• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cendol

Cendol merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang bahan baku utamanya terbuat dari tepung beras dan tepung hunkwe yang dicampur dengan air kemudian dipanaskan hingga menjadi padat akibat gelatinisasi pati (Patmawati, 2011). Cendol memiliki tekstur yang kenyal, berbentuk lonjong dan umumnya berwarna hijau, serta biasa disajikan dengan tambahan santan dan larutan gula merah (Candraningsih, 2001). Beberapa daerah menyebut cendol sebagai dawet.

Jenis minuman ini memiliki banyak peminat dan memiliki cita rasa yang khas.

Kandungan gizi dalam 100 gram cendol adalah energi 95,08 Kal, karbohidrat 8,25 g, protein 1,21 g, dan lemak 6,44 g (Anon., 2001 dalam Ubaedillah, 2008).

Terdapat beberapa formulasi jenis tepung yang digunakan pada pembuatan cendol. Tepung yang digunakan sebagai bahan baku cendol berupa tepung beras, tepung tapioka, tepung hunkwe, tepung sagu ataupun kombinasi dari tepung beras dan tepung sagu (Zebua, 2011).

Gambar 1. Cendol (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Proses pembuatan cendol dilakukan dengan cara mencampurkan seluruh bahan dan dimasak hingga adonan kental. Menurut Zebua (2011), proses pembuatan cendol dilakukan dengan memanaskan tepung beras, tepung sagu, dan air hingga dihasilkan adonan yang kental dan lengket. Penggunaan bahan pewarna umumnya digunakan untuk menambah daya tarik konsumen terhadap cendol.

Adonan cendol kemudian di cetak menggunakan cetakan cendol. Pada saat pencetakan wadah berisi air dingin yang berfungsi untuk menampung adonan cendol agar tidak saling lengket. Pewarna yang banyak ditambahkan dalam

(2)

4

pembuatan cendol adalah jenis pewarna sintetis yang mengandung Rhodamin B.

Zat warna sintetis tersebut merupakan zat warna yang dilarang untuk makanan dan dinyatakan sebagai bahan berbahaya menurut Surat Keputusan Dirjen POM No. 00386/C/SK/II/90 tentang perubahan lampiran Permenkes No.

239/Men.Kes/PER/V/85 mengenai zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan, karena zat warna tersebut seharusnya digunakan sebagai pewarna untuk produk tekstil.

2.2 Tepung Beras

Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Tepung beras adalah tepung yang terbuat dari beras dengan proses penggilingan. Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung beras merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Untuk membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras direndam dalam air bersih, kemudian ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011). Beras kaya akan vitamin B, juga mengandung sedikit lemak dan mineral. Protein yang terdapat di dalam tepung beras lebih tinggi dari pada pati beras yaitu tepung beras sebesar 5,2-6,8% dan pati beras sebesar 0,2-0,9% (Singh, dkk., 2000). Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gram bahan

Komponen Komposisi

Kalori (kkal) 364,00

Protein (g) 7,00

Lemak (g) 0,50

Karbohidrat (g) 80,00

Kalsium (mg) 5,00

Fosfor (mg) 140,00

Besi (mg) 0,80

Vitamin B (mg) 0,12

Air (g) 12,00

Sumber : Ubaedillah (2008)

Komponen utama yang terdapat dalam beras adalah karbohidrat. Karbohidrat tersebut terdiri dari pati merupakan bagian besar dan bagian kecil beras adalah gula, selulosa, hemiselulosa dan pentosa. Pati yang ada dalam beras 85-90% dari

(3)

5

berat kering beras, pentosa 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Oleh karena itu, sifat-sifat pati merupakan faktor yang dapat menentukan sifat fisikokimia dari beras (Haryadi, 2006). Kandungan amilosa dan amilopektin banyak menentukan tekstur pada makanan yang banyak mengandung pati.

Menurut Graham (2008), kandungan amilosa pada beras sebanyak 16-17%

dari berat total dan kandungan amilopektin beras, sedangkan menurut Winarno (2002) sebanyak 4-5% dari berat total. Amilosa menyebabkan terbentuknya gel yang keras dan berwarna keruh setelah dimasak sedangkan amilopektin berperan penting terhadap sifat konsistensi gel dan viskositas gel sehingga menyebabkan makanan menjadi lengket. Pati tidak larut dalam air dingin, tetapi bila pati dipanaskan dalam air maka akan terjadi perubahan yang nyata pada saat mencapai suhu gelatinisasi, dimana butir-butir pati akan mengembang. Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati mengembang dan tidak kembali lagi ke bentuk semula (irreversible) bila pemanasan diteruskan, pengembangan akan mencapai titik maksimum dan granula pati akan pecah sehingga kekentalan dari suspensi akan naik (Ubaedillah, 2008).

2.3 Tepung Tapioka

Tepung tapioka terbuat dari pati singkong. Tepung tapioka memiliki tekstur yang lengket menyerupai lem ketika bertemu air dan dipanaskan. Karenanya tepung ini juga perlu disangrai terlebih dahulu jika akan digunakan untuk membuat kue kering, supaya sel patinya mati dan menghasilkan tekstur kue kering yang renyah (Handayani, 2014). Salah satu keunggulan dari tepung tapioka adalah megandung linamarin, yang berpotensi untuk melawan sel kanker. Keuntungan lain dari tepung tapioka apabila dibandingkan dengan tepung terigu adalah tidak mengandung gluten (gluten-free), karena pada sebagian kecil masyarakat gluten dapat menyebabkan alergi (dikenal sebagai penyakit Celiac). Penyakit ini disebabkan karena tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang banyak terdapat dalam gandum, sebagian penyakit ini disebabkan oleh pengaruh genetik (Astawan, 2010).

(4)

6 2.4 Pewarna Makanan dan Pewarna Alami

Warna merupakan salah satu daya tarik utama, dan menjadi kriteria penting untuk penerimaan produk seperti tekstil, kosmetik, pangan dan lainnya (Rymbai et al., 2011). Zat warna sangat diperlukan untuk menambah nilai artistik dan digunakan dalam memvariasikan suatu produk (Jos, dkk., 2011). Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk produk makanan. Pada bahan pangan, warna menjadi ukuran terhadap mutu dan indikator kesegaran atau kematangan. Bahan pangan akan tampak berwarna saat ditambahkan zat pewarna.

Pewarna makanan adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki kualitas makanan yang terlihat pucat dan tidak menarik selama proses pengolahan menjadi lebih berwarna dan menarik (Winarno, 2002). Pewarna yang ditambahkan pada makanan akan memperkuat penampilan makanan yang akan berpengaruh menjadi lebih menarik, pemberian warna yang menarik pada makanan dan menyeragamkan warna dalam produksi makanan seperti es krim, minuman, permen (Lazuardi, 2010).

Produk pangan memerlukan nilai gizi dan tekstur yang baik, tetapi juga memiliki rasa yang enak dan warna yang menarik agar konsumen tertarik membeli produk pangan tersebut (Winarno, 2004). Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah (Adalina, 2011) :

1. Zat pewarna alami, terbuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan wangi atau daun suji, warna kuning dari kunyit. Upaya ini dilakukan karena zat pewarna yang biasa digunakan pada makanan merupakan zat pewarna sintesis yang berasal dari bahan-bahan kimia meskipun zat pewarna alami terbatas.

2. Zat pewarna sintetik, terbuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.

Zat pewarna alami adalah zat pewarna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat pewarna sintetis.

(5)

7 2.5 Daun Kelor

Tanaman kelor (Moringa oleifera, L) merupakan salah satu tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia. Di Indonesia tanaman kelor dikenal dengan nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), maronggih (Madura), moltong (Flores), keloro (Bugis), ongge (Bima), murong atau barunggai (Sumatera), dan hafuo (Timur). Salah satu bagian dari tanaman kelor yang sering digunakan yaitu pada daunnya. Olahan yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu untuk sayuran dan obat karena kandungan dalam daun kelor kaya akan manfaatnya. Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah memperkanalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi. Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan. Tanaman kelor dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukannya diklarifikasikan sebegai berikut Krisnadi (2015: 8) : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheoionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales Famili : Moringaceae Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera

Gambar 2. Daun Kelor (pinterest)

Tanaman kelor (Moringa oleifera, L) tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi hingga ketinggian ± 1000 mdpl. Kelor banyak ditanam sebagai batas atau pagar di halaman rumah atau sawah. Daun kelor dapat di panen setelah tanaman tumbuh 1,5 hingga 2 meter. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik batang daun dari cabang atau dengan memotong cabang pohon dengan jarak 20

(6)

8

hingga 40 cm di atas tanah (Kurniasih, 2014). Daun kelor di konsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas, memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena dapat meningkatkan perkembangbiakan ternak. Fungsi lain dari kelor juga dapat dijadikan obat-obatan.

Daun kelor merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dan sayur yang kaya akan nutrisi, terutama vitamin (Krisnandi, 2015). Vitamin utama yang terdapat pada daun kelor adalah vitamin C dan flavonoid yang kaya akan antioksidan. Kandungan nutrisi lain yang terdapat pada daun kelor adalah protein 27%, vitamin A, kalsium, besi dan fosfor (Kurniasih, 2013). Kandungan nutrisi mikro pada daun kelor yaitu sebanyak 7 kali vitamin C yang terdapat pada jeruk, 4 kali vitamin A pada wortel, 4 gelas kalsium pada susu, 3 kali potasium pada pisang, dan protein dalam 2 yoghurt (Aminah, 2015 dan Mahmood, 2011). Daun kelor mempunyai kandungan zat besi lebih banyak dibandingkan dengan sayuran lainnya, dan mempunyai kandungan fenolik yang berperan sebagai penangkal radikal bebas (Yameogo, 2011). Senyawa fenol yang terdapat pada daun kelor segar sebesar 3,4% sedangkan pada ekstrak daun kelor sebesar 1,6%. Daun kelor juga mengandung enzim lipoksidase yang mana enzim tersebut dapat menghidrolisis atau menguraikan lemak menjadi seyawa-senyawa penyebab bau langu, yang tergolong pada kelompok heksanal 7 dan heksanol (Ilona dan Rita 2015).

Daun kelor mempunyai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas.

Kemampuan antioksidan untuk menangkal radikal bebas tersebut ditentukan oleh kemampuan komponen senyawa tersebut dalam menyumbang elektron atau hidrogen, sehingga radikal bebas dapat di inaktivasi (Winarsi, 2007). Radikal bebas disebabkan oleh metabolisme xenobiotic obat-obatan, bahan kimia, iradiasi sinar UV, maupun hormolisis ikatan yang tidak dikatalisis baik oleh enzim (Santoso, 2017). Apabila radikal bebas tidak dihambat maka akan menimbulkan beberapa penyakit seperti kanker, penuaan, jantung, penurunan sistem imun tubuh, peradangan (inflamasi), katarak maupun terpapar polutan (toksikan).

Mengkonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan dapat mencegah timbulnya penyakit tersebut (Santoso, 2017).

(7)

9

Daun kelor belum dimanfaatkan secara maksimal untuk dijadikan produk olahan makanan atau minuman. Masyarakat cenderung memanfaatkan daun kelor sebagai lalapan, direbus sebagai tambahan sayur atau diseduh. Pada penelitian Akbar (2018) daun kelor dimanfaatkan sebagai pewarna hijau alami pada mie basah, perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan penambahan daun kelor sebesar 25% yang memiliki nilai klorofil 0,39 mg/L, aktivitas antioksidan 61,11%, kadar air 13,04%, kadar abu 1,00%, kadar lemak 2,05%, kadar protein 22,73%, tingkat kecerahan (L) 53,57, tingkat kehijauan (a-) 6,70, tingkat kekuningan (b+) 15,30.

2.6 Daun Pandan Wangi

Pandan wangi merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Akarnya besar dan memiliki akar tunjang yang menopang tumbuhan ini bila telah cukup besar (Putra, 2015).

Pandan wangi tumbuh dengan tinggi antara 0,5 – 1 m, tetapi dapat tumbuh tinggi hingga 2 m. Batang berbentuk bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, serta akar tunggang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal duduk dengan pangkal memeluk batang, dan tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm dan lebar 3 – 5 cm (Aisyah, 2015). Sistematika taksonomi daun pandan wangi adalah sebagai berikut (Hindarso dkk, 2013) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Pandanales Famili : Pandanaceae Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb

Daun pandan wangi banyak di temukan di negara Indonesia. Daun pandan wangi biasanya ditambahkan pada produk makanan dengan tujuan untuk menambah aroma dan pewarna makanan. Selain dapat memberikan aroma dan warna yang menarik, daun pandan wangi juga kaya akan antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi lipid (Riemersma, 2002). Daun pandan wangi mengandung polifenol, tanin, alkaloid, saponin dan flavanoid (Sugati dan Jhony, 1991). Beberapa senyawa tersebut

(8)

10

diketahui mempunyai aktivitas antioksidan dan hipoglisemik (Negri, 2005). Daun pandan wangi sering dimanfaatkan sebagai pewangi dan pemberi zat warna hijau pada makanan dan minuman. Bagi pecinta flavor dan zat warna alami, daun pandan wangi merupakan salah satu alternatif yang aman untuk dikonsumsi.

Daun pandan wangi dimanfaatkan untuk menambah aroma dan warna pada penelitian Natisri dan Siwatt (2014) pada produk es krim susu kedelai. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penambahan es krim dengan ekstrak daun pandan wangi tidak hanya terdapat antioksidan tetapi juga dapat menutupi bau getir pada es krim susu kedelai dan menghasilkan warna yang diinginkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas sensori es krim susu kedelai hingga 15%.

Pada penelitian Hernanda (2018) daun pandan wangi ditambahkan pada sirup sari bengkuang. Pada penelitian tersebut penambahan daun pandan wangi diharapkan dapat meningkatkan daya tarik konsumen terhadap sirup yang dihasilkan, dikarenakan kandungan pewarna alami, pewangi alami serta senyawa antioksidan yang terdapat dalam daun pandan wangi. Pada penelitian tersebut menggunakan konsentrasi daun pandan wangi 0%, 5%, 10%, dan 15%, konsentrasi daun pandan 15% disukai oleh panelis. Proses pembuatan sari daun pandan wangi menurut Prameswari dan Widjanarko (2014), daun pandan wangi dipotong kecil kemudian di cuci hingga bersih dan ditiriskan. Daun pandan wangi yang telah bersih dihaluskan menggunakan blender, di tambah sedikit air dengan perbandingan 1 : 1. Daun pandan wangi yang telah halus kemudian di saring hingga tersisa sari nya. Kemudian sari daun pandan wangi dapat ditambahkan ke dalam es krim.

2.7 Klorofil sebagai Pewarna dan Antioksidan Alami

Klorofil merupakan pigmen hijau yang ditemukan di berbagai tanaman, alga dan bakteri tertentu. Hampir semua sayuran yang berdaun mengandung klorofil, klorofil merupakan salah satu pigmen tertua dan paling banyak dikonsumsi dalam makanan. Klorofil memainkan peran penting dalam fotosintesis, mekanisme yang digunakan tanaman dalam memperoleh energi. Klorofil murni digunakan sebagai pewarna makanan dengan E-nomor E140, kompleks tembaga lebih stabil dari klorofil adalah nomor E141. Klorofil merupakan pigmen utama pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Sebagian besar klorofil akan terdistribusi di dalam daun (sehingga disebut zat hijau daun), namun klorofil juga dapat ditemukan pada

(9)

11

batang, akar, buah dan biji yang berwarna hijau dalam jumlah yang terbatas (Inanc, 2011).

Klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu cholos artinya hijau dan phyllos artinya daun. Istilah klorofil ini mulai diperkenalkan pada tahun 1818 dan pigmen dari klorofil tersebut di ekstrak dari tanaman dengan menggunakan pelarut organik. Pigmen klorofil berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi kimia. Klorofil mempunyai rantai fitil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH) jika terkena air dengan katalisator klorofilase. Fitol merupakan alkohol primer jenuh yang mempunyai daya afinitas yang paling kuat terhadap O2 dalam proses reduksi klorofil.

Sifat fisik klorofil adalah menerima dan atau memantulkan cahaya dengan gelombang yang berlainan. Klorofil banyak menyerap sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar merah dan biru. Sifat kima dari klorofil, antara lain : tidak larut dalam air, melainkan larut dalam pelarut organik yang lebih polar seperti etanol dan kloroform, inti Mg akan tergeser oleh 2 atom H apabila dalam suasana asam, sehingga membentuk suatu persenyawaan yang disebut feofitin yang berwarna coklat. Klorofil merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi proses fotosintesis.

Pada tanaman tingkat tinggi terdapat dua macam klorofil yaitu klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg) paling kuat menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600 nm). Klorofil a menghasilkan warna hijau biru, klorofil b menghasilkan warna hijau kekuningan, klorofil c menghasilkan warna hijau coklat, dan klorofil d menghasilkan warna hijau merah. Klorofil a berperan secara langsung dalam reaksi terang, mengubah energi matahari menjadi energi kimiawi, tetapi pigmen lain dalam membran tilakoid dapat menyerap cahaya dan mentransfer energinya ke klorofil a pada reaksi terang. Salah satu pigmen aksesorisini adalah bentuk klorofil yang lain yaitu klorofil b (Sasmitamihardjo, dalam Razone, 2013).

Klorofil diketahui dapat berpotensi sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang pada konsentrasi rendah mampu mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Tubuh memerlukan suatu

(10)

12

substansi penting yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negative senyawa ini. Hal ini juga tergantung terhadap pola hidup serta pola makan yang harus benar.

Konsumsi antioksidan yang memadai dapat mengurangi terjadinya berbagai penyakit seperti kanker, kardovaskuler, katarak, masalah pencernaan serta penyakit degeneratif lain.

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Cendol

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu cendol diantaranya adalah pemilihan bahan baku dan proses pengolahan nya. Pada proses pengolahan cendol perlu diperhatikan penggunaan air yang akan ditambahkan pada cendol. Karena apabila penggunaan air terlalu banyak maka akan menghasilkan tekstur cendol yang lembek dan tidak dapat terbentuk, begitu pula sebaliknya apabila penggunaan air terlalu sedikit maka cendol yang dihasilkan terlalu keras sehingga tidak dapat dibentuk. Pada proses pemasakan juga harus memperhatikan suhu yang digunakan, apabila suhu terlalu panas maka cendol yang dihasilkan tidak kalis dan bergerindil.

Bahan baku utama cendol adalah tepung dan air. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan gangguan kesehatan, air yang digunakan harus air yang memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku bagi air minum.

Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak hingga mendidih (Kepmenkes RI, 2003). Proses pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan pada makanan atau minuman tersebut dan mengikuti prinsip- prinsip hygiene dan sanitasi yang baik atau GMP (good manufacturing practice) (Sumantri, 2010).

Gambar

Gambar 1. Cendol (Dokumentasi Pribadi, 2021)
Tabel 1. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gram bahan
Gambar 2. Daun Kelor (pinterest)

Referensi

Dokumen terkait

“Pembuatan Sabun Padat dengan Variasi Konsentrasi NaOH dan Pengaruh Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus Ammaryllifolius Roxb) Sebagai Antioksidan” dengan

Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan (Rahayu, et al., 2009).Deodoran dapat

Formulasi Sediaan Krim Dari Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Sebagai Pelembab Kulit Alami. Universitas Sumatera Utara. Harahap,

Es krim yaitu produk susu beku berbentuk susu padat yang dibuat dari campuran susu, gula, bahan pemantap, bahan penyedap rasa serta aroma dengan atau tanpa penambahan bahan

Dan setelah diuji dengan metode DPPH memiliki daya hambat yang tinggi, sehingga dapat dikatakan ekstrak daun putri malu memiliki potensi sebagai

Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pemberian ekstrak daun serai wangi (Cymbopogon nardus L.)

Es krim biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan (desert) dan dikelompokkkan dalam makanan cemilan (snack).Prinsip pembuatan es krim adalah membentuk rongga udara pada

Kelebihan edible film dengan penambahan ekstrak daun suji dapat meningkatkan fungsi edible film yang aktivitas antioksidan sehingga dalam pembuatan edible film tidak memerlukan zat