• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP STATUS ANAK YANG MEMILIKI KEWARGANEGARAAN GANDA PASCA LAHIRNYA UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP STATUS ANAK YANG MEMILIKI KEWARGANEGARAAN GANDA PASCA LAHIRNYA UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP STATUS ANAK YANG MEMILIKI KEWARGANEGARAAN GANDA PASCA

LAHIRNYA UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NAZLI PRATIWI DALIMUNTHE 150200057

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM KEPERDATAAN BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)
(3)

C U R R I C U L U M V I T A E

Nama : Nazli Pratiwi Dalimunthe Tempat, Tgl Lahir : Perbaungan, 13 Mei 1997 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia Status : Belum Kawin Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jl. Kabupaten No. 59 A, Perbaungan.

Telephone : +6281360609730

Email : nazlipratiwi@gmail.com PENDIDIKAN

FORMAL :

 2003 – 2009 SDN NEGERI 101931 PERBAUNGAN

 2009 – 2012 SMP SWASTA SETIA BUDI ABADI PERBAUNGAN

 2012 – 2015 SMA SWASTA SETIA BUDI ABADI

PERBAUNGAN

 2015 – 2019 ILMU HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NON FORMAL :

 2012 – 2013 KADERISASI PELAJAR ANTI NARKOBA

(4)

BNNK SERDANG BEDAGAI ANGKATAN 1

 2013 – 2014 LES KOMPUTER DI SMA SETIA BUDI ABADI PERBAUNGAN

 2015 SIDANG BTM ALADDINSYAH,SH

 2016 SIDIK BTM ALADDDINSYAH,SH

 2016 MAPERCA HMI KOMISARIAT FH USU

 2016 LATIHAN KADER 1 ( LK 1 ) HMI CABANG MEDAN

KEMAMPUAN

 MICROSOFT OFFICE WORD, EXEL, POWER POINT.

 Bahasa Indonesia (Aktif), Bahasa Inggris (Aktif) PENGALAMAN ORGANISASI

 2013 – 2014 OSIS SMA SETIA BUDI ABADI SEBAGAI BENDAHARA UMUM

 2015 – 2017 BTM ALADDINSYAH, SH SEBAGAI ANGGOTA DPD

 2015 – 2019 GAMADIKSI USU SEBAGAI ANGGOTA GAMADIKSI USU

 2016 − 2017 HMI FH USU SEBAGAI WAKIL BENDAHARA UMUM KOHATI

 2016 – 2017 MERPATI PUTIH FH USU SEBAGAI ANGGOTA MP

DAFTAR PRESTASI

 2012 – 2015 BEASISWA PENDIDIKAN SMA SETIA BUDI ABADI

 2012 – 2013 PESERTA OSN TINGKAT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

 2015 – 2019 PENERIMA BEASISWA BIDIKMISI

 2015 – 2016 PESERTA TERBAIK MAPERCA FH USU

 2018 JUARA 2 MAHASISWA BERPRESTASI HUKUM USU

(5)

i ABSTRAK

Nazli Pratiwi Dalimunthe*

Tan Kamelo**

Rosnidar Sembiring ***

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kemajuan zaman yang ditandai arus globalisasi yang membuat semakin mudah terjadinya perkawinan campuran, hal ini salah satunya membawa dampak terhadap status kewarganegaraan si anak. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan hukum terkait perkawinan campuran di Indonesia, status anak hasil perkawinan campuran dan akibat hukum perkawinan campuran terhadap anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Penelitian hukum ini didasarkan fakta yuridis yang berlaku di dalam masyarakat, relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan dari sumber data sekunder yang sebelumnya telah diteliti oleh penulis lainnya. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis dan eksplanatif yaitu memaparkan dan menjelaskan akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, serta menemukan kaidah- kaidah hukum yang mengatur mengenai akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Pembahasan dalam skripsi ini yaitu membahas perkawinan campuran yang terjadi karena perbedaan kewarganegaraan, sehingga berdampak pada status si anak yang memiliki kewarganegaraan ganda, hal ini tentu membawa implikasi dalam hukum perdata internasional yaitu mengenai status personal anak tersebut tunduk pada hukum dari negara mana. Dalam hukum perdata internasional yang berlaku di Indonesia, kewarganegaraan seseorang menentukan hukum yang berlaku baginya di bidang status personal sesuai Pasal 16 AB. Terhadap anak-anak berkewarganegaraan ganda, dengan memiliki paspor sebagai WNI belum cukup diterapkan hukum Indonesia terhadap status personalnya, bila anak tersebut tidak berdomisili dalam arti mempunyai habitual residence di Indonesia. Kesimpulan pokok yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Republik Indonesia yang memberlakukan kewarganegaraan ganda terbatas bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Berdampak dalam Hukum Perdata Internasional dimana mereka tunduk pada dua yurisdiksi dari dua Negara yang berbeda.

Adapun yang menjadi saran dari skripsi ini adalah diperlukan adanya harmonisasi dan integrasi yang jelas terhadap pengaturan hukum terkait perkawinan campuran, sehingga Pemerintah harus aktif berdiskusi dengan akademisi terkait pembuatan aturan hukum yang lebih khusus/spesialis, yang mengatur perkawinan campuran menjadi suatu produk perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum pasangan perkawinan campuran.

Kata Kunci : Perkawinan Campuran, Anak, Kewarganegaraan Ganda

*) Nama Penulis

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(6)

ii ABSTRACT

Nazli Pratiwi Dalimunthe * Tan Kamelo **

Rosnidar Sembiring ***

The writing of this thesis is motivated by the progress of the era marked by globalization which makes it easier for mixed marriages to occur, one of which has an impact on the child's citizenship status. Based on this matter the problem in this thesis is regarding legal arrangements related to mixed marriages in Indonesia, the status of children resulting from mixed marriages and the result of mixed marital law for children who have dual citizenship after the birth of Law No. 12 of 2006 concerning Citizenship.

The research method used in this study is normative legal research.

Normative legal research is research carried out by analyzing written law from library materials or mere secondary data better known as reference materials in the field of law or legal reference material. This legal research is based on juridical facts that apply in society, relevant to legal life and based on knowledge from secondary data sources that have previously been examined by other authors. The nature of this research is analytical descriptive and explanatory, namely describing and explaining the consequences of mixed marriage law on the status of children who have dual citizenship after the birth of Law No. 12 of 2006 concerning Citizenship, as well as finding legal rules governing the consequences of mixed marriage law on the status of children who have dual citizenship after the birth of Law No. 12 of 2006 concerning Citizenship.

The discussion in this paper is to discuss mixed marriages that occur due to differences in citizenship, so that it affects the status of the child who has dual citizenship, this certainly has implications in international civil law, namely the personal status of the child is subject to the law of which country. In international civil law applicable in Indonesia, a person's nationality determines the law that applies to him in the field of personal status according to Article 16 AB. For children of dual nationality, having a passport as an Indonesian citizen has not been sufficiently applied Indonesian law on his personal status, if the child does not live in the sense of having habitual residence in Indonesia. The main conclusion that can be taken from the writing of this thesis is that with the enactment of Law No. 12 of 2006 concerning Citizenship, the Republic of Indonesia which imposes limited dual citizenship for children of mixed marriages.

Impact in Private International Law where they are subject to two jurisdictions from two different States. As for the suggestion of this thesis is the need for clear harmonization and integration of legal arrangements related to mixed marriages, so that the Government must actively discuss with academics related to the making of more specific legal regulations / specialists, which regulate mixed marriages into legislative products guarantee the legal certainty of mixed marriages.

Keywords: Mixed Marriage, Children, Dual Citizenship

*) Writer's name

**) Supervisor I

***) Supervisor II

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi di bidang informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi akan mempermudah seseorang di belahan dunia manapun untuk berhubungan dengan orang lain tanpa adanya jarak yang membatasi. Kemajuan teknologi ini disertai dengan adanya peningkatan mobilisasi orang Indonesia ke luar negeri ataupun orang asing yang datang ke Indonesia. Berkomunikasi menjadi lebih mudah, adanya jalur perkenalan melalui internet (facebook, friendster, twitter, yahoomessenger, chatting), berkenalan saat berlibur, teman

sekolah ataupun kuliah, pertukaran pelajar, rekan bisnis ataupun sahabat pena1. Keterbukaan Indonesia dalam aktifitas dan pergaulan internasional membawa dampak tertentu pada hubungan manusia dalam bidang kekeluargaan, khususnya perkawinan. Selain itu, manusia mempunyai rasa cinta yang universal, tidak mengenal perbedaan warna kulit, agama, golongan maupun bangsa, sehingga bukanlah hal yang mustahil bila terjadi perkawinan antar manusia yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda yaitu antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA). Perkawinan ini di Indonesia dikenal dengan istilah perkawinan campuran.

Produk perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai perkawinan campuran, sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 UUP :

“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum

1Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, http://www.mixedcouple.com, diakses pada 16 Januari 2019.

(8)

2

yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”2.

Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia3.

UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI selanjutnya disebut sebagai UUK, menganut asas persamaan derajat atau persamaan hak. Kedudukan istri sejajar dengan kedudukan suami sehingga istri mempunyai hak yang sama dengan suami untuk menentukan kewarganegaraannya mengikuti suami atau tetap mempertahankan kewarganegaraan asalnya. Adanya perkawinan campuran tidak merubah status kewarganegaraan masing-masing pihak pelaku perkawinan campuran, suami maupun istri tetap pada kewarganegaraan asalnya. Namun jika istri memutuskan untuk mengikuti suaminya, hal tersebut dikarenakan atas dasar keinginannya sendiri bukan karena tekanan maupun paksaan. Sehingga dalam hal ini perempuan Indonesia lebih dilindungi hak-haknya karena dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun.4

Berdasarkan prinsip-prinsip kesederajatan yang diatur dalam Pasal 47 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut sebagai UU HAM yang berbunyi :

2Pasal 57 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, http://www.mixedcouple.com, diakses pada 16 Januari 2019.

4Pan Mohammad /Faiz, Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran,Http://www.Legalitas.Org- Status-Hukum-Anak-Hasil-Perkawinan-Campuran,diakses pada 16 Januari 2019.

(9)

3

“Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya”5.

Berdasarkan UUK perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan campuran ini dibuktikan dengan adanya pemberian status kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak hasil perkawinan campuran sampai dengan batas usia 18 tahun atau sudah kawin6.

Terbatas diartikan karena status kewarganegaraan ganda ini hanya diperuntukan bagi anak-anak subjek kewarganegaraan ganda terbatas saja, tidak berlaku bagi seluruh WNI7. Setelah sampai batas usia 18 tahun anak diberikan kewajiban untuk menentukan status kewarganegaraan sesuai pilihannya mengikuti ayahnya atau ibunya8 .

Status kewarganegaraan ganda yang dianut dalam UUK untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam perkawinan campuran, maupun setelah putusnya perkawinan campuran, dimana terdapat perbedaan kewarganegaraan antara orangtua dan anak-anak hasil perkawinan itu. Seiring dengan melekatnya kewarganegaraan ganda terbatas pada anak hasil perkawinan campuran, maka anak tersebut tunduk pada dua yurisdiksi dari dua negara yang terkait kewarganegaraan dari kedua orangtuanya, sehingga menimbulkan permasalahan hukum di bidang Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum dari negara mana yang berlaku atas status personalnya. Suatu contoh yang dapat dikemukakan

5Pasal 47 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia

6Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI

7J.G.Starke, An Introduction to International law, London, Tenth Edition:Butterworth & Co.Ltd, 2002, hlm. 188-189.

8Pasal 6 ayat (1) UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI

(10)

4

disini misalnya di Indonesia, perkawinan baru dapat dilangsungkan apabila pihak wanita telah mencapai umur 16 tahun sesuai yang diatur dalam UUP. Seandainya anak tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda, maka syarat-syarat perkawinan anak tersebut tunduk pada hukum dari negara mana, apakah hukum Negara Indonesia atau asing9.

Berdasarkan uraian di atas, dianggap penting untuk dilakukan penulisan skripsi tentang “Akibat Hukum Perkawinan Campuran Terhadap Status Anak Yang Memiliki Kewarganegaraan Ganda Pasca Lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini terkait dengan judul di atas adalah:

1. Bagaimana pengaturan hukum terkait perkawinan campuran di Indonesia?

2. Bagaimana status anak hasil perkawinan campuran berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan?

3. Bagaimana akibat hukum perkawinan campuran terhadap anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan?

9Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(11)

5 C. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini, agar tulisan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.10 Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.11Penelitian hukum ini didasarkan fakta yuridis yang berlaku di dalam masyarakat, relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan dari sumber data sekunder yang sebelumnya telah diteliti oleh penulis lainnya.12Data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya.13

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis dan eksplanatif yaitu memaparkan dan menjelaskan akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, serta menemukan kaidah-kaidah hukum

10Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 3.

11Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Jakarta : PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 52.

12H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 18-19.

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2014), hlm. 12.

(12)

6

yang mengatur mengenai akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

2. Sumber Data

Adapun dalam penelitian yuridis normatif ini, data yang dikumpulkan dilakukan dengan studi kepustakaan atau library research. Bahan pustaka merupakan bahan dasar dari penelitian yang diberi nama data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,bahan hukum sekunder,dan bahan hukum tersier.

a. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan- catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim14. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum mengikat dan dalam skripsi ini terdapat bahan-bahan hukum primer seperti KUHPerdata, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer. Dalam penulisan skripsi ini, bahan hukum sekunder yang dipakai yaitu berupa studi dokumen dengan cara mengumpulkan bahan hukum dan mempelajari berkas-berkas seperti buku-buku ilmiah, bahan seminar, internet, ataupun jurnal hukum yang membahas tentang

14Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, hal 140.

(13)

7

perkawinan campuran dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini. Dalam hal ini digunakan metode library research (penelitian pustaka) yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari yurisprudensi, buku-buku ilmiah yang telah disebutkan sebelumnya.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan tehadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus- kamus (hukum) dan sebagainya.15

3. Teknik dan alat pengumpulan data a. Teknik pengumpulan data ini adalah :

1. Library Research, yaitu teknik pengumpulan data dan informasi dari kepustakaan. Sumber-sumber bahan kepustakaan tersebut dapat diperoleh dari buku, jurnal, makalah, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian dan sumber pustaka lainnya.

2. Field research, yaitu didukung teknik pengumpulan data dan informasi melalui studi. Studi lapangan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung kepada narasumber, yaitu : Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.

b. Alat pengumpulan data, yaitu:

1. Studi dokumen, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis atau berbentuk dokumen baik berupa laporan, profil, dan dokumen-dokumen lainnya yang mendukung untuk penelitian ini.

15Bambang Sunggono, Op Cit, hlm. 117.

(14)

8

2. Pedoman wawancara, yaitu suatu alat pengumpulan data yang merupakan proses dari komunikasi yang telah ditentukan dan dengan tujuan yang telah dirancang untuk merubah perilaku dan biasanya melibatkan pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan. Adapun pada penelitian, maka wawancara dapat diartikan sebagai suatu alat pengumpulan data yang diperoleh melalui tatap muka melakukan pembicaraan dimana salah satu orang mengembangkan informasi dari orang lain.

c. Analisis Data

Tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Analisis bahan hukum menggunakan teknik content analysis yakni suatu teknik analisis mengenai akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Kemudian memaparkan dan menjelaskan norma-norma hukum mengenai akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan untuk mengkaji akibat hukum perkawinan campuran terhadap status anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

(15)

9 BAB II

ISI I. PERKAWINAN CAMPURAN

A. Pengertian Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran terdiri dari dua kata yaitu perkawinan dan campuran, perkawinan secara bahasa yaitu menghimpun atau mengumpulkan.16 Campuran menurut bahasa adalah sesuatu yang tercampur, gabungan atau kombinasi, peranakan ( bukan keturunan asli ).17

Menurut istilah perkawinan campuran yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 57 UUP, perkawinan campuran ialah:

“Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.18

B. Dasar Hukum Perkawinan Campuran

Bangsa Indonesia telah memiliki undang-undang nasional yang berlaku bagi seluruh warga negara republik Indonesia, yaitu UUP.19 Pada Pasal 66 UUP dijelaskan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dengan berlakunya UUP, maka ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen, Peraturan Perkawinan Campuran dan peraturan-

16Dahlan Abdul Azis, Esiklopedi Hukum Islam.., hlm. 1329.

17Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramediaa Pustaka Utama, 2011, hlm.

239

18Pasal 57 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

19A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Banda Aceh : Pena, 2005, hlm. 28-29.

(16)

10

peraturan lain yang mengatur tentang Perkawinan sejauh telah perkawinan diatur dalam UU ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.20

Hukum Perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama antara satu sama lain ada perbedaan , akan tetapi tidak saling bertentangan. Adapun di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara otentik diatur didalam UUP. Adapun penjelasan atas Undang-undang tersebut dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019 yang di dalam bagian penjelasan umum diuraikan beberapa masalah mendasar.21

C. Syarat Perkawinan Campuran

Adapun syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 6 UUP sebagai berikut:22

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus medapat izin dari kedua orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempuyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2),(3),dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2),(3),dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

20Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Lembaran Negara tahun 1974 No. 1, Tambahan Lembaran Negara No. 5216.

21Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm. 6.

22Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-undangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 2007, hlm.42.

(17)

11

Disamping itu UUP juga mengatur tentang persyaratan umum minimal bagi calon suami dan calon isteri serta jalan alternatif lain untuk mendapatkan jalan keluar apabila ketentuan minimal umur belum terpenuhi. Dalam hal ini Pasal 7 UUP mengatur sebagai berikut:23

1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak Pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria ataupun wanita.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

D. PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

1. Perkawinan Menurut Hukum Perdata Internasional24

Hukum mengenai perkawinan termasuk bidang status personal. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan atau diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi lembaga – lembaganya.

Pasal 16 Algemen Bepalingen van Wetgeving (AB) berlaku dalam hal melangsungkan perkawinan dan akibat – akibat hukum dari suatu perkawinan dengan unsur –unsur internasional. Dalam hal ini Indonesia memakai prinsip nasionalitas, sebagai warisan dari sistem hukum dahulu.

23Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Lembaran Negara tahun 1974 No. 1, Tambahan Lembaran Negara No. 27.

24Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Ctk. Ketujuh, PT. Alumni, Bandung, 2010, Hlm. 187.

(18)

12

Pasal 16 AB berlaku bukan saja kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negri tetapi juga berlaku untuk warga negara Asing yang berada di Indonesia. Jadi, warganegara Indonesia yang berada di luar negri dan hendak menikah harus memenuhi syarat – syarat yang ditentukan oleh hukum Indonesia sebagai hukum nasionalnya, seolah – olah lingkungan kuasa dari hukum Indonesia juga berlaku di luar batas – batas negara Indonesia.

E. PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA

1. Perkawinan Campuran Menurut Staatblad 1898 Nomor 15825

Sebelum diundangkannya UUP, perkawinan campuran itu diatur dengan Koninklijk Besluit tanggal 29 Desember 1896. Peraturan ini disebut dengan Regeling op de Gemengde Huwelijken S. yang selesai dibuat pada tahun 1896 dan diundangkan pada tahun 1898.

Menurut Regeling op de Gemengde Huwelijken S. 1898 Nomor 158 :

“Yang dinamakan Perkawinan Campuran, ialah perkawinan antara orang – orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum – hukum yang berlainan26.”

Menurut GHR “antara orang – orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum – hukum yang berlainan” dengan tidak ada pembatasan. Hukum yang berlainan adalah disebabkan karena salah satunya adalah perbedaan kewarganegaraan.

25R.Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang – Undangan Perkawinan di Indonesia, Ctk. Pertama, Airlangga University Press, Surabaya, 1988, Hlm. 89.

26 Regeling op de Gemengde Huwelijken S. 1898 Nomor 158

(19)

13

2. Perkawinan Campuran Menurut KUHPerdata

Hal ini bermakna bahwa perkawinan campuran diartikan bahwa perkawinan tersebut hanya dilakukan di Indonesia dan menurut hukum yang mengatur pada masa tersebut. Pengertian mengenai perkawinan campuran pada saat ini di Indonesia, dapat ditinjau dari beberapa aspek dan sistem, yang kemudian dipersempit menjadi menjadi 3 sistem, yaitu :

Pengertian mengenai perkawinan campuran dalam sistem ini di atur dalam KUHPerdata (Burgerlijk wetboek) yang pengaturannya di peruntukkan bagi golongan eropah, golongan Timur Asing-Cina dan untuk sebahagian golongan Timur Asing bukan Cina, serta untuk sebagian atau seluruh orang-orang lain yang tunduk pada KUHPerdata. Peraturan tersebut tetap berlaku bagi orang yang termasuk golongan yang disebutkan tidak merubah hukum perdata yang berlaku bagi mereka.27

Perkawinan campuran diartikan sebagai perkawinan antara WNI dengan WNA dan pengaturan mengenai perkawinan campuran tidak banyak disinggung dalam KUHPerdata serta esensinya mengenai perkawinan hanya mengatur tentang syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukannya suatu perkawinan, hal ini sesuai dengan pandangan dari para Ahli yang menyusun KUHPerdata dengan mengartikan bahwa soal perkawinan hanya dilihat dalam hubungan perdata saja.28

27Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Jakarta : Ghalia Indonesia , 1982 hlm. 69

28Pasal 26 KUHperdata

(20)

14

Menurut R Subekti, Pasal 26 KUHPerdata tersebut hendak menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah hanya perkawinan yang memenuhi syarat- syarat yang ditetapkan oleh KUHPerdata dan bahwa syarat-syarat dan peraturan agama dikesampingkan, hal ini juga dapat diartikan bahwa perkawinan itu hanya ditinjau sebagai suatu lembaga hukum dan tidak bergantung pada pandangan- pandangan keagaman dari pasangan calon suami dan istri.29

Sebagaimana yang terdapat dalam KUHPerdata bahwa Indonesia mengakui adanya perkawinanan campuran yang dilakukan diluar Indonesia dan dilakukan menurut hukum yang berlaku dimana pasangan tersebut melangsungkan perkawinannya, selama perkawinan tersebut telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan kemudian di catatkan di Indonesia paling lama setahun setelah perkawinan dilaksanakan.30

Perkawinan campuran yang akan dilakukan oleh pasangan yang berbeda kewarganegaran dapat dilangsungkan selama persyaratan telah dipenuhi seperti yang diatur dalam KUHPerdata karena perkawinan merupakan salah satu hak asasi manusia sehingga tidak satupun aturan yang dapat menghalangi sepanjang persyaratan dan ketentuan telah dipenuhi termaksud juga yang paling mendasar yaitu bahwa perkawinan didasarkan pada kerelaan masing-masing pihak untuk menjadi suami istri, untuk saling menerima dan saling melengkapi satu sama lainnya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga karena jika tanpa adanya

29R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Op.Cit., hlm.13

30Pasal 83 KUHPerdata

(21)

15

persetujuan kedua belah pihak maka dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan31

3. Perkawinan Campuran Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Perkawinan mengartikan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.32

Berdasarkan rumusan tersebut, perkawinan campuran yang dimaksud dalam Undang-Undang Perkawinan terbatas pada perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita di Indonesia, dimana yang bersangkutan (calon mempelai).33

a. tunduk pada hukum yang berlainan;

b. karena perbedaan kewarganegaraan

c. salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia

Undang-Undang Perkawinan, secara sempit pengertiannya hanya mengarah kepada perbedaan kewarganegaraan namun tidak membahas secara rinci mengenai pelaksanaan ataupun tata cara untuk melangsungkan perkawinan campuran dan mengenai perkawinan campuran dibahas dalam 5 (lima) pasal yaitu dari Pasal 57 sampai Pasal 61 UUP.

Selain itu perkawinan campuran yang dimaksud oleh Undang-Undang Perkawinan terbatas hanya pada perkawinan campuran internasional, yakni

31Pasal 87 KUHPerdata

32Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

33Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 297

(22)

16

perkawinan yang akan dilakukan antara seorang WNI dengan seorang WNA dan masing–masing calon mempelai dengan sendirinya tunduk pada hukum yang berlainan.34

Perkawinan campuran tidak diatur secara khusus pada Undang-Undang Perkawinan namun pada dasarnya apabila ada pasangan yang akan melakukan perkawinan campuran maka pasangan tersebut juga harus mematuhi semua persyaratan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Perkawinan selama perkawinan dilaksanakan di Indonesia dan menurut hukum di Indonesia.

Hal ini sesuai dengan prinsip domisili yang dianut dalam HPI dimana dalam menjalankan aturan hukum, prinsip domisili sangat tepat diterapkan di Republik Indonesia dengan berpegang pada alasan praktis yaitu dengan diperkecil berlakunya hukum mendatangkan keuntungan, karena dengan demikian akan lebih banyak jaminan bahwa hakim Indonesia akan memakai hukumnya secara baik, karena ia lebih mengenal hukumnya sendiri daripada hukum asing dalam menyelesaikan suatu perkara dengan WNA.35

4. Perkawinan Campuran Menurut Hukum Islam

Pada dasarnya setiap ketentuan hukum agama di Indonesia tidak mengizinkan umatnya untuk melakukan perkawinan dengan umat beragama lainnya. Ini berarti sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan, seharusnya tidak akan ada lagi perkawinan beda agama, karena perkawinan beda agama

34Ibid.

35BPHN, Latar Belakang Penyusuan RUU Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jurnal Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, September 1983, hlm.9

(23)

17

merupakan perkawinan diluar ketentuan hukum masing-masing agama dan juga kepercayaannya.36

Hukum Islam perkawinan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk keturunan, yang dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan hukum syari’at Islam.37

Pengertian mengenai perkawinan campuran dalam hukum Islam yaitu perkawinan antara laki dan perempuan yang berbeda keyakinan atau berbeda agama dan kebangsaannya (asal keturunannya) atau kewarganegaraannya.38

II. STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN BERDASARKAN UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

Status Hukum Anak adalah status Personal Anak. Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan seseorang bersikap tindak dibidang hukum. Dalam jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan,perwalian anak- anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.39

Sementara itu mengenai status hukum anak dalam perkawinan campuran, dapat diuraikan sebagai berikut:

36Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 316

37Zahry Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta : Binacipta, 1976, hlm. 1

38Hasballah Thalib dan Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 152

39Sudargo Gautama, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: CV. Sinar Bakti, 1995, hlm.13.

(24)

18 1. Menurut Hukum Perdata Internasional

Teori Hukum Perdata Internasional menyebutkan bahwa untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dengan orang tua, maka perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan.40 Apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. Masalah keturunan termasuk status personal,negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis).

Pada umunya yang dipakai ialah hukum personal sang ayah sebagai kepala keluarga pada masalah-masalah keturunan secara sah.Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang banyak dipergunakan seperti di negara-negara misalnya di Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompokkelompok negara sosialis.

Menurut UUK, Pengesahan UUK merupakan momentum bersejarah bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kelahiran undang-undang ini memiliki nilai historis karena produk hukum yang digantikan, yakni Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan.

Undang-undang ini menyiratkan penolakan konsep diskriminasi dalam perolehan kewarganegaraan atas dasar ras, etnik, dan gender, maupun diskriminasi yang didasarkan pada status perkawinan. Dalam pasal lain juga

40Ibid.

(25)

19

disebutkan, WNI yang menikah dengan pria WNA tidak lagi dianggap otomatis mengikuti kewarganegaraan suaminya, melainkan diberi tenggang waktu tiga tahun untuk menentukan pilihan, apakah akan tetap menjadi WNI atau melepaskannya. Selain itu, apabila istri memutuskan tetap menjadi WNI atau selama masa tenggang waktu tiga tahun itu, ia bisa menjadi sponsor izin tinggal suaminya di Indonesia.41

Asas-asas dalam menentukan kewarganegaraan yang dianut dalam UUK ini sebagai berikut42 :

1. asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.

2. asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

3. asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

4. asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam UU ini merupakan pengecualian. Anak yang lahir dari perkawinan antara seorang wanita

41J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesembilan, Jakarta: Aksara Persada,1989, hlm.125.

42Penjelasan UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

(26)

20

WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.

Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan pilihannya.Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi anak- anak hasil dari perkawinan campuran.

Penentuan kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut UUK yaitu kewarganegaraan ganda terbatas yang pada Pasal 6 dan Pasal 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18 tahun atau belum menikah, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah, maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.43

Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau putusnya perkawinan karena kematian, maka anak tersebut masih memiliki status kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu memelihara anak asing. Jadi Undang-undang baru ini lebih memberikan perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “perkawinan campuran” juga menjadi lebih jelas.

43Pasal 6 dan Pasal 21 UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan

(27)

21

Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian. UU Kewarganegaraan yang baru ini tetap menganut asas kewarganegaraan tunggal, dan juga tidak menginginkan terjadinya tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewargangeraan ganda (bipatride), yang diberikan kepada anak-anak dalam Undang-Undang ini, adalah kewarganegaraan ganda terbatas, terbatas karena nantinya setelah anak-anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.44

Pada dasarnya menurut UU 12/2006 seorang anak yang dilahirkan di dalam suatu perkawinan campuran tanpa memperdulikan status si ayah WNI dan ibu WNA atau ayah WNA dan ibu WNI atau si ayah apatride atau negara si ayahtidak memberikan kewarganegaraan kepada si anak, anak itu tetap dapat memperoleh status WNI.

Pada Pasal 25 UUK, hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan anak menjadi hilang.45

Mengenai persoalan status anak hasil perkawinan campuran, UUKtelah memberi jalan keluar yang dirasa sangat menguntungkan bagi Ibu Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Ayah Warga Negara Asing. Sesuai dengan

44Hasil wawancara dengan Ibu Adisti kepala Sub Bagian Penyusunan Program Pada Jum’at/ tanggal 08 Februari 2019, pukul 11.00 wib.

45Ibid.

(28)

22

ketentuan dalam Undang undang nomor 12 tahun 2006 anak yang dilahirkan oleh perempuan Warga Negara Indonesia yang menikah dengan laki-laki Warga Negara Asing, memperoleh status kewarganegaraan yaitu Warga Negara Indonesia.

Hal ini berarti status anak tidak mengikuti status kewarganegaraan ayahnya, tercantum dalam Pasal 4 huruf d UUK yang ditulis sebagai berikut :

“warga negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan Ibu Warga Negara Indonesia.46 Tidak hanya mengatur status kewarganegaraan anak hasil perkawinan yang sah, UUK juga mengatur status kewarganegaraan anak luar kawin yang diakui ayah Warga Negara Asing. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) yaitu sebagai berikut:

“Anak Warga Negara Indonesia yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia”.47

Bila negara sang Ayah yang berkewarganegaraan asing tersebut menganut asas ius sanguinis, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda. Ketentuan hukum mengenai hal ini juga sudah diatur dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (3) UUK.

Dalam ketentuan tersebut nampak bahwa Indonesia memberidua kewarganegaraan terbatas bagi anak-anak yang lahir dari pernikahan campuran khususnya bagi anak yang ketentuan negara ayahnya menganut asas ius sanguinis ini berarti anak-anak tersebut mendapatkan dua kewarganegaraan ayah dan ibunya,sampai berumur 18 tahun.

46 Pasal 4 huruf d UU No.12 Tahun 2006

47 Pasal 5 ayat (1) UU No.12 Tahun 2006

(29)

23

Memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada dua yurisdiksi.

Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal Indonesia menganut asas konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti Pasal 16 AB Belanda, yang disalin lagi dari Pasal 3 Code Civil Perancis).

Berdasarkan Pasal 16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional Indonesia, sebaliknya, menurut jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik

Indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka.

III. AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP STATUS ANAK YANG MEMILIKI KEWARGANEGARAAN GANDA PASCA LAHIRNYA UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

A. Akibat Hukum Perkawinan Campuran Terhadap Status Anak Berkewarganegaraan Ganda Pasca lahirnya UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Penjelasan UUK menyebutkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat UUD 1945 sebagaimana tersebut di atas, Undang-undang ini memperhatikan azas-azas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas Ius Sanguinis, Ius Soli dan Campuran. Ius Sanguinis (Law of the blood) adalah

(30)

24

asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran. Asas Ius Soli (Law of the Soil) secara terbatas adalah yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.48

Diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Juga dijabarkan tentang asas kewarganegaraan tunggal yang artinya asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

Sedangkan asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.49 Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) atau pun tanpa kewarganegaraan (Apatride).

Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang- Undang ini merupakan suatu pengecualian. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, tentunya memiliki tiga pertimbangan khusus, yaitu Filosofis, Yuridis maupun Sosiologis. Akibat hukum dari kewarganegaraan ganda, lahirlah apa yang disebut dengan Hak Opsi, di mana mereka akan memperoleh WNI melalui opsi ini adalah anak yang lahir dari perkawinan campuran (ayah atau ibunya WNI). Selain itu lanjut Ibu Adis, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah diantaranya Ibu WNA, diakui oleh ayahnya WNI sebelum berusia 18 tahun/belum kawin tetap diakui sebagai WNI. Yang kedua adalah Ibu WNI, diakui oleh ayahnya WNA sebelum berusia 18 tahun/belum kawin. Mereka juga termasuk WNI.50

48Penjelasan atas UU Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006

49Ibid.

50Hasil wawancara dengan Ibu Adisti kepala Sub Bagian Penyusunan Program Pada Jum’at/ tanggal 08 Februari 2019, pukul 11.00 wib.

(31)

25

Di sisi lain, anak dari ayah dan ibu WNI lahir di luar negeri, dan hukum negara tempat lahir anak tersebut memberikan kewarganegaraan mereka juga adalah WNI. Hanya saja setelah menyandang WNI, maka 3 bulan setelah anak tersebut berusia 18 tahun/sudah kawin ia disarankan memilih kewarganegaraan.

Mempunyai pekerjaan/penghasilan tetap dan membayar uang kewarganegaraan.

Di antaranya pada dasarnya anak yang lahir sebelum UUK (sebelum 1 Agustus 2006) tidak secara otomatis mendapatkan kewarganegaraan RI tetapi dengan cara didaftarkan oleh orang tua/walinya kepada Menteri Hukum dan HAM RI melalui pejabat (Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI) sesuai Pasal 41 UUK junto Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01- HL.03.01 Tahun 2006 tentang cara untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dan diberi waktu paling lama 4 tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Dengan perkataan lain pada tanggal 1 Agustus 2010 mereka tidak dapat lagi menggunakan haknya mendapatkan Kewarganegaraan Indonesia. Karena sifatnya sementara atau pada hukum waktu tertentu akan tidak berlaku lagi. Untuk memperkuatnya diterbitkanlah Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.09-IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian bagi anak subyek kewarganegaraan Ganda terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.

(32)

26 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan maka penelitian ini memberikan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan hukum terkait perkawinan campuran di Indonesia, yaitu : menurut KUHPerdata, Perkawinan campuran diartikan sebagai perkawinan antara WNI dengan WNA. Sedangkan menurut Pasal 57 UUP, mengartikan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Berdasarkan teori hukum perdata internasional telah dikenal dua pandangan utama yang berusaha membatasi pengertian perkawinan campuran beda kewarganegaraan, yaitu :

a. Pandangan yang beranggapan bahwa suatu perkawinan campuran adalah perkawinan yang berlangsung antara pihak – pihak yang berbeda domisili sehingga terhadap masing – masing pihak berlaku kaidah – kaidah hukum intern dari dua sistem yang berbeda.

b. Pandangan yang beranggapan bahwa suatu perkawinan dianggap sebagai perkawinan campuran apabila para pihak berbeda kewarganegaraan atau nasionalitasnya.

(33)

27

2. Status anak hasil perkawinan campuran berdasarkan Pasal 5 UUK, menyatakan bahwa anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda sebagai akibat dari perkawinan campuran sehingga membawa implikasi dalam Hukum Perdata Internasional yaitu mengenai status personal anak tersebut tunduk pada hukum dari negara mana. Dalam Hukum Perdata Internasional yang berlaku di Indonesia, kewarganegaraan seseorang menentukan hukum yang berlaku baginya di bidang status personal sesuai Pasal 16 AB. Terhadap anak-anak berkewarganegaraan ganda, dengan memiliki paspor sebagai WNI belum cukup diterapkan hukum Indonesia terhadap status personalnya, bila anak tersebut tidak berdomisili dalam arti mempunyai habitual residence di Indonesia.

3. Akibat hukum perkawinan campuran terhadap anak yang memiliki kewarganegaraan ganda pasca lahirnya UUK, yaitu : UUK telah menyebutkan bahwa si anak yang lahir dari perkawinan campuran akan memiliki dwi kewarganegaraan ganda terbatas yang dibuktikan dengan adanya surat pernyataan (affidavit) sebagaimana diatur dalam UUK sehingga si anak harus tunduk pada dua yurisdiksi. Kewarganegaraan ganda si anak juga berakibat terhadap lahirnya Hak Opsi, di mana mereka akan memperoleh WNI melalui opsi ini.

(34)

28 B. Saran

Dari hasil analisa permasalahan yang telah telah disimpulkan pada uraian terdahulu, maka penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan status kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya harmonisasi dan integrasi yang jelas terhadap pengaturan hukum terkait perkawinan campuran, dimana penulis berpendapat bahwa Pemerintah harus berdiskusi dengan akademisi terkait pembuatan aturan hukum yang lebih khusus/spesialis, yang mengatur perkawinan campuran menjadi suatu produk perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum pasangan perkawinan campuran.

2. Demi lebih efektivitasnya UUK, maka Pemerintah harus melakukan penyuluhan hukum terkait dampak kewarganegaraan ganda anak-anak diaspora, sehingga para pihak yang melakukan perkawinan campuran mengerti dan mampu mengatasi permasalahan terkait pemberlakuan dua yurisdiksi hukum terhadap anak berkewarganegaraan ganda.

3. Diharapkan peranan aktif dari Pemerintah dalam membimbing orangtua anak berkewarganegaraan ganda terkait pemilihan status kewarganegaraan si anak, sehingga menjamin kepastian hukum si anak pasca masa kewarganegaraan gandanya berakhir. Serta diperlukan aturan terkait sanksi yang tegas akibat keterlambatan pendaftaran kewarganegaraan si anak, dimana didalam UUK tidak dijelaskan secara tegas sanksi keterlambatan pendaftaran Warga Negara Indonesia ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, setelah melewati batas 3 tahun dari usia 18 tahun.

(35)

29

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ahmad, Rofiq. 2006. Hukum Islam di Indonesia Cetakan ke 6. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Basuki, Zulfa Djoko. 2007. Bunga Rampai Kewargnegaraan Dalam Persoalan Perkawinan Campuran. Jakarta: Badan Penerbit FHUI.

Cahyowati, Rr. 2004. Status Kewarganegaraan Istri Dalam Perkawinan Campuran. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Daly, Peunoh. 1988. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa. Jakarta: Balai Pustaka.

Fuady, Munir. 2014. Konsep Hukum Perdata. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju.

Hamid, Zahry. 1976. Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang- Undang Perkawinan di Indonesia. Yogyakarta: Binacipta.

Hamdani.1995. Risalah Al Munakahah. Jakarta: Citra Karsa Mandiri.

Harahap, M. Yahya dan Manaf, Abdul. 2006. Aplikasi Asas Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Istri dalam Penjaminan Harta Bersama Pada Putusan Mahkamah Agung. Bandung: Mandar Maju.

Kamello, Tan dan Andriati, Lisa Syarifah. 2011. Hukum Perdata: Hukum Orang dan Keluarga. Medan: USU Press.

Latief, M. Djamil. 1985. Pineka Hukum Perceraian di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Malik, Rusdi. 2009. Memahami Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.

MK, M Anshary. 2010. Hukum Perkawinan di Indonesia Masalah-Masalah Krusial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad, Abdul Kadir. 1994. Hukum Harta Kekayaan. Bandung: PT. Citra Aditya.

Mulyadi. 2000. Hukum Perkawinan Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro.

(36)

30

Purnadi, Purbacaraka dan Agus, Brotosusilo. 1997. Sendi-Sendi Hukum Perdata International Suatu Orientasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prodjodikoro, Wirjono. 1984. Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Sumur Syahuri.

Sanapiah, Faisal. 2007. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi.

Malang:YA3.

Seto, Bayu. 1992. Dasar Dasar Hukum Perdata International. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Simorangkir dan Rudy T. Erwin. 2000. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto, Soerjono. 2001. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit UI Press.

Sri, Susilowati Mahdi, Surini, Ahlan Sjarif, dan Akhmad, Budi Cahyono. 2005.

Hukum Perdata: Suatu Pengantar. Jakarta: Gitama Jaya Jakarta.

Starke, J.G. 2002. An Introduction to International law. London: Tenth Edition Butterworth & Co.Ltd.

Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Subekti. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet. 30. Jakarta: PT Intermasa.

Sudargo, Gautama. 1995. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian I, Buku ke-7. Bandung: Penerbit Alumni.

Thalib, Hasballah dan Iman, Jauhari. 2004. Kapita Selekta Hukum Islam. Medan:

Pustaka Bangsa Press.

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser.

Taufiqurrohman. 2013. Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Usman, Rachmadi. 2006. Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

B. Perundang-undangan

Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(37)

31

Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang - Undang Nomor No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian PP No. 32 Tahun 1994 tentang Visa Izin Masuk dan Izin Keimigrasian.

PP No. 18 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan PP No.32 Tahun 1994 PP No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1975

tentang Perkawinan.

Regeling Op De Gemengde Huwalijken S. 1898 No. 158.

C. Internet dan Jurnal

Anonim. 2008. Berjuang Memberi Pemahaman tentang Hak Isteri dalam Perkawinan Campuran. www.hukumonline.com. diakses pada 19 Januari 2019.

BPHN. 1983. Latar Belakang Penyusuan RUU Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jurnal Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, diakses pada 19 Januari 2019

Departemen Kehakiman. 1992. Lokakarya Hukum Perdata Internasional Tentang Instrumen Hukum Nasional Dalam Peratifikasian Perjanjian-Perjanjian Internasional. Jakarta. diakses pada 19 Januari 2019.

Enggi Holt. 17 April 2006. Asas Perlindungan Anak dan Persamaan Kedudukan Hukum Antara Perempuan dan Pria Dalam Rancangan Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia. diakses pada 19 Januari 2019.

Keluarga Perkawinan Campuran Melati. 2006. Seminar Dampak dan Pengaruh pemberlakuan ketetentuan undang-undang Nomor 12 tahun 2006 terhadap anak hasil Perkawinan Campuran terhadap Masyarakat. Jakarta. di akses pada 19 Januari 2019.

Leonora Bakarbessy. Kewarganegaraan Ganda Anak dalam Perkawinan Campuran dan Implikasinya dalam Hukum Perdata Internasional.

://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/ 201303262718521985/1, diakses pada 19 Januari 2019.

Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, http://www.mixedcouple.com , diakses pada 19 Januari 2019.

Syahril Sofyan. 14 April 2009. Diktat Perkuliahan Hukum Keluarga dan Perkawinan. http://jurnalhukum.blogspotcoin. diakses pada 19 Januari 2019.

(38)

32

Suwarningsih, Kawin campur Menyebabkan Berubahnya Undang-Undang Tentang Kewarganegaraan RI. www.baliprov.go.id, diakses pada 19 Januari 2019.

www.hukumonline.com, Berjuang Memberi Pemahaman tentang Hak Isteri dalam Perkawinan Campuran, Minggu, 4 Oktober 2008, diakses pada 19 Januari 2019.

www.komisihukum.go.id, Mohammad Saihu, Selamat Tinggal Diskriminasi, 30 Juni 2013, diakses pada 19 Januari 2019.

www.mixecouple.com Masalah-Masalah Yang Saat Ini Dihadapi Keluarga Perkawinan Campuran, 30 Juni 2013. di akses pada 19 Januari 2019

Referensi

Dokumen terkait

Pihak – pihak yang terkait dengan penyuluhan pertanian juga mempunyai persepsi beragam, mulai dari yang menganggap penting sampai yang menganggap penyuluhan

Status : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dengan ini mengajukan permohonan kepada Bapak / Ibu untuk bersedia menjadi responden penelitian yang akan

Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah penerapan konvergensi IFRS di Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap nilai informasi asimetri perusahaan dengan

Dog- Leg Severity yang terlalu besar dapat menyebabkan kegagalan pada casing maupun tubing yang terletak pada sealing area, dan ketidakmampuan casing/tubing untuk menahan saat

hasil uji t yang dilakukan oleh peneliti nilai signi fi kansinya sebesar 0,850 dimana nilai tersebut lebih besar dibanding 0,05, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa

[r]

Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungiawaban APBD ditetapkan oleh badan musyawarah sesuai dengan

Seorang prajurit dengan kuda pilihan diminta mendahului untuk memberi tahu istana jika Paduka Yang Mulia Banderang akan segera pulang.. Istana diminta