• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ta limdiniyah: Jurnal Pendidikan Agama Islam p-issn: (Journal of Islamic Education Studies) e-issn: Vol. 2 No 1 Oktober 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ta limdiniyah: Jurnal Pendidikan Agama Islam p-issn: (Journal of Islamic Education Studies) e-issn: Vol. 2 No 1 Oktober 2021"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

38

REKONSTRUKSI MAKNA ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI OLEH KI HADJAR DEWANTARA

Oleh:

Imam Fawaid1, Alaika M. Bagus kurnia PS2, Dewi Zulaicho3, Ilmi Zahrotin Faidzullah Al Hamidy4

UIN Sunan Ampel Surabaya

Imamfawaid1999@gmail.com, alaika.ps@stikessurabaya.ac.id, Dewizul1105@gmail.com, Ilmyzahrotin618@gmail.com,

Abstrak

Lahirnya pola pendidikan yang dirumuskan dengan tiga pilar pemikiran Ki Hadjar Dewantara ialah sebagai upaya memulihkan sistem pendidikan di Indonesia yang sempat mengalami kemerosotan. Terdapat empat rumusan guna menggambarkan sosok Ki Hadjar Dewantara.

Pertama, ialah sketsa biografi. Kedua, Makna Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani,Ketiga, ialah analisis teori rekonstruksi. Keempat Membangun Kembali Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani dalam Bingkai Neo Ki Hadjar Dewantara. Dalam artikel ini penulis menggunakan pendekatan analisis teori rekonstruksi tersebut sebagai bangunan argumentasi untuk merefleksikan kesegaran pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Kata Kunci : Ki Hajar Dewantara, Tiga Semboyan Ki Hajar Dewantara, Teori Rekonstruksi

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sebuah metode pembelajaran yang dilakukan untuk perkembangan manusia menuju ke jenjang yang lebih baik yang diturunkan dari suatu firqoh ke firqoh selanjutnya. Sejak zaman dahulu telah disadari bahwa pendidikan sangat berpengaruh untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskan dari penjajahan.

Namun jika ditinjau kembali pendidikan yang pernah ada di Indonesia dahulu cenderung represif dikarenakan pada saat itu pendidikan digunakan untuk kepentingan pemerintah para penjajah.

Terdapat ragam tantangan dunia pendidikan hari ini salah satunya ialah dampak media sosial yang menjaring ke ranah pendidikan Dalam konteks pendidikan hari ini, penulis akan melakukan rekonstruksi terhadap makna Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, guna mengetahui bahwa konsep tersebut masih sangat aktual dengan kondisi dan situasi hari ini.

Maka dari itu seiring berjalannya waktu lahir Bapak pendidikan bangsa Indonesia yang berasal dari tanah Jawa yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardai Soeryaningrat atau pada saat ini lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan Barat yang bersifat mengekang dirasa kurang cocok untuk diterapkan kepada para pemuda di Indonesia.

Karena pendidikan Barat memiliki dampak yang signjfikan terhadap pemuda sehingga pemuda pada saat itu tidak memiliki ruang gerak yang bebas guna berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karenanya Ki Hajar Dewantara ingin melakukan regenenerasi sistem pendidikan di Indonesia dengan cara menerapkan sebuah ajaran yang terkenal yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan juga Tut Wuri Handayani. Upaya yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara semata-mata ingin menjadikan para pemuda bangsa Indonesia menjadi lebih bebas dalam berpikir, kreatif dan tak luput juga guna untuk meraih generasi emas di zaman yang akan datang.

(2)

39

Kemajuan serta perkembangan pendidikan akan menjadi salah satu faktor keberhasilan sebuah negara. Beberapa negara di Barat telah mempertontonkan kualitas pendidikannya seperti Amerika dan Eropa. Sementara bangsa Indonesia masih berkutat pada beberapa faktor yang dirasa tidak terakses secara maksimal terutama dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia mengacu pada sebuah sistem Pendidikan Nasional yang merupakan sebuah sistem pendidikan yang pada dasarnya akan memberikan dampak yang baik terhadap negara, sebagaimana bunyi UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS:

”terwujudnya sisitem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan beribawa untuk memberdayakan semua Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.Adapun misinya “Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatam memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat (UU RI SISDIKNAS:41)”.

Melalui visi dan misi yang tertuang dalam UU tersebut diharapkan mampu menjawab segala tantangan yang lahir dari perubahan global

Pembahasan

A. Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta sebagai anak kelima dari pasangan K.P.H. Soeryaningrat dan Raden Ayu Sandiyah sebagai keturunan dari Sunan Kalijaga.1 Saat kecil ia memiliki nama Soewardi Soeryaningrat.

Dilihat dari namanya saja ia berasal dari keluarga keraton dan masih ada keturunan bangsawan, sehingga ia memiliki gelar Raden Mas, dan namanya menajdi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.2

Raden Mas Soewardi Soeryaningrat melangsungkan pernikahan yang dinamakan dengan Nikah Gnatung pada tanggal 4 November 1907 dengan seorang wanita bernama Soetartinah. Istri Raden Mas juga merupakan cucu dari Sri Paku Alam III. Jadi keduanya menikah yang masih berada dalam satu garis keturunan. Pernikahan keduanya digelar secara resmi dengan mengusung adat istiadat di Puri Suryaningratan Yogyakarta pada akhir bulan Agustus sebelum Raden Mas Soewardi Soeryaningrat diasingkan di Belanda.3

Ketika berumur 39 tahun, ia mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara yang kita kenal selama ini. Ia memiliki alasan mengapa ingin mengganti namanya demikian, sebab ia ingin lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bergaul dengan rakyat dengan tujuan agar perjuangannya mudah diterima oleh rakyat. Ki Hajar Dewantara memiliki jiwa kesenian yang sangat kuat dan nilai-nilai kultur serta religiusitas yang banyak dipengaruhi dari lingkungan di sekitarnya semasa ia hidup.4

Walaupun terlahir dari keturunan bangsawan, namun kehidupan Ki Hajar Dewantara sangatlah sederhana karena sejak kecil ia dididik demikian. Ia pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Belanda III Europeesche Lagere School dengan semangat belajarnya yang luar biasa. Ki Hajar Dewantara sempat mengalami kebingungan setelah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar, hal ini disebabkan karena keterbatasan biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Kemudian ia

1 Suparto Rahardjo, Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara, 1889-1959, (Yogyakarta: Garasi, 2009), hlm.

6.

2 Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984), hlm. 8-9.

3 Hah. Harahap dan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hajar Dewantara dan Kawan-Kwan, Ditangkap, Dipenjara, dan Diasingkan, (Jakarta Gunung Aguna, 1980), hlm. 12.

4 Ki Hariyadi, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, (Yogyakarta: MLTS, 1989), hlm. 132.

(3)

40

melanjutkan pendidikannya di Kweek School, yaitu sekolah guru, namun di tempat itu Ki Hajar Dewantara tidak sampai menamatkannya. Lalu ia mendapatkan tawaran besasiwa untuk bersekolah di kedokteran, yaitu di School tot Opleiding van Indische Artsen yang disingkat dengan STOVIA di Jakarta. Sekolah tersebut dikhususkan untuk siswa pribumi yang ingin menmperoleh pendidikan kedokteran.

Namun lagi-lagi Ki Hajar Dewantara tidak dapat menyelesaikan pendidikannya tersebut, lantaran ia terkena sakit selama kurang lebih 4 bulan, dan secara otomatis beasiswa yang telah ia dapatkan itu dicabut. Dengan terpaksa Ki Hajar Dewantara meninggalkan sekolah kedokteran tersebut. Tidak hanya belajar di sekolah formal saja, Ki Hajar Dewantara juga pernah belajar di pondok pesantren di bawah asuhan KH. Abdurahman.5 Selanjutnya ia menjadi wartawan di berbagai surat kabar, seperti De Express, Oetoesan Hindia, Poesara, Midden Java, Kaoem Moeda, Sedyotomo, dan Tjahaja Timoer.6

Ki Hajar Dewantara juga terkenal sebagai seorang penulis yang handal saat itu.

Tulisannya banyak tentang semangat perjuangan sehingga menarik perhatian bagi para pembacanya dalam hal menolak kolonial. Diantara karyanya antara lain tentang Pendidikan (sebagai buku bagian pertamanya), tentang Kebudayaan (buku bagian kedua), tentang Politik dan Kemasyarakatan (buku bagian ketiga), dan tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hajar Dewantara.7

Tidak heran jika Ki Hajar Dewantara banyak menghasilkan karya-karya yang bermutu, sebab ia pernah tergabung dalam organisasi politik dan sebagai pendiri partai bernama Indische Partij, yang mana partai tersebut sebagai partai politik pertama di bumi pertiwi yang mengusung semangat nasionalisme. Namun pendirian partai tersebut mendapat kecaman dari pemerintah Belanda karena dapat menimbulkan semangat nasionalisme rakyat. Ki Hajar Dewantara memiliki peran penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, sebagai politisi, kolumnis serta pelopor pendidikan bagi kaum pribumi.

Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawan seperjuangannya mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama “Taman Siswa” tepat pada tanggal 3 Juli 1922.

Lembaga tersebut didirikan dengan maksud untuk memberikan fasilitas pendidikan terhadap rakyat Indonesia di mana pada saat itu kaum pribumi masih dalam kuasa Pemerintah Belanda. Metode yang diajarkan dalam Taman Siswa adalah fokus pada penekanan peserta didik untuk menghargai, mencintai, menumbuhkan semangat nasionalisme, dan berjuang melawan kolonial untuk sampai pada kemerdekaan.8

Pada tanggal 26 April 1959 tepat di usianya yang ke 70 tahun, Ki Hajar Dewantara meninggal dunia. Jenazah disemayamkan di makam Wijaya Brata Yogyakarta dengan upacara pemakaman yang dipimpin langsung oleh Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto.9 Pemerintah Indonesia menetapkan hari lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei untuk diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tidak hanya itu, pada tanggal 28 November 1959 Presiden Soekarno menetapkan Ki Hajar Dewantara sebagai pahlawan yang ke-2 sesuai dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional yang berdedikasi tinggi dan banyak disegani oleh masyarakat serta memberikan sumbangsih yang besar

5 Suparto Rahardjo, Op. Cit., hlm. 9.

6 Suhartono Wiroyopranoto dkk, Ki Hajar Dewantara Pemikiran dan Perjuangannya, (Jakarta:

Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), hlm. 10.

7 Ki Hajar Dewantara, Karya Bagian I: Pendidikan, (Yogyakarta: MLPTS, cet II, 1962), hlm. XIII

8 Suhartono Wiryopranoto, Op. Cit., hlm. 33.

9 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 137.

(4)

41

terhadap bangsa Indonesia pada zaman penjajahan. Karya serta perjuangannya akan selalu diingat dan dikenang oleh rakyat Indonesia

B. Makna Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani

Setelah membahas tentang biografi singkat sosok Ki Hajar Dewantara, berikutnya sedikit penulis menelisik beberapa pedoman untuk menciptakan kultur positif seorang pendidik yang dipaparkan oleh Bapak pendidikan kita. Jika ditinjau kembali, Ki Hajar Dewantara ingin memulihkan sistem pendidikan di Indonesia yang sempat mengalami kemerosotan. Dengan keadaan tersebut, Ki Hajar menerapkan sistem Among. Kata Momong berasal dari bahasa Jawa yang berarti memberikan contoh mengenai baik buruk sesuatu tanpa menguras hak setiap individu guna menjadikan individu tersebut tumbuh dan berkembang serta menaungi dengan segala suka duka seorang murid untuk melaju sesuai dengan keinginannya.10 Artinya, seorang murid harus mempunyai skill guna untuk menjadi generasi yang bermanfaat di era yang akan datang. Sistem pendidikan seperti ini memiliki metode pembelajaran yang berlandaskan pada care and decication based on love (asih, asah, dan asuh). Selanjutnya ada beberapa semboyan Ki Hajar Dewantara dalam sebuah pendidikan, antara lain :11

1. Ing Ngarso Sung Tulodo

Semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo bermula dari bahasa Jawa, ing ngarso artinya di depan, sung tulodo artinya menjadi tauladan. Yang apabila dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia maka singkatnya memiliki arti yakni jika di depan menjadi seorang tauladan. Jika diposisikan dalam sebuah pendidikan maka seorang guru atau pengajar menduduki seorang pemimpin yang menjadi panutan atau tauladan bagi para muridnya.12 Ketika seorang pengajar berada di bagian depan maka suatu kewajiban bagi seorang pengajar untuk menghasilkan buah pemikiran yang bisa menuntun para murid untuk memiliki jendela pengetahuan yang baru dan lebih luas. Namun tidak hanya sekedar menyampaikan sebuah pengetahuan, akan tetapi seorang pengajar memiliki peran sebagai fasilitator, motivator, serta partner dalam pembelajaran.13 Bagi Ki Hajar, pendidik hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam hal apapun terutama dalam kerohanian guna menjadi tauladan, yang kemudian baru menjadi seorang fasilitator atau pendidik.

2. Ing Madyo Mangun Karso

Ing Madya Mangun Karso, ing madyo memiliki arti di tengah-tengah, mangun artinya membangun, dan karso bearti kehendak. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik arti bahwa Ing Madya Mangun Karso adalah jika ditengah-tengah dapat menciptakan sebuah ide. 14 Dalam konteks pendidikan apabila seorang guru mengetahui situasi anak didik yang tidak yakin untuk mengambil suatu tindakan atau keputusan maka sudah menjadi sebuah tanggung jawab seorang guru untuk terjun ke tengah-tengah pemikiran para muridnya. Singkat kata, dalam posisi ini pendidik menciptakan situasi yang dapat membangkitkan semangat murid untuk berolah pikir

10 Moch Tauhid, Tugas Taman Siswa dalam Pengembangan Masyarakat Baru, 1967.

11 Zuning Azizah, Azas-Azas Pendidikan, 2014.

12 Wawan Eko Mujito, Konsep Belajar Menurut Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XI, No.1, Juni 2014.

13 Eka Yanuarti, Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Kurikulum 2013, 2017.

14 Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara), 2008.

(5)

42

kritis guna untuk memahami buah pikirannya sendiri maupun orang lain. Pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Artinya, manusia terlahir dengan kodrat serta bakat sejak lahir yang tidak bisa dipungkiri, yang bilamana hal tersebut terus di asah akan menjadi sesuatu yang berarti di masa depan.

Salah satu tolak ukur keberhasilan seorang pendidik adalah ketika ia berhasil menyatupadukan tiap individu yang berbeda dengan motivasi yang sama.

3. Tut Wuri Handayani

Kemudian yang terakhir yakni Tut Wuri Handayani, tidak berbeda dengan semboyan yang sebelumnya, tut wuri berasal dari bahasa Jawa yang memiliki pengertian mengikuti dari belakang, handayani sendiri berarti memberikan semangat atau dorongan. Dapat disimpulkan Tut Wuri Handayani yakni mengikuti dari belakang dan juga memberikan semangat atau dorongan. Mengikuti dari belakang maksudnya, pendidik sebagai pendorong atau motivator anak didinya dan memberikan hak bebas kepada anak didik namun juga tidak lepas dari pengawasan. Sehingga anak didik tidak lepas begitu saja serta tidak menganggu proses perkembangannya menjadi manusia merdeka yang tidak lupa kewajibannya terhadap Tuhan, alam, masyarakat dan juga dirinya sendiri. Menurut Ki Hajar sendiri, manusia mempunyai jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Daya cipta, karsa, dan karya. Dalam pengembangan pendidikan manusia saat ini masih menekankan pada daya cipta sehingga dirasa kurang melihat pengembangan rasa dan karsa. Sehingga apabila hal tersebut masih terus berkelanjutan maka akan menjadikan kurangnya rasa humanis serta manusiawi antar sesama.

C. Teori Rekonstruksi

Teori rekonstruksi merupakan bangunan teoritik yang diperkenalkan oleh George S Count dan Harold Rugg pada tahun 1930. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna rekonstruksi ialah “penggambaran/penyusunan kembali”15. Pada prinsipnya teori ini terbentuk karena ada rasa ingin membangun masyarakat baru, masyarakat pantas dan adil. Rekonstruksionisme memiliki asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial mempunyai orientasi ke masa lalu dan sekarang dengan menjadikan pendidikan sebagai tujuan pembentukan terhadap karakter bangsa yang lebih membangun16.

Rekonstruksionisme sebanarnya sejalan dengan perelosme dalam hendak melakukan penanggulangan terhadap krisis kehidupan modern (pendidikan) namun jalur tempuh yang membuat berbeda. Perealisme ini memilih untuk kembali kepada kebudayaan lama yang telah teruji atau terbukti sehingga mampu membawa manusia guna mengatasi krisis tersebut, sementara rekonstruksionisme ini berusaha membina suatu consensus secara luas.

Rekonstruksionisme berusaha mencari sebuah kesepakatan dari berbagai elemen mengenai tujuan utama yag kemudian dapat mengatur tata kehdupan manusia.

Oleh karenanya pada teori ini peradaban manusia sangat ditekankan dan menaruh perhatian tersebut terhadap pendidikan yang memiliki kaitan langsung dengan masyarakat.

Pelopor teori ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi dan mengarahkan terhadap perubahan atau melakukan rekosntruksi terhadap tatanan sosial saat ini. secara filosofis teori ini terdiri dari dua pandangan: Pertama,masyarakat memerlukan yang namanya sebuah perubahan (change). Kedua perubahan sosial

15 Tim Penulis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001). Hlm. 403

16 Ali Mubin, Pengaruh Filsafat Rekosntrusionisme Terhadap Rumusan Konsep Pendidikan Serta Tinjauan Islam Terhadapnya, Vol. 14 No. 1 Maret (2018)

(6)

43

tersebut melibatkan segenap perubahan pendidikan serta pembangunan pendidikan dalam merubah masyarakat.

Pengaruh teori rekonstruksi terhadap makna Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (Di depan memberi teladan, di tengah membangun kemauan, di belakang memberi dorongan) ialah pada relevansi dan refleksi terhadap kondisi dan situasi dalam masalah pendidikan.

D. Membangun Kembali Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani dalam Bingkai Neo Ki Hadjar Dewantara

Ing Ngarso Sung Tulodo

Makna ini diinterpretasikan sebagai bentuk keteladan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Karena guru ialah cerminan dan aktor yang berkewajiban membentuk karakter muridnya. Namun sementara itu terdapat beberapa kasus seperti kekerasan seksual17 yang dilakukan oleh guru terhadap murid dan hal tersebut menjadikannya sebagai tindakan asosila yang mencederai makna guru sebagai suri tauladan. Namun dalam kejadian kekerasan seperti ini harus ada evaluasi dari pihak pemerintah, bagaimana upaya melakukan seleksi terhadap penerimaan guru baru serta memberikan sanksi yang sewajarnya bagi kasus kekerasan yang dilakukan.

Menjadi seorang guru itu harus menyandang dua status sekaligus pada dirinya ialah profesional serta pendidik. Dalam dua status ini tidak sekedar didasarkan pada kompentensi dedaktif-metodik, karena ada harapan sosial yang menjadi cita-cita ideal masyarakat. Banyak pelatihan guru mengenai peningkatan profesi guru di berbagai jurusan yang ditekuni dalam dunia kependidikan namun prosesnya tidak memiliki makna, disebabkan pradigma guru terlalu materialistik. Oleh sebab itu makna guru harus kembali ke khittahnya ialah sebagai aktor sosial yang selalu bersentuhan dan berdialog dengan realitas sosial guna menemukan sebuah solusi setiap persoalan dalam dunia pendidikan.

Untuk itu perlu kiranya menghadirkan kembali sosok guru sebagaimana yang dicita-citakan Ing Ngarso Sung Tulodo yakni sebagai teladan yang memiliki kapabiltas serta kompetensi yang berorientasi pada perubahan sosial dalam kependidikan. Karena pendidikan sendiri sebagai kelembagaan memiliki pengaruh besar terhadap perjalanan suatu bangsa yang di mana akan melahirkan produk generasi estafet yang kompetetif.

Ing Madyo Mangun Karso

Berikutnya yakni mengenai ing ngarso mangun karso (jika berada ditengah dapat memberikan ide dan semangat). Seiring dengan berjalanannya pengembangan dunia pengetahuan di berbagai bidang, maka pendidikan merupakan sebuah aspek penting dalam laju pergerakan pengembangan dunia. Hal tersebut juga mempengaruhi alur globalisasi pengetahuan dengan adanya bertambahnya kebutuhan makhluk hidup. Sedikit jika kita melihat pada zaman dahulu, jika dulu manusia ingin berkomunikasi dengan seseorang yang jauh dari jangkauan kita maka mau tidak mau kita harus menunggu lama agar pesan atau informasi yang kita tujukan ke seseorang tersebut dapat sampai. Namun apabila kita bandingkan dengan kondisi sekarang, dimana ketika kita ingin menghubungi seseorang maka dalam hitungan beberapa detik informasi atau pesan yang ingin kita sampaikan langsung diterima oleh orang yang kita tuju. Hal tersebut menurut kami, jika dilihat pendidikan pada zaman sekarang sudah tidak era nya lagi seorang guru atau pengajar canggung untuk berbincang, bercengkrama dengan anak didiknya. Dengan memanfaatkan alat digital maka akan mempermudahkan menjalin komunikasi antar sesama dan sudah tidak dibatasi waktu maupun tempat. Seorang guru tidak anjurkan untuk bersikap membatasi dirinya atau bahkan menganggap bahwa anak didiknya adalah sosok makhluk

17 Lihat situs https://www.liputan6.com/tag/guru-cabuli-murid, diakses pada tanggal 12/01/2021

(7)

44

yang lebih rendah ketimbang dirinya.18 Semboyan ing madya mangun karso ini memberikan sebuah kode untuk para pendidik agar ikut andil dalam kehidupan seorang murid, contohnya ia menjadi seorang teman baik atau sahabat ditengah-tengah para murid.

Anak didik terkadang jauh lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh sebab itu bangsa Indonesia perlu mewarisi buah pemikiran Ki Hajar demi untuk menciptakan kemajuan bangsa secara keseluruhan tanpa membedabedakan dari segi keyakinan, adat istiadat, maupun status ekonomi. Karena manusia yang cerdas adalah manusia yang mendidik.19

Tut Wuri Handayani

Terakhir yakni interpretasi dari makna "Tut Wuri Handayani" yang dilambangkan sebagai pembangun, penyemangat, pendorong. Guru tak layak disebut sebagai pendidik jika hanya sebagai penonton saja dibelakang anak didik tanpa adanya suatu tindakan berupa dorongan. Tida hanya berupa materil saja yang dapat diberikan oleh pendidik terhadap anak didiknya, melainkan bisa juga dalam bentuk pembangunan mental. Hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar bagi peserta didik, sebab dorongan dari seorang guru akan menjadi sebuah motivasi anak didik untuk terus belajar dan mengembangkan prestasinya.

Namun problem yang banyak terjadi dalam dunia sekarang, seorang guru hanya memberikan dukungan penuh terhadap siswanya yang memiliki kemampuan sesuai dengan bidang guru tersebut. Semisal, seorang guru matematika hanya memperhatikan siswanya yang pandai dalam bidang serupa, sedangkan siswa yang kurang pandai dalam bidang tersebut seringkali terabaikan. Hal ini sebagai bukti bahwa seorang pendidik tidak mampu menguasai karakter siswa untuk memberikan dukungan sesuai dengan passion yang dimiliki oleh peserta didik.

Dorongan dan semangat sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menunjang prestasinya, tidak memandang sebagai guru matematika, guru kesenian, ataupun guru agama, melainkan semua pihak sekolah pun ikut serta dalam mendukung prestasi anak didiknya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan demikian tidak akan terjadi kesenjangan antara guru dan murid dalam dunia pendidikan.

Penguatan nilai-nilai pendidikan melalui semboyan Ki Hadjar Dewantara ialah sangat penting, karena makna yang terkandung di dalamnya tidak sekedar tertuju pada sistem atau kurikulum melainkan juga kepada tenaga pengajar/pendidik. Dalam artian di dalam sebuah lembaga pendidikan yang paling memiliki tanggung jawab terhadap kepribadian siswa/mahasiswa ialah seorang guru/dosen. Maka dari itu teori rekosntruksi ini upaya menghadirkan guru/dosen yang tidak hanya sekedar otoritatif namun juga guru konstruktif sebagaimana cita-cita aliran rekonstruksi.

Berdasarkan survei yang dirilis oleh Programme For Intedrnational Students Assessment (PISA) kemampuan belajar pada tahun 2019 menetapkan pendidikan di Indonesia dalam peringkat ke 72 dari 77 negara, sementara dari dari UNESCO dalam Global Education Monitoring (GGM) yang dilakukan pada tahun 2016, bahwa mutu pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang sedangkan kualitas guru berada pada posisi ke-14 dari 14 negara berkembang. Dari data tersebut menunjukkan polemik pendidikan di Indonesia yang semakin menjamur dan tidak kunjung menemukan solusi alternatif yang besifat membangun20.

18 Nanang Bagus, Memaknai kembali Pendidikan Ki Hajar Dewantara, 2015.

19 H.A.R Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan : Pengantar Pendadogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta), 2012.

20 “75 Tahun Polemik Pendidikan Indonesia” dalam https://bem.unram.ac.id/2020/08/21/75-tahun- polemik-pendidikan-indonesia/Diakses 4 Januari 2021.

(8)

45

Sekolah sudah sewajarnya menjadi agen utama untuk merencanakan serta mengarahkan perubahan sosial. Para pelopor aliran ini menegaskan bahwa sekolah dan pendidik harus berdasarkan kebijakan dalam membuat program. Guru dalam hal ini secara sengaja harus menggunakan kekuasaan mereka untuk memimpin dalam program-program

Perlu diketahui bersama bahwa kemajuan dunia pendidikan di Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari peran Ki Hajar Dewantara21. Buah pikir yang dikemukan memiliki makna yang luar biasa terhadap karakter pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan sebagai tuntunan di dalam hidup. Cita-cita pendidikan Ki Hadjar Dewantara ialah manusia merdeka, merdeka secara fisik, mental serta kerohanian.

Kemerdekaan pribadi akan dibatasi oleh ketertiban damai kehidupan bersama, dan ini akan mendukung sikap-sikap seperti keselarasahan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, demokrasi, kebersamaan, disiplin serta tanggungjawab22.

Teori ini jika diterapkan terhadap tiga pilar buah pikir Ki Hadjar Dewantara akan mengasumsikan adanya refleksifitas terhadap pola pendidikan yang ideal menurut Ki Hadjar Dewantara. Tetapi dalam konten inti (core content) pendidikan ialah membuka ruang nalar bagi setiap manusia. dalam konteks inilah pendidikan yang dimaksud Ki Hadjar Dewantara akan senantiasa teraktual dan bisa dihadirkan kembali sebagai bentuk penghidupan pemikirannya yang sangat bermanfaat bagi pola pendidikan di Indonesia.

Kesimpulan

Setelah kita menelaah mengenai Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang sangat urgent dalam dinamika pendidikan. Beliau memberikan sumbangsih yang sangat berpengaruh di zaman yang akan datang. Menurutnya, sistem pendidikan yang menggunakan sistem among penerapannya tidak lepas dari semboyan Tut Wuri Handayani dan sangat efisien. Dengan begitu, seorang pendidik dapat menjadi seorang tauladan serta fasilitator untuk anak didik. Selanjutnya, manusia merdeka merupakan tujuan pendidikan Ki Hajar. Merdeka di sini diartikan tidak hanya merdeka secara fisik, akan tetapi mental dan kerohaniannya juga harus merdeka. Teori rekonstruksi merupakan sebuah teori yang pada intinya memiliki prinsip untuk membangun kehidupan masyarakat baru, perlunya sebuah regenerasi untuk kehidupan yang akan datang. Teori ini jika diterapkan ke dalam buah pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan maka akan membuahkan sebuah pendidikan yang ideal.

Daftar Pustaka

Bagus, Nanang, Memaknai kembali Pendidikan Ki Hajar Dewantara, 2015.

Dewantara, Ki Hajar, Karya Bagian I: Pendidikan, Yogyakarta: MLPTS, cet II, 1962.

Hariyad, Kii, 1989, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, (Yogyakarta: MLTS)

Hasibuan, Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.

Mubin, Ali, Pengaruh Filsafat Rekosntrusionisme Terhadap Rumusan Konsep Pendidikan Serta Tinjauan Islam Terhadapnya, Vol. 14 No. 1 Maret (2018)

Mujito, Wawan Eko, Konsep Belajar Menurut Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XI, No.1, Juni 2014.

Rahardjo, Suparto, Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara, 1889-1959, Yogyakarta: Garasi, 2009.

21 Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang memiliki sumbangsi besar terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia sehingga beliau menadapati gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional, selengkapnya lihat di tulisan Eka Yanuarti, Pemikiran Ki. Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Kurikulum 13, Vol. 11, No. 2, Agustus (2017)

22 Wawan Eko Mujito, Konsep Belajar Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XI, No. 1, Juni 2014. Hlm. 75

(9)

46

Soeratman, Darsiti, 1983/1984, Ki Hadjar Dewantara, Jakarta: Deprtemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tilaar, H.A.R, Perubahan Sosial dan Pendidikan : Pengantar Pendadogik Transformatif untun Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2012.

Tim Penulis, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Wiroyopranoto, Suhartono dkk, 2017, Ki Hajar Dewantara Pemikiran dan Perjuangannya, (Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Yanuarta, Eka, Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Kurikulum 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Mahadi Saputra, Universitas Pamulang (Jurnal Pemasaran Kompetitif ISSN No.print 2598-0823 Vol. 2 No.1 Oktober 2018) mengenai “Pengaruh

Tetapi dilihat dari program di televisi dan film bioskop yang masih banyak sekali bertaburan dengan tema horor, baik itu drama horor ataupun religi horor, dapat disimpulkan

Penerapan schoology dalam pembelajaran Fisika secara daring cukup membantu dalam hal interaksi pembelajaran Fisika secara terbatas antara dosen dan mahasiswa, oleh

5. Terlaksananya kebijakan dan NSPK penanganan gangguan usaha perkebunan dan dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran 100 %. Meningkatnya kuantitas dan kualitas

Kelompok kinestetik ini tergolong kepada tipe belajar konvergen dimana siswa memiliki kekuartan otak kiri lebih dominan dan cenderung bertanya dengan menggunakan

Kawasan Food Estate Merauke menjadi Kawasan Sentra Pangan Nasional didukung dengan konektivitas antar Skenario Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Skenario

Periode pembukuan tahap ketiga ditandai dengan munculnya berbagai mażhab keagamaan sekaligus pengaruh dari ambisi pribadi dan paham-paham dari suatu kelompok

Berdasarkan deskripsi penelitian dan analisis penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di