• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN) JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN) JURNAL"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN

(STUDI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN)

JURNAL

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH :

RUTHMAYANA GABRIELLA MAYLIN NIM : 150200354

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN BW

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2019

(2)
(3)

i ABSTRAK

Ruthmayana Gabriella Maylin * Maria Kaban **

Yefrizawati ***

Salah satu proses penting dalam perjalanan kehidupan manusia adalah meninggal dunia, sehingga peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan konflik antar pihak. Pihak- pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki. Salah satu lembaga hukum yang termasuk dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa yang netral dan independen dalam suatu keputusan sengketa. Dengan latar belakang skripsi ini, merumuskan masalah tentang tinjauan umum tentang harta warisan, penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan, dan peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskkriptif, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan dan studi kepustakaan, alat pengumpulan data yang dilakukan yaitu studi dokumen dan pedoman wawancara, dan analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa kualitatif.

Harta warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada ahli waris. Sengketa-sengketa tentang harta warisan seperti salah satu ahli waris merasa tidak diuntungkan atau dirugikan, dan salah satu ahli waris tidak menerima harta warisan dengan adil.

Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, dimana mediator bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama.

Mediasi di Pengadilan akan dilakukan setelah persidangan perkara telah dinyatakan dibuka oleh Hakim. Proses mediasi di Pengadilan Negeri Medan sesuai dengan proses mediasi yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 dan mediator sangat berperan dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Medan.

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Harta Warisan, Mediator

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

ii ABSTRACT

Ruthmayana Gabriella Maylin * Maria Kaban **

Yefrizawati ***

One of the important processes in the course of human life is death, so that these events give rise to legal relations concerning the rights of the family (heirs) of the entire wealth legacy. Of course this could lead to conflict between the parties. The parties to the dispute are given the freedom to determine the mechanism of choice for dispute resolution desired.One of the legal institutions are included in institutions of alternative dispute resolution is mediation. The mediation process is always mediated by one or more mediators selected by the parties to the dispute that is neutral and independent of the decision of the dispute.

With the background of this thesis, formulated the problem of an overview of the estate, dispute resolution through mediation in the courts, and the role of mediator in the dispute resolution division of inheritance in the Medan District Court.

The method used in this paper is a kind of normative juridical research, the nature of the research in this thesis is the study deskkriptif, the data used consist of primary data and secondary data collection methods used are field studies and literature, means of data collection is done namely, the study of documents and interview, and analysis of the data used in this thesis is a qualitative analysis.

Inheritance is the overall wealth in the form of assets and liabilities left heir and passed to heirs. Disputes about inheritance as one of the heirs feel no gain or lose, and one of the heirs did not receive a fair inheritance. Mediation is a problem-solving negotiation process, in which a mediator to work together with the parties to find common ground. Mediation in the Court will be made after the court case was declared opened by the judge. The mediation process at the Medan District Court in accordance with the mediation process set out in the Supreme Court Regulation No. 1 of 2016 and was instrumental mediator in the mediation process in the Medan District Court.

Keywords: Settlement, Inheritance, Mediator

* Student of Faculty of Law, University of North Sumatra

** Supervisor I, Faculty of Law, University of North Sumatra

*** Supervisor II, Faculty of Law, University of North Sumatra

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan kekerabatan dan kekeluargaan tidak menutup kemungkinan terjadi juga permasalahan- permasalahan yang berhubungan dengan kepentingan sendiri. Hal ini disebabkan perkembangan dan kebutuhan yang semakin hari semakin menuntut bagi siapapun untuk selalu siap berkompetisi dalam meningkatkan taraf hidup rumah tangganya sendiri.

Salah satu proses penting dalam perjalanan kehidupan manusia adalah meninggal dunia, peristiwa ini mengakibatkan timbulnya persoalan mengenai segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia tersebut.

Sehingga, menimbulkan hubungan hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.

Banyak permasalahan yang dapat terjadi karena pembagian warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta warisan dengan adil, salah satu ahli waris merasa tidak diuntungkan atau dirugikan karena pembagian warisan tersebut, atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam pembagian harta warisan. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan konflik.

Menurut Soerjono Soekanto, pertentangan atau pertikaian (konflik) adalah proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau

(6)

2

kekerasan.1 Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan dan selalu akan terjadi.2 Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.3

Pada prinsipnya, pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki.

Dengan demikian, hendaknya para pihak lebih mengedepankan upaya upaya perdamaian.

Penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien.

Pada umumnya jangka waktu penyelesaian hanya satu atau dua minggu atau paling lama satu bulan, asal ada ketulusan hati dari kedua belah pihak. Selain itu biayanya pun sangat murah.

Penyelesaian sengketa dengan cara damai dapat dilakukan dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa atau dalam istilah asalnya disebut sebagai Alternative Dispute Resoluton (ADR). Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mendefinisikan alternatif penyelesaian sengketa sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

1 Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2014), hlm. 117

2 Wirawan, Konflik Dan Manajemen Konflik; Teori, Aplikasi Dan Penelitian, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), hlm.1

3 Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. 1997. “Sengketa dan Penyelesaiannya”.

Buletin Musyawarah Nomor 1 Tahun I. Jakarta: Indonesian Center for Environment Law, hlm.1., dalam skripsi Ririn Bidasari hlm.25

(7)

3

Salah satu lembaga hukum yang termasuk dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif adalah mediasi. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama.4 Beberapa prinsip mediasi adalah bersifat sukarela atau tunduk pada kesepakatan para pihak, pada bidang perdata, sederhana, tertutup dan rahasia, serta bersifat menengahi atau bersifat sebagai fasilitator. 5

Proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa yang netral dan independen dalam suatu keputusan sengketa. Pemilihan mediator harus dilaksanakan dengan hati- hati dan penuh pertimbangan. Hal ini dikarenakan seorang mediator sebagai penengah memegang peranan penting dalam kemajuan penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak.

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka rumusan permasalahan yang akan dibahas serta dianalisis dengan bertitik tolak pada peraturan-peraturan yang berlaku, teori, pendapat para sarjana, serta asas- asas hukum guna melengkapi pembahasan secara lengkap dan menyeluruh, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tinjauan umum tentang harta warisan ?

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa melalui mediasi di Pengadilan ?

4 Suyud Margono, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2004), hlm.10

5 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa: Arbitrase Nasional Indonesia &

Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 16

(8)

4

3. Bagaimanakah peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan ?

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari data primer yang merupakan data lapangan yang diperoleh langsung dari Mediator melalui wawancara dan data sekunder yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan judul penelitian seperti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer seperti bahan kepustakaan yang berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum, maupun artikel hukum dari internet yang berkaitan dengan judul penelitian.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer dan sekunder antara lain berupa kamus dan ensiklopedia.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi lapangan dan studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui studi dokumen dan pedoman wawancara. Analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa kualitatif.

(9)

5 BAB II

ISI 1. Tinjauan Umum tentang Harta Warisan

A. Pengertian Harta Warisan

Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Selain itu, harta warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli waris.6

B. Bentuk-Bentuk Harta Warisan

Apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan sedemikian luas agar dapat mencakup kepada :7

a. Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan.

1) Benda bergerak

Benda bergerak dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :

a) Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer).

Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).

6 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat, (Jakarta:

Kencana, 2014), hlm. 11

7 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 25

(10)

6

b) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer) misalnya:

a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;

b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;

c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;

d. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.

2) Benda tidak bergerak

a) Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.

b) Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya;

c) Benda tidak bergerak karena ketentuan undang- undang misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas

(11)

7

kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer).

3) Dan lain-lain yang dipandang sebagai miliknya.

b. Hak-hak kebendaan

Termasuk kelompok ini hak monopoli untuk memungut hasil dari jalan raya, sumber air minum, dan lain-lain.

c. Benda-benda yang berada di tangan orang lain

Misalnya; barang gadaian, dan barang-barang yang sudah dibeli dari orang lain, tetapi belum diserahterimakan kepada orang yang sudah meninggal.

d. Hak-hak yang bukan kebendaan

Hak beli yang diutamakan bagi tetangga/serikat, dan memanfaatkan barang yang diwasiatkan.

C. Golongan Ahli Waris

1. Ahli Waris Golongan Pertama8 a. Anak-anak dan/atau keturunannya

Anak-anak mewaris dalam derajat pertama, artinya mereka mewaris kepala demi kepala. Mereka masing-masing mempunyai bagian yang sama besar (Pasal 852 ayat 2 KUH Perdata).

b. Suami atau istri yang hidup terlama

Besarnya bagian istri/suami yang hidup terlama dalam pasal 852a KUH Perdata ditentukan sama dengan bagian anak. Ketentuan yang

8 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, op.cit.,hlm. 50

(12)

8

mempersamakan bagian suami-istri yang hidup terlama dengan anak, hanya berlaku dalam pewarisan karena kematian.

2. Ahli Waris Golongan Kedua

Ahli warisan golongan kedua yaitu :

“Orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan keturunan saudara laki dan perempuan tersebut”.

3. Ahli Waris Golongan Ketiga

Pasal 853 KUH Perdata mengatakan :

“Ahli waris golongan ketiga ini terdiri dari sekalian keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ayah maupun ibu”.

Yang dimaksud dengan keluarga dalam garis ayah dan garis ibu ke atas adalah kakek dan nenek, yakni ayah dan ibu dari ayah dan ibu dan ayah dari ibu pewaris.

4. Ahli Waris Golongan Keempat

Ahli waris golongan keempat yaitu keluarga sedarah lainnya dalam garis menyimpang sampai derajat ke enam.

D. Sengketa-Sengketa tentang Harta Warisan

Banyak permasalahan yang dapat terjadi karena pembagian warisan yang dapat menimbulkan sengketa-sengketa tentang harta warisan, seperti :9

1. Harta warisan dikuasai, diusahai, dan dijalankan oleh salah satu pihak, tanpa memberikan hasil dan keuntungannya kepada pihak yang lainnya.

9 Berdasarkan Direktori Putusan Pengadilan Negeri Medan tentang Waris.

(13)

9

2. Salah satu pihak ingin mengalihkan dengan cara menjual harta warisan yang belum dibagi dan tidak ada surat wasiatnya kepada pihak lain.

3. Salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan atau melakukan pembagian atas harta warisan.

4. Salah satu pihak menyatakan harta warisan yang sebenarnya milik pihak lain adalah miliknya.

5. Salah satu pihak menguasai serta melarang pihak lainnya untuk memiliki harta warisan.

6. Salah satu pihak menguasai harta warisan tanpa izin atau persetujuan dari pihak lainnya.

7. Salah satu pihak melakukan kecurangan atau tindak kejahatan dengan maksud untuk menguasai atau mengalihkan kepemilikan atas harta warisan.

8. Salah satu pihak tidak diikutsertakan menjadi ahli waris sehingga merasa tidak diuntungkan atau dirugikan.

E. Faktor-Faktor yang Menghalangi Mendapatkan Warisan

Adapun pasal 838 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang dianggap tidak dapat menjadi waris karena dikecualikan dari pewarisan adalah sebagai berikut.10

1. Mereka yang dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal.

2. Mereka yang dengan putusan hakim dipersalahkan karena memfitnah si yang meninggal dengan mengajukan pengaduan telah melakukan

10 Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 65

(14)

10

kejahatan dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan A. Pengertian Mediasi

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin. Mediare yang berarti ada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa para pihak.

Secara yuridis, pengertian mediasi diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yaitu mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan definisinya yang terdapat dalam Pasal 6 ayat 3, yaitu

“Mediasi merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak”

(15)

11 B. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan

Mahkamah Agung menerbitkan PERMA Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diperbaharui dengan PERMA No 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan yang terakhir disempurnakan lagi dengan PERMA No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dasar hukum inilah penggunaan mediasi bersifat wajib yang dalam perkembangannya kemudian diberlakukan seperti yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

C. Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan

Dasar hukum penerapan mediasi di luar pengadilan, yang merupakan salah satu dari sistem Alternative Disputes Resolution (ADR) di Indosesia adalah:11

1. Pancasila sebagai dasar ideologi Negara Republik Indonesia yang mempunyai salah satu asas musyawarah mufakat.

2. Undang-Undang 1945 adalah konstitusi Negara Indonesia di mana asas musyawarah mufakat menjiwai pasal-pasal di dalamnya.

3. UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 60 ayat (1) menyatakan bahwa, “Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsultasi, atau penilaian ahli.”

11 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2009), hlm. 21.

(16)

12

D. Perbedaan Mediasi di Luar Pengadilan dan Mediasi di Pengadilan D.Y. Witanto mengemukankan perbedaan tersebut, yaitu :12

1. Jika dalam proses mediasi di luar pengadilan, para pihak tidak terikat dengan aturan-aturan formil, maka dalam mediasi di pengadilan, mediator dan para pihak harus tunduk pada hukum acara mediasi yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154RBg jo. PERMA Mediasi.

2. Mediasi di luar pengadilan tidak memiliki kekuatan eksekutorial, sedangkan pada proses mediasi di pengadilan hasil kesepakatan akan dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian yang memiliki kekuatan hukum eksekutorial.

3. Pada proses mediasi di pengadilan, para pihak dapat memilih untuk menggunakan jasa mediator dari kalangan Hakim Pengadilan, sehingga para pihak tidak dibebani untuk membayar jasa pelayanan mediator, sedangkan dalam proses mediasi di luar pengadilan para pihak yang menggunakan jasa mediator professional akan dibebani untuk membayar biaya honorarium mediator.

4. Pada proses mediasi di pengadilan, jika proses mediasinya gagal, maka secara otomatis perkara akan dilanjutkan dalam proses persidangan, sedangkan pada proses mediasi di luar pengadilan, jika proses mediasi gagal dan ingin melanjutkan dengan proses litigasi, maka para pihak harus mengajukan gugatan terlebih dahulu di kepaniteraan pengadilan.

12 D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 67

(17)

13

E. Pengertian dan Persyaratan Menjadi Seorang Mediator 1. Pengertian Mediator

Pengertian mediator dalam Pasal 1 angka 2 Perma No. 1 Tahun 2016 adalah :

“Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.

2. Persyaratan Menjadi Seorang Mediator

Persyaratan bagi seorang mediator dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal mediator dan sisi eksternal mediator. Sisi internal berkaitan dengan kemampuan personal mediator dalam menjembatani dan mengatur proses mediasi. Sisi eksternal berkaitan dengan persyaratan formal yang harus dimiliki mediator dalam hubungannya dengan sengketa yang ia tangani.13

Persyaratan ini harus didukung oleh persyaratan lain yang berkaitan dengan para pihak dan permasalahan yang dipersengketakan oleh mereka. Persyaratan lain terdiri atas :14

1. Keberadaan mediator disetujui oleh kedua belah pihak.

13 Beberapa Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, mengatur sejumlah syarat bagi mediator, di antaranya Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyediaan Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan.

14 Muhammad Khaidir Batubara, Peran Mediator Hakim dalam Kasus Perceraian (Studi Pengadilan Agama Kota Pematang Siantar), (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: Medan, 2018), hlm.63.

(18)

14

2. Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.

3. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa.

4. Tidak memiliki kepentingan finansial, atau kepentingan lainnya terhadap kesepakatan para pihak.

5. Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.

F. Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perdata

Gifford mengidentifikasi fungsi-fungsi mediator dalam sebuah proses perundingan, yaitu sebagai berikut :15

1. Memperbaiki komunikasi di antara para pihak

2. Memperbaiki sikap para pihak terhadap satu sama lainnya

3. Memberikan wawasan kepada para pihak atau kuasa hukumnya tentang proses perundingan

4. Menanamkan sikap realistis kepada pihak yang merasa situasi atau kedudukannya tidak menguntungkan

5. Mengajukan usulan-usulan yang belum diidentifikasi oleh para pihak

3. Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Medan

A. Proses Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Negeri Medan

15 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 65

(19)

15

Proses mediasi yang dijelaskan oleh Bapak Jamaluddin, selaku Hakim sekaligus Mediator Hakim di Pengadilan Negeri Medan, dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan sesuai dengan proses mediasi yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang membagi proses mediasi menjadi dua tahap, yaitu :

1. Tahapan Pramediasi 2. Tahapan Proses Mediasi

B. Peran Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Medan

Mediator sangat berperan dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Medan. Peran mediator di samping memberikan pencerahan kepada para pihak untuk membuka pikiran para pihak, mediator juga memberikan pengertian hukum yang berlaku dan hukum apa yang ingin digunakan oleh para pihak, memberitahukan kerugian apa yang akan dihadapi, melerai para pihak, mencari titik temu dari permasalahan para pihak agar mediasi dapat berhasil.16

C. Hambatan yang Dihadapi oleh Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Medan

Dalam melaksanakan proses mediasi yang ditempuh oleh para pihak untuk mendamaikan para pihak tidaklah selalu berjalan mulus, sering dihadapkan dengan hambatan-hambatan. 17 Hambatan-hambatan yang

16 Wawancara dengan Bapak Jamaluddin, selaku Hakim sekaligus Mediator Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 15 April 2019, pukul: 12.00 WIB.

17 Wawancara dengan Bapak Jamaluddin, selaku Hakim sekaligus Mediator Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 15 April 2019, pukul: 12.00 WIB.

(20)

16

dihadapi saat proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan adalah18

1. Para pihak tidak mau mendengar arahan 2. Para pihak tidak mengerti tentang mediasi

3. Para pihak berprinsip pada prinsipnya masing-masing yaitu keegoisan masing-masing pihak, apakah itu karena dendam, apakah itu karena benci.

Hambatan-hambatan saat proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan itu dapat di atasi dengan upaya yang dilakukan oleh Mediator Hakim, yaitu Mediator Hakim harus lebih pintar daripada para pihak yang bersengketa. Mediator Hakim harus pintar berbicara, sehingga dapat menyampaikan, dapat memberikan pencerahan, dapat memberikan pengertian kepada para pihak, baik berhubungan dengan harta, baik berhubungan dengan hukum maupun berhubungan dengan sosial keluarga, jadi ada kepiawaian daripada Mediator Hakim itu sendiri cara bagaimana menyampaikannya kepada para pihak. Jadi, dengan adanya penyampaian yang dilakukan oleh Mediator Hakim, sehingga tantangan yang dihadapi dapat diminimalisir, semakin kecil hambatan yang dihadapi semakin besar kesempatan untuk mencapai kata damai.19

18 Wawancara dengan Bapak Jamaluddin, selaku Hakim sekaligus Mediator Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 15 April 2019, pukul: 12.00 WIB.

19 Wawancara dengan Bapak Jamaluddin, S.H., M.H., selaku Hakim sekaligus Mediator Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 15 April 2019, pukul: 12.00 WIB.

(21)

17 BAB III PENUTUP Kesimpulan

1. Harta warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada ahli waris. Bentuk-bentuk warisan dapat berupa kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan (benda bergerak dan benda tidak bergerak), hak-hak kebendaan, benda-benda yang berada di tangan orang lain, dan hak-hak yang bukan kebendaan. Sengketa-sengketa tentang harta warisan seperti salah satu ahli waris merasa tidak diuntungkan atau dirugikan, dan salah satu ahli waris tidak menerima harta warisan dengan adil. Faktor-faktor yang menghalangi mendapatkan warisan diatur dalam Pasal 838, Pasal 839, dan Pasal 840.

2. Mediasi di Pengadilan akan dilakukan setelah persidangan perkara telah dinyatakan dibuka oleh Hakim. Mediasi merupakan suatu proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediaor.

Mediator itu sendiri adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Kemampuan mediator menjalin hubungan antar personal dan keahlian pendekatan dalam menjembatani dan mengatur proses mediasi merupakan syarat penting bagi seorang mediator. Dalam menjalankan tugasnya mediator memiliki tujuh fungsi. Mediator dapat memantau proses berbagi informasi

(22)

18

secara sepihak, namun mediator berkewajiban untuk merahasiakan informasi yang diberikan kepadanya.

3. Proses mediasi dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan sesuai dengan proses mediasi yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang membagi proses mediasi menjadi dua tahap, yaitu tahapan pramediasi dan tahapan proses mediasi. Mediator sangat berperan dalam proses mediasi. Peran mediator disamping memberikan pencerahan kepada para pihak untuk membuka pikiran para pihak, mediator juga memberikan pengertian hukum yang berlaku dan hukum apa yang ingin digunakan oleh para pihak, memberitahukan kerugian apa yang akan dihadapi, melerai para pihak, mencari titik temu dari permasalahan para pihak agar mediasi dapat berhasil. Tingkat keberhasilan mediasi pada penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan masih rendah, tidak sampai 50 %, yaitu hanya sekitar 30 %, dikarenakan oleh adanya hambatan-hambatan yang dihadapi, tetapi hambatan-hambatan saat proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan itu dapat di atasi dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh Mediator Hakim.

Saran

1. Bagi keluarga yang bersengketa dalam pembagian harta warisan hendaknya menyelesaikan permasalahan pembagian harta warisan secara kekeluargaan sehingga tidak diperlukan penyelesaian sengketa di Pengadilan yang akan menimbulkan akibat hukum, dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

(23)

19

2. Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi di Pengadilan, sebaiknya Mediator Hakim memenuhi syarat yang sesuai dengan persyaratan mediator yang sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, yaitu memiliki Sertifikat Mediator sehingga memudahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi di Pengadilan.

3. Dalam proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan, Mediator Hakim diharapkan dapat lebih piawai lagi dalam menyampaikan atau membujuk para pihak agar sengketa dapat dicabut dan para pihak dapat damai, lebih aktif lagi dalam merangkul para pihak agar dapat meminimalisir hambatan-hambatan yang terjadi saat proses mediasi sehingga dapat meningkatkan keberhasilan mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Medan.

(24)

20

DAFTAR PUSTAKA Buku Literatur

Adam, Siti Megadianty dan Takdir Rahmadi. 1997. “Sengketa dan Penyelesaiannya”. Buletin Musyawarah Nomor 1 Tahun I. Jakarta:

Indonesian Center for Environment Law, hlm.1., dalam skripsi Ririn Bidasari hlm.25

Amriani, Nurnaningsih. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers.

Batubara, Muhammad Khaidir. 2018. Peran Mediator Hakim dalam Kasus Perceraian (Studi Pengadilan Agama Kota Pematang Siantar). Medan:

Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Mardani. 2015. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Margono, Suyud. 2004. ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nugroho, Susanti Adi. 2009. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta:

Prenada Media.

Sikumbang, Jusmadi. 2014. Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum. Medan:

Pustaka Bangsa Press.

Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. 2014. Hukum Kewarisan Perdata Barat.

Jakarta: Kencana.

Suparman, Maman. 2015. Hukum Waris Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Winarta, Frans Hendra. 2011. Hukum Penyelesaian Sengketa : Arbitrase Nasional Indonesia & Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.

Wirawan. 2010. Konflik Dan Manajemen Konflik; Teori, Aplikasi Dan Penelitian.

Jakarta: Salemba Humanika.

Witanto, D.Y. 2011. Hukum Acara Mediasi dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Bandung: Alfabeta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Referensi

Dokumen terkait

sangat kecil atau jauh dibawah suhu cairan induk, maka ada perpindahan panas dari cairan induk menuju refrigerant , dimana akan mengakibatkan kenaikan suhu pada refrigerant

Penelitian ini menggunakan Metode Box- Jenkins atau dengan pembentukan Model Autoregressive Integrated Moving Average atau ARIMA yang merupakan suatu metode analisis untuk

Oleh karena itu penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis juga memiliki ciri khas yaitu bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses implementasi dari program

Nilai Lc (28,78 mm) lebih kecil dari pada nilai Lm (38,7 mm) menunjukkan udang yang banyak tertangkap belum mengalami matang gonad, dimana hal ini juga sejalan dengan hasil

Bagi keputusan kajian seterusnya menunjukkan pemboleh ubah peramal iaitu ketagihan internet dan kesihatan mental merupakan pengaruh yang signifikan terhadap sikap mendapatkan

Pengetahuan mengenai mastitis subklinis dapat digunakan untuk mengetahui manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan peralatan, sanitasi kandang, kesehatan dan pemeliharaan hewan,

29 September 2013 Tempat : FAKULTAS TEKNIK (FT) UNNES DAFTAR PESERTA PLPG TAHAP III NON BLOK Bidang Studi : TEKNIK INFORMASI DAN KOMUNIKASI.. ROFIQ FUAD Teknologi Informasi

Komposisi musik multigayapada dasarnya tidak hanya mengkombinasikan berbagai macam gaya musik yang berkembang pada abad ke-20 sampai abad ke- 21 ke dalam satu karya dengan