• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT bagian 3 (1)

N/A
N/A
safii

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT bagian 3 (1)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

TIM DOSEN MANAJEMEN

FARMASI BAGIAN

3

BAGIAN

3

(2)

MANAJEMEN PERSONALIA DI INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT

(3)

FUNGSI DAN AKTIVITAS

 Pencarian tenaga kerja berkualitas : a. Perencanaan SDM

b. Rekruitmen

c. Seleksi dan penempatan

 Pengembangan tenaga kerja berkualitas : (MASUKKAN DI TUGAS)

a. Orientasi jabatan

b. Pelatihan dan pengembangan

c. Perencanaan dan pengembangan karier

(4)

FUNGSI DAN AKTIVITAS

 Pemeliharaan tenaga kerja : (MASUKKAN DI TUGAS) a. Pengelolaan turn over dan retensi

b. Performance appraisal c. Kompensasi

d. Kesejahteraan dan hubungan manajemen dengan tenaga kerja

(5)

FOKUS PENGELOLAAN SDM

Tipe kepemimpinan Komunikasi

Memilih staf

Uraian tugas dan wewenang

Memotivasi staf Supervisi staf

Disiplin staf

Mengelola konflik Delegasi

Mengelola rapat

Mengelola waktu

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

RAPAT

 Ada isu yang harus diklarifikasi

 Berbagi informasi

 Kelompok ikut dalam problem solving dan decision making

 Harus ada rapat tim

(14)

ANALISIS KEBUTUHAN

TENAGA KEFARMASIAN DI INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT

(15)

Beban kerja tenaga kefarmasian berlebih (terutama

pada RS setelah melayani pasien BPJS sejak beberapa

tahun lalu)

Potensi ME (Medication Error)

meningkat

Penurunan mutu pelayanan di instalasi farmasi

Perlu penambahan jumlah tenaga

kerja/tidak?

Analisis beban tenaga kerja kefarmasian di IFRS

 WISN (Workload Indicators of Staffing Need) Jumlah tenaga kerja

menjadi ideal

(16)

DAMPAK BEBAN KERJA BERLEBIHAN

1.

Waktu tunggu pelayanan resep

menjadi lebih Panjang  tingkat kepuasan pelanggan

turun

2.

Tekanan pekerja (tenaga kefarmasian)

3.

Kejadian Medication Error meningkat

(17)

WISN

(WORKLOAD INDICATORS OF STAFFING NEED)

Gabungan metode kualitatif dan kuantitatif

KUALITATIF

wawancara mendalam untuk menilai pendapat dan persepsi mengenai kegiatan pelayanan

kefarmasian dari

informan (wakil direktur medik dan keperawatan, kepala bagian SDM,

kepala unit perbekalan farmasi, kepala unit mutu dan administrasi,

penanggung jawab shift dan apoteker)

KUANTITATIF

pengumpulan data aktifitas kerja tenaga kefarmasian 

menggunakan formulir work sampling 

dikelompokkan kedalam beberapa aktifitas lalu aktifitas dihitung dalam nilai waktu dan dibuat persentase.

(18)

KELEBIHAN DAN

KEKURANGAN WISN

Kelebihan

1. mudah dilaksanakan karena menggunakan data yang dikumpulkan dari laporan kegiatan setiap unit.

2. Mudah dalam penggunaan, sehingga dapat dgunakan semua manager kesehatan di semua tingkatan untuk membuat perencanaan tenaga kerja,

3. hasil perhitungan cepat dan dapat segera diketahui,

4. metode ini dapat digunakan di semua instansi tidak hanya instansi kesehatan, 5. hasil perhitungan realistis sehingga memberikan kemudahan dalam menyusun

perencanaan anggaran dan alokasi sumber daya lainnya.

Kekurangan

metode WISN untuk menghitung beban kerja diantaranya input data yang diperlukan bagi prosedur perhitungan berasal dari hasil rekapitulasi kegiatan rutin satuan kerja atau unit dimana tenaga itu bekerja, maka kelengkapan pencatatan data dan kerapian penyimpanan data harus dilakukan untuk mendapatkan keakuratan hasil perhitungan jumlah tenaga secara maksimal (Depkes, 2004).

(19)

LANGKAH METODE WISN YANG DIKUTIP DARI WHO (2010)

1. Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM

Perhitungan dengan metode WISN yang pertama harus ditentukan unit kerja dan kategori SDM, perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat permasalahan sehingga dapat ditentukan pada unit kerja dan kategori SDM yang

bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan.

(20)

2. Menetapkan Waktu Kerja Tersedia/Available Working Time (AWT)

Waktu kerja tersedia atau dapat disingkat AWT (Available Working Time)

adalah satuan waktu ditunjukkan dalam hari/tahun atau jam/tahun. Tujuan

menentukan AWT adalah untuk diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu tahun di suatu unit atau instansi. Dalam menentukkan AWT data yang diperlukan antara adalah

sebagai berikut :

(21)

Hari Kerja (A)

Hari kerja adalah hari kerja sesuai ketentuan yang berlaku di institusi/organisasi

selama kurun waktu satu tahun.

Libur Nasional (B)

Keputusan bersama menteri agama, menteri tenaga kerja dan transmigrasi, dan

menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi republik indonesia

tentang hari libur nasional.

 Cuti Tahunan (C)

Cuti tahunan ditentukan sesuai yang berlaku bagi tenaga kerja di institusi/organisasi selama kurun waktu satu tahun

Sakit (D)

Tenaga kerja tidak dapat hadir untuk bekerja karena alasan sakit selama kurun

waktu satu tahun.

(22)

Ketidakhadiran Kerja (E)

Menetukan ketidakhadiran kerja lainnya dihitung berdasarkan dari rata-rata ketidakhadiran kerja, seperti pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, ijin, maupun

tanpa keterangan selama kurun waktu satu tahun.

Waktu Kerja (F)

Waktu kerja yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di RS atau

peraturan daerah. Umumnya waktu kerja dalam satu hari adalah 8 jam.

Setelah data

data didapatkan kemudian perhitungan untuk menetapkan waktu kerja tersedia

menggunakan rumus berikut :

(23)

3. Menetapkan Komponen Beban Kerja

Komponen beban kerja adalah kuantitas beban kerja pegawai selama 1 tahun.

Komponen-komponen beban kerja dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : a. Aktivitas pelayanan kesehatan utama adalah aktivitas yang dilakukan oleh

semua anggota kategori tenaga kerja tersebut. Ada catatan data sekunder

untuk kegiatan yang termasuk aktivitas pelayanan kesehatan utama.

b. Aktivitas penunjang adalah aktivitas yang dilakukan oleh semua anggota

kategori tenaga kerja namun tidak ada catatan data sekunder untuk aktivitas

ini.

c. Aktivitas tambahan lain adalah aktivitas yang tidak dilakukan oleh anggota

dalam kategori tenaga kerja tersebut dan tidak ada catatan statistik untuk

aktivitas ini.

(24)

4. Menyusun Standar Kegiatan

Standar kegiatan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang

tenaga kerja yang terlatih, terampil dan memiliki motivasi dalam bekerja sesuai

standar profesional pada kondisi tempat kerja. Standar kegiatan terdiri dari dua jenis

kegiatan, yaitu standar pelayanan dan standar kelonggaran.

Standar pelayanan merupakan standar kegiatan yang di catat dalam statistik tahunan. Standar pelayanan adalah waktu rata-rata yang

dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk menyelesaikan sebuah kegiatan.

(25)

Standar kelonggaran adalah kegiatan yang tidak dilakukan

pencatatan statistik tahunan secara teratur. Standar kelonggaran terdiri dari dua jenis

yaitu aktifitas yang dilakukan semua staff dalam suatu kategori atau Category

Allowance Standar (CAS) dinyatakan dalam persentase waktu kerja dan Individu

Allowance Standar (IAS) dimana dinyatakan dalam waktu kerja aktual standar

kelonggaran individu untuk aktifitas yang tidak dilakukan semua tenaga kerja. Untuk

pengamatan standar kelonggaran dapat dilakukan melalui wawancara pada setiap

unit kategori tenaga kerja. Wawancara dapat dilakukan tentang kegiatan yang tidak

terkait langsung dengan pelayanan pada pasien, frekuensi kegiatan dalam satu

hari/minggu/bulan, dan waktu kegiatan untuk menyelesaikan kegiatan.

(26)

5. Menyusun Standar Beban Kerja/Standard Workload (SW)

Standar beban kerja (SW) adalah banyaknya pekerjaan dalam satu kegiatan

pelayanan utama yang diselesaikan oleh seorang tenaga kesehatan dalam setahun.

Rumus untuk menghitung standar beban kerja suatu kegiatan pelayanan berdasarkan

waktu bagi standar pelayanan dinyatakan sebagai unit waktu atau kecepatan kerja.

Untuk rumus standar beban kerja terdiri dari 2 rumus.

Rumus yang pertama digunakan apabila standar pelayanan dinyatakan dalam

unit waktu :

(27)

Rumus yang kedua digunakan apabila standar pelayanan dinyatakan dalam kecepatan

kerja :

(28)

6. Menghitung Faktor Kelonggaran / Allowance Factor

menghitung faktor kelonggaran berfungsi untuk mendapatkan faktor

kelonggaran tiap apoteker dan tenaga teknis kefarmasian meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya jumlah kegiatan pelayanan. Standar kelonggaran kemudian diubah menjadi faktor-faktor kelonggaran kategori atau individu. Faktor-faktor ini akan digunakan

untuk menghitung jumlah keseluruhan tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam langkah berikutnya dari metodologi WISN.

(29)

Selanjutnya dikembangkan standar kelonggaran untuk dua kelompok kegiatan.

Kelompok pertama merupakan kegiatan penunjang yang penting dikerjakan oleh

semua tenaga kesehatan dalam kategori tenaga kerja WISN yang sedang diukur

namun tidak ada pengukuran catatan statistik tahunannya.

Kelompok kedua

merupakan kegiatan tambahan yang hanya dikerjakan oleh beberapa anggota dalam

kategori tenaga kerja ini. Faktor-faktor kelonggaran harus dihitung tersendiri bagi

setiap kelompok. Faktor pada kelompok pertama disebut Faktor Kelonggaran

Kategori atau Category Allowance Factor disingkat CAF. Pada kelompok kedua

disebut. Faktor Kelonggaran Individu atau Individual Allowance Factor yang

disingkat IAF.

(30)

Cara perhitungan kedua faktor kelonggaran, berbeda dan manfaatnya berbeda untuk menentukan jumlah keseluruhan tenaga kesehatan yang dibutuhkan

menurut WISN Category Allowance Factor digunakan sebagai pengali dalam

penentuan jumlah keseluruhan tenaga kesehatan yang dibutuhkan.

Menentukan CAF

dengan cara berikut:

a. Mengubah CAS dari setiap kegiatan penunjang yang penting menjadi persentase waktu kerja

b. Menjumlahkan semua CAS

c. Berikut rumus menghitung CAF

(31)

Individual Allowance Factor digunakan untuk waktu kerja beberapa SDM dalam kategori tenaga kerja WISN untuk kegiatan tambahan. Individual Allowance

Factor bertujuan menghitung jumlah petugas yang dibutuhkan untuk melakukan

kegiatan dengan waktu yang sama (whole time equivalent, WTE).

Individual

Allowance Factor kemudian ditambah pada perhitungan akhir dari keseluruhan

kebutuhan tenaga kerja. Untuk cara perhitungannya sebagi berikut :

a. Mengalikan masing-masing IAS dengan jumlah orang yang melakukan kegiatan tersebut.

b. Menjumlahkan semua hasil yang diperoleh.

c. Membagi hasil tersebut dengan AWT.

(32)

7. Menentukan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan WISN

Hasil didapatkan berapa kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

sesuai perhitungan WISN. Akan diketahui jumlah kebutuhan apoteker dan tenaga

teknis kefarmasian berdasarkan metode WISN. Perhitungan tersebut berdasarkan 3

kegiatan yang berbeda dijelaskan sebagai berikut :

Kegiatan Pelayanan Utama (A): adalah beban kerja setahun dari setiap kegiatan dibagi dengan standar beban kerja sehingga didapatkan jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Kemudian dijumlahkan semua

kebutuhan

bagi setiap kegiatan. Hasil adalah jumlah total kebutuhan tenaga apoteker dan

tenaga teknis kefarmasian untuk semua kegiatan pelayanan utama.

(33)

Kegiatan penunjang penting yang dilakukan setiap orang (B): Mengalikan kebutuhan tenaga kerja bagi kegiatan pelayanan utama dengan CAF. Hasil

yang diperoleh yaitu jumlah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang dibutuhkan

bagi semua kegiatan pelayanan utama dan penunjang penting.

c. Kegiatan tambahan beberapa anggota tenaga kerja (C): Menambahkan IAF

kepada kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian diatas.

Sehingga

akan diperoleh jumlah total kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian berdasarkan WISN. Disini telah ikut diperhitungkan

keseluruhan

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan ketiga jenis kegiatan.

Berdasarkan langkah diatas maka dapat digunakan rumus akhir:

(34)

Hasil perhitungan jumlah kebutuhan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang didapatkan kemungkinan besar merupakan angka pecahan sehingga diperlukan

pembulatan. Untuk pembulatan jumlah tenaga apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian berdasarkan metode WISN yaitu sebagai berikut :

(35)

a. 1.1 dibulatkan kebawah menjadi 1 dan >1.1 – 1.9 dibulatkan keatas menjadi 2

b. 2.0 – 2.2 dibulatkan kebawah menjadi 2 dan >2.2 – 2.9 dibulatkan keatas menjadi 3

c. 3.0 – 3.3 dibulatkan kebawah menjadi 3 dan >3.3 – 3.9 dibulatkan ke atas menjadi 4

d. 4.0 – 4.4 dibulatkan kebawah menjadi 4 dan >4.4 – 4.9 dibulatkan ke atas menjadi 5

e. 5.0 – 5.5 dibulatkan kebawah menjadi 5 dan >5.5 – 5.9 dibulatkan ke atas menjadi 6

f. dst

(36)

Dalam buku User Manual WISN (WHO, 2010) langkah terakhir dalam

perhitungan WISN berhubungan dengan pengambilan keputusan rasio.

Setelah itu

hasilnya dibandingkan dengan jumlah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian saat

ini di Instalasi farmasi. Hasilnya akan diketahui rasio beban kerja yang ada di suatu

unit kerja. Rumus untuk mengetahui perbedaan jumlah dan rasio beban kerja sebagai

berikut :

Keterangan :

a = Jumlah apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang ada

b = Jumlah apoteker/tenaga teknis kefarmasian berdasarkan metode WISN

(37)

Rasio antara perbandingan antara kenyataan dan kebutuhan, ratio inilah yang disebut

WISN dengan ketentuan

1. Jika rasio WISN bernilai =1

Menunjukkan bahwa jumlah tenaga dan beban apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian di instalasi farmasi cukup berdasarkan kebutuhan.

2. Jika rasio WISN <1

Menunjukkan semakin kecil rasio WISN, semakin besar tekanan beban kerja.

Rasio WISN yang kecil menunjukkan bahwa jumlah apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian saat ini lebih kecil daripada yang dibutuhkan.

3. Jika rasio WISN >1

Rasio WISN yang besar membuktikan adanya kelebihan tenaga kerja apabila

dibandingkan terhadap beban kerja.

(38)

PRESENTASI UNTUK UAS

(39)

STUDI KASUS RIIL WISN DI

PUSKESMAS/RS/KLINIK MENGGUNAKAN METODE WHO (2010), data berupa :

1. data kualitatif (wawancara dengan ka.instalasi farmasi)

2. Data kuantitatif (data perhitungan metode WISN dengan metode lain)

3. DIBANDINGKAN DENGAN SALAH 1 METODE penghitungan beban kerja tenaga kefarmasian YANG LAIN (paparkan perbedaan,

kelebihan, dan kekurangan masing-masing metode, lalu pilih mana metode yang menurut kelompok anda lebih baik)

(40)

STUDI KASUS RIIL WISN DI PUSKESMAS /RS/KLINIK MENGGUNAKAN METODE WHO (2010), data berupa :

4. Data tambahan berupa :

a. pola ketenagaan di instalasi farmasi (apa saja profesinya dan berapa jumlahnya)

b.Rata-rata waktu pelayanan resep (jadi dan racikan)  jika data tidak ada, silakan menghitung sendiri

c.Kepuasan pelanggan (pasien)  kuesioner kepuasan pelanggan d.Ada atau tidaknya Kejadian Medication Error

e.Tingkat stress karyawan

f. Permasalahan yang dihadapi IFRS saat ini (dari wawancara) beserta analisis alternatif

penyelesaiannya (dari anda)  bisa terkait inventory control, distribusi obat, pelayanan, dll) g.Peningkatan kualitas SDM (misal : Kegiatan upgrading kompetensi bagi karyawan) untuk

peningkatan kualitas pelayanan h.Pemeliharaan tenaga kerja

i. Budaya organisasi di IFRS

j. Surat keterangan (beserta data mentah yang anda ambil dari puskesmas/RS/klinik) yang

ditandatangani Ka. Instalasi Farmasi bahwa kelompok anda telah mengambil data di tempat tsb

(41)

MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

AT A GLANCE

(42)

1 Peren

naan ca-

2

Penga -daan

3 Penyi panan m-

4

Distrib usi

5

Invent control ory

6 Lapor

an

(43)

1. PERENCANAAN

 Dasar perencanaan :

formularium RS + Fornas + standar yang lain (ex: MIMS untuk melihat list merek obat dan bentuk sediaan)

 Metode : kombinasi

konsumsi dan epidemiologi

 Cermati spesialisasi dokter yang berpraktek di RS

 Target consumer/pasien (paling banyak di bagian apa)

JENIS OBAT

JUMLAH OBAT

 JIKA PERENCANAAN BARU : a.Pertimbangkan obat fast

moving/slow moving b.Lihat pola penyakitnya

c. Termasuk obat live saving atau tidak

 JIKA PERENCANAAN LAMA : Dengan rata-rata

penggunaan obat setiap bulan (pareto atau metode yang lain)

(44)

2. PENGADAAN

 Pertimbangan : lead time, diskon, TOP (Term of Payment), legalitas PBF (surat penunjukan dari principal ke distributor), NPWP, SIUP, izin PT

 Pada saat penerimaan obat dari PBF :

Cek SP (Surat Pesanan) dengan PO (Purchase Order) dengan fisik obat (jumlah dan ED)

 RS pemerintah  sistem tender atau yang lain

 RS swasta  penunjukan langsung

 Pengadaan obat BPJS  RKO (Rencana Kebutuhan Obat)  ke Dinkes

 Kemenkes  untuk pengadaan

(45)

3. PENYIMPANAN

 Disesuaikan dengan luas gudang (jika Gudang besar maka

pembelian dapat sekaligus dalam jumlah besar[terutama untuk obat fast moving])

 Obat LASA  beri stiker dan dijeda dengan obat lain

 Obat high alert

a. (elektrolit pekat tidak boleh di ward rawat inap) b. Narkotika  double lock

(46)

4. DISTRIBUSI

Distribusi obat di ward (floor

stock)

Perawat order langsung ke

gudang

Apoteker melakukan

cek/stok opname (per

minggu atau per bulan)

Jika terdapat ketidakcocokan Kebijakan

masing-masing RS :

Punishment atau evaluasi

(47)

5. INVENTORY CONTROL

 jika terdapat obat death stock  sosialisasi ke dokter atau pendekatan personal ke manajemen

 Pada saat pembuatan formularium :

a.Jumlah obat branded (tiap generik) diminimalkan (cukup 3)

b.PBF diundang (bargaining diskon tinggi untuk obat fast moving, pertimbangkan lead time, kemungkinan retur untuk obat slow moving)

 Obat ED  sebelum 6 bulan dapat dipindah ke rak lain (yang lebih accessible) atau tetap di rak yang sama namun gunakan stiker dengan warna atau penanda khusus

 Stok opname dilakukan per bulan atau per 3 bulan

 Setiap hari  lakukan sampling harian (minimal 5 item obat, terutama obat fast moving) lalu cocokkan antara jumlah fisik, kartu stok, dan sistem (computerized)

(48)

6. PELAPORAN

a. Laporan terkait obat recall (SOP harus jelas)

b. Laporan pemusnahan narkotika dan non narkotika  buat berita acara c. Laporan narkotika-psikotropika

d. Laporan obat precursor

e. KPI (Key Performance Indicator), meliputi :

 Respon time (racikan, obat jadi)

 Medication error

 Kelemahan RS

 Kesesuaian dengan formularium, dll

(49)

MANAJEMEN PERSONALIA IFRS

a. Pengaturan jadwal dinas (tergantung beban harian/mingguan) b. Penarikan SDM dari depo yang tidak overload

c. On call

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan zakat hasil tambak yang ada di Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, maka dapat penulis analisis, bahwa dalam menentukan zakat mereka

S impulan dari penelitian peng- embangan ini adalah: (1) penelitian ini menghasilkan produk berupa lembar kerja siswa berbasis inkuiri terbimbing pada materi fluida statis;

Inovasi Excel square merupakan inovasi guru dalam penghitungan formulasi pakan pada proses pembuatan pakan ikan dalam budidaya ikan dengan menggunakan computer sebagai alat

Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak hanya Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista Bartholin yang jinak

Berikut ini adalah gambar tampilan pemodelan setelah dilakukan analisa tegangan pada sistem perpipaan sistem pendingin primer pompa suction dan discharge. ____ t

Kunker Kunjungan kerja ke daerah dalam rangka pemantauan dan peninjauan UU terkait ketahanan pangan Daerah tujuan Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi

Komunikasi Massa menurut pendapat tan dan wright merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,

Undang-Undang perpustakaan nomor 43 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi, yang diperoleh melalui pendidikan