• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Jeruk Keprok (Citrus reticulata Blanco) 2.1.1 Taksonomi Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata Blanco)

Kedudukan tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata B.) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan menurut Rukmana (2003) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom :Plantae Divisi :Spermatophyta Sub-Divisi :Angiospermae Kelas :Dicotyledonae Ordo :Rutales Famili :Rutaceae Genus :Citrus

Spesies :Citrus reticulata Blanco.

Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata B.) Sumber (Yuwono, 2016)

2.1.2 Morfologi Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata Blanco.)

Menurut Martasari (2017) jeruk keprok (Citrus reticulata B.) dicirikan dengan habitus tanaman tegak, bentuk daun Sessile elliptic, ukuran buah kecil hingga besar sedang, dan bentuk buahnya bulat hingga bulat pipih. Bagian atas buah kadang berkerah, bagian bawah cenderung datar. Kulit buah tipis hingga tebal, permukaan buah halus berpori dan saat matang warna kulit buah kuning ke oranye.

(2)

Bunga tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata B.) berukuran agak besar yang mempunyai kelopak bunga membentuk cawan, tangkai bunganya berwarna putih atau kuning dengan daun bunga sebanyak 5 helai. Bunga yang masih kuncup berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, dan mempunyai 20-30 benang sari (Rukmana 2003). Jeruk ini memiliki rasa yang khas yang merupakan campuran antara manis dan asam yang segar, warna daging buah orange, dan tekstur daging buah lembut (Yulianti, 2010).

2.1.3 Hama pada Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata Blanco.)

Hama adalah binatang yang merusak tanaman kebutuhan manusia. Hama yang tersebar pada tanaman jeruk adalah dari kelas Insecta, yaitu binatang beruas-ruas berkaki enam. Insecta ada yang menguntungkan, tetapi ada juga yang merugikan, sehingga dalam mengendalikanya harus hati-hati jangan sampai insecta yang menguntungkan manusia ikut dibinasakan (Kristanti & Sitepu, 2013).

Adapun jenis-jenis hama C. reticulata menurut Kristanti & Sitepu (2013) yang antara lain :

a. Kutu daun coklat, kutu daun hitam dan kutu daun hijau (Toxoptera citridicus, Toxoptera Auranti, Myzus persicae)

b. Kutu Sisik/Kutu Perisai (Aonidiella aurantii Maskell, Lepidosaphes beckii) c. Tungau Merah dan Tungau Karat (Panonycus citri, Phyllocoptruta oleivera) d. Thrips (Scrtothrips citri)

e. Pengerak Buah (Citripestis sagitiferella) f. Kutu Dempolan (Planococcus citri) g. Hama Siput/Keong Daun (Helix aspera)

2.2 Tinjauan Tentang Kutu Daun (Toxoptera citricidus Kirk.) 2.2.1 Taksonomi Kutu Daun (Toxoptera citricidus Kirk.)

Kedudukan kutu daun dalam sistematika atau taksonominya menurut Arfianto (2016) adalah sebagai berikut :

Kingdom :Animalia Filum :Arthropoda Kelas :Insecta

(3)

Ordo :Hemiptera Famili :Aphididae Genus : Toxoptera

Spesies : Toxoptera citricidus Kirk.

Gambar 2.2 Kutu Daun (Toxoptera citricidus K.) Sumber (Endarto, 2014 )

2.2.2 Morfologi dan Siklus Hidup Kutu Daun (Toxoptera citricidus Kirk.)

Hama kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) berukuran kecil, antara 1-6 mm, tubuhnya lunak, berbentuk seperti buah pir, mobilitasnya rendah dan biasanya hidup secara berkoloni. Imago kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) ada yang memiliki sayap dan ada juga yang tidak memiliki sayap. Imago kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) mulai bereproduksi pada umur 5 sampai 6 hari setelah perubahan dari nimfa menjadi imago. Imago kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) dapat bertelur sampai 73 butir telur selama hidupnya. Satu generasi kutu ini berlangsung selama 6 - 8 hari pada kondisi lingkungan dengan suhu sekitar 250C

dan 21 hari pada 150C. (Kementan,2020). Kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) baik jantan maupun betina berkembang biak dengan cara seperti mau melahirkan (vivipar partogenesis). Perkembangan optimum kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) terjadi pada tanaman yang memiliki tunas (Wuryantini,2005). kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) dapat menghasilkan populasi lebih dari 4.400 telur dalam jangka waktu 3 minggu tanpa adanya pemangsa alami (Zulfiyana,2018).

(4)

Ketersediaan sumber makanan mempengaruhi populasi kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.). Tingkat kepadatan populasi yang tinggi disertai dengan menurunnya kualitas makanan akan merangsang terbentuknya populasi bersayap yang berfungsi untuk migrasi sehingga dapat menurunkan kepadatan populasi. Pertumbuhan populasi kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) akan meningkat pada tanaman apabila tanaman tersebut memiliki banyak pucuk daun muda dimana sumber makanan kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) berasal dari pucuk daun muda.hal ini dikarenakan daun muda menyediakan kualitas nutrisi yang lebih baik yang dibutuhkan kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) (Suwardadi,2012).

2.2.3 Kerusakan dan Serangan Kutu Daun (Toxoptera citricidus Kirk.)

Serangan kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) menyebabkan tanaman menjadi tidak normal serta sebagai vektor virus Tristeza (Sudarwadi,2013). Virus Tristeza menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun kecil kaku serta tepinya melengkung keatas (Dwiastuti,2014). Virus Tristeza menyerang jaringan pembulu tapis (floem) terlihat adanya lekukan atau celah-celah memanjang pada jaringan kayu pada batang, cabang atau ranting, dan gejala pemucatan tulang daun sehingga ukuran buah hasil produksi menjadi kecil (Dwiastuti,2014). Selain itu menurut wuryantini&endarto, (2005) kutu daun coklat (Toxoptera citricidus K.) menghasilkan embun madu yang melapisi permukaan daun sehingga merangsang pertumbuhan jamur (embun jelaga).

2.3 Tinjauan Tentang Pestisida Nabati 2.3.1 Sejarah Penggunaan Pestisida Nabati

Sejarah pemanfaatan pestisida nabati sudah dipraktikan sejak tiga abad yang lalu. Pada tahun 1960, petani di Perancis menggunakan perasan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada buah persik. Pada tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan kutu daun (Saenong 2016). Munculnya pestisida nabati di Indonesia dimulai ketika masyarakat mulai memanfaatkan ramuan tradisional untuk bahan baku produksi ramuan jamu tradisional. Ramuan tradisional ini digunakan untuk mencegah dan mengobati tubuh manusia. Berdasarkan dari pengalaman merasakan khasiat dan manfaatnya, ramuan jamu ini akhirnya dicoba diterapkan dan diaplikasikan ke berbagai jenis

(5)

tanaman. Selain itu, pemanfaatan pestisida nabati juga untuk mencegah dampak residu pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian pestisida nabati yang sangat positif, para petani mulai mencoba melakukan aplikasi pestisida nabati. Aplikasi penggunaan pestisida nabati ternyata cukup ampuh mengendalikan dan membasmi hama dan penyakit. Perkembangan tanaman yang disemprot menggunakan pestisida nabati ternyata cukup bagus dan tampak lebih sehat dibandingkan disemprot menggunakan bahan kimia (Tosin, 2017).

2.3.2 Fungsi Pestisida Nabati

Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik. Pestisida nabati dapat merusak perkembangan larva,telur,pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan serangga menolak makan, menghambat produksi serangga betina, mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuam makan serangga, mengusir serangga dan menghambat patogen penyakit (Kementrian Pertanian,2013).

Tumbuhan memproduksi bahan kimia alami untuk pertahanan diri terhadap serangga pengganggu.Tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder yang fungsinya dalam proses metabolisme tumbuhan belum jelas. Akan tetapi, senyawa ini berperan penting dalam proses interaksi atau kompetisi, dan melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Produk metabolit sekunder yang ada pada tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati (Saenong,2016).Senyawa-senyawa dalam pestisida nabati berasal dari bagian tumbuhan yang mengandung zat aktif dari kelompok metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat-zat kimia lainnya. Bahan aktif ini bisa mempengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent), penghambat makan, (anti feedant), penghambat pertumbuhan (growth regulator), penarik (attractant), dan sebagai racun mematikan (Astuti & Leonard, 2019).

2.3.3 Cara Kerja Pestisida Nabati Sebagai Pengendali OPT

Menurut Takahashi (1981) diacu dalam Saenong (2016), secara umum mekanisme pestisida nabati dalam melindungi tanaman dari OPT yaitu secara

(6)

langsung menghambat proses reproduksi serangga hama khusunya serangga betina, mengurangi nafsu makan, menyebabkan serangga menolak makanan, merusak perkembangan telur, larva, dan pupa sehingga perkembangbiakan serangga hama terganggu, serta menghambat pergantian kulit, pestisida nabati digolongkan sebagai kelompok repelen, yaitu menolak kehadiran serangga misalnya karena bau yang menyengat, kelompok antifidan yang dapat mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, menghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf dan dapat mengacaukan sistem hormon didalam tubuh serangga, kelompok atraktan, yaitu pestisida nabati yang dapat memikat kehadiran serangga sehingga dapat dijadikan sebagai senyawa perangkap serangga dan juga untuk mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri.

2.4 Tinjauan Tentang Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) 2.4.1 Taksonomi Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Kedudukan serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dalam sistematika atau taksonominya menurut Integrated Taxonomic Informatic System (2011) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Filum :Tracheophyta Kelas :Liliopsia Ordo :Poales Famili :Poaceae Genus : Cymbopogon

Spesies : Cymbopogon nardus L.

2.4.2 Morfologi Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan tanaman herbal dengan tinggi antara 50 cm hingga 100 cm. Panjang daunnya sekitar 100 cm dengan lebar 1,5 cm. Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dapat tumbuh dengan baik dari dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut. Perbanyakannya dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Daun dan batangnya merupakan bagian tanaman utama yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati, yaitu dengan cara disuling untuk menghasilkan minyak atsiri yang

(7)

dikenal dengan minyak sitronelal. Penggunaan serai wangi dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu dengan cara penggunaan minyak atsirinya, penggunaan abu hasil pembakaran daun, biasanya untuk mengendalikan mengendalikan hama gudang dan dengan cara pembakaran daunnya untuk mengusir serangga (Kementrian Pertanian,2012).

Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) tidak banyak memerlukan persyaratan media tumbuh, bahkan dapat ditanam di tanah yang kurang subur (Saenong, 2016). Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 1200 mdpl dengan ketinggian optimum pada 250 mdpl. Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) sangat cocok ditanam ditempat terbuka dengan kisaran intensitas cahaya 75%-100%. Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) mempunyai daya hidup yang kuat bahkan sering digunakan pada daerah-daerah marginal,namun untuk dapat berproduksi dengan baik tanaman ini perlu dilakukan pemupukan pada saat awal pertumbuhan, dan setelah panen (Sukamto,Djazuli,& Suheryadi,2011)

2.4.3 Manfaat tanaman Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dapat digunakan sebagai pestisida organik atau pestisida nabati untuk mengendalikan hama tanaman dan juga berfungsi sebagai bakterisida, insektisida, dan nematisida (Arfianto,2018). Hal ini karena serai wangi (Cymbopogon nardus L.) mengandung senyawa monoterpen terbesar adalah senyawa sitronelal yang mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant) yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus-menerus sehingga serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan (Setiawati et al., 2008).

Menurut Grainge dan Ahmed (1988) dalam (Saenong,2016) serai wangi (Cymbopogon nardus L.) mempunyai mekanisme pengendalian antiserangga, insektisida, antifedan, anti jamur, dan anti bakteri. Daun dan batangnya mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung minyak atsiri. Bagian tanaman yang berpotensi mengendalikan hama adalah daun dan minyak atsiri. Arfianto (2016) menjelaskan manfaat tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) karena adanya kandungan senyawa aktif dari

(8)

keseluruhan bagian tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dalam bentuk ekstrak/minyak atsiri. Kandungan senyawa aktif tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dapat mengendalikan hama tanaman seperti kepik cokelat, kutu daun,dan beberapa serangga Tribolium sp, Sitophilus sp, Callosobruchus sp, nematoda, dan jamur (Avoseh et al.,2015).

2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Menurut Grainge dan Ahmed (1988) dalam (Saenong,2016) minyak serai wangi (Cymbopogon nardus L.) mengandung komponen sitronelal, sitral, geraniol, metilheptanon, eugenol-metilester, dipenten, eugenol, kadinen, kadinol, dan limonen. Kandungan yang terdapat pada minyak serai wangi (Cymbopogon nardus L.), terdiri atas 37 jenis senyawa. Kandungan yang paling besar ialah sitronelal (35,97%), nerol (17,28%), sitronelol (10,03%), geranyle acetate (4,44%), elemol (4,38%), limonen (3,98%), dan citronnellyle acetate (3,51%) (Setiawati, Murtiningsih, & Hasyim, 2011).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan terbesar yang ada pada serai wangi (Cymbopogon nardus L.) adalah sitronelal. Sitronelal dengan rumus kimia C10H16O yang memiliki nama kimia 3,7- dimetyl-6-octenal merupakan cairan yang tak berwarna yang memiliki bau seperti minyak tawon dari golongan senyawa monoterpen ( Bota, Martosuponi & Rondonuwu, 2015).

Gambar 2.3 Struktur Sitronelal

Sumber ( Bota, Martosuponi & Rondonuwu, 2015)

Senyawa sitronelal mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini dapat mati karena mengalami kekurangan cairan (Hasyim, setiawati, Murtiningsih & Sofiari,2010).

(9)

2.5 Tinjauan Tentang Tanaman Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) 2.5.1 Taksonomi Tanaman Bintaro (Cerbera odollam Gaertn)

Kedudukan tanaman bintaro (Cerbera odollam G.) dalam sistematika atau taksonominya menurut Islam&Ahmed (2017) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Gentianales Famili : Apocynaceae Genus : Cerbera

Spesies : Cerbera odollam Gaertn.

2.5.2 Morfologi Tanaman Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.)

Tanaman bintaro (Cerbera odollam G.) berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai 4-6 meter dan banyak percabangan. Batang tegak berkayu dan memiliki akar tunggang. Daun bintaro (Cerbera odollam G.) berwarna hijau tua dan merupakan daun tunggal yang berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung dan pangkalnya meruncing, pertulangan daun menyirip, dengan ukuran panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, dan berwarna hijau. Bunga C.odollam mirip dengan semua famili Apocynaceae yaitu corolla berukuran besar, teratur, berebntu corolla bioseksual dengan 5 lobus. Buah bintaro (Cerbera odollam G.) berbentuk bulat seperti apel hingga bulat telur, dengan biji tunggal yang dikelilingi serat (Islam&Ahmed,2017)

(10)

Gambar 2.4 Tanaman bintaro (Cerbera odollam G.) Sumber (Endarto, dkk. 2014 )

2.5.3 Kandungan Bahan Aktif Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.)

Penelitian yang dilakukan Ahmed et al, (2008) menyatakan bahwa analisis fitokimia pada daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) terdapat senyawa saponin, steroid, alkaloid, dan senyawa fenol yaitu flavonoid dan tanin. Sehingga menunjukan daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) bersifat antibakteri, sitotoksik dan sebagai depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan saponin. Senyawa saponin yang terdapat pada daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) bersifat toksik pada serangga, dapat menghambat aktivitas makan serangga (Utami,2010). Saponin pada daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) dapat mengganggu produksi enzim pencernaan serta menghambat penyerapan makanan (Haditomo, 2010). Selain itu Islam&ahmed (2017) mengungkapkan bahwa saponin pada daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) juga dapat menyebabkan degradasi kutikula bahkan dapat menghilangkannya sehingga cairan tubuh larva banyak yang keluar dan masuk melalui saluran pernafasan sehingga tubuh larva akan rusak.). Senyawa polifenol (tanin dan flavonoid) yang terkandung di dalam daging buah bintaro (Cerbera odollam G.) dapat menghambat proses pencernaan makanan karena menganggu penyerapan dengan mengikat protein di saluran cerna sehingga pertumbuhan dan perkembangan terganggu karena kurangnya nutrisi yang dibutuhkan terutama protein. Hal ini terjadi karena tanin dapat menurunkan aktifivas enzim digestif seperti protease dan amilase (Setiawati, 2008)

(11)

2.6 Tinjauan Tentang Sumber Belajar 2.6.1 Pengertian Sumber Belajar

Fitrah Muhammad (2015) menyatakan sumber belajar adalah semua bentuk yang dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi dari pengirim informasi ke penerima informasi. Arsyad (2013) mendefinisikan sumber belajar yaitu segala sesuatu yang tersedia untuk membantu individu belajar dan menunjukan kemampuan serta kompetensinya. Hal senada dikemukakan oleh Supriadi (2015) yang menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber seperti pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar yang dimanfaatkan peserta didik sebagai sumber untuk kegiatan belajar dan dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Hafid (2011) mengemukakan pengertian sumber belajar yaitu segala sesuatu yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun dirinya sendiri dapat pula merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan pembelajaran yang akan diberikan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar.

2.6.2 Macam – Macam Sumber Belajar

Siregar (2010) diacu dalam Lilawati (2017) menyatakan macam-macam sumber belajar adalah sebagai berikut :

a) Pesan (message) yaitu informasi yang disampaikan dala bentuk ide, makna, dan fakta,

b) Manusia (people) yaitu orang-orang yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah dan pengatur pesan,

c) Bahan media software (materials) merupakan perangkat lunak yang bisanya berisi pesan,

d) Peralatan hardware (device) merupakan perangkat keras yang digunakan untuk menyimpan pesan yang terdapat dalam bahan,

e) Teknik (technique) merupakan prosedur atau langkah-langkah tertentu dalam menggunakan bahan, peralatan, lingkungan, dan orang untuk meyampaikan pesan,

(12)

f) Latar (setting) merupakan lingkungan dimana pesan itu diterima oleh pembelajar.

Selain itu Abdullah Ramli (2004) mendefinisikan bahwa sumber belajar ada yang berbasis manusia, sumber belajar berbasis cetakan, sumber belajar berbasis audio-visual, dan sumber belajar berbasis komputer.

2.6.3 Fungsi Sumber Belajar

Morison (2004) diacu dalam Abdullah Ramli (2004) mengatakan fungsi dari sumber belajar yaitu :

a) Meningkatkan produktivitas pembelajaran melalui percepatan laju belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan pengurangan beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa,

b) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual melalui pengurangan kontrol guru yang kaku dan tradisional serta pemberian kesempatan kepada murid untuk belajar sesuai dengan kemampuannya, c) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran melalui

perencanaan pembelajaran yang lebih sintesis dan pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian, lebih memantapkan pembelajaran melalui peningkatan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai media komunikasi serta penyajian data atau informasi lebih lanjut,

d) Memungkinkan belajar secara seketika melalui pengurangan jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realita yang sifatnya konkrit dan membertika pengetahuan yang bersifat langsung,

e) Memunginkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan adanya media masa melalui pemenfaatan secara bersama yang lebih luas tentang kejadian-kejadian yang langka, dan penyajian informasi yang mampu menembus batas geografi.

2.6.4 Pemilihan Sumber Belajar

Nur Faizah M (2012) ada beberapa kriteria yang digunakan dalam pemilihan sumber belajar. Kriteria umum merupakan ukuran kasar dalam memilih sumber belajar diantaranya:1) ekonomis yaitu murah, akan tetapi tidak terpatok pada harga

(13)

yang selalu rendah, tapi dapat juga pemanfaatannnya dalam jangka waktu yang panjang, 2) praktis dan sederhana yaitu tidak memerlukan pelayanan sampingan yang sulit dan langa, 3) Mudah diperoleh, dalam artian sumber belajar itu dekat, tersedia dimana-mana, tidak perlu diadakan dan dibeli, 4) bersifat fleksibel, artinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan intruksional dan tidak dipengaruhi oleh faktor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai, budaya, dan lainnya, 5) komponen-komponennya sesuai dengan tujuan, hal ini untuk menghindari hal-hal yang ada di luar kemampuan guru.

Adapun kriteria lain dalam pemilihan sumber belajar yaitu 1) sumber belajar guna memotivasi, artinya pemanfaatan sumber belajar tersebut bertujuan membangkitkan minat, mendorong partisipasi, merangsang pertanyaan-pertayaan, memperjelas masalah, dan sebagainya, 2) sumber belajar untuk pengajaran yaitu untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, 3) sumber belajar untuk penelitian merupakan bentuk yang dapat diobservasi, dianalisis, dicatat secara teliti, dan sebagainya, 4) sumber belajar untuk memecahkan masalah, 5) sumber belajar untuk presentasi, disini lebih ditekankan sumber belajar sebagai alat, metode atau strategi penyampaian pesan (Nur Faizah M, 2012).

2.6.5 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar dalam bentuk modul praktikum pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berkaitan dengan materi pencemaran lingkungannya pada KD 3.8 yaitu ”menganalisis terjadinya pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi ekosistem dan KD 4.8 membuat tulisan tentang gagasan penyelesaian masalah pencemaran dilingkungan berdasarkan hasil pengematan. Sebelum dijadikan sumber belajar biologi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang dikemukakan Aminah (2013), antara lain :

1. Kejelasan potensi: suatu objek ditentukan oleh ketersediaan objek dan permasalahan yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan konsep-konsep hasil penelitian.

2. Kesesuaian dengan tujuan: disesuaikan dengan KD pembelajaran. 3. Kejelasan sasaran: merupakan objek dan subjek penelitian.

(14)

4. Kejelasan informasi yang diungkap: dilihat dari 2 aspek yaitu dari segi proses dan produk penelitian yang disesuaikan dengan kurikulum.

5. Kejelasan pedoman eksplorasi: diperlukan prosedur kerja dalam melaksanakan penelitian.

6. Kejelasan perolehan yang diharapkan: Kejelasan hasil yang berupa proses dan produk penelitian berdasarkan aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi.

2.7 Kerangka Konseptual

2.7.1 Kerangka Konsep Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Gambar 2.5 Kerangka konsep Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) OPT

T.citricidus Kerusakan C.reticulata

Kandungan Bioaktif • Daun abnormal • Vektor Virus Tristeza • Merusak jaringan floem • Tanaman Kerdil • Tanaman Mati Pengendalian

Ekstrak Daun serai wangi (Cymbopogon

nardus L.)

Pestisida Nabati

Sitronelal

Mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant)

mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus-menerus.

Memiliki potensi sebagai pestisida nabati

Mortalitas kutu sisik (T.citricidus) • Konsentrasi 1% • Konsentrasi 5% • Konsentrasi 10% • Konsentrasi 20% • Konsentrasi 25%

(15)

2.7.2 Kerangka Konsep Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Cerbera odollam

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pemberian ekstrak daun serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dan buah bintaro (Cerbera odollam G.) sebagai pestisida nabati yang memiliki kemampuann daya bunuh terhadap serangan hama kutu daun (Toxoptera citricidus K.).

OPT

T.citricidus Kerusakan C.reticulata

Kandungan Bioaktif • Daun abnormal • Vektor Virus Tristeza • Merusak jaringan floem • Tanaman Kerdil • Tanaman Mati Pengendalian Ekstrak C.odollam Pestisida Nabati Saponin

Bersifat toksik, menghambat aktivitas makan serangga.

Memiliki potensi sebagai pestisida nabati

Mortalitas T.citricidus • Konsentrasi 1% • Konsentrasi 5% • Konsentrasi 10% • Konsentrasi 15% • Konsentrasi 20% Polifenol

Mempengaruhi produksi enzim pencernaan

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata B.)  Sumber (Yuwono, 2016)
Gambar 2.2 Kutu Daun (Toxoptera citricidus K.)  Sumber (Endarto, 2014 )
Gambar 2.3 Struktur Sitronelal
Gambar 2.4 Tanaman bintaro (Cerbera odollam G.)  Sumber (Endarto, dkk. 2014 )
+3

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ekstrak serai wangi ( Cymbopogon nardus ) memiliki efektifitas insektisida lebih baik dari pada insektisida kimia yaitu malathion 0,28% terhadap lalat rumah (

Pengaruh Ekstrak Daun Serai Wangi (Chymbopogon nardus) terhadap Tingkat Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Berapa konsentrasi ekstrak kloroform limbah padat daun serai wangi (Cymbopogon nardus) yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua bakteri uji ?.D. Berapa

Penelitian tentang pengaruh campuran ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dan serai wangi (Cymbopogon nardus L) dalam kematian larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul uji aktivitas larvasida ekstrak etanolik daun serai wangi (Cymbopogon nardus

Khoirotunnisa, M., (2008).Aktifitas Minyak Atsiri Daun Serai Wangi Cymbopogon nardus (L.)Randle Terhadap Pertumbuhan Malassezia Furfur invitro dan Identifikasinya dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun serai wangi (Cymbopogon nardus L) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua dosis yang diujikan dari 1

Subyek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol serai wangi (Cymbopogon nardus L) dengan konsentrasi 0,05%, 0,1% , 0,2% , 0,5% , 1% ,