• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. on Peace, Prosperity and Reunification of the Korean Peninsula merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. on Peace, Prosperity and Reunification of the Korean Peninsula merupakan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deklarasi Panmunjom atau disebut sebagai Panmunjom Declaration on Peace, Prosperity and Reunification of the Korean Peninsula merupakan perjanjian damai antara Korea Selatan dan Korea Utara yang dilakukan pada tanggal 27 April 2018 pada saat pelaksanaan KTT Antar-Korea yang bertempat di “Peace House” Panmunjom. Deklarasi Panmunjom diresmikan oleh Moon Jae In sebagai pihak dari Korea Selatan dan Kim Jong Un sebagai pihak dari Korea Utara. Disebut sebagai Deklarasi Panmunjom karena penandatanganan deklarasi ini bertempat di Desa Panmunjom. Dalam perjanjiannya, kedua Korea sepakat untuk membangun komitmen perdamaian di semenanjung Korea dan mengakhiri perang secara resmi serta peningkatan hubungan antar-korea melalui upaya perwujudan denuklirisasi di semenanjung Korea.1

Sementara itu, Terbaginya semenanjung Korea bermula dari kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, yang kemudian mengantarkan

1 ‘Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification of The Korean Peninsula’, Ministry

of Foreign Affairs Republic of Korea, 2018

<https://www.mofa.go.kr/eng/brd/m_5478/view.do?seq=319130&srchFr=&amp;srchTo=&amp;sr chWord=&amp;srchTp=&amp;multi_itm_seq=0&amp;itm_seq_1=0&amp;itm_seq_2=0&amp;co mpany_cd=&amp;company_nm=&page=1&titleNm=> [accessed 2 September 2020].

(2)

2 Amerika Serikat dan Uni Soviet menduduki Korea dengan dalih pengawasan atas kepergian kependudukan Jepang. Disinilah kemudian, ditengah ketidak sepakatan dua negara super power pada masa itu mencoba untuk menyebar luaskan ideologinya. Amerika Serikat yang menduduki wilayah selatan, menunjuk Rhee Syngman sebagai pemimpin dengan ideologi Kapitalis. Sedangkan Uni Soviet yang berada di utara mengumumkan Republik Demokratik Rakyat Korea, dipimpin oleh anggota Partai Pekerja Korea dan mantan pejuang gerilya Kim Il Sung untuk memimpin wilayah utara dengan ideologi Komunis.2

Setelah kedua Korea mendapatkan kemerdekaan masing-masing, kedua Korea tetap berada dalam kekuasaan dua negara super power. Uni Soviet yang telah berhasil menanamkan ideologi Komunis di Korea Utara sehingga telah mampu menjalankan pemerintahan di negaranya dengan baik, kemudian menjadikan Korea Utara sebagai salah satu sekutu Uni Soviet. Disisi lain, Korea Selatan pada masa itu masih belum mampu menjalankan pemerintahan tanpa campur tangan dari Amerika Serikat.

Perpecahan Korea menimbulkan perang pada tahun 1950 yang kemudian berakhir dengan persetujuan gencatan senjata pada tahun 1953. Gencatan senjata yang di setujui oleh kedua Korea hanyalah penyelesaian masalah militer, sehingga hubungan politik kedua Korea belum dapat dikatakan

2 Taufik Resamaili, ‘Perbedaan Ketegangan Dalam Perspektif Konstruktvis: Studi Kasus Konflik Korea Utara- Korea Selatan (2000-2002)’, FISIP UI (Universitas Indonesia, 2009).

(3)

3 membaik. Kedua Korea terus membangun kekuatan militer mereka untuk saling mengimbangi kekuatan satu sama lain.3

Konflik antar kedua Negara yang telah terjadi berlarut-larut tidak menjadikan hilangnya upaya bagi kedua Negara untuk mencapai perdamaian dan reunifikasi. Korea Selatan sendiri, selama beberapa kali pergantian presidennya memiliki kebijakan masing-masing dalam menyikapi perdamaian dan reunifikasi dengan Korea Utara. Pada masa pemerintahan Park Chung Hee, ia mengemukakan suatu gagasan yang mengajak kepada Korea Utara untuk tidak lagi menumbuhkan ketegangan antar Negara, namun lebih kearah membangun hubungan baru yang lebih bermanfaat bagi peningkatan kerjasama dan integritas politik. Presiden Park Chung Hee juga mengajukan perjanjian Non-Agresi kepada pihak Korea Utara. Namun, hal ini tidak disambut dengan baik, karena Korea Utara menginginkan perjanjian ini dilakukan oleh Korea Utara dengan Amerika Serikat. Setelah penolakan Korea Utara, berbagai dialog perdamaian kurang gencar lagi diadakan hingga presiden Kim Dae Jung Menjabat sebagai presiden Korea Selatan.4

Pada masa Kim Dae Jung, terdapat banyak kebijakan yang gencar dilakukan untuk mencapai perdamaian dengan Korea Utara, salah satunya adalah Sunshine Policy dimana terdapat tiga prinsip didalamnya. Pertama, tidak adanya toleransi terhadap provokasi yang dilakukan oleh Korea Utara.

3 Resamaili.

4 Nurul Hanafiaty, Pengaruh Identitas Nasional Bangsa Korea Terhadap Kebijakan Luar Negeri Unifikasi Korea Selatan Dengan Korea Utara, Repository UNAIR, 2019

<http://repository.unair.ac.id/87738/>.

(4)

4 Kedua, tidak ada intervensi dari pihak Korea Selatan terhadap Korea Utara.

Ketiga, Korea Selatan akan berperan aktif dalam upaya rekonsiliasi dan kerjasama dengan Korea Utara. Kebijakan Sunshine Policy ini kemudian dilanjutkan oleh presiden Roh Moo Hyun, namun dengan perbedaan prinsip.

Jika Kim Dae Jung memiliki tiga prinsip, maka Roh Moo Hyun memiliki empat prinsip, diantaranya adalah, pertama, segala permasalahan harus diselesaikan melalui dialog, kedua, membangun mosi saling percaya juga timbal balik antar kedua Negara. Ketiga, permasalahan yang terjadi antar kedua Korea harus diselesaikan antar keduanya kemudian bekerja sama dengan komunitas internasional. Keempat, kepastian transparasi perihal peningkatan partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan unifikasi dengan Korea Utara.5

Upaya meredam konflik antara kedua Korea telah banyak dirumuskan namun, tidak kunjung menemui titik temu. Seperti penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Antar-Korea pada tahun 2000 dan Pembentukan Six Party Talks tahun 2003. Penyelenggaraan KTT sebagai wadah pertemuan politik antara pemimpin kedua negara. KTT Antar-Korea tahun 2000 merupakan pertemuan pertama kedua pemimpin Korea sejak kedua negara berpisah. Korea Selatan diwakili oleh Kim Dae Jung selaku presiden pada saat itu dan Korea Utara diwakili oleh Kim Jong- Il dengan usaha pencapaian perdamaian sebagai isu utama pembicaraan.

Selain itu, Six Party Talks yang beranggotakan Amerika Serikat, Korea

5 Hanafiaty.

(5)

5 Selatan, Korea Utara, China, Jepang, dan Rusia sebagai wadah untuk mendiskusikan solusi perdamaian dan konflik berkepanjangan di Semenanjung Korea. Isu utama yang dibahas dalam Six Party Talks adalah mengenai program senjata nuklir Korea Utara.6

Republik Korea atau Korea Selatan, saat ini dipimpin oleh presiden Moon Jae-in tertanggal sejak 10 Mei 2017. Moon mulai memimpin Korea Selatan saat hubungan dengan Korea Utara memuncak. Tidak seperti dua pemimpin sebelumnya yakni Lee Myung-bak dan Park Geun-hye yang meninggalkan kebijakan Sunshine Policy dalam masa pemerintahannya, Moon menganggap bahwa ia akan menggunakan pendekatan dengan Korea Utara melalui perbaikan hubungan kedua negara. Moon berencana memberlakukan kembali kerjasama antar Korea dalam hal kesehatan dan lingkungan hidup yang tidak termasuk dalam cakupan sanksi internasional yang diberlakukan kepada Korea Utara. Pendekatan Moon, terinspirasi dari kebijakan Ostpolitik yang pernah diberlakukan untuk unifikasi Jerman Timur dan Jerman Barat yakni dengan cara berhubungan secara langsung,7 atau dapat dikatakan usaha Moon untuk menormalkan kembali hubungan kedua Korea.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, dalam Deklarasi Berlin menyatakan keinginannya untuk pembangunan perdamaian abadi di

6 ‘Understanding The North Korean Nuclear Issue’, Ministry of Foreign Affairs Republic of Korea

<http://www.mofa.go.kr/eng/wpge/m_5474/contents.do> [accessed 19 September 2019].

7 Young Kwan Yoon, ‘Kebijakan Ostpolitik Korea Selatan Pemerintahan Moon’, Project Syndicate:

The Worlds Opinion Page, 2017 <https://www.project-syndicate.org/commentary/moon-jae-in- foreign-policy-north-korea-by-yoon-young-kwan-2017-05/indonesian> [accessed 11 February 2018].

(6)

6 Semenanjung Korea dan komitmen untuk melakukan dialog. Pada KTT antar Korea pada tanggal 27 April 2018 Seperti yang di harapkan, Korea Utara menandatangani pernyataan tertulis kata ‘denuklirsasi’ untuk pertama kalinya, Para pemimpin dari kedua Korea juga sepakat untuk mencoba mendeklarasikan berakhirnya Perang Korea secara resmi tahun ini dan mengubah perjanjian gencatan senjata menjadi perjanjian damai.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, hal menarik yang dilihat penulis yakni konflik berkepanjangan yang terjadi antara Korea Selatan dan Korea Utara tidak melunturkan upaya perdamaian yang dilakukan oleh Moon Jae In maupun oleh presiden sebelumnya. Upaya- upaya perdamaian telah banyak dilakukan namun menemui kegagalan baik dikarenakan pihak Korea Utara yang batal melakukan penandatanganan perjanjian maupun hubungan kedua Korea yang berubah memburuk.

Melalui Deklarasi Panmunjom, untuk pertama kalinya kedua Korea sepakat menandatangani perjanjian damai yang telah lama diharapkan oleh banyak pihak, sehingga penulis tertarik untuk memaparkan judul “Strategi Korea Selatan Melakukan Perjanjian Damai Panmunjom dengan Korea Utara Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, dimana selama ini kedua Korea yang telah banyak melakukan pertemuan untuk pembahasan perihal perdamaian dan denuklirisasi namun tidak kunjung menemukan

(7)

7 kesepakatan, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut, yaitu:

Bagaimana strategi Korea Selatan dalam melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara pada tahun 2018?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui strategi- strategi yang digunakan oleh Korea Selatan dalam melakukan perjanjian damai dengan Korea Utara setelah konflik yang berlangsung lama antar kedua negara.

1.3.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

• Mengetahui bagaimana strategi yang digunakan oleh Korea Selatan dalam melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara

• Mengetahui variabel penentu dalam pengambilan sikap dan strategi Korea Selatan dalam upaya penyelesaian Konflik dengan Korea Utara

b. Manfaat Praktis

• Mengetahui strategi Korea Selatan dalam melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara.

(8)

8 1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pertama merupakan Jurnal yang ditulis oleh Vinesha Anindita dengan judul Implementasi Kebijakan Sunshine Policy Sebagai Bentuk Upaya Korea Selatan dalam Proses Reunifikasi dengan Korea Utara Pada Masa Kepemimpinan Kim Dae Jung Tahun 1998- 2002.8 Jurnal yang ditulis pada tahun 2017 ini memuat perihal implementasi atas kebijakan Presiden Kim Dae Jung, yakni Sunshine Policy yang dapat memberikan perubahan baik terhadap hubungan Korea Selatan dan Korea Utara. Kebijakan Sunshine Policy yang kemudian membawa hubungan diplomatik Korea Selatan dan Korea Utara tersambung untuk pertama kalinya pasca perang Korea pada tahun 1950. Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual strategic moves, track one diplomacy, soft power, dan foreign aid sebagai alat analisa hasil implementasi dari Kebijakan Sunshine Policy yang dicanangkan oleh Kim Dae Jung.

Disebutkan bahwa Sunshine Policy merupakan Strategic Moves yang digunakan Kim Dae Jung sebagai langkah dari mencapai negosiasi dalam menghadapi konflik kedua Korea yang kemudian hasil implementasinya berupa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dan pertemuan- pertemuan tingkat tinggi lainnya hingga menghasilkan kerjasama

8 Vinesha Anindita, ‘Implementasi Kebijakan Sunshine Policy Sebagai Bentuk Upaya Korea Selatan Dalam Proses Reunifikasi Dengan Korea Utara Pada Masa Kepemimpinan Kim Dae Jung Tahun 1998 – 2002’, Global & Policy, 5.1 (2017), 104–19.

(9)

9 pariwisata, pertemuan keluarga yang terpisah, bantuan kemanusiaan dan juga bantuan ekonomi terhadap Korea Utara.

Penelitian terdahulu kedua adalah skripsi dengan judul Penerapan The Policy of Peace and Prosperity Korea Selatan Terhadap Korea Utara dibawah Pemerintahan Roh Moo Hyun, ditulis oleh Amelia Fitriani pada tahun 2013,9 berisikan perihal bagaimana penerapan dan kebijakan The Policy of Peace and Prosperity yang merupakan turunan dari kebijakan Sunshine Policy milik pemerintahan Kim Dae Jung. Presiden Roh Moo Hyun kemudian meneruskan kebijakan Sunshine Policy dengan merubah pelaksanaan kebijakan antar Korea yang dahulu terdapat pemisahan antara ekonomi dan politik kemudian meringkas kebijakan antar Korea, kebijakan regional, serta aliansi Korea Selatan – Amerika Serikat kedalam satu rumusan kebijakan. Penerapan kebijakan The Policy and Peace and Prosperity menghasilkan beberapa instrument yang efektif, yakni Kerjasama ekonomi bidang pariwisata di Gunung Kumgang dan pertemuan keluarga terpisah. Selain itu, terdapat bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada Korea Utara dengan mengharapkan timbal balik semacam berjalannya hubungan kedua Korea kearah yang lebih baik. Hal ini kemudian dikatakan kurang efektif karena tidak membawa perubahan yang signifikan kepada hubungan Korea Selatan dan Korea Utara.

9 Amelia Fitriani, ‘Penerapan the Policy of Peace and Prosperity Korea Selatan Terhadap Korea Utara Di Bawah Pemerintahan Roo Moo-Hyun’ (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013) <http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24012/3/AMELIA FITRIANI.pdf>.

(10)

10 Penelitian terdahulu ketiga ialah Jurnal dengan judul Analisis Pendekatan Trust Politic Korea Selatan dalam Penyelesaian Hambatan Reunifikasi di Semenanjung Korea yang ditulis oleh Elpeni Fitrah dan Zakie Andiko Ramadhani pada tahun 2018.10 Jurnal ini membahas perihal pendekatan Trust Politic yang digunakan oleh Korea Selatan pada masa kepemimpinan Park Geun Hye dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam usaha reunifikasi Semenanjung Korea. Disebutkan bahwa hambatan utama yang dialami dalam reunifikasi Korea adalah hadirnya krisis kepercayaan antar kedua Korea. Melalui pendekatan Trust Politic, diharapkan dapat mengurangi ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea akibat dari krisis kepercayaan yang terjadi.

Pendekatan Trust Politic oleh Park Geun Hye memiliki tiga pilar, yakni Strong Deterrence/defence, Trust Diplomacy, dan Korean Peninsula Trust Process. Korea Selatan berharap melalui Trust Politic dapat menghilangkan krisis kepercayaan antar kedua negara, sehingga pola hubungan kedua negara berubah kearah yang lebih baik melalui kerjasama kooperatif yang berlandaskan pada kepercayaan antar kedua belah pihak.

Penelitian Terdahulu Keempat merupakan skripsi yang ditulis oleh Putri Sarah Balqis Dzulniadhawati dengan judul Analisis Kebijakan Korea Selatan Terkait Pemasangan Terminal High Altitude Arce Defence Tahun

10 Elpeni dan Zakie Andiko Ramadhani Fitrah, ‘Analisis Pendekatan Trust Politic Korea Selatan Dalam Penyelesaian Hambatan Reunifikasi Di Semenanjung Korea’, Insignia Journal of International Relations, 5.1 (2018), 85–95.

(11)

11 2017.11 Skripsi ini menjabarkan bagaimana kebijakan luar negeri Korea Selatan terkait pemasangan Terminal High Altitude Arce Defence (THAAD) yang diinisiasi pada masa pemerintahan Park Geun Hye. Awal mula kegiatan ini banyak ditentang oleh berbagai pihak, termasuk rakyat Korea Selatan sendiri. Moon Jae In yang semula pada awal masa pemilu menentang, kemudian ia berbalik menyetujui pemasngan THAAD saat telah menjabat sebagai presiden. Perubahan kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara dimana hal tersebut mengancam keamanan nasional Korea Selatan. Selain itu, perjanjian aliansi militer antara Korea Selatan dan Amerika Serikat juga menjadi pendorong perubahan kebijakan luar negeri Korea Selatan.

Merujuk pada factor internal sendiri adalah politik domestic dan siklus pemilu di Korea Selatan. Adanya penolakan dari pihak konservatif dan keinginan aliansi dengan Amerika Serikat dating dari pihak parlemen Korea Selatan. Selain itu, pergeseran opini public perihal kedekatan dengan pihak penentang dimana hal ini adalah China dan pihak yang menyetujui yakni, Amerika Serikat merujuk pada hubungan dekat Korea Selatan – Amerika Serikat, daripada Korea Selatan – China.

11 Putri Sarah Balqis Dzulniadhawati, ‘Analisis Kebijakan Korea Selatan Terkait Pemasangan Terminal High Altitude Area Defence Tahun 2017’ (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2019)

<https://www.google.com/search?q=analisis+kebijakan+korea+selatan+terkait+pemasangan+termi nal+high+altitude&ei=FBOJYeqxNc7Cz7sPiO28kAk&oq=analisis+kebijakan+korea+selatan+terk ait+pemasangan+terminal+high+altitude&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAM6FAgAEOoCELQCEIoDE LcD>.

(12)

12 Penelitian terdahulu kelima merupakan sebuah jurnal yang ditulis pada tahun 2018 oleh Indriana Kartini dengan judul Deklarasi Panmunjom dan Prospek Perdamaian Korea di Era Moon Jae In dan Kim Jong Un.12 Jurnal ini mengutarakan perihal prospek perdamaian antara Korea Selatan dan Korea Utara pasca terciptanya deklarasi Panmunjom. Langkah Moon Jae In dan Kim Jong Un dinilai mampu membawa semenajung Korea kepada arah perdamaian yang dapat digambakan bahwa kedua Korea memiliki keinginan dalam mewujudkan perdamaian, terlepas dari kenyataan bahwa untuk menuju kepada unifikasi masih diperlukan jalan yang sangat Panjang. Melalui komitmen keduanya untuk terus melakukan dialog bersama dapat mempermudah jalan damai di Semenanjung Korea.

Meski Deklarasi Panmunjom memiliki kesamaan dengan perjanjian damai sebelumnya, namun pihak Korea Utara telah sepakat mengenai denuklirisasi Semenanjung Korea, dimana hal ini dapat diajukan dalam negosiasi nuklir dimasa depan.

Penelitian terdahulu keenam merupakan skripsi yang ditulis oleh Annisa Arjlia pada Tahun 2019 dengan judul kepentingan Korea Selatan dalam Deklarasi Panmunjom Pada Masa Pemerintahan Moon Jae In.13 Skripsi ini membahas dan menganalisa kepentingan Korea Selatan atas disepakatinya Deklarasi Panmunjom. Melihat bagaimana sisi Korea Selatan

12 Indriana Kartini, ‘Deklarasi Panmunjom Dan Prospek Perdamaian Korea Di Era Moon Jae-In Dan Kim Jong-Un’, Jurnal Penelitian Politik, LIPI, 15.726 (2018), 1–13

<http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/download/731/520>.

13 Annisa Arjlia, ‘Kepentingan Korea Selatan Dalam Deklarasi Panmunjom Pada Masa Pemerintahan Moon Jae In’, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2019) <digilib.uinsby.ac.id>.

(13)

13 yang membawa kepentingannya dalam pelaksanaan Deklarasi Panmunjom dengan menggunakan Konsep Kepentingan Nasional, Keamanan Nasional, dan Konsep Bipolar. Skripsi ini melihat Kepentingan Korea Selatan dalam segi stabilitas Nasional dan kawasan yang berdampak kepada peningkatan industry Korea Selatan. Selain itu, kedua Korea memiliki pola hubungan yang saling bergantung satu sama lain, sehingga melalui kerjasama yang ditawarkan oleh Korea Selatan, dapat diartikan sebagai kuasa Korea Selatan untuk dapat mengatur Korea Utara melalui ketergantungan ekonomi.

Kerjasama yang dilakukan antara Korea Selatan dan Korea Utara melalui Deklarasi Panmunjom dapat dikatakan sebagai investasi jangka panjang untuk hegemoni serta mengamankan posisi bagi Korea Selatan. Terciptanya stabilitas keamanan dan hubungan yang baik di Semenanjung Korea pada dasarnya dapat meningkatkan Power bagi Korea Selatan untuk diperhitungkan dalam dunia Internasional.

Penelitian terdahulu ketujuh merupakan Jurnal yang ditulis oleh Rudi Saeputra pada tahun 2018 dengan Judul Pendekatan Konsep Harmoni dalam Manajemen Konflik oleh Jepang dalam Isu Sengketa Senkaku/Diayou dengan Tiongkok.14 Jurnal ini membahas perihal konflik yang terjadi antara Jepang dan Tiongkok dalam memperebutkan gugusan delapan pulau karang yang terletak diwilayah laut Tiongkok Timur.

Kepulauan ini berada dalam wilayah kedaulatan Jepang dengan nama

14 Rudi Saeputra, ‘Pendekatan Konsep Harmoni Dalam Manajemen Konflik Oleh Jepang Dalam Isu Sengketa Senkaku/Diaoyu Dengan Tiongkok’, Global: Jurnal Politik Internasional, 20.2 (2019), 160 <https://doi.org/10.7454/global.v20i2.330>.

(14)

14 Senkaku sejak tahun 1895, namun hal tersebut disanggah oleh Tiongkok bahwa kepulauan tersebut termasuk kedalam wilayah kedaulatannya dengan nama Diayou berdasarkan pada catatan sejarah.

Jurnal ini menjelaskan alasan Jepang yang menunjukkan upaya repetitive damai dalam meredam isu Senkaku/Diayou bersama dengan Tingkok menggunakan Konsep Harmoni dalam Teori Manajemen Konflik, dikatakan bahwa falsafah budaya dan kepentingan nasional merupakan latar belakang atas tindakan repetitif damai yang dilakukan oleh Jepang. Konsep Harmoni lahir dari nilai-nilai budaya yang banyak melekat diwilayah Asia Timur dan sudah mengakar dalam diri masyarakat Jepang. Hal ini kemudian terbukti dari tindakan Jepang yang mengupayakan keharmonisan hubungan dalam upaya penyelesaian konflik.

Posisi penulis dalam penelitian pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah sebagai rujukan atas penelitian yang membahas upaya perbaikan hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas terletak pada masa kepemimpinan Korea Selatan, meskipun upaya yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya dan juga Moon Jae In memiliki tujuan yang serupa, namun upaya yang dilakukan dalam pencapaiannya menggunakan jalur yang berbeda.

Pada penelitian terdahulu kelima dan keenam merupakan sebagai rujukan atas penelitian yang menganalisa isu deklarasi Panmunjom, perbedaan antara penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini terletak

(15)

15 pada sudut pandang analisa. Penelitian terdahulu kelima memunculkan prospek perdamaian dimasa mendatang setelah Deklarasi Panmunjeom dilaksanakan, sedangkan penelitian terdahulu keenam mengungkap perihal kepentingan Korea Selatan dalam pelaksanaan Deklarasi Panmunjom.

Disisi yang berbeda, penelitian ini lebih berfokus pada strategi yang mendasari terciptanya Deklaarasi Panmunjom sebagai kesepakatan damai antara Korea Selatan dengan Korea Utara.

Posisi penulis pada penelitian terdahulu ketujuh merupakan sebagai rujukan dalam penggunaan Konsep Harmoni dalam Teori Manajemen Konflik. Upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh negara timur dan barat memiliki perbedaan cara dan strategi yang digunakannya. Dikatakan dalam jurnal diatas bahwa penyelesaian masalah negara-negara barat memiliki strategi yang berbeda dengan negara-negara timur. Hal ini dikarenakan perbedaan budaya dan nilai-nilai sosial yang melekat pada masyarakat. Pada masyarakat dinegara-negara bagian timur, dalam pengambilan keputusan banyak dipengaruhi oleh budaya dan nilai-nilai yang telah mengakar dalam masyarakat. Sehingga penulis tertarik untuk menggunakan Konsep Harmoni sebagai alat dalam menganalisis strategi Korea Selatan dalam melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No

.

Pengarang (judul)

Pendekatan/Teori Konsep

Hasil 1. Vinesha Anindita

“Implementasi

Konsep Strategic Moves, Track One

Strategic Moves yang digunakan Korea Selatan

(16)

16 Kebijakan

Sunshine Policy Sebagai Bentuk Upaya Korea Selatan dalam Proses

Reunifikasi dengan Korea Utara Pada Masa Kepemimpinan Kim Dae Jung Tahun 1998- 2002” (2017).

Diplomacy, Soft Power, dan Foreign Aid

dalam menangani konflik di Semenanjung Korea berupa Kebijakan Sunshine Policy

yang kemudian

diimplementasikan dan menghasilkan gambaran dari track one diplomacy melalui terciptanya Pertemuan Tingkat Tinggi antar kedua negara, soft power yang menghasilkan terciptanya kerjasama juga pertemuan keluarga terpisah, foreign aid berupa pemberian bantuan

kemanusiaan dan

pembangunan ekonomi bagi Korea Utara. Kebijakan Sunshine Policy cukup banyak memberikan momentum baik bagi kedua Korea, namun belum cukup membawa Korea Selatan dan Korea Utara untuk melakukan unifikasi.

2. Amelia Fitriani

“Penerapan The Policy of Peace and Prosperity Korea Selatan Terhadap Korea Utara di bawah Pemerintahan Roh

Moo Hyun”

(2013).

Kebijakan Luar Negeri,

Diplomasi,

Bantuan Luar Negeri

Penerapan Kebijakan The Policy and Peace and Prosperity pada masa pemerintahan Presiden Roh Moo Hyun dikatakan efektif, melihat dari keberhasilan kerjasama ekonomi bidang pariwisata juga pertemuan kembali keluarga yang terpisah, namun dikatakan kurang efektif jika menilik pada pemberian bantuan kemanusiaan karena dinilai belum mampu memberikan perubahan yang signifikan dalam hubungan Korea Selatan – Korea Utara. Selain itu, faktor eksternal dalam hal ini Amerika Serikat juga turut menjadi pengaruh bagi keberhasilan dari penerapan kebijakan tersebut, sehingga

(17)

17 dalam penerapannya belum dapat dikatakan sempurna.

3. Elpeni Fitrah, Zakie Andiko Ramadhani

“Analisis

Pendekatan Trust Politic Korea Selatan dalam Penyelesaian Hambatan

Reunifikasi di Semenanjung Korea” (2018).

Konsep Trust Politic,

Perspektif Konstruktivis

Presiden Park Geun Hye menggunakan Pendekatan Trust Politic didasari oleh hadirnya krisis kepercayaan dalam tahapan reunifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara yang kemudian diharapkan dapat mengubah pola hubungan antar keduanya menjadi pola kerjasama yang berlandas pada hubungan saling percaya. Jika telah tercapai pada tahap saling percaya, maka pencapaian situasi damai lebih mudah hingga memungkinkan pada terjadinya reunifikasi Korea di masa depan.

4. Putri Sarah Balqis Dzulniadhawati

“Analisis

Kebijakan Korea Selatan Terkait Pemasangan Terminal High Altitude Area Defence Tahun 2017” (2019)

Kebijakan Luar Negeri,

Foreign Policy Decision Making

Perubahan Kebijakan Luar Negeri terkait pemasangan Terminal High Altitude Area

Defence (THAAD)

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat disederhanakan menjadi faktor eksternal dan domestic.

Faktor eksternal berupa adanya uji coba nuklir oleh Korea Utara dan perjanjian aliansi militer antara Korea Selatan – Amerika Serikat, sedangkan faktor domestic berupa politik dalam negeri dan siklus pemilu di Korea Selatan.

5. Indriana Kartini

“Deklarasi

Panmunjom dan Prospek

Perdamaian Korea di Era Moon Jae In dan Kim Jong Un” (2018)

Pendekatan Antar- Korea dengan konsep Soft Landing (Sunshine Policy)

Komitmen Korea Selatan dan Korea Utara dalam Deklarasi Panmunjom cukup berperan penting atas perdamaian di Semenanjung Korea, terlepas dari banyaknya pihak yang meragukan impementasi dari Deklarasi Panmunjom, komitmen kedua pihak untuk

(18)

18 selalu melakukan dialog

dianggap mampu

mewujudkan perdamaian meskipun perlu untuk melubatkan negara sekutu dari kedua belah pihak, yakni Amerika Serikat dan China, dengan kata lain perdamaian di Semenanjung Korea akan terwujud jika Korea Selatan, Korea Utara, Amerika Serikat, dan China telah melakukan kesepakatan bersama.

6. Annisa Arjlia

“Kepentingan Korea Selatan dalam Deklarasi Panmunjom pada Masa

Pemerintahan Moon Jae In”

(2019)

Konsep Kepentingan Nasional,

Konsep Keamanan Nasional,

Konsep Bipolar

Kepentingan Korea Selatan atas terwujudnya Deklarasi Panmunjom ialah langkah awal dalam mencapai Semenanjung Korea yang damai dan makmur pada 2020.

Terciptanya Semenanjung Korea yang damai dan bebas dari ancaman dapat meningkatkan peruntungan bagi perekonomian Korea Selatan. Melalui terwujudnya perdamaian di Semenanjung Korea, berdampak pula pada citra positif bagi Pemerintahan Moon Jae In, sehingga mendapat simpati dari Rakyat Korea Selatan dan memiliki peluang untuk mencalonkan kembali menjadi Presiden Korea Selatan.

7. Rudi Saeputra

“Pendekatan Konsep harmoni dalam Manajemen Konflik oleh Jepang dalam Isu Sengketa

Senkaku/Diayou dengan

Tiongkok” (2018)

Konsep Harmoni dalam Manajemen Konflik oleh Leung

Upaya damai yang dilakukan oleh Jepang dalam penyelesaian konflik dengan Tiongkok merupakan implementasi dari nilai-nilai budaya tradisional yang mendahulukan keharmonisan hubungan dalam penyelesaian konflik. Jepang memiliki kepentingan nasional berupa kebutuhan ekonomi, upaya keamanan nasional atas

(19)

19 ancaman kekuatan militer Tiongkok, juga kedaulatan atas pulau Senkaku/Diayou.

Atas kepentingan nasionalnya, Jepang memilih cara konfrontasi konstruktif sebagai strategi rasionalnya menggunakan diplomasi dengan dialog kemaritiman dalam menghadapi Tiongkok.

8. Siska Martha Khusna

Rahmawati

“Strategi Korea Selatan

Melakukan

Perjanjian Damai Panmunjom dengan Korea Utara Tahun 2018” (2021)

Konsep Harmoni dalam Manajemen Konflik oleh Leung

Strategi Korea Selatan yang mendorong terlaksananya perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara adalah penggunaan sikap balancing dengan melakukan hubungan secara langsung dan tidak langsung, melakukan kerjasama, dan mediasi. Hal ini diwujudkan oleh Korea Selatan melalui Inisiatif Perdamaian Pyeongchang hingga berlanjut pada penandatanganan Perjanjian Damai Panmunjom. Sikap balancing ini melakukan perimbangan antara tujuan perdamaian yang diinginkan dengan pencapaian kepentingan nasional Korea Selatan berupa keamanan Nasional juga peningkatan dalam sektor perekonomian.

1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Konsep Harmoni dalam Manajemen Konflik

Budaya, nilai, norma, dan kepercayaan memiliki dampak yang besar dalam perbedaan dasar strategi dalam sebuah resolusi konflik. Hal ini juga berlaku pada pendekaan berbeda yang digunakan dalam menganalisa

(20)

20 konflik, penanganan konflik, serta upaya pencegahannya,15 dalam artian bahwa konsep manajemen konflik dari Barat tidak selamanya dapat dikatakan selaras dalam menganalisa konflik yang terjadi di negara-negara Timur, sehingga dibutuhkan alternatif lain dalam menganalisa konflik- konflik yang terjadi di Negara Timur yang sesuai dengan kondisi dan latar konflik disana.

Budaya Timur menggambarkan sebuah manajemen konflik yang cukup berbeda dengan budaya Barat. Hal ini merujuk pada tata cara dan upaya yang dilakukan oleh ‘Orang Timur’ dan ‘Orang Barat’ dalam menghadapi konflik. Tang dan Kirkbride mengatakan bahwa budaya dan manajemen konflik ‘Orang Timur’ lebih merujuk kepada harmoni, menghindar dan mengakomodasi, serta lebih menunjukkan kepedulian terhadap diri sendiri dan orang lain. Sedangkan ‘Orang Barat’

menunjukkan perilaku yang lebih kompetitif dan menyelesaikan konflik melalui konfrontasi secara langsung.16 Budaya Timur memandang konflik sebagai sebuah oposisi dari harmoni, baik konflik maupun harmoni memiliki nilai penting dalam keberlangsungan sebuah hubungan17 sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen konflik budaya Timur merujuk pada manajemen konflik dalam konsep Harmoni.

15 Carolina Gomez and Kimberly A. Taylor, ‘Cultural Differences in Conflict Resolution Strategies:

A US–Mexico Comparison’, International Journal of Cross Cultural Management, 18.1 (2018), 33–

51 <https://doi.org/10.1177/1470595817747638>.

16 Sara F Y Tang, ‘Developing Conflict Management Skills in Hong Kong : An Analysis of Some Cross-Cultural Implications’, 17 (1986), 287–301.

17 Kwok Leung, Pamela Tremain Koch, and Lin Lu, ‘A Dualistic Model of Harmony and Its Implications for Conflict Management in Asia’, Asia Pacific Journal of Management, 19.2–3 (2002), 201–20 <https://doi.org/10.1023/a:1016287501806>.

(21)

21 Harmoni berasal dari ajaran Konfusius yang menyebar ke sebagian besar Asia Timur. Di Tiongkok, kata ‘he’ atau harmoni merupakan karakter yang sering digunakan dan memiliki banyak pemaknaan, seperti

‘berhubungan baik satu dengan yang lainnya’ dan ‘damai’. Kata ‘wa’

dalam bahasa Jepang bermakna keseimbangan dan harmoni, juga cara yang tepat dalam mencapi tujuan. Di Korea, kata ‘inhwa’ merupakan sebuah penggabungan dari ‘manusia’ dan ‘harmoni’, juga dianggap sebagai sebuah nilai sosial yang penting. Berbagai perbedaan lingustik yang didapatkan dari ketiga Negara Asia Timur memiliki gagasan yang sama, yakni harmoni.18

Manajemen konflik dalam konsep harmoni memiliki tujuan dalam menyelesaikan konflik dengan tetap menjaga hubungan yang harmonis atau dalam ungkapan lain bersifat dikotomi dialektis yang memandang bahwa keharmonisan dan konflik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan namun saling bertentangan.19 Terdapat beberapa model analisa mengenai konsep harmoni dalam manajemen konflik. Kwok Leung membagi konsep harmoni menjadi dua variabel, yaitu variabel value harmony dan variabel instrumental harmony.20

18 Leung, Koch, and Lu.

19 Saeputra.

20 Leung, Koch, and Lu.

(22)

22 Bagan 1.1 Konsep Harmoni Menurut Leung21

Instrumental harmony merujuk kepada upaya penyelesaian konflik dengan tujuan mencapai hubungan yang harmonis, dengan kata lain menjaga hubungan baik antar sesama agar kepentingan dari masing-masing pihak dapat tercapai. Sehingga dapat dikatakan bahwa instrumental harmony terkait pada motif yang ingin dicapai, dalam hal ini merupakan kepenting nasional seorang aktor negara. Sedangkan value harmony mengacu kepada falsafah budaya yang menekankan upaya penyelesaian konflik oleh aktor negara dalam mencapai keharmonisan. Hal ini ditandai dengan perjanjian antara dua belah pihak yang bertikai. Kedua variabel diatas merupakan variabel penentu dalam menyelesaikan sebuah konflik juga memiliki andil dalam menentukan sikap dan strategi dalam penyelesaian konflik. Leung membagi hal ini menjadi empat kategori, yaitu

21 Bagan dikelola oleh penulis berdasarkan pengertian Konsep Harmoni menurut Leung

Harmoni

Value Harmony

Harmoni sebagai sebuah tujuan

Instrumental Harmony

Harmoni sebagi sebuah sarana untuk tujuan

materialistis

Dualistik

Harmoni

(23)

23 Low instrumental harmony-high value harmony, low value harmony-high instrumental harmony, high instrumental harmony-high value harmony, dan low instrumental harmony-low value harmony.22

Bagan 1.2 Model of Instrumental and Value Harmony23

Low instrumental harmony-high value harmony atau aligning menggambarkan strategi manajemen konflik dimana aktor negara menyelesaikan masalah dengan mengesampingkan kepentingan Nasional demi menjaga keharmonisan hubungan. Strategi ini disebut sebagi strategi konfrontasi konfrontatif dengan melakukan komunikasi secara langsung secara formal atau menjalin hubungan dengan akrab. Low value harmony- high instrumental harmony atau smoothing merupakan strategi yang

22 Leung, Koch, and Lu.

23 Leung, Koch, and Lu.

Value Harmony:

High

Instrumental Harmony:

High Instrumental

Harmony:

Low

Value Harmony:

Low Aligning

Disintegrating Smoothing

Balancing

(24)

24 menggambarkan aktor negara meredam ketegangan antar pihak dengan sikap smoothing agar keharmonisan hubungan tetap terjaga. Hal ini dilakukan untuk memudahkan negara dalam mencapai kepentingan nasional. Kategori ini dilakukan dengan mediasi, menghindari konflik atau mengalah, dan memiliki sikap bermuka dua. High instrumental harmony- high value harmony atau balancing menggambarkan aktor negara melakukan keseimbangan antara menjaga hubungan harmonis demi mencapai kepentingan nasionalnya. Strategi ini menggunakan cara konfrontasi konstruktif dengan melakukan komunikasi secara langsung maupun tidak, melakukan kerjasama, juga melakukan mediasi. Kategori terakhir adalah low instrumental harmony-low value harmony atau disintegrating dimana aktor negara berfokus kepada penyelesaian konflk tanpa menghiraukan kepentingan nasional maupun menjaga hubungan harmonis, dalam kategori ini, cara yang digunakan adalah dengan mengerahkan kekuatan militer.24

Berdasarkan kerangka konsep diatas, penulis melihat upaya Korea Selatan dalam menciptakan perdamaian dengan Korea Utara menggunakan sikap balancing. Sikap ini diartikan sebagai sikap yang meratakan kebutuhan dan kepentingan negara terkait penanganan konflik. Dalam menangani konflik dengan Korea Utara, Korea Selatan menggunakan strategi konfrontasi konstruktif, berkomunikasi secara langsung dan tidak lamgsung, melakukan perjanjian atau kerjasama, dan melakukan dialog.

24 Leung, Koch, and Lu.

(25)

25 Melalui ‘Inisiatif Perdamaian Pyeongchang’, Korea Selatan mengundang partisipasi Korea Utara dalam olimpiade musim dingin Pyeongchang 2018 sebagai olimpiade perdamaian, inisiatif ini merupakan langkah konfrontasi konstruktif yang kemudian berlanjut pada Perjanjian Damai Panmunjom pada tahun 2018.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa

Tingkat analisa memiliki peran penting dalam sebuah penelitian, karena membantu untuk menjelaskan suatu fenomena atau peristiwa. Saat meneliti sebuah peristiwa maupun fenomena, maka akan terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Dengan adanya tingkat analisa, maka dapat membantu peneliti dalam memilah salah satu faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lainnya.25 Dalam menentukan tingkat analisa, diperlukan adanya Unit Analisa dan Unit Eksplanasi. Unit Analisa atau disebut juga dengan variable dependen yakni variable yang perilakunya akan dideskripsikan, diteliti, dijelaskan, dan diramalkan. Sedangkan Unit Eksplanasi atau Variabel Independen ialah variable yang mempengaruhi variabel dependen atau Unit Analisa.26

Tingkat analisa menurut Mohtar Mas’oed terbagi menjadi lima tingkat analisa, yakni perilaku individu, perilaku kelompok, negara-bangsa,

25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta (Bandung: Alfabeta, 2010).

26 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional (Disiplin Dan Metodologi) (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1994).

(26)

26 pengelompokan negara-negara dan sistem internasional. Tingkat perilaku individu, fokus kepada sikap dan perilaku tokoh utama pembuat kebijakan, seperti kepala pemerintahan, manteri luar negeri, penasehat militer dan lain- lain. Tingkat perilaku kelompok, fokus utamanya adalah mempelajari perilaku kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang terlibat di dalam hubungan internasional. Tingkat negara-bangsa, difokuskan pada proses pembuatan kebijakan politik luar negeri, oleh suatu negara-bangsa sebagai satu kesatuan yang utuh. Semua pembuat keputusan, pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama. Maka, analisa harus ditekankan pada perilaku negara-bangsa. Tingkat pengelompokan negara-negara, negara-bangsa bertindak sebagai sebuah kelompok.

sehingga fokusnya adalah pengelompokan negara-negara tingkat regional maupun global, berupa aliansi, kerjasama ekonomi atau perdagangan.

Tingkat sistem internasional, fokus kepada sistem internasional itu sendiri, dimana perubahan atau dinamika dalam sistem internasional menentukan perilaku aktor-aktor hubungan internasional.27

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan unit analisa atau variable dependen yakni “Strategi Korea Selatan melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara” dengan unit eksplanasi atau variable independennya adalah “Usaha mencapai damai dengan melakukan dialog, hubungan langsung dan hubungan tidak langsung, serta konfrontasi konstruktif dengan Korea Utara”.

27 Mohtar Mas’oed.

(27)

27 Melihat dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat analisa penelitian ini menggunakan model Induksionis. Dimana variabel independen atau unit eksplanasinya yakni “Usaha mencapai damai dengan melakukan dialog, hubungan langsung dan hubungan tidak langsung, serta konfrontasi konstruktif dengan Korea Utara” (Pengelompokan negara- negara) kedudukannya lebih tinggi dari variabel dependen atau unit analisa

“Strategi Korea Selatan melakukan perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara” (Negara-Bangsa).

1.6.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian Eksplanatif dimana penulis mengelola data dan data yang dihasilkan berupa kumpulan kalimat bukan data hitungan.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dimana data yang digunakan berupa informasi dari sumber data tertulis atas suatu fenomena yang telah terjadi. kemudian dilakukan analisis data dengan penggunakan pendekatan konsep maupun teori sehingga didapatkan data baru hasil dari penelitian.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah penelitian, penulis menggunakan teknik studi dokumentasi dengan mengumpulkan berbagi sumber data berasal dari penelitian terdahulu maupun buku-buku yang telah di terbitkan juga berbagai sumber yang di dapat dari internet seperti e-book dan e-journal,

(28)

28 artikel, serta website resmipemerintah atau institusi terkait, untuk membantu mengembangkan penelitian.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi dua batasan, Yakni batasan materi dan batasan waktu. Batasan materi dalam penelitian ini adalah membahas perihal strategi dan sikap yang diambil oleh Korea Selatan dalam menciptakan perjanjian damai dengan Korea Utara.

Sedangkan, batasan waktu dalam penelitian ini adalah sejak presiden Korea Selatan, Moon Jae In menjabat sebagai presiden pada tahun 2017 hingga pelaksanaan KTT Antar-Korea 2018 pada pertemuan ketiga di Pyeongyang.

1.7 Hipotesa

Strategi Korea Selatan yang mendorong terlaksananya perjanjian damai Panmunjom dengan Korea Utara adalah penggunaan sikap balancing dalam manajemen konflik dengan melakukan strategi konfrontasi konstruktif, hubungan secara langsung dan tidak langsung, melakukan kerjasama, dan dialog. Hal ini diwujudkan oleh Korea Selatan melalui Inisiatif Perdamaian Pyeongchang, melakukan Pertemuan Tingkat Tinggi Antar-Korea, melakukan dialog dalam prosesnya, hingga berlanjut pada penandatanganan Perjanjian Damai Panmunjom. Sikap balancing ini melakukan perimbangan antara budaya Korea Selatan dalam mengutamakan hubungan yang harmoni antar sesama atau mencapai

(29)

29 perdamaian dengan pencapaian kepentingan nasional Korea Selatan berupa keamanan Nasional juga peningkatan dalam sektor perekonomian.

1.8 Sistematika Penulisan

Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis b. Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Teori dan Konsep

1.5.1 Konsep Harmoni dalam Manajemen Konflik

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa

1.6.2 Metode Penelitian 1.6.3 Teknik Analisa Data 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data 1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan

BAB II PERWUJUDAN PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA MELALUI PERJANJIAN DAMAI PANMUNJOM 2.1 Semenanjung Korea dalam Sejarah 2.1.1 Terpecahnya Korea

2.2 Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang Korea

2.2.1 Upaya Perdamaian di Semenanjung Korea

a. Perjanjian dan Kerjasama Bilateral Antar-Korea (Inter-Korean Summit Meeting)

(30)

30 b. Perjanjian dan Kerjasama Multilateral (Six Party Talks)

2.3 Kebijakan Reunifikasi Korea Pada Masa Presiden Moon Jae In

2.3.1 Kondisi Internal dan Eksternal Dua Korea Sebelum Perjanjian Damai Panmunjom

2.3.2 Inisiasi Presiden Moon Jae In 2.4 Deklarasi Panmunjom dalam Inter- Korean Summit Meeting 2018

BAB III KONSEP HARMONI DALAM

MANAJEMEN KONFLIK PADA PERJANJIAN DAMAI PANMUNJOM 3.1 Variable Value Harmony

3.2 Variable Instrumental Harmony 3.3 Sikap Balancing dan Strategi Korea Selatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 4.2 Saran

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu  No .  Pengarang (judul)  Pendekatan/Teori Konsep  Hasil  1
Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

dalam transaksi jual-beli secara online dilakukan dengan cara dikirim, menggunakan.. perusahaan jasa pengiriman barang seperti JNE, TIKI, M as-Kargo, atau Pos Indonesia. Hal

Assalamu'alaikum wr. Puji dan syukur kami panjatkan kepada Alloh yang Maha Kuasa, yang Mengguasai Semesta Alam, sholawat beserta salam semoga tetap tercurahkan

Hasil evaluasi akhir program juga menunjukkan bahwa sebagian besar peter- nak yaitu mencapai 90 persen telah memili- ki pengetahuan dan keterampilan dan mam- pu mempraktekkan

Fungsi Desain Skor Desain 1 Skor Desain 2 Skor Desain 3 Skor Desain 4 Skor Desain 5 Skor Desain 6 Skor Desain 7 Estetika produk Keunikan produk Detail gambar

Teknik amplifikasi linguistik muncul pada penambahan kata ‘aku’ dalam penerjemahan kalimat ‘kaketemo ii ne’ sedangkan teknik partikularisasi dapat dilihat

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Jika pada putaran kedua menunjukan keberhasilan siswa maka pada putaran ketiga guru akan menggunakan alat bantuan kepada siswa dalam melakukan gerakan guling belakang dengan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi kampanye pencegahan kanker serviks oleh LSM