KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Per syaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Pr ogram Studi Teknik Sipil
Oleh :
DONNY IRIAWAN
0553010016
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir
ini dengan judul ”Perencanaan Tubuh Embung Robatal, Kecamatan Robatal,
Kabupaten Sampang”.
Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi tugas akademik dan
memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN ” Veteran ” Jawa Timur.
Dalam menyesaikan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan serta
bantuan yang sangat bermanfaat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Ibu Ir. Naniek Ratni JAR, M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
2.
Bapak Ibnu Sholichin,ST.,MT selaku Ketua Program studi Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
3.
Ibu DR. Ir. Minarni N T., MT selaku dosen pembimbing utama Tugas Akhir
Akhir yang telah memberikan segenap pengetahuannya guna penyelesaian
tugas akhir ini.
5.
Bapak Ir. Hendrata Wibisana, MT selaku dosen wali yang banyak
memberikan nasehat dan dorongan.
6.
Ibu Dra. Anna Rumintang, MT selaku dosen pembimbing Kerja Praktek
(KP) yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya.
7.
Para Dosen dan Staff pengajar yang telah memberikan bekal ilmu dan
pengetahuan yang amat berguna.
8.
Keluarga besar, terutama kedua orang tua, adik, dan kakak yang telah
meberikan support dalam bentuk apapun tanpa henti.
9.
Semua teman-teman Teknik Sipil yang telah memberi motifasi dan
dorongan.
Dan sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surabaya, Desember 2011
ABSTRAK
PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL,
KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG
Oleh :
DONNY IRIAWAN
NPM. 0553010016
Embung adalah bangunan yang berfungsi menampung air hujan untuk persediaan suatu
desa di musim kering, serta mengontrol suatu debit air yang sengaja dibuat untuk
meningkatkan taraf muka air untuk mendapatkan tinggi terjun sehingga air dapat
dialirkan secara teratur dan terkontrol dalam pembagiannnya.
Lokasi rencana embung terletak di Desa Dusun Terajan, wilayah kecamatan Robatal,
Kabupaten Sampang. Embung robatal ini memiliki dua stasiun hujan yaitu,Stasiun hujan
Banyuates dan Stasiun hujan Omben. Embung Robatal dialiri sungai Terajan dengan
luas DAS sebesar 1,27 km
2, dan memiliki panjang sungai ±1,6 km.
Dari hasil analisa Embung Robatal ini didesain dengan tubuh embung tipe urugan tanah
homogen dengan elevasi dasar sungai + 74,00 dan menggunakan Q
100=
20,97 m
3/dt.
Dari perencanaan didapatkan hasil sebagai berikut : elevasi MOL + 76,63; elevasi NWL
+ 82,85; elevasi HWL + 83,20; dan elevasi puncak mercu bendung + 85,238; lebar Main
Dam 5,24 m; tinggi embung 11,238 m.
Setelah dilakukan analisa stabilitas tubuh embung, ternyata dimensi embung yang
direncanakan aman terhadap gaya-gaya yang timbul oleh adanya aliran filtrasi dan
bahaya longsor.
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Perumusan Masalah ...
2
1.3 Maksud dan Tujuan ...
2
1.4 Batasan Masalah ...
3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ...
4
2.1 Analisa Hidrologi ...
4
2.1.1 Analisa Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran ...
4
2.1.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan ...
6
2.1.3 Pemeriksaan Kesesuaian Distribusi Frekuensi ...
14
2.1.4 Distribusi Curah Hujan Efektif Jam-Jaman ... ...
17
2.1.6 Hujan Netto ...
19
2.1.7 Hidrograf Satuan Sintetis Metode Nakayasu ... .
20
2.2 Analisa Kapasitas Tampungan .... ...
22
2.3 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah .... ...
23
2.4 Analisa Perencanaan Bangunan Embung ...
29
2.4.1 Tipe Embung... ..
29
2.5 Penentuan Dimensi Tubuh Embung .... ...
30
2.5.1 Tinggi Jagaan... ...
30
2.5.2 Elevasi Puncak Embung ...
31
2.5.3 Lebar Puncak Embung... .
32
2.5.4 Penentuan Lebar Main Dam... .
32
2.5.5 Analisa Kegempaan... ...
33
2.5.6 Kemiringan Lereng Tubuh Embung...
34
2.6 Perencanaan Pelindung Tubuh Embung ( Protection Zone ) ...
34
2.6.1 Kriteria Pelindung Tubuh Embung (Geotekstil) ...
35
2.7 Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi ...
35
2.7.1 Analisa Formasi Garis Depresi pada Embung ...
36
2.7.2 Kapasitas Aliran Filtrasi ...
39
2.7.3 Gejala Sufosi dan Sembulan ...
40
3.1 Data Topografi ... 45
3.2 Data Hidrologi ... 47
3.3 Data Geologi dan Mekanika Tanah ... 48
3.3.1 Pemetaan Geologi ...
48
3.4 Flow Chart ...
50
BAB IV PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ... 51
4.1 Analisa Hidrologi ... 51
4.2 Perhitungan Curah Hujan Rerata Daerah ... 53
4.3 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi ... 57
4.3.1 Metode Smirnov Kolmogorov ...
58
4.3.2 Metode Chi Kuadrat ...
59
4.4 Hujan Efektif ... 61
4.5 Perhitungan Debit Banjir Nakayasu ... 63
4.6 Analisa Kapasitas Tampungan ... 76
4.7 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah ... 79
4.8 Penentuan Perhitungan Flood Routing ... 83
4.9 Perencanaan Teknis Embung ... 88
4.9.1 Pemilihan Tipe Embung Utama ...
88
4.9.2 Penentuan Elevasi-Elevasi Rencana ...
88
4.9.4 Analisa Gempa ...
93
4.9.5 Bahan Timbunan Tubuh Embung ...
94
4.10 Perhitungan Stabilitas Tubuh Embung ... 95
4.10.1 Stabilitas Tubuh Embung Terhadap Alian Filtrasi ...
95
4.10.2 Penentuan Garis Depresi ...
95
4.10.3 Perhitungan Kapasitas Aliran Filtrasi ...
98
4.10.4 Stabilitas Terhadap Gejala Sofusi (Piping) ...
99
4.11 Analisa Stabilitas Lereng Tubuh Embung ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 107
Tabel 2.1 Nilai Variable Reduksi Gauss... 8
Tabel 2.2 Hubungan Reduced Standart Deviasion Sn dan Yn Dengan
Besarnya Sample n ... 9
Tabel 2.3 Harga “Reduced Variate” ( It ) pada cara gumbel ... 10
Tabel 2.4 Harga G Pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Positif) ... 12
Tabel 2.5 Harga G Pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Negatif ) .... 13
Tabel 2.6 Nilai Delta Kritis (d
cr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ... 15
Tabel 2.7 Harga Untuk Uji Kai Kuadrat ... 17
Tabel 2.8 Angka Koefisien Pengaliran DAS ... 19
Tabel 2.9 Lebar Puncak Tubuh Embung ... 32
Tabel 2.10 Tempat Kedudukan Koordinat Lingkaran Kritis ... 44
Tabel 4.11 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Daerah Stasiun Banyuates
Maksimum ... 51
Tabel 4.12 Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata Daerah Stasiun Omben
Maksimum ... 52
Tabel 4.13 Curah Hujan Rata-Rata Daerah Embung Robatal ... 52
Tabel 4.14 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Rencana ... 53
Tabel 4.15 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan ... 55
Tabel 4.16 Nilai K Sebaran Person III Untuk Cs > 1 ... 57
Tabel 4.18 Perhitungan Uji Kesesuaian Distribusi Secara Horizontal Dengan
Metode Smirnov Kolmogorov ... 58
Tabel 4.19 Uji Distribusi Chi Kuadrat ... 59
Tabel 4.20 Perhitungan Curah Hujan Efektif ... 61
Tabel 4.21 Distribusi Hujan Efektif Setiap Jam ... 63
Tabel 4.22 Persamaan Lengkung Hidrograf Nakayasu ... 65
Tabel 4.23 Ordinat HSS Nakayasu Embung Robatal ... 66
Tabel 4.24 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang
2 Tahun ... 69
Tabel 4.25 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang
5 Tahun ... 70
Tabel 4.26 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang 73
10 Tahun ... 71
Tabel 4.27 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang
25 Tahun ... 72
Tabel 4.28 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang
50 Tahun ... 73
Tabel 4.29 Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu Untuk Kala Ulang
100 Tahun ... 74
Tabel 4.30 Perhitungan Lengkung Kapasitas DAS Robatal ... 76
Tabel 4.31 Perhitungan Debit Yang Melimpah di Atas Spillway ... 82
Tabel 4.34 Titik-Titik Koordinat Garis Depresi ... 97
Tabel 4.35 Stabilitas Lereng Hulu Saat Selesai Dibangun ... 102
Tabel 4.36
Stabilitas Lereng Hulu Saat HWL ... 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 22
Gambar 2.2 Grafik Lengkung Kapasitas ... 23
Gambar 2.3 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan ... 29
Gambar 2.4 Garis Depresi Pada Embung Homogen ... 36
Gambar 2.5 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (Sesuai dengan garis
parabola) ... 37
Gambar 2.6 Beberapa Cara Untuk Memperoleh Harga ”α” Sesuai Dengan
Sudut Bidang Singgungnya (α) ... 38
Gambar 2.7 Garis Hubungan Antara Sudut Bidang Singgung
α
Dengan C. 39
Gambar 2.8 Cara Menentukan Besarnya Harga N dan T ... 43
Gambar 2.9 Skema Perhitungan Dengan Metode Irisan Bidang Luncur ... 44
Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal ... 46
Gambar 4.11 Grafik Kesesuaian Uji Distribusi ... 60
Gambar 4.12 Kurva Unit Hidrograf Banjir Embung Robatal ... 68
Gambar 4.13 Kurva Hidrograf Banjir ... 75
Gambar 4.14 Grafik Lengkung Kapasitas DAS Robatal ... 78
Gambar 4.15 Grafik Hubungan Antara storage, Outflow dan (S+O/2.Δ t) .... 85
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Embung adalah bangunan air yang mempunyai bangunan pelengkap
lainnya yang mempunyai fungsi utama menampung dan mengontrol suatu debit
air yang sengaja dibuat untuk meningkatkan taraf muka air untuk mendapatkan
tinggi terjun sehingga air dapat dialirkan secara teratur dan terkontrol dalam
pembagiannya.
Kondisi topografi Kabupaten Sampang berada di daerah pantai, daratan,
dan pegunungan bergelombang dengan variasi elevasi ± 1,50 – 3,00 dari
permukaan laut pasang. Dengan kondisi demikian maka di daerah ini perlu
dibangun suatu embung yang berfungsi menampung air pada musim hujan dan
dapat dimanfaatkan pada musim kemarau untuk kebutuhan air baku. Potensi
lokasi sumber air yang dapat dijadikan embung salah satunya adalah di Sungai
Terajan, merupakan sungai kecil yang mengalir diantara perbukitan disekitar
Dusun Terajan Desa Robatal.
Di daerah aliran sungai (DAS) sungai Terajan pada musim hujan
mengalami kelebihan air hingga menimbulkan genangan air bahkan banjir, yang
pada akhirnya air terbuang sia-sia ke laut, sedangkan pada musim kemarau terjadi
kekeringan dan kekurangan air bersih. Berdasarkan map studi didapatkan
Nama sungai : Sungai Terajan
Luas DAS : 1,27 km2
Panjang sungai : ± 1,6 km
1.2. Per umusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang yang
dijelaskan diatas, adalah :
1. Bagaimana merencanakan dimensi suatu embung agar pada saat
mengalami peningkatan debit air atau melebihi kapasitas suatu bendung
yang direncanakan tidak merusak konstruksi embung?
2. Bagaimana merencanakan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang
bekerja pada embung?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dibangunnya Embung Robatal adalah :
1. Embung yang direncanakan dapat menampung air dengan tetap memiliki
konstruksi embung yang kuat meskipun debit melebihi kapasitas sungai.
2. Perencanaan embung diharapkan mampu menahan serta mengendalikan
debit banjir yang ditimbulkan pada saat musim hujan dan pada saat
1.4. Bata san Masalah
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Perencanaan
Tubuh Embung Robatal, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Propinsi Jawa
Timur“ dan mengingat luasnya masalah yang berkaitan dengan bendung, Maka
batasan masalah pembahasan ini meliputi :
1. Perencanaan dimensi embung
2. Data curah hujan yang digunakan dari mulai tahun 1997 sampai tahun
2006 (10 tahun).
3. Peninjauan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang bekerja.
4. Tidak menghitung atau merencanakan pelindung tubuh embung dengan
geotekstil (type benftofit).
5. Tidak membahas segi ekonominya.
6. Data hanya terbatas pada Data Sekunder
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Analisa Hidr ologi
Tujuan utama dari analisa hidrologi antara lain adalah untuk mendapatkan
nilai curah hujan daerah dan frekuensinya yang selanjudnya dipergunakan sebagai
dasar dalam perhitungan debit banjir rencana sehingga dengan adanya nilai debit
rencana yang ada embung dapat direncanakan dimensinya sesuai besarnya debit
banjir yang ada.
2.1.1 Analisa Cur ah Hujan Rata-Rata Daer ah Alir an
Dalam perencanaan debit banjir data yang diperlukan adalah hasil dari
rata-rata curah hujan diseluruh daerah aliran sungai. Beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran sungai antara lain :
1) Metode Rerata Aritmatik
Tinggi rata – rata curah hujan didapatkan dari nilai rata – rata curah hujan
dari setiap stasiun pengamat hujan yang ada. Metode ini dipakai apabila daerah
aliran sungai merupakan daerah yang datar dan jumlah satasiun pengamat hujan
cukup banyak dan tersebar disekitar daerah aliran (DR. Suyono Sosrodarsono,
2005).
) Rn ... R3
R2 R1 ( n 1
R = + + + + ...(2.1)
dengan,
R1, R2, ... Rn = Tinggi curah hujan tiap stasiun pencatat hujan (mm) n = Jumlah stasiun pengamat
2) Metode Polygon Thiessen
Dengan melakukan penakaran ataupun pencatatan pada alat penakar hujan,
hanyalah didapatkan curah hujan di suatu titik tertentu. Bila dalam suatu areal
terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka untuk
mendapatkan harga curah hujan areal pada studi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Metode Polygon Thiessen, cara ini didasarkan atas cara rata-rata
timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah
pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus
terhadap garis penghubung antara dua pos penakar hujan.
Metode ini digunakan bila jumlah stasiun pencatat hujan yang ada hanya
sedikit dan letaknya tidak merata didaerah aliran sungai (DR. Suyono
Sosrodarsono, 2005) adalah:
A
A . ...R A
. R A . R
R = 1 1 + 2 2 + n n ...(2.2)
dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
A = Luas daerah aliran sungai (Km2)
3) Metode Isohyet
Metode Isohyet adalah metode dimana pengambilan garis-garis tegak
lurus sebagai penghubung antara tempat-tempat pos penakar hujan. Pengambilan
garis isohyet akan lebih mudah jika dari beberapa pos penakar hujan mempunyai
pengamatan tinggi curah hujan yang hampir sama akan tetapi jika banyaknya pos
penakar hujan mempunyai banyak perbedaan ataupun bervariasi maka akan
menjadi lebih sulit untuk pada pengambilan garis isohyet. (DR. Suyono
Sosrodarsono, 2005) adalah :
n 2 1 n n 2 2 1 1 A ... ... A A A . R ... A . R A . R R + + + + = ...(2.3) dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, ... Rn = Curah hujan rata-rata pada bagian A1, A2, ... An (mm) A1, A2, ... An = Luas bagian antara garis-garis Isohiet (Km2)
2.1.2 Analisa Fr ekuensi Cur ah Hujan
Untuk mencari distribusi yang cocok dengan data yang tersedia dari
pos-pos penakar hujan yang ada di sekitar lokasi pekerjaan perlu dilakukan analisis
frekuensi. Analisa frekuensi dapat dilakukan dengan seri data hujan maupun data
debit.
Dalam perencanaan ini metode analisa frekuensi yang digunakan adalah :
1. Metode Distribusi Normal
2. Metode Distribusi Gumbel.
Dari hasil ketiga metode tersebut dipilih harga yang paling mungkin
terjadi yaitu melihat kriteria dari metode non parameter.
1. Metode Distribusi Normal
Metode Distribusi Normal berfungsi menentukan tinggi curah hujan
dengan periode ulang tertentu (Sri Harto Br) sebagai berikut :
k . Sx x
XT = + ...(2.4) dengan,
XT = Perkiraan tinggi curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang tertentu.
x = Nilai rata-rata variate
Sx = Deviasi standart nilai variate
K = Faktor frekuensi merupakan fungsi dari pada periode ulang dan tipe
model matematik dari distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang (Tabel 2.1)
Urutan perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Mencari harga
n X
X=
∑
i ...(2.5)b. Mencari harga deviasi standart
( )
(
)
1 -nX -X Sx
2 i
∑
= ...(2.6)
c. Mencari harga K dapat dilihat dari Tabel 2.1
d. mencari harga curah hujan dengan kala T tahun (XT)
k . Sx X
Tabel 2.1. Nilai variabel reduksi Gauss
Periode ulang
T (tahun) Peluang K
... 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000 10,000 25,000 50,000 100,000 200,000 ... ... 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,500 0,200 0,010 0,005 ... ... -0,25 0,00 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 ...
Sumber : Soewarno, 1995
2. Metode Distribusi Gumbel
Chow dalam Soemarto (1986) menyarankan agar variate X yang
menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini :
X T = X + K . SX ...(2.8) dengan,
XT = Besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun (mm)
X = Curah hujan rata-rata (mm)
Sx = Standar deviasi
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return
Faktor frekuensi K untuk harga-harga ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus
berikut :
Sn Yn Yt
K= − ………....(2.9)
dengan,
YT = Reduced variete sebagai fungsi periode ulang T
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n (Tabel 2.2) Sn = Reduced standart deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n Dengan mensubstitusi kedua persamaan di atas diperoleh :
Sx . Sn
Yn Yt X XT
− +
= ………..(2.10)
Tabel 2.2. Hubungan ”Reduced Standart Deviasion” Sn dan Yn Dengan Besarnya Sample n
N Yn Sn N Yn Sn
8 0.4843 0.9043 20 0.5236 1.0628
9 0.4902 0.9288 21 0.5252 1.0696
10 0.4952 0.9496 22 0.5268 1.0754
11 0.4996 0.9676 23 0.5283 1.0811
12 0.5035 0.9833 24 0.5296 1.0864
13 0.5070 0.9971 25 0.5309 1.0915
14 0.5100 1.0095 26 0.5320 1.0961
15 0.5128 1.0206 27 0.5332 1.1004
16 0.5157 1.0316 28 0.5343 1.1047
17 0.5181 1.0411 29 0.5353 1.1086
18 0.5202 1.0493 30 0.5362 1.1124
19 0.5220 1.0565 31 0.5371 1.1159
Tabel 2.3. Harga ”Reduce variate” (It) pada cara Gumbel
T (tahun) (Yt)
1.001 1.01 1.5 2 5 10 15 25 50 100 200 300 500 1000 -0.2 -0.1572 -0.016 0.4125 1.4999 2.2502 2.6102 3.2758 3.9012 4.6001 5.2958 5.8602 6.2018 6.9073
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2006
3. Metode Log Pearson Type III
Untuk perhitungan frekuensi curah hujan rencana dengan Metode Log
Pearson III untuk perencanaan bangunan air (Suyono Sosrodarsono, 2005) dapat
dijelaskan sebagai berikut :
SLogx . K x Log X
Log T = + ...(2.11) dengan,
XT = Curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
x
Log = Harga rata-rata curah hujan rencana
Sx = Standart deviasi
K = Koefisien, yang harganya tergantung pada nilai asimetri (Cs)
Urutan perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Mencari harga Logx
n x Log x Log 1
∑
= = n i ...(2.12)b. Mencari harga : ( Log x - Logx), (Log x - Logx)2,( Log x - Logx)3
c. Mencari harga standart deviasi (SLogx)
(
)
1 -n x Log x Log SLog n 1 -i 2 x∑
= ...(2.13)d. Mencari harga asimetri (Cs)
(
)
Tabel 2.4 Harga G pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Positif)
Kala Ulang
1.010 1.052 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000
Cs Kemungkinan Terjadinya Banjir (%)
99.00 95.00 90.00 80.00 50.00 20.00 10.00 4.00 2.00 1.00 0.50 0.10
Tabel 2.5 Harga G pada Distribusi Log Pearson III (Untuk Cs Negatif )
Kala Ulang
1.010 1.052 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000
Cs Kemungkinan Terjadinya Banjir (%)
99.00 95.00 90.00 80.00 50.00 20.00 10.00 4.00 2.00 1.00 0.50 0.10 -0.0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 -0.1 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 -0.2 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810 -0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.4 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540 -0.5 -2.686 -1.774 -1.323 -0.808 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400 -0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275 -0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -1.0 -3.022 -1.877 -1.340 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.745 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 1.713 -1.2 -3.149 -1.190 -1.340 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.3 -3.211 -1.925 -1.339 -0.719 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 1.545 -1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465 -1.5 -3.330 -1.951 -1.333 -0.690 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.318 1.351 1.373 -1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.875 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.660 0.268 0.808 0.970 1.075 1.116 1.140 1.155 1.205 -1.8 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -1.9 -3.553 -1.989 -1.310 -0.627 0.294 0.788 0.920 0.996 1.023 1.037 1.044 1.065 -2.0 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.946 0.949 0.955 -2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 0.874 -2.4 -3.800 -2.011 -1.262 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.830 0.832 0.833 0.838 -2.5 -3.845 -2.012 -1.290 -0.518 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 0.775 -2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.376 0.681 0.724 0.738 0.740 0.740 0.741 0.748 -2.8 -3.973 -2.010 -1.210 -0.460 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 0.722 -2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.440 0.330 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 0.695 -3.0 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.390 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668
2.1.3 Pemer iksaan Kesesuaian Distr ibusi Fr ekuensi
Uji kesesuaian distribusi frekuensi adalah pemeriksaan dari hasil
pengamatan dengan model distribusi frekuensi yang diharapkan atau yang
diperoleh secara teoritis.
Dalam perencanaan ini menggunakan beberapa metode yaitu : Metode
Smirnov-Kolmogorof dan Metode Chi-Kuadrat (Chi-Square)
1. Metode Smirnov-Kolmogorof
Pengujian distribusi metode Smirnov Kolmogorov didasarkan pada
perhitungan probabilitas dan plotting data untuk mengetahui data yang
mempunyai simpangan terbesar.
a. Probabilitas dihitung dengan rumus Weibull (Subarkah, 1980) sebagai berikut:
100% x 1 m
n P
+
= ………(2.15)
dengan,
P = probabilitas
m = nomor urut data seri yang telah disusun
n = besarnya data
b. Menghitung nilai G untuk mengetahui probabilitas dari data yang mempunyai
simpangan terjauh berdasarkan persamaan berikut :
Log X = Log X + G x S ...(2.16)
Dari Tabel Log Pearson III didapatkan harga Pr
c. Pengujian kesesuaian Metode Smirnov-Kolmogorov dilakukan dengan
Px = 1 - (Pr) ...(2.17)
Δ max = Sn – Px ...(2.18) dengan,
Δ max = selisih maksimum antara peluang empiris antara peluang dan peluang teoritis
Sn = peluang teoritis
Px = peluang empiris
Nilai Δ kritis untuk uji Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada Tabel 2.6 Tabel 2.6. Nilai Delta Kritis (dcr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov
α
ν 0.2 α ( Derajat Kepercayaan ) 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.67
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n>50 n
07 . 1 n 22 . 1 n 36 . 1 n 63 . 1
Sumber : Soewarno, 1995
Syarat distribusi dapat diterima jika Δ max < Δ kritis. 2. Metode Chi-Kuadrat (Chi-Square)
Uji kesesuaian Metode Chi-Kuadrat dilakukan dengan terlebih dahulu
a. Mencari nilai X dengan probabilitas 80%, 60%, 40% dan 20%, dengan
mencari nilai G pada tiap probabilitas dari Tabel Log Pearson III hubungan
antara nilai Skewness dengan probabilitas yang dimaksud.
b. Menghitung nilai X untuk menentukan batas kelas dengan rumus sebagai
berikut :
Log X = log + G. Sd ...(2.19)
c. Menentukan jumlah kelas pengamatan dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah kelas = 1 + 3,3 Log . n
d. Menentukan frekuensi pengamatan dari data curah hujan harian maksimum
dengan batasan sebagaimana hasil perhitungan di atas
e. Uji kesesuaian Metode Chi Square menggunakan rumus sebagai berikut:
(
)
∑
−=
Ej Ej OJ X
2
2 ...(2.20)
dengan,
X2 = harga chi kuadrat.
Ej = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai
dengan pembagian kelasnya (= 20% x n).
Oj = frekuensi terbaca pada kelas yang sama.
Tabel 2.7. Harga untuk Uji Chi Kuadrat
Degrees
Probability of Deviation Greater Than X2
Of Freedom
0.2 0.1 0.05 0.01 0.001
1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827
2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815
3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268
4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465
5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517
6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457
7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322
8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125
9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877
10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588
11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264
12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909
13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528
14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123
15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697
16 20.465 23.524 26.296 32 39.252
17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79
18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312
19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82
20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315
Sumber : CD. Soemarto, 1995
2.1.4 Distr ibusi Cur ah Hujan Efektif J am-J aman
Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka
dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 6 jam sehari.
Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe (DR.
Suyono Sosrodarsono, 2005) :
dengan,
Rt = Intensitas hujan rerata dalam t jam (mm/jam)
R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari (mm) t = Waktu mulai hujan (jam)
2.1.5 Koefisien Pengalir an
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi
daerah aliran sungai dan karakterstik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Kondisi
dan karakteristik dimaksud adalah :
- Keadaan hujan
- Luas dan bentuk daerah aliran
- Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
- Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
- Kebasahan tanah
- Suhu udara dan angin serta evaporasi
- Tata guna tanah
Koefisien pengaliran seperti yang disajikan pada Tabel 2.8 didasarkan
pada suatu pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada
Tabel 2.8 Angka Koefisien Pengaliran DAS
Kondisi DAS Angka Pengaliran (C)
Daerah pegunungan dengan kemiringan tinggi 0,75 – 0,90
Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80
Daerah hutan dan bergelombang 0,50 – 0,75
Dataran dataran dengan ditanami 0,45 – 0,60
Daerah persawahan 0,70 – 0,80
Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
Sungai kecil didaerah dataran 0,45 – 0,75
Sungai dengan daerah aliran sungai yang besar 0,50 – 0,75
Sumber : Suyono Sosrodarsono, 2005
Dari hasil pengamatan kondisi di lapangan pada DAS Embung Robatal,
maka dapat disimpulkan bahwa DAS Embung Robatal berada pada daerah hutan
dan bergelombang sehingga mempunyai nilai koefisien limpasan (C) adalah
sebesar C = 0,75.
2.1.6 Hujan Netto
Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan
langsung (direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan permukaan
(surface run-off) dan interflow (air yang masuk ke dalam lapisan tipis dibawah
permukaan tanah dengan permeabitas rendah, yang keluar lagi ditempat yang
lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan). Dengan menganggap
bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses
linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan
Rn = C x R...(2.22) dengan,
Rn = Hujan netto (mm) C = Koefisien limpasan
R = Intensitas curah hujan (mm)
2.1.7 Hidr ogr af Satuan Sintetis Metode Naka yasu
Nakayasu menurunkan rumus hidrograf satuan sintetik berdasarkan hasil
pengamatan dan penelitian pada beberapa sungai di Jepang. Besarnya nilai debit
puncak hidrograf satuan dihitung dengan rumus :
) T Tp (0,3 x 3,60
C.A.R Qp
0,3 0
+
= ………..(2.23)
α.tg
T
0,3=
………...(2.24)dengan,
Qp = Debit (m3/det) C = Koefisien pengaliran
A = Luas daerah aliran sungai (km2) R0 = Hujan satuan (mm)
TP = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak
hidrograf satuan (jam)
T 0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai debit menjadi 30% dari debit puncak hidrograf
satuan (jam)
Nilai α ditentukan berdasarkan :
• α = 1 : untuk daerah pengaliran biasa
• α = 1,5 : bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun cepat.
• α = 3 : bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun lambat.
Pada bagian lengkung naik, besarnya nilai hidrograf satuan dihitung
dengan persamaan :
4 , 2 Tp t . Qp Qa = ………(2.25)
dan dinyatakan dalam m3 /detik.
Pada bagian lengkung turun yang, hitungan limpasan permukaannya adalah:
1. untuk Qd > 0,30.Qp,
0,3 T Tp t Qp.0,30 Qd − = ……….…...(2.26)
2. untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp,
3 , 0 3 , 0 T . 5 , 1 ) T . 5 , 0 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − = ……….………...(2.27)
3. untuk 0,302 Qp > Qd,
3 , 0 3 , 0 T . 2 ) T 5 , 1 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − = ……….……….…………(2.28) dengan,
Qd = Debit (m3/det)
Menurut Nakayasu, waktu naik hidrograf bergantung dari waktu
konsentrasi, dan dihitung dengan persamaan :
tr . 8 , 0 tg
Tp= + ……….……...(2.29)
dengan,
tg = Waktu konsentrasi (jam)
Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) :
Jika L < 15 km : tg=0,21.L0,70
Jika L > 15 km : tg=0,4+0,058.L
Gambar 2.1 Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (CD. Soemarto 1995)
2.2 Analisis Kapasitas Tampungan
Analisa kapasitas tampungan dilakukan untuk mendapatkan gambaran
kapasitas tampungan atau genangan dan juga luas daerah genangan yang
diusulkan. Kapasitas tampungan/genangan dapat dicari dengan memakai bantuan
data kontur topografi yang didapat dari hasil survey topografi. Perhitungan yang
digunakan dalam menghitung kapasitas genangan/tampungan adalah
menggunakan rumus :
tr i
t
Qp
0,3 Qp
0,32 Qp Tp T 0,3 1,5 T 0,3 0,8 tr t s
Naik Turun
Q
(
)(
)
{
Fn Fn hn hn}
V =Σ 0,5 + +1 . +1− ... (2.30) dengan :
V = Volume antara 2 kontur yang berurutan
Fn = Luas genangan pada elevasi ke n Fn+1 = Luas genangan pada elevasi ke n+1 hn = Elevasi ke n
hn+1 = Elevasi ke n+1
Gambar 2.2 Grafik Lengkung Kapasitas (Soedibyo, 2003)
2.3 Kapasitas Pengaliran Melalui Pelimpah
Debit yang melalui ambang pelimpah dihitung dengan rumus (Suyono
Sosrodarsono, 2002) :
Q = C . L .Hd3/2……...………...…..( 2.31) dengan :
Q = Debit (debit banjir rencana)
L = Lebar efektif mercu bendung
H = Total tinggi tekanan air diatas mercu bendung (termasuk tinggi
tekanan kecepatan aliran yang bersangkutan)
− Refer ensi : Koefisien limpasan (C)
Koefisien limpasan pada embung biasanya berkisar antara angka 2,0
sampai dengan 2,1, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
- Kedalaman air didalam saluran pengarah aliran
- Kemiringan lereng udik bendung
- Tinggi air diatas mercu bendung
- Perbedaan antara tinggi air rencana pada saluran pengaturan aliran yang
bersangkutan
Koefisien limpahan (C) dari type standart suatu bedungan dapat diperoleh
dengan rumus Iwasaki sebagai berikut :
-9900 , 0 0416 , 0 200 ,
2 −
= H W
C d
d ...(2.32)
-
(
)
(
d)
d d H h a H h a C + + = 1 2 1 . 60 , 1 ...(2.33) dengan :- C = Koefiseien limpahan
- Cd = Koefisien limpahan pada saat h = Hd - H = Tinggi air di atas mercu bendung
- A = Konstanta (diperoleh pada saat h = Hd yang berarti C = Cd
dengan rumus di atas, maka harga a dengan mudah dapat diperoleh)
− Panjang efektif bendung (L)
Pada saat terjadinya pelimpahan air melintasi mercu suatu bendung terjadi
konstraksi aliran baik pada kedua dinding samping bendung maupun di sekitar
pilar-pilar yang dibangun di atas mercu bendung tersebut. Sehingga secara
hydrolis lebar efektif suatu bendung akan lebih kecil dari seluruh panjang
bendung yang sebenarnya. Dan debit yang melintasi mercu bendung yang
bersangkutan selalu didasarkan pada lebar efektifnya, yaitu dari hasil pengurangan
lebar sesungguhnya dengan jumlah seluruh konstraksi yang timbul pada aliran air
yang melintasi mercu bendung tersebut.
Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung panjang efektif
bendung:
L = L´ - 2( N.Kp + Ka ).H………...……...………...(2.34) dengan :
L = Panjang efektif bendung
L´ = Panjang bendung yang sesungguhnya
N = Jumlah pilar diatas mercu bendung
Ka = Koefisien konstraksi pada dinding samping untuk tumpuan pilar berbentuk bulat, dengan mengambil harga Ka pada saat H / Hd = 1
yaitu Ka = 0,12
H = Tinggi tekanan total di atas mercu bendung
− Per hitungan Tinggi Tekan Rencana
Tinggi Tekan Rencana di atas ambang di hitung berdasarkan persamaan :
Hd = H + Ha – Hf ...(2.35)
3 2 . = L C Q H ...(2.36) 2.g V Ha 2 = ...(2.37) 3 4 2 2 f R .L .V n
H = ...(2.38)
dengan :
- H = tinggi air di atas pelimpah, di hitung dengan persamaan
Q = Debit yang melimpah (Q200) C = Koefisien Limpahan
L = Lebar pelimpah
- Ha = Tinggi Kecepatan
V = kecepatan aliran di depan ambang =
(
P H)
L.Q
+
P = tinggi ambang pelimpah (10 m)
- Hf = Kehilangan tinggi akibat geseran sepanjang saluran pengarah
n = 0,018 (Koefisien Manning untuk bahan beton)
R = P
A (jari-jari hidrolis)
L = panjang saluran pengarah (31 m)
Penelusur an Banjir
Setelah debit yang melimpah di atas spillway diketahui maka dapat
dilakukan penelusuran banjir (flood routing) yang lewat reservoir. Flood routing
lewat reservoir dihitung dengan cara ”Modified Pul’s Method” sebagai berikut :
+ ∆ = − ∆ + ∆ + t O S t O S t I I . 2 . 2 . 2 2 2 1 1 2 1 ...(2.39) dengan :
I1 = inflow pada saat t1 I2 = inflow pada saat t2
Δ t = interfal waktu antara t1 dan t2 O1 = outflow pada saat t1
O2 = outflow pada saat t2 S1 = storage pada saat t1 S2 = storage pada saat t2
Langkah-langkah perhitungan flood routing tersebut diatas dilakukan sebagai
berikut :
1. Dari perhitungan outflow pelimpah dibuat grafik hubungan antara outflow dan
2. Dari grafik lengkung kapasitas didapatkan storage (tampungan) pada elevasi
dengan interval tertentu, kemudian dihitung harga (S + O/2 . ∆t)
masing-masing elevasinya dan digambarkan grafiknya.
3. Dari persamaan di atas flood routing dapat dihitung dengan terlebih dahulu
harga (S + O/2 .∆t)1 yaitu dari (S + O/2 . ∆t)awal yang dikurangi (O . ∆t)awal.
4. Kemudian (S + O/2 . ∆t)1 dihitung dengan menjumlahkan t I I
∆
+
. 2
2 1
dengan (S + O/2 . ∆t)1.
5. Dari harga (S + O/2 . ∆t)1 diplotkan ke grafik hubungan (S + O/2 . ∆t) dengan elevasi sehingga didapatkan elevasi untuk masing-masing harga (S + O/2 . ∆t). 6. Dari elevasi yang baru ditentukan diplotkan grafik hubungan elevasi dan
outflow sehingga dapat ditentukan outflow O1.
7. Hitung (S + O/2 . ∆t)2 dari (S + O/2 . ∆t)1 dikurangi (O . ∆t).
8. Perhitungan berulang hingga pada seluruh inflow dari hidrograf banjir rencana
9. Lalu dibuat grafik hubungan antara inflow dan outflow.
Dari perhitungan flood routing dapat ditentukan tinggi muka air diatas mercu
sebagai berikut :
h = Elv. Maksimum Flood Routing – Elv. Crest Spillway
Sedangkan elevasi puncak bendung dapat ditentukan sebagai berikut :
2.4 Analisa Per encanaa n Bangunan Embung
2.4.1 Tipe Embung
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau pengangkat
permukaan air di dalam suatu embung, maka secara garis besarnya tubuh embung
merupakan penahan rembesan ke arah hilir serta penyangga tandonan air tersebut.
Tipe bendung urugan dibagi mejadi 3 yaitu :
1. Bendungan Urugan Homogen
2. Bendungan Urugan Zonal
3. Bendungan Urugan Bersekat
Gambar 2.3 Klasifikasi Umum Bendungan Urugan (Suyono Sosrodarsono, 2005)
Zone kedap air
Zone lu lus air
Zone kedap air
Zone kedap air
Zone kedap air Drainage
Zone lulus air
Zone sekat Zone lu lus air Zone lulus air
Zone kedap air
Zona Transisi
Zone kedap air
Zona Transisi
Zona T ransisi
Type Bendungan Homog en Ben d un g an Zon al Bendungan Inti Vertikal Bendungan Inti Miring Bendu ngan Tirai Bendungan Seka t
Skema Umum Keterangan
Apabila 80% dari seluruh bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang bergradasi ham pir
sama.
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan tirai
kedap air diudiknya.
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti
kedap air yang berkedudukan m iring kehilir.
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti
kedap air yang berkedudukan vertikal.
Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan dinding
yang tidak lulus air dilereng udiknya, yang biasanya terbuat dari lem baran baja tahan karat, lembaran beton
Penentuan suatu tipe bendungan yang paling cocok untuk suatu tempat
kedudukan, didasarkan pada berbagai faktor, dimana faktor-faktor tersebut adalah:
- Kwalitas serta kwantitas dari bahan-bahan tubuh bendungan yang terdapat
didaerah sekitar tempat kedudukan calon bendungan.
- Kondisi penggarapan/pengerjaan bahan tersebut (penggalian, pengolahan,
pengangkutan, penimbunan, dll) .
- Kondisi lapisan tanah pondasi pada tempat kedudukan calon bendungan.
- Kondisi alur sungai serta lereng kedua tebingnya dan hubungan dengan
calon bendungan beserta semua bangunan-bangunan pelengkapnya
Yang terpenting dari keempat faktor tersebut adalah mengenai hal-hal
yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan kwalitas dan kwantitas yang
memadai untuk bahan tubuh embung tersebut.
2.5 Penentuan Dimensi Tubuh Embung
2.5.1 Tinggi J agaan
Tinggi jagaan adalah penambahan tinggi dari muka air banjir untuk
menentukan tinggi embung supaya air banjir tidak akan melampui puncak
embung (overtopping). Untuk menentukan tinggi embung, disamping tinggi
jagaan tersebut di atas harus juga diperhitung terhadap cadangan penurunan tubuh
embung sebesar 0,25 m.
Berdasarkan ”Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi
Kering di Indonesia” besarnya tinggi jagaan untuk embung tipe urugan homogen
Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan (Hf) dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut : (Suyono Sosrodarsono, 2005)
Hf > Δ h + (hw atau he/2) + ha + hi…....………...(2.40) Hf > hw + he/2 + ha + hi………...(2.41) dengan,
Δ h = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air yang terjadi akibat
timbulnya banjir abnormal (m).
hw = Tinggi ombak akibat tiupan angin. he = Tinggi ombak akibat gempa (m).
ha = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila
terjadi kemacetan-kemacetan pada pintu bangunan pelimpah.
Hi = Tinggi tambahan yang didasarkan pada tinggkat urgensi dari
waduk.
2.5.2 Elevasi Puncak Embung
Elevasi puncak embung ditentukan sedemikian rupa, sehingga akan
menjamin keamanan timbunan dari terjadinya limpasan air banjir rancangan.
Keamanan puncak embung utama direncanakan berdasarkan tinggi air akibat debit
banjir Q50th dengan lebar pelimpah yang direncanakan ditambah dengan tinggi jagaan, elevasi puncak embung yang dihasilkan tersebut kemudian di diperiksa
dengan debit banjir maksimum Q100th, jika elevasi puncak embung lebih tinggi dari muka air banjir akibat Q100th, maka elevasi puncak embung aman. Desain elevasi puncak Embung Robatal dapat dicari dari perhitungan routing pelimpah.
He = Hw + Hb + Hf + 0,25 ………...…...(2.42)
dengan,
He = Elevasi puncak embung (EL. m)
Hw = Elevasi crest spillway (HWL) (EL. m)
Hb = Tinggi air banjir Q50th dari ambang spillway (m) Hf = Tinggi jagaan (0,50 m)
2.5.3 Lebar Puncak Embung
Berdasarkan ”Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi
Kering di Indonesia” besarnya lebar puncak tubuh embung dapat dilihat di Tabel
berikut :
Tabel 2.9 Lebar Puncak Tubuh Embung
Tipe Tinggi (m) Lebar puncak (m)
1. Urugan (1) < 5,00 (2) 5,00 - 15,00
2,00 3,00
2. Pasangan batu/beton sampai maksimum 7,00 1,00
2.5.4 Penentua n Lebar Main Dam
Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung
dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas permukaan lereng yang
berdekatan dengan mercu tersebut, dan dapat bertahan terhadap filtrasi yang
melalui bagian puncak tubuh embung yang bersangkutan.
Guna memperoleh lebar minimum mercu embung (B), biasanya dihitung
dengan rumus (Suyono Sosrodarsono, 2005) sebagai berikut :
3,0 3,6H
dengan :
b = lebar mercu
H = tinggi bendungan
2.5.5 Analisa Kegempaan
Angka koeffisien gempa dilokasi embung jika dihitung berdasarkan Peta
Zona Gempa Indonesia yang diterbitkan oleh Bagian Proyek Perencanaan Teknik
Pengairan – Direktorat Jendral Pengairan – Departemen Pekerjaan Umum tahun
1999/2000 dalam periode ulang 100 tahun, rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Percepatan gempa desain :
ad = b1 x ( ac x z )b2...(2.44) dengan :
ac = Percepatan gempa desain ( gal ) ad = Percepatan gempa dasar ( gal )
b1,b2 = Faktor koreksi jenis pondasi z = Koefisien zona gempa
Koefisian gempa :
g a
k = d ...(2.45)
dengan:
k = Koefisien gempa
2.5.6 Kemir ingan Ler eng Tubuh Embung (slope Gradient)
Kemiringan rata-rata lereng embung (lereng udik dan lereng hilir) adalah
perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis
horisontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Untuk kontrol
keamanan lereng dalam keadaan gempa dipergunakan rumus sebagai berikut :
1 , 1 tan .
1+ ∂′ ≥
∂′ − = φ m k K m up
Fs ...(2.46)
1 , 1 tan .
1+ ≥
− = φ n k K n down
Fs ...(2.47)
dengan :
Fs up = Faktor keamanan untuk lereng bagian hulu Fs down = Faktor keamanan untuk lereng bagian hilir m = Kemiringan lereng bagian hulu
n = Kemiringan lereng bagian hilir
K = koefisien gempa horisontal
φ = sudut geser dalam material batuan
∂` =
sub sat
∂ ∂
2.6 Per enca naa n Pelindung Tubuh Embung (Protection Zone)
Proteksi bahan timbunan tubuh Embung Robatal diperlukan dengan
1. Meterial timbunan tubuh embung disekitar lokasi memiliki kualitas yang
kurang memadai ditinjau dari angka permeabilitasnya, sehingga diperlukan
rekayasa teknologi untuk mengurangi permeabilitasnya.
2. Apabila mengganti bahan material timbunan yang sesuai syarat harus
didatangkan dari luar daerah dengan jarak yang cukup jauh, sehingga dari
faktor ekonomi jauh lebih mahal
3. Bahan proteksi tersebut harus efektif dan efisien dalam arti dari segi ekonomi
dan teknis dapat memenuhi syarat.
2.6.1 Kr iter ia Pelindung Tubuh Embung (Geotekstil)
Perlindungan lereng permukaan embung dilakukan mengingat bahan
material timbunan yang kurang baik dari segi angka permeability nya, maka
diperlukan rekayasa teknologi untuk meningkatkan nilai permeability lereng hulu
embung, sehingga tubuh embung aman terhadap bahaya rembesan. Dari hasil
analisa dan kondisi di lapangan yang ada, maka proteksi lereng hulu embung
dipilih menggunakan Bentofix,
2.7 Stabilitas Embung Ter hadap Alir an Filtr asi
Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir
melalui tubuh dan pondasi embung. Debit rembesan yang lewat tubuh embung
dihitung berdasarkan :
1. Rembesan yang melewati tubuh embung (qc)
Rembesan yang melewati embung dihitung dengan menganggap bahwa
garis muka air rembesan berbentuk parabola dan ditentukan dengan persamaan
Casagrande :
Gambar 2.4 Garis Depresi Pada Embung Homogen
Untuk mengetahui kemampuan stabilitas embung terhadap gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh adanya aliran filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara
butiran-butiran tanah pembentuk embung dan pondasi diperlukan
penelitian-penelitian pada hal-hal berikut ini :
1. Formasi garis depresi (seepage line formation) dalam tubuh Embung
2. Kapasitas air filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi Embung
3. Kemungkinan terjadinya gejala sufosi (piping) yang disebabkan oleh
gaya-gaya hydrodinamis dalam aliran air filtrasi
2.7.1 Analisa For masi Gar is Depr esi pada Embung
Rembesan yang melewati tubuh embung dihitung dengan menganggap
bahwa garis muka air rembesan adalah berbentuk parabola dan ditentukan dengan
persamaan Casagrande (1937) seperti berikut:
Garis Depresi
858
286
572
Garis Depresi H858
286
572
Gambar 2.5 Garis depresi pada bendungan homogen (sesuai dengan garis parabola) (Suyono Sosrodarsono, 2005)
2 0 0 2 2 0
2y x y
y d d h y + = − + = ...(2.48) dengan,
h = jarak vertikal antara titik A dan B
d = jarak horisontal antara titik B2 dan A l1 = jarak horisontal antara titik B dan E l2 = jarak horisontal antara titik B dan A A = ujung tumit hilir embung
B = titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng udik
embung
A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan
garis vertikal melalui B
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1, horisontal ke arah udik dari titik B
Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng
hulu embung. Panjang garis ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, h 441 1033 2494 3506 831 3947 3000 1820 96 168
l1 l2
d
x
Pondasi kedap air
y
a +? a = yo
1 -Cos a
yo = v h² + d² d
ao = yo 2
25°
a
0,3 l1
B2
B1
B
E
( B2-C0-A0 ) - garis depresi
dimana air filtrasi tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
α
Cos yo a a − = ∆ +1 ...(2.49)
dengan,
a = jarak garis AC
∆a = jarak garis CoC
α = sudut kemiringan lereng hilir embung
Harga a dan ∆a yang diperoleh dengan persamaan tersebut dan dengan
pengambilan angka.
) (a a
a C
∆ +
= ...(2.50)
Apabila kemiringan sudut lereng hilir embung lebih kecil dari 300, maka harga a
dapat diperoleh dengan rumus :
2 2
sin cos
cos
− − =
α
α
α
h d d a ...(2.51)Gambar 2.7 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung α dengan C
2.7.2 Kapasitas Aliran Filtrasi
Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke
hilir melalui tubuh dan pondasi coverdam. Kapasitas filtrasi mempunyai
batas-batas tertentu yang mana apabila kapasitas filtrasi melampaui batas-batas tersebut, maka
kehilangan air yang terjadi cukup besar, disamping itu kapasitas filtrasi yang besar
dapat menimbulkan gejala sufosi serta sembulan yang sangat membahayakan
kestabilan. Memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi didasarkan pada jaringan
trayektori aliran filtrasi, dapat dihitung dengan rumus (Suyono Sosrodarsono,
2005):
L H K N N Q
p f
f = . . ...(2.52)
dengan,
Nf = jumlah trayektori garis aliran
Np = jumlah trayektori garis equipotensial
H = perbedaan ketinggian air sepanjang flow net
L = panjang melintang Embung
Qf = kapasitas aliran filtrasi
Kapasitas aliran filtrasi yang mengalir melalui pondasi embung.
Rumus yang digunakan untuk untuk memperkirakan kapasitas filtrasi pada
pondasi adalah sebagai berikut :
+ =
T B
T H k
q . . ………...(2.53)
dengan,
q = kapasitas filtrasi perunit panjang embung
k = koefisien filtrasi
H = tinggi tekanan air pori
T = ketebalan lapisan pondasi yang diperhitungkan
B = lebar dari zone kedap air
2.7.3 Gejala Sufosi dan Sembulan
Agar tidak menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat
membahayakan tubuh embung, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh dan
pondasi embung tersebut pada tingkat-tingkat tertentu perlu dibatasi.
Besarnya kecepatan filtrasi dapat diketahui dengan menggunakan metode
jaringan trayektori aliran filtrasi atau dapat pula diperoleh dengan rumus-rumus
l h k i k
v= . = . 2………...…...(2.54)
dengan,
v = kecepatan pada bidang keluarnya aliran filtrasi
k = koefisien filtrasi
i = gradient debit
h2 = tekanan air rata-rata
l = panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada bidang keluarnya
aliran filtrasi
Suatu kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang
komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butir-butiran
bahan embung pada permukaan tersebut, disebut kecepatan kritis yang secara
teoritis dikembangkan oleh Justin dan diperoleh rumus :
F.Y .g w
c= 1 ………(2.55)
dengan,
c = kecepatan kritis
w1 = berat butiran bahan di dalam air
g = gravitasi
F = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi
2.8 Sta bilitas Tubuh Embung
Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan
adalah untuk analisis kemantapan lereng. Keruntuhan geser pada tanah/batuan
terjadi akibat gerak relativ antar butirnya dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kekuatan geser terdiri atas :
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan
ikatan antar butirnya.
2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang
bekerja pada bidang geser.
Pada umumnya keruntuhan tubuh bendungan tipe urugan dimulai dengan
terjadinya suatu gejala kelongsoran baik pada lereng hulu maupun lereng hilir.
Perhitungan stabilitas bendungan biasanya dilakukan dengan metode irisan bidang
luncur bundar (slice method on circular slip surface). Andaikan bidang luncur
bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal, maka faktor keamanan dari
kemungkinan terjadinya longsor dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
keseimbangan sebagai berikut :
}
{
(
)
∑
∑
+ − − + = e e s T T N U N L CF . ( )tanφ ... (2.56)
(
) }
{
(
)
∑
∑
∑
+ − − + = α α γ φ α α γ cos . sin . tan sin . cos . . e A V e A L CFs ... (2.57)
dengan :
Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang
Ne= e W sin α
eW = e . r . A
Te = E . W cos α U
α
T = W sin α
W = Y. A eW
W
S = C + (N-U-Ne)tanΦ
i = b/cos α N = W cos α A
b
T = Beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur
U = Tekanan pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = Komponen vertikal beban seismis yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
φ = Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = Lebar setiap irisan bidang luncur
e = Intensitas seismis horisontal
γ = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur A = Luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
α
= Sudut kemiringan rata – rata dasar setiap irisan bidang luncurV = Tekanan air pori
L = Panjang busur lingkaran longsor
Gambar 2.9 Skema Perhitungan dengan Metode Irisan Bidang Luncur
Hasil perhitungan keamanan yang didapat dari perhitungan harus lebih
besar dari besarnya angka keamanan yang diizinkan, sedangkan angka keamanan
yang diizinkan adalah sebagai berikut
a. Untuk keadaan gempa ( SF ) = 1,2
b. Untuk keadaan normal ( SF ) = 1,5
Tabel 2.10 Tempat Kedudukan Koordinat Lingkaran Kritis
SLOPE β α1 α2
1 : 0,58 1 : 1 1 : 1,50
1 : 2 1 : 3 1 : 5
60 45 33,80 26,60 18,40 11,30
29 28 26 25 25 25
40 37 35 35 35 35
BAB III
METODE PERENCANAAN
Pelengkap dari sebuah prosedur dalam suatu perencanaan bangunan
embung untuk menyelesaikan beberapa permasalahan beserta metode-metodenya
di perencanaan Embung Robatal diperlukan data-data sebagai berikut :
3.1. Data Topogr afi
Data topografi adalah data yang terdapat dari suatu peta yang mempunyai
garis kontur lengkap dengan elevasi serta nama-nama daerah dan
bangunan-bangunan yang berdiri di area tersebut. Maksud dan tujuan tahapan pekerjaan
pengukuran dan pemetaan topografi adalah untuk mendapatkan gambaran rencana
lokasi Embung Robatal yang berlokasi di Desa Robatal, Kecamatan Robatal,
Kabupaten Sampang.
Lokasi studi Embung Robatal ini terletak di 7° 0’ 30” Lintang Selatan -
113° 18’ 0” Bujur Timur berada di wilayah:
Dusun : Terajan
Desa : Robatal
Kecamatan : Robatal
46
Secara administratif Desa Robatal berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara dengan Desa Gunung Rancak
b. Sebelah Barat dengan Desa Jregung dan Desa Tragih
c. Sebelah Timur dengan Desa Lapele
d. Sebelah Selatan dengan Desa Bapele
Untuk lebih jelasnya lokasi embung dapat dilihat pada gambar
Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal
LOKASI EMBUNG
St. Hujan
3.2. Data Hidr ologi
Analisa hidrologi merupakan parameter yang sangat penting bagi
perencanaan dimensi konstruksi dan prediksi operasi pemenuhan kebutuhan air
irigasi maupun air baku, oleh sebab itu pemilihan metode dan data yang
diperlukan perlu disesuaikan dengan karakteristik daerah setempat.
Beberapa hal yang menjadi dasar dan pertimbangan dalam analisis dan
perhitungan hidrologi ini adalah :
1. Jumlah stasiun penakar hujan yang digunakan dalam analisa hidrologi pada
perencanaan Embung Robatal di Kabupaten Sampang ini adalah 2 (dua),
yaitu:
a. Stasiun Banyuates,
b. Stasiun Omben,
2. Data curah hujan harian yang terekam pada masing-masing stasiun penakar
hujan yang bisa digunakan untuk analisis adalah 10 (sepuluh) tahun, yaitu
periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2006. Sebelum digunakan untuk
analisis lebih lanjut, data-data tersebut terlebih dahulu diuji mengenai
kelengkapan dan konsistensinya.
3. Berdasarkan map studi didapatkan parameter Daerah Aliran Sungai (DAS)
Embung Robatal adalah sebagai berikut :
Nama sungai : Sungai Terajan
Luas DAS : 1,27 km2
48
Luas DAS dihitung dari titik bantu rencana bangunan, dimana penentuan
titik lokasi rencana bangunan pada peta rupa bumi menggunakan alat bantu
GPS (Global Positioning System).
4. Untuk analisis debit banjir digunakan metode antara lain metode Nakayasu,
yang merupakan metode untuk transformasi dari data hujan menjadi data
debit, yang selanjutnya juga akan dibandingkan dengan debit banjir yang
didapatkan dari data hasil pencatatan debit limpasan (overflow) dan
pengambilan (intake) pada bendung yang terletak di downstream rencana
embung apabila data tersedia.
3.3. Data Geologi dan Mekanika Tanah
Penelitian data geologi bertujuan untuk mengkaji dan mengklarifikasi
kondisi geologi permukaan dan bawah permukaan, sifat-sifat fisik dan mekanika
batuan serta uji dan analisa laboratorium yang merupakan data penunjang untuk
penentuan as embung, kolam waduk dan sekitarnya, termasuk lokasi borrow area
dan quarry area. Klarifikasi kondisi geologi ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran dan data teknis yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi calon
lokasi as embung dan waduk yang layak serta memadai baik teknis maupun
ekonomis.
3.3.1. Pemetaan Geologi
Survei geomorfologi bertujuan mengetahui bentang alam yang ada di
direncanakan. Inventarisasi gejala struktur geologi bertujuan untuk mengetahui
gejala struktur geologi yang berkembang di daerah rencana waduk yang meliputi
rencana as urugan embung, daerah genangan, sehingga rekomendasi untuk
perencanaan desain as embung bisa diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kebocoran dan retakan pada tubuh as embung apabila didirikan
bangunan teknik/sipil. Sedangkan survei stratigrafi meliputi pemetaan detail
satuan batuan yang berada di daerah rencana genangan dan tubuh as embung,
untuk mengetahui urut-urutan stratigrafi dan pembentukan batuan, tingkat
porositas dan permeabilitas batuan (secara relativ), posisi batuan dasar (bed rock)
50
3.4Flow Cha r t
Tidak Mulai
Analisa hidrologi dengan menggunakan metode : 1. Analisa Curah Hujan Rata-Rata
2. Analisa Frekuensi Curah Hujan 3. Uji Kesesuaian Distribusi Frekusensi
Pengumpulan data : 1. Data Topografi 2. Data Hidrologi
3. Data Geologi dan Mekanika Tanah
Perhitungan debit banjir rencana Metode Nakayasu
Perencanaan dimensi embung 1. Tipe embung
2. Penentuan dimensi tubuh embung
Selesai
Perhitungan Stabilitas Embung Robatal
1.
(
)
ΣT
.tanφ U N ΣC.L
SF= + − > 1,5
(Pada Kondisi Normal)
2.
(
)
(
T Te)
Σ .tanφ U -Ne N ΣC.L SF + − +
= > 1,2
(Pada Kondisi Gempa)
BAB III
METODE PERENCANAAN
Pelengkap dari sebuah prosedur dalam suatu perencanaan bangunan
embung untuk menyelesaikan beberapa permasalahan beserta metode-metodenya
di perencanaan Embung Robatal diperlukan data-data sebagai berikut :
3.1. Data Topogr afi
Data topografi adalah data yang terdapat dari suatu peta yang mempunyai
garis kontur lengkap dengan elevasi serta nama-nama daerah dan
bangunan-bangunan yang berdiri di area tersebut. Maksud dan tujuan tahapan pekerjaan
pengukuran dan pemetaan topografi adalah untuk mendapatkan gambaran rencana
lokasi Embung Robatal yang berlokasi di Desa Robatal, Kecamatan Robatal,
Kabupaten Sampang.
Lokasi studi Embung Robatal ini terletak di 7° 0’ 30” Lintang Selatan -
113° 18’ 0” Bujur Timur berada di wilayah:
Dusun : Terajan
Desa : Robatal
Kecamatan : Robatal
46
Secara administratif Desa Robatal berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara dengan Desa Gunung Rancak
b. Sebelah Barat dengan Desa Jregung dan Desa Tragih
c. Sebelah Timur dengan Desa Lapele
d. Sebelah Selatan dengan Desa Bapele
Untuk lebih jelasnya lokasi embung dapat dilihat pada gambar
Gambar 3.10 Peta Lokasi Embung Robatal
LOKASI EMBUNG
St. Hujan
3.2. Data Hidr ologi
Analisa hidrologi merupakan parameter yang sangat penting bagi
perencanaan dimensi konstruksi dan prediksi operasi pemenuhan kebutuhan air
irigasi maupun air baku, oleh sebab itu