilmu
kebahasaan dan Iain-lain.
Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan tafsir (al-Qur'an al-Karim dan Sunnah) yang dikategorikan sebagai sum ber primer di sini, antara lain :
1. Ditinjau dari segi mujtaair (penafsir)-nya. Popularitas seorang penafsir biasanya menunjukkan kredibilitas tafsir
yang ditulisnya. Popularitas ini dipertimbangkan dalam
memilih tafsir sebagai sumber kajian di sini, tapi tidak menjadi bahan pertimbangan yang utama. Yang dipandang pa
ling penting diperhatikan dalam pertimbangan ini
menyang-kut kredibilitasnya sebagai penafsir, yakni apakah dia mempunyai cukup syarat untuk menafsirkan atau mengungkap makna yang dikandung oleh suatu ayat.
Melihat syarat-syarat atau kredibilitas penafsir ini ten
tu saja dari kualitas tafsir yang ditulisnya. Dalam hal
ini penulis tidak akan terpaku dengan semua syarat yang
telah ditetapkan oleh para ahli. Dari berbagai macam sya rat yang telah ditetapkan, penulis akan sangat menekankan pada segi kebahasaan. Jika penulis menemukan suatu penaf-siran yang ditinjau dari barbagai segi kebahasaan dapat dipertanggung-jawabkan, maka untuk kepentingan sumber ka
26
tafsir yang memenuhi syarat, sebab bahasa Al-Qur'an tidak
sama dengan bahasa pada umumnya yang hanya lahir dari
kebiasaan-kebiasaan. Ia lebih tepat dikatakan sebagai ba
hasa mu'.iiaat, sehingga penafsirannya dari sisi bahasa
saja (secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan) ti
dak akan menimbulkan kesesatan.
Muhammad Abduh memandang bahwa seseorang yang hanya mampu
mengungkap makna yang bersifat global dari suatu ayat karena pengetahuan bahasanya yang kurang mendalam diakui
sebagai penafsirannya, tapi tentu tafsir tingkat paling
rendah (Ridla,tt,I:21). Alasan lainnya, bahwa kajian di
sini akan difokuskan kepada kajian situasional yang pada
dasarnya ditunjukkan oleh susunan atau bahasanya.Jadi penafsir yang disamping memiliki kemampuan bahasa
yang mamadai, memiliki juga kemampuan lain yang menunjang
penafsirannya, ia telah berada di atas syarat minimal da lam pertimbangan penentuan sumber kajian di sini.
2. Ditinjau dari segi fokusnya. Yang dimaksud fokus di sini
adalah orientasi penafsiran yang biasanya
merupakan
refleksi dari bidang keahlian penafsirnya. Perbedaan ke-ahlian atau fokus penafsiran ini sering nampak pada taf sir yang ditulisnya. Ada yang memokuskan kepada hukum se perti Ibn Arabi dan Al-Qurthubi, ada yang memokuskan atau
menghubungkannya dengan ilmu pengethuan empirik seperti
Al-Jauhari, dengan fisafat seperti Ar-razi, dan dengan
Di dalam satu wilayah fokus yang sama pun bisa terjadi
Perbedaan yang mencolok, seperti antara tafsir hukum Ibn
Arabi dengan Al-Qurthubi. Ibn Arabi hanya mengungkapkan
hukum dikandung ayat dan memberinya dukungan dengan
me-ngemukakan beberapa dalil atau riwayat-riwayat lainnya.
Lain halnya dengan Al-Qurthubi, kecuali seperti Ibn Arabi
di atas, ia pun berusaha mengungkap keluasan makna yang
dikandung ayat dengan menggalinya dari segi kebahasaan
secara luas dan mendalam.Maka pemilihan tafsir Al-Qurthubi sebagai sumber kajian dalam penelitian ini lebih tepat dibanding dengan tafsir Ibn Arabi, dan pemilihan tafsir Ar-Razi yang berbicara banyak segi akan lebih banyak kontribusinya terhadap pe nelitian ini dibanding dengan tafsir Al-Qurthubi (sebagai
tafsir hukum). Jadi pertimbangan fokus tafsir di sini
dilihat dari kontribusinya terhadap fokus dan masalah
yang diteliti.
3. Ditinjau dari segi pendekatan atau metode yang digunakan. Ada tiga pendekatan yang telah banyak digunakan oleh para ahli dalam menafsirkan Al-Qur'an, yaitu pendekatan keba hasaan, pendekatan ma'tsur (riwayat), dan pendekatan
to.1-™tl (pengungkapan simbol atau isyarat). Pendekatan keba hasaan berusaha mengangkat makna dan maksud al-Qur'an de-dengan menekankan pada kajian segi bahasa, pendekatan
ma'tsur dengan menekankan pada kajian riwayat (Al-Qur'an,
28
berusaha menangkap isyarat-isyarat dengan kemampuan
inte-lek, intuisi dan pengalaman keagamaan.
Berdasar atas tiga pendekatan tersebut, urutan prioritas
tafsir yang dipilih dalam penelitian ini adalah :
1. Tafsir yang menggunakan ketiga pendekatan tersebut,
seperti tafsit Imam Razi.
2. Tafsir yang menggunakan pendekatan riwayat dan kebaha
saan, seperti tafsir Ath-Thabari.
3. Tafsir yang menggunakan pendekatan riwayat, seperti
tafsir Ibn Katsir.
4. Tafsir yang menggunkan pendekatan kebahasaan dan
ta'-wil, seperti tafsir Ruhul Bayan.
5. Tafsir yang menggunakan pendekatan kebahasaan, seperti
A. Metode Hermeneutika/Tafsir
Upaya pengkajian dan penafsiran al-Qur'an telah dimulai
sejak al-Qur'an itu diturunkan pada masa hidup Rasulullah.
Upaya ini terus berlanjut sampai zaman modern dewasa ini,
bahkan akan terus berlanlanjut sampai nanti akhir zaman. Pa
da setiap masa dan semua abad hampir selalu muncul
kitab-ki-tab yang merupakan kajian husus atau penafsiran .al-Qur'an
dengan corak, fokus, serta aliran yang berbeda-beda, baik
dalam ukuran besar, sedang maupun kecil. Kenyataan ini me
nunjukkan bahwa upaya pengkajian atau penafsiran al-Qur'an
itu telah memiliki sejarah dan tradisi yang sangat panjang
dan mapan
Upaya ke arah itu akan terus berlanjut dan tetap
dibu-tuhkan, sebab al-Qur'an diturunkan untuk membimbing manusia
dalam memecahkan berbagai permasalahan hidup.dan kehidupan
nya di segala zaman, sedangkan masalah-masalah baru yang
membutuhkan jawaban daripadanya sangat banyak dan berkembang
terus (Abdul Djalal, 1990:15).
Persoalan pengkajian atau penafsiran ini secara lang
sung menyangkut masalah hermeneutika, yakni ilmu tafsir (Ya-apar,1992:7). Hermeneutika berasal dari bahasa latin yang
berarti "menafsirkan". Dewa Hermes turun dari gunung Olympus
54
ini makna yang terkandung dalam suatu naskah bisa memiliki
dimensi lain dan berkembang lebih luas. Kecuali memberi arah
dan mengembangkan makna, tehnik ini pun bisa memberikan
pe-nilaian terhadap makna-makna yang diungkapkan melalui dua
tehnik terdahulu. Dengan demikian validitas dua tehnik ter
sebut bukan hanya terletak pada pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan kaidah kebahasaan (tafsir) dan mengem bangkan intuisi (ta'wil), melainkan terletak pula pada
seja-uh mana kaitannya dan mendapat justifikasi dari
naskah-nas-kah lainnya (al-Qur'an, Hadits atau perkataan/pendapat para
sahabat) yang dikembangkan dalam tehnik ma'tsur.
Maka makna-makna yang diungkap melalui dua tehnik per
tama itu akan menjadi sangat kokoh keberadaannya jika menda
pat justifikasi dari tehnik ketiga. Sebaliknya, makna itu
tidak bisa diterima atau dibernarkan jika ternyata
berten-tangan dengan naskah-naskah (riwayat) tehnik ketiga yang
sa-hih.
Dengan ketiga tehnik tersebut di atas, jelaslah bahwa
metode hermeneutika yang digunakan dalam penelitian ini
berbeda dengan hermeneutika yang ditemukan dalam pemikiran
dunia Barat dewasa ini yang secara umum disebut oleh Paul
Ricoeur disebut sebagai hermeneutics of suspicion. Salleh
Yaapar (1992:8) menyebut hermeneutika yang menggunakan
teh-nik-tehnik tersebut sebagai "hermeneutika kerohanian". Menu
rutnya, penggunaan tehnik-tehnik tersebut dalam metode her
yang berada pada perraukaan naskah atau simbol, melainkan memungkinkan peneliti bertemu dengan makna-makna yang berada
di balik simbol-simbol tersebut.
Agar raendapat gambaran yang lebih jelas tentang metode
dan tehnik-tehnik tersebut, berikut ini akan dijelaskan pe
ngertian dan cara penggunaannya.
a. Tehnik Tafsir
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tehnik tafsir di sini adalah pengertian tafsir secara sempit, yakni suatu ca ra mengungkapkan atau menjelaskan makna yang terkandung da
lam suatu naskah atau ayat al-Qur'an al-Karim dengan bero-perasi pada permukaan naskah (exoteric exegete)(Yaapar,1992: 8), atau secara semiotik (Zaimar, 1990:20). Definisi tafsir
yang lebih menekankan pada kajian kebahasaan seperti ini di
kemukakan pula oleh Imam Abu Hayan penulis tafsir al-Bahrul
Muhieth (As-Suyuthi,1973,11:174).
Dengan meletakkan tehnik tafsir sebagai langkah awal
dalam penelitian ini berarti ayat-ayat al-Qur'an terlebih
dahulu dikaji dari segi kebahasaan. Penetapan langkah ini tidak berarti berpandangan bahwa pengkajian atau
pengungkap-an makna dengpengungkap-an tehnik ma'tsnr kurang mendapat perhatian
atau lebih rendah daripada kajian kebahasaan. Langkah ini diambil semata-mata karena pertimbangan bahwa "kebahasaan" (hususnya bahasa Arab) merupakan alat yang paling vital da
56
menggunakan tehnik ta'wil dan ma'tsnr pun tidak mungkin bisa
dilakukan kalau segi bahasa tidak dikuasai. Apa yang dilaku-kan oleh Syekh Naguib Alatas (1979:1 dan 36) dalam mengang
kat istilah ta'dib sebagai kata kunci dalam pendidikan me
rupakan contoh yang menggunakan pendekatan kebahasaan secara
dominan.
Orang yang hendak mengkaji al-Qur'an harus memberikan
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap bahasa Arab al-Qur'
an. Ini tidak bisa dielakkan dan tidak bisa diganti dengan
yang lain, sebab memahami al-Qur'an dari bahasa aslinya me
rupakan kepentingan yang paling hakiki, demikian DR.Beheshti
menandaskan (1987:14). Dengan mengutip dari uraian Imam
Sya-tibi, Al-Qasimi (1978,1:63) mengemukakan pernyataan yang le
bih tandas lagi, bahwa setiap makna yang digali dari
al-Qur-an al-Karim yang tidak sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab, maka makna itu dianggap tidak mempunyai hubungan sedi kit pun dengan ulumul Qur'an, dan dianggap tidak mempunyai faedah serta arti apa-apa.
Analisis yang menggunakan tahnik tafsir ini mencakup beberapa macam analisis sesuai dengan aspek-aspek kebahasaan dalam bahasa Arab. Antara lain :
1. Analisis lughavjiyah Cl&kskografi}.
Maksudnya adalah menganalisis makna kata-kata yang digu
nakan dalam ungkapan atau ayat bersangkutan, terutama
dari segi budaya dan penggunaannya di waktu ayat terse
mengingatkan tiga hal, yaitu a) al-Qur'an adalah kitab
suci berbahasa Arab, b) bahasa itu adalah bahasa di
ja-man Rasulullah hidup, dan c) ayat-ayat al-Qur'an itu
di-wahyukan dan disampaikan secara lisan. Umar r.a. pun pernah mengingatkan kepada para sahabat lainnya pada
waktu itu; ia berkata : "Wahai mamisia, peliharalah
kum-pulan syairmu di masa jahilyahmu itu, sebab di sana
ter-dapat tafsir/penjelasan bagi kitab kamu sekalian (Al-Qa-simi,1978,1:101). Artinya, dalam bahasa mereka (orang-orang Jahiliyah), termasuk syair-syairnya, terdapat pem-bendaharaan yang dapat menjelaskan kata, ungkapan atau kalims|t dalam al-Qur'an al-Karim. Al-Qur'an disampaikan kepada mereka secara lisan dan sangat komunikatif dengan bahasa lisan mereka. Sebagai contoh, Umar r.a. pernah bertanya kepada mereka tentang makna takhawwnf ( )
yang terdapat dalam suara an-Nahl ayat 47, kemudian sa
lah seorang dari mereka menjelaskannya bahwa artinya
adalah jLanaqqush (berkurang) dengan membacakan satu bait
syair.
Dalam melaksanakan penganalisisan ini penulis akan meru
juk kepada kamus yang sementara ini dipandang paling
me-wakili untuk maksud tersebut, yaitu kamus Lisanul Arab
karangan Syekh Ibn Mandhur.
2. Analisis sharfiyah CmorfologikJ.
Untuk mencari makna itu, kecuali dilacak dari
58
dianalisis pula dari segi istiqaqnva, (morf ologik). Imam
Fakhruddin Ar-Razi yang dikenal dengan Imam Razi
berpendapat bahwa cara yang paling baik dalam menganali
sis makna kata-kata adalah dengan cara istigaq (Ar-Razi,
1990,1:21), yaitu dengan melacak bentuk-bentuk asal atau dasar -dari kata itu, juga bentuk-bentuk pengembangannya.
Menurutnya, ada dua macam istigaq. yaitu istiaaa ashghar (kecil) dan istigaq aknax (besar).
Yang dimaksud dengan istigaq kecil adalah perubahan ben
tuk-bentuk kata dari satu kata dasar (mashdarJ> kepada
bentuk-bentuk pengembangannya dengan tidak menambah atau mengurangi huruf dasar/pokoknya. Seperti perubahan dari kata dasar (mashdar-> menjadi bentuk kata kerja lampau, kata kerja sedang/akan, bentuk subyek (isim. fa'ilX ben tuk obyek c"isim maf 'ul-> dan Iain-lain sampai sepuluh
bentuk. Masing-masing dari sepuluh bentuk ini bisa di kembangkan lagi menjadi tiga, enam atau empat belas ben
tuk, sehingga dari satu kata dasar ini berkembang bisa
menjadi 65 bentuk.>Kemudian pengembangan lainnya, satu kata dasar ini bisa dirubah bentuk wazan~nya (perubahan
pola dasar) sampai enam kali bahkan bisa lebih, sehingga
sebenarnya satu kata dasar dalam bahasa Arab ini bisa
dikembangkan menjadi 390 bentuk kata bahkan bisa lebih. Pengembangan kata sejauh ini baru ditinjau dari segi is
tigaq kecil Cashghar-X
perubahan yang terjadi pada kata dasar, di mana setiap
huruf yang ada pada kata dasar itu bisa berubah posisi-nya menjadi huruf awal sebaposisi-nyak jumlah huruf yang me-nyertainya. Kalau kata dasar itu mempunyai tiga huruf,
ketiga huruf tersebut bisa menjadi huruf awal, sehingga
akan lahir daripadanya enam bentuk kata dasar yang baru.
Masing-masing kata hasil perubahan ini biasanya mempu
nyai arti yang berbeda, tapi tidak jarang pula mempunyai arti yang sama. Semakin banyak huruf dalam kata dasarnya akan semakin banyak pula terjadinya perubahan.
Bedanya dengan istigag ashghar (kecil) adalah bahwa is-tiqaq kecil itu tidak pernah mengubah susunan huruf dari kata dasarnya dan kebanyakan perubahannya bukan pada ka ta dasarnya, sehingga sekalipun terjadi perubahan bentuk yang sangat banyak, makna yang pokok/dasarnya tetap do-rainan, tidak berubah apalagi hilang. Sedangkan perubahan
pada istigaq akb_ar_ (besar) justru terjadi dalam
bentuk-bentuk kata dasarnya, yang bisa menimbulakan perubahan makna secara total. Oleh karena itulah istigag ini
dise-sebut istigaq akbar (besar).
Sebagai contoh, untuk mencari makna Rabb kita bisa
mela-caknya dari kata raba-yarbu (bertambah/tumbuh), rabiva-yarba (menjadi besar), rabba-varnhhn (memperbaiki), dan
rabba-vurabbi (mendidik). Sedang contoh istiaaa akbar.
al-hamdu misalnya, yang berasal dari ha-mi-da (memuji/
60
(memanaskan), da-ha-ma (menolak/mendorong), da-ma-ha
me-nundukkan kepala), dan ma-da-ha (memuji).
Dalam melakukan penganalisisan sharfivah/isitiaaa
(mor-fologik) ini penulis akan merujuk kamus yang dipandang
paling lengkap dewasa ini, yaitu kamus Lisanul Arab
ka-rangan/susunan Ibnu Mandhur.
3. Analisis Nahwiyah Cs&mantikS>
Setelah menemukan arti kata melalui analisis lughawiyah
(leksikografi) dan sharfivah/istiaaaivah (morfologik)
masih belum cukup untuk menangkap arti kata itu dalam kontek susunan kalimatnya, sebab kedua analisis itu ha nya berbicara tentang kata sebagai kata secara
tersendi-ri. Untuk menemukan makna dalam kontek susunan kalimat nya diperlukan analisis lain, yaitu analisis nahwivah
(semantik).
Urgensi analisis nahwiyah dalam pengkajian ayat-ayat
al-Qur'an al-Karim ini terlihat sekali dalam definisi taf
sir yang dikemukakan oleh Abu Hayan dalam tafsirnya
Al-Bahrul Muhieth, sebagaimana yang telah dikutip di atas. Dalam menjelaskan definisi yang dibuatnya, secara
eks-plisit Abu Hayan menunjuk ilmu i'rab (ilmu
nahwu/seman-tik) sebagai salah satu bagaian yang harus benar-benar
eksis dalam pengkajian itu (Adz-Dzahabi,1976,I:14). Imam
Suyuthi dalam bukunya Al-Itqan fie Ulumil Qur'an menun
juk tafsir Al-Bahrul Muhieth karangan Abu Hayan itu se
nahwu atau i_lr_ab_nya dalam cara penafsirannya.
Benar dan tidaknya atau lurus dan tidaknya pengertian yang dikaji dari suatu susunan (bahasa Arab) sangat
ter-gantung kepada kajian nahwivah ini. Kekeliruan dalam ka
jian ini memastikan terjadinya kekeliruan dalam penarik-an makna atau pengertipenarik-annya. Imam Suyuthi mengemukakan
bahwa gunanya ilmu nahwu atau kajian i'rab ini adalah
untuk mengetahui makna, sebab nahwu atau i'rab inilah
yang menentukan arti (susunan) dan mengantarkan pada pe
ngertian yang dimaksud <Suyuthi,1973,I:179).
Kajian nahwiyah atau j'rab ini hanya beroperasi pada i'rab/harkaf, (bunyi) huruf terakhir dari setiap kata, sedangkan semua harkat huruf sebelum akhir, yang tentu-nya lebih batentu-nyak, merupakan kajian
sharfiyah-Beroperasi pada satu harkat huruf terakhir tidak berarti bahwa kajian ini sederhana. Dalam hal ini justru seba-liknya. Kajiam nahwiyah ini jauh lebih komplek dibanding dengan kajian sharfiyah. Sebab kajian nahwiyah mencakup
semua aturan susunan yang 'gejala atau tanda-tandanya
muncul pada harakat ('irab) akhir kata.
Contoh: Dalam membaca al-hamd ada macam-macam
(cara membaca) yang diakui, ada yang membaca
(dengan harkat U/dhomah), al-hamda Cdengan harkat A/fat-hah), dan bahkan al-hamdi (dengan harkat I/kasxan). Dari
segi kajian nahwiyah.,. perbedaan bunyi bacaan huruf akhir
62
Jika kata itu berfungsi sebagai mubtada (subyek/yang
di-terangkan), makan harus dibaca al-hamdn. dan jika
berfungsi sebagai maf'ul bin (obyek) dari fi'il dan fa'-il (subyek dan predikat) yang tidak nampak, maka harus
dibaca al-hamda.
Dalam kajian ini, penulis akan banyak merujuk kepada tafsir-tafsir bahasa, hususnya tafsir yang banyak meng
kaji segi i'rab, seperti Al-Bahrul Muhieth karangan Abu Hayan, Al-Futuhat al-Ilahiyah karangan Sulaiman bin Umar
Al-Ajielie, dan Iain-lain. Kecuali itu, akan merujuk ju
ga pada kitab nahwu Al-Fiyah Ibn Malik dan Mughni Labib.
4. Analisis Balaghiyah Cliteral dan situasionalJ.
Dengan kajian lughawiyah, sharfiyah dan nahwiyah, kita
bisa menemukan pengertian atau terjemahan yang benar.
Tapi kalau hanya sampai pada tiga kajian tersebut, kita tidak akan mampu mengungkap situasi yang terdapat dalam
susunan bahasa itu.
Jadi setelah kita menemukan pengertian/terjemah yang be
nar, kita masih bisa bertanya lebih lanjut:
Menggambar-kan situasi bagaimanakah susunan bahasa itu? Untuk
men-jawab pertanyaan inilah antara lain pentingnya analisis balaghivah, Terlebih-lebih kajian situasional dalam pe nelitian ini merupakan fokus penelitian. Dengan demiki
an, kajian situasional (balaghiyah) dalam penelitian ini akan nampak lebih dominan dibanding dengan kajian-kajian
Segi-segi kemu'zijatan al-Qur'an itu cukup banyak, dan
segi bahasa yang mencakup kefasihannya, keindahan susunan dan gaya bahasanya merupakan segi yang paling banyak ditonjolkan oleh para ahli. Bahkan segi inilah
yang dijadikan sebagai tantangan kepada bangsa Arab un
tuk membuat ayat-ayat sekiranya mereka dapat
menandingi-nya (Syalabi,1960:35). Kecuali melalui kajian kebahasaan
(balaghah) yang mancakup ma'ani, b_adie_ dan bavan. kajian
situasional ini akan dibantu dengan. kajian situasional
lainnya, yaitu kajian asb_ab_ niLsiH (sebab turunnya ayat) yang akan ditempatkan pada tehnik ma' tsur yang mencakup beberapa kajian riwavat.
Yang dimaksud dengan ma'ani adalah suatu cabang ilmu ba laghah yang mempelajari kata dan susunan agar sesuai de ngan tuntutan situasi dan kondisi. Selanjutnya, keindah
an susunan itu diatur oleh cabang lain, yaitu badi'e.
Sedangkan b_ayan merupakan cabang ilmu balaghah yang mem pelajari tentang cara-cara membuat macam-macam susunan untuk maksud yang sama dengan tingkat kejelasan yang berbeda-beda. Jadi baik ma'ani, badi'e maupun bavan.
memfokuskan perhatian kepada masalah situasi.
Contoh: Al-Hamdu, lillah merupakan kalimat yang dimulai dengan kata benda (jumlah isimiyah) yang musnad ilaih
(subyek/yang diterangkan)-nya terdiri dari kata tunggal ber-alif-lam (al-hamduju. dan gmsnad. (predikat/yang
64
(Allah). Karakteristik kalimat seperti ini menunjukkan
bahwa pujian itu sunguh-sungguh dan mendalam, bersifat
kekal, kontinu dan tak terbatas, dan mencakup segala ma
cam dan jenis pujian. Pujian yang sedemikian mendalam
itu tentu saja merupakan cerminan atau gambaran dari su
atu situasi dan kesadaran yang mendalam pula.
5. Analisis Manthiqiyah Clogikal
Dari sisi nanthiqi. (logika), al-Qur'an al-Karim merupa
kan kitab suci yang sangat utuh, lengkap dan kokoh.
Per-nyataan-pernyataannya padat dengan
argumentasi-argumen-tasi yang tidak tergoyahkan. Ia berbicara kepada akal
secara tepat, menyeluruh dan tanpa cacat. Di hadapan
al-Qur'an, akal manusia mana pun akan menemukan keutuhan
dan kepuasannya.
Tentu saja al-Qur'an ini tidak hanya berbicara kepada
akal, melainkan seluruh potensi manusia diajaknya
berbi-ra dan disentuhnya, bahkan seluruh aspek kehidupan manu
sia diberinya tempat secara layak dan tepat. Oleh karena
itu, dapatlah diasumsikan dengan kuat, bahwa di dalam
al-Qur'an terkandung konsepsi tentang manusia utuh dalam
arti yang sebenamya.
Karakteristik al-Qur'an seperti tersebut di atas ini bu
kan saja diakui oleh para ahli yang beragama Islam,
me
lainkan diakui pula oleh ahli non muslim seperti Prof.
dikemukakan dengan pernyataan-pernyataanya oleh Kholil
(tt:86-89).
Analisis manthiqi dalam kajian ini akan mencoba
mengung-kapkan argumentasi yang terkandung dalam kalimat atau
pernyataannya. Contoh: Al-H&ffldu liliaki Eabnil 'Alamiin.
Menurut kajian logika, kalimat tersebut mengandung suatu pernyataan sekaligus dengan argumentasi atau alasannya. Berdasar atas salah satu kaidahnya, kata Rahnil 'alamiin
itu jadi illat (alasan) bagi pernyataan sebelumnya. Jadi
segala puji itu milik Allah, sebab Ia Rabb seluruh alam.
Kajian ini dianggap penting, sebab dengan menemukan hu
bungan yang jelas antara pernyataan dengan alasan dalam
suatu kalimat atau wacana akan sangat membantu terhadap
pengkajian dan penemuan makna selanjutnya.
b. Tehnik Ta'wil
Istilah ta'wil sering diartikan dan digunakan sebagai padanan kata tafsir. Apabila ath-Thabari dan Al-Qasimi
ber-kata ta'wil-an terhadap ayat ", maka ta'wil di sini
diartikan identik dengan kata tafsir. Tapi banyak pula yang menbedakan antara keduanya; tafsir beroperasi pada
la-fag h. (kata) dan ta'wil beroperasi pada makna, tafsir menje
laskan makna yang diangkat dari redaksi dan ta'wil menjelas
kan makna yang diisyaratkan (Al-Alusi,dalam Adz-Dzahabi,
1976,1:19-21) dan Iain-lain.
66
berarti ar~ru.1u' (kembali), yakni mengarahkan sesuatu kem
bali pada permulaan atau asalnya. Oleh karena itu, proses ta'wil adalah proses pengungkapan isyarat-isyarat yang meng arahkan "kembali" kepada makna dan esensi yang tersembunyi (haqiqat) atau kebenaran batin, sehingga bentuk lahir hanya
dipandang sebagai simbol. Jadi secara terminologis, ta'wil adalah upaya atau cara dalam menemukan isyarat-isyarat suci dan pengatahuan-pengetahuan ketuhanan yang terungkap dari
belakang tabir redaksi dan mengalir dari ruang yang gaib pa da hat i orang-orang yang ma'rifnt (Al-Alusi,1987,I:5).
Kerja tehnik ta'wil ini sangat tergantung pada aspek intuisi. Berbeda dengan seperti rasio yang menganalisis dan memilah-milah, daya intutif melaksanakan fungsi sintesa dan unifikasi dengan memanfaatkan alat simbolisme, yang mengacu pada hubungan analogis dan dikembangkan dengan pengalaman
kehidupan yang sungguh-sungguh dan mendalam dalam pengamalan
agama. Maka karena menyangkut pemakaian simbolisme dan
me-nyentuh aspek yang halus dan dalam dari akal, di samping ada
ketergantungannya terhadap pengalaman keagamaan, ta'wil ha
nya bisa dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki otoritas
tertentu untuk ini, yaitu orang yang benar-benar mengetahui bahasa simbolik, dan telah mengembara menuju dimensi
rohani-ah (spiritual) dalam hidup dan kehidupannya (Yaapar,1992:9).
Oleh karena itu, dalam melakukan pengkajian terhadap
atau isyari, seperti tafsir Ruhul Bayan tulisan Syekh
Isma'-il Al-Buruswi, al-Alusi dan Iain-lain.
Dengan beroperasi pada makna, simbol atau isyarat-isya
rat, tidak berarti bahwa ta'wil mengabaikan unsur bahasa (redaksi) lahiriah. Ta'wil ini tetap bertolak dari yang la
hir atau bahasa itu, sebagaimana dikatakan oleh Al-Alusi di atas "...terungkap dari belakang tabir redaksi". Dengan de
mikian, pengetahuan dasar kebahasaan atau tehnik tafsir di atas harus jadi modal dasar untuk penggunaan tehnik ta'wil
ini. Karenanya, Salleh Yaapar (1992:9) memandang ta'wil ini
sebagai suatu bentuk intensif dari tafsir untuk
melengkapi-nya.
Jadi tehnik ta'wil ini merupakan upaya atau cara dalam
i'tibar (penemuan makna) setelah tehnik tafsir. yang menga-rah kepada penemuan esensi spiritual (haqiqat) atau rahasia batinnya.
Sebagai contoh, dalam memaknai perintah Allah kepada
Nabi Musa di Sinai "Tanggalkanlah kedua terompahmu,
sesung-guhnya engkau berada di dalam lembah suci, Thuwa CQS.20:12),
Al-Ghazali memandang bahwa Nabi Musa diperintahkan untuk
me-lepaskan kedua terompahnya (secara lahir) dan meme-lepaskan dua
dunia dari pikirannya (secara batin). Begitu juga Ali
Syari-ati dalam memaknai firman Allah tentang kejadian manusia da
ri tanah (lumpur) yang ditiupiNya ruh dan tentang cerita
68
c. Tehnik Ma'tsur
Yang dimaksud dengan tahnik majjtsux adalah suatu cara
penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan mengambil sumber pe
nafsirannya dari al-Qur'an, hadits, riwayat para sahabat atautabi'in. Syekh Manaa'ul Qaththan mengungkapkannya secara
lebih jelas dalam bukunya Mabahits fie Ulumil Qur'an sebagai
berikut: Yang dimaksud dengan tafsir bil ma'tsur adalah taf sir yang didasarkan atas dalil-dalil yang ditransfer secara sah dan sistimatis, yakni menafsirkan al-Qur'an dengan
al-Qur'an, dengan sunnah (sebab sunnah itu lahir untuk menje
laskan Kitab Allah), dengan riwayat yang diterima dari para
sahabat (sebab mereka merupakan orang-orang yang paling tahu tentang Kitab Allah), atau dengan perkataan/pendahpat tokoh-tokoh tabi'in (sebab umumnya mereka menerima riwayat/penaf-siran itu dari para sahabatKQaththan, 1971:299).
a. Penafsiran dengan al-Qur'an al-Karim
Al-Qur'an al-Karim adalah Kitab Allah yang diturunkan
ke bumi sebagai penutup dan penyempurna risalah-risalah
se-belumnya. Ia merupakan pedoman dan petunjuk hidup yang
ke-berlakuannya tidak terbatas waktu dan tempat, ia bersifat
universal dan mutlak. Gaya dan sistimatikanya berbeda dengan sistimatika yang dikenal oleh manusia dalam cara penulisan
buku-bukunya. Di dalamnya terkandung masalah akidah, akhlak,
(Al-Maududi,1969:8). Semua kandungannya ini kadang-kadang
disajikan secara sangat singkat, padat, global dan bersifat
universal, tapi di tempat lain ditemukan pula yang bersifat husus, rinci dan detil (Adz-Dzahabi,1976:37), dan bahkan
terdapat pula pengulangan dengan cara penyajian yang
berbe-da-beda dan gaya berlainan (Al-Maududi, 1969:8).
Oleh karena itu, penganalisisan dan pengkajian makna
dari suatu ayat al-Qur'an harus dikaji pula dari ayat-ayat
al-Qur'an yang lainnya. Sebagai contoh, untuk menemukan mak na al-Hamdu. yang digunakan dalam al-Qur'an perlu melacak
"berapa banyak kata ini digunakan, dengan masalah apa kata ini dihubungkan, dan dalam kontek apa kata ini disajikan?".
Dengan demikian, berarti ayat al-Qur'an itu telah
ditafsir-kan dengan sumber dari al-Qur'an sendiri, sehingga upaya me-ngungkap maksud Allah dalam firmanNya itu melalui keterangan dari Allah juga pada firmanNya yang lain (Adz-Dzahabi,1976:
38).
Bentuk-betuk penafsiran yang ditemukan dari al-Qur'an
ini biasanya berupa :
1. Penjelasan ayat-ayat yang singkat dengan menggunakan ayat
lain yang lebih luas dan panjang lebar.
2. Penjelasan ayat yang mnjimai (bersifat global) dengan
menggunakan ayat-ayat yang mufasbanal (bersifat rinci). 3. Penjelasan makna ayat yang bersifat muthlaq (luas tidak
terbatas) dengan ayat-ayat yang mugavvad (dibatasi).
70
bersifat husus.
5. Pengumpulan dan pengkompromian beberapa makna ayat yang
diperkirakan mengandung pertentangan yang berkenaan deng
an masalah yang sama.
6. Penjelasan tentang qira'at (cara membaca) suatu ayat atau kata dengan ayat lain yang mempunyai makna sama tapi
qi-ra'atnya berbeda (Adz-Dzahabi, 1976 :37-40).
b. Penafsiran dengan Sunnah
Sunnah adalah perkataan, petbuatan dan taqrir
(pembiar-an) Nabi s.a.w., yang pada hakikatnya merupakan contoh kon
krit pengaktualisasian ai-Qur'an al-Karim. Dengan demikian,
sumber kedua untuk penafsiran al-Qur'an setelah al-Quran itu adalah sunnah Rasul s.a.w.. Dan Kami turunkan kapadamu adz-Dzikra supaya kamu menjelaskan kepada mereka apa-apa yang
diturunkan kepada mereka, dan mudah-mudahan mereka berfikir (QS.16:44).
Apabila para sahabat mendapat kesulitan dalam menafsir kan suatu ayat atau istilah dari al-Qur'an, mereka suka
ber-tanya langsung kapada Rasulullah s.a.w..Contoh: Ali berber-tanya
kepada Rasulullah s.a.w. tentang maksud kata-kata "yaumnl
Jiaiiil akbar" (hari haji besar). Rasulullah menjawab : yaitu "yaumun nahrl (hari kurban) (Riwayat Turmudzi). Kadang-ka
Yang dimaksud dengan "maghdlnh 'alaihim" Corang-orang yang
dibenci) adalah orang-orang Yahudi, dan yang dimaksud dengan
"adl-dlolliin" (orang-orang sesat) adalah orang-orang
Nasra-ni,
Adapun bentuk-bentuk penjelasan sunnah terhadap
al-Qur-an al-Qur-antara lain sebagai berikut :
1. Menjelaskan ayat yang bersifat mnimaJL (global), seperti
tentang shalat, yang mencakup waktu-waktunya, bilangan
rakaatanya, cara-caranya dan lain sebagainya.
2. Menjelaskan kata atau ungkapan yang sulit (kurang jelas
maksudnya), seperti al-khaitnl abyadl (benang putih) dan
al-khaitnl aswad. (benang hitam). Rasulullah
menjelaskan-nya, bahwa maksudnya adalah terangnya siang dan gelapnya
malam.
3. Memberikan pengecualian terhadap kata atau hukunt yang
bersifat umum. Contoh,. berdasar surat Al-Maidah ayat 3
semua bangkai dan darah itu haram, kemudian sunnah membe
rikan pengecualian daripadanya, yaitu bangkai ikan laut,
belalang, hati dan limpa.
4. Memberikan pembatasan (pengkayidan) terhadap pernyataan
yang bersifat mutlak (tanpa kayid).
Seperti ayat yang
berkenaan dengan wasiat, oleh sunnah Rasulullah diberi
Penjelasan dengan kayid (batasan/ketentuan), yaitu paling
banyak sepertiga.5. Menjelaskan maksud suatu kata atau kaitannya, seperti ka
72
orang-orang Yahudi, dan kata al-dlallin (orang-orang se
sat) dengan orang-orang Nasrani.
6. Menjelaskan hukum-hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur'an. Contoh, Rasulullah s.a.w. melarang memakan bina-tang buas yang bertaring dan burung-burung yang mempunyai
pencakar kuat (Riwayat Muslim).
7. Menjelaskan nasakh (penghapusan) terhadap hukum atau ayat
tertentu. Contoh, sunnah yang menyatakan bahwa tidak ada
wasiat bagi ahli waris menasakh terhadap hukum atau ayat
yang menyatakan wasiat bagi kedua orang tua dan kerabat.
8. Memberikan ta'kid (penguatan) terhadap apa yang dimuat
dalam al-Qur'an, yaitu apabila sunnah itu mengemukakan
hal-hal yang maksud atau kandungannya sama dengan yang
terkandung dalam ayat al-Qur'an.
9. Memberikan penjelasan tentang qira'at (bacaan/cara memba
ca) ayat al-Qur'an.
10.Memberikan penjelasan mengenai asbabu nuzui (sebab-sebab
turun) ayat.
c. Penafsiran dengan perkataan/pendapat sahabat.
Apabila tafsir terhadap ayat-ayat itu tidak ditemukan dalam al-Qur'an dan sunnah, maka perlu dicari dalam riwayat,
pendapat atau penafsiran dari para sahabat. Para sahabat di pandang sebagai orang-orang yang paling mengetahui secara
benar tentang penafsiran al-Qur'an, sebab mereka belajar dan
Mereka tahu benar, bahkan mungkin mereka menyaksikan lang
sung peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab turunnya ayat, dan kecuali itu mereka sangat menguasai kaidah-kaidah bahasa
Arab, sehingga mereka cukup akrab dengan bahasa dan gaya
yang digunakan dalam al-Qur'an. Di antara tokoh dan ulama di
kalangan mer