• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL,KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL,KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG."

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Per syaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Pr ogram Studi Teknik Sipil

Oleh :

DONNY IRIAWAN

0553010016

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir

ini dengan judul ”Perencanaan Tubuh Embung Robatal, Kecamatan Robatal,

Kabupaten Sampang”.

Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi tugas akademik dan

memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN ” Veteran ” Jawa Timur.

Dalam menyesaikan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan serta

bantuan yang sangat bermanfaat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1.

Ibu Ir. Naniek Ratni JAR, M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.

2.

Bapak Ibnu Sholichin,ST.,MT selaku Ketua Program studi Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.

3.

Ibu DR. Ir. Minarni N T., MT selaku dosen pembimbing utama Tugas Akhir

(3)

Akhir yang telah memberikan segenap pengetahuannya guna penyelesaian

tugas akhir ini.

5.

Bapak Ir. Hendrata Wibisana, MT selaku dosen wali yang banyak

memberikan nasehat dan dorongan.

6.

Ibu Dra. Anna Rumintang, MT selaku dosen pembimbing Kerja Praktek

(KP) yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya.

7.

Para Dosen dan Staff pengajar yang telah memberikan bekal ilmu dan

pengetahuan yang amat berguna.

8.

Keluarga besar, terutama kedua orang tua, adik, dan kakak yang telah

meberikan support dalam bentuk apapun tanpa henti.

9.

Semua teman-teman Teknik Sipil yang telah memberi motifasi dan

dorongan.

Dan sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, Desember 2011

(4)

ABSTRAK

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL,

KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

Oleh :

DONNY IRIAWAN

NPM. 0553010016

Embung adalah bangunan yang berfungsi menampung air hujan untuk persediaan suatu

desa di musim kering, serta mengontrol suatu debit air yang sengaja dibuat untuk

meningkatkan taraf muka air untuk mendapatkan tinggi terjun sehingga air dapat

dialirkan secara teratur dan terkontrol dalam pembagiannnya.

Lokasi rencana embung terletak di Desa Dusun Terajan, wilayah kecamatan Robatal,

Kabupaten Sampang. Embung robatal ini memiliki dua stasiun hujan yaitu,Stasiun hujan

Banyuates dan Stasiun hujan Omben. Embung Robatal dialiri sungai Terajan dengan

luas DAS sebesar 1,27 km

2

, dan memiliki panjang sungai ±1,6 km.

Dari hasil analisa Embung Robatal ini didesain dengan tubuh embung tipe urugan tanah

homogen dengan elevasi dasar sungai + 74,00 dan menggunakan Q

100

=

20,97 m

3

/dt.

Dari perencanaan didapatkan hasil sebagai berikut : elevasi MOL + 76,63; elevasi NWL

+ 82,85; elevasi HWL + 83,20; dan elevasi puncak mercu bendung + 85,238; lebar Main

Dam 5,24 m; tinggi embung 11,238 m.

Setelah dilakukan analisa stabilitas tubuh embung, ternyata dimensi embung yang

direncanakan aman terhadap gaya-gaya yang timbul oleh adanya aliran filtrasi dan

bahaya longsor.

(5)

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Perumusan Masalah ...

2

1.3 Maksud dan Tujuan ...

2

1.4 Batasan Masalah ...

3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ...

4

2.1 Analisa Hidrologi ...

4

2.1.1 Analisa Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran ...

4

2.1.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan ...

6

2.1.3 Pemeriksaan Kesesuaian Distribusi Frekuensi ...

14

2.1.4 Distribusi Curah Hujan Efektif Jam-Jaman ... ...

17

(6)

2.1.6 Hujan Netto ...

19

2.1.7 Hidrograf Satuan Sintetis Metode Nakayasu ... .

20

2.2 Analisa Kapasitas Tampungan .... ...

22

2.3 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah .... ...

23

2.4 Analisa Perencanaan Bangunan Embung ...

29

2.4.1 Tipe Embung... ..

29

2.5 Penentuan Dimensi Tubuh Embung .... ...

30

2.5.1 Tinggi Jagaan... ...

30

2.5.2 Elevasi Puncak Embung ...

31

2.5.3 Lebar Puncak Embung... .

32

2.5.4 Penentuan Lebar Main Dam... .

32

2.5.5 Analisa Kegempaan... ...

33

2.5.6 Kemiringan Lereng Tubuh Embung...

34

2.6 Perencanaan Pelindung Tubuh Embung ( Protection Zone ) ...

34

2.6.1 Kriteria Pelindung Tubuh Embung (Geotekstil) ...

35

2.7 Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi ...

35

2.7.1 Analisa Formasi Garis Depresi pada Embung ...

36

2.7.2 Kapasitas Aliran Filtrasi ...

39

2.7.3 Gejala Sufosi dan Sembulan ...

40

(7)

3.1 Data Topografi ... 45

3.2 Data Hidrologi ... 47

3.3 Data Geologi dan Mekanika Tanah ... 48

3.3.1 Pemetaan Geologi ...

48

3.4 Flow Chart ...

50

BAB IV PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ... 51

4.1 Analisa Hidrologi ... 51

4.2 Perhitungan Curah Hujan Rerata Daerah ... 53

4.3 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi ... 57

4.3.1 Metode Smirnov Kolmogorov ...

58

4.3.2 Metode Chi Kuadrat ...

59

4.4 Hujan Efektif ... 61

4.5 Perhitungan Debit Banjir Nakayasu ... 63

4.6 Analisa Kapasitas Tampungan ... 76

4.7 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah ... 79

4.8 Penentuan Perhitungan Flood Routing ... 83

4.9 Perencanaan Teknis Embung ... 88

4.9.1 Pemilihan Tipe Embung Utama ...

88

4.9.2 Penentuan Elevasi-Elevasi Rencana ...

88

(8)

4.9.4 Analisa Gempa ...

93

4.9.5 Bahan Timbunan Tubuh Embung ...

94

4.10 Perhitungan Stabilitas Tubuh Embung ... 95

4.10.1 Stabilitas Tubuh Embung Terhadap Alian Filtrasi ...

95

4.10.2 Penentuan Garis Depresi ...

95

4.10.3 Perhitungan Kapasitas Aliran Filtrasi ...

98

4.10.4 Stabilitas Terhadap Gejala Sofusi (Piping) ...

99

4.11 Analisa Stabilitas Lereng Tubuh Embung ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 107

(9)

Tabel 2.1 Nilai Variable Reduksi Gauss... 8

Tabel 2.2 Hubungan Reduced Standart Deviasion Sn dan Yn Dengan

Besarnya Sample n ... 9

Tabel 2.3 Harga “Reduced Variate” ( It ) pada cara gumbel ... 10

Tabel 2.4 Harga G Pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Positif) ... 12

Tabel 2.5 Harga G Pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Negatif ) .... 13

Tabel 2.6 Nilai Delta Kritis (d

cr

) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ... 15

Tabel 2.7 Harga Untuk Uji Kai Kuadrat ... 17

Tabel 2.8 Angka Koefisien Pengaliran DAS ... 19

Tabel 2.9 Lebar Puncak Tubuh Embung ... 32

Tabel 2.10 Tempat Kedudukan Koordinat Lingkaran Kritis ... 44

Tabel 4.11 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Daerah Stasiun Banyuates

Maksimum ... 51

Tabel 4.12 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Daerah Stasiun Omben

Maksimum ... 52

Tabel 4.13 Curah Hujan Rata-Rata Daerah Embung Robatal ... 52

Tabel 4.14 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Rencana ... 53

Tabel 4.15 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan ... 55

Tabel 4.16 Nilai K Sebaran Person III Untuk Cs > 1 ... 57

(10)

Tabel 4.18 Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Secara Horizontal Dengan

Metode Smirnov Kolmogorov ... 58

Tabel 4.19 Uji Distribusi Chi Kuadrat ... 59

Tabel 4.20 Perhitungan Curah Hujan Efektif ... 61

Tabel 4.21 Distribusi Hujan Efektif Setiap Jam ... 63

Tabel 4.22 Persamaan Lengkung Hidrograf Nakayasu ... 65

Tabel 4.23 Ordinat HSS Nakayasu Embung Robatal ... 66

Tabel 4.24 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang

2 Tahun ... 69

Tabel 4.25 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang

5 Tahun ... 70

Tabel 4.26 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang 73

10 Tahun ... 71

Tabel 4.27 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang

25 Tahun ... 72

Tabel 4.28 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang

50 Tahun ... 73

Tabel 4.29 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang

100 Tahun ... 74

Tabel 4.30 Perhitungan Lengkung Kapasitas DAS Robatal ... 76

Tabel 4.31 Perhitungan Debit Yang Melimpah di Atas Spillway ... 82

(11)

Tabel 4.34 Titik-Titik Koordinat Garis Depresi ... 97

Tabel 4.35 Stabilitas Lereng Hulu Saat Selesai Dibangun ... 102

Tabel 4.36

S

tabilitas Lereng Hulu Saat HWL ... 104

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 22

Gambar 2.2 Grafik Lengkung Kapasitas ... 23

Gambar 2.3 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan ... 29

Gambar 2.4 Garis Depresi Pada Embung Homogen ... 36

Gambar 2.5 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (Sesuai dengan garis

parabola) ... 37

Gambar 2.6 Beberapa Cara Untuk Memperoleh Harga ”α” Sesuai Dengan

Sudut Bidang Singgungnya (α) ... 38

Gambar 2.7 Garis Hubungan Antara Sudut Bidang Singgung

α

Dengan C. 39

Gambar 2.8 Cara Menentukan Besarnya Harga N dan T ... 43

Gambar 2.9 Skema Perhitungan Dengan Metode Irisan Bidang Luncur ... 44

Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal ... 46

Gambar 4.11 Grafik Kesesuaian Uji Distribusi ... 60

Gambar 4.12 Kurva Unit Hidrograf Banjir Embung Robatal ... 68

Gambar 4.13 Kurva Hidrograf Banjir ... 75

Gambar 4.14 Grafik Lengkung Kapasitas DAS Robatal ... 78

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Antara storage, Outflow dan (S+O/2.Δ t) .... 85

(13)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Embung adalah bangunan air yang mempunyai bangunan pelengkap

lainnya yang mempunyai fungsi utama menampung dan mengontrol suatu debit

air yang sengaja dibuat untuk meningkatkan taraf muka air untuk mendapatkan

tinggi terjun sehingga air dapat dialirkan secara teratur dan terkontrol dalam

pembagiannya.

Kondisi topografi Kabupaten Sampang berada di daerah pantai, daratan,

dan pegunungan bergelombang dengan variasi elevasi ± 1,50 – 3,00 dari

permukaan laut pasang. Dengan kondisi demikian maka di daerah ini perlu

dibangun suatu embung yang berfungsi menampung air pada musim hujan dan

dapat dimanfaatkan pada musim kemarau untuk kebutuhan air baku. Potensi

lokasi sumber air yang dapat dijadikan embung salah satunya adalah di Sungai

Terajan, merupakan sungai kecil yang mengalir diantara perbukitan disekitar

Dusun Terajan Desa Robatal.

Di daerah aliran sungai (DAS) sungai Terajan pada musim hujan

mengalami kelebihan air hingga menimbulkan genangan air bahkan banjir, yang

pada akhirnya air terbuang sia-sia ke laut, sedangkan pada musim kemarau terjadi

kekeringan dan kekurangan air bersih. Berdasarkan map studi didapatkan

(14)

Nama sungai : Sungai Terajan

Luas DAS : 1,27 km2

Panjang sungai : ± 1,6 km

1.2. Per umusan Masalah

Perumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang yang

dijelaskan diatas, adalah :

1. Bagaimana merencanakan dimensi suatu embung agar pada saat

mengalami peningkatan debit air atau melebihi kapasitas suatu bendung

yang direncanakan tidak merusak konstruksi embung?

2. Bagaimana merencanakan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang

bekerja pada embung?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dibangunnya Embung Robatal adalah :

1. Embung yang direncanakan dapat menampung air dengan tetap memiliki

konstruksi embung yang kuat meskipun debit melebihi kapasitas sungai.

2. Perencanaan embung diharapkan mampu menahan serta mengendalikan

debit banjir yang ditimbulkan pada saat musim hujan dan pada saat

(15)

1.4. Bata san Masalah

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Perencanaan

Tubuh Embung Robatal, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Propinsi Jawa

Timur“ dan mengingat luasnya masalah yang berkaitan dengan bendung, Maka

batasan masalah pembahasan ini meliputi :

1. Perencanaan dimensi embung

2. Data curah hujan yang digunakan dari mulai tahun 1997 sampai tahun

2006 (10 tahun).

3. Peninjauan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang bekerja.

4. Tidak menghitung atau merencanakan pelindung tubuh embung dengan

geotekstil (type benftofit).

5. Tidak membahas segi ekonominya.

6. Data hanya terbatas pada Data Sekunder

(16)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Hidr ologi

Tujuan utama dari analisa hidrologi antara lain adalah untuk mendapatkan

nilai curah hujan daerah dan frekuensinya yang selanjudnya dipergunakan sebagai

dasar dalam perhitungan debit banjir rencana sehingga dengan adanya nilai debit

rencana yang ada embung dapat direncanakan dimensinya sesuai besarnya debit

banjir yang ada.

2.1.1 Analisa Cur ah Hujan Rata-Rata Daer ah Alir an

Dalam perencanaan debit banjir data yang diperlukan adalah hasil dari

rata-rata curah hujan diseluruh daerah aliran sungai. Beberapa metode yang dapat

digunakan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran sungai antara lain :

1) Metode Rerata Aritmatik

Tinggi rata – rata curah hujan didapatkan dari nilai rata – rata curah hujan

dari setiap stasiun pengamat hujan yang ada. Metode ini dipakai apabila daerah

aliran sungai merupakan daerah yang datar dan jumlah satasiun pengamat hujan

cukup banyak dan tersebar disekitar daerah aliran (DR. Suyono Sosrodarsono,

2005).

) Rn ... R3

R2 R1 ( n 1

R = + + + + ...(2.1)

dengan,

(17)

R1, R2, ... Rn = Tinggi curah hujan tiap stasiun pencatat hujan (mm) n = Jumlah stasiun pengamat

2) Metode Polygon Thiessen

Dengan melakukan penakaran ataupun pencatatan pada alat penakar hujan,

hanyalah didapatkan curah hujan di suatu titik tertentu. Bila dalam suatu areal

terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka untuk

mendapatkan harga curah hujan areal pada studi ini dapat dilakukan dengan

menggunakan Metode Polygon Thiessen, cara ini didasarkan atas cara rata-rata

timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah

pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus

terhadap garis penghubung antara dua pos penakar hujan.

Metode ini digunakan bila jumlah stasiun pencatat hujan yang ada hanya

sedikit dan letaknya tidak merata didaerah aliran sungai (DR. Suyono

Sosrodarsono, 2005) adalah:

A

A . ...R A

. R A . R

R = 1 1 + 2 2 + n n ...(2.2)

dengan,

R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)

A = Luas daerah aliran sungai (Km2)

(18)

3) Metode Isohyet

Metode Isohyet adalah metode dimana pengambilan garis-garis tegak

lurus sebagai penghubung antara tempat-tempat pos penakar hujan. Pengambilan

garis isohyet akan lebih mudah jika dari beberapa pos penakar hujan mempunyai

pengamatan tinggi curah hujan yang hampir sama akan tetapi jika banyaknya pos

penakar hujan mempunyai banyak perbedaan ataupun bervariasi maka akan

menjadi lebih sulit untuk pada pengambilan garis isohyet. (DR. Suyono

Sosrodarsono, 2005) adalah :

n 2 1 n n 2 2 1 1 A ... ... A A A . R ... A . R A . R R + + + + = ...(2.3) dengan,

R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)

R1, R2, ... Rn = Curah hujan rata-rata pada bagian A1, A2, ... An (mm) A1, A2, ... An = Luas bagian antara garis-garis Isohiet (Km2)

2.1.2 Analisa Fr ekuensi Cur ah Hujan

Untuk mencari distribusi yang cocok dengan data yang tersedia dari

pos-pos penakar hujan yang ada di sekitar lokasi pekerjaan perlu dilakukan analisis

frekuensi. Analisa frekuensi dapat dilakukan dengan seri data hujan maupun data

debit.

Dalam perencanaan ini metode analisa frekuensi yang digunakan adalah :

1. Metode Distribusi Normal

2. Metode Distribusi Gumbel.

(19)

Dari hasil ketiga metode tersebut dipilih harga yang paling mungkin

terjadi yaitu melihat kriteria dari metode non parameter.

1. Metode Distribusi Normal

Metode Distribusi Normal berfungsi menentukan tinggi curah hujan

dengan periode ulang tertentu (Sri Harto Br) sebagai berikut :

k . Sx x

XT = + ...(2.4) dengan,

XT = Perkiraan tinggi curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang tertentu.

x = Nilai rata-rata variate

Sx = Deviasi standart nilai variate

K = Faktor frekuensi merupakan fungsi dari pada periode ulang dan tipe

model matematik dari distribusi peluang yang digunakan untuk

analisis peluang (Tabel 2.1)

Urutan perhitungan adalah sebagai berikut :

a. Mencari harga

n X

X=

i ...(2.5)

b. Mencari harga deviasi standart

( )

(

)

1 -n

X -X Sx

2 i

= ...(2.6)

c. Mencari harga K dapat dilihat dari Tabel 2.1

d. mencari harga curah hujan dengan kala T tahun (XT)

k . Sx X

(20)

Tabel 2.1. Nilai variabel reduksi Gauss

Periode ulang

T (tahun) Peluang K

... 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000 10,000 25,000 50,000 100,000 200,000 ... ... 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,500 0,200 0,010 0,005 ... ... -0,25 0,00 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 ...

Sumber : Soewarno, 1995

2. Metode Distribusi Gumbel

Chow dalam Soemarto (1986) menyarankan agar variate X yang

menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini :

X T = X + K . SX ...(2.8) dengan,

XT = Besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun (mm)

X = Curah hujan rata-rata (mm)

Sx = Standar deviasi

K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return

(21)

Faktor frekuensi K untuk harga-harga ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus

berikut :

Sn Yn Yt

K= − ………....(2.9)

dengan,

YT = Reduced variete sebagai fungsi periode ulang T

Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n (Tabel 2.2) Sn = Reduced standart deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n Dengan mensubstitusi kedua persamaan di atas diperoleh :

Sx . Sn

Yn Yt X XT

− +

= ………..(2.10)

Tabel 2.2. Hubungan ”Reduced Standart Deviasion” Sn dan Yn Dengan Besarnya Sample n

N Yn Sn N Yn Sn

8 0.4843 0.9043 20 0.5236 1.0628

9 0.4902 0.9288 21 0.5252 1.0696

10 0.4952 0.9496 22 0.5268 1.0754

11 0.4996 0.9676 23 0.5283 1.0811

12 0.5035 0.9833 24 0.5296 1.0864

13 0.5070 0.9971 25 0.5309 1.0915

14 0.5100 1.0095 26 0.5320 1.0961

15 0.5128 1.0206 27 0.5332 1.1004

16 0.5157 1.0316 28 0.5343 1.1047

17 0.5181 1.0411 29 0.5353 1.1086

18 0.5202 1.0493 30 0.5362 1.1124

19 0.5220 1.0565 31 0.5371 1.1159

(22)

Tabel 2.3. Harga ”Reduce variate” (It) pada cara Gumbel

T (tahun) (Yt)

1.001 1.01 1.5 2 5 10 15 25 50 100 200 300 500 1000 -0.2 -0.1572 -0.016 0.4125 1.4999 2.2502 2.6102 3.2758 3.9012 4.6001 5.2958 5.8602 6.2018 6.9073

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2006

3. Metode Log Pearson Type III

Untuk perhitungan frekuensi curah hujan rencana dengan Metode Log

Pearson III untuk perencanaan bangunan air (Suyono Sosrodarsono, 2005) dapat

dijelaskan sebagai berikut :

SLogx . K x Log X

Log T = + ...(2.11) dengan,

XT = Curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

x

Log = Harga rata-rata curah hujan rencana

Sx = Standart deviasi

K = Koefisien, yang harganya tergantung pada nilai asimetri (Cs)

(23)

Urutan perhitungan adalah sebagai berikut :

a. Mencari harga Logx

n x Log x Log 1

= = n i ...(2.12)

b. Mencari harga : ( Log x - Logx), (Log x - Logx)2,( Log x - Logx)3

c. Mencari harga standart deviasi (SLogx)

(

)

1 -n x Log x Log SLog n 1 -i 2 x

= ...(2.13)

d. Mencari harga asimetri (Cs)

(

)

(24)

Tabel 2.4 Harga G pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Positif)

Kala Ulang

1.010 1.052 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000

Cs Kemungkinan Terjadinya Banjir (%)

99.00 95.00 90.00 80.00 50.00 20.00 10.00 4.00 2.00 1.00 0.50 0.10

(25)

Tabel 2.5 Harga G pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Negatif )

Kala Ulang

1.010 1.052 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000

Cs Kemungkinan Terjadinya Banjir (%)

99.00 95.00 90.00 80.00 50.00 20.00 10.00 4.00 2.00 1.00 0.50 0.10 -0.0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 -0.1 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 -0.2 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810 -0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.4 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540 -0.5 -2.686 -1.774 -1.323 -0.808 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400 -0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275 -0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -1.0 -3.022 -1.877 -1.340 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.745 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 1.713 -1.2 -3.149 -1.190 -1.340 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.3 -3.211 -1.925 -1.339 -0.719 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 1.545 -1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465 -1.5 -3.330 -1.951 -1.333 -0.690 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.318 1.351 1.373 -1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.875 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.660 0.268 0.808 0.970 1.075 1.116 1.140 1.155 1.205 -1.8 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -1.9 -3.553 -1.989 -1.310 -0.627 0.294 0.788 0.920 0.996 1.023 1.037 1.044 1.065 -2.0 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.946 0.949 0.955 -2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 0.874 -2.4 -3.800 -2.011 -1.262 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.830 0.832 0.833 0.838 -2.5 -3.845 -2.012 -1.290 -0.518 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 0.775 -2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.376 0.681 0.724 0.738 0.740 0.740 0.741 0.748 -2.8 -3.973 -2.010 -1.210 -0.460 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 0.722 -2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.440 0.330 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 0.695 -3.0 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.390 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

(26)

2.1.3 Pemer iksaan Kesesuaian Distr ibusi Fr ekuensi

Uji kesesuaian distribusi frekuensi adalah pemeriksaan dari hasil

pengamatan dengan model distribusi frekuensi yang diharapkan atau yang

diperoleh secara teoritis.

Dalam perencanaan ini menggunakan beberapa metode yaitu : Metode

Smirnov-Kolmogorof dan Metode Chi-Kuadrat (Chi-Square)

1. Metode Smirnov-Kolmogorof

Pengujian distribusi metode Smirnov Kolmogorov didasarkan pada

perhitungan probabilitas dan plotting data untuk mengetahui data yang

mempunyai simpangan terbesar.

a. Probabilitas dihitung dengan rumus Weibull (Subarkah, 1980) sebagai berikut:

100% x 1 m

n P

+

= ………(2.15)

dengan,

P = probabilitas

m = nomor urut data seri yang telah disusun

n = besarnya data

b. Menghitung nilai G untuk mengetahui probabilitas dari data yang mempunyai

simpangan terjauh berdasarkan persamaan berikut :

Log X = Log X + G x S ...(2.16)

Dari Tabel Log Pearson III didapatkan harga Pr

c. Pengujian kesesuaian Metode Smirnov-Kolmogorov dilakukan dengan

(27)

Px = 1 - (Pr) ...(2.17)

Δ max = Sn – Px ...(2.18) dengan,

Δ max = selisih maksimum antara peluang empiris antara peluang dan peluang teoritis

Sn = peluang teoritis

Px = peluang empiris

Nilai Δ kritis untuk uji Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada Tabel 2.6 Tabel 2.6. Nilai Delta Kritis (dcr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

α

ν 0.2 α ( Derajat Kepercayaan ) 0.1 0.05 0.01

5 0.45 0.51 0.56 0.67

10 0.32 0.37 0.41 0.67

15 0.27 0.3 0.34 0.4

20 0.23 0.26 0.29 0.36

25 0.21 0.24 0.27 0.32

30 0.19 0.22 0.24 0.29

35 0.18 0.2 0.23 0.27

40 0.17 0.19 0.21 0.25

45 0.16 0.18 0.2 0.24

50 0.15 0.17 0.19 0.23

n>50 n

07 . 1 n 22 . 1 n 36 . 1 n 63 . 1

Sumber : Soewarno, 1995

Syarat distribusi dapat diterima jika Δ max < Δ kritis. 2. Metode Chi-Kuadrat (Chi-Square)

Uji kesesuaian Metode Chi-Kuadrat dilakukan dengan terlebih dahulu

(28)

a. Mencari nilai X dengan probabilitas 80%, 60%, 40% dan 20%, dengan

mencari nilai G pada tiap probabilitas dari Tabel Log Pearson III hubungan

antara nilai Skewness dengan probabilitas yang dimaksud.

b. Menghitung nilai X untuk menentukan batas kelas dengan rumus sebagai

berikut :

Log X = log + G. Sd ...(2.19)

c. Menentukan jumlah kelas pengamatan dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah kelas = 1 + 3,3 Log . n

d. Menentukan frekuensi pengamatan dari data curah hujan harian maksimum

dengan batasan sebagaimana hasil perhitungan di atas

e. Uji kesesuaian Metode Chi Square menggunakan rumus sebagai berikut:

(

)

=

Ej Ej OJ X

2

2 ...(2.20)

dengan,

X2 = harga chi kuadrat.

Ej = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai

dengan pembagian kelasnya (= 20% x n).

Oj = frekuensi terbaca pada kelas yang sama.

(29)

Tabel 2.7. Harga untuk Uji Chi Kuadrat

Degrees

Probability of Deviation Greater Than X2

Of Freedom

0.2 0.1 0.05 0.01 0.001

1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827

2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815

3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268

4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465

5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517

6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457

7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322

8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125

9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877

10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588

11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264

12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909

13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528

14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123

15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697

16 20.465 23.524 26.296 32 39.252

17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79

18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312

19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82

20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315

Sumber : CD. Soemarto, 1995

2.1.4 Distr ibusi Cur ah Hujan Efektif J am-J aman

Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka

dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 6 jam sehari.

Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe (DR.

Suyono Sosrodarsono, 2005) :

(30)

dengan,

Rt = Intensitas hujan rerata dalam t jam (mm/jam)

R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari (mm) t = Waktu mulai hujan (jam)

2.1.5 Koefisien Pengalir an

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi

daerah aliran sungai dan karakterstik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Kondisi

dan karakteristik dimaksud adalah :

- Keadaan hujan

- Luas dan bentuk daerah aliran

- Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

- Daya infiltrasi dan perkolasi tanah

- Kebasahan tanah

- Suhu udara dan angin serta evaporasi

- Tata guna tanah

Koefisien pengaliran seperti yang disajikan pada Tabel 2.8 didasarkan

pada suatu pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada

(31)

Tabel 2.8 Angka Koefisien Pengaliran DAS

Kondisi DAS Angka Pengaliran (C)

Daerah pegunungan dengan kemiringan tinggi 0,75 – 0,90

Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80

Daerah hutan dan bergelombang 0,50 – 0,75

Dataran dataran dengan ditanami 0,45 – 0,60

Daerah persawahan 0,70 – 0,80

Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85

Sungai kecil didaerah dataran 0,45 – 0,75

Sungai dengan daerah aliran sungai yang besar 0,50 – 0,75

Sumber : Suyono Sosrodarsono, 2005

Dari hasil pengamatan kondisi di lapangan pada DAS Embung Robatal,

maka dapat disimpulkan bahwa DAS Embung Robatal berada pada daerah hutan

dan bergelombang sehingga mempunyai nilai koefisien limpasan (C) adalah

sebesar C = 0,75.

2.1.6 Hujan Netto

Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan

langsung (direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan

(surface run-off) dan interflow (air yang masuk ke dalam lapisan tipis dibawah

permukaan tanah dengan permeabitas rendah, yang keluar lagi ditempat yang

lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan). Dengan menganggap

bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses

linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan

(32)

Rn = C x R...(2.22) dengan,

Rn = Hujan netto (mm) C = Koefisien limpasan

R = Intensitas curah hujan (mm)

2.1.7 Hidr ogr af Satuan Sintetis Metode Naka yasu

Nakayasu menurunkan rumus hidrograf satuan sintetik berdasarkan hasil

pengamatan dan penelitian pada beberapa sungai di Jepang. Besarnya nilai debit

puncak hidrograf satuan dihitung dengan rumus :

) T Tp (0,3 x 3,60

C.A.R Qp

0,3 0

+

= ………..(2.23)

α.tg

T

0,3

=

………...(2.24)

dengan,

Qp = Debit (m3/det) C = Koefisien pengaliran

A = Luas daerah aliran sungai (km2) R0 = Hujan satuan (mm)

TP = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak

hidrograf satuan (jam)

T 0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai debit menjadi 30% dari debit puncak hidrograf

satuan (jam)

(33)

Nilai α ditentukan berdasarkan :

• α = 1 : untuk daerah pengaliran biasa

• α = 1,5 : bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun cepat.

• α = 3 : bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun lambat.

Pada bagian lengkung naik, besarnya nilai hidrograf satuan dihitung

dengan persamaan :

4 , 2 Tp t . Qp Qa     = ………(2.25)

dan dinyatakan dalam m3 /detik.

Pada bagian lengkung turun yang, hitungan limpasan permukaannya adalah:

1. untuk Qd > 0,30.Qp,

0,3 T Tp t Qp.0,30 Qd − = ……….…...(2.26)

2. untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp,

3 , 0 3 , 0 T . 5 , 1 ) T . 5 , 0 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − = ……….………...(2.27)

3. untuk 0,302 Qp > Qd,

3 , 0 3 , 0 T . 2 ) T 5 , 1 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − = ……….……….…………(2.28) dengan,

Qd = Debit (m3/det)

(34)

Menurut Nakayasu, waktu naik hidrograf bergantung dari waktu

konsentrasi, dan dihitung dengan persamaan :

tr . 8 , 0 tg

Tp= + ……….……...(2.29)

dengan,

tg = Waktu konsentrasi (jam)

Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) :

Jika L < 15 km : tg=0,21.L0,70

Jika L > 15 km : tg=0,4+0,058.L

Gambar 2.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (CD. Soemarto 1995)

2.2 Analisis Kapasitas Tampungan

Analisa kapasitas tampungan dilakukan untuk mendapatkan gambaran

kapasitas tampungan atau genangan dan juga luas daerah genangan yang

diusulkan. Kapasitas tampungan/genangan dapat dicari dengan memakai bantuan

data kontur topografi yang didapat dari hasil survey topografi. Perhitungan yang

digunakan dalam menghitung kapasitas genangan/tampungan adalah

menggunakan rumus :

tr i

t

Qp

0,3 Qp

0,32 Qp Tp T 0,3 1,5 T 0,3 0,8 tr t s

Naik Turun

Q

(35)

(

)(

)

{

Fn Fn hn hn

}

V =Σ 0,5 + +1 . +1− ... (2.30) dengan :

V = Volume antara 2 kontur yang berurutan

Fn = Luas genangan pada elevasi ke n Fn+1 = Luas genangan pada elevasi ke n+1 hn = Elevasi ke n

hn+1 = Elevasi ke n+1

Gambar 2.2 Grafik Lengkung Kapasitas (Soedibyo, 2003)

2.3 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah

Debit yang melalui ambang pelimpah dihitung dengan rumus (Suyono

Sosrodarsono, 2002) :

Q = C . L .Hd3/2……...………...…..( 2.31) dengan :

Q = Debit (debit banjir rencana)

(36)

L = Lebar efektif mercu bendung

H = Total tinggi tekanan air diatas mercu bendung (termasuk tinggi

tekanan kecepatan aliran yang bersangkutan)

− Refer ensi : Koefisien limpasan (C)

Koefisien limpasan pada embung biasanya berkisar antara angka 2,0

sampai dengan 2,1, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

- Kedalaman air didalam saluran pengarah aliran

- Kemiringan lereng udik bendung

- Tinggi air diatas mercu bendung

- Perbedaan antara tinggi air rencana pada saluran pengaturan aliran yang

bersangkutan

Koefisien limpahan (C) dari type standart suatu bedungan dapat diperoleh

dengan rumus Iwasaki sebagai berikut :

-9900 , 0 0416 , 0 200 ,

2 −  

= H W

C d

d ...(2.32)

-

(

)

(

d

)

d d H h a H h a C + + = 1 2 1 . 60 , 1 ...(2.33) dengan :

- C = Koefiseien limpahan

- Cd = Koefisien limpahan pada saat h = Hd - H = Tinggi air di atas mercu bendung

(37)

- A = Konstanta (diperoleh pada saat h = Hd yang berarti C = Cd

dengan rumus di atas, maka harga a dengan mudah dapat diperoleh)

− Panjang efektif bendung (L)

Pada saat terjadinya pelimpahan air melintasi mercu suatu bendung terjadi

konstraksi aliran baik pada kedua dinding samping bendung maupun di sekitar

pilar-pilar yang dibangun di atas mercu bendung tersebut. Sehingga secara

hydrolis lebar efektif suatu bendung akan lebih kecil dari seluruh panjang

bendung yang sebenarnya. Dan debit yang melintasi mercu bendung yang

bersangkutan selalu didasarkan pada lebar efektifnya, yaitu dari hasil pengurangan

lebar sesungguhnya dengan jumlah seluruh konstraksi yang timbul pada aliran air

yang melintasi mercu bendung tersebut.

Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung panjang efektif

bendung:

L = L´ - 2( N.Kp + Ka ).H………...……...………...(2.34) dengan :

L = Panjang efektif bendung

L´ = Panjang bendung yang sesungguhnya

N = Jumlah pilar diatas mercu bendung

(38)

Ka = Koefisien konstraksi pada dinding samping untuk tumpuan pilar berbentuk bulat, dengan mengambil harga Ka pada saat H / Hd = 1

yaitu Ka = 0,12

H = Tinggi tekanan total di atas mercu bendung

− Per hitungan Tinggi Tekan Rencana

Tinggi Tekan Rencana di atas ambang di hitung berdasarkan persamaan :

Hd = H + Ha – Hf ...(2.35)

3 2 .      = L C Q H ...(2.36) 2.g V Ha 2 = ...(2.37) 3 4 2 2 f R .L .V n

H = ...(2.38)

dengan :

- H = tinggi air di atas pelimpah, di hitung dengan persamaan

Q = Debit yang melimpah (Q200) C = Koefisien Limpahan

L = Lebar pelimpah

- Ha = Tinggi Kecepatan

V = kecepatan aliran di depan ambang =

(

P H

)

L.

Q

+

P = tinggi ambang pelimpah (10 m)

- Hf = Kehilangan tinggi akibat geseran sepanjang saluran pengarah

(39)

n = 0,018 (Koefisien Manning untuk bahan beton)

R = P

A (jari-jari hidrolis)

L = panjang saluran pengarah (31 m)

Penelusur an Banjir

Setelah debit yang melimpah di atas spillway diketahui maka dapat

dilakukan penelusuran banjir (flood routing) yang lewat reservoir. Flood routing

lewat reservoir dihitung dengan cara ”Modified Pul’s Method” sebagai berikut :

    + =     + ∆     + t O S t O S t I I . 2 . 2 . 2 2 2 1 1 2 1 ...(2.39) dengan :

I1 = inflow pada saat t1 I2 = inflow pada saat t2

Δ t = interfal waktu antara t1 dan t2 O1 = outflow pada saat t1

O2 = outflow pada saat t2 S1 = storage pada saat t1 S2 = storage pada saat t2

Langkah-langkah perhitungan flood routing tersebut diatas dilakukan sebagai

berikut :

1. Dari perhitungan outflow pelimpah dibuat grafik hubungan antara outflow dan

(40)

2. Dari grafik lengkung kapasitas didapatkan storage (tampungan) pada elevasi

dengan interval tertentu, kemudian dihitung harga (S + O/2 . ∆t)

masing-masing elevasinya dan digambarkan grafiknya.

3. Dari persamaan di atas flood routing dapat dihitung dengan terlebih dahulu

harga (S + O/2 .∆t)1 yaitu dari (S + O/2 . ∆t)awal yang dikurangi (O . ∆t)awal.

4. Kemudian (S + O/2 . ∆t)1 dihitung dengan menjumlahkan t I I

∆   

 +

. 2

2 1

dengan (S + O/2 . ∆t)1.

5. Dari harga (S + O/2 . ∆t)1 diplotkan ke grafik hubungan (S + O/2 . ∆t) dengan elevasi sehingga didapatkan elevasi untuk masing-masing harga (S + O/2 . ∆t). 6. Dari elevasi yang baru ditentukan diplotkan grafik hubungan elevasi dan

outflow sehingga dapat ditentukan outflow O1.

7. Hitung (S + O/2 . ∆t)2 dari (S + O/2 . ∆t)1 dikurangi (O . ∆t).

8. Perhitungan berulang hingga pada seluruh inflow dari hidrograf banjir rencana

9. Lalu dibuat grafik hubungan antara inflow dan outflow.

Dari perhitungan flood routing dapat ditentukan tinggi muka air diatas mercu

sebagai berikut :

h = Elv. Maksimum Flood Routing – Elv. Crest Spillway

Sedangkan elevasi puncak bendung dapat ditentukan sebagai berikut :

(41)

2.4 Analisa Per encanaa n Bangunan Embung

2.4.1 Tipe Embung

Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau pengangkat

permukaan air di dalam suatu embung, maka secara garis besarnya tubuh embung

merupakan penahan rembesan ke arah hilir serta penyangga tandonan air tersebut.

Tipe bendung urugan dibagi mejadi 3 yaitu :

1. Bendungan Urugan Homogen

2. Bendungan Urugan Zonal

3. Bendungan Urugan Bersekat

Gambar 2.3 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan (Suyono Sosrodarsono, 2005)

Zone kedap air

Zone lu lus air

Zone kedap air

Zone kedap air

Zone kedap air Drainage

Zone lulus air

Zone sekat Zone lu lus air Zone lulus air

Zone kedap air

Zona Transisi

Zone kedap air

Zona Transisi

Zona T ransisi

Type Bendungan Homog en Ben d un g an Zon al Bendungan Inti Vertikal Bendungan Inti Miring Bendu ngan Tirai Bendungan Seka t

Skema Umum Keterangan

Apabila 80% dari seluruh bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang bergradasi ham pir

sama.

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan tirai

kedap air diudiknya.

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti

kedap air yang berkedudukan m iring kehilir.

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti

kedap air yang berkedudukan vertikal.

Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan dinding

yang tidak lulus air dilereng udiknya, yang biasanya terbuat dari lem baran baja tahan karat, lembaran beton

(42)

Penentuan suatu tipe bendungan yang paling cocok untuk suatu tempat

kedudukan, didasarkan pada berbagai faktor, dimana faktor-faktor tersebut adalah:

- Kwalitas serta kwantitas dari bahan-bahan tubuh bendungan yang terdapat

didaerah sekitar tempat kedudukan calon bendungan.

- Kondisi penggarapan/pengerjaan bahan tersebut (penggalian, pengolahan,

pengangkutan, penimbunan, dll) .

- Kondisi lapisan tanah pondasi pada tempat kedudukan calon bendungan.

- Kondisi alur sungai serta lereng kedua tebingnya dan hubungan dengan

calon bendungan beserta semua bangunan-bangunan pelengkapnya

Yang terpenting dari keempat faktor tersebut adalah mengenai hal-hal

yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan kwalitas dan kwantitas yang

memadai untuk bahan tubuh embung tersebut.

2.5 Penentuan Dimensi Tubuh Embung

2.5.1 Tinggi J agaan

Tinggi jagaan adalah penambahan tinggi dari muka air banjir untuk

menentukan tinggi embung supaya air banjir tidak akan melampui puncak

embung (overtopping). Untuk menentukan tinggi embung, disamping tinggi

jagaan tersebut di atas harus juga diperhitung terhadap cadangan penurunan tubuh

embung sebesar 0,25 m.

Berdasarkan ”Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi

Kering di Indonesia” besarnya tinggi jagaan untuk embung tipe urugan homogen

(43)

Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan (Hf) dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut : (Suyono Sosrodarsono, 2005)

Hf > Δ h + (hw atau he/2) + ha + hi…....………...(2.40) Hf > hw + he/2 + ha + hi………...(2.41) dengan,

Δ h = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air yang terjadi akibat

timbulnya banjir abnormal (m).

hw = Tinggi ombak akibat tiupan angin. he = Tinggi ombak akibat gempa (m).

ha = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila

terjadi kemacetan-kemacetan pada pintu bangunan pelimpah.

Hi = Tinggi tambahan yang didasarkan pada tinggkat urgensi dari

waduk.

2.5.2 Elevasi Puncak Embung

Elevasi puncak embung ditentukan sedemikian rupa, sehingga akan

menjamin keamanan timbunan dari terjadinya limpasan air banjir rancangan.

Keamanan puncak embung utama direncanakan berdasarkan tinggi air akibat debit

banjir Q50th dengan lebar pelimpah yang direncanakan ditambah dengan tinggi jagaan, elevasi puncak embung yang dihasilkan tersebut kemudian di diperiksa

dengan debit banjir maksimum Q100th, jika elevasi puncak embung lebih tinggi dari muka air banjir akibat Q100th, maka elevasi puncak embung aman. Desain elevasi puncak Embung Robatal dapat dicari dari perhitungan routing pelimpah.

(44)

He = Hw + Hb + Hf + 0,25 ………...…...(2.42)

dengan,

He = Elevasi puncak embung (EL. m)

Hw = Elevasi crest spillway (HWL) (EL. m)

Hb = Tinggi air banjir Q50th dari ambang spillway (m) Hf = Tinggi jagaan (0,50 m)

2.5.3 Lebar Puncak Embung

Berdasarkan ”Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi

Kering di Indonesia” besarnya lebar puncak tubuh embung dapat dilihat di Tabel

berikut :

Tabel 2.9 Lebar Puncak Tubuh Embung

Tipe Tinggi (m) Lebar puncak (m)

1. Urugan (1) < 5,00 (2) 5,00 - 15,00

2,00 3,00

2. Pasangan batu/beton sampai maksimum 7,00 1,00

2.5.4 Penentua n Lebar Main Dam

Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung

dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas permukaan lereng yang

berdekatan dengan mercu tersebut, dan dapat bertahan terhadap filtrasi yang

melalui bagian puncak tubuh embung yang bersangkutan.

Guna memperoleh lebar minimum mercu embung (B), biasanya dihitung

dengan rumus (Suyono Sosrodarsono, 2005) sebagai berikut :

3,0 3,6H

(45)

dengan :

b = lebar mercu

H = tinggi bendungan

2.5.5 Analisa Kegempaan

Angka koeffisien gempa dilokasi embung jika dihitung berdasarkan Peta

Zona Gempa Indonesia yang diterbitkan oleh Bagian Proyek Perencanaan Teknik

Pengairan – Direktorat Jendral Pengairan – Departemen Pekerjaan Umum tahun

1999/2000 dalam periode ulang 100 tahun, rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Percepatan gempa desain :

ad = b1 x ( ac x z )b2...(2.44) dengan :

ac = Percepatan gempa desain ( gal ) ad = Percepatan gempa dasar ( gal )

b1,b2 = Faktor koreksi jenis pondasi z = Koefisien zona gempa

Koefisian gempa :

g a

k = d ...(2.45)

dengan:

k = Koefisien gempa

(46)

2.5.6 Kemir ingan Ler eng Tubuh Embung (slope Gradient)

Kemiringan rata-rata lereng embung (lereng udik dan lereng hilir) adalah

perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis

horisontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Untuk kontrol

keamanan lereng dalam keadaan gempa dipergunakan rumus sebagai berikut :

1 , 1 tan .

1+ ∂′ ≥

∂′ − = φ m k K m up

Fs ...(2.46)

1 , 1 tan .

1+ ≥

− = φ n k K n down

Fs ...(2.47)

dengan :

Fs up = Faktor keamanan untuk lereng bagian hulu Fs down = Faktor keamanan untuk lereng bagian hilir m = Kemiringan lereng bagian hulu

n = Kemiringan lereng bagian hilir

K = koefisien gempa horisontal

φ = sudut geser dalam material batuan

∂` =

sub sat

∂ ∂

2.6 Per enca naa n Pelindung Tubuh Embung (Protection Zone)

Proteksi bahan timbunan tubuh Embung Robatal diperlukan dengan

(47)

1. Meterial timbunan tubuh embung disekitar lokasi memiliki kualitas yang

kurang memadai ditinjau dari angka permeabilitasnya, sehingga diperlukan

rekayasa teknologi untuk mengurangi permeabilitasnya.

2. Apabila mengganti bahan material timbunan yang sesuai syarat harus

didatangkan dari luar daerah dengan jarak yang cukup jauh, sehingga dari

faktor ekonomi jauh lebih mahal

3. Bahan proteksi tersebut harus efektif dan efisien dalam arti dari segi ekonomi

dan teknis dapat memenuhi syarat.

2.6.1 Kr iter ia Pelindung Tubuh Embung (Geotekstil)

Perlindungan lereng permukaan embung dilakukan mengingat bahan

material timbunan yang kurang baik dari segi angka permeability nya, maka

diperlukan rekayasa teknologi untuk meningkatkan nilai permeability lereng hulu

embung, sehingga tubuh embung aman terhadap bahaya rembesan. Dari hasil

analisa dan kondisi di lapangan yang ada, maka proteksi lereng hulu embung

dipilih menggunakan Bentofix,

2.7 Stabilitas Embung Ter hadap Alir an Filtr asi

Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir

melalui tubuh dan pondasi embung. Debit rembesan yang lewat tubuh embung

dihitung berdasarkan :

1. Rembesan yang melewati tubuh embung (qc)

(48)

Rembesan yang melewati embung dihitung dengan menganggap bahwa

garis muka air rembesan berbentuk parabola dan ditentukan dengan persamaan

Casagrande :

Gambar 2.4 Garis Depresi Pada Embung Homogen

Untuk mengetahui kemampuan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang

ditimbulkan oleh adanya aliran filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara

butiran-butiran tanah pembentuk embung dan pondasi diperlukan

penelitian-penelitian pada hal-hal berikut ini :

1. Formasi garis depresi (seepage line formation) dalam tubuh Embung

2. Kapasitas air filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi Embung

3. Kemungkinan terjadinya gejala sufosi (piping) yang disebabkan oleh

gaya-gaya hydrodinamis dalam aliran air filtrasi

2.7.1 Analisa For masi Gar is Depr esi pada Embung

Rembesan yang melewati tubuh embung dihitung dengan menganggap

bahwa garis muka air rembesan adalah berbentuk parabola dan ditentukan dengan

persamaan Casagrande (1937) seperti berikut:

Garis Depresi

858

286

572

Garis Depresi H858

286

572

(49)

Gambar 2.5 Garis depresi pada bendungan homogen (sesuai dengan garis parabola) (Suyono Sosrodarsono, 2005)

2 0 0 2 2 0

2y x y

y d d h y + = − + = ...(2.48) dengan,

h = jarak vertikal antara titik A dan B

d = jarak horisontal antara titik B2 dan A l1 = jarak horisontal antara titik B dan E l2 = jarak horisontal antara titik B dan A A = ujung tumit hilir embung

B = titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng udik

embung

A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan

garis vertikal melalui B

B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1, horisontal ke arah udik dari titik B

Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng

hulu embung. Panjang garis ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, h 441 1033 2494 3506 831 3947 3000 1820 96 168

l1 l2

d

x

Pondasi kedap air

y

a +? a = yo

1 -Cos a

yo = v h² + d² d

ao = yo 2

25°

a

0,3 l1

B2

B1

B

E

( B2-C0-A0 ) - garis depresi

(50)

dimana air filtrasi tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

α

Cos yo a a − = ∆ +

1 ...(2.49)

dengan,

a = jarak garis AC

∆a = jarak garis CoC

α = sudut kemiringan lereng hilir embung

Harga a dan ∆a yang diperoleh dengan persamaan tersebut dan dengan

pengambilan angka.

) (a a

a C

∆ +

= ...(2.50)

Apabila kemiringan sudut lereng hilir embung lebih kecil dari 300, maka harga a

dapat diperoleh dengan rumus :

2 2

sin cos

cos 

    −       − =

α

α

α

h d d a ...(2.51)
(51)

Gambar 2.7 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung α dengan C

2.7.2 Kapasitas Aliran Filtrasi

Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke

hilir melalui tubuh dan pondasi coverdam. Kapasitas filtrasi mempunyai

batas-batas tertentu yang mana apabila kapasitas filtrasi melampaui batas-batas tersebut, maka

kehilangan air yang terjadi cukup besar, disamping itu kapasitas filtrasi yang besar

dapat menimbulkan gejala sufosi serta sembulan yang sangat membahayakan

kestabilan. Memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi didasarkan pada jaringan

trayektori aliran filtrasi, dapat dihitung dengan rumus (Suyono Sosrodarsono,

2005):

L H K N N Q

p f

f = . . ...(2.52)

dengan,

Nf = jumlah trayektori garis aliran

Np = jumlah trayektori garis equipotensial

(52)

H = perbedaan ketinggian air sepanjang flow net

L = panjang melintang Embung

Qf = kapasitas aliran filtrasi

Kapasitas aliran filtrasi yang mengalir melalui pondasi embung.

Rumus yang digunakan untuk untuk memperkirakan kapasitas filtrasi pada

pondasi adalah sebagai berikut :

     

+ =

T B

T H k

q . . ………...(2.53)

dengan,

q = kapasitas filtrasi perunit panjang embung

k = koefisien filtrasi

H = tinggi tekanan air pori

T = ketebalan lapisan pondasi yang diperhitungkan

B = lebar dari zone kedap air

2.7.3 Gejala Sufosi dan Sembulan

Agar tidak menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat

membahayakan tubuh embung, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh dan

pondasi embung tersebut pada tingkat-tingkat tertentu perlu dibatasi.

Besarnya kecepatan filtrasi dapat diketahui dengan menggunakan metode

jaringan trayektori aliran filtrasi atau dapat pula diperoleh dengan rumus-rumus

(53)

l h k i k

v= . = . 2………...…...(2.54)

dengan,

v = kecepatan pada bidang keluarnya aliran filtrasi

k = koefisien filtrasi

i = gradient debit

h2 = tekanan air rata-rata

l = panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada bidang keluarnya

aliran filtrasi

Suatu kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang

komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butir-butiran

bahan embung pada permukaan tersebut, disebut kecepatan kritis yang secara

teoritis dikembangkan oleh Justin dan diperoleh rumus :

F.Y .g w

c= 1 ………(2.55)

dengan,

c = kecepatan kritis

w1 = berat butiran bahan di dalam air

g = gravitasi

F = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi

(54)

2.8 Sta bilitas Tubuh Embung

Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan

adalah untuk analisis kemantapan lereng. Keruntuhan geser pada tanah/batuan

terjadi akibat gerak relativ antar butirnya dengan demikian dapat dikatakan bahwa

kekuatan geser terdiri atas :

1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan

ikatan antar butirnya.

2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang

bekerja pada bidang geser.

Pada umumnya keruntuhan tubuh bendungan tipe urugan dimulai dengan

terjadinya suatu gejala kelongsoran baik pada lereng hulu maupun lereng hilir.

Perhitungan stabilitas bendungan biasanya dilakukan dengan metode irisan bidang

luncur bundar (slice method on circular slip surface). Andaikan bidang luncur

bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal, maka faktor keamanan dari

kemungkinan terjadinya longsor dapat diperoleh dengan menggunakan rumus

keseimbangan sebagai berikut :

}

{

(

)

+ − − + = e e s T T N U N L C

F . ( )tanφ ... (2.56)

(

) }

{

(

)

+ − − + = α α γ φ α α γ cos . sin . tan sin . cos . . e A V e A L C

Fs ... (2.57)

dengan :

Fs = Faktor keamanan

N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang

(55)

Ne= e W sin α

eW = e . r . A

Te = E . W cos α U

α

T = W sin α

W = Y. A eW

W

S = C + (N-U-Ne)tanΦ

i = b/cos α N = W cos α A

b

T = Beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang

luncur

U = Tekanan pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

Ne = Komponen vertikal beban seismis yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

φ = Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang

luncur

C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur

Z = Lebar setiap irisan bidang luncur

e = Intensitas seismis horisontal

γ = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur A = Luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

α

= Sudut kemiringan rata – rata dasar setiap irisan bidang luncur

V = Tekanan air pori

L = Panjang busur lingkaran longsor

(56)

Gambar 2.9 Skema Perhitungan dengan Metode Irisan Bidang Luncur

Hasil perhitungan keamanan yang didapat dari perhitungan harus lebih

besar dari besarnya angka keamanan yang diizinkan, sedangkan angka keamanan

yang diizinkan adalah sebagai berikut

a. Untuk keadaan gempa ( SF ) = 1,2

b. Untuk keadaan normal ( SF ) = 1,5

Tabel 2.10 Tempat Kedudukan Koordinat Lingkaran Kritis

SLOPE β α1 α2

1 : 0,58 1 : 1 1 : 1,50

1 : 2 1 : 3 1 : 5

60 45 33,80 26,60 18,40 11,30

29 28 26 25 25 25

40 37 35 35 35 35

(57)

BAB III

METODE PERENCANAAN

Pelengkap dari sebuah prosedur dalam suatu perencanaan bangunan

embung untuk menyelesaikan beberapa permasalahan beserta metode-metodenya

di perencanaan Embung Robatal diperlukan data-data sebagai berikut :

3.1. Data Topogr afi

Data topografi adalah data yang terdapat dari suatu peta yang mempunyai

garis kontur lengkap dengan elevasi serta nama-nama daerah dan

bangunan-bangunan yang berdiri di area tersebut. Maksud dan tujuan tahapan pekerjaan

pengukuran dan pemetaan topografi adalah untuk mendapatkan gambaran rencana

lokasi Embung Robatal yang berlokasi di Desa Robatal, Kecamatan Robatal,

Kabupaten Sampang.

Lokasi studi Embung Robatal ini terletak di 7° 0’ 30” Lintang Selatan -

113° 18’ 0” Bujur Timur berada di wilayah:

Dusun : Terajan

Desa : Robatal

Kecamatan : Robatal

(58)

46

Secara administratif Desa Robatal berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara dengan Desa Gunung Rancak

b. Sebelah Barat dengan Desa Jregung dan Desa Tragih

c. Sebelah Timur dengan Desa Lapele

d. Sebelah Selatan dengan Desa Bapele

Untuk lebih jelasnya lokasi embung dapat dilihat pada gambar

Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal

LOKASI EMBUNG

St. Hujan

(59)

3.2. Data Hidr ologi

Analisa hidrologi merupakan parameter yang sangat penting bagi

perencanaan dimensi konstruksi dan prediksi operasi pemenuhan kebutuhan air

irigasi maupun air baku, oleh sebab itu pemilihan metode dan data yang

diperlukan perlu disesuaikan dengan karakteristik daerah setempat.

Beberapa hal yang menjadi dasar dan pertimbangan dalam analisis dan

perhitungan hidrologi ini adalah :

1. Jumlah stasiun penakar hujan yang digunakan dalam analisa hidrologi pada

perencanaan Embung Robatal di Kabupaten Sampang ini adalah 2 (dua),

yaitu:

a. Stasiun Banyuates,

b. Stasiun Omben,

2. Data curah hujan harian yang terekam pada masing-masing stasiun penakar

hujan yang bisa digunakan untuk analisis adalah 10 (sepuluh) tahun, yaitu

periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2006. Sebelum digunakan untuk

analisis lebih lanjut, data-data tersebut terlebih dahulu diuji mengenai

kelengkapan dan konsistensinya.

3. Berdasarkan map studi didapatkan parameter Daerah Aliran Sungai (DAS)

Embung Robatal adalah sebagai berikut :

Nama sungai : Sungai Terajan

Luas DAS : 1,27 km2

(60)

48

Luas DAS dihitung dari titik bantu rencana bangunan, dimana penentuan

titik lokasi rencana bangunan pada peta rupa bumi menggunakan alat bantu

GPS (Global Positioning System).

4. Untuk analisis debit banjir digunakan metode antara lain metode Nakayasu,

yang merupakan metode untuk transformasi dari data hujan menjadi data

debit, yang selanjutnya juga akan dibandingkan dengan debit banjir yang

didapatkan dari data hasil pencatatan debit limpasan (overflow) dan

pengambilan (intake) pada bendung yang terletak di downstream rencana

embung apabila data tersedia.

3.3. Data Geologi dan Mekanika Tanah

Penelitian data geologi bertujuan untuk mengkaji dan mengklarifikasi

kondisi geologi permukaan dan bawah permukaan, sifat-sifat fisik dan mekanika

batuan serta uji dan analisa laboratorium yang merupakan data penunjang untuk

penentuan as embung, kolam waduk dan sekitarnya, termasuk lokasi borrow area

dan quarry area. Klarifikasi kondisi geologi ini dimaksudkan untuk mendapatkan

gambaran dan data teknis yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi calon

lokasi as embung dan waduk yang layak serta memadai baik teknis maupun

ekonomis.

3.3.1. Pemetaan Geologi

Survei geomorfologi bertujuan mengetahui bentang alam yang ada di

(61)

direncanakan. Inventarisasi gejala struktur geologi bertujuan untuk mengetahui

gejala struktur geologi yang berkembang di daerah rencana waduk yang meliputi

rencana as urugan embung, daerah genangan, sehingga rekomendasi untuk

perencanaan desain as embung bisa diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kebocoran dan retakan pada tubuh as embung apabila didirikan

bangunan teknik/sipil. Sedangkan survei stratigrafi meliputi pemetaan detail

satuan batuan yang berada di daerah rencana genangan dan tubuh as embung,

untuk mengetahui urut-urutan stratigrafi dan pembentukan batuan, tingkat

porositas dan permeabilitas batuan (secara relativ), posisi batuan dasar (bed rock)

(62)

50

3.4Flow Cha r t

Tidak Mulai

Analisa hidrologi dengan menggunakan metode : 1. Analisa Curah Hujan Rata-Rata

2. Analisa Frekuensi Curah Hujan 3. Uji Kesesuaian Distribusi Frekusensi

Pengumpulan data : 1. Data Topografi 2. Data Hidrologi

3. Data Geologi dan Mekanika Tanah

Perhitungan debit banjir rencana Metode Nakayasu

Perencanaan dimensi embung 1. Tipe embung

2. Penentuan dimensi tubuh embung

Selesai

Perhitungan Stabilitas Embung Robatal

1.

(

)

ΣT

.tanφ U N ΣC.L

SF= + − > 1,5

(Pada Kondisi Normal)

2.

(

)

(

T Te

)

Σ .tanφ U -Ne N ΣC.L SF + − +

= > 1,2

(Pada Kondisi Gempa)

(63)

BAB III

METODE PERENCANAAN

Pelengkap dari sebuah prosedur dalam suatu perencanaan bangunan

embung untuk menyelesaikan beberapa permasalahan beserta metode-metodenya

di perencanaan Embung Robatal diperlukan data-data sebagai berikut :

3.1. Data Topogr afi

Data topografi adalah data yang terdapat dari suatu peta yang mempunyai

garis kontur lengkap dengan elevasi serta nama-nama daerah dan

bangunan-bangunan yang berdiri di area tersebut. Maksud dan tujuan tahapan pekerjaan

pengukuran dan pemetaan topografi adalah untuk mendapatkan gambaran rencana

lokasi Embung Robatal yang berlokasi di Desa Robatal, Kecamatan Robatal,

Kabupaten Sampang.

Lokasi studi Embung Robatal ini terletak di 7° 0’ 30” Lintang Selatan -

113° 18’ 0” Bujur Timur berada di wilayah:

Dusun : Terajan

Desa : Robatal

Kecamatan : Robatal

(64)

46

Secara administratif Desa Robatal berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara dengan Desa Gunung Rancak

b. Sebelah Barat dengan Desa Jregung dan Desa Tragih

c. Sebelah Timur dengan Desa Lapele

d. Sebelah Selatan dengan Desa Bapele

Untuk lebih jelasnya lokasi embung dapat dilihat pada gambar

Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal

LOKASI EMBUNG

St. Hujan

(65)

3.2. Data Hidr ologi

Analisa hidrologi merupakan parameter yang sangat penting bagi

perencanaan dimensi konstruksi dan prediksi operasi pemenuhan kebutuhan air

irigasi maupun air baku, oleh sebab itu

Gambar

Gambar 2.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (CD. Soemarto 1995)
Gambar 2.2 Grafik Lengkung Kapasitas (Soedibyo, 2003)
Gambar 2.3 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan (Suyono Sosrodarsono, 2005)
Gambar 2.4  Garis Depresi Pada Embung Homogen
+7

Referensi

Dokumen terkait

menampung air dalam suatu waduk dan kemudian dioperasikan selama musim kering untuk berbagai kebutuhan berdasarkan poteni air yag cukup dan ditopang kondisi alamiah di lokasi

Untuk itu sebagai alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan air, berdasarkan pada bentuk topografi dan curah hujan daerah tersebut adalah dengan menbangun embung untuk

Hasil perhitungan neraca air menunjukkan bahwa volume tampungan embung sebesar 162.636,19 m 3 dapat mencukupi kebutuhan air irigasi saat debit sungai mengalami

musim hujan dan menekan resiko banjir. Memperbesar peresapan air ke dalam tanah. Kolam embung akan menyimpan air di musim hujan dan kemudian air dimanfaatkan oleh masyarakat

1) Analisa hidrologi menggunakan metode distribusi Log Pearson type III dimana didapatkan tinggi hujan maksimum sebesar 128,6961 mm. Debit banjir rencana menggunakan

Hasil perhitungan neraca air menunjukkan bahwa volume tampungan embung sebesar 162.636,19 m 3 dapat mencukupi kebutuhan air irigasi saat debit sungai mengalami

Sebuah embung berfungsi sebagai peninggi muka air dan penyimpanan di musim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar yang melebihi kebutuhan baik untuk

Embung adalah bangunan yang terletak melintang sungai yang berfungsi untuk menyimpan air dimusim hujan dan menyalurkannya dimusim kemarau sesuai kebutuhan.Pada tugas akhir