• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH JURNAL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH JURNAL ILMIAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS

ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH

JURNAL ILMIAH

Oleh :

NI PUTU SHIKA SEPTIANA DEWI D1A017225

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM 2020

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS

ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH

JURNAL ILMIAH

OLEH :

NI PUTU SHIKA SEPTIANA DEWI D1A017225

Menyetujui, Pembimbing I

Abdul Hamid, S.H., MH.

19590731 198703 1 001

(3)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN

(STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KELAS II LOMBOK TENGAH) NI PUTU SHIKA SEPTIANA DEWI

D1A017225

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak menjadi pelaku tindak pindak pencabulan dan bagaimana bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana pencabulan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan sosiologis (sociological approach). Berdasarkan hasil penelitian penyusun menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab anak melakukan tindak pidana pencabulan yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan pergaulan, faktor pendidikan dan pengaruh sosial media. Adapun dalam praktek hasil lapangan yang diteliti oleh penyusun bahwa proses pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah telah sesuai dengan asas-asas yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan.

Kata Kunci: Anak, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan, LPKA.

CRIMINOLOGICAL STUDY OF CHILD AS A PERPETRATORS OF SEXUAL ABUSE CRIMINAL OFFENSE

(STUDY AT CLASS II DEVELOPMENT INSTITUTION IN CENTRAL LOMBOK)

ABSTRACT

This research aims to find out causative factors of children to become perpetrators of sexual abuse and the form of counseling conducted by Class II Children Development Institution (LPKA) in Central Lombok to the children as a perpetrators of sexual abuse. The method of this researches is empirical legal research using statute, conceptual, and sociological approaches. The result of this research experienced that causative factors of children conducted sexual abuse criminal offense are family, social environment, education, and social media influence factors. The implementation where researcher observed that counseling process that conducted by Class II Children Development Institution is in accordance with the Law Number 12 of 1995 concerning Correctional.

Key Words: Children, Perpetrator of Sexual Abuse Criminal Offense, LPKA.

(4)

I. PENDAHULUAN

Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi penerus bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental.1 Perkembangan anak memang tidak terlepas dari perkembangan lingkungan tempat dimana ia berada, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Harus diakui bahwa adaptasi anak terhadap lingkungan masyarakat sekitar mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan setiap anak.

Pada umumnya, anak yang masih di bawah umur belum mampu membedakan mana perbuatan yang melanggar hukum dan mana perbuatan yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Isu mengenai perkembangan anak menjadi salah satu hal yang penting didiskusikan. Tak hanya disitu, negara sebagai tempat berlindung warganya harus memberikan regulasi jaminan perlindungan bagi anak. 2

Hukum merupakan jaminan bagi perlindungan anak, untuk itu kepastian hukum perlu ditegakkan demi keberlangsungan perlindungan anak. Dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka dapat memberikan perlindungan hukum terhadap anak termasuk pada anak yang bermasalah.

Dewasa ini banyak sekali anak-anak yang masih di bawah umur terlibat dalam kasus tindak pidana termasuk kasus tindak pidana pencabulan. Beberapa kasus pencabulan anak misalnya kasus yang terjadi di Pulau Sumbawa Provinsi

1 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 1.

2 Ibid.

(5)

NTB, seorang bocah laki-laki mencabuli dua balita yang masing-masing berumur dua tahun dan lima tahun. Akibatnya, kedua korban tersebut mengalami luka robek di bagian kemaluannya.3 Contoh lainnya, pada tahun 2018 di daerah Lombok Timur telah terjadi pencabulan yang pelakunya adalah seorang bocah berusia 12 tahun yang mencabuli teman sebayanya didekat rumah sang korban.

Anak korban mengalami trauma hingga tidak mau masuk sekolah lagi.4

Banyaknya kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak tersebut maka dibutuhkan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebagai tempat yang khusus pembinaan bagi setiap anak yang berkonflik dengan hukum. Adapun peranan Lembaga Pembinaan Khusus Anak terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana adalah bertanggung jawab sebagai pengganti orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak dalam hal kebaikan mengingat dalam kondisi seperti ini kemungkinan besar psikis anak terganggu.

Berdasarkan uraian di atas menujukkan bahwa kasus kejahatan kekerasan seksual khususnya pencabulan yang dilakukan oleh anak banyak sekali terjadi di wilayah hukum NTB, untuk itu penyusun tertarik melakukan penelitian dengan tema: “TINJAUAN KRIMINOLOGIS ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (STUDI DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II LOMBOK TENGAH)”.

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

3 M. Awaluddin, https://regional.inews.id/amp/berita/komentar-mensos-soal-bocah-10- tahun-cabuli-2-balita-di-lombok-barat, diakses pada tanggal 17 Maret 2021 pukul 12.03 WITA.

4 Ibid.

(6)

anak melakukan tindak pidana pencabulan? 2) Bagaimanakah bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana pencabulan?

Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab anak menjadi pelaku tindak pidana pencabulan serta untuk mengetahui dan memahami bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana pencabulan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan penelitian yakni Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Sosiologis (Sociology Approach). Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari penelitian lapangan

dan penelitian kepustakaan. Adapun jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen dan studi lapangan. Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif.

(7)

II. PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Anak Melakukan Tindak Pidana Pencabulan

Terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan diberikan sanksi pidana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Maka dalam hal ini digunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam hal anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan, digunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan “Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Dalam hal anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dengan diawali rayuan (misalnya dengan memberikan hadiah seperti coklat, permen atau mainan agar anak tersebut mau melakukan perbuatan cabul bersama dengannya) terlebih dahulu terhadap korbannya, maka perbuatan tersebut melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan:

“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”. 5

5 Indonesia,Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak, UU Nomor 35 Tahun 2014, LNRI Nomor 297 Tahun 2014, TLN 5606, Pasal 76E.

(8)

Hukuman bagi yang melanggar Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut, diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak yang berbunyi:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). 6

Berdasarkan penelitian yang penyusun lakukan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah, jumlah anak yang menjadi pelaku tindak pidana pencabulan di NTB terhitung selama 4 (empat) tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Data Kasus Anak Melakukan Tindak Pidana Pencabulan Selama 4 (Empat) Tahun Terakhir.

NO. Tahun Jumlah Jenis Kejahatan

1. 2018 6 kasus Perlindungan Anak 2. 2019 30 kasus Perlindungan Anak 3. 2020 16 kasus Perlindungan Anak

4. 2021 2 kasus Perlindungan Anak Sumber Data: Bagian Registrasi LPKA.

6 Indonesia,Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 35 Tahun 2014, LNRI Nomor 297 Tahun 2014, TLN 5606, Pasal 82.

(9)

Dari data di atas menunjukan bahwa setiap tahun terjadi kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak walaupun jumlahnya tidak signifikan. Adapun pendapat terkait faktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencabulan yang disampaikan oleh Registrator Permasyarakatan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah Yosef Filorianus Ratu sebagai berikut: 7

1) Faktor Personal: faktor dari dalam diri anak, meliputi:

a) Faktor biologis yang terdiri dari umur dan jenis kelamin. Hal itu diperkuat dengan anak-anak yang dibina di LPKA sejumlah 32 anak dan semuanya adalah anak laki-laki.

b) Faktor psikologis yang terbentuk dari perilaku atau kondisi kejiwaan tertentu yang sedang dialami oleh seseorang.

2) Faktor Keluarga: kurangnya perhatian orang tua dalam memberi kasih sayang dan tidak terlibatnya orang tua dalam proses tumbuh kembang anak sehingga anak-anak mereka terjebak dalam pergaulan bebas.

3) Faktor Belajar yang Menyimpang: anak yang tidak memahami norma- norma yang hidup di masyarakat maka anak tersebut tidak dapat membedakan antara perbuatan yang pantas dilakukan dengan perbuatan yang tidak pantas dilakukan.

4) Faktor Rendahnya Iman: biasanya pencabulan terjadi akibat tidak mampu mengendalikan nafsu dalam dirinya sehingga melampiaskan nafsu tersebut kepada orang lain.

7 Wawancara dengan Fillo, pegawai registrasi LPKA, Hari Senin tanggal 31 Mei 2021, Pukul 09.18 WITA.

(10)

Tabel 2. Data Responden

NO. INISIAL USIA ALAMAT

JENIS KEJAHATAN

LAMA PENAHANAN

1. SI 18 thn Lombok

Tengah Pencabulan 3 tahun 6 bulan

2. SA 17 thn Sumbawa Pencabulan 5 tahun

3. ASW 17 thn Lombok

Timur Pencabulan 7 tahun

4. DW 17 thn Dompu Pencabulan 3 tahun

5. AZ 16 thn Praya Pencabulan 2 tahun 6 bulan 6. DS 16 thn Sumbawa Pencabulan 3 tahun 6 bulan

7. H 18 thn Bima Pencabulan 5 tahun

Penyusun melakukan wawancara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah untuk mencari penyebab anak didik tersebut melakukan tindak pidana pencabulan dengan data responden sebanyak 7 (tujuh) orang pelaku. Hasil dari wawancara tersebut penyusun menemukan kecenderungan anak melakukan tindak pidana pencabulan didasari atas dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor yang paling banyak menjadi alasan anak melakukan tindak pidana pencabulan adalah faktor lingkungan pergaulan. Adapun faktor pendukungnya adalah sebagai berikut:

1) Faktor Internal, meliputi:

a) Faktor Biologis; berdasarkan data responden serta hasil wawancara penyusun dengan anak didik, anak yang menjadi

(11)

pelaku tindak pidana pencabulan rata-rata berusia 15-18 tahun dengan jenis kelamin yang seluruhnya laki-laki.

b) Faktor Psikologis; adanya konflik-konflik kepribadian yang terbangun karena masalah yang belum terselesaikan yang dialami pada masa kanak-kanak.

2) Faktor Eksternal, meliputi:

a) Faktor Keluarga; dari hasil wawancara tersebut, rata-rata anak yang melakukan pencabulan dikarenakan mereka tidak dapat berkomunikasi lagi dengan baik karena hubungan orang tua yang tidak harmonis.

b) Faktor Pendidikan; anak-anak yang tidak dapat mengikuti Pendidikan dengan baik dapat dengan mudah melakukan tindak pidana karena tidak memahami dampak dari perbuatan yang ia lakukan.

c) Faktor Sosial Media; saat ini anak mudah mengakses situs-situs terlarang menimbulkan rasa ingin tahu dan nafsu yang masih belum bisa dikontrol, anak-anak melampiaskannya dengan cara mempraktikannya dengan lawan jenisnya.

B. PELAKSANAAN PEMBINAAN DI LPKA KELAS II LOMBOK TENGAH

Pembinaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Lembaga Permasyarakatan harus dilakukan berdasarkan asas-asas yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Di Lembaga

(12)

Pembinaan Khusus Anak Kelas II Lombok Tengah sendiri terdapat 2 (dua) jenis pembinaan yaitu:

1. Pembinaan Kepribadian; mengacu pada perkembangan kepribadian anak.

Adapun jenis pembinaan kepribadian di LPKA Kelas II Lombok Tengah antara lain:

a. Pembinaan Kerohanian; terfokus pada jenis-jenis kegiatan dengan tujuan yang rohani guna melatih mental spiritual baik secara umum maupun konseling. Kegiatan kerohanian ini dilaksanakan Lembaga dengan bekerjasama dengan Kementerian Agama Lombok Tengah.

Pihak Kementerian Agama Lombok Tengah mengirim beberapa anggota untuk mengisi tausiah dan memimpin jalannya kegiatan keagamaan di LPKA secara terjadwal. Pembinaan ini juga dilaksanakan dengan kegiatan tausiah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah dalam kurun waktu seminggu yakni hari senin sampai hari kamis terjadwal yang diisi secara langsung oleh pihak yang ahli dalam bidangnya.

b. Pembinaan Intelektual; terfokus pada mengasah kecerdasan otak anak untuk menambah wawasan yang dimilikinya. Pembinaan ini mengacu pada Pendidikan formal dan non formal dengan mencakup kemampuan nalar dan pikiran dan kecekatan dalam bekerja. Aadanya pembinaan ini berfungsi untuk mengganti dan menyeimbangkan Pendidikan bagi anak didik yang tertinggal untuk menjalani Pendidikan formalnya karena telah ditetapkan sebagai tersangka dan

(13)

harus dihukum di LPKA. Adapun pembinaan intelektual di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah ini mencakup Pendidikan formal (seperti baca tulis hitung, komputer, bahasa inggris, geografi, biologi dan kewarganegaraan serta Pendidikan formal bagi anak didik yang mengikuti program Asimilasi) dan Pendidikan non formal (seperti kesenian musik dan rekreasi).

2. Pembinaan Kemandirian; mengacu pada pelatihan keterampilan anak didik agar memiliki bekal setelah keluar dari LPKA dan kembali ke masyarakat. Bentuknya pembinaan dan bimbingan kerja seperti:

a. Pelatihan cukur rambut; kegiatan ini dilakukan setiap hari jum’at sesuai jadwal yang ditentukan (jadwal di atas bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi). Setiap anak didik diwajibkan mengikuti kegiatan ini dan mendapatkan sertifikat sebagai bekal telah terlatih dan mahir mencukur rambut bagi mereka ketika sudah keluar dari LPKA. Kegiatan ini dilatih oleh pihak yang didatangkan dari luar lembaga, misalnya dari Woodsbarbershop.

b. Kegiatan perkebunan dan pertanian; sebagai salah satu kegiatan yang menunjang kesejahteraan anak didik maka dilakukan kegiatan perkebunan dan pertanian yang wajib setiap minggunya. Jadi suatu ketika apa yang mereka tanam telah mencapai waktunya panen, maka mereka bisa menikmatinya. Hasilnya tersebut bisa dijual ataupun

(14)

dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (dimasak jadi sayur, keripik dan lain-lain).

c. Pembuatan kerajinan tangan seperti papan nama, gelas, pembuatan pin LPKA dan lain sebagainya. Kegiatan ini dilakukan secara berkala setiap hari jum’at sesuai jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan ini juga sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja pegawai LPKA oleh anak didik dalam bentuk gelas maupun pin LPKA.

Dari hasil penelitian penyusun di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Lombok Tengah bahwa bentuk pembinaan yang diberikan LPKA terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan tidak berbeda ataupun dikhususkan dengan anak yang melakukan kejahatan lainnya. Semua bentuk pembinaan di LPKA yang meliputi pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian diterapkan sama terhadap anak didik di LPKA termasuk anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.

(15)

III. PENUTUP Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penyusun lakukan di LPKA Kelas II Lombok Tengah mendapati kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab anak melakukan tindak pidana pencabulan yang pealing kuat yaitu faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, pendidikam dan pengaruh sosial media. Adapun faktor pendukung yakni faktor internal yang meliputi faktor biologis (usia dan jenis kelamin) dan faktor psikologis (kejiwaan). Adapun rata-rata mereka yang melakukan pencabulan pada usia yang masih di bawah umur merupakan anak-anak yang berasal dari keluarga broken home, ditinggalkan atau ditelantarkan oleh orang tuanya dan orang tua yang banyak aturan serta orang tua yang melakukan kekerasan fisik pada anaknya. Selanjutnya lingkungan pergaulan sebagai tempat anak-anak berinteraksi dengan sebayanya. Lalu rendahnya tingkat Pendidikan anak dapat menimbulkan gagalnya adaptasi antara anak dengan lingkungan serta tidak memahami norma dan dampak dari perbuatan yang ia lakukan.

2. Bentuk pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan tidak berbeda ataupun dikhususkan dengan anak yang melakukan kejahatan lain. Pembinaan yang dilaksanakan terbagi atas dua jenis pembinaan yakni pertama

(16)

pembinaan kepribadian dan kedua pembinaan kemandirian. Untuk pembinaan kepribadian kegiatannya meliputi pembinaan kerohanian dan pembinaan intelektual. Sedangkan pembinaan kemandirian kegiatannya meliputi pelatihan cukur rambut, kegiatan perkebunan dan pertanian dan pembuatan kerajinan tangan.

Saran

Adapun saran yang penyusun bisa sampaikan dalam hal ini mengenai pembahasan diatas adalah sebagai berikut:

1. Dilihat dari faktor-faktor anak melakukan tindak pidana pencabulan perlu mendapat perhatian yang besar dari lingkungan masyarakat dalam hal memberi contoh anak-anak untuk berkelakuan baik. Dengan begitu sebaiknya setiap anak mendapat lebih banyak perhatian dan pengawasan yang baik dari lingkungan sosialnya agar anak-anak dapat terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri yang dalam hal ini melakukan tindak pidana pencabulan terutama dari lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan utama yang anak temui setiap hari. Selain itu, keluarga diharapkan mampu melakukan pembatasan penggunaan sosial media kepada anak.

2. Perlu ditingkatkan inovasi serta kualitas petugas anak didik di LPKA dalam rangka pembinaan agar pembinaan yang telah ditetapkan akan dapat terlaksana secara optimal, sehingga pada saat anak keluar dari LPKA memiliki kepribadian dan keterampilan yang baik serta dipastikan anak tidak mengulangi perbuatannya kembali.

(17)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Djamil, M. Nasir. 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Internet

M. Awaluddin, 2018, “Komentar Mensos soal Bocah 10 Tahun Cabuli 2 Balita di Lombok Barat” https://regional.inews.id/amp/berita/komentar- mensos-soal-bocah-10-tahun-cabuli-2-balita-di-lombok-barat, diakses pada tanggal 17 Maret 2021 pukul 12.03 WITA.

(18)

Gambar

Tabel 1. Data Kasus Anak Melakukan Tindak Pidana Pencabulan  Selama 4 (Empat) Tahun Terakhir
Tabel 2. Data Responden

Referensi

Dokumen terkait

Tenaga ini adalah unit untuk mengukur kemampuan seseorang melakukan sesuatu aktiviti fizikal seperti mandaki gunung. Dalam teori biokimia,

Arsyad, M.T./Nurhafni Karina, MT Utami Sylvia Lestari, M.T.. Utami Sylvia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) kebijakan dividen (DPR) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Jika lanskapnya seragam secara sosial – contohnya jika keseluruhan lanskap dihuni oleh masyarakat tradisional yang hidup berdasarkan subsisten – maka kemungkinan besar

1. Gula tumbu tidak diproduksi sepanjang tahun , tetapi hanya setiap enam bulan sekali. Proses membuat gula perlu waktu yang lama , karena airtebu harus direbus

Sedangkan yang menjadi Objek dalam penelitian ini adalah pengaruh penggunaan mobile banking dan ATM terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah di Bank Riau Kepri

Salah satu tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan instrumen dan proses untuk mengumpulkan data mengenai kompetensi pengawas dan kepala sekolah/madrasah yang dapat

Rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan, jika tidak, pelanggan akan beralih ke rumah sakit lain yang