• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN SANKSI PIDANA MATI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA JURNAL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGATURAN SANKSI PIDANA MATI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA JURNAL ILMIAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional)

JURNAL ILMIAH

Oleh:

Anggita Raja Wisnu D1A017031

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2021

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENGATURAN SANKSI PIDANA MATI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

(Studi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional)

JURNAL ILMIAH

Oleh:

Anggita Raja Wisnu D1A017031

Menyetujui, Pembimbing Pertama,

Dr. H. Lalu Parman, SH.,M.Hum.

NIP. 195804081986021001

(3)

Pengaturan Sanksi Pidana Mati dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia (Studi Rancangan Kitab Undang-undang

Hukum Pidana Nasional)

Anggita Raja Wisnu D1A017031 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pengaturan sanksi pidana mati dalam KUHP dan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian dari pembahasan menunjukkan bahwa dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini, pidana mati merupakan pidana pokok, Pidana mati dalam KUHP dan RKUHP 2019 sama sama diancamkan secara alternatif, Pedoman pelaksanaan pidana mati dalam KUHP diatur dalam Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 serta dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019, pidana mati tidak lagi menjadi pidana pokok melainkan pidana yang bersifat khusus.

Kata Kunci : Pidana mati, KUHP, RKUHP 2019

Death Penalty Regulation Within Indonesia Criminal Law Renewal (Study of the Draft National Criminal Law Code)

ABSTRACT

This research aims are to know how is the regulation of death penalty in Indonesia Criminal Code and in the Draft of Criminal Law 2019. This research is a normative-legal research. from the discussion result, it shows that in the current Criminal Code, death penalty is one of the primary sentences. Death sentence in the Criminal Code and Draft of Criminal Law 2019 equally threatened alternatively. The guidance of death penalty in the Criminal Code regulated in the Law Number 2/PNPS/1964. Also, in the Draft of Indonesia Criminal Law 2019, death penalty no longer become primary sentences but become special sentence.

Keywords: Death Penalty, Indonesia Criminal Code, Criminal Law Draft 2019

(4)

I. PENDAHULUAN

Hukum adalah serangkaian peraturan yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara menyeluruh, hukum merupakan sebuah petunjuk agar seseorang atau masyarakat hidup rukun dan tertib, yaitu berupa perintah dan larangan yang dibuat oleh para penguasa. Dalam penerapan hukum tersebut tidak selalu berbuah pada tunduknya masyarakat pada hukum yang telah dibuat.

Hukum yang dibuat dan berlaku dimasyarakat selalu dibarengi dengan adanya sanksi, sanksi merupakan suatu hukuman yang diberlakukan oleh negara kepada seseorang atau kelompok yang telah melakukan pelanggaran hukum atas suatu tindakan yang dianggap bersalah dan tidak sesuai berdasarkan hukum yang berlaku. Dapat diartikan sanksi adalah akibat dari adanya sebab (perbuatan) yang melanggar hukum.

Pemberlakuan pidana mati dalam tatanan hukum Indonesia hingga kini menimbulkan polemik tersendiri, berbagai pernyataan muncul dari mereka yang pro dan kontra terhadap hukuman mati. Alasan mereka yang pro adalah hukuman mati lebih efektif daripada hukuman lainnya, memiliki efek menakuti para pelaku kejahatan dan hukuman mati satu-satunya hukuman yang dapat ditentukan dengan pasti. Namun tak sedikit juga yang berpandangan berbeda (kontra) terhadap hukuman mati, mereka menyatakan bahwa hukuman mati melanggar nilai-nilai hidup manusia dan cenderung membenarkan adanya pembunuhan, serta mati hidupnya seseorang hanya dapat ditentukan oleh Tuhan.

(5)

Dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019, pengaturan pidana mati dari KUHP akan tetap dipertahankan dalam RKUHP, namun dalam pengaturannya tidak lagi menjadi pidana pokok melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus yang diancamkan secara alternatif serta merupakan sarana paling akhir untuk mengayomi masyarakat bedasarkan Pasal 98 RKUHP. Pidana mati baru dapat dijatuhkan setelah melalui berbagai upaya-upaya hukum.

Perubahan pengaturan pidana mati dalam RKUHP 2019 menunjukkan bahwa pengaturan pidana mati masih menjadi persoalan berkaitan dengan pihak- pihak yang pro dan kontra, perkembangan pengaturan pidana mati juga menunjukkan bahwa pengaturan pidana ini selalu mengikuti perkembangan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Langkah ini dilakukan mengingat penerapan pidana mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Penjatuhan pidana mati berarti mengambil hak hidup seseorang, Setiap orang memiliki hak untuk dapat hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pemberlakuan hukuman berupa pidana mati merupakan pelanggaran HAM berat, karena melanggar nilai-nilai hak asasi manusia. Pada hakikatnya hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia, hak tersebut juga menandakan tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidupnya.

Berdasarkan dengan hal tersebut di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan pidana mati menurut Kitab Undang-

(6)

undang Hukum Pidana dan Bagaimana pengaturan pidana mati menurut Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan pidana mati menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan pengaturan pidana mati menurut Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Secara teoritis dapat bermanfaat untuk memahami tentang pengaturan pidana mati dalam KUHP dan RKUHP 2019; b. Secara praktis memberikan tambahan wawasan untuk memahami dan menganalisis pengaturan pidana mati melalui KUHP dan RKUHP 2019 dalam hukum pidana di Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Pendekatan yang digunakan adalah, Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), Pendekatan Historis

(Historical Approach). Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum kepustakaan. Jenis bahan hukum yang digunakan ada 3 (tiga): Pertama bahan hukum primer seperti Undang-undang dan putusan. Kedua bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, makalah, pendapat para pakar dan lain-lain. Ketiga bahan hukum tersier berupa kamus. Serta analisis bahan hukum menggunakan metode penafsiran atau interpretasi.

(7)

II. PEMBAHASAN

A. Pengaturan pidana mati menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana)

Bahwa secara umum pidana mati didefinisikan sebagai suatu nestapa atau penyiksaan yang memberikan penderiataan kepada manusia dan melanggar norma yang bertentangan dengan kehidupan manusia. Antara pidana mati sangat berkaitan dengan pidana dan pemidanaan. Pidana dalam hal pemberian sanksi, sedangkan pemidanaan lebih dibebankan kepada sipelaku tindak pidana, dengan pemberian pidana mati diharapkan masyarakat dapat melihat bahwa pelakunya benar-benar ditindak.1

Pidana mati merupakan pidana yang paling berat, jika dibandingkan dengan pidana lainnya, misalnya pidana penjara, pidana kurungan maupun pidana denda. Meskipun macam-macam pidana tersebut termasuk dalam satu jenis, yaitu dalam kategori pidana pokok, yang diatur pada Pasal 10 KUHP.2

Dapat dilihat dalam KUHP yang berlaku saat ini, dalam pengaturannya mengenai pidana mati yang di atur dalam Buku I Aturan Umum :

1. Pidana mati sebagai pidana pokok pada pasal 10 KUHP 2. Pedoman pelaksanaan pidana mati pada pasal 11 KUHP 3. Ketentuan hukuman pada pasal 12 ayat 3 KUHP

1 Fransiska Novita Eleanora, Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana, FH.

Universitas Mpu Tantular Jakarta, 2012, hlm 11

2 Rodliyah, Pidana Mati Terhadap Perempuan (Suatu Kajian Perbandingan), CV. Anti Bumi Intaran, 2014, hlm 88.

(8)

4. Hal-hal yang mengurangi/menghapuskan/memberatkan pada pasal 42 ayat 2 KUHP

5. Percobaan pada pasal 53 ayat 3 KUHP 6. Pembantuan pada pasal 57 ayat 2 KUHP 7. Perbarengan pada pasal 67 KUHP

8. Hapusnya pidana pada pasal 78 ayat 1 ke-4 KUHP

9. Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa pada pasal 84 ayat 4 KUHP

Pidana mati adalah salah satu jenis pidana yang paling tua, paling tidak, delik ancaman dengan pidana atau hukuman mati didalam KUHP ada 9 buah, dalam Buku II Kejahatan yaitu sebagai berikut :

1. Makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden padal pasal 104 KUHP.

2. Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia dalam perang pada pasal 111 ayat (2) KUHP.

3. Memberi pertolongan kepada musuh sewaktu Indonesia dalam keadaan perang pada pasal 124 ayat (3) KUHP.

4. Makar terhadap Raja atau Presiden atau Kepala Negara sahabat yang direncanakan atau berakibat mati pada pasal 140 ayat (3) KUHP.

5. Pembunuhan berencana pada pasal 340 KUHP.

(9)

6. Pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan luka berat atau mati pada pasal 365 ayat (4) KUHP.

7. Pemerasan dan pengancaman yang menyebabkan luka berat atau mati pada pasal 368 ayat (2) KUHP.

8. Pembajakan di laut, di pesisir dan di sungai yang meyebabkan kematian pada pasal 444 KUHP.

9. Pembajakan di pesawat udara yang menyebabkan kematian pada pasal 479 huruf o ayat (2) KUHP.

Pengaturan pidana mati dalam kitab undang-undang hukum pidana termuat dalam Pasal 10 KUHP sebagai pidana pokok, sanksi pidana mati sebagai pidana pokok yang berada di urutan paling atas yang berarti pidana mati sebagai hukuman atau sanksi paling berat dalam sistem KUHP.

Pedoman penerapan bagi Hakim dalam menjatuhkan pidana mati dalam KUHP yakni alternatif, Hakim dapat memilih salah satu sanksi atau hukuman diantara jenis hukuman yang dijatuhkan. Dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan dilingkungan peradilan umum dan militer, bahwa pelaksanaan pidana mati tidak lagi dengan hukuman gantung tetapi dengan ditembak sampai mati.

Pertimbangan dipilihnya tata cara ditembak sampai mati ini antara lain lebih manusiawi dan cara paling efektif untuk dilaksanakan sampai saat ini.

Adanya faktor pendukung terlaksananya eksekusi mati, beberapa

(10)

diantaranya adalah pemenuhan hak-hak terpidana melalui pengajuan upaya hukum biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) dan Grasi serta kelengkapan sarana fasilitas dalam pelaksanaan pidana mati, Pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan apabila seluruh hak-hak hukum terpidana telah terpenuhi.

Undang-undang Nomor 2/PNPS/ 1964 terdiri dari 4 bab dan 19 Pasal dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : Umum, Pasal 1.

Bab II : Tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum, Pasal 2-16.

Bab III : Tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan militer, Pasal 17.

Bab IV : Ketentuan peralihan dan penutup Pasal 19.

Pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. Ketentuan ini tidak mengurangi ketentuan yang ada dalam hukum acara pidana tentang penjalanan putusan pengadilan.

Ketentuan ini dengan sendirinya tidak memberlakukan lagi ketentuan pelaksanaan pidana mati sebagaimana diatur dalam Pasal 11 KUHP, yaitu dengan menggunakan jerat.

(11)

B. Pengaturan pidana mati dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHPidana)

Usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia harus dilandaskan pada tujuan nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan kata lain pembaharuan hukum pidana harus menjadi sarana untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Terkait pembaharuan hukum pidana, paling tidak terdapat dua tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana dan pidana yaitu tujuan ke dalam dan tujuan keluar. Tujuan kedalam, adalah pembaharuan hukum pidana dilakukan sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tujuan keluar adalah ikut serta menciptakan ketertiban dunia sehubungan dengan perkembangan kejahatan internasional.

Pembaharuan hukum dilakukan karena adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sudah diupayakan sejak 46 tahun yang lalu. Kebutuhan ini didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa ynag merdeka dan berdaulat. Terlebih lagi bagi negara yang pernah mengalami masa penjajahan dan saat ini masih mewarisi sistem hukum dari negara yang menjajahnya. Kondisi internal masyarakat Indonesia yang berkembang cepat seiring perkembangan yang terjadi di dunia internasional serta adanya tuntutan akan kepastian hukum dan keadilan yang begitu kuat, menyebabkan beberapa rumusan hukum pidaana yang dimuat dalam KUHP

(12)

tidak lagi dapat dijadikan dasar hukum untuk mengatasi problem kejahatan.

Pembaharuan hukum pidana yang komprehensif, di dalamnya mengatur keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan negara dengan kepentingan individu, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara nilai nasional dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, dan antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia, menjadi hal yang harus sesegera mungkin diwujudkan.

Pasal-pasal yang mengatur pidana mati dalam Buku I Aturan Umum Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019 :

a. Asas Nasional Aktif pada pasal 8 ayat 5 b. Perbuatan persiapan pada pasal 15 ayat 4

c. Permohonan Grasi ketentuan lain tentang pemidanaan pasal 62 ayat 1 d. Pidana mati bersifat khusus pada pasal 67

e. Penggolongan jenis pidana mati pada pasal 68 ayat 3 f. Pidana mati diancamkan secara alternatif pada pasal 98 g. Ketentuan Grasi bagi pidana mati pada pasal 99-102 h. Perbarengan pada pasal 129

i. Kewenangan penuntutan bagi pidana mati pada pasal 136 ayat 1 huruf e j. Kedaluwarsa pelaksanaan pidana mati pada pasal 142 ayat 3 dan 4

(13)

Perbuatan-perbuatan yang diancam pidana mati dalam Buku II Tindak Pidana Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2019 :

a. Makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 191

b. Makar terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada pasal 192

c. Sabotase dan Tindak Pidana pada waktu perang pada pasal 212 ayat 3 d. Pembunuhan Berencana pada pasal 465

e. Pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan luka berat atau mati pada pasal 485 ayat 4

f. Pemerasan dan Pengancaman yang menyebabkan luka berat atau mati pada pasal 488 ayat 2

g. Pembajakan di pesawat udara yang menyebabkan kematian pada pasal 594 ayat 2

h. Genoside pada pasal 598 huruf e

i. Tindak Pidana terhadap kemanusiaan pada pasal 599 huruf a j. Terorisme pada pasal 600

k. Narkotika pada pasal 612 ayat 2 huruf a dan b, pasal 613 ayat 2 huruf a, pasal 615 ayat 2 huruf a dan b.

Pada dasarnya, RKUHP 2019 tidak merombak prinsip-prinsip dasar pengaturan hukum pidana yang ada dalam KUHP yang berlaku saat ini.

(14)

RKUHP 2019 pada intinya adalah KUHP yang ditambahkan beberapa materi baru, di mana materi-materi baru tersebut dapat dikelompokan dalam 3 kelompok, yaitu (1) materi KUHP yang saat ini berlaku (Wetboek van Strafrecht); (2) materi yang berasal dari undang-undang di luar KUHP yang

mengatur hukum pidana; (3) materi yang sepenuhnya baru.

Dalam sturktur hingga pasal-pasal yang ada dalam Buku I dan Buku II RKUHP terdapat perbedaan yang cukup besar antara RKUHP dengan KUHP yang saat ini berlaku. RKUHP mengubah tata letak ketentuan-ketentuan yang ada pada KUHP dengan sedikit penambahan dan pengurangan diberbagai bagian.

Dalam buku I RKUHP mengatur tentang pemidanaan terhadap

“perbuatan persiapan” terhadap tindak pidana tertentu yang secara tegas dinyatakan dalam undang-undang. Dalam RUU KUHP 2019, “perbuatan persiapan” dikualifikasi sebagai tindak pidana, apabila dilakukan dengan tindak pidana. Hal lain terkait Buku I ialah perumusan definisi tentang

“permulaan pelaksanaan” yang sebelumnya dalam KUHP disebut percobaan.

Perumusan definisi tersebut tentu memiliki dampak positif, sehingga memudahkan dan memberi kepastian hukum dalam menentukan suatu perbuatan sebagai percobaan tindak pidana. Secara tidak langsung perumusan ini tentunya juga memudahkan untuk membedakan suatu perbuatan, apakah merupakan percobaan tindak pidana atau sebagai suatu persiapan tindak pidana.

(15)

Dalam buku II RKUHP 2019 mengkualifikasikan perbuatan

“permufakatanjahat” sebagai tindak pidana tertentu yang secara tegas dinyatakan dalam undang-undang dimasukkan kedalam RUU KUHP yang sebelumnya tidak terdapat dalam KUHP saati ini, permufakatanjahat dikualifikasikan sebagai tindak pidana dalam tindak pidana : Terorisme, Kejahatan kemanusiaan, Narkotika, Genoside.

RUU KUHP 2019 tidak membagi tindak pidana menjadi “kejahatan”

dan “pelanggaran, karena RUU KUHP hanya terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang ketentuan umum dan Buku II tentang Tindak Pidana. RUU KUHP mengklasifikasikan tindak pidana berdasarkan bobot tindak pidana yaitu : Sangat ringan, Berat, dan Sangat berat. Dengan demikian RUU KUHP tidak mengenal kategori tindak pidana sebagai “Tindak Pidana Luar Biasa.

Walaupun RUU KUHP masih memberikan tempat bagi beberapa tindak pidana tertentu sebagai tindak pidana yang memperoleh perlakuan khusus.

Pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak terpidana didasarkan pada pertimbangan bahwa sampai saat ini cara tersebut dinilai paling manusiawi. Pidana mati dapat dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan selama 10 tahun.

(16)

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengaturan pidana mati dalam kitab undang-undang hukum pidana termuat dalam Pasal 10 KUHP sebagai pidana pokok, sanksi pidana mati sebagai pidana pokok yang berada di urutan paling atas yang berarti pidana mati sebagai hukuman atau sanksi paling berat dalam sistem KUHP. Pedoman penerapan bagi Hakim dalam menjatuhkan pidana mati dalam KUHP yakni alternatif, Hakim dapat memilih salah satu sanksi atau hukuman diantara jenis hukuman yang dijatuhkan. Dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang- Undang No. 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan dilingkungan peradilan umum dan militer, bahwa pelaksanaan pidana mati tidak lagi dengan hukuman gantung tetapi dengan ditembak sampai mati. Pertimbangan dipilihnya tata cara ditembak sampai mati ini antara lain lebih manusiawi dan cara paling efektif untuk dilaksanakan.

Pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan apabila seluruh hak-hak hukum terpidana telah terpenuhi melalui upaya hukum biasa yaitu Peninjauan Kembali dan Grasi. 2. Pengaturan pidana mati dalam Rancangan kitab undang- undang hukum pidana 2019 masih akan mencantumkan pidana mati dalam sistem hukum Indonesia sebagai pidana yang bersifat khusus, namun selalu diancamkan secara alternatif, ini berarti dalam penerapannya tidak lagi sebagai yang utama melainkan bersifat khusus untuk mencegah pengguanan pidana mati secara semena-mena, sehingga pidana mati benar-benar digunakan sebagai upaya terakhir. Dalam RKUHP 2019 Pedoman penerapan Hakim

(17)

dalam menjatuhkan pidana mati masih sama dalam KUHP yaitu diancamkan alternatif, Hakim dapat memilih salah satu sanksi atau hukuman berdasarkan jenis hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan pasal-pasal yang diancamkan.

Pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak terpidana didasarkan pada pertimbangan bahwa sampai saat ini cara tersebut dinilai paling manusiawi.

Pidana mati dapat dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan selama 10 tahun.

Saran

1. Perlunya keselarasan dan konsisntesi dalam pelaksanaan ekseskusi hukuman mati dalam KUHP agar dapat menyikapi kesenjangan yang terjadi antara perundang-undangan Indonesia terutama dalam KUHP dengan instrumen HAM yang cenderung menghapuskan pidana mati. 2. Dalam RKUHP 2019 tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana mati merupakan tindak pidana yang diancam sanksi pidana mati dalam KUHP dan UU khusus lainnya. Penerapan pidana mati tidak akan dapat memasyarakatkan terpidana dan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana. Mengingat masih banyak kelemahan dalam Rancangan KUHP 2019, perlu sekiranya dalam pembaharuannya perlu disinkronisasikan dan dikaji ulang dengan keadaan dan kebutuhan Hukum positif di Indonesia.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Efryan R. T. Jacob, 2017, Pelaksanaan Pidana Mati menurut Undang-undang Nomor 2/PNPS/1964, Lex Crimen Vol. VI/ No. 1

Fransiska Novita Eleanora, 2012, Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana, FH. Universitas Mpu Tantular Jakarta.

Ilyas Amir, (2012). Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan. Yogyakarta &

PuKAP-Indonesia: Rangkang Education Yogyakarta.

M. Ali Zaidan, (2015). Menuju Pembaharuan Hukum Pidana (Vol. 1). Jakarta:

Sinar Grafika.

R. Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Beserta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.

Rodliyah, (2014). Pidana Mati Terhadap Perempuan (Suatu Kajian Perbandingan). CV. Arti Bumi Intaran.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan

Indonesia, Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum dan Militer

Tim Redaksi, (2019), Himpunan Kitab Undang-undang Hukum Utama Indonesia;

KUHPer, KUHP, dan KUHAP. Yogyakarta: Laksana.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) 2019

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tudung, luas tudung, berat basah, dan berat kering jamur kuping.. Namun

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa jenis dan komposisi nutrisi media tanam jamur tiram putih memberikan pengaruh yang nyata pada persentase

Dampak lain yang dirasakan oleh guru-guru dan warga sekolah dari kegiatan PAK ini adalah sebagai berikut; (1) Siswa menjadi tertib, disiplin, tepat waktu datang ke sekolah dan

(sambil menunjuk lubang hidungnya) Jawaban Syifa “ warna apa?” setelah mendengar pertanyaan “ Syifa suka warna apa?” melanggar maksim relevansi, karena jawaban tidak

menempel di batang yang sudah lapuk. Jenis ini ditemukan di beberapa tempat namun hampir semuanya tumbuh di tempat yang tidak mendapat banyak sinar matahari. Jenis lain yang

Populasi jabon putih dari wilayah NTB (Lombok Barat dan Sumbawa) mempunyai nilai keragaman yang lebih tinggi dibandingkan nilainya dari wilayah Sumatera (Sumatera Barat dan

Untuk menunjang proses monitoring, pengendalian dan evaluasi yang cepat, tepat dan efisien dalam penanganan bencana dan keadaan darurat, maka diperlukan suatu