• Tidak ada hasil yang ditemukan

”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK JALANAN” (Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK JALANAN” (Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya)."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK J ALANAN”

(Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Per syaratan Memperoleh Gelar Sar jana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ J awa Timur

Oleh :

Dany Fajar Setiyantoko NPM. 0841010004

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

HALAMAN PERSETUJ UAN MENGIKUTI UJ IAN SKRIPSI

”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK J ALANAN”

(Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya)

Disusun Oleh :

Dany Fajar Setiyantoko NPM. 0841010004

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ertien Rining N, MSi NIP. 19680116199402001

Mengetahui, DEKAN

(3)

”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK J ALANAN”

(Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya)

Disusun Oleh :

Dany Fajar Setiyantoko NPM. 0841010004

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi J ur usan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional ” Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 12 Desember 2012

Pembimbing Utama

Dr. Ertien Rining N, MSi NIP. 19680116199402001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran

“J awa Timur

2.Sekr etaris

Dr s,Ananta Pratama M.Si NIP. 196004131990031001 3.Anggota

Dr. Ertien Rining N, MSi NIP. 19680116199402001

Tim Penguji : 1. Ketua

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul ”Dampak Pember dayaan Melalui Ketr ampilan Batik Mangr ove Bagi Anak J alanan (Studi di UKM Gr iya Karya Tiar a Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Sur abaya).”

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ertien Rining N, Msi sebagai dosen pembimbing. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini diantaranya :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. DR. Lukman Arif, MSi, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

4. Dra. Lulut Sri Yuliani, MM selaku Ketua UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

5. Bapak Ibuk ku yang telah memberi dukungan moral & materiil.

6. Special thanks for Martadiana yang selalu mensupport dalam penyusunan & penulisan skripsi ini..Always Love You.. J

7. Terimakasih buat Rea Reo ’08 (Rusli Nurdin.S.sos “Wak Li”, Yudi.S.sos “Cak Iyud”, Agung.S.sos “Cilik”, Arik S.sos”Babi”, Ocky.S.sos”Bading”, Arie. S.sos”Kentol”, Nur Abdi.S.Ab “Ambon”) yang turut dalam penyusunan skripsi ini..yowman

8. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini..

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga dengan skripsi penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.

Surabaya, 12 Desember 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN J UDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJ UAN... ...……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...………..iii

HALAMAN REVISI SKRIPSI………iv

KATA PENGANTAR……….. .v

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR TABEL……….ix

DAFTAR GAMBAR………xi

ABSTRAKSI………xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

Tabel 1.1 ... 2

J umlah Anak J alanan di Sur abaya ... 2

1.2. Perumusan M asalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II ... 11

KAJ IAN PUSTAKA ... 11

2.1. Penelitian Ter dahulu ... 11

2.2. Landasan Teor i ... 15

2.2.1. Pember dayaan ... 15

2.2.1.1. Penger tian pember dayaan ... 15

(7)

2.2.1.3. Dimensi Ukur an Pember dayaan ... 22

2.2.1.4. Indikator Pember dayaan ... 23

2.2.1.5. Str ategi Pember dayaan ... 26

2.2.1.6. Upaya-upaya Pember dayaan Masyar akat ... 28

2.2.2. Part isipasi M asyarakat ... 30

2.2.2.1. Penger tian dan Pr insip Par tisipasi Masyar akat ... 30

2.2.2.2. Pengelompokan Par tisipasi Masyar akat ... 35

2.2.2.3. Tingkatan Par tisipasi Masyar akat ... 36

2.2.2.4. Bentuk dan T ipe Par tisipasi... 37

Tabel 2.1 ... 40

Tipe Partisipasi ... 40

2.2.2.5. Motif Par tisipasi Masyar akat ... 41

2.2.2.6. Keber hasilan Par tisipasi Masyar akat ... 42

2.2.3. Anak J alanan ... 44

2.2.3.1. Penger tian Anak J alanan ... 44

2.2.3.2. Faktor -Faktor Penyebab Munculnya Anak J alanan ... 46

2.2.3.3. Faktor Pendor ong ... 46

2.3. Ker angka Ber fikir... 49

BAB III ... 50

METODE PENELITIAN ... 50

3.1. J enis Penelitian ... 50

3.2. Fokus Penelitian ... 51

3.3. Lokasi Penelitian ... 52

3.4. Sumber Data ... 53

3.5. Pengumpulan Data ... 55

(8)

BAB IV ... 62

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

4.1. Gambar an Umum Obyek Penelitian ... 62

4.1.1. Pr ofil UKM Gr iya Kar ya Tiar a Kusuma ... 62

4.1.2. Pr ofil UPTD LIPONSOS Wonor ejo ... 66

4.1. Hasil Penelitian ... 74

4.2.1. Dampak E konomi ... 75

4.2.1.1. Manfaat Pelatihan ... 75

4.2.1.2. Sar ana dan pr asar ana dalam pelatihan ... 77

4.2.1.3. Pendapatan dan kesadar an menabung... 79

Tabel 4.1 ... 81

Pendapatan anak jalanan yang mengikuti pelatihan membatik ... 81

Tabel 4.2 ... 83

Tabungan anak jalanan bulan oktober ... 83

4.2.2. Dampak Sosial ... 84

4.2.2.1. Per ubahan car a pandang masyar akat ... 84

4.2.2.2. Motivasi untuk maju ... 86

4.3. Pembahasan ... 90

4.3.1. Dampak ekonomi ... 90

4.3.1.1. Manfaat pelatihan ... 90

4.3.1.2. Sar ana dan Pr asar ana pendukung ... 91

4.3.1.3. Pendapatan dan Kesadar an Menabung ... 92

4.3.2. Dampak Sosial ... 92

4.3.2.1. Per ubahan car a pandang masyar akat ... 92

4.3.2.2. Motivasi untuk maju ... 93

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 97 5.1. Kesimpulan ... 97 5.2. Sar an ... 99 DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAKSI

DANY FAJ AR SETIYANTOKO, DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK J ALANAN (STUDI DI UKM GRIYA KARYA TIARA KUSUMA KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA).

Anak jalanan merupakan salah satu masalah sosial yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Upaya untuk mengatasi masalah ini dengan cara melaksanakan program pemberdayaan melalui ketrampilan batik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pemberdayaan melalui ketrampilan batik mangrove bagi anak jalanan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini adalah dampak ekonomi dan dampak sosial yang diterima anak jalanan. Dengan sasaran kajian yaitu manfaat pelatihan, sarana dan prasarana dalam pelatihan, pendapatan dan kesadaran menabung, perubahan cara pandang masyarakat, dan motivasi untuk maju. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data dalam Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif. Keabsahan data pada penelitian ini meliputi credibility (derajat kepercayaan); transferability (keteralihan); dependability (ketergantungan); konfirmability (kepastian).

Hasil dari penelitian ini adalah program pemberdayaan anak jalanan melalui ketrampilan batik mangrove sebagai program pemberdayaan telah mempunyai dampak positif, karena dari dampak ekonomi anak jalanan memperoleh manfaat pelatihan, sarana dan prasarana dalam pelatihan, pendapatan dan kesadaran menabung dan dari dampak sosial yang berupa perubahan cara pandang masyarakat, dan motivasi untuk maju. Jadi, pelatihan ketrampilan batik mangrove bagi anak jalanan sudah cukup baik dan memberikan dampak positf dalam proses pemberdayaan.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

(12)

Tabel 1.1

Jumlah Anak Jalanan di Surabaya

No Tahun J umlah

1 2009 82

2 2010 56

3 2011 102

Sumber: Dinas Sosial Kota Surabaya, 2011.

Hal itu menjadi permasalahan bagi Pemerintah Kota Surabaya, terlebih lagi bagi Dinas Sosial Kota untuk menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Selain mengganggu ketertiban di tempat-tempat umum, keberadaan mereka kadang juga meresahkan masyarakat. Hal itu karena stigma atau pandangan negatif sebagian masyarakat mengenai anak jalanan.

Kementerian Sosial RI mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Unicef memberikan batasan anak jalanan sebagai berikut “Street children are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are

(13)

keluarganya, keluarga pecah), melakukan aktivitas ekonomi (pengasong, pengamen). Dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang anak jalanan tidak dapat disamaratakan, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan karena tekanan ekonomi, tetapi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.

Hak-hak anak di Indonesia secara yuridis telah tercantum dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the right of the child (Konvensi tentang Hak-hak Anak). Pada tahun 1999 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang HAM dan terakhir disahkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara filosofis, semua ketentuan perundang-undang tersebut menjamin perlindungan atas hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang sewajarnya dan berpartisipasi dalam menentukan masa depannya. Implementasi dari peraturan perundangan-undangan masih banyak menemui hambatan, baik karena keterbatasan sarana prasarana layanan kebutuhan dasar anak maupun keterbatasan pengetahuan akses akibat geografis, komunikasi dan kesempatan.

(14)

keluarganya yang kemudian memunculkan fenomena anak jalanan untuk membantu pemenuhan hidup dirinya dan keluarganya. Pemberdayaan pada awalnya digerakkan oleh kebutuhan organisasi atau komunitas yang berbeda, harapan dari suatu organisasi pada prinsipnya cenderung diarahkan pada produktivitas, karena pemberdayaan akan meningkatkan produktivitas individu, maka perhatian utama adalah fleksibilitas dan responsivenees pelanggan dan kualitas adalah tujuan dari kebanyakan organisasi modern yang mengadopsi pemberdayaan sebagai suatu kebijakan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk : Pertama, memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan kedua, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

(15)

kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Beragam definisi pemberdayaan menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

(16)

juga berpendapat bahwa pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.

(17)

UKM Griya Karya Tiara Kusuma untuk mengasah ketrampilan, bakat dan seni anak didik Liponsos.

Pemberdayaan melalui ketrampilan batik merupakan hal baru dan menarik bagi anak jalanan yang berusia 16 tahun kebawah yang mempunyai hasrat tinggi dalam mencoba hal-hal baru yang menarik minatnya. Kerja sama tersebut bergerak dalam bidang pemberdayaan melalui ketrampilan batik agar anak didik Liponsos yang mempunyai bakat dan seni terpendam, bisa tesalurkan. Dari 32 anak jalanan, 11 anak memilih mengikuti kegiatan pelatihan ketrampilan batik di UKM Griya Karya Tiara Kusuma, anak-anak tersebut memilih sesuai kemampuan dan kemauan dari anak itu sendiri. Pelatihan ketrampilan batik diadakan setiap hari sabtu setelah pulang sekolah, yaitu antara jam 14.00 – 16.00 WIB.

(18)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti ingin membahas mengenai dampak yang diterima anak jalanan melalui pemberdayaan kesenian batik yang dilakukan oleh UKM Griya Karya Tiara Kusuma. Sehingga dapat ditentukan judul penelitian yaitu ”Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangr ove Bagi Anak J alanan” (Studi di UKM Griya Karya Tiar a Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Sur abaya).

1.2. Perumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang serta uraian permasalahan naik turunnya jumlah anak jalanan 2009 terdapat 82 anak jalanan, pada tahun 2010 turun menjadi 56 anak jalanan dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 102 anak jalanan. Sementara itu, hingga pertengahan bulan juli 2012 Liponsos mencatat jumlah anak jalanan yang berada di Liponsos Wonorejo Rungkut berjumlah 32 anak. Setelah terjaring razia, anak jalanan tersebut ditampung di Liponsos dan dilatih melalui program-program dari Liponsos, yaitu meliputi kegiatan pendidikan, kegiatan ketrampilan, kegiatan handycraft, kegiatan bakat & seni, kegiatan olahraga & jasmani, bimbingan perilaku serta bimbingan kognitis.

Meskipun pihak Liponsos telah membuat program dari segi formal dan informal serta bimbingan perilaku, namun masih ada anak yang melarikan diri dari Liponsos tersebut. Hal ini sesuai dengan keterangan dari pihak Liponsos yang mengatakan bahwa ada tiga orang anak jalanan yang melarikan diri dari Liponsos.

(19)

bidang ketrampilan membatik. Pemberdayaan melalui ketrampilan batik merupakan hal baru dan menarik bagi anak jalanan yang berusia 16 tahun kebawah, yang mempunyai hasrat tinggi dalam mencoba hal-hal baru dan menarik. Kerja sama tersebut telah berjalan kurang lebih satu tahun dan selama waktu kerja sama tersebut telah ada satu anak jalanan yang mendapatkan dan merasakan manfaat dari pelatihan ketrampilan tersebut. Anak tersebut mampu menghasilkan batik sendiri dan dapat dijuual melalui pameran sehingga dapat menghasilkan pemasukan dari segi ekonomi. Sehingga dari fenomena tersebut maka bisa ditarik sebuah rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dan dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan (Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini oleh penulis adalah sebagai berikut: “Untuk mengetahui Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan“ (Studi di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya).

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Koperasi UKM Griya Karya Tiara Kusuma

(20)

penimbangan dalam mengembangkan pemberdayaan anak jalanan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya.

2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Sebagai bahan studi perbandingan bagi mahasiswa yang mengkaji mengenai topik pemberdayaan anak jalanan di Kota Surabaya serta menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang lainnya.

3. Bagi Penulis

(21)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan penelitian ini, yaitu :

(22)

12

keterampilan. SAA lebih memfokuskan pada keterampilan kesenian dan olahraga sementara YPA lebih lengkap mulai dari bahasa asing, komputer, seni dan olahraga.

2. Yudit Oktaria Kristiani Pardede, Juni 2008 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Depok 16424, Jawa Barat, mengkaji tentang KONSEP DIRI ANAK JALANAN USIA REMAJA. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana gambaran konsep diri anak jalanan usia remaja dan mengapa konsep diri tersebut dapat terbentuk. Konsep diri adalah gambaran deskriptif dan evaluatif individu mengenai diri sendiri; penelitian atau penaksiran mengenai diri sendiri, ataupun cara seseorang memandang dirinya sendiri. Menurut Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun dan Acocella 1995), faktor pembentuk konsep diri remaja adalah orangtua, kawan sebaya, masyarakat, dan belajar. Sampel dalam penelitian ini adalah seorang anak jalanan yang sudah putus hubungan dengan keluarganya, dan berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Dari hasil analisis data, diketahui bahwa secara umum, konsep diri yang terbentuk pada diri subyek adalah konsep diri yang negatif. Hal ini terlihat dari beberapa bagian diri subyek yang sebagian besar memandang dirinya secara negatif. Hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang membentuk konsep diri subyek ke arah yang negatif, yakni orangtua, kawan sebaya, dan masyarakat.

(23)

13

(24)

14

(25)

15

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pemberdayaan

2.2.1.1. Pengertian pemberdayaan

Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan, menurut merriam webster dan oxfort english dictionary dalam prijono dan pranarka (www.file.upi.edu, 2012) mengandung dua pengertian yaitu: pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedang dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

(26)

16

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering and sustainable.

Gagasan pembangunan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat perlu untuk dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat. Perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama. Begitu pula sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan, yang mana pada gilirannya nanti dapat pula menciptakan pendapatan yang akhirnya dinikmati oleh seluruh rakyat. dan proses transpormasi ini harus dapat digerakan sendiri oleh masyarakat. Menurut Sumodiningrat (www.isjn.or.id/index.php, 2012), mengatakan bahwa kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu :

(27)

17

2) Kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran.

3) Kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus.

Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita (www.isjn.or.id/index.php, 2012), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan :

1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).

3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Disinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap manusia, setiap anggota masyarkat, memiliki suatu potensi yang selalu dapat terus dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian akan mudah punah.

(28)

18

semakin berdaya. Keadaan dan perilaku tidak berdaya yang menimpa kelompok tersebut sering dipandang sebagai deviant atau menyimpang, kurang dihargai dan bahkan dicap sebagai orang yang malas dan lemah yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal ketidakberdayaan tersebut merupakan akibat faktor struktural dari adanya ketidakadilan dan faktor kultural berupa diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.

(29)

19

pada aktivitas-aktivitas yang sporadis. Pengertian pemberdayaan sendiri menjadi perhatian banyak pihak dari berbagai bidang, disiplin ilmu dan berbagai pendekatan. Menurut Rappaport dalam Suharto (1998:3); “pemberdayaan menunjuk pada usaha realokasi sumber daya melalui pengubahan struktur sosial. Pemberdayaan adalah suatu cara yang diarahkan kepada masyarakat, organisasi atau komunitas agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya”.

Menurut Ife dalam Edi Suharto (2009:59) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan politik namun mempunyai arti luas yang merupakan penguasaan masyarakat atas :

a. Power over personal choices and life chances : Kekuasaan atas pilihan-pilhan personal dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai pilihan hidup, tempat tinggal dan pekerjaan dan sebagainya.

b. Power over the definition of need : Kekuasaan atas pendefinisian kebutuhan, kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginan.

c. Power over ideas : Kekuasaan atas ide atau gagasan, kemampuan mengekspersikan dan menyumbang gagasan dalam interaksi, forum dan diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.

(30)

20

kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat seperti; lembaga pendidikan, kesehatan, keuangan serta lembaga-lembaga pemenuh kebutuhan hidup lainnya.

e. Power over resources : Kekuasaan atas sumber daya, kemampuan memobilisasi sumber daya formal dan informal serta kemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

f. Power over economic activity : Kekuasaan atas aktivitas ekonomi kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi serta pertukaran barang dan jasa.

g. Power over reproduction : Kekuasaan atas reproduksi, kemampuan dalam kaitannya dengan proses reproduksi dalam arti luas seperti pendidikan, sosialisasi, nilai dan prilaku bahkan kelahiran dan perawatan anak.

2.2.1.2. Tujuan Pemberdayaan

(31)

21

a. Enabling adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat.

b. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.

c. Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok-kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.

d. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

(32)

22

keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk memberdayakan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan adalah menekan perasaan ketidakberdayaan, memutuskan hubungan yang bersifat ekploitatif terhadap lapisan orang miskin, menanamkan perasaan sama, melibatkan masyarakat secara penuh dalam merealisasikan perumusan pembangunan, membangun kondisi social dan budaya pada masyarakat miskin dan mendistribusikan insfrastruktur yang lebih merata.

2.2.1.3. Dimensi Ukuran Pemberdayaan

(33)

23

nasional, dengan curahan sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan dampak yang berarti.

Pada pengertian kedua, perubahan yang diharapkan tidak selalu harus terjadi secara cepat dan bersamaan dalam waktu yang sama. Pemberdayaan masyarakat dengan sendirinya terpusat pada sektor ekonomi karena sasaran utamanya adalah memandirikan masyarakat. Pembangunan manusia berkualitas bukan hanya menyangkut aspek ekonominya, tetapi juga disisi lain, seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang ini,ukurannya telah banyak dikembangkan antara lain persentase penduduk yang buta huruf, angka partisipasi sekolah untuk SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi, angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup, persentase penduduk yang kurang gizi, dan rata-rata umur harapan hidup. Selain itu, Bappenas bersama BPS juga sedang mengembangkan angka indeks kesejahteraan rakyat yang menggabungkan indicator ekonomi, kesehatan dan pendidikan dalam suatu angka indeks. Dalam dunia internasional, indeks seperti ini telah dikembangkan oleh UNDP yang dikenal dengan nama Human Development Index (HDI).

2.2.1.4. Indikator Pemberdayaan

(34)

24

Parsons et.al (1994) seperti yang dikutip oleh Edi Suharto (2009:63) juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada : a) Sebuah proses pembangunan bermula dari pertumbuhasn

individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.

b) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c) Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.

(35)

25

Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan diluar’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over), dan ‘kekuasaan dengan’ (power with). Menurut Schuler, Hashemi dan Riley dalam Suharto indikator pemberdayaan adalah :

1. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti pasar, fasilitas medis, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

2. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari dan kebutuhan dirinya. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier. Seperti halnya diatas, poin tinggi diberikan jika dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. 4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga:

(36)

26

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga : responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja diluar rumah.

6. Kesadaran hukum dan politik : mengetahui nama presiden, mengetahui salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes : seseorang dianggap ‘berdaya’ jika pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, penyalahgunaan bantuan sosial atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintahan.

8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga : memiliki rumah, tanah, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

2.2.1.5. Strategi Pemberdayaan

(37)

27

dan klien dalam pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain diluar dirinya.

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting) : mikro, mezzo dan makro.

1. Pendekatan Mikro : pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan konseling, stress management (manajemen stress), crisis intervention (krisis intervensi). Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupanya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

(38)

28

3. Pendekatan Makro : pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

2.2.1.6. Upaya-upaya Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat martabat lapisan masyarakat, yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan dirinya dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Menurut Kartasasmita dalam Mashoed (2004:46), upaya-upaya dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga tahap, antara lain :

(39)

29

2. Memperkuat potensi daya yang dimiliki oleh masyarakat (Empowering). Dalam rangka ini perlu langkah-langkah yang lebih positif, Selain menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini merupakan / meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Dalam rangka pemberdayaan ini upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, serta akses kedalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

(40)

30

2.2.2. Partisipasi Masyarakat

2.2.2.1. Pengertian dan Prinsip Partisipasi Masyarakat

Menurut Mubyarto (1997) dalam Abu Huraerah (2009:96) mengatakan pengertian dasar partisipasi adalah tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan pengertian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu prosespembangunan dimana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Sulaiman (1985) mengungkapkan partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat secara perorangan, kelompok atau dalam kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta usaha pelayanan dan pembangunann kesejahteraan sosial di dalam dan atau diluar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya.

Kemudian dengan mengutip beberapa pendapat ahli barat, Ndraha (1987) dalam Abu Huraerah (2009:96) menyimpulkan partisipasi masyarakat meliputi kegiatan :

1. Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak-pihak lain sebagai satu titik awal perubahan sosial.

(41)

31

3. Partisipasi dalam perencanaan pembanguna, termasuk pengambilan keputusan.

4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan.

5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan ( participation in benefit).

6. Partisipasi dalam menilai hasilpembangunan.

Partisipasi masyarakat bukan hanya dalam pelaksanaannya saja, tetapi meliputi kegiatan pengambilan keputusan, penyusunan program, perencanaan program, pelaksanaan program, mengembangkan program dan menikmati hasil dari pelaksanaan program tersebut.

Loekman Soetrisno (1995:221-222) dalam Abu huraerah menguraikan dua jenis partisipasi :

1. Definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi partisipasi jenis ini adala partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana atu proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam definisi ini di ukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam pelaksanaan proyek pembangunan pemerintah.

(42)

32

perencana dan rakyat dalam merencanakan , melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini, ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang digunakan definisi ini dalam mengukur tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secaramandiri melertarikan dan mengembangkan hasil proyek itu sendiri.

Lebih lanjut Soetrisno (1995:222) dalam Abu Huraerah menjelaskan, definisi yang akan digunakan akan sangat menentukan keberhasilan dalam mengembangkan dan memasyarakatkan sistem pembangunan wilayah yang pertisipatif

(43)

33

perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) yang dikutip Monique Sumampouw (2004:106-107) adalah :

a) Cakupan

Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.

b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership)

(44)

34

c) Transparansi

Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.

d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership)

Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.

e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility)

Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.

f) Pemberdayaan (Empowerment)

Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.

g) Kerjasama

(45)

35

2.2.2.2. Pengelompokan Partisipasi Masyarakat

Gaventa dan Valderman yang dikutip oleh Suhiorman (2003) dalam abu huraerah bahwa terdapat tiga tradisi konsep partisipasi terutama jika dikaitkan dengan praktik pembangunan masyarakat yang demokratis, yaitu :

a. Partisipasi politik : representasi dalam demokrasi. Tujuannya untuk mempengaruhi dan mendudukan wakil rakyat dalam lembaga pemerintahan daripada melibatkan langsung masyarakat dalam proses-proses pemerintahan.

b. Partisipasi sosial : masyarakat dipandang sebagai “beneficiary” pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi program. Dengan demikian, pertisipasi berada di luar lembaga formal pemerintahan seperti forum warga.

c. Partsisipasi warga : warga berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan.

Sementara itu, menurut Najib (2005) dalam Abu Huraerah, jika dilihat dari penggunaannya partisipasi dapat dikelompokkan manjadi :

a. Partisipasi sebagai alat

(46)

36

warga, serta mampu mendorong pengelolaan pemerintahan yang transparan, efektif, bertanggungjawab, dan efisien.

b. Partisipasi sebagai tujuan

Setiap warga Negara memiliki hak untuk terlibat dalam penyusunan berbagai kebijakan yang diharapkan berdampak pada kehidupannya. Partisipasi merupakan salah satu aspek dari kehidupan bernegara, dimana warga memiliki hak untuk terlibat dalam proses penyusunan serta pengambilan keputusan berbagai kebijakan.

2.2.2.3. Tingkatan Partisipasi Masyarakat

Karena konsep partisipasi dalam perkembangannya memiliki makna luas dan memiliki arti yang berbeda-beda, maka untuk memudahkan memaknainya dapat digunakan tingkatan partisipasi. Menurut Asia Development bank (ADB) seperti yang dikutip Soegijoko (2005) dalam Abu Huraerah, tingkatan partisipasi (dari yang terendah sampai tertinggi) sebagai berikut :

1. Berbagi informasi bersama (sosialisasi)

(47)

37

2. Konsultasi/mendapatkan umpan balik

Pemerintah meminta saran dan kritik dari masyarakat sebelum suatu keputusan ditetapkan.

3. Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama

Masyarakat dilibatkan untuk merancang dan mengambil keputusan bersama, sehingga peran masyarakat secara signifikan dapat mempengaruhi hasil/keputusan.

4. Pemberdayaan/kendali

Masyarakat memiliki kekuasaab dalam mengawasi secara langsung keputusan yang telah diambil dan menolak pelaksanaan keputusan yang bertentangan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Hoofstede seperti dikutip Khairudin (1992:125) dalam Abu Huraerah membagi partisipasi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

a. Partisipasi inisiasi adalah partisipasi yang mengandung inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun informal, ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat.

b. Partisipasi legitimasi adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek tersebut.

c. Pertisipasi eksekusi adalah partisipasi pada tingkat pelaksanaan. 2.2.2.4. Bentuk dan Tipe Partisipasi

(48)

38

partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.

Bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

(49)

39

(50)

40

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi; (b) Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; (c) Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.

2.

Partisipasi dengan cara memberikan informasi

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya; (b) Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian; (c) Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.

3.

Partisipasi melalui konsultasi

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi; (b) Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat; (c) Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama; (d) Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

4.

Partisipasi untuk insentif materil

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya; (b) Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya; (c) Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.

5.

Partisipasi fungsional

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek; (b) Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; (c) Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.

6.

Partisipasi interaktif

(a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada; (b) Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik; (c) Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.

7.

Self mobilization (a) Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki; (b) Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan; (c) Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.

(51)

41

Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.

2.2.2.5. Motif Partisipasi Masyarakat

Menurut Billah seperti dikutip Taher (1987) dalam Abu Huraerah (2009:105) menyebutkan bahwa terdapat lima motif partisipasi, yaitu :

a. Motif Psikologi

Kepuasan pribadi, pencapaian prestasi, atau rasa telah mencapai sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk melakukan kegiatan, termasuk juga untuk berpartisipasi meskipun partisipasinya itu tidak akan menghasilkan keuntungan.

b. Motif Sosial

(52)

42

c. Motif Keagamaan

Motif keagamaan didasarkan pada kepercayaan kepada kekuatan yang ada diluar manusia. Agama sebagai ideologi sosial mempunyai berbagai macam fungsi-fungsi : inspiratif, normatif, integratif, identifikatif dan operatif/motivatif.

d. Motif Ekonomi

Laba adalah motif ekonomi yang dapat dan bahkan seringkali efektif mendorong orang mengambil keputusan untuk ikut berpartisipasi di dalam kegiatan pembangunan.

e. Motif Politik

Dasar utama motif politik ini adalah kekuasaan. Oleh karena itu partisipasi seseorang maupun golongan akan ditentukan oleh besar-kecilnya kekuasaan yang dapat diperoleh dari partisipasinya. 2.2.2.6. Keberhasilan Partisipasi Masyarakat

Menurut Najib (2005) dalam Abu Huraerah (2009:107) keberhasilan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh :

a. Siapa penggagas partisipasi : apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah atau LSM. Non-Government stakeholders berpeluang untuk lebih lanjut.

b. Untuk kepentingan siapa partisipasi itu dilaksanakan : apakah untuk kepentingan pemerintah atau untuk masyarakat.

(53)

43

atau LSM yang memegang kendali cenderung lebh berhasil, karena pemerintah daerah atau LSM cenderung lebih mengetahui permasalahan, kondisi dan kebutuhan daerah atau masyarakat. d. Hubungan pemerintah dengan masyarakat : apakah ada

kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintahannya atau tidak. e. Cultural : daerak yang masyarakatnya memiliki tradisi dalam

berpartisipasi cenderung lebih mudah dan berlanjut.

f. Politik : kepemerintahan yang stabil serta menganut sistem yang transparan, menghargai keberagaman dan demokratis.

g. Legalitas : tersedianya regulasi yang menjamin pertisipasi warga dalam pengelolaan pembangunan.

h. Ekonomi : adanya mekanisme yang menyediakan akses bagi warga miskin untuk terlibat atau memastikan bahwa mereka akan memperoleh manfaat setelah berpartisipasi.

i. Kepemimpinan : adanya kepemimpinan yang disegani dan memiliki komitmen untuk mendorong serta melaksanakan partisipasi.

j. Waktu : penerapan partisipasi tidak hanya sesaat, tetapi secara berlanjut untuk waktu yang cukup lama.

(54)

44

2.2.3. Anak J alanan

2.2.3.1. Pengertian Anak J alanan

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.

Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli hukum, antara lain: 1). Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia maksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan. 2). Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini merupakan suatu gejala global. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang, telah memaksa sejumlah anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup keluarga dan bagi dirinya sendiri. Adapun anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

a. Anak jalanan on the street/road

(55)

45

b. Anak jalanan of the street/road

Kategori anak jalanan of the street/road atau anak-anak yang tumbuh dari jalanan, seluruh waktunya dihabiskan di jalanan, tidak mempunyai rumah, dan jarang atau tidak pernah kontak dengan keluarganya.

Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain :

a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, temapt hiburan) selama 3-24 jam sehari.

b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat SD).

c. Berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya). d. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor

informal).

(56)

46

2.2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak J alanan

Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan, yaitu :

a. Sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan.

b. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang.

c. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar.

d. Terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja (di jalanan) Orang tua “mengkaryakan” sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.

2.2.3.3. Faktor Pendorong

(57)

47

tangga asal anak-anak tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting.

Banyak anak jalanan berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan, baik itu perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua baik karena meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini kadang semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak. Keadaan rumah tangga yang demikian sangat potensial untuk mendorong anak lari meninggalkan rumah.

(58)

48

(59)

49

2.3. Kerangka Berfikir

Sumber : data yang diolah

Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1

PerDa Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2011 Bab 5 pasal 18 ayat 1 Tentang Pekerjaan Anak Pada Pekerjaan Sektor Informal

Anak Jalanan

Pemberdayaan

UKM Griya Tiara Kusuma

Ketrampilan Batik

(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. J enis Penelitian

Untuk memperoleh metode yang tepat dalam penelitian maka tergantung maksud dan tujuan penelitian, Karena penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan maksud ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam tentang pemberdayaan anak jalanan melalui program pelatihan ketrampilan batik mangrove. Secara teoritis, menurut Bagdan dan Taylor (dalam Moleong, 2004:4), penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

(61)

51

Sehingga dalam penelitian ini, penulis berusaha menggambarkan dan ingin mengetahui tentang Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

3.2. Fokus Penelitian

Masalah yang akan diteliti pada awalnya masih umum dan samar-samar akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti berada dalam lapangan. Fokus ini masih mungkin akan mengalami perubahan selama berlangsungnya penelitian itu.

Menurut Moleong (2004:97), fokus penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan suatu penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. Pelatihan ketrampilan batik di UKM Griya Tiara Kusuma meliputi dampak ekonomi dan dampak social.

(62)

52

penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian dapat berkembang atau berubah sesuai dengan perkembangan masalah penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah Bagaimana Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. Dilihat dari perumusan masalah di atas, maka dapat disimpulkan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

a. Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi dengan pengertian peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan individu anak jalanan secara ekonomi malalui manfaat pelatihan, sarana & prasaranan dalam pelatihan serta pendapatan dan kesadaran menabung.

b. Dampak Sosial

Dampak Sosial adalah perubahan cara pandang masyarakat dan motivasi untuk maju setelah mengikuti program pemberdayaan sehingga merubah pandangan masyarakat terhadap anak jalanan.

3.3. Lokasi Penelitian

(63)

53

Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara “purposive”, yaitu didasarkan pada pertimbangan bahwa, di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya terdapat UPTD Liponsos Wonorejo yang berfungsi sebagai tempat penampungan anak jalanan mengadakan kerja sama dengan UKM Griya Karya Tiara Kusuma dalam memberikan ketrampilan batik bagi anak jalanan yang berada di UPTD Liponsos Wonorejo.

3.4. Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2004:157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun jenis data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis data yaitu :

1. Data Primer

Yaitu data dan informan yang diperoleh secara langsung dari informan atau aktor pada saat dilaksanakan penelitian ini. Dalam hal ini data dan informasi mengenai Dampak Pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya yang diperoleh dari Ketua UKM Griya Karya Tiara Kusuma dan Peserta pelatihan.

2. Data Sekunder

(64)

54

Surabaya, UPTD Liponsos Wonorejo serta UKM Griya Karya Tiara Kusuma.

Menurut Lofland dalam Moleong (2004:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Informan Kunci (Key Person)

Informan kunci dalam penelitian ini yaitu ibu Lulut Sri Mulyani sebagai Ketua dari UKM Griya Tiara Kusuma dimana pemilihannya secara purposive sampling dan diseleksi melalui teknik snowball sampling yang didasarkan atas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten. Sebagai informan awal adalah ketua UKM Griya Karya Tiara Kusuma. Sedangkan informan selanjutnya diminta kepada informan awal untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi, maka untuk triangulasi data tersebut informan tersebut ditemukan dengan cara snow ball.

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat dan peristiwa dimana fenomena yang terjadi atau yang pernah terjadi berkaitan dengan fokus penelitian yaitu dampak pemberdayaan melalui ketrampilan batik mangrove yang diadakan oleh UKM Griya Karya Tiara Kusuma.

3. Dokumen

(65)

55

ketentuan peraturan perundangan yang berlaku mengenai Pemberdayaan Anak Jalanan, mengenai data monografi UPTD Liponsos Wonorejo, UKM Griya Karya Tiara Kusuma, dan lain sebagainya.

3.5. Pengumpulan Data

Data merupakan bagian terpenting dalam penelitan karena hakekat dari penelitian adalah pencarian data yang nantinya dianalisa dan diinterpretasikan. Dalam penelitian kualitatif, sumber data yang utama adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen. Dalam rangkaian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tiga proses kegiatan yang dilakukan, yaitu :

1. Proses memasuki lokasi penelitian (Getting In)

Agar proses pengumpulan data dari informasi berjalan baik, peneliti terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, baik kelengkapan administratif maupun semua persoalan yang berhubungan dengan setting dan subyek penelitian dan mencari relasi awal. Dalam memasuki lokasi penelitian, peneliti menempuh pendekatan formal dan informal serta menjalin hubungan baik dengan informan (Moleong, 2004:128). Maka dalam tahap ini peneliti memasuki lokasi penelitian guna memperoleh gambaran aktifitasnya dengan membawa surat ijin penelitian Universitas Pembangunan Nasional.

2. Ketika Berada di Lokasi Penelitian (Getting Along)

(66)

56

dari informasi dan fenomena yang diperoleh tentang Dampak pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. 3. Teknik Pengumpulan Data (Logging The Data)

Setelah kedua langkah diatas maka peneliti melakukan pengumpulan data, dimana teknik yang digunakan adalah :

a. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi tentang pemberdayaan anak jalanan yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dengan informan mengenai Dampak pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

b. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan Dampak pemberdayaan Melalui Ketrampilan Batik Mangrove Bagi Anak Jalanan di UKM Griya Karya Tiara Kusuma Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

c. Pengamatan (Observation)

(67)

57

3.6. Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (1992:16), teknik analisa data kualitatif meliputi tiga alur kegiatan sebagai sesuatu yang terjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun suatu analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dengan menggunakan model interaktif (interactive models of analysis) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:16). Dalam model ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu data yang dikumpulkan berupa wujud kata- kata bukan rangkaian kata. Dan itu mungkin telah dikumpulkan dengan aneka macam cara (observasi, wawancara, dokumen, pita rekaman). Dan yang biasanya diproses kira-kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan atau alat tulis).

2. Reduksi Data

(68)

58

yang diperoleh dari lokasi penelitian atau data lapangan ditulis dalam uraian yang jelas dan lengkap yang nantinya akan direduksi, dirangkum, dan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan penelitian kemudian dicari tema atau pola (melalui proses penyuntingan, pemberian kode, dan pembuatan tabel).

3. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data yang ada secara sederhana, rinci, utuh, dan integrative yang digunakan sebagai pijakan untuk menentukan langkah berikutnya dalam menarik kesimpulan dari data yang ada.

4. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

(69)

59

Proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :

Gambar 3.1

Analisis Interaktif Menur ut Miles Dan Huberman

Sumber : Data Analisa Kualitatif Miles dan Huberman (1992,20) Terjemahan dari Tjetjep Rohendi Rohidin.

Berdasarkan gambaran diatas maka menjelaskan bahwa data yang diperoleh dilapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang sudah dianalisa kemudian diinterpretasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan dengan berpatokan pada teori-teori dan temuan-temuan yang diperoleh pada saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan pemecahannya. 3.7. Keabsahan Data

(70)

60

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Pada dasarnya penerapan kriterium derajat kepercayaan menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriterium ini berfungsi untuk melakukan inkuiri (penyelidikan) sedemikian rupa, sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai serta untuk menunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (Transferability)

Keteralihan sebagai persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya, jika ia ingin membuat penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut. 3. Kebergantungan (Dependability)

(71)

61

sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang tersangkut. Hal tersebut akan dibahas dalam konteks pemeriksaan.

4. Kepastian (Conformability)

(72)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambar an Umum Obyek Penelitian 4.1.1. Profil UKM Griya Tiara Kusuma

(73)

63

sebagai sebuah usaha yang membutuhkan inovasi dan kreatifitas tinggi, selain itu menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam memberdayakan anak jalanan melalui pelatihan ketrampilan batik mangrove. UKM Griya Karya Tiara Kusuma bekerja sama dengan Liponsos dan SDN Kedung Baruk sebagai tempat sekolah anak jalanan, Kerja sama tersebut bermula dari keinginan pihak SDN Kedung Baruk untuk memberikan pelatihan kepada Anak Jalanan dan mengajukan kerja sama di UKM Griya Karya Tiara Kusuma serta mengajukan kerja sama tersebut kepada pihak UPTD Liponsos Wonorejo yang bertanggung jawab terhadap anak jalanan

UKM Griya Karya Tiara Kusuma berharap dapat lebih berkerja sama dengan lembaga lain dan terutama dapat menularkan ilmu berbudidaya mangrove dan memanfaatkan mangrove sebagai bahan olahan dan batik kepada masyarakat lain sehingga tujuan dari UKM Griya Karya Tiara Kusuma ini berdiri yaitu Mensejahterakan masyarakat sekitar dapat tercapai.

4.1.1.1. Visi dan Misi UKM Griya Karya Tiar a Kusuma

Batik Seru Alami UKM Griya Karya Tiara Kusuma adalah batik mangrove khas Surabaya. Visi dari UKM ini adalah mengurangi kemiskinan dan berkarya dimulai dari teras rumah (Griya Karya Tiara Kusuma) demi mengerakkan ekonomi bangsa. Misi UKM ini adalah : 1. Tanpa mengenal lelah mencurahkan seluruh daya upaya untuk

(74)

64

2. Rela berkorban dan selalu menyediakan waktu untuk UKM yang dibentuk.

3. Tidak pelit untuk memberikan ilmu pengetahuan dan selalu berinovasi produk unggulan bila berhubungan dengan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.

4. Maju terus untuk melakukan eksperimen dan inovasi teknologi tepat guna sederhana untuk masyarakat.

5. Memotivasi masyarakat untuk tidak mudah putus asa dalam membangun usaha

4.1.1.2. Tujuan UKM Griya Karya Tiar a Kusuma Tujuan :

- Sebagai produk unggulan Surabaya. - Mengenalkan olahan tanaman mangrove.

- Mengenalkan tanaman mangrove sebagai tanaman produktif

yang bisa dimanfaatkan semua bagiannya.

- Memberdayakan masyarakat miskin dan mengurangi angka

pengangguran.

- Pelestarian dan penyelamatan lingkungan hidup. - Sebagai produk khas Surabaya.

4.1.1.3. Struktur Pegawai UKM Gr iya Karya Tiara Kusuma Ketua : Dra. Lulut Sri Yuliani, MM. Wakil Ketua I : Budiono Halim

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Anak Jalanan di Surabaya
Gambar 3.1 Analisis Interaktif Menurut Miles Dan Huberman
Gambar 4.4 Rumah Produksi Griya Karya Tiara Kusuma
Gambar 4.1 Kantor UPTD Liponsos Wonorejo
+7

Referensi

Dokumen terkait