• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan kayu sebagai bahan konstruksi selalu meningkat, padahal ketersediaannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Permintaan kayu sebagai bahan konstruksi selalu meningkat, padahal ketersediaannya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKAIAN TEKNOLOGI PRATEKAN PADA BALOK KAYU DENGAN TENDON DARI BAMBU

THE APPLICATION OF PRE-STRESS TECHNOLOGY AT WOOD BEAM WITH TENDON FROM BAMBOO

Abdul Rochman Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

P

ermintaan kayu sebagai bahan konstruksi selalu meningkat, padahal keterse- diaannya semakin terbatas. Penggunaan kayu yang memiliki usia tebang pendek (10-15 tahun) sebenarnya merupakan jalan keluar, namun jenis kayu ini umumnya berkualitas kurang baik. Bambu merupakan jenis kayu yang memiliki kuat tarik sampai 254 MPa. Dengan kuat-tarik yang cukup tinggi tersebut, maka jika bilah-bilah bambu diuntai dan difungsikan sebagai semacam ten- don , diberi lintasan terntentu, dan diberikan gaya tarik awal, maka secara teoritis dapat memperbesar daya dukung balok. Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan dengan membuat balok pratekan kayu mahoni dan tendon dari bambu apus. Benda uji dibuat 9 buah berukuran 60mmx 100mmx1000mm dengan tendon bambu diameter 10 mm, sebagai pembanding dibuat balok uji kayu mahoni non pratekan 3 buah. Ujung tendon bambu di- pegang dengan klem penjepit dari pipa baja yang diberi mur f 3/8 inch. Pe- ngujian dilakukan di laboratorium Mekanika Bahan, PAU-IT, UGM Jogjakar- ta, yaitu dengan menggunakan alat Universal Testing System. Metode pe- ngujian load controlled dengan kecepatan 5 mm/menit. Hasil pengujian me- nunjukkan, bahwa beban maksimum bertambah rata-rata sebesar 18 %, 33%

dan 51 % yaitu dari 21385 N menjadi 25135 N, 28588 N , dan 32267 N setelah diberi gaya prategang tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %. Kekakuan balok juga bertambah rata-rata sebesar 4,11 %, 14,37%, dan 15,67%, yaitu dari 1384 N/mm menjadi 1441 N/mm, 1589 N/mm dan 1601 N/mm. Dari analisis diperoleh bahwa, perbandingan momen lentur elastis teoritis dan hasil pengujian adalah 1,386 : 1,000 untuk balok kayu mahoni non pratekan, dan 1,188: 1,000 untuk balok kayu pratekan. Hasil di atas menunjukkan bahwa, penerapan teknologi pratekan ternyata meningkatkan

(2)

daya dukung balok kayu secara cukup signifikan. Teknologi ini dapat digunakan untuk meningkatkan daya dukung kayu yang yang memiliki kualitas kurang baik.

Kata kunci: bambu, pratekan, daya dukung.

ABSTRACT

T

he demand of woods is rising yearly, but the supply becomes thin. The short fell-age wood (10-15 years) can be used, but this kind generally is not qualified enough for construction. Bamboo is haven tensile strength that can reach 254 MPa. Theoretically, if the bamboo blades are dangled as a kind of tendon with certain track and initial tensile force given, it will increase the beam capacity. Based on this idea, this research is conducted by making apus bamboo and mahoni wood pre-stress beam. The clamp for the top of tendon is made from steel pipe using nut for a bolt diameter 3/8 inch. The test beams of this research is 9 units, its size 60mmx100mmx1000mm, and the diameter of tendon was 10 mm, and it compares with 3 unit non pre-stress. The test is held at Laboratorium Mekanika Bahan, PAU IT UGM Jogjakarta by using Uni- versal Testing System Instrument. Tested method with load is controlled the loading arrangement with 5 mm/minute speed. The result of the test shows that maximum load increased mean to 18 %, 33 % and 51 %, that is from 21385 N becomes 25135 N, 28588 N, and 32267 N with initial stress bamboo 0%, 25 %, and 50 % from ultimate tension of bamboo. The beam stiffness increases at 1384 N/mm becomes 1441 N/mm, 1589 N/mm and 1601 N/mm or in- creases 4,11 %, 14,37%, and 15,67%. The result of the research indicates that elastic bending moment theoretical and compare are 1,386 : 1,000 to mahoni non pre-stress beams and 1,188 : 1,000 to the mahoni pre-stress beams. It means that applied pre-stress technology appears and increases load capacity at wood beam as significant enough. This technology can be applied to increase the strength of wood that has poor quality.

Keywords: bamboo, pre-stress, load capacity

PENDAHULUAN

Kayu banyak digunakan pada berbagai elemen konstruksi. Kayu kualitas baik (kelas kuat I/II) umumnya memiliki usia tebang sampai puluhan tahun (30 tahun lebih). Usia tebang yang lama, apalagi dengan areal penanaman yang

(3)

semakin menyempit, menimbulkan masalah tersendiri bagi penyediaan kayu.

Penggunaan kayu yang memiliki usia tebang lebih pendek (10-15 tahun) sebenarnya merupakan jalan keluar, namun jenis kayu ini umumnya kualitasnya kurang baik, maka dari itu diperlukan upaya cara meningkatkan kekuatan/

kualitas kayu tersebut yang kurang baik tersebut supaya menjadi layak dipakai untuk bahan konstruksi.

Di Indonesia, bambu banyak dimanfaatkan untuk berbagai komponen bangunan, seperti tiang, balok, lantai, maupun struktur atap. Bambu memiliki beberapa keunggulan dibanding kayu, antara lain: mempunyai kekuatan tinggi pada umur yang sangat singkat (3–5 tahun), mudah ditanam dan dapat tumbuh pada semua jenis tanah tanpa memerlukan perawatan khusus. Penelitian Moris- co (1996) menunjukkan bahwa kekuatan tarik pada beberapa jenis bambu dapat melebihi kekuatan tarik baja lunak, seperti kuat-tarik bambu Ori dapat mencapai 291 MPa. Sementara Pathurahman (1998) memperoleh hasil bahwa tegangan tarik bambu wulung dapat mencapai 254 MPa, tegangan tekan 46 MPa dan tegangan geser 7,5 MPa.

Melihat kekuatan tarik bambu yang cukup tinggi tersebut, maka jika bilah- bilah bambu diuntai menjadi semacam tendon dan diberikan gaya tarik awal sebagaimana halnya pada konstruksi balok beton pratekan metode Post Ten- sion, maka secara teoritis akan dapat memperbesar daya dukung balok.

Perbandingan modulus elastis antara bambu dan kayu yang cukup besar dapat menjamin bahwa gaya pratekan dari bambu dapat bekerja cukup efektif. Atas dasar pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan yaitu dengan membuat balok pratekan kayu mahoni dan bambu apus.

Jika sistem komposit balok pratekan kayu dan bambu ini terbukti efektif, maka problem kualitas yang selama ini dipermasalahkan pada kayu yang memiliki usia tebang pendek akan dapat teratasi. Dengan demikian, pemanfaa-tannyapun dapat diperluas, tidak terbatas pada struktur ringan saja, melainkan juga dapat digunakan untuk struktur sedang atau bahkan untuk struktur berat, seperti jembatan. Karena usia tebang kayu dan bambu relatif singkat, maka pengadaan dalam jumlah besar sangat mudah dipenuhi, sehingga masalah ke-terbatasan penyediaan kayu yang dikeluhkan selama ini juga secara tidak lang-sung dapat teratasi.

Balok adalah elemen struktur yang menerima beban dengan arah tegak lurus sumbu memanjang batang. Gaya-gaya dalam yang ditimbulkan adalah momen lentur dan gaya geser. Pratekan adalah suatu sistem struktur dengan memberikan tegangan awal tertentu pada kompunen sebelum digunakan. Da- lam penelitian ini, yang dimaksud dengan balok pratekan kayu adalah balok kayu prismatis yang diberikan gaya pratekan pada sisi bawah balok kayu. Tujuan

(4)

memberikan tegangan awal adalah untuk memberikan tegangan awal yang dapat mengimbangi tegangan akibat beban luar yang akan bekerja nanti, sehingga daya dukung struktur balok dapat ditingkatkan.

-

Gambar 1. Keadaan Balok pada Saat Pemberian Tegangan Awal Pada saat pemberian tegangan awal, tegangan pada serat balok dapat dihitung dengan persamaan:

2 6 1

2 8 1 2 6

1 . .

. . .

. .

. bh

l q h

b e P h b

Pawal awal

lt =− ± µ

σ (1)

sedangkan tegangan pada tendon bambu dapat ditentukan dengan per- samaan:

3 121

2 81 3 121

2

. .

. . . .

. .

h b

e l q h

b e P A

P awal

b awal

tb =+ + +

σ (2)

Persamaan (1) dan Persamaan (2) dihitung berdasarkan eksentrisitas ten- don terhadap garis netral balok.

Gambar 2. Keadaan Balok pada Kondisi Beban Layan

Pada kondisi layan yaitu setelah beban F bekerja, tegangan lentur pada serat balok dapat dihitung dengan persamaan:

2 61

2 81 2 61 2

61 . .

. . .

. .

).

( .

) (

h b

l q h

b M h

b e LOP P

h b

LOP

Pawal F

lt − µ − − µ µ

σ = (3)

Pawal tendon bambu

-

Balok kayu

Klem dari pipa baja

L/2

F

L/2

(Pawal – LOP)

Tegangan

(5)

Tegangan pada tendon bambu:

3 121

2 8 1 3

121 . .

. . . .

.

).

).

( ) (

(

h b

e l q h

b

e e LOP P

M A

LOP

P F

b awal

tb − + − − −

+

σ = (4)

dengan b : lebar balok (mm) h : tinggi balok (mm)

e : eksentrisitas antara tendon dan garis elastik balok (mm) q : berat sendiri balok (N/mm)

l : bentang balok (mm) LOP : loss of prestress (N)

Pawal : gaya tarik awal tendon (N)

a : sudut antara lintasan tendon dengan sumbu memanjang balok

MF : momen akibat beban luar F (Nmm)

Persamaan (3) dan (4) dihitung berdasarkan eksentrisitas gaya tarik ten- don.

METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu mahoni dan bambu apus, untuk pemegang tendon bambu digunakan klem yang terbuat dari pipa baja. Kayu dan bambu yang digunakan dibeli di pasaran daerah Klaten.

Sebelum digunakan, kayu diletakkan di ruangan tertutup selama beberapa waktu (kurang lebih 3 minggu) supaya diperoleh kondisi kering udara, setelah itu baru dibuat benda uji dengan jumlah dan ukuran sesuai kebutuhan pengu-jian. Untuk mengetahui kekuatan bahan, maka dilakukan berbagai pengujian karakteristik meliputi; uji tarik, uji desak, dan uji lentur. Benda uji untuk pengujian karakteristik bambu mengikuti rekomendasi British Standard No: 373/1957 (dalam Pathurahman, 1998), sedang untuk kayu mahoni mengikuti standar ASTM. Balok uji kayu pratekan dibuat berukuran 50 mm x 80 mm x 1100 mm sebanyak 9 buah, dengan rincian: (i) 3 buah dengan tegangan awal tendon bambu 0 %, (ii) 3 buah dengan tegangan awal tendon bambu 25 %, dan (iii) 3 buah dengan tegangan awal tendon bambu 50 %. Bambu yang digunakan seba- gai tendon dari jenis bambu apus dibuat berbetuk bulat dengan diameter 10 mm. Untuk pembanding juga dibuat balok uji non pratekan se-banyak 3 buah sebagai pembanding.

Peralatan utama yang digunakan antara lain; (1) Dial gauge, untuk mengukur lendutan, dan (2) Universal Testing System, sebagai mesin/alat pem-

(6)

beri beban. Pemberian tegangan awal dilakukan dengan mengencangkan baut dari klem baja sampai lendutan pada bagian tengah balok uji kayu (yang diketa- hui dari pembacaan Dial Gauge) sampai pada nilai yang sudah dihitung sebelum- nya (lihat Gambar 3.).

Gambar 3. Pemberian Tegangan Awal

Pengujian dilakukan dengan satu titik pembebanan di tengah bentang di Laboratorium Mekanika Bahan, PAU–IT Universitas Gadjah Mada Jogjakar- ta. Pengujian diberikan dengan metode load controlled dan dilakukan sampai diperoleh beban maksimum. Pembebanan diatur dengan kecepatan pembeba- nan sebesar 5 mm/menit. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Set-up Pengujian Balok Kayu Pratekan Bambu

Dari pengujian karakteristik bahan, diperoleh berturut-turut: kuat-tarik elastis, kuat-tarik ultimit, kuat-desak elastis, kuat-desak ultimit, kuat-lentur elastis, kuat-lentur ultimit, baik untuk kayu mahoni maupun bambu apus. Data-data tersebut digunakan dalam analisis berikutnya yaitu dengan menggunakan Persamaan (1) sampai (4) untuk mengetahui momen elastis balok, maupun tegangan pada serat-balok dan tendon bambu.

Balok Uji 6x10x100 cm

Klem pipa baja

Dial Gauge

P

Dial Gauge

50 mm 400 mm 100 mm 400 mm 50 mm Balok Uji

Klem pipa baja

(7)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pola Retak dan Keruntuhan Benda Uji

Secara umum, pelaksanaan pengujian lentur benda uji balok kayu tak menemui masalah dan berjalan sesuai yang direncanakan. Dengan pembebanan yang diatur dengan kecepatan 5,080 mm/menit, respon yang diberikan benda uji balok kayu dapat teramati dengan baik. Dari pengujian masing masing be- nda uji, ternyata menunjukkan perilaku dan tipe keruntuhan yang hampir sa- ma. Keruntuhan dimulai dengan timbulnya retak-retak pada balok di tepi atas, retak tersebut secara perlahan merambat ke tengah. Bersamaan dengan peram- batan retak tersebut, lendutan pada balok kayu juga akan membesar. Setelah lendutan yang terjadi cukup besar, daya dukung balok akan turun secara drastis.

Proses keruntuhannya disertai dengan suara semacam ledakan kecil. Begitu runtuh, daya dukung balok uji langsung hilang.

Hubungan Beban dan Lendutan

Kurva hubungan beban dan lendutan pengujian balok uji ditunjukkan pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Terlihat besarnya beban maksimum yang mampu didukung balok kayu mahoni pratekan lebih besar dibanding dengan yang balok kayu mahoni non pratekan. Juga terlihat, setelah diberi gaya pratekan dengan tendon bambu, balok kayu mahoni relatif menjadi lebih getas dibandingkan balok kayu mahoni non pratekan seperti ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 5. Kurva Hubungan Beban-Lendutan Balok Kayu Mahoni Nonpratekan.

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 5 10 15 20 25 30 35

lendutan, mm

beban, N BKNP1

BKNP2 BKNP3

(8)

Gambar 6. Kurva Hubungan Beban-Lendutan Balok Pratekan Kayu Mahoni-Bambu dengan Tegangan Bambu 0 %.

Gambar 7. Kurva Hubungan Beban-Lendutan Balok Pratekan Kayu Mahoni-Bambu dengan Tegangan Bambu 25 %.

Gambar 8. Kurva Hubungan Beban-Lendutan Balok Pratekan Kayu Mahoni-Bambu dengan Tegangan Bambu 50 %.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

0 5 10 15 20 25 30 35

lendutan,mm

beban, N BKP2-1

BKP2-2 BKP2-3

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

0 5 10 15 20 25 30 35

lendutan,mm

beban, N

BKP3-1 BKP3-2 BPP3-3 0

5000 10000 15000 20000 25000 30000

0 5 10 15 20 25 30 35

lendutan,mm

beban, N

BKP1- 1 BKP1- 2 BKP1- 3

(9)

Dari Tabel 1 terlihat bahwa setelah diberi gaya pratekan dari bambu apus, daya dukung balok kayu mahoni meningkat rata-rata sebesar 18 %, 33 %, dan 51 % masing masing untuk tegangan awal bambu sebesar 0 %, 25 %, dan 50 % dari kuat tarik bambu, yaitu dari 21385 N menjadi 25135 N, 28588 N, dan 32267 N. Peningkatan nilai ini adalah cukup signifikan.

Tabel 1. Perbandingan Beban Maksimum Balok Kayu Mahoni Nonpratekan dengan Balok Kayu Mahoni Pratekan

* Hasilnya tak disertakan dalam menghitung nilai rerata Kekakuan dan daktilitas

Dari kurva hubungan beban-lendutan pada Gambar 5, Gambar 6, Gam- bar 7, dan Gambar 8 terlihat bahwa pada awal-awal pembebanan kurva ber- bentuk linier dan material kayu masih berperilaku elastik. Setelah mencapai nilai beban tertentu, bentuk kurva sudah nonlinier yang mana berarti kayu sudah memasuki fase in-elastis. Keadaan ultimit dicapai pada saat pembebanan mencapai beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya lendutan cukup besar pada balok kayu.

Besarnya kemiringan pada bagian yang linier pada menggambarkan keka- kuan balok uji. Kekakuan adalah besarnya gaya yang diperlukan untuk mempe-

Jenis Balok Kode Benda Uji

Beban Maksimum,

N

Beban Maksimum

Rata-rata, N Perbandingan BKNP1 23739

BKNP2 19720 Balok mahoni

Non pratekan

BKNP3 20696

21385 1,00

BKP1-1 24777 BKP1-2 25847 Balok pratekan

Kayu Mahoni bamboo (Teg.

awal bambu 0%)

BKP1-3 24777 25133 1,18

BKP2-1 28433 BKP2-2 31423 Balok pratekan

Kayu Mahoni bambu

(Teg. awal bambu 25%)

BKP2-3 25909 28588 1,33

BKP3-1 34227 BKP3-2 29045 Balok pratekan

Kayu Mahoni bambu

(Teg. awal bambu 50%)

BKP3-3 33480

32267 1,51

(10)

roleh satu unit lendutan (displacement), semakin kaku balok uji maka semakin besar kemiringannya. Dalam bentuk persamaan, kekakuan (k) dihitung sebagai berikut:

(5)

dengan k : kekakuan, N/mm Pe : beban batas elastis, N

e : lendutan batas elastis,

Setelah balok kayu memasuki fase in-elastis, kekuatan balok kayu dapat dibandingkan melalui daktilitasnya. Daktilitas (m) dapat diperoleh dengan membandingkan lendutan pada saat balok uji runtuh (Dultimit) dengan lendutan pada batas elastis (De)., jika ditulis dalam bentuk persamaan

(6)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kekakuan balok kayu betambah rata-rata sebesar 4,11 %, 14,37 %, dan 15,67 % setelah diberi gaya pratekan dari tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 % dan 50 % dari kuat tarik bambu, yaitu dari 1384,9 N/mm menjadi 1441,5 N/mm, 1589,3 N/mm dan 1601,9 N/mm.

Penambahan ini karena adanya momen negatif yang dihasilkan oleh gaya tarik pada tendon bambu yang bekerja melawan momen positif akibat beban luar yang diberikan.

Daktilitas balok kayu juga bertambah, yaitu rata-rata sebesar 36,15 %, 42,78 %, dan 71,31 % setelah diberi gaya pratekan dari tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %; yaitu dari 1,809 menjadi 2,463, 2,583, dan 3,099. Penambahan daktilitas ini disebabkan karena bambu memiliki dakti- litas lebih besar dari kayu mahoni. Hal ini akan berpengaruh pada daktilitas pada keseluruhan system struktur seperti terlihat pada hasil penelitian.

elastis ultimit

= ∆ µ

e

Pe

k = ∆

(11)

Tabel 2. Perbandingan Kekakuan dan Daktilitas Balok Kayu Mahoni NonPratekan dan Balok Kayu Mahoni Pratekan

Analisis momen

Analisis momen disini dilakukan hanya terhadap momen lentur elastis.

Momen lentur elastis teoritis balok pratekan dihitung dengan menggunakan Persamaan (3), data tegangan lentur diambil dari hasil pengujian yaitu 41 MPa.

Sedang momen lentur elastis hasil pengujian diperoleh dengan melaku-kan analisis mekanika balok uji dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari pengukuran. Untuk data beban digunakan beban elastis kurva hasil pengu- jian yang sudah dirangkum pada Tabel 2. Perbandingan momen lentur elastis hasil hitungan teoritis dan hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah.

Tabel 3. Perbandingan Momen Lentur Elastis Teoritis

dengan Hasil Pengujian pada Balok Uji Kayu Mahoni NonPratekan dan Balok Uji Pratekan Kayu Bambu

Jenis balok Kode benda uji

Pelastis N elastis

mm ultimit

mm

Kekakuan

N/mm Daktilitas Kekakuan rata-rata

N/mm

Daktilitas BKNP1 13875 11,5 21,31 1206,5 1,853

BKNP2 14307 9,2 19,67 1551,8 2,138 Balok

Non pratekan

BKNP3 16407 11,75 16,89 1396,4 1,437

1384,9 1,809 BKP1-1 16153 10,75 20,00 1502,6 1,860

BKP1-2 12923 8,95 28,53 1443,9 3,187 Balok pratekan

(Teg. Awal

bambu 0 %) BKP1-3 11769 8,54 20,00 1378,1 2,340 1441,5 2,463 BKP2-1 11884 9,25 25,46 1284,8 2,752

BKP2-2 20910 12,80 24,85 1623,4 1,941 Balok pratekan

(Teg. Awal

bambu 25 %) BKP2-3 17053 9,14 27,93 1859,7 3,055 1589,3 2,583 BKP3-1 15576 9,96 30,69 1563,9 3,081

BKP3-2 15899 10,0 31,84 1589,9 3,184 Balok pratekan

(Teg. Awal

bambu 50 %) BKP3-3 14307 8,67 26,30 1650,2 3,033 1601,4 3,099

Momen lentur elastis, N.mmm Perbandingan Jenis benda uji Benda uji

Eksperimental Teoritis Eksperimental Teoritis BKNP1 2775000 4100000 1,000 1,477 BKNP2 2861400 4100000 1,000 1,423 BKNP3 3231400 4100000 1,000 1,249 Balok

Non pratekan

RATA-RATA 2972600 4100000 1,000 1,386 BKP1-1 3230600 4165091 1,000 1,289 BKP1-2 2584600 4160848 1,000 1,377 BKP1-3 2353800 4164475 1,000 1,301 Balok pratekan

(Teg. Awal bambu

0 %) RATA-RATA 2723000 4163471 1,000 1,322

(12)

Dari Tabel 3 terlihat, momen lentur elastis hitungan teoritis lebih besar dibanding hasil pengujian. Untuk balok uji mahoni non pratekan lebih tinggi 38,6 %, sedang untuk balok uji pratekan kayu bambu lebih tinggi 32,2 %, 18,8 % dan 5,6 %. Perbedaan terjadi karena homogenitas material kayu tidak dapat dijamin sepenuhnya. Namun secara umum, perbedaan nilai yang ada tak terlalu signifikan, sehingga dapat dinyatakan bahwa model distribusi dan analisis yang diusulkan pada penelitian ini adalah cukup baik dan mampu menggambarkan kenyataan yang sesungguhnya.

Analisis Tegangan Balok Pratekan

Analisis tegangan disini juga dilakukan dalam kondisi elatis, setelah data- data karakteristik mekanik kayu sengon serta bambu apus sudah diketa-hui, maka dengan menggunakan Persamaan (1) sampai dengan Persamaan (4) dapat ditentukan tegangan-tegangan yang bekerja pada serat di sepanjang penampang balok. Pada pembahasan ini, ditinjau dua kondisi yaitu pada saat keadaan pemberian tegangan awal, dan pada saat setelah beban bekerja.

1). Keadaan awal

Untuk menentukan nilai gaya tarik awal teoritis pada tendon (Pawal) dapat digunakan metode luasan momen (momen area). Pada pemberian tegangan awal (lihat Gambar 3), pengencangan mur dihentikan ketika nilai bacaan pada Dial Gauge menunjukkan angka 5 mm untuk balok uji dengan tegangan awal ten- don 25 % kuat-tarik bambu dan 7,5 mm untuk balok uji dengan tegangan awal tendon 50 % kuat-tarik bambu. Dengan data: modulus elastis tarik bambu (Eb) 10000 MPa, kuat tarik bambu 272 MPa, momen inersia balok uji (I) 5000000 mm4, modulus elastis lentur kayu (Ek) 40,536 MPa, dan juga data-data geometrik balok uji, maka dengan meng-gunakan Persamaan (1) dan Persamaan (2) dapat ditentukan tegangan-tegangan yang bekerja pada serat di penampang balok.

Hasil perhitungan tegangan awal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

BKP2-1 2376800 4256581 1,000 1,252 BKP2-2 4182000 4256581 1,000 1,064 BKP2-3 3410600 4256581 1,000 1,248 Balok pratekan

(Teg. Awal bambu

25 %) RATA-RATA 3323133 4256581 1,000 1,188 BKP3-1 3115200 3217451 1,000 1,033 BKP3-2 3179800 3217451 1,000 1,011 BKP3-3 2681400 3217451 1,000 1,124 Balok pratekan

(Teg. Awal bambu

50 %) RATA-RATA 3052133 3217451 1,000 1,056

(13)

Tabel 4. Tegangan awal teoritis balok uji pratekan kayu-bambu berdasarkan eksentrisitas gaya tarik tendon.

Gambar 9. Distribusi Tegangan Awal Balok Pratekan Kayu-Bambu (Teoritis);

(a) Akibat Pawal, (b) Akibat Pawal.e, (c) Akibat Berat Sendiri, dan (d) Tegangan Total

2). Keadaan akhir

Tegangan pada kondisi layan/akhir dihitung dengan menggunakan Persamaan (3) sampai Persamaan (4). Hasil perhitungan tegangan akhir selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

- + - +

+ + =

- - + -

(a) (b) (c) (d)

Tegangan Lentur Akibat (MPa)

Balok uji Bagian

Pawal Pawal.e Berat Sendiri Balok

Tegangan Lentur Total

(MPa)

Serat balok kayu atas 0 0 -0,065 -0,065

Serat balok kayu bawah 0 0 +0,065 +0,065

Balok pratekan (Teg. Awal

bambu 0 %) Tendon bambu 0 0 +0,045 +0,045

Serat balok kayu atas -1,780 +3,737 -0,065 +1,892 Serat balok kayu bawah -1,780 -3,737 +0,065 -5,457 Balok pratekan

(Teg. Awal

bambu 25 %) Tendon bambu +68 -2,616 +0,045 +65,429

Serat balok kayu atas -3,558 +7,473 -0,065 +3,850 Serat balok kayu bawah -3,558 -7,473 +0,065 -10,960 Balok pratekan

(Teg. Awal

bambu 50 %) Tendon bambu +136 -5,231 +0,045 +130,814

(14)

Tabel 5. Tegangan Akhir Teoritis Balok Uji Pratekan Kayu-Bambu Berdasarkan Eksentrisitas Gaya Tarik Tendon

Gambar 10. Distribusi Tegangan Akhir Balok Pratekan Kayu-Bambu (Teoritis); (a) Akibat Pakhir, (b) Akibat Pakhir.e, (c) Akibat Berat Sendiri,

(d) Akibat Beban Luar F, dan (e) Tegangan Total

Dari Gambar 9 dan Gambar 10 terlihat bahwa gaya prategang awal ter- nyata dapat bekerja sesuai yang diinginkan, yaitu tegangan sisi atas balok be- rupa tarik, dan sebaliknya di sisi bawah berupa desak.

SIMPULAN

Dari analisis dan pembahasan hasil pengujian yang telah diuraikan di bab sebelumnya dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Tegangan lentur akibat (MPa) Balok uji Bagian Pakhir. Pakhir.e Berat

sendiri balok

Beban luar (F)

Tegangan lentur

total (MPa) Serat balok kayu atas 0 0 -0,065 -32,306 -32,371 Serat balok kayu

bawah 0 0 +0,065 +32,306 +32,371

Balok pratekan (teg awal

0 %) Tendon bambu 0 0 +0,098 +22,614 +22,712 Serat balok kayu atas -1,423 +2,989 -0,065 -34,000 -32,499 Serat balok kayu

bawah -1,423 -2,989 +0,065 +34,000 +29,653 Balok

pratekan (teg awal

25 %) Tendon bambu +54,4 -2,092 +0,098 +23,8 +76,206 Serat balok kayu atas -2,989 +5,987 -0,065 -31,798 -28,866 Serat balok kayu

bawah

-2,989 -5,987 +0,065 +31,798 +22,887 Balok

pratekan (teg awal

50 %) Tendon bambu +108,8 -4,191 +0,098 +22,259 +115,966

- + - - -

+ + + =

- - + + +

(a) (b) (c) (d) (e)

(15)

1). Daya dukung balok kayu mahoni bertambah rata-rata 18 %, 33 %, dan 51

% setelah diberi gaya prategang dari tendon bambu dengan tegangan awal 0%, 25%, dan 50%, yaitu dari 21385 N menjadi 25135 N, 28588 N, dan 32267 N.

2). Kekakuan balok kayu mahoni bertambah rata-rata sebesar 4,11 %, 14,37

%, dan 15,67 % setelah diberi gaya prategang dari tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %, yaitu dari 1389 N/mm menjadi 1441 N/mm, 1589 N/mm, dan 1601 N/mm.

3). Kekakuan balok kayu mahoni bertambah rata-rata sebesar 36,15 %, 42,78

%, dan 71,31 % setelah diberi gaya prategang dari tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %, yaitu dari 1,809 menjadi 2,463, 2,583, dan 3,099.

4). Dari analisis momen elastis diperoleh perbandingan antara hasil analisis teoritis dan hasil pengujian 1,386 : 1 untuk balok kayu mahoni non prate- kan, serta 1,322 : 1, 1,183 : 1, dan 1,056 : 1 untuk balok pratekan kayu mahoni dan bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %.

5) Dari analisis juga diperoleh, bahwa tegangan balok hasil analisis teoritis dan hasil pengujian nilainya cukup dekat. Dengan demikian model analisis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti cukup akurat dan mampu menggambarkan realita yang sesungguhnya.

6). Secara umum dapat disimpulkan bahwa, teknologi balok pratekan kayu dan bambu mampu meningkatkan daya dukung balok secara cukup sig- nifikan. Dengan demikian dapat saja teknologi ini dimanfaatkan pada konstruksi perumahan maupun jembatan.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor cq. ketua Lem- baga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah mendanai penelitian ini, serta segenap staf Lembaga Penelitian UMS atas segal bantuan- nya, juga kepada segenaf staf dan laboran Laboratorium Mekanika Bahan PAU- IT UGM atas bantuannya selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, Bandung: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

(16)

Ghavami, K. 1988. Application of Bamboo as Low-cost Construction Material, in Rao, I.V.R., Gnanaharan, R., & Shastry, C.B.: Bamboos Current Research, pp. 270 – 279, the Kerala Forest Research Institute-India, and IDRC Canada.

Jansen, J.J. A. 1980. The Mechanical Properties of Bambu Used in Construction, in Lessard, G. & Chouinard, A: Bamboo Research in Asia, pp. 173 – 198, IDRC, Canada.

Kumar, S., dan DobryaL, p., b. 1988. Preservative Treatment of Bamboo for Structural Uses, in Rao, I.V.R., Gnanaharan, R., & Shastry, C.B.: Bamboos Current Research, pp. 258 – 269, the Kerala Forest Research Institute-India, and IDRC Canada.

Morisco. 1996. Bambu Sebagai Bahan Rekayasa. Yogyakarta: Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala Madya dalam Bidang Teknik Konstruksi, Fakultas Teknik, UGM.

Pathurahman. 1998. “Aplikasi Bambu pada Struktur Gable Frame”, Tesis S-2 Program Studi Teknik Sipil Struktur, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sioponco, J., O., dan Munandar, M. 1987. Technology Manual on Bamboo as Building Material. Philippines: RENAS_BMTCS.

Sutopo, J.P.G. 1986. Pengujian Beberapa Sifat Anatomi, Fisik dan Mekanik Bambu Apus, Legi dan Petung. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, UGM.

Tjokrodimuljo, K. 1988. Pengujian Bahan Teknik, Laboratorium Bahan Konstruk- si Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wiryomartono, S. 1976. Konstruksi Kayu, Laboratorium Konstruksi Kayu, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yap, K.H.F. 1983. Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Bandung: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB), Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengukur besar arus listrik dalam suatu rangkaian maka amperemeter harus dihubungkan seri dengan titik rangkaian yang akan diukur besar arusnya.. Sedangkan untuk

Target IHSG kami tetap di level 5,375 yang merefleksikan upside sebesar 12.8% , dengan valuasi PBV 2014 sebesar 3x (mencerminkan standar deviasi +1 dari rata-rata 5 tahun).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Abdul Rokhman mahasiswa S2 jurusan keperawatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu metil metsulfuron, parakuat, glifosat, tandan bunga jantan kelapa sawit yang sedang mekar, bunga betina yang

Berdasarkan hasil rata-rata yang diperoleh maka perlakuan terbaik dalam laju fotosintesis tanaman air Hydrilla Verticillata adalah perlakuan kelima (P4) dengan

Penulis berharap dengan membaca laporan Tugas Akhir ini, pembaca dapat mengetahui banyak hal baru mengenai ondelondel.. Pembuatan Tugas Akhir dari awal hingga akhir melibatkan

CALON TKI 2.0 PENGOLAHAN DATA CALON TKI CALON_TKI 3.O DATA NILAI NILAI_TKI ADMIN PJTKI 1.0 PENGOLAHAN DATA KRITERIA KRITERIA 4.0 SELEKSI PENGIRIMAN 5.0 PENGOLAHAN DATA

Folikel ini tumbuh lebih cepat menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH