AKTIVITAS ANTI MIKROBIA EKSTRAK KUNYIT (CURCUMA
DOMESTICA) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA
PERUSAK IKAN
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Disusun Oleh :
SYAEFATUN J 310 080 036
PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul : Aktivitas Anti Mikrobia Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) terhadap Pertumbuhan Mikrobia Perusak Ikan.
Nama Mahasiswa : Syaefatun
Nomor Induk Mahasiswa : J 310 080 036
Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 31 Januari 2013
AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK KUNYIT (CURCUMA DOMESTICA) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN
ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF TURMERIC EXTRACT (CURCUMA DOMESTICA) AGAINST FISH PATHOGEMIC BACTERIA
Syaefatun
Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Pendahuluan : Kunyit merupakan jenis rempah-rempah yang mengandung senyawa bioaktif yang berperan sebagai antimikrobia. Ekstrak kunyit dapat menghambat pertumbuhan mikrobia perusak ikan.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui aktivitas antimikrobia ekstrak kunyit (Curcuma Domestica) pada mikrobia perusak ikan dengan sistem emulsi tween 80.
Metode Penelitian : Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yaitu penggunaan sembilan variasi penambahan (5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25%). Hambatan mikrobia perusak ikan berdasarkan klasifikasi respon hambatan pertumbuhan mikrobia. Analisis pengolahan data menggunakan uji statistik one way Anova dan dilanjutkan uji LSD (Least of Significant Difference).
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa zona penghambat ekstrak kunyit yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri sebagai berikut: kategori lemah yaitu konsentrasi 7,5%, 20% dan 22,5% pada Staphylococcus saphropyticus, 22,5% pada Pseudomonas aerugenosa, 12-17,5% pada Bacillus alvei, 10-17,5% pada Bacillus licheniformis. Kategori sedang yaitu konsentrasi 10-17,5% pada
Staphylococcus saphropyticus, konsentrasi 20 dan 25% pada Pseudomonas aerugenosa. Kategori kuat yaitu konsentrasi 20-25% pada Bacillus cereus. Hasil MIC menunjukkan bahwa semua konsentrasi terdapat kekeruhan (positif) dan hasil uji MBC tidak ada satupun konsentrasi yang mematikan.
Kesimpulan : Hasil uji Oneway Anova untuk semua konsentrasi ekstrak kunyit ada pengaruh yang signifikansi yang menghambat Staphylococcus saphropyticus dan Pseudomonas aeruginosa, dan tidak ada pengaruh yang signifikansi Bacillus cereus,Bacillus alvei dan Bacillus licheniformis.
ABSTRACT
Introduction: Turmeric is a herb that contains bioactive compounds that act as antimicrobial. Turmeric extract can inhibition growth of fish pathogenic bacteria.
Purpose: the aim of this study was to know antimicrobial activity of turmeric extract (Curcuma domestica) against fish pathogenic bacteria.
Methods: Design of this study was complete random design with nine variations of turmeric extract consentration (5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, 17.5%, 20%, 22.5% and 25%). Inhibitory effect of turmeric extract against fish pathogenic bacteria was classified into 3 categories which were low effect, mild effect , and strong effect. Analysis of data using one way ANOVA test followed by LSD (Least of Significant Difference).
Results: Results of this study showed that variatons of concentration that had low inhibitory effect were 7.5%, 20% and 22.5% in Staphylococcus saphropyticus, 22.5% in Pseudomonas aerugenosa, 12 to 17.5 % in Bacillus alvei, 10 to 17.5% in Bacillus licheniformis 10% to 17.5% in Staphylococcus saphropyticus, and 20 and 25% in Pseudomonas aerugenosa. Variations of concentration of tumeric exract that had strong inhibitory effect were 20-25% in
Bacillus cereus. MIC a lest result showed that there was turbidity (positive) in all of concentrations and MBC test result showed that there was not any concentration that had bactericidal effect.
Conclusion: Oneway Anova test result showed that all variations of concentration of turmeric extract had significant inhibition effect in
Staphylococcus saphropyticus and Pseudomonas aeruginosa and had not significant inhibitory effect in Bacillus cereus, Bacillus alvei and Bacillus licheniformis.
Keywords : Turmeric extract, fish, inhibiton of microbial
A. PENDAHULUAN
Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi.
.Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin, mineral,
karbohidrat, serta kadar air. Pembusukan berlangsung segera setelah ikan
mati. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah kandungan
kadar air yang tinggi (70-80% dari berat daging), proses degradasi protein
pertumbuhan mikroorganisme dan lemak yang tinggi menyebabkan mikroba
mudah untuk tumbuh dan berkembang biak. Lemak ikan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berantai panjang yang sangat
mudah mengalami oksidasi atau hidrolisis menghasilkan bau tengik (Astawa,
2004).
Pengawetan ikan perlu dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki
dan meningkatkan daya tahan ikan mentah secara maksimum (Nuraini, 2008
dalam Harisna, 2010). Terdapat bermacam-macam pengawetan ikan antara
lain dengan cara bekasem (penggaraman dan peragian), pemindangan,
peragian atau fermentasi, penggaraman (proses osmosa), pengeringan,
pengasapan, pendinginan, pengawet alami (chitosan) dan rempah-rempah.
Selain itu masih ada pengawetan ikan lainnya, misal pengawetan
menggunakan zat antiseptik, dan pengawetan dengan menggunakan ruang
hampa udara (Harisna, 2010).
Nuraini (2008) menyatakan bahwa salah satu pengawet ikan dengan
cara pemindangan pada intinya merupakan perebusan ikan dalam air garam.
Hasil pemindangan ikan akan mudah busuk karena kadar air yang tinggi.
Pengawetan dapat dilakukan dengan perendaman dalam es dan air laut,
asam cuka dan air laut, garam dan air laut, asam cuka dan kalium sorbat,
penambahan zat pengawet (asam sorbat, kalium, natrium sorbat, antibiotik
klortetrasiklin (CTC), dan ortotetrasiklin (OTC), tetapi penambahan zat
pengawet tersebut mahal dan masih terdapat sifat toksik. Pengawetan ikan
lainnya adalah dengan fermentasi enseling, yaitu melibatkan peran
fermentasi enseling yang dilakukan tidak cukup tahan lama, hal tersebut
dapat disebabkan oleh keadaan ikan yang kurang steril.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah dan bumbu asli
Indonesia ternyata banyak mengandung senyawa anti mikroba salah
satunya adalah kunyit yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pengawet
alami. Senyawa antimikrobia yang terdapat pada kunyit adalah senyawa
fenolik. Senyawa fenolik yang bersifat antimikrobia, seperti senyawa fenol,
gingerol, zingeberen, halogen, etiloksida dan glutaraldehida (Hiserodt et al.,
1998). Senyawa fenolik mempunyai cara kerja dengan mendenaturasi
protein dan merusak membran sel (Demark dan Batzing, 1987 dalam
Pandiangan, 2011).
Kunyit selain berpotensi sebagai pengawet, masyarakat telah banyak
memanfaatkan sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Kunyit selain
harganya murah, berdasarkan dari beberapa penelitian, teryata mampu
menghambat pertumbuhan mikroba perusak ikan. Pengawetan dengan
kunyit mempunyai nilai tambah tersendiri karena kunyit mengandung
Kurkuminoid juga mengandung minyak atsiri sebesar antara 2.5-7.5% yang
merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Krisnamurthy dkk, 1976).
Hasil penelitian Purwani, dkk (2008) yang telah melakukan isolasi
mikroba perusak ikan nila, ditemukan jenis-jenis mikroba perusak ikan nila
terdiri dari Bacillus licheniformis, Bacillus alvei, Bacillus cereus,
Staphylococcus saphropyticus, Klebsiella pneumonia, Acinetobacter
calcoaceticus, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, Pseudomonas
pangan dan bersifat patogen yang dapat menyebabkan infeksi dan
peradangan pada manusia.
Mekanisme komponen antibakteri fenolik pada umumnya akan
berinteraksi dengan protein yang ada pada dinding sel atau sitoplasma
melalui ikatan hidrogen (Naidu dan Davidson, 2000 dalam penelitian
Pandiangan, 2011). Mekanisme lain dari ekstrak kunyit dalam menghambat
pertumbuhan bakteri adalah dengan menganggu aktivitas enzim dalam sel.
Menurut Huhtanen (1980), bahwa ekstrak kunyit dalam etanol dapat
menghambat Clostridium botulinum dan nilai Minimum Inhibitory
Concentrations (MIC) sebesar 500 µg/ml dapat mengawetkan pangan. MIC
adalah konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba tertentu.
Pengemulsi merupakan bahan tambahan yang digunakan agar antara
air dan bahan menjadi homogen. Pengemulsi CMC Na ternyata tingkat
homogenitas pada ekstrak jahe kurang hal ini memberikan respon hambat
bakteri yang berbeda dibandingkan dengan Tween 80. Pengemulsi yang
digunakan untuk mengekstrak jahe yaitu Tween 80 karena sangat larut
dalam air dan minyak sehingga dapat mempengaruhi tingkat homogenitas
pada senyawa terkait dan dapat memberikan efek terhadap ekstrak jahe
untuk menghambat mikrobia. Tween 80 merupakan bahan pengemulsi non
ionik dengan bahan dasar alkohol heksahidrat, alkilen oksida/oksitilen, dan
asam lemak (Rahmat, 2011).
B. TUJUAN
Mengetahui aktivitas antimikrobia ekstrak kunyit (Curcuma
C. METODE
Penelitian ini menurut jenisnya merupakan penelitian eksperimen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang
timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian uji analisis dianalisis menggunakan Anova satu
arah dengan taraf signifikasi 95% program SPSS versi 17. Apabila ada
perbedaan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji Least of Significant
Difference (LSD).
D. PEMBAHASAN
1. Daya Hambat Ekstrak Kunyit terhadap Pertumbuhan Mikrobia Perusak Ikan.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui uji daya hambat ekstrak
kunyit dengan metode sumuran terhadap pertumbuhan bakteridari isolasi
ikan nila dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 5%; 7,5%; 10%; 12,5%;
15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25%.
Tabel 1
Besar Daya Hambat Ekstrak Kunyit terhadap Mikrobia Perusak Ikan dengan Konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda
Bakteri
Berdasarkan Tabel 1, hasil pengujian menunjukkan bahwa dari
kelima bakteri yang paling sensitif terhambat adalah Staphylococcus
saphropyticus karena memiliki sensitifitas tinggi terhadap senyawa
antimikrobia yaitu fenol. Staphylococcus saphropyticus merupakan bakteri
gram positif yang memilliki dinding sel dengan peptidoglikan yang lebih
tebal dan lipid yang sedikit. Senyawa antimikrobia seperti fenol dengan
kadar yang tinggi dapat menyebabkan koagulasi protein dan sel membran
lisis serta fenol juga mampu mencegah sintesis peptidoglikan (Fardiaz,
1989).
2. Hasil Pengukuran Nilai Minimum Inhibitory Consentration (MIC) pada
Ekstrak Kunyit
Uji MIC merupakan suatu cara untuk menentukan konsentrasi terkecil
bahan obat-obatan (ekstrak kunyit) sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme secara makroskopis. Uji MIC biasanya
dapat dilihat pada tabung reaksi yang jernih dan tabung reaksi keruh.
Tabel 2
Hasil pengukuran nilai Minimum Inhibitory Consentration (MIC) Ekstrak Kunyit pada masing-masing Bakteri yang diuji.
Nama
Keterangan SS: Staphylococcus saphyropyticus PA: Pseudomonas aeruginosa BC: Bacillus cereus
BA: Bacillus alvei
BL: Bacillus lineheniformis
+ :tabung keruh, menunjukkan ada pertumbuhan mikroorganisme.
Berdasarkan Tabel 2 bahwa semua konsentrasi memberikan hasil
positif, ditunjukkan dengan adanya kekeruhan karena pertumbuhan
setelah hasil MIC sudah ketahui kemudian di ujikan ke uji MBC (Minimal
Bactericid Concentration). Uji MBC adalah minimal konsentrasi
antimikroba yang dapat membunuh bakteri sama dengan atau lebih besar
dari 99,9 persen terhadap inokulum asal (Carson dan Riley, 1995 dalam
penelitian Sulandari dkk, 2010). Uji MBC bertujuan untuk mengetahui
jumlah koloni yang tidak lebih dari 1 koloni yang ada pada bakteri tersebut
(Baron et al., 1995)
Hasil uji MBC dengan bakteri Staphylococcus saphyropyticus,
Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, Bacillus alvei dan Bacillus
lineheniformis pada konsentrasi ekstrak kunyit yang berbeda tidak ada
satupun dosis yang dapat mematikan mikrobia karena koloni yang
tumbuh pada paper disc >1.
3. Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kunyit dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Mikrobia Perusak Ikan
Analisis pengaruh daya hambat ekstrak kunyit terhadap
pertumbuhan mikrobiaperusak ikan pada Tabel 3 adalah sebagai berikut.
Tabel 3
Berdasarkan Tabel 3, hasil uji daya hambat ekstrak kunyit dengan
konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan mikrobia perusak ikan
menunjukkan bahwa kelima bakteri yang mempunyai daya hambat paling
tinggi adalah Bacillus cereus. Bacillus cereus merupakan bakteri gram
positif mempunyai struktur dinding sel yang terdiri dari Lipopolisakarida
(LPS), Lipoprotein dan protein yang dapat menghambat mikrobia perusak
ikan. Hal ini disebabkan oleh senyawa fenolik yang terkandung pada
kunyit yang salah satu kerjanya dapat merusak protein, sehingga Bacillus
cereus dapat menghambat mikrobia perusak ikan (Madigan et al., (2006).
4. Pengaruh Daya Hambat Konsentrasi Ekstrak Kunyit dari masing-masing Jenis Mikrobia Perusak Ikan.
a. Staphylococcus Saphropyticus
Hasil analisis daya hambat bakteri Staphylococcus saphropyticus dengan konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% terdapat pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4
Daya Hambat Staphylococcus saphropyticus pada konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda.
Bakteri Konsentrasi (%)
Rata-rata P
Staphylococcus Saphropyticus
(SS)
5% 0.00 ± 0.00a 0,034 7,5% 13.50 ± 2.12bc
10% 16.00 ± 1.41bc 12,5% 15.50 ± 3.57bc 15% 18.00 ± 4.24c 17,5% 16.50 ± 6.36c 20% 6.50 ± 9.19ab 22,5% 14.00 ± 1.41bc
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh bahwa daya hambat
bakteri Staphylococcus saphropyticus pada kosentrasi 5%; 7,5%;
10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% memiliki nilai
signifikansi p=0,034(p<0,05), yang berarti ada pengaruh konsentrasi
5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25%
terhadap daya hambat bakteri Staphylococcus saphropyticus,
sehingga dapat dilanjutkan dengan uji LSD.
Hasil analisis uji LSD pada bakteri Staphylococcus
saphropyticus menunjukkan bahwa kosentrasi 5% berbeda nyata
dengan hampir semua konsentrasi, tetapi tidak beda nyata dengan
konsentrasi 20%. Pada kosentrasi 7,5%; 10%; 12,5%; 22,5% dan
25% beda nyata dengan konsentrasi 5%, tetapi tidak beda nyata
dengan hampir semua konsentrasi. Pada konsentrasi 15% dan
17.5% beda nyata dengan konsentrasi 5% dan 20%, tetapi tidak
beda nyata dengan hampir semua konsentrasi. Pada konsentrasi
20% beda nyata dengan konsentrasi 15% dan 17,5%, tetapi tidak
beda nyata dengan konsentrasi hampir semua konsentrasi.
b. Pseudomonas aeuruginosa
Hasil analisis daya hambat bakteri Pseudomonas aerugenosa
pada konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5%
Tabel 5
Daya Hambat Pseudomonas aerugenosa terhadap Konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda.
Bakteri Konsentrasi (%)
Rata-rata P
Pseudomonas Aeruginosa
(PA)
5% 0.00 ± 0.00a 0,000 7,5% 0.00 ± 0.00a
10% 0.00 ± 0.00a 12,5% 0.00 ± 0.00a
15% 0.00 ± 0.00a 17,5% 0.00 ± 0.00a
20% 17.00 ± 0.00ab 22,5% 12.00 ± 0.00bc 25% 18.50 ± 2.12c
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh bahwa daya hambat bakteri
Pseudomonas aerugenosa pada kosentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%;
15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% memiliki nilai signifikansi
p=0,008 (p<0,05), yang berarti ada pengaruh konsentrasi 5%; 7,5%;
10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% terhadap daya
hambat bakteri Pseudomonas aerugenosa, sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji LSD.
Hasil uji LSD pada bakteri Pseudomonas aerugenosa
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 5-17,5% berbeda nyata
dengan konsentrasi 20-25%, tetapi tidak beda nyata dengan hampir
semua konsentrasi. Pada kosentrasi 20% menunjukkan bahwa ada
berbeda nyata dengan hampir semua konsentrasi, tetapi tidak beda
nyata dengan konsentrasi 25%. Pada konsentrasi 22,5%
menunjukkan bahwa ada berbeda nyata dengan semua
konsentrasi, tetapi tidak beda nyata dengan semua konsentrasi.
dengan hampir semua konsentrasi, tetapi tidak beda nyata dengan
konsentrasi 20%.
c. Bacillus Cereus
Hasil analisis daya hambat bakteri Bacillus cereus dengan
konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan
25% terdapat pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6
Daya Hambat Bacillus cereus terhadap Konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda.
Bakteri Konsentrasi (%)
Rata-rata P
Bacillus Cereus (BC)
5% 0.00 ± 0.00 0,651
7,5% 0.00 ± 0.00
10% 0.00 ± 0.00
12,5% 0.00 ± 0.00
15% 0.00 ± 0.00
17,5% 0.00 ± 0.00 20% 12.50 ± 17.68 22,5% 12.50 ± 17.68 25% 14.50 ± 20.50
Berdasarkan tabel 6 diperoleh bahwa bakteri daya hambat bakteri
Bacillus cereus dengan kosentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%;
17,5%; 20%; 22,5% dan 25% memiliki nilai signifikansi p=0,651
(p>0,05), yang berarti tidak ada pengaruh antara kosentrasi 5%;
7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% terhadap
daya hambat bakteri Bacillus cereus, sehingga tidak dapat diujikan
ke uji LSD.
d. Bacillus alvei
Hasil analisis daya hambat bakteri Bacillus alvei dengan
konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan
Tabel 7.
Daya Hambat Bacillus alvei terhadap Konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda.
Bakteri Konsentrasi (%)
Rata-rata P
Bacillus Alvei
(BA)
5% 0.00 ± 0,00 0,649
7,5% 0.00 ± 0.00 10% 0.00 ± 0.00 12,5% 6.50 ± 9.19 15% 5.00 ± 7.07 17,5% 5.50 ± 7.78 20% 0.00 ± 0.00 22,5% 0.00 ± 0.00 25% 0.00 ± 0.00
Berdasarkan tabel 7 diperoleh bahwa bakteri daya hambat
bakteri Bacillus alvei dengan kosentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%;
15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% memiliki nilai signifikansi
p=0,649 (p>0,05), yang berarti tidak ada pengaruh antara kosentrasi
5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25%
terhadap daya hambat bakteri Bacillus alvei, sehingga tidak dapat
dilanjukan ke uji LSD.
e. Bacillus licheniformis
Hasil analisis daya hambat bakteri Bacillus licheniformis
dengan konsentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%;
Tabel 8.
Daya Hambat Bacillus licheniformis terhadap Konsentrasi Ekstrak Kunyit yang Berbeda.
Bakteri Konsentrasi (%)
Rata-rata P
Bacillus Licheniformis
(BL)
5% 8.50 ± 2.12 0,987
7,5% 8.00 ± 0.00 10% 5.00 ± 7.07 12,5% 5.00 ± 7.07 15% 5.50 ± 7.78 17,5% 8.50 ± 12.02
20% 4.00 ± 5.66 22,5% 3.50 ± 4.95 25% 4.00 ± 5.66
Berdasarkan tabel 8 diperoleh bahwa bakteri daya
hambat bakteri Bacillus licheniformis dengan kosentrasi 5%; 7,5%;
10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5% dan 25% memiliki nilai
signifikansi p=0,987 (p>0,05), yang berarti tidak ada pengaruh
antara kosentrasi 5%; 7,5%; 10%; 12,5%; 15%; 17,5%; 20%; 22,5%
dan 25% terhadap daya hambat bakteri Bacillus licheniformis,
sehingga tidak dapat dilanjutkan ke uji LSD.
E. KESIMPULAN
1. Zona penghambat ekstrak kunyit untuk kategori lemah yaitu konsentrasi
7,5%; 20% dan 22,5% pada Staphlococcus saphropyticus, konsentrasi
22,5% pada Pseudomonas aeruginosa, konsentrasi 12-17,5% pada
Bacillus cereus, konsentrasi 10-17,5% pada Bacillus licheniformis.
Kategori sedang yaitu konsentrasi 10-17,5% pada Staphlococcus
saphropyticus, konsentrasi 20% dan 25% pada Pseudomonas
aeruginosa. Kategori kuat yaitu konsentrasi 20-25% pada Bacillus
2. Hasil uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) menunjukkan bahwa
semua konsentrasi positif. Hasil uji MBC (Minimal Bactericid
Concentration) menunjukkan bahwa tidak ada satupun dosis yang dapat
mematikan mikrobia.
3. Hasil uji daya hambat ekstrak kunyit dengan konsentrasi berbeda
terhadap pertumbuhan mikrobia perusak ikan menunjukkan bahwa pada
pada konsentrasi 25% memiliki daya hambat paling tinggi terhadap
bakteri Bacillus cereus yaitu sebesar 29 mm dibandingkan dengan
bakteri yang lain.
4. Hasil uji Oneway Anova untuk konsentrasi yang berbeda terhadap daya
hambat bakteri diperoleh bahwa bakteri Staphylococcus saphropyticus
dan Pseudomonas aeruginosa ada pengaruh yang signifikansi. pada
bakteri Bacillus cereus,Bacillus alvei dan Bacillus licheniformis tidak ada
pengaruh yang signifikansi.
F. SARAN
1. Ekstrak kunyit dengan dosis 17,5% dapat digunakan untuk
pengawetan pangan yang alami karena mengandung antimikrobia dan
antioksidan.
2. Penelitian ini untuk mengetahui mikrobia perusak ikan, sehingga perlu
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. “Ikan yang Sedap dan Bergizi”. Tiga Serangkai. Solo : 1-7
Baron, E.J., L.R. Peterson and S.M. Fine-gold. 1995. “Diagnostic Microbiology”. 9th eds. Bailey and Scott’s Publisher. London.
Carson, C. F. and T.V. Riley. 1995. “Anti-microbial activity of the major com-ponents of the essential oil of Mela-leuca alternifol”.
Harisna, Nova Idia Ika. 2010. “Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Mikroba pada Isolat Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Hiserodt, R.D., S.G. Franzblau dan R.T. Rosen. 1998. “Isolation of 6, 8 and 10-Gingerol from Ginger Rhizome by HPLC and Preliminary Evaluation of Inhibitory of Mycobacterium Avium and Mycobakterium Tuberculosis”. J Agric Food Chem 3:477-480.
Huhtanen, C.N. 1980. “Inhibition of Clostridium botulinum by spice extracts and aliphatic alcohols”. Journal Of Food Protect. 43(3) : 195
Krisnamurthy, N., A.G. Matthew, E.S. Nambudiri, S. Shivashankar, Y.S.Lewis dan C.P. Natarajan.1976. “oil and oleoresin of turmeric. Tropical Science 18 (1).
Madigan M.t., J.M Martinko dan J. Paer. 2006. “Brock Biology of Microoganisms”. Tenth Edition. Southern Illinois University Carbondale, Illinois.
Naidu A.S. dan P. M. Davidson. 2000. “Phyto-phenols”. Di dalam Naidu AS, editor. Natural Food Antimicrobial Systems : CRC Press, New York.
Nuraini, R. 2008. “Teknik Pengawetan Ikan untuk dikonsumsi dengan Metode Fermentasi Enseling”. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Biologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.
Pandiangan, M. 2011. “Kajian Aktivitas Atimikrobia Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica val) terhadap Bakteri Patogen”. Media Unika.
Purwani, E., Retnaningtyas, E., Widyowati, D. 2008. “Pengembangan Model Pengawet Alami dari Ekstrak Lengkuas (Languas galangal), Kunyit (Curcuma domestica) dan Jahe (Zingiber officinale) Sebagai Pengganti Formalin Pada Daging dan Ikan Segar”. Dikti. Jakarta : 43
Rahmat, M.N. 2009. Zat Pengemulsi Makanan. Diakses 11 MEI 2012.
Http://teenagers-moslem.blogsport.com/2011/10/zat-pengemulsi-makanan.
edule) terhadap Bakteri Eschericia Coli dan Staphylococcus Aureus. Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.
Taufik, M. 2008. ”Kunyit (Curcuma demostica Val) sebagai Anitimikrobia. http://pinggirpapas.com. Diakses : 28 Mei 2012.
Van demark dan Batzing.1987. “Senyawa Antimikrobia Tanaman Rempah-rempah”. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Volk, W.A dan Wheeler. 1988. “Mikrobiologi Dasar Jilid 1”. Edisi Kelima. Diterjemahkan oleh Markhan. Erlangga: Jakarta.
Wasilah,F. Syulasmi ,A. dan Hamdiyati, Y. 2004. “Pengaruh Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap Pertumbuhan Jamur Fusarium oxysporum Schlect Secara in Vitro”. Laporan Penelitian.Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Yunias, Dao. 2011.”Budidaya Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)”.Juornal.Fakultas Perikanan Universitas Gajah Madha: Jojgakarta