• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR SKRIPSI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Rizky Dhania Primas NIM : 201310230311186

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017

(2)

i

KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Rizky Dhania Primas NIM : 201310230311186

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Disiplin Belajar pada Siswa Sekolah Dasar “ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan serta dukungan yang bermanfaat, baik dukungan secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak M. Salis Yuniardi, M. Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Yuni Nurhamida, S. Psi., M. Si. selaku Ketua Program Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Ibu Ni’matuzahroh, S. Psi., M. Si. Dan Bapak Zainul Anwar, S. Psi., M.

Si. selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna bagi penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Bapak Zakarija Achmat, S. Psi., M. Si. selaku Dosen Wali yang telah mendukung serta menyalurkan ilmunya pada penulis.

5. Abah Supriadi, Mama Chusumastuti, dan Adik Lila yang selalu mendukung dalam setiap langkah penulis, baik dukungan secara langsung maupun melalui do’a di tiap-tiap sujudnya. Serta semua curahan kasih sayangnya kepada penulis selama ini yang tidak terbatas. Mereka bertiga merupakan kekuatan serta motivasi terbesar bagi penulis khususnya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuanganku, teman-teman teristimewaku, teman-teman suka dukaku, teman-teman baik burukku, serta teman segalanya. Karena aku tidak memiliki teman dekat lain selain kalian. Hanya kalianlah teman yang benar-benar teman bagiku. Mereka adalah Shinta, Camilla, dan Dhian. Teman yang mendampingiku mulai awal masuk kuliah hingga skripsi ini selesai disusun.

7. Kepala sekolah serta guru wali kelas, khususnya kelas 4 dari SDN 01 Landungsari Malang dan SDI Surya Buana Malang, yang mana telah memfasilitasi penulis untuk pengambilan data.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, seperti abang Gojek, Mas Print (sebutan untuk tukang print langganan), serta pihak- pihak lainnya yang turut berkontribusi dalam memberikan bantuan demi kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini.

(6)

v

Penulis menyadari tidak ada satupun di dunia ini yang sempurna, termasuk karya ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kiranya dapat membangun karya tulis ini menjadi lebih baik. Meskipun demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain serta pembaca pada umumnya.

Malang, 17 Oktober 2017 Penulis

Rizky Dhania Primas

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 1

LANDASAN TEORI ... 1

Disiplin Belajar ... 4

Konseling Kelompok ... 5

Konseling Kelompok pada Anak ... 6

Jenis Konseling Kelompok untuk Anak ... 6

Hubungan Konseling Kelompok terhadap Kedisiplinan ... 7

HIPOTESIS ... 9

METODE PENELITIAN ... 9

Rancangan Penelitian ... 9

Subjek Penelitian ... 9

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10

Prosedur dan Analisa Data Penelitian ... 11

HASIL PENELITIAN ... 12

DISKUSI ... 13

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 16

REFERENSI ... 16

LAMPIRAN ... 19

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 10 Tabel 2. Deskriptif Uji Normalitas Data Pre-test dan Post-test… ... 13 Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test… ... 13

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berfikir ... 8 Gambar 2. Rancangan Penelitian... 9 Gambar 3. Grafik Pre-test dan Post-test ... 12

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Disiplin Belajar ... 19

Lampiran 2. Blue Print Skala Disiplin Belajar ... 22

Lampiran 3. Input Data Skala Try Out Disiplin Belajar ... 24

Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 26

Lampiran 5. Input Data Pre-test dan Post-test Skala Disiplin Belajar ... 29

Lampiran 6. Skoring dan Norma Kelompok Skala Disiplin Belajar ... 31

Lampiran 7. Analisis Data Uji Normalitas ... 33

Lampiran 8. Analisis Data Uji Wilcoxon ... 40

Lampiran 9. Modul……… ... 42

Lampiran 10. Lembar Evaluasi Modul……… ... 48

Lampiran 11. Input Analisis Modul… ... 51

Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian… ... 53

Lampiran 13. Informed Consent………… ... 55

Lampiran 14. Lembar Observasi Kegiatan ... 62

Lampiran 15. Dokumentasi… ... 65

(11)

1

KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Rizky Dhania Primas

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang dhaniariris91@gmail.com

Disiplin belajar dapat diartikan sebagai proses atau usaha siswa yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku dengan melaksanakan kewajiban belajar secara sadar. Tema ini menarik untuk dibahas ketika subjek penelitian adalah anak-anak khususnya pada masa operasional konkrit, dimana anak-anak pada masa ini masih belum memahami tentang pentingnya kedisiplinan. Kurangnya disiplin belajar dapat diatasi, salah satunya dengan pemberian konseling kelompok. Konseling kelompok berdasarkan metodenya dinilai erat kaitannya dengan faktor yang dapat meningkatkan disiplin belajar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas konseling kelompok terhadap peningkatan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain one group pre-test post test. Hasil penelitian yang telah dianalisis menggunakan SPSS 21 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap tingkat disiplin belajar (Z = -2.812; p = 0.005 < 0.05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan disiplin belajar.

Kata kunci : Konseling kelompok, disiplin belajar, siswa sekolah dasar

Discipline of studying can be intepreted as a student’s process or effort to obtain behavioral changes by implementing study obligations consciously. It is an interesting theme to discuss which children as the research subject, especially during their concrete operational stage of development. Children in this stage do not understand the importance of discipline yet. Lack of discipline can be overcome, one of them is by providing group counseling. Group counseling based on the method closely related to factors that can improve the discipline of studying. The purpose of this research is to prove the effectiveness of group counseling on improving the elementary school students discipline of studying.

This research is an experimental research with one group pre-test post test design.

Research results have been analyzed using SPSS 21 showed a significant difference in the level of discipline of studying (Z = -2.812; p = 0.005 < 0.05). It can be concluded that group counseling can be used to improve the discipline of studying.

Keywords: group counseling, discipline of studying, elementary school student

(12)

2

Setiap orang tua selalu memikirkan cara yang tepat untuk menerapkan perilaku disiplin pada anaknya, khususnya kedisiplinan dalam hal belajar. Menurut Indrawati dan Maksum (2013), perilaku disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Sedangkan disiplin belajar merupakan salah satu perilaku ketaatan yang harus dimiliki siswa agar memiliki cara belajar yang baik. Hal tersebut senada dengan pernyataan Sumantri (2010) yang mengartikan disiplin belajar adalah kepatuhan dari semua siswa untuk melaksanakan kewajiban belajar secara sadar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik untuk belajar di rumah maupun belajar di sekolah.

Disiplin belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki disiplin belajar tinggi akan menunjukkan sikap keteraturan dan ketaatannya dalam belajar. Seperti yang dijelaskan oleh Idiaghe (dalam Aboluwodi, 2015), bahwa dalam sistem pendidikan, seorang siswa yang disiplin akan patuh dengan aturan dan peraturan di sekolahnya.

Disiplin belajar tidak akan terbentuk begitu saja dengan sendirinya tanpa adanya pembinaan. Disiplin belajar akan lebih mudah terbentuk apabila dilakukan pembinaan sejak dini. Masa-masa sekolah dasar dirasa sebagai waktu yang tepat untuk memberi pembinaan tentang kedisiplinan. Hal itu dikarenakan menurut teori piaget (dalam Ibda, 2015), anak telah memasuki tahap operasional konkrit pada usia 7 – 11 tahun, dimana pada tahap ini anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi. Sehingga jika anak diberikan pemahaman tentang kedisiplinan, maka mereka akan gampang menyerap dan memproses informasi yang diterimanya.

Hal itu dikarenakan anak telah mampu untuk melakukan penalaran terhadap suatu masalah, anak mampu untuk menalar dengan berpikir rasional tentang solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap operasional konkrit ini anak telah memiliki kemajuan kognitif atau pemahaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak tahap pra-operasional dalam hal ketegorisasi dan penalaran.

Disiplin belajar haruslah diterapkan sejak dini karena dapat memberikan dampak positif pada diri individu, karena disiplin merupakan dasar dari rasa tanggungjawab. Siswa yang memiliki disiplin belajar tinggi akan menunjukkan sikap keteraturan dan ketaatannya dalam belajar. Ketika disiplin belajar telah tertanam kuat dalam diri siswa, maka mereka tidak akan merasa terpaksa untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan belajar.

Jika melihat kilasan manfaat disiplin belajar tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin belajar merupakan suatu hal yang sangat penting untuk ditingkatkan. Apa jadinya jika seorang siswa tidak memiliki disiplin belajar. Dan bagaimana masa depan mereka jika perilaku tidak disiplin tersebut terus diabaikan dan tidak mendapatkan penanganan. Pastinya siswa akan kesulitan untuk meraih prestasi belajar dengan maksimal. Dalam kaitannya dengan hal ini, keluarga dan sekolah menjadi tempat penting bagi perkembangan kedisiplinan khususnya disiplin belajar pada siswa.

(13)

3

Di lingkungan sekolah penerapan sikap disiplin dilakukan dengan adanya pemberlakuan tata tertib sekolah. Melalui tata tertib guru sebisa mungkin mampu menerapkan sikap disiplin pada setiap anak didiknya. Namun dalam kenyataannya, banyak pelanggaran kedisiplinan yang masih terjadi di sekolah.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti telah menemukan beberapa masalah disiplin belajar. Adapun jenis-jenis permasalahan yang ditemukan pada saat observasi antara lain : ketepatan waktu datang masuk kelas ataupun datang ke sekolah, keaktifan dalam mengikuti pelajaran di kelas, ketaatan mengikuti peraturan di kelas maupun sekolah, serta ketertiban saat menjalani ulangan.

Hirst & Peters (1980) percaya bahwa secara umum disiplin memiliki hubungan dengan kebutuhan tambahan untuk mendapatkan pembelajaran yang efektif. Sikap tidak disiplin apabila dibiarkan akan membawa dampak negatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widosari (2014) yang mengatakan bahwa, perilaku indisiplin siswa tersebut apabila dibiarkan akan membawa dampak yang kurang menguntungkan terhadap prestasi belajar maupun sikap mental para siswa, ketidakdisiplinan akan mengganggu pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap kurang berkembangnya prestasi belajar siswa. Adapun dampak lain dari perilaku tidak disiplin adalah siswa menjadi tidak percaya diri. Hal tersebut disebabkan karena perilaku tidak disiplin dapat membuat siswa dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, selain itu siswa jadi sering mendapat teguran dari guru, sehingga siswa nantinya menjadi kurang percaya diri karena tidak yakin dengan kemampuannya sendiri.

Maka dari itu, diperlukan tindakan untuk dapat menumbuhkan pemahaman siswa terhadap pentingnya disiplin belajar. Apabila pemahaman tentang disiplin belajar itu telah terbentuk, maka siswa yang memiliki masalah dengan disiplin belajar akan berkurang, dan prestasi belajar mereka juga akan meningkat. Karena seseorang dapat dikatakan disiplin apabila melakukan suatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan waktu dan tempatnya serta dikerjakan dengan penuh kesadaran, ketekunan, keikhlasan dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Menurut Wantah (2005), ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru untuk meningkatkan disiplin belajar pada anak, diantaranya adalah : (1) Memperkuat perilaku yang baik dengan memberikan pujian dan perhatian positif berupa senyuman maupun pelukan (2) Memberikan pilihan secara bebas kepada anak (3) Menunjukan sikap dan perilaku yang baik dan menyenangkan agar anak patuh (4) Membuat sistem reward untuk mendorong anak agar berperilaku disiplin (5) Konsisten terhadap metode disiplin yang digunakan dalam menghukum anak agar anak memahami konsekuensi dari perilaku yang dilakukannya (6) Memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari perilaku yang dilakukan oleh anak (7) Menciptakan lingkungan dan suasana yang aman dan nyaman serta memberikan batasan-batasan sesuai dengan usia dan taraf perkembangan anak.

Adapun beberapa penelitian terkait disiplin belajar dengan metode konseling kelompok sudah pernah dilakukan, namun subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti lain kebanyakan adalah siswa SMP dan SMA. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Bin (2011), dimana subjek dalam penelitian ini adalah siswa

(14)

4

SMA, dengan teknik diskusi kelompok. Kemudian hasil penelitiannya menyatakan bahwa semakin besar frekuensi konseling kelompok, maka semakin tinggi kedisiplinan siswa. Adapula hasil penelitian yang dilakukan oleh Aftiani (2013), dimana subjek pada penelitian ini juga menggunakan anak SMA dengan teknik konseling behavior. Dalam jurnalnya dijelaskan bahwa tingkat pelanggaran kedisiplinan siswa menurun setelah dilakukannya konseling kelompok. Penelitian lain juga dilakukan oleh Rusdiantie (2015), pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa SMP dengan teknik konseling kelompok. Hasil yang didapat membuktikan bahwa dari hasil angket pre-test dan post-test yang telah diberikan pada siswa yang menjadi subjek menunjukkan peningkatan kedisiplinan yang cukup signifikan.

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Duckworth & Seligman (2005), dimana subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMP, dengan hasil yang menunjukkan bahwa kedisiplinan memiliki pengaruh lebih besar dalam peningkatan prestasi akademik dibandingkan dengan IQ. Hal tersebut dikarenakan prestasi akademik dapat meningkat jika terus diasah dengan baik.

Adapula tanggapan dari beberapa penulis seperti Duke, Cotton, & Gaustad (dalam Peter, 2009) yang melihat kedisiplinan dari perspektif pencegahan, dimana kedisiplinan melibatkan penerapan langkah-langkah pencegahan untuk menghentikan terjadinya perilaku yang tidak diharapkan.

Dari hasil-hasil penelitian tersebut, akhirnya menjadi acuan peneliti untuk menggunakan konseling kelompok sebagai metode intervensi. Dimana konseling kelompok telah terbukti mampu meningkatkan kedisiplinan siswa. Namun, pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa sekolah dasar. Dimana hal itu sesuai dengan penjelasan yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa kedisiplinan haruslah diterapkan sejak dini.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah masalah terkait disiplin belajar. Dimana peneliti ingin membuktikan apakah konseling kelompok merupakan teknik intervensi yang sesuai untuk menangani masalah disiplin belajar tersebut, khususnya pada siswa sekolah dasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah konseling kelompok dapat meningkatkan kedisiplinan siswa. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai keterkaitan antara konseling kelompok dengan peningkatan kedisiplinan. Adapula manfaat lain adalah untuk membantu sekolah dalam mengatasi masalah siswa khususnya dalam disiplin belajar.

Disiplin Belajar

Menurut Wayan (2014) disiplin belajar adalah sikap siswa yang terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru mencakup perubahan berfikir, sikap dan tindakan yang sesuai dengan standar sosial yang menunjukkan nilai – nilai ketaatan, keteraturan dan ketertiban yang berdasarkan acuan nilai moral. Sedangkan menurut Bin (2011) disiplin belajar diartikan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar.

(15)

5

Menurut Sumantri (2010) disiplin belajar adalah kepatuhan dari semua siswa untuk melaksanakan kewajiban belajar secara sadar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik untuk belajar di rumah maupun belajar di sekolah.

Menurut Meichati (dalam Sumantri, 2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin belajar. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Physiologis

Masalah kesehatan seperti keadaan panca indera yang sehat, tubuh yang sehat, makan yang cukup, serta keadaan belajar yang tenang.

b. Faktor Perorangan

Sifat perorangan seperti egois, sering menentang, acuh tak acuh, sering mengganggu orang lain dan sebagainya.

c. Faktor Sosial

Faktor sosial seperti perilaku ingin bebas bertindak, ingin terpandang, tergolong dalam kelompok dan lain sebagainya.

Adapun indikator-indikator disiplin belajar menurut Wijaya (1999) diantaranya adalah (a) Kehadiran di sekolah, (b) Ketepatan waktu masuk kelas, (c) Memakai seragam dengan lengkap dan rapi, (d) Keaktifan dalam mengikuti materi

pelajaran, dan (e) Patuh pada tata tertib sekolah dan kelas.

Rachman (dalam Agung, 2014) mengemukakan beberapa tujuan disiplin belajar, diantaranya adalah : (1) Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) Mendorong siswa melakukan hal yang baik dan benar disekolah terutama saat belajar di kelas, (3) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungan sekolah.

Dari definisi-definisi disiplin belajar diatas, peneliti menyimpulkan bahwa disiplin belajar dapat diartikan sebagai proses atau usaha siswa yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku dengan melaksanakan kewajiban belajar secara sadar.

Dalam proses pembelajaran, disiplin belajar adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan, hal ini disebabkan karena pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pembelajaran. Disiplin belajar juga dapat diartikan sebagai bentuk respon ulang yang diberikan siswa atas stimulus yang di ciptakan guru. Banyak cara untuk meningkatkan disiplin belajar siswa, salah satunya dengan konseling.

Konseling Kelompok

Konseling kelompok adalah salah satu jenis metode intervensi dengan menggunakan media diskusi yang memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar. Konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik

(16)

6

yang dilaksanakan untuk membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (Latipun, 2015). Menurut Carl Rogers (dalam Latipun, 2015), konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Sedangkan menurut Bin (2011), konseling kelompok adalah upaya pembimbing atau konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Pendapat lain disampaikan oleh Winkel dan Hastuti (dalam Puswanti, 2014) yang menjelaskan bahwa konseling kelompok adalah bentuk khusus dari layanan konseling, yaitu wawancara antara konselor dengan beberapa orang sekaligus yang tergantung pada kelompok kecil.

Pada umumnya tahap konseling kelompok dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Tahap pembentukan (2) Tahap peralihan (3) Tahap pelaksanaan kegiatan, dan (4) Tahap pengakhiran (Herlina, 2015). Dimana tahap-tahap ini merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok. Menurut Natawidjaja (dalam Puswanti, 2014), konseling kelompok pada dasarnya adalah konseling perorangan.

Herlina (2015) mengatakan, konseling kelompok merupakan suatu proses interpersonal yang dinamis yang memusatkan pada usaha dalam berfikir dan tingkah laku. Konseling kelompok dapat mendatangkan manfaat yang luas dan berguna bagi kehidupan individu, terutama ketika dia melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Adapun tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan dalam dua macam, yaitu tujuan teoretis dan tujuan operasional (Pietrofesa dkk., 1978). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konseling kelompok dengan tujuan operasional. Hal itu dikarenakan peneliti menyesuaikan konseling kelompok dengan harapan yang ingin dicapai serta melihat dari masalah yang dihadapi klien itu sendiri.

Konseling Kelompok pada Anak

Bagi sebagian anak, konseling individual adalah pilihan terbaik. Namun, tidak sedikit ada anak dengan masalah khusus atau pada situasi khusus jika dimasukkan dalam sebuah kelompok konseling bersama dengan anak-anak lain justru dapat memberikan manfaat yang bermakna (Geldard, 2012). Dengan bergabung dalam sebuah kelompok konseling, anak dapat menyadari bahwa mereka tidak sendiri, tetapi ada anak lain yang juga memiliki masalah atau pengalaman yang sama dengannya. Hal tersebut dapat menarik anak untuk dapat berbicara terbuka dan bebas dengan rekan sekelompoknya karena mereka dapat saling memahami satu sama lain. Manfaat lain dari konseling kelompok pada anak adalah memberikan suasana sosial pada anak, sehingga dapat membantu anak belajar berinteraksi.

Jenis Konseling Kelompok untuk Anak

Menurut Geldard (2012) ada dua jenis konseling kelompok yang umum untuk anak-anak tergantung pada kebutuhan anggota dan tujuan kelompok. Pertama adalah terapi kelompok, yang bertujuan untuk menimbulkan perubahan melalui kegiatan kelompok dengan melibatkan anggota secara langsung untuk mengungkapkan perasaan, kemudian mengubah pemikiran dan perilakunya.

Kedua, psikoedukasi kelompok. Dimana perubahan dilakukan melalui pemberian psikoedukasi.

(17)

7

Jenis konseling kelompok yang akan diberikan oleh peneliti adalah jenis konseling yang pertama, yaitu terapi kelompok. Tujuan dari terapi kelompok sendiri adalah untuk memberikan informasi pada anak tentang masalah yang mereka alami. Kemudian mereka akan diminta untuk mengeluarkan semua isi pikiran dalam sebuah kelompok yang memiliki masalah serupa. Selanjutnya mereka akan mendiskusikan hal tersebut sambil dibimbing untuk menemukan sebuah solusi dari pemikirannya sendiri.

Menurut Jeanette (dalam Geldard, 2012), anak usia 9 – 12 tahun merupakan anak dalam tahap praremaja. Dimana anak-anak pada tahap ini cenderung berkelompok dengan teman sebaya dari jenis kelamin dan ciri yang sama. Pada masa ini, laju perkembangan anak perempuan sedikit lebih cepat dari anak laki-laki. Masa-masa pada tahap ini juga merupakan masa pencarian.

Hubungan Konseling Kelompok terhadap Kedisiplinan

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa konseling kelompok memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam peningkatan kedisiplinan. Karena kedisiplinan merupakan cara untuk mengajarkan siswa agar patuh dan mengikuti peraturan tertentu. Penjelasan ini senada dengan pernyataan Ali, dkk (2014) yang mengatakan bahwa dalam konteks sistem sekolah, siswa yang disiplin adalah siswa yang perilaku, tindakan dan anggapannya sesuai dengan peraturan-peraturan sekolah yang telah ditentukan.

Sedangkan konseling kelompok merupakan metode yang akan membantu siswa untuk memecahkan masalah-masalah pribadinya melalui kegiatan kelompok agar mendapatkan solusi dengan pemikirannya sendiri. Sebab, keputusan yang diambil individu untuk merubah perilakunya atas tuntunan kesadaran pribadi, bukan karena dipaksa oleh orang lain mampu bertahan lebih lama daripada keputusan yang diambil atas paksaan atau campur tangan orang lain.

Konseling kelompok menurut Gadza, dkk (dalam Bin, 2011) adalah suatu proses antar pribadi yang terpusat pada pribadi yang dinamis, terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar dan melibatkan fungsi-fungsi seperti berorientasi pada kenyataan, saling mempercayai, saling pengertian, saling menerima, dan saling mendukung. Pentingnya konseling kelompok khususnya untuk meningkatkan kedisiplinan juga bertujuan untuk membentuk karakter siswa agar menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Dengan membentuk karakter kedisiplinan pada diri siswa maka diharapkan dapat pula meningkatkan prestasi belajarnya. Dengan konseling kelompok, siswa akan diberikan pemahaman serta ditanamkan nilai-nilai tentang pentingnya kedisiplinan. Dengan begitu siswa diharapkan mampu menggunakan pengetahuannya untuk mengaplikasikannya dalam kegiatan dan perilaku sehari-hari khususnya dalam proses belajar di sekolah. Dan mengapa konseling kelompok yang dipilih sebagai teknik intervensi? Hal itu dikarenakan konseling kelompok merupakan metode yang sesuai, karena subjek akan diminta aktif dalam kegiatan sehingga perubahan yang nanti terjadi atas dasar pemikiran subjek sendiri.

(18)

8 Gambar 1. Kerangka Berfikir

Disiplin Siswa 1. Datang terlambat

2. Tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas

3. Melanggar tata tertib sekolah 4. Tidak rapi

Disiplin Rendah

Konseling Kelompok 1. Mengemukakan

permasalahan

2. Menalar permasalahan (baik/buruk)

3. Memikirkan solusi 4. Membahas solusi yang

ditemukan

5. Pemutaran video (materi pendukung)

Dampak Konseling Kelompok 1. Datang tepat waktu

2. Menyelesaikan tugas tepat waktu 3. Patuh pada tata tertib sekolah 4. Berpakaian rapi

Disiplin Meningkat

(19)

9 Hipotesis

Konseling kelompok mampu meningkatkan disiplin belajar pada siswa Sekolah Dasar.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental one group design. dan dilakukan dengan menggunakan model one group pre-test post-test design.

Dimana penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran sebagai data awal yang kemudian diberikan perlakuan kepada subjek pada satu kelompok dan selanjutnya dilakukan pengukuran lagi menggunakan alat ukur dan juga kelompok yang sama (Seniati, Yulianti & Setiadi, 2005).

Gambar 2. Rancangan Penelitian Keterangan:

X1 = pengukuran/observasi sebelum perlakuan/intervensi T = perlakuan/intervensi

X2 = pengukuran/observasi setelah perlakuan/intervensi

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konseling kelompok sebagai metode penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan disiplin belajar pada siswa Sekolah Dasar.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa yang duduk dikelas 4 SD 01 Landungsari. Pemilihan subjek penelitian diambil menggunakan teknik purposive sampling, dimana pengambilannya sesuai dengan kriteria tertentu terhadap sampel, kemudian memberikan skala disiplin belajar sebagai acuan untuk menentukan skor disiplin belajar. Subjek yang terpilih adalah siswa yang mempunyai skor sangat rendah, rendah, dan sedang menurut perhitungan norma kelompok serta hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Dari hasil pengisian skala awal atau pre-test ditemukan 1 siswa dengan kategori sangat rendah, 2 siswa dengan kategori rendah, dan 7 siswa dengan kategori sedang. Subjek kemudian akan diberikan intervensi berupa konseling kelompok yang dilakukan dalam 2 kali pertemuan dan 1 hari follow up. Adapun karakteristik subjek penelitian akan dijelaskan lebih detail pada tabel dibawah.

One Group : X1 --- T --- X2

(20)

10 Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek Usia (thn) Jenis kelamin Skor Disiplin Belajar

1 11 Perempuan 71 / Sedang

2 9 Laki-laki 66 / Rendah

3 9 Laki-laki 69 / Sedang

4 10 Laki-laki 63 / Rendah

5 10 Laki-laki 56 / Sangat Rendah

6 10 Laki-laki 71 / Sedang

7 9 Laki-laki 71 / Sedang

8 9 Perempuan 71 / Sedang

9 9 Laki-laki 68 / Sedang

10 9 Laki-laki 68 / Sedang

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 10 anak yang masuk dalam kategori disiplin belajar sangat rendah, rendah, dan sedang. Dimana anak-anak tersebut yang kemudian menjadi subjek penelitian. Subjek-subjek tersebut terdiri dari 2 perempuan dan 8 laki-laki dengan rentang usia antara 9 – 11 tahun, yang mana usia tersebut sesuai untuk dijadikan sebagai subjek penelitian karena masuk dalam kategori masa operasional konkrit. Hal ini sesuai dengan teori piaget (dalam Ibda, 2015) yang mengatakan bahwa anak pada masa ini telah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika sehingga apabila diberikan informasi mereka dapat menyerap informasi tersebut dengan baik.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Pada penelitian kali ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun yang menjadi variabel bebas (X) yaitu konseling kelompok dan variabel terikatnya (Y) adalah disiplin belajar.

Konseling kelompok adalah suatu bentuk upaya bantuan kepada individu yang bersifat pencegahan maupun penyembuhan yang terbukti dapat digunakan untuk meningkatkan disiplin belajar siswa. Adapun bentuk perlakuan yang akan diberikan dalam penelitian ini adalah konseling kelompok. Dimana tujuan dari konseling kelompok itu sendiri adalah untuk memberi informasi pada anak yang sesuai dengan masalah yang sedang mereka hadapi. Dalam penelitian ini, subjek akan diminta untuk berdiskusi dengan anggota lain dalam kelompok tersebut. Subjek harus aktif dalam kegiatan sehingga perubahan yang nanti terjadi dapat maksimal karena atas dasar pemikiran subjek sendiri. Saat kegiatan konseling kelompok tersebut, peneliti juga akan memutarkan sebuah video tentang kedisiplinan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyerapan informasi pada subjek.

Disiplin belajar adalah proses atau usaha siswa yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku dengan melaksanakan kewajiban belajar secara sadar.

Subjek yang akan di intervensi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 SDN 01 Landungsari. Dimana jumlah siswa pada kelas 4B yang akan di intervensi ini berjumlah 21 orang siswa, yaitu 14 siswa dan 7 siswi.

(21)

11

Adapun data penelitian diperoleh dari instrument penelitian menggunakan model pengukuran dengan skala. Pengukuran ini dilakukan dengan mengumpulkan skor hasil skala disiplin belajar pada siswa saat dilakukan pre-test dan setelah dilakukan post-test. Skala yang digunakan memiliki jumlah 20 item. Dimana item-item tersebut disusun berdasarkan dari aspek-aspek disiplin belajar. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan skala disiplin belajar untuk mengukur skor disiplin belajar subjek. Validitas alat ukur ini diukur dengan menggunakan SPSS 21. Dari hasil uji validitas diperoleh indeks validitas dengan rentangan 0.377 – 0.820. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh nilai Cronbach Alpha yaitu 0.712.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Secara umum penelitian dan intervensi yang akan dilakukan memiliki tiga prosedur utama sebagai berikut:

Persiapan, tahap ini dimulai dengan melakukan pendalaman materi dan adaptasi alat ukur beserta try out nya. Kemudian peneliti melakukan simulasi pada subjek homogen. Subjek try out berjumlah 30 orang pada sekolah yang berbeda yaitu SDI Surya Buana Malang. Setelah melakukan try out peneliti melakukan uji kelayakan. Terdapat sejumlah 10 orang yang mengikuti simulasi tersebut. Setelah itu peneliti meminta izin untuk melakukan penelitian serta melaksanakan asesmen awal dan observasi. Asesmen dilakukan dengan menyebarkan skala untuk memperoleh skor pre-test. Setelah memperoleh data pre-test, peneliti menyeleksi kembali subjek berdasarkan norma kelompok (menggunakan acuan nilai z-score).

Siswa yang mendapat skor disiplin belajar dalam kategori sangat rendah hingga sedang kemudian dimintai kesediaannya untuk turut serta dalam kegiatan intervensi. Mereka akan diminta untuk menandatangani informed consent sebagai rangkaian dari prosedur penelitian.

Intervensi, peneliti memulai melakukan intervensi dengan metode konseling kelompok. Adapun tujuan dari konseling kelompok itu sendiri adalah untuk memberi informasi pada anak yang sesuai dengan masalah yang sedang mereka hadapi. Secara umum konseling kelompok dibagi menjadi beberapa sesi.

Pertemuan 1, yaitu sesi orientasi dan eksplorasi, transisi, kohesivitas dan produktivitas, serta konsolidasi dan terminasi. Pertemuan 2, yaitu sesi pembukaan, pelaksanaan kegiatan, dan penutupan. Pertemuan 3, yaitu sesi follow up. Dalam penelitian ini, subjek akan diminta untuk berdiskusi dengan anggota lain dalam kelompok tersebut. Subjek harus aktif dalam kegiatan sehingga perubahan yang nanti terjadi dapat maksimal karena atas dasar pemikiran subjek sendiri. Saat kegiatan konseling kelompok tersebut, peneliti juga akan memutarkan beberapa video terkait kedisiplinan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyerapan informasi pada subjek. Setelah intervensi selesai, subjek akan diberi skala post-test. Dimana subjek diminta mengisi kembali skala disiplin belajar untuk memperoleh skor akhir.

Proses intervensi berakhir pada proses follow up, yaitu peneliti melakukan berbagai peninjauan pada subjek pasca intervensi.

Analisa, setelah rangkaian terakhir dari intervensi, peneliti menganalisa hasil dari keseluruhan proses intervensi. Data-data yang telah diperoleh baik hasil pre-test maupun post-test diinput dan diolah dengan menggunakan program SPSS 21,

(22)

12

yaitu analisis nonparametric karenak subjek kurang dari 30 orang (wilcoxon).

Kemudian menganalisa perbandingan pre-test dan post-test untuk melihat apakah ada perubahan yang meningkat setelah dilakukan intervensi. Setelah itu peneliti membahas keseluruhan hasil analisa tersebut ditambah dengan data penunjang dari hasil observasi dan interview. Terakhir, peneliti mengambil kesimpulan dari seluruh hasil penelitian.

HASIL PENELITIAN

Setelah penelitian selesai dilakukan, diperoleh hasil yang akan dipaparkan dengan grafik berikut.

Gambar 3. Grafik Pre-test dan Post-test

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semua subjek mengalami peningkatan setelah dilakukan intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mampu menerima dan memproses informasi dengan baik selama kegiatan intervensi.

Dari hasil skor pengisian skala pre-test terlihat bahwa subjek termasuk dalam kategori sangat rendah, rendah, dan sedang. Kemudian subjek diberikan perlakuan berupa konseling kelompok. Setelah subjek diberi perlakuan, peneliti melakukan follow up dengan memberikan kembali alat ukur berupa skala disiplin belajar yang sama seperti pada saat pre-test. Jika melihat grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa skor disiplin belajar semua subjek mengalami peningkatan. Dimana 9 subjek naik 1 kategori, yaitu rendah ke sedang dan sedang ke tinggi. Sedangkan 1 subjek naik 2 kategori, yaitu sangat rendah ke sedang. Hal tersebut membuktikan bahwa konseling kelompok mampu meningkatkan disiplin belajar siswa.

Setelah peneliti mendapatkan hasil skor pre-test dan post-test, peneliti melakukan uji normalitas untuk melihat apakah data tersebut normal atau tidak. Adapun hasil

0 10 20 30 40 50 60 70 80 71

66 69 63

56

71 71 71

68 68 77 74 79

74 73

80 80

76 77 76

pre-test post-test

(23)

13

dari uji normalitas menunjukkan bahwa hasil pre-test tidak normal karena nilai Shapiro wilk lebih kecil daripada 0.05 (Sig. 0.009 < 0.05). Sedangkan nilai Lilliefors lebih besar daripada 0.05 (Sig. 0.077 > 0.05). Kemudian pada hasil post- test menunjukkan hasil normal, karena nilai Shapiro wilk lebih besar daripada 0.05 (Sig. 0.404 > 0.05). Sedangkan nilai Lilliefors juga lebih besar dari 0.05 (Sig.

0.200 > 0.05). Adapun untuk lebih jelasnya terkait hasil uji normalitas maka peneliti memaparkannya pada tabel berikut.

Tabel 2. Deskriptif Uji Normalitas Data Pre-Test dan Post-Test Shapiro wilk Lilliefors

Pre-test 0.009 0.077

Post-test 0.404 0.200

Setelah melakukan uji normalitas dan mendapatkan hasil yang tidak normal, maka peneliti melanjutkan analisis data menggunakan uji wilcoxon. Uji wilcoxon sendiri dilakukan untuk membandingkan dan melihat apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Adapun hasil uji wilcoxon tersebut telah peneliti paparkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-Test dan Post-Test

N Pre-Test Post-Test Z P

10 71.90 76.60 -2.812 0.005

Berdasarkan hasil uji analisis wilcoxon pada tabel 3 diperoleh hasil nilai p < 0.05 (p = 0.005). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada hasil pre-test dan post-test yang dilakukan. Dari hasil rata-rata pre-test dan post- test juga menunjukkan perbedaan, yaitu terjadi kenaikan nilai rata-rata dari 71.90 ke 76.60 yang menunjukkan adanya kenaikan disiplin belajar setelah diberikan perlakuan berupa konseling kelompok. Dimana hasil tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan disiplin belajar.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu konseling kelompok mampu meningkatkan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar.

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar melalui konseling kelompok. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan tingkat disiplin belajar setelah diberikan perlakuan. Dimana kondisi subjek sebelum diberi perlakuan memiliki tingkat disiplin belajar yang sangat rendah, rendah, dan sedang. Kemudian setelah diberi perlakuan, tingkat disiplin belajar siswa meningkat. Tingkat keberhasilan ini dilihat berdasarkan hasil uji analisis wilcoxon, dimana hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah diberi perlakuan.

(24)

14

Menurut Carl Rogers (dalam Latipun, 2015), konseling merupakan terapi yang bertujuan untuk melakukan perubahan diri. Konseling dilihat sebagai upaya konselor untuk membantu klien dalam memecahkan masalah-masalah pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok bukan sekedar kegiatan diskusi biasa.

Akan tetapi sebagai media dalam mengatasi masalah dalam kehidupan.

Konseling kelompok secara umum merupakan suatu proses terapiutik yang dianggap mampu untuk meningkatkan disiplin belajar yang dalam penelitian kali ini mengacu pada perubahan perilakunya. Konseling kelompok merupakan suatu proses interpersonal yang dinamis yang memusatkan pada usaha dalam berfikir dan tingkah laku (Herlina, 2015). Kegiatan konseling kelompok yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengajak subjek untuk menemukan pemecahan atau solusi dari masalahnya sendiri melalui metode diskusi dengan sesama anggota kelompok yang memiliki masalah yang sama. Dalam diskusi tersebut, subjek diminta untuk mengungkapkan masalah yang mereka alami, seperti seberapa sering mereka terlambat, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan indikator disiplin belajar.

Setelah subjek mengutarakan semua permasalahannya, subjek diajak untuk memikirkan apakah perilaku mereka itu benar atau tidak. Setelah subjek memahami perilaku mereka itu termasuk perilaku yang negatif, subjek kemudian diminta untuk menemukan solusi apa yang tepat untuk menghilangkan atau mengurangi perilaku tidak disiplin tersebut. Sehingga solusi yang muncul adalah murni dari hasil pemikirannya sendiri. Karena pemikiran yang terbentuk atas kesadaran pribadi akan jauh lebih mampu bertahan dan jauh lebih kuat untuk membentuk sebuah perubahan perilaku. Untuk mendukung perubahan perilaku tidak disiplin tersebut, peneliti memberikan video terkait kedisiplinan yang dapat memberikan contoh positif pada subjek tentang pentingnya kedisiplinan.

Setelah subjek saling berdiskusi dan menemukan solusi, subjek diminta untuk mengaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari apa pelajaran atau solusi yang telah mereka dapat dalam kegiatan intervensi tersebut. Mereka diberi waktu beberapa hari untuk mengaplikasikannya. Pada tahap ini peneliti mengobservasi sejauh mana pemahaman dan kesungguhan mereka untuk berubah menjadi lebih baik.

Kemudian, setelah waktu pengaplikasian dirasa cukup, peneliti kembali untuk memberikan follow up. Dimana pada tahap ini subjek diberi skala yang sama dengan skala sebelum diberi perlakuan.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek dengan kategori anak pada tahap operasional konkrit sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, yakni usia yang cocok untuk diberikan konseling kelompok adalah anak pada usia sedini mungkin, yaitu pada usia 7 – 11 tahun (Ibda, 2015).

Dimana menurut teori piaget (dalam Ibda, 2015), pada tahap ini anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi. Sehingga jika anak diberikan pemahaman tentang kedisiplinan, maka mereka akan gampang menyerap dan memproses informasi yang diterimanya.

(25)

15

Karakteristik yang paling menonjol dari pemikiran operasional konkrit adalah anak-anak dapat menalar secara logis sejauh penalaran tersebut dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang spesifik atau konkrit. Operasi konkrit memungkinkan anak memikirkan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada suatu obyek tunggal. Dengan kemampuan demikian, maka peneliti mengajak subjek untuk berdiskusi tentang masalah mereka dalam sebuah kelompok konseling untuk memperoleh pembelajaran serta pemecahan masalah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

Ditinjau dari kemampuan perkembangan tersebut, maka tidak heran jika anak- anak pada masa operasional konkrit ini mampu menemukan solusi untuk masalahnya melalui konseling kelompok yang dapat diaplikasikan pada kehidupan nyata khususnya pada penelitian ini yang dihubungkan dengan tingkat disiplin belajar mereka.

Disiplin belajar menurut Odoyo (2016) memiliki pengaruh yang positif dalam mengembangkan kinerja akademik siswa. Dimana prestasi siswa dapat meningkat dengan perilaku disiplin belajar. Sedangkan konseling kelompok menurut Ehiane (2014) berperan untuk mencegah siswa melakukan pelanggaran. Dimana dalam kegiatan konseling sendiri siswa diajarkan untuk mengerti tentang pentingnya disiplin belajar, serta apa saja konsekuensi yang akan mereka dapatkan jika mereka tidak disiplin. Selain itu hasil penelitian Aftiani (2013) juga mendukung asumsi bahwa konseling kelompok mampu meningkatkan disiplin belajar.

Disiplin belajar menurut Meichati (dalam Sumantri, 2010) dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu a. Faktor Physiologis, berupa masalah kesehatan serta keadaan belajar yang tenang, b. Faktor Perorangan, lebih mengarah pada sifat perorangan, c. Faktor Sosial, seperti perilaku ingin bebas bertindak, ingin terpandang, tergolong dalam kelompok dan lain sebagainya. Konseling kelompok yang dilakukan memiliki keterkaitan langsung dengan faktor-faktor disiplin belajar tersebut.

Dalam Kegiatan konseling kelompok yang dilakukan, terdapat pula proses feedback. Pada tahap tersebut subjek diberi pertanyaan terkait informasi-informasi atau pemahaman apa saja yang telah mereka dapat atau pahami selama sesi konseling berlangsung. Aktivitas ini juga sangat erat kaitannya dengan metode pembelajaran yang disebut experiential learning. Kolb (dalam Purnami &

Rohayati, 2013) menjelaskan bahwa experiential learning adalah proses yang terjadi secara melingkar terdiri atas empat fase. Pertama adalah fase concrete experience, yaitu menggunakan pengalaman yang sudah dilalui sebagai pembelajaran lebih lanjut. Kedua adalah fase reflective observation, yaitu mendiskusikan pengalaman yang telah dilalui atau saling berbagi. Ketiga adalah fase abstract conceptualization, yaitu proses membentuk reaksi pada pengalaman yang baru. Dan yang terakhir adalah fase active experimentation, yaitu modifikasi perilaku lama dan mengaplikasikan pada situasi sehari-hari. Dalam penelitian ini, yang dikategorikan sebagai pengalaman adalah aktivitas konseling kelompok yang dijalani siswa sekolah dasar. Dari konseling kelompok siswa mampu mengaplikasikan aspek-aspek yang dapat meningkatkan disiplin belajar di kehidupan nyata mereka.

(26)

16

Dengan melakukan kegiatan konseling kelompok sebagai wadah untuk memodifikasi perilaku kurangnya disiplin belajar siswa, memungkinkan siswa untuk dapat meningkatkan disiplin belajar tersebut. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aftiani (2013), menjelaskan bahwa tingkat disiplin siswa meningkat setelah dilakukannya konseling kelompok. Hasil penelitian tersebut sangat mendukung penelitian ini karena berkaitan juga dengan peningkatan disiplin belajar. Pada penelitian eksperimen ini menunjukkan adanya perubahan tingkat disiplin belajar pada subjek. Hasil penelitian yang telah di uji berdasarkan uji analisis wilcoxon menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada subjek setelah perlakuan. Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa konseling kelompok merupakan bentuk perlakuan yang dapat digunakan untuk meningkatkan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar.

Selama penelitian berlangsung, berbagai kendala juga muncul. Diantaranya adalah kendala pada tempat/lokasi penelitian yang dituju. Dimana lokasi penelitian pada saat itu sedang melakukan renovasi sehingga jam pelajaran harus diubah sedemikian rupa karena kelas yang digunakan harus bergantian dengan kelas lain.

Kemudian masalah waktu penelitian. Dimana peneliti kurang leluasa mengambil data karena guru wali kelas hanya mengizinkan peneliti masuk di kelas pada mata pelajaran tertentu saja. Sehingga peneliti memanfaatkan jam istirahat untuk pendekatan dan observasi siswa. Kendala-kendala tersebut yang menyebabkan kegiatan penelitian jadi terhambat dan menghabiskan waktu lebih lama dari perkiraan.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat disiplin belajar yang signifikan setelah diberi perlakuan berupa konseling kelompok dengan nilai Z = -2.812 dan p = 0.005 (p < 0.05). Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian konseling kelompok mampu meningkatkan disiplin belajar pada siswa sekolah dasar. Implikasi dari penelitian ini meliputi bagi sekolah dasar, diharapkan untuk memberikan konseling kelompok pada siswa-siswa yang memiliki tingkat disiplin belajar rendah. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya disiplin belajar itu sendiri.

Dengan demikian sekolah dasar dapat menjadi titik awal untuk membangun bibit- bibit generasi bangsa yang membanggakan. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengganti subjek dengan rentang usia yang berbeda. Sehingga dapat membuktikan efektifitas konseling kelompok terhadap disiplin belajar namun dengan rentangan usia yang berbeda.

REFERENSI

Aboluwodi, A. (2015). A Critical analysis of retributive punishment as a discipline measure in Nigeria’s public secondary schools. Journal of Education and Practice, 6, (10), 134 – 142.

Aftiani, H., & Indah, T. P. (2013). Penerapan konseling kelompok behavior untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah SMAN 1 Kedungadem Bojonegoro. Jurnal BK, 3, (1), 437 – 444.

(27)

17

Agung, A. G. W. P., Darsana, K., & Suranata, K. (2014). Penerapan konseling behavioral dengan teknik latihan bertanggung jawab untuk meningkatkan disiplin belajar pada siswa kelas VIII B2 SMPN 4 Singaraja tahun ajaran 2013/2014. E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling, 2, (1).

Ali, A. A., Dada, I. T., Isiaka, G. A., & Salmon, S. A. (2014). Types, causes and management of indiscipline acts among secondary school students in Shomolu Local Government Area of Lagos State. Journal of Studies in Social Sciences, 8, (2), 254 – 287.

Anonimus. (2016). Pedoman penulisan skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang: Fakultas Psikologi

Bin, M. S. (2011). Pengaruh layanan konseling kelompok terhadap disiplin belajar siswa di SMA Negeri 1 Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8, (1), 22 – 32.

Duckworth, L. A., & Seligman, M. E. P. (2005). Self-discipline outdoes IQ in predicting academic performance of adolescents. Journal of Psychological Science, 16, (12), 939 – 944.

Ehiane, O. S. (2014). Discipline and academic performance (a study of selected secondary schools in Lagos, Nigeria). International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development, 3, (1), 181 – 194.

Geldard, K. & Geldard, D. (2012). Konseling anak-anak. (Terj. G. Widijanto).

Jakarta: PT Indeks

Hirst P. H. & Peters, R.S. (1980). The logic of education. London: Routledge and Kegan Paul.

Herlina, U. (2015). Teknik role playing dalam konseling kelompok. Jurnal Pendidikan Sosial, 2, (1), 94 – 107.

Ibda, F. (2015). Perkembangan kognitif: Teori Jean Piaget. Jurnal Intelektual, 3, (1), 27 – 38.

Indrawati, R., & Maksum, A. (2013). Peningkatan perilaku disiplin siswa melalui pemberian reward dan punishment dalam pembelajaran penjasorkes pada siswa kelas XII IPS 1 SMA Negeri 1 Lamongan. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 1, (2), 304 – 306.

Latipun. (2015). Psikologi konseling edisi (4th ed). Malang: UMM Press

Odoyo, N. S., Agak, J. O., & Kabuka, E. K. (2016). Impact of discipline on academic performance of pupils in public primary schools in Muhoroni Subcounty, Kenya. Journal of Education and Practice, 7, (6), 164 – 173.

(28)

18

Peter, O. I. (2009). Gender difference in the application of preventive discipline practices among principals of secondary schools in Nigeria. Journal Society Science, 20, (1), 49 – 53.

Pietrofesa, J. J., Leonard, G. E. & Hoose, W. V. (1978). The authentic counselor (2th ed). Chicago: Rand McNally College Publishing Company.

Purnami, R. S. & Rohayati. (2013). Implementasi metode experimental learning dalam pengembangan softskill mahasiswa yang menunjang integrasi teknologi, manajemen dan bisnis. Jurnal Penelitian Pendidikan, 14, 97 – 103.

Puswanti. (2014). Upaya mereduksi prokrastinasi akademik melalui konseling kelompok melalui pendekatan behavioristik pada siswa SMK.

Psikopedagogia, 3, (1), 11 – 19.

Rusdiantie, H., & Nursalim, M. (2015). Penerapan konseling kelompok realita untuk meningkatkan perilaku disiplin siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Balongbendo. Jurnal BK, 5, (1), 1 – 8.

Santrock, J. W. (2012). Life span development. Jakarta: Erlangga.

Seniati, L., Yulianti, A., & Setiadi, B. N. (2005). Psikologi eksperimen. Jakarta:

PT Indeks Kelompok Gramedia.

Sumantri, B. (2010). Pengaruh disiplin belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas XI SMK PGRI 4 Ngawi Tahun Pelajaran 2009/2010. Jurnal Ilmiah Media Prestasi, VI, (3), 117 – 131.

Syah, M. (2007). Psikologi belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Wantah, J. M. (2005). Pengembangan disiplin dan pembentukan moral pada anak usia dini. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Wayan, I. A. S. P., Suranata, K., & Dharsana, K. (2014). Penerapan konseling behavioral dengan teknik shaping untuk meningkatkan disiplin belajar pada siswa kelas X MIA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja. E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling, 2, (1).

Widosari, L. (2014). Upaya meningkatkan kedisiplinan melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik behavior pada siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan Konseling, 2, (1), 56 – 62.

Wijaya, C. (1999). Pendidikan remedial : Sarana pengembangan mutu sumber daya manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya

(29)

19

LAMPIRAN 1 SKALA DISIPLIN

BELAJAR

(30)

20

(31)

21

(32)

22

LAMPIRAN 2

BLUE PRINT SKALA

DISIPLIN BELAJAR

(33)

23

(34)

24

LAMPIRAN 3

INPUT DATA SKALA TRY OUT DISIPLIN

BELAJAR

(35)

25

HASIL TRY OUT ITEM VALID

(36)

26

LAMPIRAN 4 HASIL ANALISIS VALIDITAS DAN

RELIABILITAS

(37)

27 1. Analisis Validitas

Hipotesis

- Ho : Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor (item valid) - H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor (item tidak

valid)

Pengambilan keputusan berdasarkan R-hitung dan R-tabel - Ho diterima : Jika R-hitung positif dan R-hitung > R-tabel - Ho ditolak : Jika R-hitung negative dan R-hitung < R-tabel

Nilai R-hitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item - Total Correlation Nilai R-tabel menggunakan patokan 0.30

Karena semua item sudah valid maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai reliabilitas.

(38)

28 2. Analisis Reliabilitas

Hipotesis

- Ho : Skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor (item reliabel) - H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan skor faktor (item tidak

reliabel)

Pengambilan keputusan

- Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0.5 maka item reliabel - Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0.5 maka item tidak reliabel

Diketahui nilai Cronbach’s Alpha adalah 0.712 > 0.5 maka data dikatakan reliable.

(39)

29

LAMPIRAN 5

INPUT DATA PRE-TEST DAN POST-TEST SKALA

DISIPLIN BELAJAR

(40)

30

PRE-TEST SKALA DISIPLIN BELAJAR

POST-TEST SKALA DISIPLIN BELAJAR

(41)

31

LAMPIRAN 6 SKORING DATA

PRE-TEST POST-TEST DAN NORMA

KELOMPOK SKALA

DISIPLIN BELAJAR

(42)

32

DESCRIPTIVE STATISTICS QUESTIONER DISCIPLINE LEARNING

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Jumlah 20 56 80 71.90 5.955

Valid N 20

SKORING SKALA DISIPLIN BELAJAR

SS S TS STS

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

Keterangan :

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

NORMA KELOMPOK

: 71.90

SD : 5.95

Kategori

Sangat tinggi : 90 – 83

Tinggi : 82 – 75

Sedang : 74 – 68

Rendah : 67 – 61

Sangat rendah : 60 – 54

SKOR PRE-TEST DAN POST-TEST DISIPLIN BELAJAR

Subjek Skor Pre-Test Keterangan Skor Post-Test Keterangan

1 71 Sedang 77 Tinggi

2 66 Rendah 74 Sedang

3 69 Sedang 79 Tinggi

4 63 Rendah 74 Sedang

5 56 Sangat Rendah 73 Sedang

6 71 Sedang 80 Tinggi

7 71 Sedang 80 Tinggi

8 71 Sedang 76 Tinggi

9 68 Sedang 77 Tinggi

10 68 Sedang 76 Tinggi

Total 674 766

Mean 71.90 76.60

(43)

33

LAMPIRAN 7

ANALISIS DATA UJI

NORMALITAS

(44)

34

UJI NORMALITAS

(45)

35

(46)

36

(47)

37

(48)

38

(49)

39

Hasil nilai pre-test menunjukkan “tidak normal”, yaitu :

- Shapiro wilk lebih kecil daripada 0.05 (Sig. 0.009 < 0.05) - Lilliefors lebih besar daripada 0.05 (Sig. 0.077 > 0.05) Hasil nilai post-test menunjukkan “normal”, yaitu :

- Shapiro wilk lebih lebih besar daripada 0.05 (Sig. 0.404 > 0.05) - Lilliefors lebih besar daripada 0.05 (Sig. 0.200 > 0.05)

Maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji Wilcoxon.

(50)

40

LAMPIRAN 8

ANALISIS DATA UJI

WILCOXON

(51)

41

UJI WILCOXON

Hasil nilai uji menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada hasil pre- test dan post-test yang dilakukan, yaitu nilai p < 0.05 (p = 0.005).

Hasil uji juga menunjukkan terjadi peningkatan skor hasil pre-test ke post-test yaitu dari 71.90 menjadi 76.60

(52)

42

LAMPIRAN 9

MODUL

(53)

43

(54)

44

(55)

45

(56)

46

(57)

47

(58)

48

LAMPIRAN 10

LEMBAR EVALUASI

MODUL

(59)

49

(60)

50

(61)

51

LAMPIRAN 11 INPUT ANALISIS

MODUL

(62)

52

(63)

53

LAMPIRAN 12

SURAT IJIN PENELITIAN

(64)

54

(65)

55

LAMPIRAN 13

INFORMED CONSENT

(66)

56

(67)

57

(68)

58

(69)

59

(70)

60

(71)

61

(72)

62

LAMPIRAN 14

LEMBAR OBSERVASI

KEGIATAN

(73)

63

(74)

64

(75)

65

LAMPIRAN 15

DOKUMENTASI

(76)

66

DOKUMENTASI

(77)

67

(78)

68

(79)

69

(80)

70

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian .........................................................
Gambar 1. Kerangka Berfikir ..........................................................................
Gambar 2. Rancangan Penelitian  Keterangan:
Gambar 3. Grafik Pre-test dan Post-test
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

pekerja outsourcing adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan penyedia tenaga outsourcing dengan menerima upah atau imbalan yang kemudian oleh perusahaan

Tantangan selanjutnya adalah untuk mengetahui manajemen pemupukan pada pengelolaan Eucalyptus pellita , baik pada lahan ex tanaman Acacia mangium untuk rotasi pertama

Adalah skenario yang disusun terkait dengan tahapan proses yang akan dilakukan untuk melaksanakan kegiatan mulai dari proses persiapan hingga pelaksanaan dan pasca pelaksanaan Direct

Hal ini memicu adanya demonstrasi oleh pengemudi grab yang merasa tidak puas akibat kebijakan sistem pemberian insentif perusahaan grab Indonesia yang semakin lama

Dengan melihat kompetensi Mahasiswa Teknik Informatika (Software Engineering yaitu kemampuan menggunakan tools, metode, dalam satu proses untuk menghasilkan Perangkat Lunak

Selain itu, diperlukan adanya komunikasi yang baik agar tidak terjadi hambatan atau kesalahan penyampaian maupun penerimaan, dalam menunjang sharing knowledge capability

Selain itu kerja monoton yang dilakukan secara repetitif juga berpeluang menimbulkan keluhan pada otot (keluhan muskuloskeletal). Perlu diterapkan istirahat pendek setiap satu

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai F hitung sebesar 1,58 &lt; 2,76 nilai F tabel jadi dapat disimpulkan bahwa minat, usia, dan lama mengajar secara