• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kembalikan Baliku sebagai Daerha Bebas Rabies.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kembalikan Baliku sebagai Daerha Bebas Rabies."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KEMBALIKAN BALIKU BALIKU Sebagai Daerah Bebas Rabies

I Ketut Berata, FKH Unud

Predikat pulau Bali sebagai pulau sorga tampaknya semakin menjauh dari

kenyataan yang ada, terutama sejak merebaknya penyakit rabies. Hewan penular rabies

(HPR) yang utama adalah anjing, yang merupakan hewan multifungsi bagi masyarakat

Bali. Hewan anjing dikenal sebagai hewan paling setia pada pemeliharanya. Dalam

kisah Mahabharata pun diceritakan bagaimana Yudistira membalas kesetiaan anjingnya

(asu) dengan mengajaknya ke sorga ketika mencapai moksah. Tetapi sayang, si penjaga

sorga tidak memperkenankan Yudistira masuk sorga, jika tetap membawa anjingnya.

Rupanya penjaga pintu sorga mengetahui bahwa anjing merupakan pembawa utama

virus rabies, sehingga sorga tetap aman dan damai, karena bebas dari ancaman rabies.

Lalu, bagaimana penjaga pintu pulau sorga dan‘Yudistira-yudistira” yang memasukkan

HPR ke pulau sorga (Bali) ?

Dampak dari Penyakit Rabies

Penyakit rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zonosis yang sangat

ditakuti karena sifat penyakitnya dapat membunuh hewan atau manusia penderita

akibat infeksi virus pada susunan syaraf pusat. Sebagaimana hasil penelitian, distribusi

sel-sel terinfeksi virus rabies, diketahui bahwa dalam otak penderita yang telah mati

dilaporkan terbanyak ditemukan pada bagian hipokampus. Hipokampus merupakan

bagian tengah otak yang berfungsi sebagai pusat memori. Keadaan inilah menyebabkan

anjing penderita rabies dapat berubah sifat dari setia menjadi garang kepada segala

benda yang ada di sekitarnya termasuk pada tuannya sekalipun.

Berbagai faktor yang menyebabkan pulau Bali sangat rentan terhadap wabah

penyakit rabies di Bali saat ini. Secara sosiologis budaya masyarakat Bali sangat dekat

dengan anjing karena bebagai perannya seperti peran penjaga rumah, hewan

kesayangan dan untuk keperluan upakara. Rasio populasi manusia dan anjing di Bali

yang cukup tinggi akibat budaya memelihara anjing setiap pekarangan, menyebabkan

risiko penularan rabies dapat lebih cepat meluas. Selain itu budaya masyarakat yang

(3)

yang diliarkan akan cenderung beranak-pinak tanpa terkontrol dengan karakter liar.

Keadaan ini memungkinkan banyaknya anjing-anjing liar di tempat-tempat tidak

berpenghuni, semak-semak maupun tempat pembuangan akhir (TPA). Tetapi mereka

akan ke pemukiman penduduk jika mencari makanan. Perkelahian antara anjing liar

dan anjing peliharaan yang sesaat dan tidak terkontrol ini, sangat memungkinkan

terjadinya penularan rabies antar HPR.

Dampak negatif penyakit rabies terhadap pariwisata Bali sangatlah nyata. Selain

anjing sebagai HPR utama yang berkeliaran, beberapa objek wisata alam berupa kera,

kelelawar dan HPR lainnya, juga merupakan faktor risiko meluasnya wabah rabies.

Wisatawan yang paham tentang penularan rabies tentu berfikir untuk datang ke Bali.

Secara logika dapat menurunkan citra Bali dan sekaligus menurunkan pendapatan

masyarakat Bali jika tidak dilakukan langkah-langkah pembebasan Bali dari penyakit

rabies.

Upaya Mempertahankan Bali sebagai Daerah Bebas Rabies

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan Bali sebagai daerah

bebas rabies. Upaya tersebut baik berupa peraturan daerah maupun kegaiatan-kegiatan

yang bersifat menggali potensi anjing lokal Bali, sehingga anjing dari luar Bali tidak

masuk ke Bali. Pada Simposium Nasional Rabies yang diadakan di Denpasar tahun

1984 dilaporkan bahwa ada 6 Propinsi yang digolongkan zona bebas rabies termasuk

Propinsi Bali (SK.Menteri Pertanian RI No.363/Kpts/Um/5/1982). Untuk

mempertahankan Bali sebagai daerah bebas rabies, maka terbit Surat Keputusan

Gubernur Bali No.443.34/14888/Binsos Mental/1982, membentuk tim koordinasi

pencegahan, pemberantasan dan penaggulangan rabies Propinsi Bali. Selanjutnya

melalui pengumuman Gubernur Propinsi Bali dengan No.443.34/180/Binsos Mental,

diumumkan kepada seluruh masyarakat, diantaranya : 1). Dilarang keras untuk

memasukkan anjing, kucing, kera dan sebangsanya ke daerah Bali. 2). Kepada pemilik

anjing, kucing, kera dan sebangsanya yang telah terlanjur memasukkannya ke Bali,

harus segera mendaftarkan hewan tersebut ke kantor Dinas Peternakanb masing-masing

Kabupaten. 3). Bagi pemilik anjing, kucing, kera dan sebangsanya beserta

(4)

kepada pihak Karantina Kehewanan Wilayah Denpasar atau dikembalikan ke daerah

asal di luar Bali. 4) Bagi masyarakat yang mengetahui adanya anjing, kucing, krea dan

sebangsanya yang berasal dari luar Bali, untuk segera melaporkan kepada Kepala

Desa/Lurah atau Dinas Peternakan setempat. Selain itu beberapa peraturan yang

bersifat teknis diterbitkan guna menegaskan pentingnya mempertahankan Bali sebagai

daerah bebas rabies.

Dalam upaya membantu pemerintah Propinsi Bali untuk mempertahankan

Bali sebagai daerah bebas rabies, maka Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH,

sebagai cikal bakal FKH) Universitas Udayana bekerjasama dengan Perhimpunan

Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali dan Dinas terkait, menyelenggarakan

Kontes dan Pameran Anjing Bali mulai tahun 1985 dan diadakan setiap tahun.

Penyelengaraan Kontes dan Pameran Anjing Bali ini bertujuan untuk menunjukkan

bahwa di Bali juga ada jenis anjing yang penampilan dan kecerdasannya tidak kalah

dengan anjing ras luar Bali. Sehingga masyarakat penggemar anjing tidak lagi tergoda

untuk memasukkan anjing ras luar Bali ke Bali. Atas upaya penggalian potensi anjing

Bali, maka sejak 18 April 2006 anjing Bali diakui sebagai salah satu anjing ras yang

sejajar dengan anjing ras di dunia.

Bersamaan dengan perjuangan penggemar anjing Bali, para pakar dan

perhimpunan Kinologi Indonesia (Perkin) Bali, pada era reformasi muncul pula

kebijaksanaan Menteri Pertanian RI yang membolehkan masuknya anjing, kucing, kera

dan sebangsanya antar daerah bebas rabies. Dibolehkannya anjing ras luar Bali ke Bali,

menyebabkan beberapa kalangan pesimis mempertahankan Bali sebagai daerah bebas

rabies, walaupun disebutkan berasal dari daerah bebas rabies. Sebagaimana diketahui

bahwa lalulintas hewan termasuk anjing dan HPR lainnya sangat dinamis mengikuti

lalu lintas orang termasuk dari daerah tertular rabies ke daerah bebas rabies. Benar saja,

pada akhir tahun 2008, merebaklah wabah rabies di daerah Kuta Selatan, dimana

dilaporkan 4 orang meninggal dengan sejarah pernah tergigit anjing. Status adanya

wabah rabies di Bali ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No.1637/2008

tertanggal 1 Desember 2008. Gubernur Bali menindaklanjuti dengan Peraturan

(5)

kera atau sebangsanya dari dan ke Propinsi Bali. Saat ini dilaporkan penyakit rabies

telah tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Bali.

Mengembalikan Bali Bebas Rabies

Berbagai upaya telah dilakukan mengembalikan Bali sebagai daerah bebas

rabies. Upaya penanggulangan rabies saat ini yaitu dengan vaksinasi massal HPR masih

sulit dilakukan secara serempak dan menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh adanya

budaya memelihara anjing yang dilepas, sehingga pemiliknyapun sulit untuk

menangkap. Tindakan eliminasi HPR yang dilakukan juga menemui kendala terutama

anjing-anjing liar di semak-semak dan tempat-tempat yang sulit dijangkau. Oleh karena

itu, tindakan-tindakan tersebut harus dibarengi dengan peraturan yang ketat.

Mengembalikan peraturan pemerintah pusat maupun daerah Bali dalam mencegah,

memberantas dan menaggulangi rabies sangat penting diberlakukan seperti sebelum era

reformasi. Perlu adanya peraturan tentang kepemilikan dan tatacara pemeliharaan

hewan-hewan penular rabies. Seluruh komponen masyarakat Bali harus mendukung

dan berperan dalam membebaskan Bali dari penyakit rabies. Semoga Bali dapat

dikembalikan seutuhnya sebagai daerah bebas rabies.

Sumber Bacaan

1. Dharmawan, NS. 2009. Anjing Bali dan Rabies. Cetakan I. Arti Foundation 2. Eichenbaum, H., M. Hasselmo, U. Eden, C. Stern; N.J. Cohen; E. Miller; M. Shapiro;

2011.Center for Memory and Brain Participating Laboratories. Exciting News.Akses tgl 2 Januari 2012

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Mengalami penurunan menjadi sebesar 199,84% pada tahun 2009, hal ini terjadi dikarenakan hutang lancar mengalami peningkatan di tahun 2009 namun penurunan rasio

Hasil penelitian studi kinetika adsorpsi tartrazina oleh Kitosan K2 pada Gambar 4 menunjukkan bahwa model adsorpsi yang diikuti adalah model adsorpsi orde dua-semu

Besar hubungan antar variabel Terpaan Pemberitaan Global Warming dengan Tingkat Pengetahuan Peduli Lingkungan adalah 0.330 dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 artinya ada

[r]

Wang dkk yang melakukan penelitian kohort prospektif terhadap 376 pasien stroke iskemik akut (dengan onset < 24 jam) di China menemukan bahwa kadar PCT saat masuk rumah

Dikatakan juga sekitar 65% remaja- remaja di Kota M edan sekarang banyak menghabiskan waktu mereka lebih dari 4 jam setiap harinya untuk beraktifitas dengan menggunakan gadget

Jumlah rapat dewan komisaris merupakan variabel independen keempat yang dapat diukur dengan menjumlah seluruh rapat yang diselenggarakan selama satu periode yang

Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama