• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori

2.1.1 Komoditas Karet

Menurut Litbang Pertanian (2007), karet merupakan komoditas perkebunan yang ada di Indonesia dan memiliki peranan yang sangat penting, sebagai salah satunya sumber lapangan kerja bagi masyarakat. Komoditas karet memberikan kontribusi sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra- sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet, baik pada perkebunan karet rakyat maupun pada perkebunan milik perusahaan swasta dan negara. Perusahaan besar yang bergerak dibidang perkebunan karet telah memberikan sumbangan pendapatannya kepada negara yaitu dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan perusahaan (Litbang Pertanian, 2007).

Penyadapan merupakan proses pengeluaran lateks dari dalam pembuluh lateks, sesuai dengan kapasitas potensial yang dimiliki oleh tanaman karet agar tetap bisa menjaga keberlanjutan produksi lateks (Syukur, 2015). Syukur (2015) menambahkan bahwa menyadap merupakan proses atau kegiatan mengeluarkan lateks dari batang karet melalui pelukaan buatan pada kulit batag sehingga lateks menetes ke luar dan ditampung pada mangkuk.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Perkebunan

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan yang berkaitan dengan pengelolaan manusia melalui aktivitas organisasi dan fungsi operasionalnya (Wilson, 2012). Wilson (2012) menambahkan bahwa MSDM merupakan suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan dan pengawasan, terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahaan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Fungsi operasional manajemen sumber daya manusia adalah pengadaan sumber daya manusia, pengembangan sumber daya manusia, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan sumber daya manusia (Wilson, 2012).

(2)

Menurut Nawawi (2003) manajemen sumber daya di perusahaan perkebunan dapat berupa modal, manusia dan mesin. Pengelolaan sumber daya sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan dan jika pengelolaannya kurang baik akan menghalangi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Nanawi (2003) menambahkan bahwa dengan sumber daya manusia akan dapat membantu perusahaan dalam efektivitas dan efisiensi pekerjaan serta merancang dan memproduksi barang dan jasa, mengawasi, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya dan menentukan sesuai tujuan perusahaan.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam mencapai efisiensi yang diharapkan harus menyediakan SDM yang handal baik dalam skill maupun manajerial (Anonim, 2012). Penyediaan dan pengembangan SDM menjadi kunci dalam pembangunan perkebunan berkelanjutan. Namun demikian penyedian dan pengembangan SDM tidak dapat diusahakan secara instan. Pembanguna SDM perkebunan pada umumnya diperlukan design dan rencana-rencana penyedia dan pengembangan SDM yang sesuai dengan karakterisktik dan budaya perkebunan (Anonim, 2012).

2.1.3 Kepuasan Kerja

Menurut Handoko (2008), kepuasan kerja adalah suatu fenomena atau kejadian yang mana karyawan memiliki emosional baik itu menyenangkan, kurang bahkan tidak menyenangkan dalam melakukan pekerjaannya. Kreitner dan Kinicki (2005) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu efektivitas atau respons dari emosional karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Davis dan Newstrom (2008) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai terhadap pekerjaannya, baik itu persasaan yang menyenangkan atau tidak. Menurut Robbins (2006) kepuasan kerja adalah cara karyawan dalam menyikapi pekerjaannya dengan membandingkan perbedaan antara jumlah penghargaan atau hasil yang telah diterima karyawan dan jumlah yang diyakini seharusnya diterima oleh karyawan tersebut.

Kepuasan kerja merupakan sikap dari emosional karyawan sehingga menyenangkan, mencintai pekerjaannya dan hal ini tercermin dari moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja yang dimiliki oleh karyawan itu sendiri (Hasibuan,

(3)

2007). Menurut Robins (2001) Kepuasan kerja terdiri dari faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang menantang, yaitu pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan kebebasan, keterampilan dan kemampuan.

2. Imbalan yang pantas, yaitu sistem upah yang diberikan secara adil yang dirasakan dari pembayaran tersebut

3. Kondisi yang mendukung, yaitu lingkungan kerja yang baik memberikan kenyamanan dan memudahkan aktifitas kerja.

4. Rekan kerja yang mendukung, yaitu rekan kerja biasa bersahabat, kompeten serta mendukung pekerjaan.

5. Kesesuaian kepribadian pekerjaan, yaitu kecocokan seorang karyawan dengan pekerjaannya.

Teori kepuasan kerja menurut teori dua faktor yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (1992) menjelaskan bahwa, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu dissatisfiers atau hygiene factors dan satisfiers atau motivator. Kategori Hygiene factors yang meliputi: upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan kesempatan berkembang.

jika besarnya hygiene factors belum memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga karyawan tidak merasa kecewa tetapi belum terpuaskan. Sedangkan Satisfiers adalah karakteristik dari pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan karyawan serta perkembangan psikologisnya, seperti pekerjaan yang menarik, kesempatan untuk berprestasi, penghargaan dan promosi. Jika hal ini tidak tercukupi akan menghambat para pekerja mendapatkan kepuasan positif.

Menurut Febrinawati, dkk (2015) dalam penelitian mereka menyebutkan bahwa karyawan yang bekerja di perkebunan karet merasa puas apabila pekerjaan yang diberikan sesuai bidang kemampuan yang dimiliki karyawan. Kepuasan kerja merupakan sikap atau respon karyawan terhadap pekerjaannya, apakah pekerjaan tersebut menyenangkan atau tidak. Widyawatiningrum, dkk (2015) dalam penelitiannya di PTPN X Jember menyatakan bahwa pengawas memiliki peranan aktif dalam memantau dan mengawasi karyawan dalam bekerja di perkebunan serta proses pengawasan yang dilakukan secara langsung akan membuat karyawan teliti dalam menyelesaikan pekerjaan. Peran aktif pengawas

(4)

akam membuat hubungan karyawan dengan pengawas akan semakin baik sehingga karyawan merasa diperhatikan dan karyawan merasa puas dalam bekerja.

2.1.4 Faktor Internal

Menurut Hasibuan (2007) faktor internal merupakan faktor dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Dengan demikian faktor internal yaitu yang berasal dari karyawan itu sendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi:

2.1.4.1 Motivasi

Menurut Wilson (2012), mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata motif (motive), yang berarti dorongan. Motivasi mendorong karyawan dengan secara sadar melakukan suatu pekerjaannya. Menurut Mathis dan Jackson (2006), motivasi ialah suatu keinginan yang kuat dalam diri seseorang untuk mencapai tujuannya. Motivasi menurut Hasibuan (2001) sebagai pemberi penggerak untuk menciptakan gairah kerja karyawan, dengan bekerja efektif, terintegrasi dengan segala daya dan upaya untuk mencapai kepuasan. Terry (1960) menjelaskan bahwa motivasi adalah keinginan di dalam diri karyawan yang merangsang untuk melakukan pekerjaan. Derajat atau keadaan rangsangan tersebut tergantung pada pengharapan pribadi terhadap suatu tingkat kepuasan perasaan yang bisa dicapai.

Kinman, et al. (2001) dalam Setyawan (2005) mengungkapkan bahwa ada beberapa indikator dari motivasi intrinsik diantaranya: Ketertarikan pada tugas, Keinginan untuk berkembang, Senang pada pekerjaannya dan Menikmati pekerjaannya. Faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang berhubungan dengan kepuasan kerja antara lain keberhasilan mencapai prestasi dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarier serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang (Setyawan, 2005).

Menurut Siahaan (2015) dalam penelitiannya di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, mengemukakan bahwa kebijakan perusahaan mampu memotivasi kerja karyawan di perkebunan menjadi lebih baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu pemberian reward, gaji, tunjangan,

(5)

bonus, fasilitas dan kesempatan mengembangkan karir yang lebih baik, lebih objektif, lebih adil dan merata kepada seluruh karyawan. dengan demikian karyawan akan lebih semangat dan selalu termotivasi memberikan hasil kerja yang baik bagi perkembangan perusahaan. Karyawan yang termotivasi akan memiliki semangat dalam bekerja sehingga memberikan perkembangan bagi perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Dengan motivasi juga akan membuat karyawan menjadi lebih berkembang sehingga dapat meningkatkan kemampuan karyawan dalam bekerja.

Menurut penelitian Widyawatiningrum, dkk (2015) motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja di PTPN X Jember dimana motivasi memiliki peranan penting untuk meningkatkan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki motivasi akan lebih semangat dan merasa puas dengan pekerjaannya. Dengan motivasi yang dimiliki oleh karyawan dapat mendorong untuk bekerja lebih baik, sehingga karyawan dapat mencapai tujuan organisasi dan merasa puas dengan capaian tersebut.

2.1.4.2 Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan suatu proses pengetahuan atau keterampilan yang dibentuk pada sebuah pekerjaan dan keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984). Menurut Trijoko (1980) pengalaman kerja merupakan pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang. Akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu, dengan memperhatikan pengalaman kerja karyawan maka perusahaan dapat menentukan posisi atau jabatan yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Ketepatan dalam penempatan karyawan baru maupun karyawan lama pada posisi jabatan baru merupakan keberhasilan dalam pengadaan tenaga kerja. Foster (2001) menjelaskan bahwa pengukuran pengalaman kerja dapat dilihat dari lama waktu atau masa kerja, variasi pekerjaan, penguasaan terhadap pekerjaan serta jenis pekerjaan.

Menurut Santoso (2007), dalam penelitiannya di PT. Perkebunan Nusantaran X Gayamprit, Klaten, mengemukakan bahwa karyawan yang berpengalaman dipandang lebih mampu dan produktif dibanding dengan karyawan yang kurang berpengalaman. Seorang karyawan memiliki pengalaman

(6)

kerja tentu akan mempengaruhi kualitas dan kemampuan kerja menjadi bertambah dan berkembang. Dengan pengalaman yang dimiliki karyawan akan lebih mudah dalam melakukan sebuah pekerjaan serta dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan karyawan dalam bekerja. Karyawan yang berpengalaman dalam bekerja memiliki produktivitas yang baik dan kinerja yang tinggi.

Menurut penelitian Yudistira (2015), pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Sasaran dan pengetahuan atau pengalaman kerja dari karyawan merupakan variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh manejer suatu organisasi dan dapat saja berubah seiring dengan perubahan dinamika yang berkembang dalam diri karyawan.

2.1.5 Faktor Eksternal

Menurut Hasibuan (2007), faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang berasal dari lingkungan. Dengan demikian faktor yang di luar diri karyawan yaitu faktor yang berasal dari manajemen perusahaan yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

2.1.5.1 Kepemimpinan

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, seperti kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan usaha bersama guna mencapai suatu sasaran tertentu disebut pemimpin (Kartono, 2005).

Kepemimpinan adalah kegiatan atau kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni merubah perilaku manusia baik secara individu maupun kelompok (Permadi, 2010). Kepemimpinan adalah proses psikologis dalam menerima tanggung jawab tugas, diri sendiri, dan nasib orang lain.

Menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan untuk dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai pemimpin (Wilson, 2012). Menurut

(7)

Thorlakson dan Murray (1996) dalam Setyawan (2005), kualitas kepemimpinan dapat diukur dengan beberapa indikator seperti; tingkat inisiatif, tingkat keyakinan, tingkat pertanggungjawaban, dan tingkat komunikasi yang dimiliki seorang pemimpin kepada karyawan yang dipimpinnya.

Menurut Yukl (2005) secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiki beberapa karakteristik berikut ini:

1. Pemimpin yang memiliki ciri: motivasi, kepribadian dan nilai 2. Memiliki keyakinan dan Optimisme tinggi

3. Memiliki perilaku yang baik

4. Memiliki ketermpilan dan keahlian khusus 5. Memiliki integritas dan etika yang baik 6. Memiliki taktik untuk mempengaruhi 7. Memiliki sifat pengikut bagi karyawannya

Menurut Febrinawati, dkk (2015), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seorang pemimpin di sebuah perusahaan perkebunan harus memiliki sifat dan karakter yang mengayomi, melindungi, jujur, mengarahkan, mendidik dan bertanggung jawab. Pemimpin harus bisa jenjaga dan membentuk karyawannya agar bisa bekerja lebih baik sehingga tujuan perusahaan tercapai.

Yudistira (2015) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Seorang pemimpin pada hakekatnya selalu dituntut untuk mengetahui apa kebutuhan, keinginan dan harapan bawahannya dengan mengamati mereka untuk kemudian memilih metode yang tepat digunakan supaya mereka mau bertindak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

2.1.5.2 Budaya Organisasi

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan bahwa budaya organisasi ialah sebuah sistem makna bersama yang diikuti oleh setiap anggotanya sehingga menjadi pembeda dari organisasi yang dimiliki oleh organisasi yang lain. Menurut Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi mewakili sebuah persepsi bersama dari para anggota organisasi. Budaya organisasi diharapkan para individu yang memiliki latar belakang berbeda atau berada pada tingkatan yang tidak sama dalam sebuah organisasi dapat saling memahami. Budaya organisasi dapat

(8)

berfungsi secara optimal, dengan menciptakan, mempertahankan, dan memperkuat serta diperkenalkan kepada karyawan melalui proses sosialisasi (Nurtjahjani dan Masreviastuti 2007).

Menurut Lako (2004), fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut:

1. Memberikan sebuah identitas terhadap anggota-anggota untuk dapat memahami baik itu visi, misi dan menjadi bagian secara integral dari organisasinya.

2. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.

3. Memberikan arah, memperkuat standar perilaku, mengendalikan organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

4. Membantu manajemen dalam menyusun skema sistem konpensasi manajemen untuk eksekutif dan karyawan.

5. Dibentuk untuk meningkatkan kinerja karyawan.

Menurut Sjahbana (2006) ada tiga macam budaya organisasi, yaitu:

1. Budaya kejujuran, yaitu budaya yang menanamkan kejujuran bagi anggota- anggota organisasi misalnya memanfaatkan waktu istirahat dengan baik, budaya penuh tanggungjawab dan menumbuhkan rasa hormat, kepercayaan serta memberikan penghargaan bagi pegawai yang jujur.

2. Budaya ketekunan, yaitu sejauh mana managemen memfokuskan pada komitmen kerja pegawai baik dari teknik maupun proses yang digunakan untuk agresif dan kompetitif mencapai hasil atau target kerja.

3. Budaya kedisiplinan, yaitu sejauh mana managemen memfokuskan pada kesadaran dan kesediaan pegawai menaati semua peraturan organisasi dan normanorma sosial yang berlak.

Widyawatiningrum, dkk (2015), dalam penelitiannya di PTPN X Jember menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungan organisasinya akan membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi risiko, tekanan pada tim dan dukungan orang. Selanjutnya Widyawatiningrum, dkk (2015) juga menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja

(9)

karyawan. Budaya organisasi memiliki peranan penting yang secara langsung mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

2.1.5.3 Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur (2006), keselamatan kerja adalah sebuah ilmu tentang kesehatan beserta prakteknya. Keselamatan kerja yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang tinggi. Kesehatan yang dimiliki baik secara fisik, mental maupun sosial pekerja atau masyarakat.

Perlu usaha yang preventif dan kuratif untuk menjaga terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

Menurut Suma’mur (2006), keselamatan kerja merupakan sebuah kewaspadaan yang selalu diperhatikan terkait mesin, pesawat, peralatan kerja yang akan digunakan, bahan-bahan yang diperlukan, pengolahan yang harus benar-benar bersih, landasan tempat kerja yang aman dan juga ligkungannya yang terbebas dari bahan berbahaya sampai pada cara-cara dalam bekerja pun harus terstruktur demi tercapainya keselamatan kerja. Keselamatan kerja adalah kondisi dimana para pekerja selamat, tidak mengalami kecelakaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya (Wirawan, 2015). Pelaksanaan pekerjaan berlangsung secara normal tidak terganggu oleh kecelakaan kerja, tenaga kerja dapat menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan.

Indikator keselamatan kerja menurut Suma’mur (2006), adalah sebagai berikut:

a. Tempat Kerja, merupakan lokasi dimana para karyawan melaksanakan aktifitas kerjanya.

b. Mesin dan peralatan, adalah bagian dari kegiatan operasional dalam proses produksi yang biasanya berupa alat-alat berat dan ringan.

c. Jaminan keselamatan, yaitu berupa alat-alat yang menjamin keselamatan kerja di lingkungan perusahaan.

Menurut Lestari dan Erlin (2007), pada penelitiannya di PTPN VIII Gunung Mas mengungkapkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dikategorikan baik, hal ini menunjukkan bahwa program K3 yang diterapkan

(10)

perusahaan dilaksanakan dengan baik oleh karyawan. Lingkungan kerja yang aman, nyaman dan memadai akan mendukung pelaksanaan kerja karyawan serta menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga karyawan akan bekerja semakin produktif. Kesadaran akan K3 merupakan hal yang harus dikembangkan dalam suatu perusahaan dan perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya. Karyawan harus memiliki komitmen yang kuat dan pihak manajemen memberikan perhatian yang besar mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja agar dapat memotivasi karyawan untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Maulana, dkk (2015) dalam penelitannya menjelaskan bahwa keselamatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dengan tersedianya fasilitas keselamatan kerja pada perusahaan maka kepuasan kerja karyawan akan menjadi lebih baik. Karyawan yang merasa aman dan nyaman saat bekerja dapat menghasilkan kepuasan kerja secara maksimal.

Tersedianya alat P3K pada perusahaan yang telah sesuai dengan standart yang di miliki perusahaan, adanya papan peringatan pencegahan kecelakaan kerja, adanya pengamanan keselamatan kerja, program sosialisasi pencegahan kecelakaan kerja yang memiliki kondisi yang baik, tersedianya pakaian kerja pada perusahaan tempat bekerja, tersedianya alat pelindung diri bagi karyawan di perusahaan tempat bekerja, dan adanya pencegahan bahan-bahan kimia pada perusahaan tempat bekerja. Kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting di dalam suatu perusahaan karena setiap individu memilki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda yang sesuai dengan tingkat pekerjaan yang dikerjakan, semakin banyak pekerjaannya, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan yang dirasakan (Maulana, dkk, 2015).

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang menjadi referensi pada penelitian ini dapat dilihat dalam tebel 2.1 berikut ini:

(11)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Pengaruh Motivasi,

Kepemimpinan, Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dengan Kepuasan Sebagai Variabel

Intervening Di PTPN X Jember (Widyawatiningrum, dkk, 2015).

Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Motivasi dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan, sementara kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan.

Motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, sedangkan kepemimpinan dan budaya organisasi

berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja 2. Pengaruh Kepemimpinan,

Komitmen Organisasi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Penyadapan Perkebunan Nusantara IX (Persero) Balong Beji Kalitelo Kabupaten Jepara (Saputra, 2011).

Analisis Regresi Linier Berganda

Kepemimpinan dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan komitmen tidak berpengaruh terhadap kinerja.

3. Pengaruh Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada Karyawan Bagian Produksi Unit Serbuk Effervescent PT. Sido Muncul Semarang) (Wibowo.

2016).

Analisis Jalur (Path

Analysis)

Keselamatan kerja dan kesehatan kerja memberikan kontribusi secara nyata dalam mempengaruhi kepuasan kerja Karyawan.

Sumber: Penulis 2018

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan masalah, tujuan penelitian dan telaah teori yang dikemukakan, dapat diajukan hipotesis yaitu diduga motivasi, pengalaman kerja, kepemimpinan, budaya organisasi dan keselamatan kerja berpengaruh secara nyata terhadap kepuasan kerja karyawan bagian penyadapan karet di PTPN IX kebun Ngobo, Kabupaten Semarang.

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supriono (2015) tentang Pengaruh faktor budaya, sosial, individu, dan pisikologis terhadap keputusan konsumen membeli

Ceiling pada area lobi menggunakan 2 material yaitu ceiling kayu dengan ukuran 3x0.15m per modul yang dipasang di atas meja resepsionis dengan ketinggian 3,40m dari lantai

B.VI.1 Pengadaan Alat Peraga Pembelajaran Bahasa Sekolah Dasar Kota Sungai Penuh (30 Sekolah) 1 Paket Kecamatan Sungai Penuh 316.500.000 Luncuran DAK 2011 3.a.4. B.VI.2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara dominan indeks plastis itas tanah pada lahan yang ditanami kopi, teh dan hortikultura termasuk kriteria rendah serta

32 Ideas yang terdapat dalam upacara adat Rai rate adalah penyembahan kepada leluhur sebagai suatu simbol bahwa orang yang sudah meninggal masih ada bersama-sama

Tetapi jika belum bisa membaca Al-Qur’an dan juga belum lancar maka akan dimasukkan pada kelas bimbingan kelas pembinaan BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an), disamping akan

Namun dapat dilihat pada aplikasi yang dibuat memberikan hasil error yang Slebih kecil dibandingkan dengan program yang dibuat dengan menggunakan fungsi dari Encog..

Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana usaha ekonomi pertanian yang berskala produktif dan usaha ekonomi lainnya yang meliputi