• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian II. Landasan Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Bagian II. Landasan Teori"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian II Landasan Teori

Anak tunagrahita adalah anak dengan perkembangan daya pikirnya berjalan lebih lambat dan tidak mencapai tingkatan yang setara dengan anak-anak seusianya.42 Meskipun anak tunagrahita masuk kedalam klasifikasi anak berkebutuhan khusus, namun mereka juga memiliki hak yang sama untuk menempuh pendidikan. Termasuk Pendidikan Agama Kristen.

Pengenalan PAK dapat dikenalkan kepada anak melalui keluarga, gereja dan sekolah.43 PAK bersumber pada Alkitab, oleh sebab itu anak tunagrahita juga perlu untuk mendapatkannya supaya anak tunagrahita mampu menyadari bahwa mereka juga wujud karya keselamatan Allah dan supaya anak tunagrahita belajar meneladani cinta kasih Yesus melalui pengajar PAK. Oleh sebab itu kreatifitas pengajar sangat diperlukan untuk menarik minat belajar anak.Kreatifitas ini dapat dengan menggunakan berbagai macam metode pengajaran, termasuk didalamnya adalah multimedia, mengingat perkembangan zaman yang semakin pesat, maka multimedia dapat dijadikan sarana dalam penyampaian materi PAK bagi anak tunagrahita. Pembahasan mengenai Efektifitas penggunaan multimedia dalam pembelajaran PAK bagi siswa tunagrahita adalah sebagaiberikut:

A. Tunagrahita

Anak tunagrahita masuk ke dalam klasifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan hambatan di bidang mental. Hambatan mental yang dialami oleh anak tunagrahita sering membuat mereka tidak dapat mengolah informasi dan perintah dengan baik.44 Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkangrahitaberartipikiran,jadiciriutamadarianaktunagrahitaadalah

42 Marieke,Mila,dan Yolanda Onderwater, Anak Unik: Informasi Tentang Anak-anak Tunarahita (Jakarta,Gagas Media, 2018.), 4.

43 Stephen O. Maitanmi, “Reflections on Christian Education,” Journal of Research on Christian Education” , vol. 28, no. 2, (22 Aug 2019): 91.

44 Lisinus dan Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (SebuahPerspektif Bimbingan dan Konseling), (Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020), 87.

(2)

lemah dalam berpikir dan bernalar.45 Selain itu, anak tunagrahita juga kurang mampu untuk mengendalikan emosi, menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan memiliki hambatan fisik,46 oleh sebab itu anak tunagrahita belum mampu mengurus dirinya sendiri, oleh sebab itu ia membutuhkan orang lain untuk membantunya dalam beraktifitas, mengurus dirinya sendiri dan melindungi dirinya.

Faktor yang menyebabkan anak menyandang tunagrahita menjadi dua yaitu endogen dan eksogen. Anak diklasifikasikan kedalam faktor endogen apabila penyebabnya dari sel keturunan, faktor ini diturunkan; Sedangkan anak tunagrahita yang berasal dari faktor eksogen apabila penyebabnya berasal dari hal-hal diluar sel keturunan, misalnya infeksi dan virus yang menyerang otak, benturan, radiasi dan sebagainya.47 Tetapi ada pula yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab tunagrahita yang disusun secara kronologis,yaitu:

1. Sebelum kelahiran (prenatal), kehamilan adalah periode yang rentan bagi calon anak dan juga sang ibu. Hal-hal yang dapat timbul sebelum kelahiranadalah:

a. Terdapat penyimpangan genetis atau kelainan genetis (kelainan dari dalamgen);

b. Ibu mederita sakit saat hamil (trimester adalah masa yang penting bagi pertumbuhan janin, oleh sebab itu bila pada masa ini ibu terinfeksi penyakit, maka janin akan menerima dampaknyajuga);

c. Apabila ibu mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat-obatan terlarang, meminum minuman alkohol, merokok dan menggunakan narkotika semasa hamil. Hal ini dapatberdampak

45 Budiyanto, Merancang Identifikasi, Asesmen, Planing Matriks dan Layanan Kekhususan (Surabaya, CV Jakad Publishing, 2018), 210.

46 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), 2.

47 Ria Cahyaningrum, Dera Alfiyanti, Eko Purnomo, “Pengaruh Terapi Bermain Kosakata terhadap Komunikasi Sosial Anak Tunagrahita di Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC) Semarang”, Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, (2015) 2.

(3)

buruk bagi janin, kemungkinan besar terjadinya kerusakan otak pada bayi nantinya.

2. Selama persalinan (natal). Pada saat proses persalinan, komplikasi bisa saja terjadi, sebagai contoh: kekurangan oksigen karena posisi bayi sungsang, terlilit tali pusar, atau karena proses persalinan yang terlalu lama. Kondisi seperti inilah yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. Namun bila anak menyandang tunagrahita maka proses persalinan berjalan sangatsulit;

3. Setelah lahir (posnatal). Kelainan pada anak bisa saja terjadi setelah anak dilahirkan. Ini dapat disbabkan karena: penyakit anak, radang selaput otak, tumor otak, keracunan, atau karena kecelakaan. Kelainan ini terlihat sebelum anak usia 18 tahun.48 Adapula resiko yang dapat menyebabkan anak menyandang tunagrahita: usia ibu lebih dari 40 tahun, anak sebelumnya menderita kelainan, pernah keguguran sebelumnya, terdapat penyakit keturunan dalamkeluarga.49

Seseorang dapat dikatakan keterbelakangan mental jika ditandai: a) tidak berkemampuan secara sosial dan tidak mampu mengelola dirinya sendiri; b) mental dibawah normal; terlambat kecerdasannya sejak lahir; terlambat tingkat kemasakannya; cacat mental karena bawaan keturunan atau penyakit; tidak dapat disembuhkan.50American Asociation on Mental Deficiency (AAMD) mendefinisikan anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 84 ke bawah.

Sedangkan menurut Japan League for Mentally Retarded anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelektual lamban dengan IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegansi baku. Namun para pakar di Indonesia menggunakan klasifikasi yang berdasar pada intelegensinya sebagai berikut: (1) Tunagrahita

48 Marieke, Mila, Yolanda Onderwater, Anak Unik: Informasi Tentang Anak-anak Tunarahita (Jakarta,Gagas Media, 2018), 15-17.

49 Marieke, Mila, Yolanda Onderwater, Anak Unik: Informasi Tentang Anak-anak Tunarahita (Jakarta,Gagas Media, 2018), 17.

50 Lisinus dan Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (SebuahPerspektif Bimbingan dan Konseling), (Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020), 89.

(4)

ringan memiliki IQ 50-70; (2) Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40; dan (3) Tunagrahita berat dan sangat berat memiliki IQ < 30.51

Karateristik anak tunagrahita berbeda di setiap klasifikasinya. Menurut Mumpuniarti, karakter anak tunagrahita ringan dapat ditinjau secara:

a. Fisik, karakter fisik anak tunagrahita tampak seperti anak normal dan hanya mengalami kelemahan dalam kemampuansensomotoriknya;

b. Psikis, karakter psikis anak tunagrahita ringan sukar untuk berfikir abstrak dan logis, kurang mampu menganalisa, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah untuk dipengaruhi, kuang harmonis karena kurang mampu untuk membedakan mana yang baik danburuk;

c. Sosial, karakter sosial anak tunagrahita ringan, mereka kurang mampu untuk bergaul, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar keluarga, akan tetapi ada juga yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana, dan kemampuan dalam bidang pendidikan adalah mampulatin.52

Karakteristik anak tunagrahita sedang (mampu latih) pada umumnya menurut Moh. Yamin sebagai berikut:

a. Kecerdasan, kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal- hal yangkongkrit;

b. Dalam belajar tidak banyak membeo (meniru oranglain);

c. Mengalami kesulitan menangkap rangsangan ataulamban;

d. Memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikantugas;

51 Sulasno dkk, “Literatus Journal: Volume 2 Nomor 1,” (15 April 2020): 9.

52 Lisinus dan Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (SebuahPerspektif Bimbingan dan Konseling), (Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020), 92.

(5)

e. Memiliki kesanggupan yang rendah untuk mengingat dan membutuhkan waktu yanglama.53

Karakteristik pada aspek-aspek individu anak tunagrahita adalah: Dari segi karakteristik fisiknya, anak tunagrahita sedang cenderung nampak, terlihat seperti tipe down syndrome dan brain damage, kontrol motorik lemah sekali, dan penampilannya nampak seperti anak terbelakang; Secara karakter psikis, anak tunagrahita sedang pada usia dewasa mereka setaraf anak usia normal usia 7-8 tahun; Sedangkan karakteristik sosial, pada umumnya mereka sikap sosialnya kurag baik, rasa etisnya kurang, tidak mempunyai rasa terima kasih, belas kasihan dan rasa keadilan.54

Karakteristik sosial-emosional anak tunagrahita berat sebagai berikut:

a. Mengalami kesulitan untuk mempelajari hal baru dan pengentahuan abstrak, cepat lupa dengan apa yang dipelajari jika tidak terus menerus berlatih;

b. Memiliki cacat fisik dan kurang dalam perkembangan gerak, mayoritas anak tunagrahita berat mengalami keterbatasan gerak fisik contohnya tidak dapat berjalan;

c. Mengalami kesulitan dalam mengurus diri, contohnya: tidak dapat menggunakan pakaian sendiri, kesulitan makan sendiri, dan mengurus kebersihandiri;

d. Kurang mampu berinteraksi, jika anak tunagrahita ringan bisa bermain bersama anak lainnya, anak tunagrahita berat tidak melakukan halitu;

e. Kerap bertingkah laku yang kurang wajar, seperti memutar jari di depan wajahnya, membenturkan kepalanya, atau menggigit dirinya sendiri.55

53 Lisinus dan Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (SebuahPerspektif Bimbingan dan Konseling), (Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020),94.

54 Lisinus dan Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (SebuahPerspektif Bimbingan dan Konseling), (Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020),94.

55 Tri Gunadi, Mereka pun Bisa Sukses, (Jakarta, Penebar Plus, 2011), 141.

(6)

Anak tunagrahita sama dengan anak pada umumnya yang membutuhkan pembelajaran, meskipun terdapat perbedaan dalam proses pembelajarannya, yaitu terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya.56 Pembelajaran atau pendidikan akademik diperlukan anak tunagrahita untuk mengembangkan kemampuan kognitif yang tujuannya untuk mendukung keterampilannya menolong diri dan kemandiriannya maka program yang dirancang harus mengacu pada tugas perkembangan, dan mempersiapkan peserta didik untuk mandiri dan bekerja di masyarakat.57 PAK juga perlu didapatkan oleh anak tunagrahita yang memeluk agama Kristen, karena melalui PAK anak-anak tunagrahita diajak untuk mengenal penciptanya melalui kehidupan lingkungan sekitarnya, beradaptasi dengan lingkungannya, serta mereka dapat mengembangkan diri melalui prestasi- prestasi yangdiraihnya.58

Anak tunagrahita sama dengan anak pada umumnya yang membutuhkan pembelajaran, meskipun terdapat perbedaan dalam proses pembelajarannya, yaitu terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya.59 Pembelajaran atau pendidikan akademik diperlukan anak tunagrahita untuk mengembangkan kemampuan kognitif yang tujuannya untuk mendukung keterampilannya menolong diri dan kemandiriannya maka program yang dirancang harus mengacu pada tugas perkembangan, dan mempersiapkan peserta didik untuk mandiri dan bekerja di masyarakat.60 PAK juga perlu didapatkan oleh anak tunagrahita yang memeluk agama Kristen, karena melalui PAK anak-anak tunagrahita diajak untuk mengenalpenciptanyamelaluikehidupanlingkungansekitarnya,beradaptasi

56 Thomas Tan, Teaching Is An Art: Maxime Your Teaching, ( Yogyakarta, Deepublish, 2017), 98.

57 Ning Suryani dan Mumpuniarti, “Kekuatan Kognitif Siswa Tunagrahita Ringan Terhadap Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Budidaya Hortikultura”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Keguruan, dan Pembelajara, vol 2, No. 2 (2 Oktober 2018) 102.

58 Rotua Julianovia Rebecca Hutagalung, “Peranan Pendidikan Agama Kristen Bagi Pembinaan Anak Tunagrahita, “Integritas: Jurnal Teologi”, vol 1, no 2, (2 Desember 2019): 158

59 Thomas Tan, Teaching Is An Art: Maxime Your Teaching, ( Yogyakarta, Deepublish, 2017), 98.

60 Ning Suryani dan Mumpuniarti, “Kekuatan Kognitif Siswa Tunagrahita Ringan Terhadap Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Budidaya Hortikultura”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Keguruan, dan Pembelajara, vol 2, No. 2 (2 Oktober 2018) 102.

(7)

dengan lingkungannya, serta mereka dapat mengembangkan diri melalui prestasi- prestasi yang diraihnya.61

B. Pendidikan Agama Kristen

Lawrence Cremin mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu.62 Sedangkan Alfred North Whitehead berpendapat bahwa pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; maksud dari seni kehidupan tersebut adalah prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungan yang sebenarnya. Seperti Cremin, Whitehead menegaskan bahwa pendidikan mewajibkan pendekatan holistik terhadap manusia yang memperhatikan seluruh seni kehidupan, serta menekankan pada potensi-potensi para naradidik dalam konteks lingkungan sosial mereka.63 Groome menekankan bahwa pendidikan agama tidak dapat disamakan dengan pendidikan lainnya. Pendidikan agama memiliki fungsi yang transenden di dalamnya. Pendidikan transenden yang dimaksudkan Groome adalah dengan melalui pendidikan agama ini seseorang dapat lebih mengenal Allah dengan sempurna.64

Istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) berasal dari bahasa Inggris Christian Religious Education.Kata Christian menunjukkan bahwa sebagai orang- orang Kristen, yang menunjuk pada diri kita sendiri bahwa kita tidak memiliki kegiatan, tetapi hanya sebuah ekspresi dari kegiatan. Hal ini mempertimbangkan sejarah imperialisme kita di barat, ini merupakan suatu

61 Rotua Julianovia Rebecca Hutagalung, “Peranan Pendidikan Agama Kristen Bagi Pembinaan Anak Tunagrahita, “Integritas: Jurnal Teologi”, vol 1, no 2, (2 Desember 2019): 158

62 Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2020),29.

63 Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2020),30.

64 Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2020), 31-32.

(8)

peringatan yang penting. Sedangkan kata Religious Education di belakang kata Christian menginatkan bahwa pencarian-pencarian yang transenden jauh lebih luas daripada komunitas dan tradisi milik kita sendiri. Meskipun kegiatan pendidikan dimulai dari rumah, akan tetapi rumah bukanlah satu-satunya tempat untuk berjumpa dengan hal-hal yang transenden.65

Werner C. Graendorf mendefenisikan PAK sebagai proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan pada Alkitab, berpusatkan pada Kristus, bergantung pada Roh Kudus, berusaha untuk membimbing pribadi-pribadi untuk semua tingkat pertumbuhan, melalui cara-cara pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus di dalam setiap aspek hidup, dan untuk memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, dengan berfokus seluruhnya pada Kristus Sang Guru Agung dan juga perintah untuk membuat para murid menjadi dewasa.66 Sedangkan definisi PAK secara umum adalah proses transmisi pengetahuan Kristen berdasarkan Alkitab yang berusaha mengimplementasi tujuan pembelajaran atas dukungan berbagai ilmu pengetahuan.67 PAK berasal dari persekutuan umat Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Pada hakikatnya dasar-dasar dari PAK sudah terdapat dalam sejarah suci, yaitu ketika terpanggilnya Abraham menjadi umat pilihan Tuhan, bahkan PAK berpokok dari Allah sendiri, karena Allah adalah pendidik yang Agung bagi umat-Nya.68 Akar-akar dari PAK berasal dari Alkitab, tempat Tuhan menyatakan rahasia keselamatan-Nya kepada bangsa Israel. Alkitab juga melukiskan bagaimana wujud dan maksud dariPAK.69

C. Pendidikan Kristen bagi AnakTunagrahita

65 Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2020), 37.

66 Marthen Sahertian, “Pendidikan Agama Kristen dalam Sudut Pandang John Dewey,”

vol 1.no. 2 (2 Februari 2019): 7.

67 Hasundungan Simatupang, Ronny Simatupang, dan Tianggur Medi Napitupulu, Pengantar Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarta, Andi, 2020), 20.

68 Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, Gunung Mulia, 2012), 1.

69 Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, Gunung Mulia, 2012), 2.

(9)

Pendidikan Agama Kristen perlu diberikan kepada anak tunagrahita melalui keluarga.Maka, Allah mengutus orangtua Kristen untuk memberikan bimbingan supaya anak juga dapat berbuat demikian. Pada dasarnya anak senang belajar, sejak bayi anak akan mengalami proses belajar sesuai dengan tahapan yang dimilikinya, oleh sebab itu peran orangtua adalah yang terpenting bagi mereka,70 termasuk dalam memberikan PAK. Mengingat orangtua adalah pendidik anak pertama dan selamanya.71 Terdapat mitra yang penting dalam PAK bagi anak adalah rumah, gereja dan sekolah. Ketiganya memiliki peran penting bagi pelatihan anak untuk memperoleh PAK yang baik. Rumah, gereja dan sekolah bertanggung jawab langsung kepada Allah serta mampu mencari kerajaan Allah dengan cara melatih anak untuk hidup di dalam iman Kristen dan membawa anak kepada keselamatan di dalamTuhan.72

PAK diberikan kepada anak melalui gereja.Paulus memberikan kata-kata peringatan mengenai praktek sakramen perjamuan di dalam jemaat Korintus.

Tetapi di dalam suratnya, ia tidak menyinggung sama sekali soal umur, warna kulit, kebangsaan, maupun jenis kelamin orang yang boleh turut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan. Paulus justru memberi tekanan kepada sadar- tidaknya dan yakin tidaknya jemaat yang akan ambil bagian dalam sakramen perjamuan mengenai hakikat gereja sebagai tubuh Kristus. Selain itu, pada masanya, Yesus juga sangat menghargai anak-anak (Markus 10:16).Ia berkenan memeluk dan juga memberkati anak-anak. bahkan Yesus juga menegur para murid-Nya yang menghalangi anak-anak untuk datang kepada-Nya. Bahkan Ia memberikan peringatan keras kepada setiap orang yang berusaha menyesatkan anak-anak.73

70 Erlinda dan Seto Mulyadi, Melindungi dan Mendidik Anak dengan Cinta, ( Jakarta, Erlangga, 2017), 36-37.

71 Chris Dukes dan Maggie Smith, Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus, ed. Apri Widiastuti (Jakarta, Permata Putri Media, 2009), 5.

72 Stephen O. Maitanmi, “Reflections on Christian Education,” Journal of Research on Christian Education, vol. 28, no. 2, (22 Aug 2019): 91.

73 Aris Widaryanto, Sakramen Perjamuan Bersama Anak-Anak, (Salatiga, Sinode XXVII GKJ, 2019) 109.

(10)

Anak-anak yang sudah dibaptis adalah bagian dari persekutuan keluarga Allah yang harus diterima apa adanya dan dipelihara imannya dengan penuh tanggung jawab oleh para orangtua, mereka dan gereja. Anak-anak juga harus memahami makna sakramen perjamuan itu. Meskipun dalam memahaminya membutuhkan proses dan penjelasan yang cukup. Tindakan menunda keikutsertaan anak-anak dalam pelayanan sakramen perjamuan merupakan sebuah tindakan yang kurang bijaksana dan menjadi pertanda bahwa para orangtua maupun gereja sesungguhnya enggan melaksanakan tugas memberitakan Injil Yesus Kristus di lingkungan terdekat mereka.Walaupun mengajar anak-anak untuk memahami sesuatu bukanlah hal yang mudah.Namun itulah tugas dan tantangan bagi para orangtua dan gereja untuk berproses bersama dengan anak- anak. Sejak dini, anak-anak yang sudah dibaptis patut diajar dan diajak untuk ikut serta menikmati pelayanan sakramen perjamuan, supaya mereka dapat mulai belajar memahami makna sakramen perjamuan itusebagai:

1. Perjamuan pengucapansyukur.

2. Peringatan akan YesusKristus.

3. Pemberian RohKudus.

4. Perjamuanpersekutuan.

5. Perjamuan yang mengacu kepada perjamuan di masadepan.74

Selain di rumah dan gereja, pendidikan formal juga merupakan salah satu sarana utama bagi pembentukan rohani yang digunakan oleh kebanyakan gereja dalam pelayanan anak. Maksudnya adalah melalui pengajar, pentingnya pengajaran kekristenan dan pengetahuan intelektual dari Alkitab dan teologi akan tersampaikan kepada anak-anak. Selain itu anak-anak juga akan menjalin kerjasama emosional dengan komunitas iman, dan memiliki keinginan untuk bertindak dan membuat pilihan pribadi yang merefleksikan suatu etika nilai-nilai kerajaan Allah.75Pengajar atau guru PAK perlu memahamiiman Kristen dan

74 Aris Widaryanto, Sakramen Perjamuan Bersama Anak-Anak, (Salatiga, Sinode XXVII GKJ, 2019) 116-117.

75 Ivy Beckwith, Gembalakan Anak-anak Domba-Ku, ed. Lily Christianto (Yogyakarta, ANDI, 2011), 1.

(11)

komitmen kristiani yang teguh serta mendasar. Karena iman Kristen bersumber dari kebenaran dan prinsip-prinsip firman Tuhan seperti yang ada dalam Alkitab yang merupakan pedoman hidup bagi setiap orang Kristen. Dengan kata lain, nilai-nilai iman kristiani menjadi dasar guru PAK dalam mengemban tugas dan panggilan keguruan, baik di keluarga, Gereja, masyarakat maupun di sekolah.76 Dalam pengajaran PAK, kompetensi pedagogik guru PAK sangat penting untuk dipahami oleh setiap pengajar, kompetensi pedagogik ini meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.77

Anak tunagrahita juga memiliki hak untuk mendapatkan PAK.Anak tunagrahita termasuk dalam anak berkebutuhan khusus, mengingat mereka masih sangat membutuhkan bantuan dari orangtua, maka para pengajar dan orangtua dapat bekerjasama dalam pendidikan anak.Pengajar juga perlu meyakinkan orangtua supaya terus terlibat dalam setiap aspek pendidikan dan perawatan anak.

Karena dengan kerjasama yang baik akan menghasilkan pembelajaran yang baik pula.78

Pentingnya PAK bagi anak Tunagrahita, supaya anak tunagrahita mengenal Allah sebagai pencipta dan pemelihara seluruh alam, dan mengimani Yesus Kristus sebagai penebus, pemimpin dan penolong bagi kehidupan mereka, serta mereka mampu mengasihi sesamanya. Akan tetapi dalam mendampingi anak tunagrahita, mereka cenderung meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya.

maka seorang pendidik Kristen harus dapat mempraktekkan Firman Tuhan tersebut melalui sikap dan tindak tanduk mereka di dalam mengajar maupun di dalammendidiksehinggamerekadapatmencontohdanmeneladaninyadidalam

76 A Dan Kia, “Kajian Teologis-Pedagogis Tentang Kualifikasi Guru Pendidikan Agama Kristen Berdasarkan Pengajaran Paulus Terhadap Timotius.” (Program Studi Magister Pendidikan Agama Kristen., Universitas Kristen Indonesia, 2017) 19.

77 Ester Putri Setyowati, Yonatan Alex Arifianto, “Hubungan Kompetensi Pendagogik Guru dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen,” Jurnal Pendidikan Agama Kristen, volume 1, no.2 (Agustus 2020): 2.

78 Chris Dukes dan Maggie Smith, Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus, ed. Apri Widiastuti (Jakarta, Permata Putri Media, 2009), 4.

(12)

kehidupan sehari-hari. Dasar seorang pendidik dalam mendidik adalah kasih.Atas dasar inilah maka pendidik atau orangtua harus mengajarkan tentang kasih dan teladan hidup yang dapat mereka lihat dan ikuti. Keteladanan hidup ini sangat dibutuhkan bagi anak tunagrahita, seperti berdoa sebelum makan, sebelum tidur, dan lain sebagainya, ini merupakan suatu cara supaya mereka mengenal Tuhan.79 D. Media Pembelajaran bagi AnakTunagrahita

Menurut Arief S. Sadiman, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan, sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses belajar bisa terjadi. Terdapat enam jenis dasar dari media pembelajaran menurut Heinich dan Molendayaitu:

1. Teks, ini merupakan elemen dasar untuk menyampaikan suatu informasi, berbagai jenis dan bentuk tulisan dapat menjadi daya tarik dalam penyampaianinformasi;

2. Media Audio, penyampaian informasi dengan lebih berkesan dan meningkatkan perhatian melalui suara. Jenis audio termasuk suara latar, musik, rekaman suara, dan lainsebagainya;

3. Media visual, memberikan informasi melalui rangsangan visual atau pengelihatan, seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, kartun, dan lainnya;

4. Media proyeksi gerak, termasuk didalamnya adalah film gerak, program televisi, kaset, dan lainsebagainya;

5. Benda-benda tiruan atau miniatur, seperti benda-benda tiga dimensi yan dapat diraba oleh siswa. Media ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan obyek maupun situasi, supaya penyampaian informasi tetap berjalan denganbaik;

79 Rotua Julianovia Rebecca Hutagalung, “Peranan Pendidikan Agama Kristen Bagi Pembinaan Anak Tunagrahita, “Integritas: Jurnal Teologi”, vol 1, no 2, (2 Desember 2019): 165- 166.

(13)

13

6. Manusia, termasuk di dalamnya guru, siswa, pakar atau yang lainnya.80 Perkembangan teknologi juga dapat menjadi sarana yang dapat mengkombinasikan dasar-dasar mediapembelajaran.

Teknologi seolah telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari semua aspek kehidupan manusia, hampir semua kegiatan manusia memanfaatkan teknologi, baik teknologi yang sederhana maupun teknologi canggih.81 Perkembangan teknologi komputer dan digital ini melahirkan suatu bentuk media baru yaitu multimedia.82 Secara umum multimedia berarti suatu sarana atau media melalui penggunaan komputer dalam menggabungkan dan menyajikan suara, teks, animasi, audio dan video dengan alat bantu dan koneksi sehingga pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi.83 Multimedia juga dapat digunakan untuk menarik minat belajar anak tunagrahita. Anak tunagrahita cenderung mengalami hambatan dalam menerima informasi, maka kreatifitas pengajar juga diperlukan untuk menarik minat mereka untuk belajar. Very Hendra Saputra dan Endi Febriyanto dalam penelitiannya mengenai media pembelajaran berbasis multimedia untuk anak tunagrahita mengatakan bahwa siswa lebih menikmati pembelajaran menggunakan media berbasis ilmu teknologi dan media yang dihasilkan dan dapat diputar pada perangkat handphone berbasis android karena siswa dapat belajar di rumah dengan pendampingan orangtua.84 Selain di rumah; di sekolah; juga dapat memanfaatkan multimedia ini dalam proses pembelajarannya bagi anak tunagrahita, termasuk dalam pembelajaran PAK. Multimedia interaktif ini juga dapat digunakan dalam pembelajaran PAK bagi anak-anak, termasuk bagi anak tunagrahita.Penggunaan multimedia interaktif juga dapat menarik minat belajar anak untuk menangkap materi yang disampaikan, selain itu penggunaan multimedia juga menjadikan anak mengenal perkembangan teknologi sembaribelajar.

80 Asrorul Mais, Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, ( Jember, Pustaka Abadi, 2016), 27-28.

81 Benny A Pribadi, Media & Teknologi dalam Pembelajaran, 1

82 Benny A Pribadi, Media & Teknologi dalam Pembelajaran, 161

83 Limbong dan Simarmata, Media dan Multimedia Pembelajaran: Teori & Praktik, 3-4

84 Saputra dan Febriyanto, “Media Pembelajaran Berbasis Multimedia untuk Anak,”

Mathema Jurna,lvolume 1, no.4 (Juli 2019): 23

Referensi

Dokumen terkait

Faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II adalah lemahnya sanksi bagi pelaku sehingga

Sugiyono (2010 hlm. 118) mengungkapkan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Berdasarkan populasi, maka akan

dekontaminan/cemaran pada instrument atau peralatan medic  Penyucian: proses fisik untuk menghilangkan darah, cairan. tubuh atau bahan-bahan lain yang mencemari instrument atau

Bagi Anda yang pertama kali memasuki halaman ini dan belum mendaftarkan produk yang Anda jual, Anda akan melihat tampilah Dasbor dengan pilihan-pilihan pengisian

ESG ( Environmental , Social, Governance ) di PO. Haryanto cukup baik, itu bisa dilihat dari meningkatnya progam-progam ESG perusahaan sejak awal berdiri yang selalu

Dalam mengaplikasikan teori kebutuhan dasar menurut Maslow, perawat harus memahami bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga bisa saja pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) semakin sedikit konsentrasi larutan gula yang digunakan maka konsentrasi C-Dots semakin tinggi; (b) Karakteristik optik C-Dots dari bahan

Dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan bahwa dalam melakukan latihan fisik intensitas ringan terdapat perbedaan kadar kalium serum yang signifikan antara sebelum dan