• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMAKNAAN SIKAP SOPAN SANTUN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN KAYEN KABUPATEN PATI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMAKNAAN SIKAP SOPAN SANTUN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN KAYEN KABUPATEN PATI."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

POLA ASUH ORANG TUA DALAM PEMAKNAAN SIKAP SOPAN SANTUN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA SUMBERSARI

KECAMATAN KAYEN KABUPATEN PATI

Oleh

ELMA ELFIANA NURUS SOLEHAH 201733005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2021

(2)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

(3)

vi

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

(4)

vii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PENGUJI

(5)

viii

KATA PENGANTAR

(6)

ix ABSTRACT

(7)

x ABSTRAK

(8)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

MOTTO DAN PERSEMBAHAN v

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI vi

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PENGUJI vii

KATA PENGANTAR viii

ABSTRACT ix

ABSTRAK x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.4.1 Manfaat Teoretis 4

1.4.2 Manfaat Praktis 4

1.5 Ruang Lingkup 4

1.6 Definisi Operasional 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6

2.1 Deskripsi Konseptual 6

2.1.1 Pola Asuh Orang Tua 6

2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua 6

2.1.1.2 Faktor Penyebab Pola Asuh Orang Tua 7

2.1.1.3 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua 8

2.1.1.4 Indikator Pola Asuh Orang Tua 12

2.1.1.5 Dampak Pola Asuh Orang Tua 14

2.1.2 Pemaknaan Sikap Sopan Santun 17

2.1.2.1 Pengertian Sikap Sopan Santun 17

(9)

xii

2.1.2.2 Jenis Sikap Sopan Santun 18

2.1.2.3 Aspek Dalam Sopan Santun 19

2.1.2.4 Cara Menanamkan Sikap Sopan Santun 22

2.1.2.5 Indikator Sikap Sopan Santun 24

2.2 Kajian Penelitian Relevan 26

2.3 Kerangka Teoretik 29

2.4 Kerangka Berfikir 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 34

3.1 Lokus Penelitian 34

3.1.1 Tempat Penelitian 34

3.1.2 Waktu Penelitian 34

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian 34

3.3 Data dan sumber Data 35

3.3.1 Data 35

3.3.2 Sumber Data 36

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 37

3.5 Keabsahan Data 39

3.6 Analisis Data 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44

4.1 Deskripsi Latar Penelitian 44

4.1.1 Keadaan Geografis 44

4.1.2 Keadaan Penduduk 44

4.2 Deskripsi dan Pembahasan Hasil Analisis Data 46

4.2.1 Hasil Analisis Data 46

4.2.2 Pembahasan 67

BAB V Simpulan dan Saran 76

5.1 Simpulan 76

5.2 Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

LAMPIRAN 81

(10)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Persamaan, perbedaan, dan orisinalitas kajian relevan 28 4.1 Pembagian penduduk berdasarkan pendidikan 46

(11)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teoretik 30

2.2 Kerangka Berfikir 32

3.1 Komponen dalam Analisis Data Model Miles dan Huberman 40

4.1 Penelitian Keluarga Informan 1 51

4.2 Penelitian Keluarga Informan 2 54

4.3 Penelitian Keluarga Informan 3 57

4.4 Penelitian Keluarga Informan 4 62

4.5 Penelitian Keluarga Informan 5 63

4.6 Penelitian Keluarga Informan 6 65

4.7 Penelitian Keluarga Informan 7 66

4.8 Penelitian Keluarga Informan 8 67

(12)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Jadwal Pelaksanaan 45

Kisi-kisi Observasi 46

Pedoman Observasi Orang Tua 47

Pedoman Observasi Anak 50

Kisi-kisi Wawancara 52

Pedoman Wawancara Orang Tua 53

Pedoman Wawancara Anak 55

Hasil Obervasi Pola Asuh Orang Tua 1 89

Hasil Obervasi Pola Asuh Orang Tua 2 92

Hasil Obervasi Pola Asuh Orang Tua 3 95

Hasil Obervasi Pola Asuh Orang Tua 4 98

Hasil Obervasi Anak 1 101

Hasil Obervasi Anak 2 103

Hasil Obervasi Anak 3 105

Hasil Obervasi Anak 4 107

Hasil Wawancara Orang Tua 1 109

Hasil Wawancara Orang Tua 2 111

Hasil Wawancara Orang Tua 3 113

Hasil Wawancara Orang Tua 4 116

Hasil Wawancara Anak 1 119

Hasil Wawancara Anak 2 122

Hasil Wawancara Anak 3 125

Hasil Wawancara Anak 4 128

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama yang dikenal oleh anak serta menjadi wadah menumbuhkan eksistensi dirinya. Keluarga akan memberikan kontribusi yang sangat dominan pada terbentuknya karakter anak, meliputi kepribadian, kecerdasan intelektual dan spiritual (Rohmat, 2010:35). Masing masing keluarga memiliki aturan yang berbeda beda dalam membentuk karakter anak. Penegakan aturan dalam keluarga merupakan peran dan tanggung jawab orang tua. Orang tua memiliki pola komunikasi dan pengasuhan yang berbeda menyesuaikan latar belakang dan visi keluarga yang ingin di capai.

Qurrotu Ayun (2017:1) tiga macam pola asuh yang dapat diterapkan orang tua kepada anak, yaitu pola asuh demokratis, permisif dan otoritas. Pola asuh demokratis memberikan kebebasan kepada anak dengan penuh tanggung jawab, sedangkan Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, yaitu orang tua menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat sehingga terkadang anak melakukan tindakan yang melawan aturan.

Pemilihan pola asuh yang efektif sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan dalam diri anak baik perkembangan fisik maupun perkembangan karakter. Omrod (2010:96) menjelaskan hal yang sangat disayangkan apabila orang tua mengalami kesalahan dalam pemilihan pola asuh (child maltreatment) seperti mengabaikan anak anak, orang tua gagal menyediakan makanan yang bergizi, pakaian yang layak dan memenuhi kebutuhan dasar lainnya. Kesalahan pola asuh yang berkaitan dengan perkembangan sosial dan emosional meliputi pengabaian, penganiayaan baik secara fisik, seksual atau emosional, perundungan secara verbal. Kesalahan dalam pola asuh ini memiliki pengaruh dalam penanaman karakter pada anak.

Salah satu karakter yang harus dimiliki anak anak adalah sopan santun.

(14)

2

Ujiningsih (2010:3) menjelaskan sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia.

Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong.

Sikap sopan santun merupakan salah satu wujud penanaman karakter dalam pelaksanaan pola asuh orang tua. Namun dewasa ini banyak sekali anak-anak yang mengalami degradasi moral sopan santun. Anak-anak sering membantah orang tua, kurang menghormati orang yang lebih tua, tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar, serta jarang menggunakan kata tolong ketika meminta bantuan.

Anak-anak usia sekolah dasar di desa Sumbersari memiliki sikap sosial yang baik, contohnya gotong royong, kekerabatan, saling menyayangi, dan persaudaraan. Sikap sosial yang baik tersebut terwujud karena belum adanya pengaruh dari gadget, percakapan atau tali komunitas masih dilakukan secara manual atau bertemu langsung sambil bermain atau rutinitas lainnya. Hal tersebut menjadi baik karena mereka tetap mengutamakan adanya sosialisasi, anak masih memegang teguh sikap disiplinnya dalam ibadah maupun perihal sekolah, namun terdapat juga hal buruk yang terjadi. Keburukan tersebut terdapat pada gaya bahasa yang digunakan oleh anak.

Sikap kekerabatan dan persaudaraan yang terjadi menyebabkan anak memiliki keburukan gaya bahasa, mereka menggunakan bahasa yang kasar, bahkan misuh merupakan kebiasaan yang mereka gabungkan dalam percakapan. Dalam kesehariannya percakapan yang dilakukan oleh anak terkesan tidak ada batasan umur, dalam berbicara dengan orang yang lebih tua anak juga terbiasa menggunkan bahasa kasar. Bahasa kasar yang sering dilontarkan anak dalam percakapannya berawal dari kebiasaan anak

(15)

3

mendengar percakapan orang lain yang lebih tua. Orang yang lebih tua juga tidak menunjukkan batasan berbicara jika ada anak kecil yang berada di dekatnya atau memberikan edukasi berbahasa yang sopan dan santun kepada anak. Kebiasaan tersebut yang menyebabkan anak tidak mengerti bahwa berbicara menggunakan bahasa yang kasar atau misuh merupakan salah satu sikap sopan santun yang buruk, maka diperlukannya pengawasan dan bimbingan dari orang tua.

Penjabaran diatas, menarik minat peneliti untuk mengkaji lebih dalam mengenai pola asuh orang tua dalam menanamkan sikap sopan santun. Hal ini melatar belakangi peneliti untuk mengajukan judul penelitian “Pola Asuh Orang Tua dalam Pemaknaan Sikap Sopan Santun Anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitianaini sebagaiiberikut :

1. Bagaimana pola asuh terhadap pemaknaan sopan santun anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati?

2. Bagaimana dampak pola asuh terhadap pemaknaan sopan santun anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitianaini sebagaiiberikut :

1. Untuk mendeskripsikan pola asuh terhadap pemaknaan sikap sopan santun anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati.

2. Untuk mengetahui dampak pola asuh terhadap pemaknaan sikap sopan santun anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati.

(16)

4 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian akan bermanfaat secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian, wawasan tambahan serta pengetahuan lebih lanjut mengenai pola asuh orang tua dalam pemaknaan sikap sopan santun.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Anak Usia Sekolah Dasar

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan efek positif bagi anak untuk berperilaku sopan santun yang mulai luntur karena perkembangan zaman.

2. Orang tua

Sebagai evaluasi dalam mempersiapkan pendidikan anak islam dan juga sebagai bahan masukan untuk kepada orang tua mengenai pola asuh menanamkan sikap sopan santun kepada anak.

3. Peneliti

Sebagai proses mengembangkan kemampuan dalam menuliskan karya ilmiah serta menambahkan keilmuan terhadap pendidikan anak.

1.5 Ruang Lingkup

Untuk memfokuskan pada tujuan penelitian maka penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini. Adapun yang menjadi ruang lingkup adalah sebagai berikut:

1. Pola asuh yang dilakukan oleh orang tua untuk menanamkan sikap sopan santun pada anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati.

2. Dampak pola asuh yang dilakukan oleh orang tua untuk menanamkan sikap sopan santun pada anak di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati

(17)

5 1.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan dalam memahami istilah dalam penelitian ini, maka definisi operasional variabel adalah sebagai berikut :

1. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua merupakan sikap atau tindakan orang tua dalam melakukan proses interaksi, membimbing, serta mendidik anak agar dapat mencapai perkembangan spiritual, fisik, sosial, emosi dan intelektual.

2. Pemaknaan Sikap Sopan Santun

Pemaknaan sikap sopan santun dalam berbahasa merupakan perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong serta berakhlak mulia dengan cara berkomunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain.

(18)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Konseptual

2.1.1 Pola Asuh Orang Tua

2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Rizal (2016:32) mendeskripsikan pola asuh sebagai pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Listya (2015:101) mendeskripsikan pola asuh orang tua sebagai sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan menjadikan anak sukses menjalani kehidupan ini. Pola asuh merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, sosial, emosi, intelektual dan spiritual sejak fase anak dalam kandungan hingga dewasa (Sukiman, 2016:2).

Pendapat selanjutnya, Badria (2018:4) menjabarkan pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak baik negatif maupun positifnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Pendapat serupa dari Israfil (2015:176) menjelaskan bahwa pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua dan anak dalam berkonikasi, mendidik, mengasuh, dan terus berkelanjutan dari waktu kewaktu. Dengan pola asuh yang diterapkan orang tua anak dapat berinteraksi dengan lingkungan mengenai dunia sekitar serta mengenal pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan sikap atau tindakan orang tua dalam melakukan proses interaksi, membimbing, serta mendidik anak agar dapat mencapai perkembangan spiritual, fisik, sosial, emosi dan intelektual.

(19)

7

2.1.1.2 Faktor Penyebab Pola Asuh Orang Tua

Madyawati (2016:39-41) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, yaitu :

1) Faktor sosial ekonomi, 2) Pendidikan,

3) Nilai agama yang dianut oleh orangtua, 4) Kepribadian,

5) Jumlah pemilikan anak.

Suana dan Firdaus (2018:183) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak meliputi :

1) Pendidikan orang tua.

Pendidikan orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.

2) Pengalaman orang tua.

Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

3) Lingkungan.

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

4) Budaya.

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat sekitarnya dalam mengasuh anak karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam melakukan pengasuhan.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini difokuskan pada faktor tingkat pendidikan orang tua yang dapat mempengaruhi pola asuh.

(20)

8 2.1.1.3 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Kustiah Sunarti (2015 : 20-25) menjelaskan bahwa terdapat beberapa jenis pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, yaitu :

1. Reasonable parents (pola asuh orang tua yang layak/pantas)

Anak di dalam kehidupannya sehari-hari senantiasa diperlakukan dengan baik oleh orang tuanya, meskipun anaknya melakukan suatu kesalahan atau kekeliruan. Jika anak melakukan kesalahan maka orang tua berupaya menunjukkan dan memperbaiki kesalahan tersebut dengan melakukan komunikasi, berupa transaksi langsung (here and now), dengan alasan dan pertimbangan yang layak/ pantas atau sesuai dengan bobot kesalahan anak. Komunikasi atau transaksi tampak dalam ucapan dan tindakan orang tua yang selalu memberikan alasan-alasan logis/rasional, masuk akal terhadap perilaku keliru anak, dengan tujuan dan harapan orang tua agar anak mau mengubah perilaku yang keliru tersebut. Orang tua dengan pola asuh ini berupaya menghindari ucapan- ucapan mengomel, mencela, menjuluki, atau ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang dapat membuat anak terpojok.

2. Encouraging parents (pola asuh orang tua mendorong)

Komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya di dalam kehidupan sehari-hari selalu membangkitkan, mendorong, dan menyemangati anak melakukan sendiri tugas-tugasnya, baik di rumah maupun di luar rumah. Pemberian dorongan semangat penting dilakukan oleh orang tua, terutama ketika seorang anak selalu memperlihatkan indikasi perilaku yang menunjukkan “tidak bisa”

mengerjakan pekerjaannya sendiri, dan mengharapkan bantuan orang tua atau orang lain.

3. Concistent parents (pola asuh orangtua konsisten)

Komunikasi atau pola asuh yang dibangun orang tua dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut konsistensi tidak berarti tetap atau tidak berubah seumur hidup, melainkan terjadi perubahan sesuai dengan tuntutan keadaan atau tahapan-tahapan perkembangan anak. Anak

(21)

9

ketika usia balita (bawah lima tahun) tidur siang merupakan “paksaan”

baginya, namun ketika anak memasuki usia remaja, tidur siang disesuaikan dengan kebutuhan dan tahapan perkembangan usia remaja.

Memahami konsistensi dengan benar sangat penting bagi orang tua.

Oleh karena konsistensi bertujuan melatih anak menjadi tegas, tangguh, percaya kepada kemampuan diri sendiri.

4. Peace making parents (pola asuh orang tua yang menyejukkan)

Komunikasi atau pola asuh yang dibangun orang tua dalam kehidupan sehari-hari selalu memperlihatkan contoh atau tauladan, yang tampak dalam perilaku berupa ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang tua yang lemah lembut dan menyenangkan. Jika anak melakukan kekeliruan maka orang tua memberikan teguran dengan kata-kata yang lemah lembut dan menyenangkan, sehingga menjadikan anak merasa tenang dan tidak tegang.

5. Caring parents (pola asuh orang tua yang merawat/memelihara)

Komunikasi atau pola asuh yang dijalin orang tua dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak, baik dalam hal fisik maupun psikis selalu mendapat perhatian penuh dari orang tuanya. Dalam hal fisik anak sering mendapat belaian, dan dalam hal psikis tampak dalam perilaku orang tua, yang mau memerhatikan dan mendengar ucapan dan ungkapan perasaan, bergaul dengan anak, sehingga anak mau terbuka bercerita dan koperatif terhadap masalah yang dialaminya.

6. Relaxed parents (pola asuh orang tua rileks/santai)

Komunikasi atau pola asuh yang dibangun orang tua dalam kehidupannya sehari-hari selalu berada dalam suasana kehidupan rileks.

Hal ini tampak pada ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak dalam bertindak tanpa merasa tertekan. Orang tua kalau memberikan nasihat tetap dalam suasana rileks.

(22)

10

7. Responsible parents (pola asuh orang tua yang bertanggung jawab) Komunikasi atau transaksi yang dibangun oleh orangtua di dalam kehidupan sehari-hari memberikan kesan bahwa anak selalu dibimbing, diajar, dan dilatih dalam memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Perilaku orangtua tampak dalam ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orangtua yang senantiasa memberikan kepercayaan dan kebebasan kepada anaknya untuk melakukan sendiri tugas-tugasnya, aktivitas-aktivitas dan kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan situasi, kondisi, dan kemampuan anak. Meskipun begitu, tidak berarti anak tersebut bebas berbuat sesuka hatinya. Semua aktivitas yang dilakukan anak selalu melibatkan cara berpikir rasional, terutama yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang dapat menimbulkan risiko.

Omrod (2010:95) menjelaskan beberapa jenis pola asuh yang dilakukan oleh orang tua meliputi :

1) Pola Asuh Demokratis

Tipe pola asuh ini menyediakan lingkungan rumah yang penuh kasih dan supportif, menerapkan ekspektasi dan standar tinggi dalam perilaku, orang tua dapat menjelaskan mengapa beberapa perilaku dapat diterima dan perilaku lainnya tidak dapat diterima serta melibatkan anak dalam pengambilan keputusan.

2) Pola Asuh Permisif

Tipe pola asuh ini menyediakan lingkungan rumah yang penuh kasih dan supportif, menerapkan sedikit ekspektasi dalam perilaku, jarang memberi hukuman, dan membiarkan anak mengambil keputusannya sendiri. menerapkan ekspektasi dan standar tinggi dalam perilaku.

3) Pola Asuh Otoritarian

Jarang menampilkan kehangatan emosional, menegakkan aturan tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak, mengharapkan anak mematuhi aturan tanpa pertanyaan dan hanya menyediakan sedikit ruang untuk dialog timbal balik antara orang tua dan anak.

(23)

11

Menurut Baumrind (dalam Badria, 2018: 4-5) menjabarkan terdapat empat pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu :

1) Pola asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang melampaui kemampuan anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Pengaruh pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman- temannya.

2) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukkum. Orang tua beranggapan bahwa anak harus mengikuti aturan yang ditetapkan, karena peraturan yang ditetapkan orang tua semata mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau repot berfikir bahwa peraturan yang kaku justru akan menimbulkan serangkaian efek. Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, biasanya pola asuh seperti ini akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pemdiam, tertutup, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, dan berkepribadian lemah.

3) Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberiakan pengawasan yang sangat longgar memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup dari orang tua. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam keadaan bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini bersifat hangat sehingga

(24)

12

seringkali disukai oleh anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak yang tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri dan kurang percaya diri.

4) Pola Asuh Penelantaran

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering bolos dan bermasalaah dengan teman.

Berdasarkan pendapat diatas, terdapat beberapa jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam penelitian ini yaitu tipe otoriter, tipe demokratis, dan tipe permisif. Masing-masing tipe pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangan.

2.1.1.4 Indikator Pola Asuh

Penelitian ini terdapat beberapa indikator pola asuh orang tua, diantaranya yaitu indikator pola asuh otoriter, indikator pola asuh persimif, dan indikator pola asuh demokratis. Berikut ini merupakan indikator- indikator pola asuh orang tua :

1. Indikator- indikator pola asuh otoriter

Menurut pendapat Desmita (2010:56-57) terdapat beberapa indikator pola asuh otoriter yaitu sebagai berikut :

a. Tuntutan yang tinggi dalam aspek sosial, intelektual, emosi dan kemandirian

b. Adanya batasan yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar bagi anak untuk mengemukakan pendapatnya c. Orang tua bersikap sewenang-wenang dalam membuat

keputusan, memaksakan peran-peran dan kehendak kepada anak tanpa mempertimbangkan kemampuan anak

(25)

13

d. Orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri

e. Aspek respon dan menerima orang tua yang rendah kepada anak namun kontrol tinggi

f. Orang tua mudah untuk memberikan hukuman baik secara verbal atau non verbal

g. Orang tua kurang menghargai pemikiran dan perasaan anak.

2. Indikator- indikator pola asuh persimif

Menurut Razak Noe’man, R, (2012:35) beberapa indikator pola asuh persimif sebagai berikut :

a. Kasih sayang yang berlebihan sehingga orang tua mengikuti segala keinginan dan kemauan anak tanpa ada batasan

b. Aspek respon dan menerima tinggi kepada anak

c. Tuntutan dan kontrol yang rendah dari orang tua kepada anak

d. Orang tua sangat toleran kepada anak

e. Tidak menuntut anak untuk berperilaku matang, mandiri dan bertanggung jawab

3. Indikator-indikator pola asuh demokratis

Menurut pendapat Razak Noe’man, R, (2012:35) beberapa indikator pola asuh demokratis sebagai berikut :

a. Orang tua memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsive terhadap kemauan dan kehendak anak

b. Orang tua bersikap asertif yaitu membiarkan anak untuk memilih apa yang menurutnya baik, mendorong anak untuk bertanggung jawab atas pilihannya, tetapi menetapkan standar dan batasan yang jelas serta selalu mengawasinya.

c. Terjalinnya komunikasi yang intensif dan hangat bersama anak

(26)

14

d. Komunikasi yang terbuka dan memungkinkan adanya diskusi antara orang tua dengan anak

e. Orang tua bersikap responsive terhadap kebutuhan anak f. Orang tua menghargai emosi dan membantu anak untuk

mengekspresikan emosinya secara tepat

g. Orang tua membantu anak untuk mengembangkan keyakinan dirinya yang positif

2.1.1.5 Dampak Pola Asuh

Terdapat beberapa dampak pola asuh orang tua, diantaranya sebagai berikut :

Diana Baumrind (Iriani Indri Hapsari : 2016) berpendapat bahwa dampak gaya pengasuhan orang tau terhadap anak yaitu sebagai berikut :

a. Pola asuh otoriter.

 Dampak positif

Dampak positif pola asuh otoriter yaitu anak akan lebih disiplin karena orang tua bersikap tegas dan memerintah.

 Dampak negatif

Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat tidak bahagia, dan cemas dengan perbandingan antara mereka dengan anak lain, gagal dalam inisiatif kegiatan, dan lemah dalam kemampuan komunikasi sosial.

b. Pola asuh demokratis.

 Dampak positif

Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan ini sering terlihat ceria, memiliki pengendalian diri dan kepercayaan diri, kompeten dalam bersosialisasi , berorientasi prestasi, mampu mempertahankan hubungan yang ramah, bekerja sama dengan orang dewasa, dan mampu mengendalikan diri dengan baik.

 Dampak negatif

Walaupun pola asuh demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang juga dapat menimbulkan

(27)

15

masalah apabila anak atau orang tua kurang memiliki waktu untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, diharapkan orang tua tetap meluangkan waktu untuk anak dan tetap emantau aktivitas anak. Selain itu, emosi anak yang kurang stabil juga akan menyebabkan perselisihan disaat orang tua sedang mencoba membimbing anak.

c. Pola asuh permisif.

 Dampak positif

Orang tua akan lebih mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol terhadap anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orang tua dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreatifitas dan bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan kreatif.

Dampak positif tergantung pada bagaimana anak menyikapi sikap orang tua yang permisif.

 Dampak negatif

Dampak dari gaya pola asuh permisif adalah anak mengembangkan perasaan bahwa orang tua lebih mementingkan aspek lain dalam kehidupan daripada anaknya.

Oleh karenanya, anak bnayak yang kurang memiliki kontrol diri dan tidak dapat mengatasi kemandirian secara baik.

Mereka memiliki harga diri yang rendah, tidak matang, dan mungkin terisolasi dari keluarga. Pada saat remaja mereka memperlihatkan kenakalan. Anak jarang belajar menghormati orang lain dan memiliki kesulitan dalam mengendalikan tingkah laku mereka. Mereka bisa menjadi agresif, mendominasi.

Menurut Tridhonanto (2014 : 13-17) berikut ini merupakan dampak dari setiap pola asuh orang tua yang akan mempengaruhi sikap dan sifat anak :

(28)

16 a. Pola asuh otoriter

Dampak yang ditimbulkan oleh pola asuh otoriter antara lain : mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, tidak bersahabat.

b. Pola asuh permisif

Dampak yang ditimbulkan antara lain : sikap agresif, suka memberontak, kurang percaya diri dan pengendalian diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasi rendah.

c. Pola asuh demokratis

Dampaknya antara lain : memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat, mampu mengendalikan diri, mau bekerja sama, rasa ingin tahu tinggi, arah dan tujuan hidup jelas, berorientasi pada prestasi.

Berdasarkan pemaparan diatas, menurut pendapat peneliti, terdapat dua macam dampak pola asuh, yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Berikut ini merupakan dampak positif dan dampak negatif : a. Pola asuh otoriter

Dampak positif dari pola asuh otoriter yaitu membentuk kedisiplinan anak. Namun, dampak negatif dari pola pengasuhan ini anak seperti terkekang dan kurang bahagia.

b. Pola asuh demokratis

Dampak positif pola asuh ini yaitu memiliki kepercayaan diri yang tinggi, namun juga memiliki dampak negatif yang ditimbulkan ketika emosi anak sedang tidak stabil atau kebalikannya dapat menyebabkan perselisihan antara keduanya.

c. Pola asuh permisif

Dampak positif pola asuh permisif yaitu anak dapat menjadi pribadi yang inovatif dan kratif. Namun dampak negatifnya yaitu anak bisa menjadi agresif.

(29)

17 2.1.2 Pemaknaan Sikap Sopan Santun 2.1.2.1 Pengertian Sikap Sopan Santun

Menurut Cowley (dalam Faridah, 2016:3) menjelaskan perilaku sopan santun adalah bagian dari perilaku diri yang terekspresi dari moral.

Sopan santun merupakan ekspresi dari sikap rendah hati dan merupakan sesuatu yang dihasilkan dari hati nurani, yang diekspresikan dalam perilaku dan cara berpikir dalam integritas pribadi dalam konsistensi perilaku. Sopan santun adalah sikap yang mencerminkan sikap seseorang atau diri sendiri terhadap orang lain dengan tujuan menghormati orang lain dalam bersikap. Orang-orang yang memiliki sopan santun, berarti ia memiliki etika dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya diberbagai kehidupan. Sopan santun sangat diperlukan dalam berinteraksi dan bergaul agar terdapat keselarasan dalam berperilaku (Nur Cahyaningsih, 2017:43)

Djahiri (dalam Sagala, dll, 2017:2) Perilaku sopan santun merupakan bagian dari ekspresi moral seseorang. Sopan santun merupakan ekspresi dari sikap rendah hati serta sesuatu yang dihasilkan dari hati nurani dan diwujudkan dalam perilaku maupun cara berfikir dalam integritas pribadi.

Sopan santun adalah suatu aturan atau tata cara yang berkembang secara turun temurun dalam suatu budaya di masyarakat yang bisa bermanfaat dalam pergaulan antar sesama manusia sehingga terjalin suatu hubungan yang akrab, saling pengertian serta saling menghormati (Indah, dkk., 2018:162)

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku sopan santun merupakan sikap yang dimiliki seseorang dalam mengikuti aturan atau tata cara yang berkembang di masyarakat secara turun temurun. Sikap ini menjadikan individu memahami cara menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang memiliki sikap ini memiliki integritas yang tinggi sehingga dapat diterima di masyarakat dengan baik.

(30)

18 2.1.2.2 Jenis Sikap Sopan Santun

Chazawi (dalam Indah, dkk 2018 :162) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis sopan santun yang dilakukan oleh individu, yaitu :

1) Sopan santun dalam berbahasa

Santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang dipergunakan dalam sebuah komunikasi sangat menentukan keberhasilan pembicaraan.

2) Sopan santun dalam berperilaku.

Sopan santun dalam berperilaku dapat diimplementasikan dengan cara memperlakukan orang lain. Setiap orang harus memperlakukan orang lain dengan baik dan sesuai aturan atau norma yang berlaku. Segala tindak tanduk yang dilakukan harus sesuai dengan norma kesopanan yang berlaku di setiap daerah.

Pendapat selanjutnya, Sukini (2016:12) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis sopan santun yang dapat dilaksanakan meliputi :

1) Sopan santun dalam berbahasa

Dalam berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan berbahasa ketika berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Hal itu bertujuan agar manusia bisa menggunakan bahasa yang santun dan tidak melakukan kesalahan dalam berbahasa. Sebuah tuturan dikatakan santun atau tidak, sangat tergantung pada ukuran kesantunan masyarakat penutur bahasa yang dipakai.Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui Santun karakter dan kepribadian yang dimiliki seseorang tersebut.

(31)

19 2) Sopan santun dalam berkepribadian

Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Seseorang harus memiliki sopan santun dalam kepribadian karena hal tersebut merupakan cara untuk berinteraksi dengan orang lain atau berinteraksi di masyarakat.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis sopan santun yaitu sopan santun dalam berbahasa dan sopan santun dalam berperilaku. Kaitannya dengan penelitian ini adalah penerapan sopan santun dalam kehidupan sehari hari khususnya sopan santun dalam berbahasa. Hal mendasar yang sering ditekankan dalam sopan santun sendiri ialah hal bertutur kata, dikarenakan anak pada usia sekolah dasar merupakan masa meniru sehingga meski tidak tahu maknanya mereka mengucapkannya serta wawasan dan pemahaman kosa kata mereka masih tergolong minim.

2.1.2.3 Aspek dalam Sopan Santun

Aspek-aspek perilaku sopan satun ini merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dengan jelas oleh siswa terutama dalam pergaulannya sehari- hari. Irfan (2020:28) menjelaskan aspek- aspek perilaku sopan santun tersebut yaitu:

1) Tata krama dengan Allah SWT

2) Tata krama bergaulan dengan orangtua, 3) Tata krama bergaul dengan guru di sekolah, 4) Tata krama bergaul dengan orang yang lebih tua, 5) Tata krama bergaul dengan orang yang lebih muda, 6) Tata krama bergaul dengan teman sebaya,

7) Tata krama bergaul dengan lawan jenis, 8) Sopan santun berbicara,

(32)

20 9) Sopan santun terhadap binatang,

10) Sopan santun terhadap tumbuh-tumbuhan, 11) Sopan santun terhadap benda-benda.

Pendapat selanjutnya, Supriyanti (dalam Wijaya, dkk 2016:3-4) menjelaskan aspek opan santun yang harus diwujudkan seorang anak sekaligus seorang siswa yaitu:

1) Tata Krama Bergaul dengan Orang Tua

Tata krama bergaul dengan orang tua sangat diperlukan karena orang tua telah mendidik dan menyayangi anak dengan tulus dan penuh kasih sayang. Adapun sikap sopan santun dan lemah lembut terhadap kedua orang tua antara lain dilakukan sebagai berikut:

a) Tidak berkata kasar atau membentak terhadap orang tua

b) Senantiasa berbuat baik dan tidak menyakiti hati kedua orang tua c) Patuh serta taat kepada orang tua selama perintah itu dalam hal

kebaikan

d) Menghargai pendapat kedua orang tua

e) Selalu mendoakan kedua orang tua agar diberi kesehatan; merawat dengan penuh kasih sayang ketika orang tua sedang sakit atau lanjut usia.

2) Tata Krama Bergaul dengan Guru di sekolah

Guru memiliki peranan yang cukup penting dalam hidup anak karena guru memiliki peran sebagai pendidik, pembimbing, pelatih, dan motivator. Peranan yang penting menjadikan siswa harus memiliki sopan santun terhadap guru. Adapun Sikap sopan santun pada guru antara lain:

a) Selalu tunduk dan patuh terhadap guru;

b) Melaksanakan segala hal baik;

c) Berbicara yang halus dan sopan;

d) Mendoakan guru agar diberikan kesehatan dan ketabahan dalam memberikan pendidikan dan bimbingan di sekolah;

e) Menjaga nama baik sekolah dan menghormati guru.

(33)

21

f) Menyapa dengan ramah bila bertemu dengan guru;

g) Menampilkan contoh tingkah laku yang baik.

3) Tata Krama Bergaul dengan Orang yang Lebih Tua

Sikap sopan santun itu tidak hanya di tujukan kepada orang tua dan guru, akan tetapi di tujukan kepada orang yang lebih tua seperti kakak kandung sendiri. Sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua antara lain.

a) Bersikap hormat kepada kakak kandung agar terjalin hubungan yang harmonis

b) Menyapa dengan sopan dan ramah;

c) Saling menghargai pendapat d) Suka membantu pekerjaan kakak.

4) Tata Krama Bergaul dengan Orang yang Lebih Muda

Tata krama dalam pergaulan sehari-hari tidak hanya menghormati kepada orang tua saja. Namun kepada usia yang lebih muda pun harus dihargai dan diberikan kasih. Sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua antara lain dilakukan sebagai berikut :

a) Bersikap sayang kepada adik

b) Memberi contoh teladan yang baik dan memberi motivasi c) Menghargai pendapat adik

d) Tidak bersikap otoriter kepada adik.

5) Tata Krama Bergaul dengan Teman Sebaya

Bergaul dengan teman sebaya hendaknya dilandasi dengan akhlak yang mulia. Teman sebaya harus saling berbagi rasa, saling menghormati dan saling berbagi pengalaman. Sikap sopan santun terhadap teman sebaya antara lain dilakukan sebagai berikut:

a) Saling memberi dan menerima nasihat satu sama lain;

b) Saling menolong apabila ada teman yang mendapatkan kesulitan;

c) Saling memaafkan satu sama lain apabila ada yang berbuat kesalahan;

d) Saling berbagi rasa;

(34)

22 e) Tidak mencari- cari kesalahan;

f) Tidak saling mengejek dan menghina satu dengan yang lain.

6) Tata Krama Bergaul dengan Lawan Jenis

Bergaul dengan lawan jenis ada aturan dan nilai budi pekerti di antara keduanya. Baik pria atau wanita saling menghargai dan menghormati, baik dalam sikap, bertutur kata, ataupun dalam perilaku kehidupan sehari hari. Sikap sopan santun terhadap lawan jenis antara lain di lakukan sebagai berikut:

a) Saling menghormati dan menghargai

b) Menaati norma agama dan norma masyarakat

c) Menghindari pergaulan bebas dan menjaga keseimbangan diri.

Berdasarkan penjabaran diatas maka peneliti menyimpulkan enam aspek dalam perilaku sopan santun adalah tata krama terhadap orang tua, tata krama dengan guru, tata krama dengan orang yang lebih tua, tata krama dengan orang yang lebih muda, tata krama dengan teman sebaya, tata krama bergaul dengan lawan jenis.

2.1.2.4 Cara Menanamkan Sikap Sopan Santun

Rahmad Rosyadi (dalam Mery Lusiyanti dll, 2015:5) menyatakan bahwa menerapkan sopan santun terhadap anak sebaiknya dilakukan dengan enam cara, yaitu sebagai berikut :

1. Peneladanan

Untuk menanamkan sikap sopan santun biasa di awali kita sebagai orang tua, misalnya ketika datang akan masuk rumah kita ucapkan salam, begitupun ketika kita akan pergi bekerja, kita sebaiknya pamit terhadap anak-anak.

2. Penyontohan

Penyontohan disini maksudnya sesuatu yang dijadikan contoh.

Dalam pergaulan dan berkomunikasi di antara anggota keluarga di rumah, misalnya ketika kita meminta bantuan kepada anak-anak

(35)

23

sebaiknya orang tua tidak bersifat menyuruh. Bisa saja kita menggunakan kata “tolong” kemudian mengucapkan terima kasih sebelum atau sesudahya.

3. Keterlibatan

Keterlibatan sebagai tingkat hubungan individu pada suatu produk atau jasa mulai dari aspek kebutuhan hingga pengambilan keputusan, di mana keterlibatan yang dimaksud adalah orang tua yang ikut andil dan ikut berperan dalam menerapkan sopan santun di rumah.

4. Penguatan

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respon yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku anak, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atas responnya yang diberikan sebagai suatu dorogan atau koreksi.

5. Kebersamaan

Kebersamaan berarti hal bersama. Kebersamaan keluarga dalam menerapkan sopan santun di rumah sangat diperlukan. Mengingat keluarga adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam prilaku anak.

Jika anak sering bersama orangtuanya jelas akan berbeda prilakunya dengan anak yang selalu di tinggal oleh orangtuanya. Untuk itulah kebersamaan dalam hal menerapkan sopan santun penting dilakukan agar anak bisa berprilaku sesuai dengan apa yang orangtua harapkan.

6. Membicarakan

Membicarakan dalam penerapan sopan santun harus dilakukan dengan kata-kata yang halus agar tidak menyakiti hati anak. Sehingga ketika orang tua membicarakan mengenai sopan santun anak menjadi paham dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ujiningsih (2010: 4-5) menjelaskan penanaman sikap sopan santun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

(36)

24

1. Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak. Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada anak tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri.

2. Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan bersikap sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga maupun dengan lingkungan.

3. Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak yang sejak kecil dibiasakan bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang berperilaku sopan santun dalam bergaul dengan siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya dalam suasana apapun.

Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam membina karakter anak.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cara penanaman sikap sopan santun dirumah meliputi memberikan contoh, memberikan keteladanan, melakukan pembiasaan dan keterlibatan dengan orang tua, memberikan penguatan tentang sikap sopan santun dan lain lain.

2.1.2.5 Indikator Sikap Sopan Santun

Wahyudi dan I made (2014 :295) memberikan contoh individu yang memiliki norma kesopanan atau sering disebut indikator sopan santun yaitu :

1) Menghormati yang lebih tua

2) Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.

3) Tidak berkata- kata kotor, kasar, dan sombong 4) Tidak meludah di sembarang tempat

5) Memberi salam setiap berjumpa dengan guru 6) Menghargai pendapat orang lain

Menurut Kurniasih dan Sani (dalam Kurniawan, 2019:104) Indikator Sopan dan Santun adalah sebagai berikut:

(37)

25 1) Menghormati orang yang lebih tua, 2) Tidak berkata kotor, kasar dan takabur, 3) Tidak meludah di sembarang tempat,

4) Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat, 5) Mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain, 6) Bersikap 3S (salam, senyum, sapa),

7) Meminta izin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang orang lain,

8) Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan.

Menurut Putri Dewi (dalam Mery Lusiyanti dll, 2015:3-4) menjelaskan contoh sopan santun sebagai berikut:

1) Salam dengan mencium tangan.

2) Ucapkan tolong.

3) Mengucapkan salam saat masuk rumah.

4) Meminta tanpa memaksa.

5) Meminta maaf.

6) Memanggil dengan sebutan yang baik.

7) Menghargai orang yang sedang berbicara.

8) Permisi ke kamar kecil.

9) Menghormati orang yang beribadah.

10) Tidak buang angin sembarangan

Berdasarkan penjabaran diatas, terdapat contoh sikap sopan santun dalam penelitian ini antara lain menghormati orang yang lebih tua, berkata yang baik dan tidak kasar, tidak meludah sembarangan, menghargai orang yang berbicara, selalu mengucapkan salam, senyum terhadap orang lain, menyapa dengan panggilan atau sebutan yang baik dan lain lain.

(38)

26 2.2 Kajian Penelitian Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Avita Febri Hidayana dan Siti Fatonah pada tahun 2020 yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sopan Santun Siswa Kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo Madiun”.

Penelitian ini mengenai hubungan antara pola asuh orang dan perilaku sopan santun siswa kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo, yang memiliki tujuan yaitu (1) mengetahui pola asuh orang tua siswa kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo, (2) mengetahui perilaku sopan santun siswa kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo, dan (3) mengetahui hubungan antara pola asuh orang dengan perilaku sopan santun siswa kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian kuantitatif yang terdiri dari dua variabel, yaitu pola asuh orang tua sebagai variabel bebas dan perilaku sopan santun sebagai variabel terikat.

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu (1) sebanyak 15 anak (39,47%) memiliki pola asuh demokratis, sebanyak 10 anak (26,31%) memiliki pola asuh situasional, sebanyak 8 anak (21,05%) memiliki pola asuh permitif, sebanyak 3 anak (7,89%) memiliki pola asuh laisses fire, dan sebanyak 2 anak (5,26%) memiliki pola asuh otoriter, (2) sebanyak 21 anak memiliki kategori perilaku sopan santun yang baik, 10 anak memiliki perilaku sopan santun sedang, dan 7 anak memiliki perilaku sopan santun buruk, (3) terdapat korelasi yang positif antara antara pola asuh orang dengan perilaku sopan santun siswa kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo. Selain itu, untuk tingkat hubungannya 0,639 memiliki tingkat hubungan yang kuat. Hal tersebut sesuai dengan kriteria dari tabel interpretasi korelasi nilai r.

Penelitian yang dilakukan Rekno Handayani, Imaniar Purbasari , Deka Setiawan pada tahun 2020 yang berjudul “Tipe-Tipe Pola Asuh Dalam Pendidikan Keluarga”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tipe pola asuh dalam pendidikan keluarga siswa SD 1 Gulang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Desa Gulang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.

Subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 SD 1 Gulang. Teknik pengumpulan

(39)

27

data yang digunakan meliputi observasi langsung, wawancara, dokumentasi penelitian, dan pencatatan. Wawancara dilaksanakan dengan orang tua siswa yang menerapkan pengasuhan, siswa, dan guru yang ketiganya merupakan informan utama. Dalam menganalisis data digunakan model Milles Huberman yakni analisis dilakukan meliputi koleksi data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa SD 1 Gulang mendapatkan pendidikan keluarga dari para orang tua yang menerapkan berbagai tipe pola asuh. Berikut disajikan beberapa tipe pola asuh yang ditemukan (1) pola demokratis, bentuk pola asuh demokratis merupakan bentuk pengasuhan yang bersifat kooperatif kepada anak namun terdapat batasan tertentu, pola ini mampu memberikan pendidikan dalam keluarga secara maksimal sehingga anak memiliki budi pekerti dan sikap sosial yang baik. (2) penelantaran, bentuk pola asuh ini memiliki kecenderungan orang tua tidak terlibat sama sekali pada kehidupan anak, (3) otoriter, keluarga sangat memberikan pengawasan yang ketat kepada anak sehingga orang tua cukup mendominasi pada kehidupan anak dan (4) permisif, orang tua dalam memberikan pendampingan hanya memberikan kebutuhan saja tanpa memberikan pendidikan keluarga yang baik kepada anak.

Dari empat tipe pola asuh yang ditemukan diketahui bahwa pola demokratis merupakan pola asuh yang memiliki peranan positif kepada anak.

Adapun tiga pola asuh lainnya tidak memiliki peranan yang positif.

Akibatnya siswa menjadi pasif dan tidak dapat bersosial dengan baik, sehingga pendidikan keluarga menjadi penting keberadaanya bagi kehidupan seorang anak khususnya SD 1 Gulang.

Penelitian yang dilakukan oleh Elvita Yenni, Yusriati, dan Ambar Wulan Sari pada tahun 2018 yang berjudul “Pola Pengajaran Kesantunan Berbahasa Anak di Lingkungan Keluarga”. Penelitian ini membahas tentang cara orang tua mengajarkan kesantunan bahasa dalam lingkungan keluarga.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji persepsi orang tua tentang cara mengaar bahasa terhadap anak-anak di lingkungan keluarga, (2)

(40)

28

mendeskripsikan pola yang diterapkan oleh orang tua dalam mengajarkan kesopanan bahasa kepada anak-anak, (3) menemukan bentuk kesantunan bahasa diajarkan kepada anak-anak, (4) unruk mendeskripsikan hambatan yang dihadapi oleh orang tua saat mereka mengajarkan kesopanan bahasa kepada anak.

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa semua orang tua sepakat untuk mengajarkan bahasa kesopanan kepada anak-anak di lingkungan keluarga.

Berikut ini merupakan tabel persamaan, perbedaan, dan orisinalitas kajian relevan :

Tabel 2.1 Persamaan, perbedaan, dan orisinalitas kajian relevan No Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Persamaan Perbedaan Orisinalitas

1. Avita Febri Hidayana dan Siti Fatonah

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sopan Santun Siswa Kelas III MI Nurul Ulum Sidorejo Madiun.

Persamaannya adalah sama- sama

membahas tentang pola asuh orang tua.

Perbedaannya terletak pada fokus

penelitian dan jenis

penelitian, penelitian ini menggunakan jenis

kuantitatif dan lebih

memfokuskan pada perilaku sopan santun.

Penelitian yang akan dilakukan menekanka n pada pemaknaan sikap sopan santun dalam gaya bahasa.

2. Rekno Tipe-Tipe Persamaannya Perbedaannya Penelitian

(41)

29 Handayani

, Imaniar Purbasari, dan Deka Setiawan

Pola Asuh Dalam Pendidikan Keluarga

adalah

menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

terletak pada fokus

penelitian, yaitu tentang tipe-tipe pola asuh dalam pendidikan keluarga.

yang akan dilakukan menekanka n pada pemaknaan sikap sopan santun dalam gaya bahasa.

3. Elvita Yenni, Yusriati, dan Ambar Wulan Sari

Pola Pengajaran Kesantunan Berbahasa Anak di Lingkungan Keluarga

Persamaannya adalah

menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Perbedaannya, penelitian ini membahas tentang cara orang tua mengajarkan kesantunan bahasa dalam lingkungan keluarga.

Penelitian yang akan dilakukan menekanka n pada pemaknaan sikap sopan santun dalam gaya bahasa.

2.3 Kerangka Teoretik

Kerangka teori yang terdapat dalam penelitian ini membahas mengenai pola asuh orang tua dan sikap sopan santun. Dalam proses mendidik anak, cara yang dilakukan orang tua yang satu dengan yang lain berbeda. Cara yang dilakukan orang tua untuk membimbing anak disebut dengan pola asuh.

Gunarsa (dalam Rabiatul Adawiyah, 2017:34) menjelaskan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Pola asuh digunakan keluarga sebagai upaya dalam mengasuh, mengarahkan, membimbing, memimpin dan meletakkan dasar-dasar nilai kebaikan diri kepada anak sehingga anak mempunyai sikap baik dalam keluarga dan masyarakat.

(42)

30

Qurrotu Ayun (2017:1) tiga macam pola asuh yang dapat diterapkan orang tua kepada anak untuk menanamkan sikap sopan santun, yaitu pola asuh demokratis, permisif dan otoritas. Masing-masing pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pemilihan pola asuh yang tepat harapannya dapat menumbuhkan sikap sopan santun baik untuk anak. Djuwita (2017:28) sopan santun merupakan perilaku yang sangat populer dan memiliki nilai yang natural. Kesopanan adalah sikap atau perilaku orang yang yang menunjukan rasa penuh hormat dan ramah. Menurut Putri Dewi (dalam Mery Lusiyanti dll, 2015:3-4) menjelaskan contoh sopan santun yaitu salam dengan mencium tangan, mengucapkan tolong, salam saat masuk rumah, meminta tanpa memaksa, meminta maaf, memanggil dengan sebutan yang baik, dan lain lain. Supriyanti (dalam Wijaya dkk, 2016: 3-4) menjelaskan terdapat enam aspek dalam perilaku sopan santun adalah tata krama terhadap orang tua, tata krama dengan guru, tata krama dengan orang yang lebih tua, tata krama dengan orang yang lebih muda, tata krama dengan teman sebaya, tata krama bergaul dengan lawan jenis.

Chazawi (dalam Indah, dkk 2018 :162) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis sopan santun yang dilakukan oleh individu, yaitu Sopan santun dalam berbahasa dan sopan santun dalam berperilaku. Santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Sopan santun dalam berperilaku dapat diimplementasikan dengan cara memperlakukan orang lain. Setiap orang harus memperlakukan orang lain dengan baik dan sesuai aturan atau norma yang berlaku. Ujiningsih (2010: 4-5) menjelaskan penanaman sikap sopan santun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam mendidik anaknya meliputi Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak, menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan, menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil.

(43)

31

Berikut ini merupakan bagan kerangka teori yang telah disusun dalam penelitian yang akan dilaksanakan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Teoretik

Gambar 2.1 Kerangka Teoretik 2.4 Kerangka Berfikir.

Pelanggaran-pelanggaran nilai kesopanan yang dilakukan anak sekarang ini dipandang sebagai perwujudan rendahnya nilai kesopanan pada anak. Maka dari itu peran dan tanggung jawab orang tua sangat dibutuhkan dalam memberikan pendidikan sosial bermasyarakat kepada anak dalam keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama yang dikenal oleh anak serta menjadi wadah menumbuhkan eksistensi dirinya. Keluarga akan memberikan kontribusi yang sangat dominan pada terbentuknya karakter anak, meliputi kepribadian, kecerdasan intelektual dan spiritual (Rohmat, 2010:1). Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi perkembangan kepribadian anak, dikatakan pertama karena sejak anak masih dalam kandungan dan lahir berada didalam keluarga, dikatakan utama karena keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dalam proses

Gunarsa (dalam Rabiatul Adawiyah, 2017:34) menjelaskan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.

Sikap Sopan Santun

Djuwita (2017:28) Kesopanan adalah perilaku yang sangat populer dan memiliki nilai yang natural. Kesopanan adalah sikap atau perilaku orang yang yang menunjukan rasa penuh hormat dan ramah.

Qurrotu Ayun (2017:1) tiga macam pola asuh yang dapat diterapkan orang tua kepada anak untuk menanamkan sikap sopan santun, yaitu pola asuh demokratis, permisif dan otoritas.

Supriyanti(dalam Wijaya, dkk 2016:3-4) terdapat enam aspek sopan santun, yaitu Tata krama bergaul dengan orang tua, guru di sekolah, orang yang lebih tua, orang yang lebih muda, teman sebaya dan lawan jenis.

Pola Asuh Orang Tua dalam Pemaknaan Sikap Sopan Santun Anak Usia SD

Pola Asuh Orang Tua

(44)

32

pendidikan untuk membentuk pribadi yang utuh. Untuk menanamkan sikap sopan santun kepada anak, orang tua menerapkan melalui pola asuh.

Gunarsa (dalam Rabiatul Adawiyah, 2017:34) menjelaskan bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak- anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.Pola asuh digunakan keluarga sebagai upaya dalam mengasuh, mengarahkan, membimbing, memimpin dan meletakkan dasar-dasar nilai kebaikan diri kepada anak sehingga anak mempunyai sikap baik dalam keluarga dan masyarakat. Qurrotu Ayun (2017:1) tiga macam pola asuh yang dapat diterapkan orang tua kepada anak untuk menanamkan sikap sopan santun, yaitu pola asuh demokratis, permisif dan otoritas. Masing-masing pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan pola asuh yang tepat harapannya dapat menumbuhkan sikap sopan santun baik untuk anak.

Supriyanti (dalam Wijaya dkk, 2016: 3-4) menjelaskan terdapat enam aspek dalam perilaku sopan santun adalah tata krama terhadap orang tua, tata krama dengan guru, tata krama dengan orang yang lebih tua, tata krama dengan orang yang lebih muda, tata krama dengan teman sebaya, tata krama bergaul dengan lawan jenis.

Kaitannya dengan penelitian ini adalah penerapan sopan santun dalam kehidupan sehari hari khususnya sopan santun dalam berbahasa. Hal mendasar yang sering ditekankan dalam sopan santun sendiri ialah hal bertutur kata, dikarenakan anak pada usia SD merupakan masa meniru sehingga meski tidak tahu maknanya mereka mengucapkannya serta wawasan dan pemahaman kosa kata mereka masih tergolong minim.

(45)

33

Berikut ini merupakan bagan kerangka berfikir yang telah disusun dalam penelitian ini :

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Pola Asuh Orang

Tua

Pemaknaan Pola Asuh

Perilaku Anak

Sopan Santun

Lingkungan Sosial

(46)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokus Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakannselama 5 bulan yaitu mulai bulan September 2020 sampai dengan bulan Juni 2021. Mulai dari observasi hingga ujian skripsi dan revisi.

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Salah satu langkah penting dalam kegiatan penelitian adalah menentukan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat menemukan, mengembangkan dan membuktukan suatu pengetahuan tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Langkah tersebut seringkali disebut dengan metode penelitian (Sugiyono, 2015 :6)

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sugiyono (2015:15) menjelaskan metode kualitatif merupakan metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulannya menggunakan triangulasi (gabungan), analisis datanya bersifat induktif atau kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.

Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

(47)

35

kata kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaarkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2017 :6)

Adapun alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam mengkaji bagaimana pola asuh orang tua dalam pemaknaan sikap sopan santun anak usia sekolah dasar di Desa Sumbersari Kecamatan Kayen Kabupaten Pati yaitu pendekatan kualitatif dapat menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, mampu menemukan teori serta dapat menggambarkan realitas yang kompleks serta melalui pendekatan kualitatif dapat memperoleh pemahaman makna.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan pola asuh orang tua dalam pemaknaan sikap sopan santun anak usia sekolah dasar. Penelitian deskriptif kualitatif ini berupaya menjabarkan semua fakta yang berkaitan dengan pola asuh orang tua dalam pemaknaan sikap sopan santun anak usia sekolah dasar baik secara lisan maupun tulisan dari berbagai sumber data yang diperoleh dari observer partisipan yang akan djelaskan sehingga dapat menjawab fokus penelitian.

3.3 Data dan Sumber Data 3.3.1 Data

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa kumpulan data informasi penting. Data lebih banyak berupa uraian kata yang diperoleh secara lisan maupun tulisan. Data secara lisan dapat diperoleh melalui hasil wawancara dengan narasumber yaitu orang tua dan siswa, sedangkan data secara tulisan dapat diperoleh dari teori pendukung yang berkaitan dengan variabel yang akan diteliti yaitu pola asuh orang tua dan sikap sopan santun.

Data sementara yang diperoleh dari hasil observasi peneliti di Desa Sumbersari tepatnya di RT 01/ RW 04 yang memiliki 40 keluarga. Dari jumlah 40 keluarga tersebut, terdapat 12 keluarga yang memiliki anak usia sekolah dasar. Dalam hasil observasi sementara tersebut menunjukkan bahwa peranan keluarga dalam pemaknaan sikap sopan santun anak masih

(48)

36

kurang maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan orang tua yang kurang memperhatikan kesopanan anak. Berdasarkan data yang diperoleh, orang tua berprofesi sebagai petani, pedagang, dan guru. Hal ini akan menjadi bahan penelitian tentang bagaimana bentuk pola asuh dilihat dari tingkat pendidikan dan profesi orang tua yang berbeda-beda.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data merupakan sumber yang diperoleh melalui subjek data.

Menurut Sugiyono (2016: 308) sumber data dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sumber data primer, merupakan sumber data yang memberikan data

kepada pengumpul data secara langsung.

2. Sumber data sekunder, merupakan sumber data yang memberikan data kepada pengumpul data secara tidak langsung, misalnya lewat dokumen.

Dalam penelitian ini, sumber data dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Penjelasannya sebagai berikut : 1. Sumber data primer yang meliputi :

a. Keluarga, yaitu orang tua (bapak atau ibu).

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil empat orang tua untuk dijadikan informan berdasarkan kategori :

Latar belakang pendidikan :

 1 orang tua tidak sekolah

 1 orang tua lulusan SD

 1 orang tua lulusan SMA

 1 orang tua lulusan S1 PGSD Profesi orang tua :

 2 orang petani

 1 orang pedagang

 1 orang guru

Perbedaan kategori ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

(49)

37 b. Anak.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil empat orang anak dengan jenjang kelas yang sama yaitu kelas 5, dengan jenis kelamin 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan untuk dijadikan sebagai informan berdasarkan tingkah laku dan gaya bahasa anak dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti juga akan mencari informasi dari sudut pandang anak tentang peranan orang tua dalam memberikan pengasuhan ketika berada di rumah.

2. Sumber data sekunder.

Sumber data sekunder penelitian ini berasal dari dokumentasi penelitian, catatan penelitian dan data pendukung lainnya yang berupa buku referensi dan jurnal penelitian relevan yang terkait dalam penelitian ini.

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memnuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono 2015:104) teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi

Teknik pengumpulan data primer penelitian ini menggunakan observasi. Sugiyono (2015:145) mengatakan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala gejala alam dan bila responden tidak terlalu besar. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Peneliti akan melakukan observasi tentang beberapa hal mengenai pola asuh orang tua dalam pemaknaan sikap sopan santun anak usia sekolah dasar.

Kegiatan observasi ini akan dilakukan dengan orang tua dan anak. Observasi yang dilakukan dengan orang tua yaitu untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan di rumah. Adapun observasi

Gambar

Tabel 2.1 Persamaan, perbedaan, dan orisinalitas kajian relevan  No  Nama
Gambar 2.1  Kerangka Teoretik
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Pola Asuh Orang
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (interactive model) Model Miles dan  Huberman (dalam Sugiyono 2015: 337)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada teori Coordinated Management of Meaning menyebutkan Manusia menggunakan aturan untuk berkomunikasi dan menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain kepada

Orang tua juga perlu mengetahui perkembangan kemandirian anak usia dini melalui pola asuh demokratis yang benar, serta orang tua sebaiknya mengetahui faktor

Pola asuh orang tua sangat berperan penting dalam perkembangan bahasa anak usia prasekolah sehingga orang tua perlu mengetahui pola asuh yang tepat untuk diterapkan

Suruh anak berdiri satu kaki tampa berpengangan jika perlu tunjukkan caranya danberi anak kesempatan melakukannya 3 kali dapatkah dia menjaga keseimbangandalam waktu 6 detik atau

Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, hal ini dikarenakan komunikasi dan interaks iantara anak dengan orang tua

Bersumber pada latar belakang di atas, peneliti tertarik melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan

Menghormati harkat dan martabat manusia respect for human dignity Dalam penelitian ini perlu adanya sebuah pertimbangan terhadap setiap hak subjek terkait keterbukaan suatu informasi

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Yang Menggunakan Gadget Pada Anak Usia Dini.. Kemampuan berbahasa pada anak prasekolah: Sebuah kajian