• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sambiloto

Sambiloto termasuk tanaman famili Acanthaceae, tanaman ini tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab, Tanaman ini tumbuh di daerah panas di wilayah Asia dengan iklim tropis dan sub tropis seperti di India, Semenanjung Malaya, dan hampir semua pulau di seluruh Indonesia. Tumbuh baik pada ketinggian tempat 1-700 meter diatas permukaan laut, rata-rata curah hujan tahunan 2000-3000 mm/tahun, suhu udara 25-32° C, kelembaban sedang, intensitas cahaya sedang, tekstur tanah berpasir, drainase baik;

kedalaman air tanah 200-300 cm dari permukaan tanah, kedalaman lebih dari 25 cm dari permukaan tanah, keasamannya 5,5 - 6,5, kesuburan sedang – tinggi (BPOM RI, 2012).

Klasifikasi tanaman sambiloto sebagai berikut (BPOM RI, 2008) : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Scrophulariales Suku : Acanthaceae Marga : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness.

Sambiloto merupakan tanaman berhabitus perdu semusim, tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 90 cm, batang berbentuk segi empat dengan rusuk yang jelas, menebal di bagian buku-buku batang. Helaian daun merupakan daun tunggal, terletak bersilang berhadapan, helaian daun bentuk lanset, ukuran 3-12 cm, lebar 1-3 cm, panjang tangkai daun 0,2-0,5 cm, pangkal dan ujung helaian daun runcing, tepi daun rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda. Perbungaan berupa bunga majemuk malai rata, di bagian ujung batang atau di bagian ketiak daun di bagian atas.

(2)

Kelopak bunga berlekatan terbagi menjadi 5 helai. Daun mahkota 5, berlekatan membentuk tabung mahkota bunga, panjang tabung 6 mm, panjang helaian daun mahkota lebih dari panjang tabung mahkota, 2 helai daun mahkota di bagian atas (bibir atas) berwarna putih dengan garis kuning di bagian ujungnya, panjang helaian 7-8 mm, bibir bawah terdiri atas 3 helaian daun mahkota, putih atau putih disertai warna ungu. Tangkai sari 5, ukuran tangkai sari sepanjang mahkota bunga, tangkai sari melebar di bagian pangkal. Tangkai putik panjang, melebihi panjang mahkota bunga. Buah berbentuk kapsul, berkatup dan berisi 3-7 biji berwarna coklat tua.

Berbunga sepanjang tahun, semua bagian tanaman terutama daun sangat pahit (BPOM RI, 2012).

Tanaman sambiloto dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Tanaman Sambiloto (BPOM RI, 2008) 2.1.1 Kandungan Zat Aktif

Kandungan utama tanaman sambiloto adalah senyawa andrografolida.

Kandungan lainnya adalah flavonoid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Zat aktif andrografolida terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor atau melindungi sel hati dari zat toksik (Dalimartha S, 2002).

(3)

Ekstrak kental herba sambiloto mengandung andrografolida tidak kurang dari 15,0 % sedangkan simplisia sambiloto mengandung andrografolida tidak kurang dari 0,64 % (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Andrografolida (Depkes RI, 2008).

Ekstrak sambiloto memiliki kadar air yang tidak lebih dari 10%, abu total tidak lebih dari 1,0%, dan abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,1% sedangkan herba sambiloto memiliki susut pengeringan tidak lebih dari 10%, abu total tidak lebih dari 10,2%, dan abu tidak larut asam tidak lebih dari 1,7% (Depkes RI, 2008).

2.1.2 Khasiat Sambiloto

Sambiloto di masyarakat umum yang belum ada uji klinis digunakan sebagai pengobatan kolik, otitis media, vaginitis, penyakit radang panggul, cacar air, dan luka bakar (WHO, 2002). Selain itu sambiloto memiliki rasa pahit dan sering digunakan antara lain sebagai obat batuk, antipiretik, diabetes mellitus, darah tinggi, dan demam (Dalimartha S, 2002).

2.2 Penggolongan Obat Tradisional

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.

(4)

2.2.1 Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 2008).

Jamu harus memenuhi kriteria : aman sesuai dengan persyaratan, khasiat dibuktikan dengan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis penggunaan sesuai dengan cara tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu secara empiris dan ilmiah (BPOM RI, 2004).

2.2.2 OHT ( Obat Herbal Terstandar)

OHT adalah hasil pengembangan jamu atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra-klinik (Depkes RI, 2008).

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria : aman sesuai dengan persyaratan, khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu secara ilmiah dan terbukti secara pra klinik (BPOM RI, 2004).

2.2.3 Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah hasil pengembangan Obat Herbal Terstandar atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya sudah dibuktikan melalui uji klinik (Depkes RI, 2008).

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria : aman sesuai dengan persyaratan, khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian secara pra klinik dan terbukti secara klinik (BPOM RI, 2004).

(5)

Gambar 2.3 Logo Penggolongan Obat Tradisional 2.3 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60° (BPOM RI, 2014).

Simplisia sebagai bahan kefarmasian harus memenuhi parameter mutu umum suatu bahan meliputi identifikasi, kemurnian, dan stabil. Simplisia yang digunakan sebagai obat harus memenuhi produk kefarmasian seperti kualitas bahan, aman dikonsumsi, dan memiliki manfaat. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 2000).

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau sebagian pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian samapi memenuhi persyaratan. Pada umumnya, ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sedikit mungkin terkena panas (Depkes RI, 2014).

Berdasarkan sifatnya ekstrak dibagi menjadi ekstrak kering, ekstrak cair, dan ekstrak kental. Ekstrak kering adalah sediaan berbentuk bubuk yang dibuat dari hasil tarikan simplisia yang diuapkan pelarutnya. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai

a) Jamu b) Obat Herbal Terstandar c) Fitofarmaka

(6)

pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring. Ekstrak kental adalah sediaan kental yang dibuat dari hasil tarikan simplisia kemudian diuapkan pelarutnya (Depkes RI, 2014).

2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh faktor biologi dan kimia. Faktor biologi baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya maupun tumbuhan liar meliputi spesies tumbuhan, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanannya, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

Faktor kimia baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya maupun tumbuhan liar meliputi : faktor internal meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatit senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, dan kadar total rata-rata senyawa aktif dan faktor eksternal meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan, kandungan logam berat serta kandungan pestisida (Depkes RI, 2000).

2.4.2 Metode Ekstraksi

Metode pembuatan ekstrak obat yang umum digunakan adalah maserasi dan perkolasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Howard C. Ansel, 2008). Metode ekstraksi yang biasa digunakan, diantaranya maserasi dan perkolasi.

2.4.2.1 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan cara perendaman dan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Secara

(7)

teknologi termasuk ekstraksi yang bertujuan untuk mencapai konsentrasi yang seimbang. Pada maserasi ada maserasi kinetik yang berarti dilakukan pengadukan yang terus-menerus dan remaserasi yang berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Metode maserasi yang lebih efektif menggunakan getaran ultrasonik. Getaran ultrasonik (>

20000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat, dan lama proses ultrasonikasi (Depkes RI, 2000).

2.4.2.2 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Tahapan ekstraksi dengan metode perkolasi adalah tahap pengembangan bahan, tahap maserasi pembuatan serbuk, pengisian perkolator, waktu maserasi, dan pengumpulan perkolat, dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Ansel, 2008).

2.5 Granulasi

Granulasi merupakan proses pembentukan granul menjadi gumpalan- gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Ansel, 2008). Secara umum, semakin kecil tablet yang diproduksi, maka granul yang dihasilkan juga kecil. Ukuran mesh yang sering digunakan adalah 12-20 (Ansel, 2014).

Granulasi dibagi menjadi granulasi basah dan granulasi kering, untuk bahan aktif ekstrak yang karakteristiknya kental metode granulasi yang digunakan adalah granulasi basah. Granulasi basah banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah yaitu menimbang dan mencampur bahan-bahan, menyiapkan serbuk massa lembab, pengayakan adonan lembab menjadi granul, pengeringan, pengayakan kering, menambahkan lubrikan, pembuatan tablet dalam kompresi (Ansel, 2014).

(8)

Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran pertikel yang diinginkan. Cetak langsung adalah pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi yang memerlukan eksipien tanpa tahap granulasi terlebih dahulu (Depkes RI, 2014).

2.5.1 Mutu Fisik Granul

Mutu fisik granul terdiri dari kecepatan alir dan sudut diam, kandungan lembab, kadar fines, serta kompaktibilitas.

2.5.1.1 Kecepatan Alir dan Sudut Diam

Kecepatan alir adalah uji yang digunakan untuk menetapkan kemampuan alir granul. Faktor yang mempengaruhi kecepatan alir adalah bentuk dan ukuran granul.

Sudut diam adalah sudut yang terjadi antara tinggi partikel yang berbentuk kerucut dengan bidang horizontal atau jari-jari bidang dasar kerucut. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30° menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40° daya mengalir granul kurang baik (Lachman L et al, 2008).

Tabel II.1 Hubungan Sudut Diam dan Daya Alir (Aulton, 2002) Sudut Diam Daya Alir

<20 Sangat Baik

20-30 Baik

30-34 Cukup Baik

>40 Sangat Buruk

2.5.1.2 Kandungan Lembab

Kandungan lembab merupakan faktor penting terhadap mutu granul, stabilitas kimia bahan, dan kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba. Granul yang sudah dikeringkan, masih mengandung kelembapan. Kandungan lembab yang terlalu rendah meningkatkan kemungkinan terjadinya capping sedangan kandungan lembab yang

(9)

terlalu tinggi meningkatkan kemungkinan terjadinya picking pada sediaan.

Persyaratan granul yang baik memiliki kandungan lembab 1-2% (Aulton, 2002).

%MC =

=

2.5.1.3 Kadar Fines

Kadar fines adalah uji untuk mengetahui jumlah fines pada granul. Faktor yang mempengaruhi kadar fines adalah kemampuan alir, kemampuan pemampatan, keseragaman bobot tablet, dan keseragaman warna tablet. Granul dengan ukuran partikel yang terlalu besar dan kurang halus maka granul tidak dapat mengisi ruang cetakan secara merata selama pencetakan dan berat tablet akan turun-naik. Granul yang berwarna, semakin kasar granul maka tablet akan belang-belang. Jika terlalu banyak bubuk halus, terjadi variasi bobot tablet yang disebabkan oleh kesulitan aliran granul. Kecenderungan terbelah juga bertambah dan makin meningkat jika kecepatan mesin cetak dipercepat. Persyaratan kadar fines yaitu tidak lebih dari 20 % (Lachman L et al, 2008).

2.5.1.4 Kompresibilitas

Uji kompresibilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa granul kompak ketika adanya tekanan dengan menggunakan gelas ukur. Pembacaan volume dilakukan ketika terjadi perubahan volume. Pengetukan secara mekanik didapat dengan cara meninggikan gelas ukur sehingga memungkinkan serbuk untuk turun karena pengaruh bobotnya sendiri sampai jarak tertentu (Depkes RI, 2014).

Bj Tetap – Bj Bulk Indek Carr = Bj Tetap X 100%

(10)

Tabel II.2 Hubungan kompresibilitas dan Aliran Serbuk (Siregar, 2010)

% Kompersibilitas Sifat Alir

5-15 Sangat Baik

12-16 Baik

18-21 Sedang

23-35 Buruk

33-38 Sangat buruk

>40 Buruk Sekali

2.5.1.5 Kompaktibilitas

Uji kompaktibilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan granul dalam membentuk masa kompak dengan bahan tambahan pada tekanan tertentu. Parameter ini biasanya dilakukan dengan menggunakan penekan hidrolik.

Apabila diperoleh granul dengan kondisi baik dan tidak menimbulkan capping, maka dapat dikatakan kompaktibel (Siregar, 2010)

2.6 Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat aktif dan eksipien yang diperoleh dengan cara mengompresi volume partikel. Tablet digunakan untuk oral. Tablet pada umumnya ada yang ditelan utuh, ada yang dikunyah, ada yang dilarutkan atau didispersikan dalam air sebelum diberikan dan beberapa lagi disimpan di dalam mulut di mana zat aktif dibebaskan. Eksipien tablet yang digunakan seperti pengisi, pengikat, disintegrant, glidant, lubrikan, zat yang mampu dimodifikasi di saluran pencernaan, dan pewarna (British Pharmacopoeia, 2009).

Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.

(11)

Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Depkes RI, 2014)

2.6.1 Bahan Pembawa Tablet

Bahan pembawa tablet terdiri dari bahan pengisi, pengikat, penghancur, dan lubrikan.

2.6.1.1 Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi untuk meningkatkan atau memperoleh massa tablet yang diinginkan sehingga tablet mudah dikompresi. Pemilihan dari bahan pengisi tergantung pada jenis pengolahan dan plastisitas bahan yang akan digunakan.

Formulasi kompresi langsung akan memerlukan pengisi dengan aliran dan pemadatan yang baik. Kelarutan obat juga harus dipertimbangkan, obat terlarut biasanya diformulasikan dengan bahan yang tidak larut untuk dioptimalkan disintegrasi dan proses disolusi (Gad, 2008). Diantara pengisi yang paling disukai adalah laktosa karena kelarutan dan kompaktibilitas yang baik dan selulosa mikrokristalin karena dari pemadatan, kompaktibilitas, dan keseragaman yang konsisten (Ansel, 2014).

2.6.1.2 Bahan Pengikat

Bahan pengikat berfungsi untuk memberikan daya ikat pada massa serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam larutan. Bahan pengikat yang umum antara lain, gelatin, povidon, metilselulosa, dan karboksimetilselulosa. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulose mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung (Depkes RI, 2014).

Pengikat dapat mengubah disintegrasi dan disolusi tablet. Pengikat membentuk film hidrofilik pada permukaan butiran yang dapat membantu pembasahan obat hidrofobik. Namun bila ditambah konsentrasi yang terlalu besar maka dapat membentuk gel kental di permukaan granul dan akan menghambat disolusi (Gad, 2008).

(12)

2.6.1.3 Bahan Penghancur

Bahan penghancur berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan.

Kekuatan pemadatan yang digunakan dalam pembuatan tablet dapat mempengaruhi disintegrasi. Secara umum, semakin tinggi kekuatan pemadatan maka semakin lambat waktu hancurnya (Aulton, 2002). Bahan penghancur dapat ditambahkan secara internal dalam granul atau secara eksternal pada massa granul. Croscarmellose (Ac- disol), sodium starch glikolat (primogel) dan poliplasdon yang disebut sebagai superdisintegran sering digunakan karena serapan airnya yang tinggi dan aksi cepat.

(Ansel, 2014).

2.6.1.4 Lubrikan

Lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan antar tablet dan dinding die serta memberi kilap ke tablet yang telah selesai. Diantara lubrikan yang umum digunakan adalah magnesium stearat, kalsium stearat, asam stearat, dan natrium stearil fumarat. Magnesium stearat adalah paling banyak digunakan. Jumlah lubrikan yang digunakan bervariasi tapi biasanya berkisar antara 0,1% sampai 2% dari berat granulasi (Ansel, 2014).

Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebihan harus dihindari. Polietilen glikol dan beberapa garam lauril sulfat digunakan sebagai lubrikan yang larut, tetapi lubrikan seperti ini umumnya tidak memberikan sifat lubrikasi yang optimal, dan diperlukan dengan kadar yang lebih tinggi (Depkes RI, 2014).

2.6.2 Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet terdiri dari uji keseragaman bobot tablet dan uji keseragaman kandungan zat aktif, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur tablet, dan uji disolusi 2.6.2.1 Uji Keseragaman Bobot Tablet

Uji keseragaman bobot diterapkan pada beberapa bentuk sediaan, yaitu larutan dalam wadah satuan dosis dan dalam kapsul lunak. Sediaan padat seperti serbuk,

(13)

granul, dan sediaan padat steril dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengandung zat tambahan aktif atau inaktif. Sediaan padat termasuk sediaan padat steril dalam wadah dosis tunggal dengan atau tanpa zat tambahan yang disiapkan dari larutan asal dan dikeringkan dalam wadah dan pada etiket dicantumkan metode pembuatan. Uji ini juga dilakukan pada kapsul keras dan tablet tidak bersalut, mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih terhadap bobot, satuan sediaan atau untuk kapsul keras, kandungan kapsul, kecuali keseragaman dari zat aktif lain yang tersedia dalam bagian yang lebih kecil memenuhi persyaratan keseragaman kandungan.

Pemeriksaan keseragaman bobot tablet dilakukan dengan cara menimbang 10 tablet satu per satu. Hitung jumlah zat aktif dalam tiap tablet yang dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket dari hasil penetapan kadar masing-masing tablet (Depkes RI, 2014).

Tabel II. 3 Syarat Keseragaman Bobot Tablet Bobot rata-rata tablet Penyimpangan

bobot rata-rata dalam %

A B

<25 mg 15 30

26-150 mg 10 20

151-300 mg 7,5 15

>300 mg 5 10

2.6.2.2 Uji Keseragaman Kandungan Zat Aktif

Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing- masing kandungan zat aktif dalam sediaan untuk menentukan apakah kandungan masing-masing terletak dalam batasan yang ditentukan. Uji ini dipersyaratan untuk semua bentuk sediaan yang tidak memenuhi kondisi pada uji keseragaman bobot. Jika dipersyaratkan uji keseragaman kandungan, industri dapat memenuhi persyaratan ini dengan melakukan uji keseragaman bobot jika simpangan baku relatif (SBR) kadar dari zat aktif pada sediaan akhir tidak lebih dari 2%. SBR kadar adalah simpangan baku relatif kadar per satuan sediaan (b/v atau v/v) dengan kadar tiap satuan sediaan

(14)

setara dengan hasil penetapan kadar tiap satuan sediaan dibagi dengan bobot masing- masing satuan sediaan (Depkes RI, 2014).

Tabel II.4 Uji Keseragaman Kandungan dan Uji Keseragaman Bobot untuk Sediaan Bentuk

Sediaan

Tipe Sub

Tipe

Dosis dan Perbandingan Zat Aktif

>25 mg dan >25% <25 mg atau <25%

Tablet Tidak Bersalut Keseragaman bobot Keseragaman kandungan Salut Selaput Keseragaman bobot Keseragaman kandungan Lainnya Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan

2.6.2.3 Kekerasan Tablet

Kekerasan tablet adalah kekuatan untuk menghancurkan tablet. Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, pengiriman. Umumnya kekuatan punch saat kompresi tablet dan komposisi formula akan mempengaruhi kekerasan tablet. Jumlah dan waktu yang digunakan untuk mencampur lubrikan dan eksipien juga mempengaruhi kekerasan tablet (Gad, 2008).

Secara umum, tablet harus cukup keras namun cukup lunak untuk hancur setelah ditelan. Umumnya semakin besar tekanan semakin keras tablet yang dihasilkan. Dalam bidang industri kekuatan tekanan minimum yang sesuai untuk tablet adalah sebesar 4 kg. Alat untuk uji kekerasan tablet menggunakan hardness tester (Ansel, 2014).

2.6.2.4 Kerapuhan Tablet

Kerapuhan tablet merupakan uji mekanisme penentuan kekuatan tablet dengan menggunakan alat friability tester. Tablet yang mudah menjadi serbuk, menyerpih, dan pecah-pecah pada penanganannya, akan kehilangan keindahannya serta konsumen enggan menerimanya, dan dapat menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan pengepakan juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet (Gad, 2008).

Tablet dengan berat yang sama atau kurang dari 650 mg, ambil sampel seluruh tablet yang sesuai sedekat mungkin dengan 6,5 g sedangkan tablet dengan

(15)

berat lebih dari 650 mg, ambil sampel 10 tablet utuh. Pada umumnya uji dilakukan satu kali, jika tablet retak, terbelah, atau rusak dalam sampel tablet setelah jatuh, menunjukkan tablet gagal, jika hasilnya sulit untuk diinterpretasi atau jika penurunan berat tablet lebih tinggi dari nilai yang ditargetkan, uji harus diulang dua kali dan rata-rata dari tiga tablet yang diuji ditentukan. Penurunan berat tablet rata-rata maksimum dari tiga tablet tidak lebih dari 1,0% yang dianggap dapat diterima (USP, 2007).

2.6.2.5 Waktu Hancur Tablet

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet digunakan sebagai tablet hisap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas diantara periode pelepasan tersebut. Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut. (Depkes RI, 2014). Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet yang bersalut gula dan bersalut selaput (Lanny H dkk., 2016).

2.6.2.6 Disolusi Tablet

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masingmasing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik sedangkan dalam masing-masing monografi uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara

(16)

khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat

2.7 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu laktosa, avicel PH 101, gelatin, primogel, dan mg stearat.

2.7.1 Laktosa

Laktosa digunakan sebagai bahan pengisi, serbuk berwarna putih yang mudah larut dalam air secara perlahan-lahan dan praktis tidak larut dalam etanol (Depkes RI, 2014). Laktosa baik digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah karena ukurannya yang bagus memungkinkan pencampuran dengan bahan lain menjadi baik (Rowe et al, 2009). Laktosa tersedia dalam bentuk anhidrat dan monohidrat. Bahan anhidrat digunakan untuk kompresi langsung karena kompresibilitas yang superior sedangkan monohidrat untuk granulasi basah (Gad, 2008). Laktosa yang digunakan pada penelitian ini adalah laktosa monohidrat.

Laktosa monohidrat merupakan disakarida alami yang diperoleh dari susu, mengandung 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa.

Gambar 2.3 Struktur Kimia Laktosa (Depkes RI, 2014) 2.7.2 Avicel PH 101

Avicel mempunyai nama lain mikrokristalin selulosa. Avicel banyak diproduksi dalam beberapa tipe diantaranya Avicel PH 101 dan Avicel PH 102 yang merupakan eksipien yang paling umum dan banyak digunakan dalam pembuatan tablet. Avicel berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Avicel PH 101

(17)

memiliki ukuran partikel 50 µm, yang biasanya digunakan dalam granulasi basah.

Avicel banyak digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat dalam granulasi basah dan kompresi langsung. Selain penggunaannya sebagai pengikat, avicel juga digunakan sebagai disintegran untuk pembuatan tablet cetak langsung. (Rowe et al, 2009).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Avicel (Rowe et al, 2009)

2.7.3 Gelatin

Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisa parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Gelatin yang berasal dari prekursor yang diasamkan dikenal sebagai Tipe A dan yang berasal dari prekursor yang dibasakan dikenal sebagai Tipe B. Gelatin yang digunakan dalam pembuatan kapsul atau untuk penyalut tablet dapat diwarnai dengan pewarna yang diijinkan, dapat mengandung sulfur dioksida tidak lebih dari 0,15% dan dapat mengandung natrium lauril sulfat dengan kadar yang sesuai serta zat antimikroba yang sesuai (Depkes RI, 2014).

Gelatin pada tablet digunakan sebagai pengikat. Penggunaaan gelatin pada proses granulasi bertujuan untuk mengurangi fines dan menjaga kelembaban tablet. Gelatin mengandung kelembaban sebanyak 8-13% dan memiliki kerapatan relatif 1,3-1,4 (GMIA, 2012).

Ciri-ciri gelatin adalah berbentuk lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus, kuning lemah atau coklat terang, warna bervariasi tergantung ukuran partikel. Larutannya berbau lemah seperti kaldu. Jika kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk larutan.

(18)

Gelatin Tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH 9 dan gelatin Tipe B menunjukkan titik isoelektrik antara pH 4,7 dan pH 5,2 (Depkes RI, 2014).

Gelatin tidak larut dalam air dingin, mengembang dan lunak bila dicelup dalam air, menyerap air secara bertahap sebanyak 5 - 10 kali beratnya, larut dalam air panas, asam asetat 6 N dan campuran panas gliserin dan air, tidak larut dalam etanol, kloroform, eter, minyak lemak dan minyak menguap (Depkes RI, 2014).

2.7.4 Primogel

Primogel merupakan nama lain sodium starch glycolate. Primogel berbentuk serbuk putih yang alirannya bagus. Primogel digunakan dalam obat oral sebagai disintegrant. Umumnya digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi basah maupun cetak langsung. Efektif pada konsentasi 2-8%. Meskipun efektivitas bahan penghancur dapat berkurang karena diakibatkan oleh penambahan eksipien yang hidrofobik, efisiensi penghancur primogel tidak terganggu (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.5 Struktur Kimia Primogel (Rowe et al., 2009)

2.7.5 Magnesium Stearat

Magnesium Stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam- asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO. Ciri-ciri magnesium stearat adalah serbuk halus, putih dan bau lemah khas, mudah melekat di kulit, bebas dari butiran serta memiliki kelarutan tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter (Depkes RI, 2014).

(19)

Magnesium stearat banyak digunakan sebagai kosmetik, makanan, dan formulasi sediaan farmasi, terutama digunakan sebagai lubrikan atau pelumas pada pembuatan tablet pada konsentrasi antara 0,25% dan 2,0% (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.6 Struktur Kimia Mg Stearat

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Sambiloto (BPOM RI, 2008)  2.1.1  Kandungan Zat Aktif
Gambar 2.2 Struktur Kimia Andrografolida (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.3 Logo Penggolongan Obat Tradisional  2.3  Simplisia
Tabel II.1 Hubungan Sudut Diam dan Daya Alir (Aulton, 2002)  Sudut Diam  Daya Alir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari unsur subjektif dalam melakukan penyeleksian penerima beasiswa, maka tujuan dari penelitian ini yaitu menghasilkan suatu aplikasi sistem pendukung keputusan yang

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Materi pelatihan merupakan bagian dari suatu program pelatihan kerja berbasis kompetensi yang menguraikan dan menjelaskan secara rinci rangkaian pencapaian kompetensi kerja.

Sekolah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) dari total jumlah

Dengan memperhatikan peta penurunan luas sawah, dapat diketahui bahwa daerah Kecamatan Somba Opu adalah daerah yang paling tinggi perubahan alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Hal

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian kompos pada tanah bekas tambang emas dan mengetahui jenis kompos mana yang terbaik terhadap pertumbuhan awal

Bila suatu reaksi dilakukan dalam sistem terisolasi (tersekat) mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan energi potensial partikel-partikelnya, maka

 Walau pun sedang menjalani pemeriksaan bersama dengan seseorang dari departemen lain, pihak luar atau bahkan presiden sekali pun atau setiap orang yang pada