• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi penurunan kejadian penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Strategi penurunan kejadian penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

49

Strategi penurunan kejadian penyakit demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan

1Tri Utami, 1Sukendi, 2Agrina

1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungam Program Pascasarjana Universitas Riau

2 Fakultas Keperawatan Universitas Riau.

Koresponden E-mail: utamit39@gmail.com

https://doi.org/10.31258/ecn.3.2.p.49-53 ABSTRACT

Disetujui: 28 September 2020 Diterbitkan: 30 September 2020

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito. There were 144 dengue cases, without any deaths in 2016, while in 2017 it decreased to 54 cases, without any deaths in Indragiri Hilir Regency. Therefore, it was necessary to carry out a strategy to solve the problem. This research aims to analyze the strategy to reduce the case of dengue hemorrhagic fever in Puskesmas Gajah Mada, Tembilahan. The method in the research was interviews, observation and test. To data analysis, the researcher used SWOT analysis. The results showed that UPT Puskesmas Gajah Mada implemented essential health programs and programs development. For making the program will be success, it requires good human resources that supported by good management. Good management always concern to the completeness and accuracy of the data which is basic data and other supporting data that collected in the Puskesmas Profile. Puskesmas management is connecting structure that worked systematically to produce the effective and efficient Puskesmas outputs. The connecting structure of activities include Planning, Movement, Implementation, Supervision, Control, and Assessment which cannot be separated from the accuracy of the data, which is basic data and supporting data Keywords:

Strategy, Dengue Fever, Puskesmas

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus yang hidup di kebun-kebun. Nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (DBD) terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Gita et al, 2007). Di Indonesia penyakit DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat karena jumlah penderitanya tinggi dan penyebarannya yang semakin luas.

Kondisi ini dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang senang menampung air untuk keperluan rumah tangga dan kebersihan dirinya. Dari berbagai tempat berkembang biak bak mandi merupakan tempat penampungan air yang paling banyak mengandung larva nyamuk Aedes aegypti. Hal ini dikarenakan kamar mandi masyarakat Indonesia yang umumnya lembab, kurang sinar matahari, dan sanitasi atau kebersihannya kurang terjaga. Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan global karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran dan mencegah penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara massal, abatisasi massal, serta Penggerakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M yang terus menerus (Widoyono, 2008).

Pada tahun 2016 jumlah kasus DBD yang terjadi di Indonesia sebanyak 204.171 kasus, kemudian menurun pada tahun 2017 sebanyak 68.407 kasus. Jumlah penderita DBD pada 2014 sebanyak 100.347 orang, kemudian 2015 sebanyak 129.650, kemudian di 2016 sebanyak 204.171.

Kemudian di 2017 sebanyak 68.407, kemudian 2018 sebanyak 53.075, dan 2019 sebanyak 110.921 orang (Republika, 2019). Sepanjang periode Januari-Juli 2020, Kemenkes mencatat sebanyak 71.633 kasus DBD di Indonesia. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pada setahun terakhir. Penyakit demam berdarah yang ringan dapat menyebabkan demam tinggi, ruam, dan nyeri otot dan sendi. Sedangkan penyakit demam berdarah yang parah, atau juga dikenal sebagai dengue hemorrhagic fever, dapat menyebabkan perdarahan serius, penurunan tekanan darah yang tiba-tiba drastis dan bahkan bisa berujung kematian.

Sebagai salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran nyamuk tersebut adalah dengan cara pengendalian vektor dengan menggunakan insektisida seperti malathion yang penggunaanya dengan cara fogging tetapi penggunaan ini hanya membunuh nyamuk dewasa saja, dan hanya bertahan dua atau tiga hari saja semenjak penggunaannya. Juga cara ini bisa dikatakan mahal dan kurang efektif. Cara lain yang digunakan adalah dengan

Advancing the World of Information and Environment

Vol. 3 No. 2 September, 2020, pp. 49-53

Journal homepage: https://journal.pasca-unri.org/index.php/econews/index

Journal homepage: http://journal.pasca-unri.org/index.php/econews

(2)

50 abate atau temofes yang ditabur ke bak mandi guna

membunuh larva, tetapi bahaya bagi lingkungan sekitar karena menimbulkan bau tak sedap pada air yang di taburi abate tersebut.

Sesuai instruksi dari pemerintah lewat Kementerian Kesehatan, pencegahan DBD yang paling efektif adalah melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus. PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat (Steva et al, 2015).

Namun cara ini dalam prakteknya di lapangan belum memberikan hasil yang diharapkan karena kasus DBD masih saja terjadi di Indonesia.

Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2016 terdapat kasus DBD sebanyak 144 kasus, tanpa ada kematian, sedangkan pada Tahun 2017 mengalami penurunan yaitu menjadi 54 kasus, tanpa ada kematian. Tembilahan dikenal dengan negri seribu jembatan atau seribu parit, kota tembilahan mempunyai DAS (daerah aliran sungai) yang disebut sungai indragiri, disamping itu dengan kondisi tanah rawa dan minimnya saluran air drainase, sehingga besar kemungkinan tempat terjadinya perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Dan juga kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di sungai yang bias menyediakan tempat berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti. Dengan keadaan tersebut maka semakin meningkatnya kasus DBD di tembilahan. Dari data terbaru yang di dapat, terdapat kasus tertinggi DBD pada Tahun 2018 periode Januari-November terdapat di Tembilahan, terdapat 159 kasus suspek DBD menyerang anak-anak. Dari 159 kasus yang di curigai 41 diantaranya positif DBD dan satu anak balita meninggal dunia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalis strategi penurunan kejadian penyakit demam berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan. Bagi pemerintah, hasil studi diharapkan dapat memberikan masukan terkait strategi penurunan kejadian penyakit demam berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan. Sedangkan bagi masyarakat, diharapkan sebagai masukan dalam pencegahan gigitan nyamuk Aedes aegypti, serta memberikan kesadaran yang lebih baik dalam menjaga lingkungan tempat tinggalnya.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Penentuan lokasi ditentukan secara purposive yakni Puskesmas Gajah Mada merupakan salah satu puskesmas dengan kasus angka kejadian DBD tertinggi di Kota Tembilahan. Pelaksanaan penelitian ini telah dimulai bulan Februari 2020.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Metode penelitian dengan metode survey sebagai perancangan penelitian bertujuan melakukan pengujian yang cermat dan teliti terhadap suatu objek penelitian berdasarkan suatu situasi maupun kondisi tertentu dengan melihat kesesuaiannya dengan pernyataan (Subiyanto, 2000).

Populasi pada penelitian ini adalah semua tenaga kesehatan dan masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskemas Gajah Mada. Adapun sampel pada penelitian ini, yang terdiri dari 2 orang tokoh masyarakat, 3 orang tenaga kesehatan di puskesmas, dan 2 orang kader jumantik. Sampel di ambil dengan menggunakan metode purposive sampling.

Analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis SWOT. analisis SWOT (Strength, Weakness, Threat, Opportunity) merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menentukan prioritas strategi alternatif dalam menurunkan angka kasus DBD yang paling tepat dilaksanakan. Menurut Rangkuti (2014) analisis SWOT (Strength, Weakness, Threat, Opportunity) merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menentukan prioritas strategi alternatif dalam menurunkan angka kasus DBD yang paling tepat dilaksanakan. Analisis ini didasarkan pada faktor internal dan eksternal untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang serta dapat meminimkan kelemahan dan ancaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara dan survey yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari 2020 menunjukkan bahwa kasus DBD di wilayah Kerja Puskesmas mengalami peningkatan karena program yang dijalankan pihak puskesmas belum terealisasikan secara sempurna, di samping itu juga ada beberapa faktor yang masih sulit diubah oleh masyarakat Tembilahan. Faktor pertama masih sering membuang sampah ke sungai, faktor kedua terjadinya pasang surut yang menimbulkan pengendapan sampah di bibir parit dan sungai Tembilahan, dan faktor ketiga ialah faktor iklim sangat mempengaruhi dimana curah hujan yang tak menentu.

Oleh karena itu dilakukan pengelompokan terhadap faktor- faktor tersebut terkait dengan program penanggulangan DBD yang dilakukan oleh pihak puskesmas dalam menurunkan kajadian demam berdarah dengue di puskesmas tersebut.

Faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan mempertimbangkan kondisi dan peran masing-masing faktor dalam menurunkan kejadian angka kasus DBD di Puskesmas Gajah Mada

1. Kekuatan (Strength) a. Faktor Ekonomi - Sedang - Tinggi

Faktor ekonomi dapat dikategorikan menjadi Kekuatan (Strength) apabila semakin baik ekonomi seseorang, maka akan semakin baik pula dalam menjaga kondisi lingkungannya, sehingga untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti semakin sedikit. Tingkat ekonomi yang tinggi akan membuat masyarakat mudah dalam mengakses informasi terkait DBD misalnya dari televisi, media internet melalui ponsel dan pendidikan yang akan diterima lewat anak-anaknya yang bersekolah sehingga pemahaman masyarakat akan bahaya DBD dapat lebih ditingkatkan.

Tingkat ekonomi yang baik ini juga akan menjadi peluang bagi masyarakat dalam memikirkan solusi untuk mencegah DBD melalui pembuatan sanitasi di rumah atau mendapatkan obat yang bisa dibeli untuk mencegah pertumbuhan DBD.

Hal ini dapat terlaksana jika kondisi keuangan masyarakat cukup baik (Dirjen PPM PLP, 2012). Namun jika sebaliknya

(3)

51 tentu permasalahn DBD akan dikesampingkan oleh

masyarakat karena mereka tidak akan sempat memikirkan hal tersebut karena lebih difokuskan bagaimana mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2018) yang menyatakan bahwa faktor ekonomi terutama pendapatan keluarga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit DBD.

2. Kelemahan (Weakness) a. Tradisi Masyarakat

- Membuang sampah sembarangan - Kebiasaan menggantung pakaian - Jarang menguras bak mandi

Tradisi masyarakat di kategorikan menjadi Kelemahan (Weakness) karna sudah menjadi kebiasaan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.

b. Kondisi Lingkungan - Sampah yang menumpuk - Genangan air hujan

Kondisi lingkungan juga dapat di ketegorikan menjadi Kelemahan (Weakness) dimana akibat dari membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan sampah yang menumpuk dan juga terdapat genangan air hujan terutama pada ban-ban bekas dan kaleng-kaleng bekas.

3. Peluang (Opportunity) a. Status Ekonomi - Rendah

Status ekonomi juga dikategorikan dalam Peluang (Opportunity) karena pada kondisi ekonomi yang rendah memungkinkan tingkat pengetahuan terhadap lingkungan kurang sehinggga dapat menyebabkan meningkatnya perkembangbiakan nyamuk di sekitar lingkungan lebih tinggi. Sedangkan status ekonomi yang baik akan menjadi peluang untuk menurunkan angka DBD. Hal ini menjadi salah satu peluang yang perlu diperhatiakn terkait status ekonomi masyarakat. Ekonomi yang tinggi akan membuat masyarakat lebih mendapatkan pengetahuan lewat pendidikan yang diterima oleh anggota keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka pemahaman akan masalah DBD akan semakin baik. Sehingga nantinya akan menjadi peluang untuk menurunkan kasus DBD.

4. Ancaman (Threat)

a. Penyebab meningkatnya DBD - Iklim/Cuaca

- Pasang Surut

Tabel 1. Analisis SWOT

No Faktor-faktor S w o t

a. Penyebab Meningkatnya Kasus DBD

1. Iklim/Cuaca X

2. Pasang surut X

b. Tradisi Masyarakat

1. Membuang sampah sembarangan X

2. Kebiasaan menggantung pakaian X

3. Jarang menguras bak mandi X

c. Kondisi Lingkungan

1. Sampah yang menumpuk X

2. Genangan air hujan X

d. Status Ekonomi

1. Rendah X

2. Sedang X

3. Tinggi X

No Faktor-faktor S w o t

e. Penyebab Meningkatnya Kasus DBD

1. Iklim/Cuaca X

3. Pasang surut X

f. Tradisi Masyarakat

1. Membuang sampah sembarangan X

2 Kebiasaan menggantung pakaian X

3 Jarang menguras bak mandi X

g. Kondisi Lingkungan

1 Sampah yang menumpuk X

2 Genangan air hujan X

h. Status Ekonomi

1 Rendah X

2 Sedang X

3 Tinggi X

Penyebab meningkatnya DBD seperti iklim/cuaca dan pasang surut dikategorikan dalam Ancaman (Threat).

Peningkatan curah hujan akan menyebabkan banyaknya terjadi genangan air dimana-mana sehingga memperluas

penyebaran penyakit demam berdarah. Peningkatan curah hujan akan meningkatkan kelembaban dan temperatur. Hal ini akan mendukung seluruh aktivitas nyamuk termasuk memperpanjang umur dan bereproduksi. Vektor Aedes

(4)

52 aegypti akan berkembang secara optimum pada temperatur

20–28 derajat Celcius. Umur nyamuk yang lebih panjang akan meningkatkan peluang bagi virus dengue untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya. Indonesia, khususnya Tembilahan yang beriklim tropis dengan suhu udara 16–32 derajat Celcius dan kelembaban relatif 60–80 persen merupakan ruang yang ideal untuk mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat menjadi fokus perhatian pemerintah selaku pengambil kebijakan dalam upaya penganggulangan penyakit DBD. Salah satu kebijakan yang diambil dapat dilihat dari Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue (P2DBD) Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi (a) meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap P2DBD; (b) meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD; (c) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD; (d) memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program; dan (e) pembangunan berwawasan lingkungan.

Beberapa strategi yang dirumuskan dalam program pemberantasan penyakit DBD yaitu melalui:

Pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditempuh dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD melalui KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya secara intensif dan berkesinambungan.

Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD. Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat menentukan.

Peningkatan profesionalisme pengelola program Sumber Daya Manusia yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan program P2DBD. Pengetahuan mengenai bionomic vector, virologi, dan faktor-faktor perubahan iklim, tatalaksana kasus harus dikuasai karena hal- hal tersebut merupakan landasan dalam penyusunan kebijaksanaan program P2DBD. Pengembangan tenaga:

Petugas Lapangan PP & PL dan Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) untuk memperkuat surveilans vektor.

Desentralisasi Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola program pusat kepada pemerintah kabupaten/kota.

Operasionalisasi P2DBD sepenuhnya dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota dan Puskesmas. Perlunya peningkatan kapasitas SDM di setiap tingkatan melalui pelatihan, bimbingan teknis dan magang. Peran pusat dalam hal surveilans epidemiologi, dukungan teknis dan pembuatan pedomanpedoman/standarisasi prosedur.

Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit DBD, karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vektor sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, advokasi, sosialisasi, dan berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam pemberantasan penyakit DBD.

Pada bagian Kelemahan (Weakness) yang memuat tentang tradisi masyarakat yang menyebabkan peningkatkan jumlah DBD seperti membuang sampah sembarangan, kebiasaan menggantung pakaian, dan jarang menguras bak mandi. Maka pemerintah setempat dapat melakukan beberapa strategi dan program diantaranya:

Melakukan upaya penyuluhan melalui setiap Puskesmas yang berada di Kota Tembilahan dengan cara menggerakan petugas Puskesmas ke masing-masing rumah warga untuk memberikan penyulusan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dalam hal mengurangi DBD di daerah tersebut, diantaranya dengan membuang sampah pada tempanya, menggantung pakaian pada tempat yang terbuka dan tidak pengap udara, dan menguras bak mandi seminggu sekali dan juga menaburi bak mandi dengan obat pembunuh jentik nyamuk.

Pemerintah daerah menyediakan tempat sampah organik dan non organik di daerah-daerah belum tersedia tempat pembuangan sampah. Sehingga masyarakat diharapkan untuk dapat membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.

Pemerintah setempat juga membuat peraturan yang memuat denda dan sanksi bagi masyarakat yang kedapatan membuang sampah di daerah tersebut. Sanksi ini diharapkan dapat menjadi efek jera bagi masyarakat

Selanjunya pada bagian Ancaman (Threat) yang terkait dengan iklim/cuaca dan pasang surut dapat dilakukan langkah-langkah diantaranya:

Curah hujan yang tinggi dapat disiasati dengan menutup lubang-lubang di permukaan tanah yang berpotensi membentuk genangan air yang cukup besar yang dapat menjadi tempat berkembang biak jentik-jentik.

Sebelum memasuki musim penghujan, masyarakat bisa memanfaatkan waktu untuk menerapkan program 3M plus yaitu menguras, menutup, mengubur atau menimbun barang- barang bekas, dan menyikat bersih dinding tempat penyimpanan air.

Selanjutnya faktor yang telah berada di kategori kekuatan dan peluang dapat ditingkatkan lagi lewat program:

Memberdayakan masyarakat sekitar dengan mengadakan berbagai pelatihan keterampilan terkait mata pencaharian masyarakat dalam hal ini pertanian, seperti mengadakan pelatihan budidaya tanaman pertanian unggul, peningkatan jumlah produksi masyarakat sehingga pendapatan masyarakat juga akan semakin meningkat.

Pemerintah daerah mencarikan link (jalur) atau target pasar yang lebih luas lagi terkait produk pertanian yang dihasilkan, sehingga petani bisa memasarkan produknya lebih luas lagi. Hal ini juga akan berdampak kepada peningkatan ekonomi petani.

Menyediakan modal bagi petani yang masuk kategori layak menerima bantuan sehingga petani tersebut atau masyarakat dapat terbantu dalam meningkatkan produksinya

Mengadakan pekan pameran hasil produksi petani sehingga diharapkan produk pertanian di Tembilahan dapat lebih dikenal luas.

Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia.

Angka kesakitan penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain di karenakan perbedaan situasi dan kondisi wilayah. Oleh karena itu diperlukan model pencegahan demam berdarah berupa pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui peran serta masyarakat yang sesuai situasi budaya setempat, karena kunci utama dari

(5)

53 pengendalian penyakit DBD adalah pemutusan mata rantai

penularan melalui pengendalian pada vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Program pokok pengendalian DBD meliputi surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana kasus, pengendalian vektor, peningkatan peran serta masyarakat, sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB, penyuluhan, membangun kemitraan/jejaring kerja, peningkatan capacity building, penelitian dan survei; dan monitoring dan evaluasi (Rahmat M, 2016). Oleh karena itu pihak puskesmas harus lebih meningkatkan kegiatan yang telah ada. Adapun inovasi baru dalam pemberantasan jentik nyamuk adalah dengan menggunakan bahan insektisidaa alami yaitu dengan ekstrak buah bintaro yang mana telah dilakukaan penelitian.

KESIMPULAN

Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan oleh pihak puskesmas dan bekerjasama dengan DInas Kesehatan Kabupaten Indaragiri Hilir antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat.

Dari hasil wawancara dan survei yang telah peneliti lakukan pada bulan februari 2020 yang lalu tentang mengapa DBD di wilayah Kerja Puskesmas bisa meningkat?

dikarnakan program yang dijalankan pihak puskesmas belum terealisasikan secara sempurna, di samping itu juga ada beberapa faktor yang masih sulit di ubah oleh masyarakat tembilahan faktor pertama masih sering membuang sampah ke sungai, faktor kedua terjadinya pasang surut yang menimbulkan pengendapan sampah di bibir parit dan sungai tembilahan, dan faktor ketiga ialah faktor iklim sangat mempengaruhi dimana curah hujan yang tak menentu. maka selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap faktor-faktor tersebut terkait dengan program penanggulangan DBD yang dilakukan oleh pihak puskesmas dalam menurunkan kajadian demam berdarah dengue di puskesmas tersebut.

Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue (P2DBD) Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi (a) meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap P2DBD; (b) meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD; (c) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD; (d) memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program; dan (e) pembangunan berwawasan lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada kedua pembimbing saya yang telah banyak membantu dalam meyelesaikan makalah ini, juga kepada kedua orang tua saya dan suami saya yang telah mengizinkan saya untuk menyelesaikan studi saya dan juga kepada anak saya. Serta teman-teman seperjuangan yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Terutama kepada pihak

Puskesmas yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen PPM, PLP. (2012). Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Depkes RI.

Fitriana. (2018). Hubungan Faktor Suhu Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Sawahan Surabaya. The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 83-94.

Gita, K. (2007). Reliabilitas Antara Angka Bebas Jentik Hasil Pemantauan Jentik Berkala dan Hasil Penyelidikan Epidemiologi di Kota Denpasar Tahun 2007. Denpasar:

Jurnal

Kardinan, A. (2003). Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Agro Media Pustaka. Jakarta

Rahayu, T. (2012). Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 479 – 492

Rangkuti, Freddy. (2014). Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT Cara. Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Republika. (2019). Kemenkes Rilis Jumlah Korban DBD dari 2014 Hingga 2019.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/19/01/

30/pm5fi1349-kemenkes-rilis-jumlah-korban-dbd-dari- 2014-hingga-2019. Diakses 17 Agustus 2020.

Samarang. (2012). Tingkat Kematian Larva Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus Terhadap Penggunaan Abate Dengan Metode Berbeda. Jumal Vektor Penyakit, Vol. Vi No. 1, 2012 :26 – 33

Satari, H.I & Mila, M. (2004). Demam Berdarah Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit + Menu. Jakarta: Puspa Swara.

Subiyanto, I. (2000). Metodologi Penelitian, Upp Ampykpn.

Yogyakarta

World Health Organization. (2004). Demam Berdarah Dengue. Jakarta Egc

Referensi

Dokumen terkait

DIEDIT ULANG BAP -S/M PROV.JABAR SEPTEMBER 2007 3 Pelaksanaan Evaluasi Diri Oleh Sekolah/Madrasah Pengajuan Akreditasi Oleh Sekolah/Madrasah MEKANISME PELAKSANAAN

Pelelangan Sederhana di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dinyatakan GAGAL , dengan alasan peserta yang memasukan Dokumen Penawaran tidak ada yang lulus

Dengan cara yang sama, zat-zat makanan terlarut berdifusi ke luar sel melewati membran sel jika konsentrasi zat di dalam sel lebih banyak dari pada yang ada di bagian luar sel..

Pada penulisan ilmiah ini Penulis mencoba mengangkat masalah ini yaitu membuat suatu permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh siapa saja Program aplikasi ini dibuat

Secara umum indeks saham LQ-45 di Indonesia cenderung mengalami peningkatan ( bullish market ). Keadaan tersebut tidak lepas dari kondisi ekonomi makro Indonesia

Hasil sampel menunjukkan bahwa tidak ada indikasi manajemen laba sebelum merger dan akuisisi yang dilakukan dengan income increasing accruals.. Selanjutnya kinerja keuangan

Berdasarkan analisis data dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Silabus dan SAP pada mata kuliah praktik pencabutan gigi tetap pada mahasiswa Poltekkes

In (Pasquet et al., 2016) a framework is proposed to automatically detect man- hole covers in high resolution aerial images by combining the method based on the geometrical filter