• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti Sosial: PEMBINAAN LANJUT (After Care Services) PASCA REHABILITASI SOSIAL 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti Sosial: PEMBINAAN LANJUT (After Care Services) PASCA REHABILITASI SOSIAL 2012"

Copied!
386
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBINAAN LANJUT

(After Care Services)

PASCA REHABILITASI SOSIAL 2012

Nurdin Widodo dkk.

Editor

Fentini Nugroho, MA, Ph.D

P3KS Press (Anggota IKAPI) Tahun 2012

Evaluasi Pelaksanaan

(3)

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Nurdin Widodo dkk.

EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PADA PANTI SOSIAL: Studi Kasus Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca Rehabilitasi Sosial 2012- Jakarta; P3KS Press, 2012

x + 374 halaman, 14,8 x 21cm

ISBN 978-602-8427-69-2

Editor : Fentini Nugroho, MA, Ph.D

Penulis : 1. Nurdin Widodo 7. Mulia Astuti 2. Alit Kurniasari 8. Agus Budi Purwanto 3. Husmiati 9. Setyo Sumarno 4. Indah Huruswati 10. Ruaida Murni 5. Hemat Sitepu 11. Sri Gati Setiti 6. Moh Syawie 12. Soeprapto Hadi Design Cover : Peneliti

Foto Cover : Peneliti Tata letak : Kreasi Cetakan Pertama : 2012

Penerbit : P3KS Press (Anggota IKAPI)

Alamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur Telp. (021) 8017126

Email. puslitbangkesos@depsos.go.id Website: puslit.depsos.go.id

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4)

KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT setelah melalui beberapa tahapan, tersusunlah buku hasil penelitian “Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti sosial: PEMBINAAN LANJUT (After Care Service) Pasca Rehabilitasi Sosial”

Kecenderungan peningkatan kuantitas maupun kualitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) semakin nampak bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang.

Upaya penanganan masalah kesejahteraan sosial yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial, baik yang melalui sistem luar panti maupun sistem panti terus dilakukan pembenahan dari sisi sarana prasarana, metode pelayanan maupun peningkatan kualitas sumber daya pelaksananya.

Pada hakekatnya proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilakukan melalui sistim panti tidak berakhir pada saat penyandang masalah selesai mendapatkan pelayanan didalam panti, namun hingga yang bersangkutan kembali ke keluarga maupun masyarakat lingkungannya yang dilayani dengan kegiatan pembinaan lanjut. Keterbatasan dari berbagai aspek mengakibatkan pembinaan lanjut belum dilakukan secara proporsional.

Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti Sosial: Studi kasus Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca Rehabilitasi Sosial, yang dilakukan Puslitbang Kesejahteraan Sosial ini dimaksudkan untuk mengetahui realisasi pelaksanaan pelayanan dan pembinaan lanjut yang telah dilakukan panti-panti sosial, termasuk kendala yang dihadapi dalam pelayanan.

Sasaran pada penelitian ini adalah Panti Sosial UPT Kementerian Sosial, dari berbagai jenis masalah yang terdapat di berbagai kota di Indonesia.

(5)

Guna memberikan manfaat yang optimal bagi setiap jenis panti yang diteliti, maka hasil penelitian disampaikan secara terpisah dalam bentuk bagian-bagian sesuai jenis panti.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan kebijakan pengembangan pelayanan sosial dalam panti, khususnya unit teknis di lingkungan Kementerian Sosial maupun pihak lain yang melakukan pelayanan sosial dalam panti.

Menyadari akan segala keterbatasan dan kesempurnaan buku hasil penelitian ini, maka saran dan kritik yang membangun dari para pembaca khususnya penggiat pembangunan kesejahteraan sosial sangat diharapkan.

Jakarta, November 2012

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Kepala,

(6)

PENGANTAR EDITOR Penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial pada Panti Sosial, khususnya mengenai Binaan Lanjut, sangatlah penting mengingat keberhasilan rehabilitasi sosial terutama terletak pada keberhasilan membuat klien mandiri setelah menjalanai rehabilitasi sosial, yang terlihat dalam tahap binaan lanjut.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa peran pekerja sosial masih relatif minim. Selayaknya pekerja sosial berperan sejak tahap intake, assesment, proses rehabilitasi sampai pada tahap binaan lanjut. Sesuai dengan semangat dalam Peraturan Menteri tentang akreditasi lembaga kesejahteraan sosial, sudah saatnyalah setiap Panti mendayagunakan secara maksimal pekerja sosial profesional . Pekerja sosial di sini maksudnya adalah pekerja sosial yang mempunyai latar belakang pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial tingkat DIV/Sarjana. Diharapkan dengan pelayanan yang didasarkan pada ilmu/pengetahuan, nilai dan keterampilan pekerjaan sosial, kualitas pelayanan akan dapat lebih ditingkatkan. Namun, disadari juga, walaupun peran pekerja sosial profesional perlu dikedepankan, peran relawan sosial maupun tenaga kesejahteraan sosial (dengan latar belakang disiplin lain di luar pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial), tetap sangat dibutuhkan. Diharapkan kerjasama yang baik dalam tim akan membuat pelayanan lebih efektif.

Sebagaimana dikemukakan di atas, pembinaan lanjut sangat esensial untuk menjamin kemandirian klien. Prinsip pelayanan sosial adalah membantu orang agar mampu menolong dirinya sendri

(help people to help themselves). Disamping itu, perubahan paradigma

- pergeseran dari pendekatan panti menuju pendekatan keluarga/ komunitas - perlu juga direspon dengan seksama. Karena itu, sebenarnya pembinaan lanjut dimana klien diintegrasikan ke keluarga dan komunitasnya, selayaknya memperoleh perhatian lebih besar, bukan hanya pada proses rehabilitasinya saja. Dengan demikian,

(7)

masalah time frame dan anggaran sepatutnya disesuaikan dengan perubahan paradigma tersebut, terlebih banyak klien yang berasal dari daerah terpencil. Dengan demikian, Kementerian Sosial yang merupakan Kementerian terdepan dalam penanganan masalah sosial juga senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan paradigma yang terjadi di dunia internasional.

Dalam pembinaan lanjut, yang juga penting adalah kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Sosial dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal. Disamping itu, pemberdayaan sumber-sumber dalam masyarakat dan keluarga juga perlu dimaksimalkan. Di sinilah kemampuan pekerja sosial dalam mengembangkan jejaring dan negosiasi diharapkan dapat diterapkan secara signifikan.

Akhir kata, harapan ke depan adalah agar penelitian mengenai pembinaan lanjut dapat terus dilakukan. Tampaknya ada beberapa fokus yang mungkin perlu diteliti lebih jauh, seperti mengenai peran pekerja sosial, jejaring yang terjadi di lapangan, bagaimana peran keluarga dan masyarakat dalam pembinaan lanjut serta bagaimana pekerja sosial melakukan penjangkauan ke keluarga dan komunitas.

Terimakasih

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

PENGANTAR EDITOR v

DAFTAR ISI vii

Bagian 1 : PERSPEKTIF PENANGANAN MASALAH MELALUI

PANTI SOSIAL 1

Bagian 2 : MONITORING DAN EVALUASI HASIL PEMBINAAN SEBAGAI PEMBINAAN LANJUT DI PANTI SOSIAL

ASUHAN ANAK (PSAA) ALYATAMA PROVINSI JAMBI, 13 Alit Kurniasari

A. Pendahuluan 13

B. Profil Panti dan Profil Anak 19

C. Pembinaan Lanjut 29

D. Gambaran dan Analisa Kondisi Eks Klien 36

E. Penutup 47

Bagian 3 : PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL ANAK NAKAL DAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI PANTI

SOSIAL MARSUDI PUTRA (PSMP) ANTASENA MAGELANG, 53 Husmiati

A. Pendahuluan 53

B. Gambaran Umum Panti Sosial 62

C. Pembinaan Lanjut 69

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 71

E. Penutup 78

Bagian 4 : PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) NAIBONAT :

TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN, 85

Indah Huruswati

A. Pendahuluan 85

B. Pengertian Putus Sekolah 89

C. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Remaja 91 D. Pengalaman Mengikuti Seleksi PSBR Naibonat 92

(9)

F. Sarana Prasarana PSBR Naibonat 97 G. Pelaksanaan Pelayanan Di PSBR Naibonat 98 H. Pemahaman Bimbingan Lanjut Oleh

PSBR Naibonat 107

I. Penutup 113

Bagian 4 : STUDI TENTANG PEMBINAAN LANJUT (After Care Services)

DI PANTI SOSIAL BINA DAKSA (PSBD) 117

Nurdin Widodo & Hemat Sitepu

A. Pendahuluan 117

B. Gambaran Umum Panti Sosial 122

C. Proses Rehabilitasi Sosial 127

D. Pembinaan Lanjut 131

E. Penutup 145

Bagian 5 : PELAKSANAAN PELAYANAAN DAN REHABILITASI SOSIAL PADA PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA (PSBW) 151 Moh. Syawie

A. Pendahuluan 151

B. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial 159

C. Gambaran Umum Panti Sosial 164

D. Pembinaan Lanjut 165

E. Analisis 173

F. Penutup 175

Bagian 6 : EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL MELALUI PANTI REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS

NETRA (PSBN) 179

Mulia Astuti

A. Pendahuluan 179

B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 187

C. Proses Rehabilitasi Sosial 195

D. Hasil Yang Dicapai 202

(10)

Bagian 8 : PANTI SOSIAL BINA LARAS (PSBL) PHALA MARTHA, SUKABUMI: PENANGANAN ORANG DENGAN

KECACATAN MENTAL EKS PSIKOTIK 209

Agus Budi Purwanto dan Soeprapto Hadi

A. Pendahuluan 209

B. Gambaran Umum Panti Sosial 217

C. Proses Rehabilitasi Sosial 218

D. Pembinaan Lanjut Dan Peran Pekerja Sosial 227

E. Penutup 240

Bagian 9 : PEMBINAAN LANJUT PADA PANTI SOSIAL KARYA

WANITA (PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO, JAKTIM 245 Setyo Sumarno

A. Pendahuluan 245

B. Gambaran Umum Panti Sosial 251

C. Proses Rehabilitasi Sosial 256

D. Pembinaan Lanjut 264

E. Kasus Dan Analisis 271

G. Penutup 277

Bagian 10 : PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL TERHADAP GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PANTI SOSIAL

BINA KARYA (PSBK) PANGUDI LUHUR 281

Ruaida Murni

A. Pendahuluan 281

B. Gambaran Umum Panti Sosial 285

C. Proses Rehabilitasi Sosial 290

D. Pembinaan Lanjut 299

E. Gambaran Dan Analisis Kasus Eks WBS 304

F. Penutup 310

Bagian 11 : EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) GALIH PAKUAN BOGOR 315 Sri Gati Setiti

(11)

B. Gambaran Umum Panti Sosial 322

C. Profil Anak/Kondisi Klien. 323

D. Proses Rehabilitasi 325

E. Pembinaan Lanjut 329

F. Gambaran Kasus 332

G. Penutup 343

Bagian 12 : IMPLIKASI KEBIJAKAN 345

Nurdin Widodo dan Alit Kurniasari

A. Rehabilitasi Sosial Melalui Sistem Panti 346 B. Peran Keluarga dan Masyarakat Dalam

Rehabilitasi Sosial 349

C. Alternatif Model Rehabilitasi Sosial 354

DAFTAR PUSTAKA 357

EDITOR DAN PENULIS 362

(12)

Bagian 1

PERSPEKTIF PENANGANAN MASALAH MELALUI PANTI SOSIAL Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial (Balatbangsos, 2004). Oleh sebab itu pelayanan melalui sistem panti pada hakikatnya merupakan upaya-upaya yang bersifat pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi, dan pengembangan potensi klien, menjadi penting peranannya.

Rencana Strategis 2010 - 2014 Kementerian Sosial RI menjelaskan bahwa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Sosial merupakan pusat kesejahteraan sosial yang berada di baris paling depan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan pilar intervensi pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS. UPT panti sosial adalah sebuah pilihan yang harus tersedia disamping pilihan utama lainnya yakni pelayanan sosial berbasis keluarga dan komunitas dan/atau swasta, sehingga masyarakat terutama PMKS memiliki pilihan sesuai dengan kondisi mereka.

Panti sosial mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyebaran layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/

referral system) dan tempat pelatihan keterampilan. Sedangkan

prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan panti sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota masyarakat; (2) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan

(13)

yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan; (3) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan; (4) menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya; dan (5) memberikan kesempatan kepada klien untuk berpatisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan. (Balatbangsos, 2004).

Proses pelayanan panti sosial meliputi (1) tahap pendekatan awal; (2) asesmen; (3) perencanaan program pelayanan; (4) pelaksanaan pelayanan; dan (5) pasca pelayanan. Tahap pasca pelayanan terdiri dari penghentian pelayanan, rujukan, pemulangan dan penyaluran dan pembinaan lanjut.

Pembinaan lanjut merupakan tahapan terakhir dari proses pelayanan sosial dan rangkaian proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan berperan aktif dalam keluarga dan masyarakat. Pembinaan lanjut di panti-panti sosial mengalami berbagai kendala diantaranya data eks klien yang tersebar hingga ke pelosok desa, anggaran yang tidak memadai, dan pemahaman tentang pembinaan lanjut yang masih beragam mengakibatkan pelaksanaan pembinaan lanjut belum optimal. Pernyataan ini didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) pada tahun 2009, menunjukkan pembinaan lanjut pada sebagian besar PSBR diilaksanakan terbatas pada eks siswa yang terjangkau oleh anggaran, atau dilakukan bersamaan dengan sosialisasi program PSBR di daerah (Widodo, N.2009). Sedangkan hasil penelitian di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor, menunjukkan bahwa proses rehabilitasi sosial belum dilaksanakan secara maksimal karena belum siapnya sebagian orang tua klien menerima anaknya yang telah selesai menerima pelayanan di panti (Astuti, 2010). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa belum adanya dukungan dari masyarakat termasuk dunia usaha terhadap eks klien.

(14)

Padahal pembinaan lanjut dalam praktik pekerjaan sosial cukup penting untuk mencapai keberhasilan pelayanan, dan merupakan bagian dari manajemen kasus. Menurut Maguire dan Lambert (2002), manajemen kasus digunakan untuk mengelola, mengkoordinasi, dan memandu klien melalui serangkaian langkah-langkah tertentu di lapangan. Langkah tersebut antara lain asesmen awal yang mendefinisikan masalah dan kekuatan, perencanaan, penghubungan dan pengkoordinasian, pemantauan dan perubahan yang mendukung, dan pada akhirnya meringkas serta menyelesaikannya melalui terminasi dan dilanjut dengan tahap pembinaan lanjut.

Pembinaan lanjut tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip yang digunakan dalam memandu aktivitas praktik pekerjaan sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Sheafor dan Horejsi (2003), diantaranya: 1. Seorang pekerja sosial harus dapat memaksimalkan pemberdayaan

kliennya

2. Seorang pekerja sosial harus terus menerus melakukan evaluasi terhadap kemajuan dari perubahan yang dicapai klien

3. Seorang pekerja sosial harus bertanggungjawab kepada lembaga, masyarakat dan profesi pekerjaan sosial.

Menurut Woodside dan Mc.Clam (2003), Keberlanjutan pelayanan memiliki dua pengertian:

1. Keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan keberlanjutannya.

2. Keberlanjutan pelayanan berarti penyediaan layanan secara komprehensif. Didalamnya termasuk intervensi dengan dukungan dari lingkungan, memelihara hubungan dengan keluarga klien dan pihak-pihak lain dan jejaring sosial yang menghubungkan dengan pelayanan-pelayanan yang ada.

Berdasarkan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, maka bimbingan lanjut dianggap perlu untuk dilakukan. Adapun tahapan dari bimbingan

(15)

lanjut adalah sebagai berikut:

1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial. 2. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut

terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial melalui bimbingan dan penyuluhan sosial.

3. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial melalui bimbingan dan pendampingan secara individual.

4. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial melalui koordinasi dengan pihak terkait.

5. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan sistem sumber yang tersedia.

6. Melaksanakan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial dengan menggali dan mengaitkan dengan memberikan bantuan pengembangan usaha.

7. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial dalam masyarakat.

8. Mengidetifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.

9. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.

Beberapa kondisi umum yang ditemui dari kajian awal (preelemenary

research) banyak masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan pembinaan

lanjut di berbagai panti sosial, antara lain:

(16)

yang dilakukan dengan mengunjungi eks klien baik ke keluarganya maupun ke tempat kerja.

2. Mobilitas eks klien panti sosial cukup tinggi, tempat tinggal eks klien sering berpindah-pindah hingga ke luar daerah sehingga menyulitkan petugas panti sosial dalam melakukan pembinaan lanjut

3. Jangkauan pelayanan panti sosial yang cukup luas, tidak sebanding dengan kondisi SDM dan anggaran yang ada.

4. Belum berfungsinya lembaga pengirim untuk melaksanakan pembinaan lanjut pasca pelayanan panti sosial.

Evaluasi Pelaksanaan Pembinaan lanjut (After Care Services) eks klien Panti Sosial bertujuan diperolehnya gambaran faktual pelaksanaan Pembinaan lanjut pada panti-panti sosial pemerintah sebagai bahan pertimbangan Kementerian Sosial dalam merumuskan kebijakan terhadap peningkatan pelayanan sosial panti-panti sosial.

Sasaran studi ini sebanyak 10 jenis panti sosial yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Rincian dan pengertian jenis panti sosial sesuai SK Menteri Sosial RI Nomor 50/HUK/2004 tentang Standarisasi Panti Sosial adalah sebagai berikut

1. Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (3 jenis panti sosial)

a. Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang kurang mampu, terlantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

b. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi anak terlantyar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

(17)

c. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

2. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (4 jenis panti sosial)

a. Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

b. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para penyandang cacat netra agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

c. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para penyandang cacat rungu wicara agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat d. Panti Sosial Bina Laras (PSBL) adalah panti sosial yang

mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat mental bekas psikotik agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

3. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (3 jenis panti sosial) a. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) adalah panti sosial yang

mempunyai tugas memberkikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

b. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi gelandangan, pengemis dan orang terlantar

(18)

agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat

4. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (1 jenis Panti sosial);

Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) yakni panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak korban narkotika agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dalam pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang relevan untuk meneliti fenomena yang tejadi dalam suatu masyarakat, karena pengamatan diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistik dan memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan, bukan berdasarkan pada variabel atau hipotesis, sebagaimana pendapat Lexy J Moleong (2004):

Tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang - orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Jadi alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagaimana instrumen kunci

Penelitian ini bermaksud mendapat gambaran faktual pembinaan lanjut pada panti-panti sosial milik Kementerian Sosial, baik kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksanaannya. Pembinaan lanjut (after care services) merupakan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial, karena itu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial juga menjadi sasaran studi ini. Sajian data dan informasi yang komprehensif dan mendalam tentang berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial, dan pembinaan lanjut merupakan bagian tak terpisahkan dalam studi ini.

Pelaksanaan kegiatan diawali dengan uji coba instrumen di provinsi Jawa Barat, Sasaran penelitian adalah panti-panti sosial

(19)

yang ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan: 1. Panti Sosial milik Kementerian Sosial yang memiliki program

pembinaan lanjut

2. Mewakili jenis panti-panti sosial

3. Jumlah panti sosial diambil secara proposional yakni unit Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (KSA) terpilih 3 jenis panti sosial, unit Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (RSODK) terpilih 4 jenis panti sosial, unit Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial terpilih 2 jenis panti sosial dan unit Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza terpilih 1 jenis panti sosial.

Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi terpilih adalah sebagai berikut:

No Kota Jenis dan Nama Panti

1. Jakarta 1. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya

2. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Melati

2. Bekasi 1. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur

2. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tan Miyat

3. Bogor Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor

4. Sukabumi Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha

5. Magelang Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena

6. Palembang Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Perkasa

7. Jambi Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Alyatama

8. Makassar Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Wirajaya

9. Manado Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tumou Tou

10. Kupang 1. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Naibonat

2. Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Efata

Sebagai upaya memperoleh gambaran kondisi eks klien dari hasil pembinaan lanjut, juga dilakukan studi terhadap eks klien untuk setiap jenis panti sosial. Kasus-kasus yang menjadi fokus penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:

(20)

1. Eks klien yang telah memperoleh pelayanan/rehabilitasi sosial di panti sosial antara tahun 2009-2010

2. Lokasi tempat tinggal eks klien terdapat di 2 lokasi yang berbeda (kabupaten atau kota)

3. Sumber data tentang kondisi eks klien bisa diperoleh dari eks klien dan/atau keluarganya, pekerja sosial panti sosial, tokoh masyarakat dan unit lainnya yang berperan dalam pembinaan eks klien.

Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui

1. Wawancara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai panduan (interview guide) untuk memperoleh data dan informasi sesuai dengan tujuan penelitian

2. Focus Group Discussion (FGD) di setiap panti sosial untuk menghimpun berbagai permasalahan yang dihadapi panti sosial dalam pelaksanaan Pembinaan lanjut dengan kepala panti, Dinas Sosial Kabupaten/kota/ provinsi dan unsur-unsur fungsional yang terlibat dalam pelaksanaan Pembinaan lanjut 3. Observasi terhadap pelaksanaan binjut yang dilakukan oleh

petugas panti dan observasi terhadap kondisi anak pasca pelayanan panti sosial

4. Studi dokumentasi terhadap berbagai dokumen yang dimiliki panti sosial yang relevan dengan tujuan penelitian

Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan dianalis secara deskriptif kualitatif, meliputi reduksi data, penyajian, penafsiran dan menyimpulkan. Analisis data mencakup penelusuran kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang ada, yakni membandingkan data eks-klien panti sosial dengan kebijakan, program, kegiatan dan pelaksanaan pembinaan lanjut yang dilakukan oleh Panti-panti sosial.

Setiap jenis panti sosial mempunyai pedoman pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial, namun secara umum

(21)

mempunyai kesamaan dalam tahapan pelayanan dan rehabilitasi sosial. Temuan lapangan terkait dengan proses rehabilitasi sosial, pelaksanaan bimbingan lanjut dan kondisi eks klien, pasca rehabilitasi sosial untuk setiap jenis panti sosial disajikan dalam laporan hasil penelitian, dengan sistematika sebagai berikut: Bagian 1 : Perspektif Penanganan Masalah Melalui Panti Sosial Bagian 2 : Monitoring dan Evaluasi Hasil Pembinaan sebagai

pembinaan lanjut di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Alyatama Provinsi Jambi, Alit Kurniasari

Bagian 3 : Pelayanan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Anak Berkonflik dengan Hukum di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena Magelang (Fokus pada Pembinaan Lanjut (After Care Services), Husmiati

Bagian 4 : Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Naibonat Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur: Tantangan Pendidikan Masa Depan, Indah Huruswati

Bagian 5 : Studi Tentang Pembinaan lanjut (After Care Services) di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), oleh: Nurdin Widodo dan Hemat Sitepu

Bagian 6 : Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial pada Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW): Sinergi Petugas Pelaksana Pelayanan Menuju Keberhasilan Kemandirian Eks Klien, Moh Syawie

Bagian 7 : Efektivitas Pelayanan Sosial melalui Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (PSBN), Mulia Astuti

Bagian 8 : Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha Sukabumi: Alternatif Penanganan Orang Dengan Kecacatan Mental Eks Psikotik, Agus Budi Purwanto dan Suprapto Hadi

(22)

Bagian 9 : Pembinaan Lanjut Pada Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur, Setyo Sumarno

Bagian 10 : Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Terhadap Gelandangan dan Pengemis di PSBK Pangudi Luhur Bekasi: Studi Kasus Pembinaan Lanjut, Ruaida Murni Bagian 11 : Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Panti

Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor (Konsentrasi Pembinaan Lanjut), Sri Gati Setiti

Bagian 12 : Implikasi Kebijakan, Nurdin Widodo dan Alit Kurniasari

(23)
(24)

Bagian 2 MONITORING DAN EVALUASI HASIL PEMBINAAN SEBAGAI

PEMBINAAN LANJUT DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK (PSAA) ALYATAMA PROVINSI JAMBI

Alit Kurniasari Keberhasilan suatu program pelayanan di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)-Alyatama dapat dilihat dari keberhasilan eks klien setelah keluar dari panti, dan hal tersebut diketahui melalui kegiatan monitoring dan evalusi hasil pembinaan. Kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan bagi petugas/pengurus di PSAA Alyatama diasumsikan sebagai kegiatan pembinaan lanjut. Uraian dibawah ini akan memberi gambaran tentang evaluasi Pelaksanaan Pembinaan Lanjut (After Care Services) Eks Klien di PSAA dan mengapa kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan di PSAA Alyatama Prov. Jambi diasumsikan sebagai pembinaan lanjut.

A. Pendahuluan

Permasalahan anak terlantar adalah masalah klasik, yang dapat menjadi sumber timbulnya permasalahan anak lainnya, karena ketidak hadiran orang tua dalam pengasuhan anak. Status anak yatim piatu, yatim, dan piatu, serta anak yang berasal dari rumah tangga sangat miskin, diasumsikan terlantar dan membutuhkan kebutuhan layak bagi perkembangannya. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No.4 tahun 1979, dan hal yang sama diamanatkan pada UU No. 23 Tahun 2002, yang menyatakan bahwa anak terlantar, yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Dampak yang cukup menonjol dari keterlantaran ini, anak tidak dapat melanjutkan sekolah atau drop

out sekolah karena tidak ada biaya untuk sekolah dan minimnya

kehidupan psikologis anak. Kemiskinan merupakan sumber terjadinya keterlantaran, namun ketidak hadiran orang tua dan

(25)

atau ketidakmampuan orang tua dalam melaksanakan fungsinya secara wajar; baik karena meninggal, perceraian, mengidap penyakit kronis, korban bencana, dapat menjadi pemicu anak tidak dapat hidup secara layak.

Padahal siapapun anak baik yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi, agama dan budaya yang berbeda-beda, secara universal mereka tetap memiliki kebutuhan dan hak untuk dipenuhi, disamping memiliki kewajiban lainnya sebagai seorang anak. Mereka berhak untuk memperoleh kehidupan yang layak, memperoleh jaminan untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal.

Dalam hal ini negara atau pemerintah dan berbagai pihak terkait berperan dalam penanganan masalah tersebut secara komprehensif, holistik dan integratif, agar anak tetap dapat hidup layak. Sebagaimana yang termuat dalam UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009, menyatakan bahwa penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Dengan catatan, pelayanan kesejahteraan sosial melalui sistem panti sebagai pelayanan alternatif (terakhir) apabila fungsi dan peran orang tua sebagai orang yang pertama dan utama tidak dapat berfungsi, dan setelah tidak adanya kerabat yang berperan mengambil alih pengasuhan dan perlindungan anak.

Seiring maraknya didirikan panti asuhan untuk menangani anak-anak, yatim piatu atau anak-anak dari keluarga miskin, akan menjadi keprihatinan tersendiri, jika dihubungkan dengan pola pengasuhan yang diperoleh anak selama dalam panti. Sebagaimana temuan penelitian Quality Care di PSAA (2007) menunjukkan bahwa pelayanan di PSAA lebih menitikberatkan

(26)

akses ke pendidikan dan pemenuhan kebutuhan material, dibandingkan perhatian pada kebutuhan emosional, atau psikososial anak. Belum lagi status anak, dimana hampir 90% anak-anak di panti asuhan di Indonesia masih mempunyai salah satu orang tua, dan lebih dari 56% masih memiliki orang tua lengkap, bahkan mereka ditempatkan di panti oleh keluarganya, akibat keterbatasan ekonomi. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena anak akan hidup dalam panti selama kurun waktu kurang lebih 2 sampai 4 tahun lamanya, bahkan mungkin lebih lama lagi. Ditambah dengan jarak rumah dan panti sosial yang cukup jauh, semakin beresiko terbatasnya relasi anak dengan orang tua. Usia anak asuh dalam panti, yang masih membutuhkan bimbingan dan pengasuhan dari orang tua, sudah terserabut dari kehidupan keluarganya, karena pengasuhan oleh orang tua tidak dapat tergantikan dengan pengasuhan di panti sosial yang peranannya sangat kecil. Tentu saja kondisi ini, menjadi kekhawatiran tersendiri karena secara tidak langsung akan berdampak pada perkembangan emosi anak dan keterasingan anak dari kehidupan keluarga. Untuk meminimalisir permasalahan yang timbul pasca anak keluar dari panti maka pembinaan lanjut sangat besar peranannya, dimana anak kembali memperoleh bimbingan dan pembinaan selama hidup di masyarakat.

Pelayanan yang diterima anak asuh di PSAA, dimana pendidikan formal sebagai kegiatan utama ditambah dengan bimbingan keterampilan sebagai kegiatan penunjang, bertujuan membentuk anak yang mandiri, bertangung jawab dalam menghadapi kehidupan di masyarakat. Setelah anak asuh lulus dari pendidikan setara SLTA, maka pelayanan dari panti berakhir bersamaan dengan itu anak asuh harus keluar dari panti dan kembali ke keluarga. Keberhasilan pelayanan dalam panti diketahui dari kondisi anak saat hidup bermasyarakat, yang dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan. Permasalahannya adalah kegiatan monitoring dan evaluasi hasil

(27)

pembinaan di PSAA Alyatama dilakukan pada akhir pelayanan, bukan melihat dan menilai perkembangan anak selama menerima pelayanan di panti, bahkan lebih jauh lagi kegiatan tersebut, dikonotasikan sebagai pembinaan lanjut.

Berdasarkan gambaran tersebut, maka akan dilakukan evaluasi pembinaan lanjut, di PSAA Alyatama. Selanjutnya akan ditelusuri kebijakan apa yang mendasari kegiatan pembinaan lanjut dan bagaimana pemahaman petugas tentang pembinaan lanjut, sehingga pembinaan lanjut disebut sebagai monitoring dan evaluasi hasil pembinaan di PSAA Alyatama? Untuk itu penting dilakukan penelitian evaluasi pembinaan lanjut dengan tujuan untuk:

1. Mendapatkan data dan informasi tentang kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan sebagai pembinaan lanjut di PSAA Alyatama.

2. Mendapatkan data dan informasi tentang kebijakan yang mendasari pembinaan lanjut dan pemahaman petugas terhadap pembinaan lanjut

3. Mendapatkan data dan informasi tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi kegiatan pembinaan lanjut

Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif, bertujuan memperoleh gambaran kondisi situasi atau fenomena eks klien terkait pemenuhan kebutuhan dan hak anak di PSAA. Data dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi, dideskripsikan dan menyajikannya dalam bentuk tulisan. Kelengkapan informasi dilakukan melalui tehnik diskusi terfokus, observasi, studi dokumentasi, wawancara mendalam. Informan terdiri dari pengelola dan atau pengurus panti, pengasuh, tenaga pendukung dan anak-anak eks klien. Keluaran dari penelitian ini akan bermanfaat bagi Direktorat Kesejahteraan Anak, Kementerian Sosial, sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan pelayanan di PSAA, terutama sebagai masukkan bagi

(28)

implementasi Standar Nasional Pengasuhan untuk LKSA (2011). Sasaran dipilihnya PSAA Alyatama di Provinsi Jambi, karena panti dimaksud sebagai UPT Kemsos, dan lembaga percontohan bagi panti sejenis lainnya (PSAA) di wilayah Sumatera.

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini : tentang Pembinaan lanjut, yang didefnisikan sebagai bagian dari rangkaian pelayanan sosial berbasis lembaga, dilakukan sesudah terminasi atau pemutusan hubungan profesional antara PSAA dengan anak. Dalam hal ini, pembinaan lanjut dilakukan untuk memperkuat kemampuan yang pernah diperoleh dalam panti atau menangani masalah yang dihadapi anak yang belum terselesaikan. Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (2011), tidak secara eksplisit menyebut istilah kegiatan pembinaan lanjut, melainkan kegiatan monitoring terhadap perkembangan anak, setelah proses pengakhiran secara profesional atau terminasi. Dengan catatan, setelah dipastikan keluarga siap menerima kembali anak dalam kehidupan mereka. Menurut Woodside dan McClam (2003), Keberlanjutan pelayanan memiliki dua pengertian:

1. Keberlanjutan berarti bahwa pelayanan yang diberikan pada klien tidak terputus dari tahap awal sampai terminasi dan keberlanjutannya.

2. Keberlanjutan pelayanan berarti penyediaan layanan secara komprehensif. Didalamnya termasuk intervensi dengan dukungan dari lingkungan, memelihara hubungan dengan keluarga klien dan pihak-pihak lain dan jejaring sosial yang menghubungkan dengan pelayanan-pelayanan yang ada. Tahapan dari bimbingan lanjut sebagai berikut:

1. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks klien, sebagai penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.

(29)

terhadap eks klien, penerima program pelayanan kesejahteraan sosial melalui bimbingan dan penyuluhan sosial, bimbingan dan pendampingan secara individual, koordinasi dengan pihak terkait, menggali dan mengaitkan dengan sistem sumber yang tersedia dan memberikan bantuan pengembangan usaha. 3. Memantau perkembangan eks penerima program pelayanan

kesejahteraan sosial dalam masyarakat.

4. Mengidetifikasi hambatan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap eks penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.

5. Memberikan supervisi dalam pelaksanaan bimbingan dan pembinaan lanjut terhadap pekerja sosial di bawahnya.

Dalam pembinaan lanjut terdapat kegiatan untuk melihat, mengetahui memantau perkembangan anak selama dalam panti (review anak) sampai diputuskan berakhirnya pelayanan. Sementara pemahaman tentang monitoring adalah kegiatan memantau, mangamati capaian hasil apakah sudah sesuai dengan tujuan yang akan dihasilkan. Evaluasi sebagai suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yng telah ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono 2009).

Suharsimi Arikunto (2004) menyebutkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak

decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil.

Pelayanan sosial dapat ditafsirkan dalam konteks kelembagaan terdiri atas program-program yang disediakan berdasarkan kriteria untuk (1) menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan-pendidikan-kesejahteraan, (2) memudahkan akses pada pelayanan dan lembaga-lembaga umumnya dan (3)

(30)

membantu mereka yang berada dalam kesulitan (Fahrudin, 2011). Terdapat lima tahap pelayanan sosial, yaitu: (1) engagement, intake dan contract, (2) asesmen, (3) perencanaan, (4) intervensi, (5) evaluasi dan terminasi.

Perkembangan Anak menurut model ekologis (Bronferberner); dipengaruhi oleh sistem yang terdiri dari Mikro-meso-exo-makro system. Bahkan anak itu sendiri memiliki perbedaan secara individual (usia jenis kelamin, kesehatan dll) yang akan mempengaruhi perkembangannya. Sejalan dengan usia anak, berada dalam sistim Mikro, terdiri dari sekolah, teman sebaya, keluarga, tempat bermain, kelompok keagamaan, teman sebaya/ lingkungan anak. Bertambahnya usia anak dalam lingkup pelayanan kesehatan, media masa, berada dalam sistem MESO, sebagai interaksi antara lingkungan exo dan mikro. Perkembangan anak dalam sistem EXO, yang mempengaruhi perkembangan anak, seperti keluarga yang lebih luas, (dengan bertambah jumlah anak dan situasi keluarga membuat anak tinggal di tempat luas, atau anggota keluarga lain): Media masa, layanan hukum: (tindakan anak sudah diperhitungkan dengan aturan hukum; layanan kesejahteraan sosial (anak masuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial), tetangga lebih, teman keluarga. Dalam sistem MAKRO (tindakan dan ideologi budaya): berupa kebijakan negara mulai UU, PP, Perda yang berpihak pada anak.

B. Profil Panti Dan Profil Anak 1. Profil Panti

Panti Sosial Asuhan Anak Alyatama merupakan salah satu lembaga sosial yang menjalankan tugas sebagai pelayanan kesejahteraan sosial, dikelola oleh Kementerian Sosial, mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar melalui pengasuhan dan memberikan pelayanan pengganti fungsi orang tua/keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental

(31)

dan sosial sehingga anak memperoleh tempat untuk tumbuh dan berkembang, memperoleh perlindungan dan partisipasi secara optimal dimana pendekatan pelayanan didasarkan pada fungsi pekerjaan sosial. PSAA Alyatama beralamat di Jl. Sultan Hasanudin No. 03 Talang Bakung, Jambi, Propinsi Jambi. Telp/HP/Fax 074-570160, Email: alyatama@depsos.go.id atau jbi@yajoo.com.WEB: alyatama.depsos.go. id. Berdiri pada tahun 1980/1981 dan mulai melaksanakan kegiatan pelayanan pada tahun 1984/1985. Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 106/HUK/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial RI, PSAA Alyatama Jambi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI, dimana secara struktur kelembagaan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, sedangkan secara teknis operasional mengacu pada kebijakan dan program yang ditetapkan oleh Direktur Kesejahteraan Sosial Anak.

Visi panti adalah terwujudnya panti sosial sebagai pusat pelayanan sosial percontohan, profesional dan terpercaya, Misi panti adalah

a. menyelenggarakan dan mengembangkan program pelayanan sosial dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan anak dan multi layanan.

b. Mewujudkan kualitas pelayanan berdasarkan propfesionalisme, efektifitas, efisien dengan berorientasi kepada kepuasan kelayan.

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat serta memperluas jaringan kerja.

Tujuan dari pelayanan PSAA Alyatama adalah: (1). Terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar anak, (2) Terbentuknya karakter anak yang jujur, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, terampil dan

(32)

mandiri, (3) Terlakasananya pelayanan yang selaras dengan tuntutan kebutuhan kelayan dan masyarakat

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya PSAA Alyatama memiliki petugas sebanyak 45 orang, yang terdiri dari pejabat struktural sebanyak 4 orang, pengasuh 11 orang, instruktur dan fungsional pekerja sosial 3 orang, Psikolog 1 orang, staf panti 24 orang, dan petugas pendukung lainnya seperti satpam, cleaning service, tukang masak, tukang kebun, supir, 8 orang. Status pegawai PNS sebanyak 35 orang dan tenaga honor sebanyak 10 orang.

Sarana yang dimiliki PSAA Alyatama cukup memadai, meliputi Ruang kantor, yang berada di bagian depan, dilengkapi dengan ruang-ruang umum untuk kegiatan sehari-hari, sementara asrama anak/cottage berada di bagian belakang yang berjumlah 23 kamar, serta ruang pelatihan keterampilan, klinik serta Perpustakaan, Prasarana yang dimiliki panti cukup memadai, selain peralatan kantor,dan komunikasi dalam kondisi baik, juga memiliki alat transportasi mobil sebanyak 5 unit dan sepeda motor 6 unit.

2. Profil Anak

Kriteria klien PSAA Alyatama:

a. Anak terlantar mencakup yatim terlantar, piatu terlantar, yatim piatu terlantar usia 6 s/d 18 tahun, belum menikah; b. Anak yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak

mampu melaksanakan fungsinya secara wajar;

c. Anak yang keluarganya mengalami perpecahan, mengidap kronis, korban bencana dll.

Kenyataannya presentase klien memiliki orang tua lengkap pada setiap tahun penerimaan selalu tinggi dibandingkan anak dengan anak piatu, yatim dan yatim piatu, yang presentasinya kurang dari 30%. Penempatan anak di PSAA belum sesuai

(33)

dengan kriteria anak terlantar, dan tidak memiliki orang tua. Berikut tabel status klien.

Tabel 1. Jumlah anak berdasarkan Status

No. Status 2009 2010 2011 Jumlah

1 OT hidup 58 59 58 175

2 Yatim 4 2 - 6

3 Piatu 20 21 19 60

4 Yatim piatu 8 8 5 21

J u m l a h 90 90 82 262

Status anak asuh tahun anggaran 2012, menunjukkan hampir 80% dirujuk oleh orang tua, dan hanya 15% saja yang dirujuk oleh sanak saudara dan Dinas Sosial setempat, yang pemberi rekomendasi untuk pengasuhan anak dalam panti.

Sesuai dengan kapasitas tampung, maka jumlah klien mulai dari tahun 2009-2011 yang terdiri dari:

Tabel 2. Jumlah anak berdasarkan jenis kelamin

No Tahun L P Total

1. 2009 51 39 90

2. 2010 50 40 90

3. 2011 40 42 82

Total 141 121 262

Tempat tinggal klien lebih banyak berasal dari luar kabupaten/ kota Jambi, daripada yang berasal dari kabupaten/kota Jambi. bahkan ada yang berasal dari luar prov Jambi (Padang, Palembang). Kondisi geografis yang cukup jauh, berpengaruh pada proses penjangkauan dan pembinaan lanjut. Berikut tabel anak berdasarkan asal daerah

(34)

Tabel 3. Jumlah anak berdasarkan asal daerah

No. Asal Daerah 2009 2010 2011 Jumlah

1 Dari desa/kel setempat 3 6 3 12

2 Dari kec. Setempat 1 1 - 2

3 Dari kab/kota setempat 6 7 3 16

4 Dari luar kab/kota 78 75 74 227

5 Dari luar provinsi * 2 1 2 5

J u m l a h 90 90 82 262

Keterangan * : Sumatera Selatan dan Sumatera Barat

Usia klien antara 15-18 tahun menunjukkan presentasi tinggi, dengan pendidikan setara SLTA,, disusul anak usia 12-14 tahun, yang berpendidikan SLTP. Berikut jumlah klien berdasarkan usia.

Tabel 4. Jumlah anak berdasarkan jenjang usia

No. Usia Anak 2009 2010 2011 Jumlah

1 9-11 thn 1 3 - 4

2 12-14 thn 58 20 21 99

3 15-18 thn 23 64 56 143

4 >18 thn 8 3 5 16

J u m l a h 90 90 82 262

3. Proses Pelayanan Sosial

Dalam melaksanakan pelayanannya, berdasarkan tahapan beikut:

a. Tahap Pendekatan awal/Pelayanan awal

b. Identifikasi dan Penjangkauan, dilaksanakan pada awal tahun melalui penyuluhan dan sosialisasi tentang keberadaan PSAA dan pelayanan yang diberikan PSAA, kepada masyarakat.

c. Seleksi dan Registrasi, sebagai proses pemilihan klien yang memenuhi persyaratan pelayanan dalam panti,

(35)

dilaksanakan oleh Tim Seleksi yang dibentuk berdasarkan SK Kepala panti.

d. Kontrak, untuk membuat kesepakatan pelayanan secara tertulis antara pihak panti dengan calon klien (keluarga/ pihak yang menyerahkan).

e. Orientasi, ditujukan kepada calon klien yang lolos seleksi, dilaksanakan oleh Seksi Rehabilitasi Sosial dibantu pengurus organisasi IPPA (Ikatan Putra-Putri Alyatama) Jambi.

f. Pengasramaan, menempatkan klien pada satu rumah masing-masing menempati 8 s/d 10 orang dengan satu orang pengasuh.

4. Tahap Bimbingan

a. Bimbingan fisik dan kesehatan :

Bimbingan fisik: meliputi kegiatan olahraga wajib dan permainan. Olahraga wajib dilaksanakan 3 x dalam seminggu dan olah raga permainan, yang bersifat rekreatif dilaksanakan setiap hari kamis dan sabtu setelah waktu sholat Ashar, dengan Instruktur dari pegawai panti yang telah ditunjuk.

Bimbingan kesehatan, meliputi pemeriksaan kesehatan, dilaksnaakan rutin, bergiliran oleh Perawat Poliklinik PSAA Alyatama Jambi. Panti juga menyediakan fasilitas rawat inap dan rawat jalan bagi klien yang memerlukan perawatan kesehatan di Klinik Panti. kegiatan lainnya berupa pengarahan tentang kesehatan dan kebersihan lingkungan termasuk penyediaan sarana kebersihan diri berupa sabun cuci, sabun mandi, sikat gigi dan pasta gigi, handuk pada setiap bulannya.

b. Bimbingan Mental Keagamaan

(36)

pengajian rutin, setelah sholat maghrib, sampai menjelang Isya, 2) belajar pidato keagamaan setiap malam minggu setelah sholat maghrib. 3) ceramah agama setiap bulan. 4) sholat wajib berjamaah di mushola panti, kecuali sholat dzuhur. 5) Memperingati hari besar Islam Pelaksanaannya bekerjasama dengan IAIN Sultan Thaha Syaifudin Jambi terutama dalam perumusan materi bimbingan, mekanisme bimbingan serta bantuan tenaga penceramah. :

c. Bimbingan Sosial dan Pendidikan

Bimbingan sosial, diberikan secara kelompok dan individual, secara informal berupa nasehat, arahan dan sanksi bagi klien yang melanggar norma dan tata tertib panti. Selain itu konseling bagi klien yang mengalami permasalahan baik tentang dirinya maupun lingkungan dilaksanakan oleh Pekerja sosial dan pengasuh pada setiap asrama. Meski pada kenyataannya bimbingan kelompok maupun individu jarang dilakukan sehingga kurang dirasakan manfaatnya, karena perhatian pengasuh terhadap permasalahan individul maupun kelompok, jarang dilakukan. Hubungan dan keakraban dengan pengasuh relatif tidak sama pada setiap rumah, ada yang akrab dengan pengasuh namun juga ada yang mengambil jarak antara anak dan pengasuh.

Bimbingan sosial dan konsultasi bagi keluarga berupa home visit, dalam rangka mengumpulkan data permasalahan klien, dilakukan pada saat klien mengalami permasalahan. Sementara untuk mempererat hubungan kelembagaan, serta dukungan sosialisasi dan motivasi, belum banyak dilakukan.

Pendidikan Formal, diberikan pada semua klien, untuk memilih sekolah yang sesuai dengan minat dan kemampuan namun tetap melalui bimbingan dan arahan pekerja sosial

(37)

dengan mempertimbangkan dana yang tersedia. Jenis pendidikan formal antara lain SMP/MTs, SMA/SMK/MAN baik negeri maupun swasta. Semua kebutuhan sekolah disediakan panti, seperti pakaian seragam sekolah 2 stel, pakaian Pramuka 1 stel, sepatu 2 pasang, pakaian olahraga 2 stel, pakaian muslim/muslimah 1 stel.

d. Bimbingan Keterampilan

Bimbingan diberikan dengan tujuan untuk menggali bakat dan potensi serta menyalurkan minat klien agar tumbuh menjadi anak yang terampil, ulet dan mandiri. Selain itu untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya setelah menyelesaikan pelayanan dengan harapan dapat membantu anak bekerja. Bimbingan keterampilan meliputi:

1) Menjahit; dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis pukul 15.30 s/d 17.30 WIB dibawah bimbingan 1 orang instruktur sukarelawan/anggota masyarakat Kelurahan Talang Bakung, didampingi Pekerja Sosial.

2) Tata boga, kerajinan tangan dan Membatik; dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 15.30 s/d 17.30 WIB secara berselang setiap Minggu antara kegiatan Tata Boga, Membatik dan Kerajinan tangan (manik-manik). Instruktur dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dinas Pendidikan Nasional Kota Jambi.

3) Komputer, dilaksanakan pada setiap hari senin dan kamis pukul 15.30 s/d 17.30 WIB.dibawah bimbingan 1 orang instruktur. Materi berupa 1) Pengenalan Sistem Operasi Windows, 2) Microsoft Word, 3) Microsoft Excel. Menurut eks klien, bahwa bimbingan komputer kurang memadai: dan belum cukup sebagai modal bekerja.

(38)

4) Otomotif, berupa perbengkelan motor, dilaksanakan setiap hari kamis dan jumat pukul 16.30 s.d 17.30 WIB dibawah bimbingan 1 orang instruktur.

Tabel 5. Jumlah anak berdasarkan jenis keterampilan

No. Jenis keterampilan 2009 2010 2011

1 Menjahit 32 20 12

2 Operator komputer 13 20 14

3 Kerajinan tangan & tata boga 32 29 6

4 Bengkel motor 6 7 7

5 Membatik 7 9 10

J u m l a h 90 85 49

Pilihan jenis keterampilan pada setiap tahun berbeda-beda pesertanya. Presentasi jumlah peserta pada keterampilan komputer selalu besar, bersamaan dengan minat terhadap keterampilan menjahit. Eks klien menanggapi bimbingan komputer, cukup bermanfaat meski belum dapat dijadikan sebagai modal bekerja, sementara keterampilan lainnya belum banyak dirasakan manfaatnya.

e. Bimbingan Belajar

Terdiri dari bimbingan belajar malam dan belajar tambahan (les), kenyataannya bimbingan belajar malam jarang dilakukan, sehingga klien banyak belajar sendiri-sendiri. Sementara bimbingan Belajar (Les), sebagai kegiatan tambahan belajar khususnya bagi anak yang duduk di kelas I dan II SMP, serta kelas I dan II SMA, cukup sering dilakukan dibawah bimbingan guru yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Kepala Panti. Waktu pelaksanaan kegiatan ini yaitu setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 16.30 - 17. 30 WIB.

f. Kegiatan Rekreasi sebagai pemanfaatan waktu luang, diisi dengan berbagai kegiatan lomba antar asrama maupun

(39)

perorangan, diantaranya, 1) Pertandingan olah raga antar asrama. 2) Kegiatan Out Bound 3) Widya Wisata diantaranya yang pernah dilakukan ke Kerinci.

5. Tahap Reintegrasi (Bimbingan Hidup Bermasyarakat dan Integrasi Sosial),

bertujuan untuk mempersiapkan klien dalam memasuki lingkungan sosial baru. Bentuk pertemuan dengan orang tua klien, berupa ceramah dan diskusi dari petugas dari panti

6. Tahap Terminasi dan Penyaluran

Kegiatan ini merupakan tahap akhir pembinaan berupa persiapan pemutusan hubungan pelayanan profesional antara PSAA Alyatama Jambi dengan klien yang telah menyelesaikan pendidikan formal setingkat SLTA. Bentuk kegiatan berupa Magang kerja yang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, pada bulan Mei s.d Juli. Lokasi magang di perusahaan maupun instansi pemerintah yang tersebar di Kota Jambi, antara lain di 1) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Jambi 2) BPMPP Provinsi Jambi, 3) Harian Jambi Independent, 4) Radio BOSS FM Jambi, 5) Icha Sablon dan Digital Printing, 6) Eko Sablon dan Digital Printing. Tempat tersebut dipilih atas dasar hasil assessment terhadap minat, bakat dan kemampuan klien, serta berdasarkan daya tampung dan kemampuan lembaga/ badan usaha yang akan dijadikan lokasi magang kerja.

7. Monitoring dan Evaluasi Hasil Pembinaan

Monitoring dan evaluasi hasil pembinaan dilaksanakan terhadap klien yang telah disalurkan baik ke dunia kerja maupun dikembalikan kepada orang tua/keluarga, melalui pemantauan perkembangan serta bimbingan mental maupun sosial.

(40)

C. Pembinaan Lanjut

Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembinaan lanjut di PSAA Alyatama disebut sebagai kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan, untuk menelusuri keabsahananya maka akan diuraikan kebijakan yang mendasari, dan pemahaman dari petugas/peksos maupun pengasuh serta pelaksanaannya:

1. Kebijakan

Pembinaan lanjut sebagai bagian dari tahapan proses pelayanan, di PSAA Alyatama berupa kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan. Artinya eks klien akan dipantau dan dievaluasi kondisinya baik secara fisik maupun psikologis sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan dari pembinaan.

Kebijakan yang mendasari kegiatan pembinaan lanjut, sebelum terbitnya Permensos, No. 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), menggunakan petunjuk Teknis Pelayanan dalam panti (2004). Pada petunjuk teknis dikemukakan bahwa pembinaan lanjut sebagai bagian dari rangkaian pelayanan sosial berbasis lembaga, dilakukan sesudah terminasi atau pemutusan hubungan profesional antara PSAA dengan anak, untuk memperkuat kemampuan yang pernah diperoleh atau menangani masalah yang dihadapi anak dan belum terselesaikan, terutama dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat dan saat kembali ke keluarga.

Kebijakan pembinaan lanjut pada Standar Nasional Pengasuhan di LKSA, tidak secara eksplisit menyebut istilah kegiatan pembinaan lanjut pasca terminasi, melainkan kegiatan monitoring terhadap perkembangan anak, setelah proses pengakhiran secara profesional atau terminasi. Dengan catatan, setelah dipastikan keluarga siap menerima kembali anak dalam kehidupan mereka.

(41)

Kebijakan tersebut, mengandung konsekuensi, bahwa perkembangan anak selama di panti selalu direview terhadap penempatannya dan merencanakan penempatan terbaik bagi anak. Artinya, kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara kontinum dan berkelanjutan, dengan melibatkan anak dalam perencanaan pengahiran, minimal sebulan sebelum anak dikembalikan ke keluarga, sehingga kembalinya anak ke keluarga dan meninggalkan panti sesuai dengan review penempatan. Termasuk melibatkan orang tua dalam pengakhiran pelayanan serta menjelaskan rencana monitoring untuk mengetahui perkembangan anak.

2. Pemahaman Pembinaan lanjut

Pemahaman tentang pembinaan lanjut disandingkan dengan petunjuk teknis (2004) maupun standar Nasional Pengasuhan Anak dalam LKSA (2012) nyatanya dipahami sangat berbeda oleh petugas atau pejabat struktural maupun pengasuh dan pekerja sosial. Diskusi kelompok mengemuka pendapat sbb:.

”pembinaan lanjut bukan pembinaan ke keluarga, tapi melihat klien setelah kembali ke keluarga, bagaimana kondisi fisik, mental dan sosial eks klien. Imbuh pengasuh A.

Menurut Pekerja Sosial (B) bahwa “kegiatan pembinaan lanjut

sebagai kunjungan ke anak asuh pada saat Praktek Bimbingan Keterampilan (PBK) berlangsung,

Sementara menurut pejabat struktural (X) menyatakan bahwa:

“kegiatan pembinaan lanjut adalah suatu kegiatan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan klien yang telah selesai mengikuti pembinaan dikembalikan ke keluarga dan atau disalurkan ke dunia kerja baik dari sisi kendala di lapangan maupun kondisi dalam diri anak.

Petugas (Z) dan pejabat struktural (Y) lainnya menyatakan bahwa

(42)

“kegiatan monitoring dan evaluasi, yang ditujukan terhadap eks klien yang telah disalurkan baik ke dunia kerja maupun dikembalikan kepada orang tua/keluarga. Pelaksaannya melalui pemantauan perkembangan mental maupun sosial anak dan dilakukan melalui kunjungan ke rumah atau tempat kerja.

Dengan demikian pembinaan lanjut dipahami sebagai mana kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan yang selama ini rutin dilakukan PSAA Alyatama.

3. Pelaksanaan Pembinaan lanjut:

Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh petugas panti hanya pada saat anak praktek belajar kerja (PBK), dan setelah anak kembali ke keluarga, dengan menggunakan form monitoring dan evaluasi. Secara struktural kegiatan ini dibawah tanggung jawab Seksi PAS, sementara pelaksana tugas Monitoring dan Evaluasi atau pembinaan lanjut adalah pejabat eselon IV (TU, Sie Rehsos), dibantu oleh pekerja sosial serta pengasuh, selama 3 hari kerja. Bentuk kegiatannya melalui home visit atau kunjungan ke tempat praktek kerja, ditujukan pada alumni lulusan setahun lalu tetapi juga lulusan 2 tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan, karena jumlah kelulusan, pada setiap tahun anggaran tidak sama Sebagaimana monitoring dan evaluasi pada tahun 2011 ditujukan pada 25 orang eks klien, sementara tahun 2010 ditjukan pada 15 orang eks klien. Berikut lokasi kegiatan monitoring evaluasi pada TA 2011

Tabel 6. Lokasi Monev TA 2011

No Kabupaten/Kota Sasaran 1. Kerinci 1 orang 2. Merangin 3 orang 3. Serolangun 3 orang 4. Tebo 4 orang 5. Bungo 2 orang 6. Batanghari 3 orang 7. Jambi 3 orang

(43)

8. Tanjung Jabung Timur 2 orang

9. Tanjung Jabung Batar 1 orang

10. Muara jauh 2 orang

11. Sungai Penuh 1 orang

12. Palembang 1 orang

Jumlah 25 orang

4. Kendala Pelaksanaan Pembinaan Lanjut

Dukungan anggaran tidak sesuai dengan lokasi atau kondisi lapangan. Wilayah dan kondisi geografis yang cukup jauh, meski berada dalam satu kabupaten, tidak cukup ditempuh dengan biaya perjalanan selama 3 hari untuk mengunjungi 3 orang eks klien. Misalnya kunjungan ke Kab.Batanghari.

“Seharusnya disesuaikan dengan SPPD ke kabupaten dan sampai ke lokasi tempat tinggal, sementara jarak dan lokasi tempat tinggal anak tidak diperhitungkan kedalam biaya transportasi”.

Upaya untuk mengatasi kendala :

a. Petugas berinisiatif mengumpulkan anak di kecamatan, atau suatu tempat, sehingga tidak dapat mengobservasi kondisi keluarga, mewawancarai orang tua atau kerabat mereka.

b. Pembinaan lanjut atau kegiatan monitoring dan evaluasi hasil pembinaan, dilaksanakan bersamaan dalam satu perjalanan tugas seleksi atau penjangkauan anak pada tahap awal.

Saran pengasuh, terhadap pelaksanaan pembinaan lanjut,: a. Anggaran disesuaikan dengan jarak, lokasi tempat

tinggal anak; “anggaran harus adil, transport lokal seharusnya

disesuaikan dengan lokasi tempat anak berada”. Imbuh D.

b. Melakukan persiapan sebelum anak kembali ke keluarga atau terminasi melalui kegiatan: Home visit sehingga dapat diketahui apakah anak akan bekerja atau kembali kekeluarga. Sebagaimana diungkapkan pengasuh,

(44)

(N) “Home visit sebaiknya dilaksanakan untuk mendukung

pelaksanaan pembinaan lanjut. Sementara home visit yang selama ini dilakukan hanya pada anak yang bermasalah”

c. Pelaksanaannya dimulai saat anak di dalam panti sampai menjelang berakhirnya pelayanan, sehingga petugas akan mengetahui kehidupan keluarganya.

Sebagai mana dikemukakan oleh pengasuh (M),

Anak akan terpengaruh dari lingkungan. Jangan terfokus pada anak saja, harusnya merubah pada keluarga, bagaimana anak bisa bersekolah sementara keluarga tidak berubah seharusnya keluarga diubah pola pikirnya.

d. Bimbingan reintegrasi anak ke masyarakat, tidak cukup dengan cara penyuluhan pada Orang Tua, untuk memotivasi keluarga tanpa melihat langsung kondisi keluarganya.

e. Melibatkan Dinas Sosial sebagai lembaga yang memberi rujukan dan menindaklanjuti pembinaan setelah anak kembali ke keluarga.

5. Hasil Pembinaan Lanjut:

Berdasarkan isian form monitoring dan evaluasi hasil pembinaan pada tahun anggaran 2010 dan 2011, diperoleh gambaran bahwa:

a. Jumlah eks klien yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi lebih sedikit dibandingkan yang bekerja, mencapai 95%. Hasil monitoring dan evaluasi tahun 2010: hanya 4 orang saja yang melajutkan sekolah, 1 orang kursus, 4 orang bekerja di swasta dan 6 orang kembali ke keluarga/ orang tua.

b. Terjadi perubahan kepengasuhan anak dari orang tua ke kerabat. Sebagian besar tidak tinggal bersama orang tua tetapi tinggal di rumah kontrakan, berada di kota besar

(45)

karena bekerja. Namun anak-anak yang lulus tahun 2011 sebagian besar masih tinggal bersama orang tua.

c. Kondisi fisik umumnya cukup sehat, hanya saja ada beberapa anak yang tidak bersih dan tidak rapi, kondisinya kurus, karena pola makan yang tidak teratur.

d. Umumnya eks klien, mampu beradaptasi dengan kehidupan keluarga dan masyarakat, berperilaku sopan, baik dan ramah, selain itu mampu akrab dan mampu komunikasi dengan masyarakat, bahkan mengajarkan keterampilan yang ia peroleh dari panti.

e. Ditemukan adanya eks klien berperilaku ”bebas” karena tidak ada pengawasan dari orang tua, dan menganggur. f. Orang tua/keluarga cukup bangga dengan anak, karena

telah menyelesaikan pelayanan dalam panti, dan hubungannya dengan orang tua cukup akrab, meski telah lama tinggal di panti.

g. Peraturan dibuat selama anak dalam panti, sangat besar manfaatnya bagi kehidupan eks klien, dimana hidupnya menjadi disiplin dan mandiri.

h. Keterampilan yang diperoleh selama di panti dirasakan kurang memadai untuk mencari pekerjaan, sehingga mereka bekerja tidak sesuai dengan keterampilan bahkan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka tempuh..

Gambaran yang sama diperoleh dari penelusuran petugas panti:

a. Kondisi Eks penerima saat kembali ke rumah, mengalami hambatan dalam penyesuaian diri, terutama pada keluarga yang “tidak siap” menerima anak. Orang tua kurang merespon atau biasa-biasa saja saat mereka kembali, ditambah dengan kondisi ekonomi pas-pasan, membuat anak tidak “kerasan” tinggal berlama-lama di

(46)

rumah, karena merasa menjadi beban keluarga. Sebagian besar menyatakan “merasa tidak enak lama-lama tinggal di

rumah, seperti parasit keluarga”. Hal ini menuntut anak untuk

keluar rumah dan mencari pekerjaan.

b. Kondisi keluarga dengan latar belakang ekonomi terbatas, cenderung mendorong anaknya masuk ke panti, untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Hal ini memberi kesan bahwa orang tua “lepas” tanggung jawab.

c. Rendahnya minat orang tua menyekolahkan anak atau menghendaki anaknya maju, sebagaimana diungkapkan pengasuh, yang menyatakan bahwa:

“Fakta dimasyarakat, terdapat sanak saudara menjadi klien panti, meski dilihat dari kemampuan keluarga, tergolong mampu, tetapi tidak mendorong anak untuk masuk sekolah sekalipun sekolahnya gratis. Sebaliknya jika anak, tidak berminat sekolah, maka orang tua langsung menikahkan anak setelah lulus SMP”.

Kondisi tersebut mendorong petugas mengajak anak untuk menerima pelayanan dalam panti. Sebagaimana temuan petugas saat melakukan penjangkauan:

“Orang Tua yang tidak mau berpikiran maju, karena mereka tidak punya keinginan agar anaknya bersekolah, dari awalnya perhatian Orang Tua terhadap anak sangat minim, saat anak dikembalikan ke keluarga, peran OrangTua tidak ada, sudah kondisi keluarganya miskin dan ditawarkan sekolah gratis (di pesantren), tetap saja Orang Tua tidak menginginkan anak disekolahkan”.

d. Eks klien cenderung kembali tinggal dan hidup di kota (Jambi), karena telah terbiasa dengan situasi tersebut dibandingkan tetap berada di kampung sebagai tempat tinggalnya. Sebenarnya sebagai gejala tersebut sebagai urbanisasi terselubung, pemindahan penduduk dari kampung-kampung ke kota besar. “anak masuk ke panti

(47)

D. Gambaran Dan Analisa Kondisi Eks Klien 1. Gambaran Kondisi Eks Klien

- Sample yang diambil lulusan tahun 2009 s.d 2011, sebagian besar dari anak yang ditemui, sudah bekerja, baik yang bekerja di tempat PBK terdahulu, atau di tempat kerja yang baru. Bagi anak yang bekerja mereka akan kost/ kontrak kamar atau tinggal di tempat kerja. Keinginan melanjutkan sekolah mengalahkan keinginannya bekerja, namun ada beberapa orang yang mengambil kursus dan meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.

- Tidak semua anak dapat tinggal berlama-lama dengan keluarga/orang tua, karena beberapa alasan. Mereka akan tinggal di rumah hanya 2 minggu- 2 bulan saja, selebihnya mereka akan keluar rumah untuk mencari pekerjaan. - Hampir keseluruhan anak menyatakan kebingungan

sesaat keluar dari panti, tidak mengetahui apa yang harus diperbuat. Selama ini kehidupannya selalu terjamin, kebutuhan sehari-hari selalu difasilitasi oleh panti. Sementara hidup di luar panti harus mengurus segalanya sendiri, tanpa bantuan orang lain termasuk kondisi rumah, berbeda dengan kondisi panti. Gambaran tentang kondisi eks klien setelah keluar dari panti, dapat dilihat dari kasus-kasus berikut ini:

Kasus 1:

SR, (L). 21 tahun, belum menikah, lulus SLTA, anak ke 4 dari 4 bersaudara, yatim piatu. Berperawakan kecil, berkulit hitam. Saat ini hidup bersama kakak perempuannya, yang sudah berkeluarga di rumah kontrakan. Menjadi penghuni panti sejak tahun 2004, atas informasi dari petugas Dinas sosial yang melakukan kunjungan ke desanya. S yang yatim piatu langsung didaftarkan menjadi penghuni panti.

(48)

Setelah keluar dari panti: motivasinya ingin bekerja, meski ada keinginan untuk melanjutkan sekolah. Pilihan keterampilan komputer sangat bermanfaat bagi dirinya, sebagai modal mencari pekerjaan. Sejak keluar dari panti subyek telah bekerja di 3 tempat, yakni di dealer motor, perusahaan batu bara dan saat ini bekerja sebagai buruh di perusahaan rental alat berat. Dari penghasilannya selama bekerja S sudah mampu mencicil motor. S tidak mengalami hambatan dalam relasi sosialnya, S biasa bergaul dengan sebayanya, juga dengan teman-teman se-alumni panti (tergabung dalam IKAPAMA/ikatan se-alumni panti Alyatama). Kunjungan petugas hanya saat PBK, bertanya tentang kondisi S, hambatan yang dihadapi saat bekerja. S menanggapi kegiatan panti; terlalu padat sehingga menyita waktu belajarnya, sementara kegiatan yang ada tidak sesuai dengan minat anak dan tidak seluruhnya dapat diikuti oleh anak.

Kasus 2:

DC, (L). 21 tahun, anak ke 4 dari 7 bersaudara. Lulus SLTA. Berperawakan tinggi, kulit putih bersih. Berasal dari keluarga miskin, ayahnya berada di Kuala Tungkal, bekerja sebagai buruh sayat karet . Alasan S masuk ke panti, karena ada kemungkinan S akan DO setelah melihat ke dua kakaknya DO dari Mts. Pada saat S kelas 2 SMA (2007), petugas Dinsos menganjurkan S menjadi penghuni panti sosial.

Setelah lulus SMA (2009), S sempat menganggur selama 4 bulan, kemudian ditarik untuk bekerja di tempat magang sebagai office boy. Keterampilan komputer yang diperoleh di panti sangat bermanfaat, karena saat ini tidak hanya bekerja sebagai office boy, tetapi juga sering diberi tugas untuk mengetik naskah. Minatnya untuk belajar komputer cukup besar, sehingga S selalu ingin belajar beberapa program

(Adobe Photoshop) dari salah seorang karyawan dibidang IT yang

(49)

Pergaulannya saat ini lebih sering dengan teman kerjanya, juga dengan teman-teman alumni panti. Ia jarang pulang kerumah, karena “untuk pulang ke rumah orang tuanya, merasa

menjadi parasit bagi keluarga yang seharusnya membantu orang tua.” Kasus 3:

RA, (P) 20 tahun, Lulusan MAN, berperawakan sedang, kulit bersih dan berparas manis. Anak ke 1 dari 2 bersaudara, orang tua sebagai buruh sayat di kebun karet. Menjadi anak asuh panti sejak tahun 2007, lulus SMP, setelah mendengar sosialisasi dari petugas panti dan Dinas Sosial yang datang ke kampungnya. Alasannya menjadi anak asuh karena melihat kondisi ekonomi orang tua tidak mampu dan ada kemungkinan S tidak melanjutkan ke tingkat SLTA sehingga tawaran sebagai anak asuh panti langsung disambut S. Setelah lulus MAN, (2010), S pulang kerumah namun tidak tinggal lama di rumah, meski sebenarnya S, ingin dan betah tinggal di rumah, tetapi melihat kondisi rumah maka ia segera keluar rumah, untuk mencari pekerjaan. “Sudah seharusnya dirinya membantu

kebutuhan ekonomi Orang tua, setidaknya tidak tinggal dengan orang tua”, imbuh RA

Saat keluar dari panti, S sempat bingung karena tidak ada informasi tentang lapangan pekerjaan, dan ternyata tidak semua anak bisa mandiri serta melanjutkan sekolah. Kemudian S pergi ke Palembang, untuk mencari pengalaman. Menurutnya,

“setelah selesai magang anak-anak pada kebingungan kemana seharusnya mau pergi, seharusnya ada jaminan antara pengurus panti dengan sumber pekerjaan. Solusinya kalau anak bingung, mereka menghubungi alumni yang sudah bekerja, bagi yang belum memiliki tmpat tinggal bisa tinggal sementara dengan kakak alumni, karena untuk pulang ke orang tua tidak memungkinkan”.

Gambar

Tabel 1. Jumlah anak berdasarkan Status
Tabel 3. Jumlah anak berdasarkan asal daerah
Tabel 5. Jumlah anak berdasarkan jenis keterampilan
Tabel 6. Lokasi Monev TA 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Islam, memberikan materi pada kegiatan ekstrakurikuler.. Layanan Khusus yang Menunjang Manajemen Peserta Didik. Layanana khusus yang menunjang manajemen

Perubahan anggran rumah tangga hanya dapat dilakukan oleh badan pendiri yang disepakati oleh ½ plus satu anggota yang hadir dalam kongres organisasi..

Data antropometri ibu hamil meliputi berat badan sebelum dan selama kehamilan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, LLA, dan tinggi fundus.. Berat badan sebelum

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi

Usaha yang didanai dan dikembangkan dalam program PEMP diprioritaskan pada jenis usaha yang dapat memanfaatkan sumber daya dikurangi dengan total biaya. Dari tabel

Hasil presentase data shortest 10% 1/RT pada Tabel 2 menunjukan bahwa kondisi setelah praktikum mengalami peningkatan kewaspadaan sebesar 32,45% dibandingkan dengan kondisi

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “ Perancangan Progresives Dies Komponen Ring M7 ” dengan baik.. Maksud

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya daya hambat Perasan Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap pertumbuhan C.albicans, dengan melihat zona hambatan