• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Perilaku Sosial Siswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Perilaku Sosial Siswa."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH……… ….. iv

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL…………..……….. ix

DAFTAR GAMBAR……….……….. x

DAFTAR LAMPIRAN……….……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah………... 16

C. Pembatasan Masalah……….... 17

D. Rumusan Masalah………...……. 17

E. Tujuan Penelitian………..…... 17

F. Manfaat Penelitian……….... 17

G. Definisi Oprasional……….. 18

H. Anggapan Dasar……….. 20

I. Hipotesis Penelitian ………... 22

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar dan Mekanisme Perilaku Sosial……….. 23

- Taksonomi Perilaku Manusia………...……… 25

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial……….. 26

- Timbulnya Perilaku………..……… 29

C. Perkembangan Perilaku Sosial………... 31

D. Proses Sosial dan Interaksi Sosial………... 32

E. Pengertian dan Dimensi Kurikulum………... 40

F. Hakikat Proses Mengajar Pendidikan Jasmani………... 53

G.Sasaran Utama(Instruksional Effect)………. 62

H.Sasaran Dampak Pengiring(Nurtural effect)……….. 64

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Metode Penelitian dan Desain Penelitian…………... 66

B. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 67

C. Pengembangan Alat Pengumpulan Data……… 68

D. Langkah-langkah Penelitian………... 88

E.Tehnik Pengolahan dan Analisis Data………. 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengolahan Data………... 99

(2)

A. Kesimpulan………. 127

B. Implikasi Hasil Penelitian………... 128

C. Rekomendasi………... 129

DAFTAR PUSTAKA………. 130

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pendidikan formal atau sekolah salah satu fungsinya adalah tempat bersosialisasi tatanan kehidupan artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi masyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini meningkatkan terjadinya proses “learning to live together“ (belajar menjalani kehidupan bersama). Sekolah juga sebagai jalan yang relevan untuk mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di dunia ini secara cepat, maka jadilah sekolah sebagai institusi penting yang bertugas mengembangkan tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi penerus agar bisa hidup sesuai dengan perubahan dunia dengan berhasilnya baik individu maupun anggota masyarakat.

Salah satu lembaga pendidikan yang paling dasar yaitu pendidikan dasar yang merupakan awal peletakan dasar dan ujung tombak untuk mencetak manusia yang berkualitas. Kebijakan pendidikan dasar dalam pelita IV diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan kualitas, agar dapat memberi dasar pembentukan pribadi manusia sebagai warga masyarakat dan warga Negara yang berbudi pekerti luhur, beriman, bertaqwa serta berkemampuan dan berketerampilan dasar sebagai bekal untuk pendidikan selanjutnya dan untuk hidup bermasyarakat.

(4)

dengan keseluruhan dimensinya merupakan rujukan upaya pendidikan. Pendidikan itu sendiri mengandung makna merubah, membina, membandingkan, mengarahkan dan bahkan membentuk keseluruhan dimensi peserta didik. Guru sebagai orang yang berkecimpung langsung dalam proses pembelajaran mempunyai tugas memberikan peluang dengan efektif sehingga apa yang diperlukan siswa sebagai peserta didik dapat terpenuhi. Hubungan antara guru dan siswa hendaknya bersifat kreatif, kritis interaktif yang memberikan arah untuk tumbuhnya kreatifitas, berfikir kritis dan percaya diri.

Keberbakatan atau potensi lebih yang dimiliki anak merupakan anugrah yang harus disikapi dengan penuh kearipan. Sebagai seorang pendidik, mencari dan menelusuri keberbakatan anak serta mencari suatu pendekatan pembelajaran yang kiranya dapat mengoptimalkan apa yang talah ada dalam proses pendidikan. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat memungkinkan anak dapat mngembangkan dan mengeluarkan segala potensi manakala proses pembelajaran berlangsung.

(5)

Pada umumnya pendekatan pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan oleh guru-guru penjas masih memiliki beberapa kelemahan, satu diantaanya pendekatan yang dipakai, khususnya dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani masih kuang memperhatikan perkembangan serta kemampuan siswa peserta didik. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru atau teacher center, dimana keputusan-keputusan yang diambil ketika proses pembelajaran berlangsung masih sangat tergantung pada inisiatif guru.

Peningkatan dan pengembangan pendidikan jasmani dan kesehatan pada pendidikan dasar diarahkan pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani dalam rangka pembinaan watak disiplin dan sportivitas.

Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum, maka tugas pendidikan jasmani adalah mendukung keberhasilan tugas pendidikan dalam melaksanakan tugas-tugasnya demi mempersiapkan generasi penerus agar selalu mampu meneruskan tradisi serta budaya dari masyarakatnya. Jika tujuan pendidikan umum adalah mempersiapkan dan menolong individu mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal maka itulah pula tujuan pendidikan jasmani karena pendidikan jasmani, mempunyai manfaat seperti yang diemban oleh pendidikan umum.

Giriwijoyo (2007:13) menjelaskan peranan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dalam pembinaan mutu sumber daya manusia di lembaga-lembaga pendidikan sebagai berikut:

(6)

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harus mampu menjadi alat untuk mendidik anak menjadi lebih terdidik, menjadi manusia yang mampu secara mandiri mengemban tanggung jawab pribadi dan masyarakat, mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral. Dalam kaitan tersebut terkandung arti bahwa penjas berhubungan dengan upaya menolong setiap individu untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, bukan saja secara fisik tetapi secara keseluruhan mencakup kognitif, afektifnya dan psikomotor serta aspek social.

Sesuai yang diungkap oleh Harsono (1960: 8-7) tentang pengertian penjas yaitu:

1. Bagian integral dari seluruh proses pendidikan 2. Proses untuk merubah perilaku manusia 3. Pendidikan yang mempergunakan fisik atau tubuh sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan perkataan dengan suatu pendidikan melalui aktivitas jasmaniah 4. Harus diberikan secara sadar dan bertujuan untuk memperkembangkan aspek-aspek fisik mental emosional dan sosialisme individu 5. Menekankan penggunaan otot-otot besar yeang bisa dipergunakan untuk aktivitas melompat, lari, lempar, memanjat dan sebagainya. Hal ini untuk membedakan dengan kumpulan otot kecil yang bisa di gunakan untuk aktivitas menulis dan menggambar dan mungkin catur dan bridge 6. Adalah merupakan suatu pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan, perkembangan dan penyesuaian diri dari pada individu melalui suatu program yang sistematis dari latihan-latihan sistem jasmaniah yang terpilih dan terorganisir dengan baik.

Definisi pendidikan jasmani dari pandangan holistic ini cukup banyak mendapat dukungan dari para ahli pendidikan jasmani lainnya misalnya Siedentop (1990) mengemukakan: “Modern physical education with its emphasis upon education through the physical is based upon the biologic unity of mind and

body. This view sees life as a totality.” Uraian Siedentop diatas mengungkapkan

(7)

kesatuan yang tidak terpisahkan. Pandangan ini menganggap kehidupan manusia secara menyeluruh (totality).

Wall dan Murray (1994) mengemukakan hal serupa dari objek yang lebih spesifik

“Children are complete whose thoughts, feelings and actions are constantly in a state of flux. Because of the dynamic nature of children as they grow and mature, change in an element often affects the others. Thus, it is a whole child whom we must educate, not merely the physical or bodily aspect of the child.”

Uraian Wall dan Murrai di atas mengungkapkan bahwa anak-anak sangat kompleks. Memiliki pikiran perasaan dan tindakan yang selalu berubah ubah secara konstan. Oleh karerna anak-anak mempunyai sifat yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh, maka perubahan satu elemen sering kali mempengaruhi perubahan pada elemen lainnya. Oleh karena itu pendidikan jasmani mendidik anak secara keseluruhan, tidak hanya jasmaninya atau tubuhnya saja.

(8)

berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani termasuk permainan olahraga.

Diringkaskan dalam terminology yang populer, maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam domain psikomotorik, domain kognitif, dan domain efektif.

Pengembangan domain psikomotorik secara umum dapat diarahkan pada dua tujuan utama, pertama mencapai perkembangan aspek kebugaran jasmani, dan kedua mencapai perkembangan aspek perseptual motorik. Ini menegaskan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan penguasaan gerak keterampilan itu sendiri.

Kebugaran jasmani merupakan aspek penting dari domain psikomotorik, yang bertumpu pada perkembangan kemampuan biologis organ tubuh. Konsentrasinya lebih banyak pada persoalan peningkatan efisiensi fungsi faal tubuh dengan segala aspeknya sebagai sebuah system (misalnya sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem metabolisme, dll).

(9)

kepribadian lainnya, seperti intelegensia emosional dan watak. Konsep diri menyangkut persepsi diri atau penilaian seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka setelah dewasa kelak.

Berdasarkan uraian di atas jelas pendidikan jasmani dapat membentuk karakter yang kuat bagi siswa, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga dikemudian hari diharapkan menjadi manusia yang berperilaku sosial yang baik, bermoral dan berwatak baik serta mandiri dan bertanggung jawab. Dalam rangka membantu pencapaian tujuan penjaskes di sekolah dasar tentunya seorang guru harus betul merencanakan, memilih dan mengorganisir materi pendidikan jasmani didalam pelaksanaan penyajian proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kematangan, kekuatan, konsentrasi, pertumbuhan dan perkembangan siswa serta terarah, terbimbing dan sistematis serta kreatifitas. Peran serta guru yang sangat professional sangat berperan dalam pelaksanaannya.

(10)

dapat mendorong murid melakukan kegiatan dalam program pembelajaran pendidikan jasmani.

Perkembangan pembelajaran pendidikan jasmani dipengaruhi oleh kecenderungan masyarakat atau trens-trens yang berkembang dalam masyarakat, organisasi dan isu-isu yang terjadi dalam kurun waktu relatif lama. Program pembelajaran pendidikan jasmani yang baik tak dapat dikembangkan tanpa memahami ilmu pengetahuan sejarah peristiwa-peristiwa masa lalu dan perhatian masyarakat pada masa sekarang. Dampak pendidikan masa depan harus dapat diantisipasi sejak dini. Menyiapkan anak didik untuk menghadapi tentang masa depan terutama era globalisasi, harus disiapkan sejak sekarang. Program pembelajaran pendidikan jasmani yang baik harus dapat memberikan suatu keterampilan motorik yang digunakan untuk menghadapi tantangan perubahan selaras dengan tuntutan masyarakat.

Menurut Dauer dan Pangraji (1986: 31), pembelajaran pendidikan jasmani harus di ajarkan dengan jelas dan ringkas sehingga murid dapat belajar sendiri pola -pola gerak sejak dini sedangkan aktifitas persepsi motorik diintegrasikan dalam tiap pembelajaran, sehingga murid dapat mempelajari konsep-konsep yang demikian itu secara langsung, lateral dan dalam ruang kesadarannya.

(11)

“Hasil belajar keterampilan motor akan terlihat dari kualitas unjuk kerja yang ditampilkan. Salah satu prinsip untuk meningkatkan kualitas unjuk kerja tersebut adalah latihan. Seringkali guru-guru pendidikan jasmni terlalu banyak menghabiskan waktu dalam pengorganisasian pengajaran dan pemberian ceramah tentang apa dan bagaimana tugas gerak yang harus dilakukan siswa. Hal ini akan menyebabkan siswa lebih banyak melihat dan mendengarkan. Padahal inti dari proses pembelajaran keterampilan motorik adalah aktif melakukan latihan, sehingga memungkinkan siswa lebih banyak mengalami sendiri apa dan bagaimana gerakan yang harus dikuasai tersebut.”

Pemilihan pendekatan pembelajaran bagi siswa yang berada di tingkat awal tentunya harus mampu mendukung prinsip perkembangan sesuai dengan usia dan kemampuan yang mereka miliki. Rasa keingin tahuan yang besar serta hasrat untuk mencoba berbagai hal, sebagai salah satu cirri yang melekat pada setiap siswa diharapkan akan bisa diwadahi melalui suatu pendekatan yang memungkinkan mereka bisa menuangkan segala potensinya dalam keleluasaan dan kebebasan yang memadai.

Paparan Gallahue (1989:500) yang diadopsi dari beberapa ahli yakni Ponser (1967), Gantile(1972) dan Lawther (1977) mengindikasikan bahwa:

“Fenomena pembelajaran keterampilan gerak sangat mungkin disajikan melalui; eksploration, discovery, combination, application, performance dan individualization.” Sajian model pedekatan sebagaimana diungkap Gallahue tersebut berbasis pada student center dan mampu mengeliminir dominasi guru yang kerap membelenggu kebebasan siswa untuk bergerak.

(12)

Dalam rumusan GBPP mata pelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar misalnya tidak dikemukakan secara ekplisit tentang sekuen dari tugas gerak atau tehnik suatu cabang oalahraga yang sikuasai dan juga tidak terucap secara tajam sasaran yang ingin dicapai yang selaras dengan tingkat perkembangan dan partumbuhan anak.

Kurangnya kesinambungan antara tujuan, isi, metode dan sistem evaluasi mengakibatkan jarangnya tujuan pendidikan jasmani yang merangkum semua aspek sebagaimana tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai secara efektif. Lemahnya efektifitas pendidikan dan pengajaran itu disebabkan ketiadaan perangkat luanak untuk mendukung inplementasi pembelajaran yang efektif. Satu contoh yang muncul adalah langkanya buku pegangan atau petunjuk mengajar yang menjadi pagangan guru-guru pendidikan jasmani, selain kurangnya perangkat pendukung seperti ketiadaan sarana dan prasarana di berbagai sekolah dasar, juga menjadi kendala yang cukup rumit.

(13)

siswa mengalami secara langsung cara pemecahannya karena itu kegiatan dalam kelompok didominasi oleh kegiatan pemahaman (berpikir).

Metzler (2000:76-79) mengemukakan ada tiga model pembelajaran pendidikan jasmani, model pembelajaran dengan mengutamakan domain psikomotor, model pembelajaran dengan mengutamakan domain afektif, dan pembelajaran yang mengutamakan domain kognitif. Pembelajaran yang mengutamakan domain psikomotor, dapat dilakukan melalui metode pusat pembelajaran, latihan (drill), main bergilir (lead-up game), permainan yang dimodifikasi, dan bermain peran. Kemudian model pembelajaran yang mengutakan domain afeksi dapat dikembangkan melalui refleksi terhadap tugas-tugas pembelajaran, dan klarifikasi nilai (values clarification task). Sedangkan pembelajaran yang mengutamakan aspek kognitif dapat dilakukan dengan cara mengembangkan berfikir kritis dan pemahaman. Metzler menegaskan bahwa pendidikan jasmani ada pada domain yang lebih dominan. Namun, pada dasarnya ketiga model tersebut tidak bisa dipisahkan.

(14)

pendidikan jasmani yaitu: saling menghargai, kerjasama, saling berkompetensi dengan sehat, tidak kenal lelah, pantang menyerah dan persahabatan.

Siswa merupakan salah satu elemen yang penting dalam menentukan program pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu salah satu aspek penting dalam perubahan perilaku sosial siswa yang lebih baik lagi, salah satunya melalui pembelajaran pendidikan jasmani. Hal ini disebabkan bahwa melalui pendidikan jasmani kecendrungan perilaku sosial siswa akan tumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik, hal ini dikemukakan oleh Barnet dalam Leny Marliani (2010:75) bahwa “. . . . keterampilan sosial sebagai keuntungan melalui interaksi bermain seperti kerjasama, saling membantu, berbagi dan sukses memecahkan masalah sosial.” Dalam konteks pembelajaran penjas, kecenderungan perilaku peran akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kesempatan siswa untuk tampil di depan teman-temannya. Kecendrungan perilaku dalam hubungan sosial akan semakin berkembang apabila guru penjas mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang sifatnya berkelompok.

(15)

Perilaku sosial amat diperlukan dalam proses penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Krech et al. (1982) dalam bukunya yang berjudul Individual in Society, menyatakan ada 12 sifat respons antar pribadi yang diklasifikasi ke dalam tiga kategori yaitu:

1) Role dispositions (kecenderungan perilaku peran) terdiri dari:

a) Ascendance (social timidity). Defend his rights; does not mind being conspicuous; not self reticent; self-assured; forcefully puts self forward.Sifat

pemberani danpengecut secara soisial; orang yang memiliki sifat pemberani secar sosial, akan mempertahankan dan membela haknya, tidak mempedulikan masalah mncolok mata, tidak malu-malu melakukan sesuatu perbuatan, begitu percay diri untuk berusaha mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat pengecut menunjukan keadaan sebaliknya, b) Dominance (submissiveness). Assertive; self-confident; power oriented; tough;

strong-willed; order giving or directive leader. Sifat berkuasa dan sifat patuh;

orang yang memiliki sifat berkuasa, menunjukan sikap tegas, percaya diri, berorietasi pada kekuatan, keras, kemauan keras, suka memerintah, atau memimpin langsung. Sedangkan sifat patuh menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya, c) Social initiative (social passivity). Organizes groups; does not stay in background; makes suggestions at meetings; takes over leaderhip. Sifat

(16)

things out in own way; do not seek support or advice; emotionally self-sufficient

Sifat mandiri dan tergantung; orang yang memiliki sifat yang mandiri biasanya akan membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan cara sendiri, tidak mencari dukungan dan nasehat orang lain, dan emosionalnya cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya.

2) Sociometric dispositions (kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial) terdiri dari:

a) Accepting of others (rejecting of others). Nonjudgemental in attitude toward others; permissive believing and trustful; overlooks weaknesses and sees best in

others. Dapat diterima dan ditolak oleh orang lain; orang yang memilik sifat

dapat diterima olah orang lain biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf, dan tulus menghargai kelebihan orang lain, sebaliknya sifat yang ditolak oleh orang lain yaitu, mencara-cari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan orang lain. b) Sociability (unsociability). Participates in social affairs; likes to be with people; outgoing. Suka bergaul atau tidak suka

bergaul. Orang memiliki sifat senang bergaul dengan orang lain, menunjukan suka terlibat dengan urusan sosial, senang bersama dengan orang lain, dan senang bepergian. Sedangkan orang tidak suka bergaul dengan orang lain memperelihatkan sebaliknya. c) Friendliness (unfriendliness). Genial, warm; open and and approachable; approaches other person; easily; forms many social

relationships. Sifat ramah dan tidak ramah. Orang yang memiliki sifat ramah

(17)

yang tidak ramah kepada orang lain menunjukan sifat-sifat sebaliknya. d) Sympathetic (unsympathetic). Concerned with the feelings and wants of others;

displays kindly generous behavior; defends underdog. Simpatik atan tidak

simpatik. Orang yang memilki sifat simpatik kepada orang lain biasanya memiliki sifat peduli terhadap perasaan oarng lain dan keinginan orang lain, memperlihatkan kebaikan dan kemurahan hati, suka menolong orang lain yang tertindas. Sedangkan orang yang tidak simpatik kepada orang lain menunjukan sifat-sifat sebaliknya.

3) Expressive dispositions (kecenderungan perilaku ekspresif) terdiri dari:

a) Competitiveness (noncompetitiveness). Sees every relationship as a contest others are rivals to be defeated; self aggrandizing; noncooperative. Sifat suka

bersaing dan tidak suka bersaing (kerjasama). Orang memiki sifat suka bersaing dengan orang lain, biasanya memandang setiap hubungan sosial sebagai perlombaan, orang lain selalu dianggap sebagai lawan atau saingan yang harus dikalahkan, suka memperkaya diri sendiri, dan tidak kerjasama. Orang yang tidak suka bersaing (kerjasama) dengan orang lain menunjukan sifat-sifat sebaliknya. b) Aggressiveness (nonaggressiveness). Attacks others directly or indirectly; shows defiant resentment of authority; quarrelsome; negativistic. Sifat agresif

(18)

hesitates to volunteer in group discussions; bothered by people watching him at

work; feels uncomfortable if different from others. Sifat kalem atau tenang secara

sosial. Orang memilki sifat tenang biasanya merasa malu ketika masuk ke ruangan setelah orang lain duduk, mengalami kegugupan yang berlebihan ketika berpidato, ragu-ragu dalam diskusi kelompok, merasa terganggu bila sedang bekerja ditonton orang, atau mersa tidak nyaman jika berada dengan orang lain. d) Exhibitionistic (self effacing). Is given to excess and ostentation in behavior and dress; seek recognition and applause; shows off and behaves queerly to

attract attention. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri. Orang yang suka

menonjolkan diri biasanya berperilaku berlebihhan dan berlaga dalam bertindak dan berpakaian, Suka mencari pengakuan dantepuk tangan oarng lain, dan menunjukan perilaku aneh untuk menarik perhatian orang lain.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti berupa pertanyaan sebagai berikut:

• Apakah ada hubungan antara pembelajaran pendidikan jasmani dengan

perilaku sosial siswa?

(19)

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari timbulnya bias maka penulis membatasi penelitian dengan variabel penelitian sebagai berikut :

1. Fokus kajian diarahkan pada keterhubungan antara proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan perilaku sosial siswa

2. Perilaku sosial dalam konteks penelitian ini diarahkan pada kemampuan untuk melakukan perilaku peran, kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial, dan kecenderungan perilaku ekspresif.

3. Sumber data adalah siswa putra dan putri sekolah dasar dengan rentang usia 9-12 tahun.

4. Informasi hubungan proses pembelajaran penjaskes dan perilku sosial siswa digali melalui angket.

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada berbagai identifikasi masalah tersebut, penulis dapat merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

• Adakah hubungan proses pembelajaran pendidikan jasmani terhadap

perilaku sosial siswa.

E. Tujuan Penelitian

(20)

• Untuk mengetahui hubungan proses pembelajaran pendidikan jasmani

terhadap perilaku sosial siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini penulis sangat mengharapkan adanya:

1. Penambahan wawasan pengetahuan yang luas bagi para pengajar (guru) penjaskes di SD supaya dapat memanfaatkan proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan baik.

2. Bahan informasi bagi lembaga pendidikan dasar agar lebih memperhatikan sarana dan prasarana dalam keberlangsungan pemberian materi pembelajaran penjas agar tujuan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.

3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih luas.

G. Definisi Operasional

Uraian istilah dalam penelitian perlu dijelaskan secara oprasional agar tidak menimbulkan keanekaragaman penafsiran, berikut ini dikemukakan definisi oprasional agar diperoleh kesatuan pemikiran.

1. Pembelajaran Penjaskes

(21)

mencakup aspek fisikal, intelektual, emosional, sosial dan moral. Pendidikan jasmani adalah proses yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pertumbuhan watak (Lutan, 2003:1;Kosasih, 1993:2)

Good dan Brophy (1990:142-143) menjelaskan bahwa:

“Pemakaian strategi atau pendekatan pembelajaran yang tepat akan memungkinkan beragam tujuan proses pembelajan lebih mudah untuk dicapai. Tujuan jelas dari proses pembelajaran seperti apa yang harus dilakukan guru dan siswa serta bagaimana cara mengevaluasi, bagaimana cara memberikan umpan balik dalam proses pembelajaran harus bisa discover dalam tujuan pembelajaran.

2. Perilaku sosial

(22)

perilku tersebut yang mendorong terhadap pengembangan yang berkaitan dengan budaya sikap sportif, disiplin, kerjasama, hidup sehat dan budaya sehat.

H. Anggapan Dasar

Para pengajar penjas dengan memberikan proses pembelajaran penjas dengan memperhatikan proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tingkat usia peserta didik maka akan ada pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan. Dengan uraian tersebut maka penulis memiliki anggapan dasar yang diperlukan sebagai titik tolak yang mendasar atau pegangan dan acuan untuk memecahkan suatu permasalahan, yang diyakini kebenarannya oleh peneliti. Seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (1989:59) yaitu “anggapan dasar adalah suatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas.”

(23)

akan semakin berkembang apabila guru penjas mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang sifatnya berkelompok.

Penerapan pembelajaran pendidikan jasmani yang sesuai dengan memperhatikan proses pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia anak, maka akan memberikan pengaruh terhadap pencapaian tujuan.

Tujuan yang didapat bersifat menyeluruh, mencakup aspek fisikal, intelektual, emosional, sosial dan moral. Pendidikan jasmani adalah proses yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pertumbuhan watak (Lutan, 2003:1;Kosasih, 1993:2).

Adapun fungsi pebelajaran yang dijelaskan oleh Ring (1985:163:164) adalah “Fungsi pembelajaran pada umumnya berada dalam tatanan kerangka intruksional yakni suatu system penyampaian yang memiliki tujuan untuk menjamin sampainya materi pelajaran dan berlangsungnya interaksi yang aktif antara guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pembelajar.”

Sedangkan menurut makmun (1981:143) mengatakan bahwa :

“Komponen-komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: Raw input (siswa) yang terdiri dari: kapasitas dasar (IQ), bakat khusus, motivasi, minat, kematangan, kesiapan,sikap kebiasaan, Instrumental input (guru, metode, tehnik, media,bahan sumber, program tugas, Enviromental input (lingkungan) meliputi , fisik, sosial dan cultural, Expected out put (hasil belajar yang diharapkan) yang terdiri dari perilaku cognitivf, perilaku afektif dan perilaku psikomotor.”

(24)

adalah prilaku, perasaan, keyakinan, ingatan, dan penyimpulan mereka tentang orang lain. Munn et al (1972:691) menambahkan bahwa perilaku sosial merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh atau mempengaruhi perilaku orang lain; dalam interaksi yang melibatkan perilaku individu atau kelompok. Dari kedua terminology tersebut, maka perilaku sosial dapat juga diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan atau sikap, tidak saja badan atau ucapan yang berkenaan dengan masyarakat atau orang lain. Perilaku sosial dalam penelitian ini mengacu pada teori Krech et al (1982) yang meliputi perilaku peran, hubungan sosial dan perilaku ekspresif. Ketiga aspek perilku tersebut yang mendorong terhadap pengembangan yang berkaitan dengan budaya sikap sportif, disiplin, kerjasama, hidup sehat dan budaya sehat. Maka dapat disimpulkan anggapan dasar penelitian ini adalah sbb:

1. Siswa SD pada dasarnya amat menyukai berbagai kegiatan yang diberikan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Proses Pembelajaran pendidikan jasmani memiliki hubungan yang erat dengan perilaku sosial siswa.

3. Proses pembelajaran pendidikan jasmani yang diselenggarakan secara baik maka akan meningkatkan perilaku sosial siswa yang positif.

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang peneliti ajukan sebagai berkut:

• Terdapat hubungan pembelajaran pendidikan jasmani dengan perilaku

(25)

66 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode Penelitian dan Desain Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, maka pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara proses pembelajaran penjas terhadap perilaku sosial siswa dengan menggunakan pendekatan kualitas, diharapkan tujuan penelitian yang dirumuskan dapat tercapai.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan korelasional, yaitu metode yang menghubungkan antara satu variabel dengan variabel lainnya dengan cara menentukan tingkat atau derajat hubungan diantara variabel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumanto (1997:97) yaitu: “. . . adapun korelasional berkaitan dengan pengumpulan data untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel atau lebih dan seberapakah tingkat hubungannya (tingkat hubungan dinyatakan sebagai suatu koefisien korelasi).”

(26)

2. Desain Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yang dinyatakan dengan simbol X dan satu variabel terikat yang dinyatakan dengan simbol Y. Variabel bebas tersebut adalah pembelajaran penjas, sedangkan variabel terikat yaitu perilaku sosial siswa.

[image:26.595.112.514.227.626.2]

Desain hubungan antar variabel penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1

Desain Hubungan Antar Variabel Penelitian Keterangan :

X = Variabel Pembelajaran Penjas Y = Perilaku sosial siswa

B. Populasi dan Sampel penelitian 1. Populasi Penelitian

(27)

berjumlah 100 orang. Hal ini berdasarkan pada observasi lapangan dan data awal yang diperoleh di SDN Raya Barat II

2. Sampel Penelitian

Adapun pengambilan sampel memakai teknik probability sampling. Hal ini dilakukan supaya semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel. Riduwan (2004:58) mengemukakan bahwa: “Probability

sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap

anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.” Sedangkan teknik

probability sampling yang dipakai adalah simpel random sampling yaitu cara

pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut, (Riduwan, 2004:58).

Surakhmad (1994:100) menyarankan, apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan 100, pengambilan sample sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian adalah 60 orang.

C. Pengembangan Alat Pengumpul Data

(28)

Sedangkan untuk memperoleh perilaku sosial siswa selain diperoleh dari kuesioner, juga diperoleh dari hasil observasi ke lapangan dan studi dokumentasi. Sesuai dengan teknik yang digunakan tersebut, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah daftar angket, pedoman observasi, dan studi dokumentasi.

1. Angket (questionnaire)

“Angket atau kuesioner adalah penyelidikan mengenai suatu masalah dengan jalan mengedarkan daftar pertanyaan atau pernyataan yang diajukan secara tertulis pada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban (tanggapan, respon) tertulis seperlunya” (Kartono, 1996:217). Angket yang digunakan dalam penelitian ini ialah angket tertutup, dimaksudkan agar semua jawaban yang diberikan oleh responden lebih mudah untuk dinilai karena semua alternatif jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu.

Penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini dilandasai oleh kenyataan yang dihadapi peneliti, seperti yang dikemukakan Hadjar (1996:181) bahwa :

Angket (questionnaire) merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individual maupun kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu seperti referensi, keyakinan, minat dan perilaku. Untuk mendapatkan informasi dengan angket ini peneliti tidak perlu bertemu langsung dengan subjek, tetapi cukup dengan mengajukan pertanyaan tertulis untuk mendapatkan respon.

Selain itu, pertimbangan lain yang dijadikan dasar dalam penggunaan kuesioner menurut Arif (1982:70) yaitu :

(29)

b. Dengan alat pengumpul data (kuesioner) tersebut memungkinkan dapat diperoleh data yang objektif.

c. Dengan alat pengumpul data itu, memungkinkan penelitian dilakukan dengan mudah serta lebih dapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga. Berdasarkan landasan tersebut, maka dalam penelitian ini untuk mengungkapkan dampak pembelajaran penjas terhadap perilaku sosial siswa digunakan angket dengan menggunakan skala yang dapat mengungkapkan data yang diperoleh dari responden dengan data nominal tak sebenarnya. Hal ini seperti yang dikemukakan Riduwan (2004:7) yaitu “. . . data seperti ini bisa diberi angka 1,2,3,4,5 sedangkan untuk kinerja guru menggunakan model skala Likert setiap alternatif jawaban diberi skor antara 1,2,3,4,5.”

a. Instrumen pengumpul data dampak pembelajaran penjas.

Mengungkapan variabel hubungan proses pembelajaran penjas didasarkan pada penyusunan item-item yang diangkat dari indikator-indikator dalam penelitian ini. Adapun indikator proses pembelajaran penjas seperti yang diungkap oleh Suherman (2009) adalah “Pembelajaran pendidikan jasmani pada dasarnya, proses pembelajaran merupakan interaksi pedagogis antara guru, siswa, materi dan lingkungannya. Muara dari proses pembelajaran adalah siswa belajar.”

Adapun Good dan Brophy (1990:142-143) menjelaskan bahwa:

(30)

Adapun fungsi pembelajaran yang dijelaskan oleh Ring (1985:163:164) adalah “Fungsi pembelajaran pada umumnya berada dalam tatanan kerangka intruksional yakni suatu system penyampaian yang memiliki tujuan untuk menjamin sampainya materi pelajaran dan berlangsungnya interaksi yang aktif antara guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pembelaja.”

Seadngkan menurut makmun (1981:143) mengatakan bahwa :

“Komponen-komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: Raw input (siswa) yang terdiri dari: kapasitas dasar (IQ), bakat khusus, motivasi, minat, kematangan, kesiapan,sikap kebiasaan, Instrumental input (guru, metode, tehnik, media,bahan sumber, program tugas, Enviromental input (lingkungan) meliputi , fisik, sosial dan cultural, Expected out put (hasil belajar yang diharapkan) yang terdiri dari perilaku cognitif, perilaku afektif dan perilaku psikomotor.”

b. Instrumen pengumpul data perilaku sosial siswa

Untuk mengungkapkan variabel perilaku sosial siswa, penyusunan item-item dapat dikembangkan dari indikator-indikator antara lain kecenderungan perilaku peran, kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial dan kecenderungan perilaku ekspresif ( Rusli Ibrahim dalam Leny Marliani, 2010:71)

Krech et al (1982) menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Individual in Society ada 12 sifat respons antar pribadi yang diklasifikasi ke dalam tiga katagori yaitu:

a. Role dispositions (kecenderungan perilaku peran) terdiri dari:

(31)

memperdulikan masalah mencolok mata, tidak malu-malu melakukan sesuatu perbuatan, begitu percaya diri untuk berusaha mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga.

2. Sifat berkuasa dan sifat patuh; orang yang memiliki sifat berkuasa, menunjukan sifat tegas, percaya diri, berorientasi pada kekuatan, keras, kemauan keras, suka memerintah, atau memimpin langsung. Sedangkan sifat patuh menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya.

3. Sifat inisiatif dan pasif secara sosial; orang yang memiliki sifat inisiatif, cenderung senang mengorganisasi kelompok, tidak mempermasalahkan latar belakang, suka memberi saran dalam pertemuan-pertemuan dan mengambil alih kepemimpinan, sedangkan sifat pasif secara sosial akan menunjukan sikap dan perilaku sebaliknya.

4. Sifat mandiri dan tergantung; Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya akan membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan cara sendiri, tidak mencari dukungan atau nasehat orang lain, dan emosionalnya cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya.

b. Sociometric dispositions (kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial) terdiri dari:

(32)

sifat orang yang ditolak oleh orang lain yaitu: mencari-cari kesalahan dan tidak mengakui kelebihan orang lain.

2. Suka bergaul atau tidak suka bergaul. Orang memiliki sifat senang bergaul dengan orang lain, menunjukan suka terlibat dalam urusan sosial, senang bersama orang lain, dan senang berpergian. Sedangkan orang tidak suka bergaul dengan orang lain memperlihatkan sifat sebaliknya.

3. Sifat ramah dan tidak ramah. Orang yang memiliki sifat ramah kepada orang lain, biasanya memiliki sifat periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang lain, dan banyak melakukan hubungan sosial. Sedangkan orang yang tidak ramah kepada orang lain menunjukan sifat-sifat sebaliknya.

4. Simpatik atau tidak simpatik. Orang yang memiliki sifat simpatik kepada orang lain biasanya memiliki sifat peduli terhadap perasaan orang lain dan keinginan orang lain, memperlihatkan kebaikan dan kemurahan hati, suka menolong orang yang tertindas. Sedangkan orang yang tidak simpatik kepada orang lain menunjukan sifat-sifat sebaliknya.

c. Expresive dispositions (kecenderungan perilaku ekspresif)

(33)

2. Sifat agresif dan sifat tidak agresif. Orang yang memiliki sifat agresif akan menunjukan perilaku sosial suka menyerang orang lain baik langsung ataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh pada penguasa, suka bertengkar, dan suka menyangkal. Sedangkan orang yang memiliki sifat tidak agresif akan menunjukan sikap yang sebaliknya.

3. Sifat kalem atau sifat tenang secara sosial. Orang yang memiliki sifat tenang biasanya merasa malu ketika masuk ke ruangan setelah orang lain duduk, mengalami kegugupan yang berlebihan ketika berpidato, ragu-ragu dalam diskusi kelompok, merasa terganggu bila sedang bekerja ditonton orang, atau merasa tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain.

4. Sifat suka pamer atau menonjolkan diri. Orang yang suka menonjolkan diri biasanya berperilaku berlebihan dan berlaga dalam bertindak dan berpakaian. Suka mencari pengakuan dan tepuk tangan orang, dan menunjukan perilaku aneh untuk menarik perhatian orang.3. Sifat kalem atau sifat tenang secara sosial. Orang yang memiliki sifat tenang biasanya merasa malu ketika masuk ke ruangan setelah orang lain duduk, mengalami kegugupan yang berlebihan ketika berpidato, ragu-ragu dalam diskusi kelompok, merasa terganggu bila sedang bekerja ditonton orang, atau merasa tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain.

(34)

Suka mencari pengakuan dan tepuk tangan orang, dan menunjukan perilaku aneh untuk menarik perhatian orang.

D. Definisi Konseptual

a. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan intraksi paedagogis antara guru dan siswa, materi dan lingkungannya, proses pembelajaran juaga mengandung komponen-komponen yang terlibat di dalamnya terdidi dari: Raw input (siswa), Instrmental input (guru), Enviromental input (lingkungan) dan Expected out put (hasil yang diharapkan).

b. Perilaku Sosial adalah memilki komponen-komponen antara lain kecendrungan perileku peran, kecendrungan dalam perilaku dalam hubungan sosial, dan kecendrungan perilaku ekspresif). Perilaku sosial juga memiliki 12 sifat respon antar pribadi yang diklasifikasikan ke dalam 3 katagori yaitu: a. Rule dispositions (kecendrungan perilaku peran), b. Sosiometric dispositions (kecendrungan perilaku dalam hubungan sosial) dan c. Expresve dispositions ( kecendrungan perilaku ekpresif).

E. Definisi Operasional

(35)

Sedangkan skor yang diperoleh merupakan ruang lingkup dari: Rule dispositions (kecenderungan perilaku peran), Sociometric dispositions (kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial) dan expresive dispositions (kecenderungan perilaku ekspresif). Perilaku sosial yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu perilaku sosial siswa yang dihasilkan dari kegiatan proses pembelajaran pendidkan jasmani di sekolah. Dengan demikian untuk memperoleh data mengenai proses pembelajaran dan perilaku sosial, maka peneliti menggunakan alat ukur berupa angket yang terdiri dari pernyataan-pernyataan baik yang positif maupun negatif.

Dengan demikian maka peneliti akan lebih memperinci tentang kisi-kisi intrumen pembelajan pendidikan jasmani dan perilku sosial dalm tabel 3.1. Alternatif jawaban yang disediakan pada angket pembelajaran pendidikan jasmani dan perilaku sosial siswa terdiri dari lima alternatif, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), R (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Skala alternatif jawaban ini merupakan skala sikap, dengan merujuk pada konsep pengukuran sikap yang dikemukakan Likert (1984).

(36)
[image:36.595.107.532.215.629.2]

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrument Proses Pembelajaran

No Komponen Sub Komponen Indicator

1. Proses pembelajaran (Makmun, 1981)

1. Siswa

2.Intrumental input (sarana)

3.Enviromental input (lingkungan)

4. Expected out put

(hasil yang

diharapkan)

a. Kapasitas Dasar b. Bakat Khusu c. Motivasi d. Minat

e.Kematangan atau kesiapan

a. Guru b, Metode

c.Tehnik,media, (sarana) d.Materi

d. Program/tugas a. Sosial

b. Fisik

(37)

A. Pernyataan Berdasarkan Indikator Pembelajaran Penjas

Sub komponen Indicator Pernyataan No Soal

+ -

1. Siswa (raw input) Kapasitas Dasar (IQ) Bakat Khusus Motivasi Minat Kematangan atau kesiapan Sikap atau kebiasaan a. Kemampuan menerima pelajaran

b. Nilai Penjas tinggi

a. mudah menerima pelajaran

b. cepat menanggapi masalah

a. kebutuhan rasa aman

b. kebutuhan rasa kasih sayang

a. kesungguhan dalam menerima pelajaran

b. perhatian pada saat menerima pelajaran

a. disiplin terhadap aturan a. mengakui kesalahan b. memberikan kesempatan yang sama

(38)

2. Instrumental Input 3.Environmental Input (Lingkungan) Guru Metode Tehnik dan Media Materi atau Bahan ajar Program atau Tugas Sosial

a. cara menjelaskan materi

b. penguasaan materi

c. suara cukup jelas d. perhatian yang

menyeluruh e. kreativitas dalam

penyampaian a. mudah diikuti b. cara memberikan

dari yang mudah ke yang sukar c. demontrasi a. alat-alat cukup

lengkap

b. lapangan sangat memadai

a. kesesuaian dengan siswa

b. modifikasi c. sesuai dengan

kurikulum d. banyak variasi

a. memimpin

pemanasan penjas b. contoh gerakan

(39)

4. Expected output (hasil yang diharapkan) Fisik Kebudayaan Perilaku kognitif Perilaku affektif Perilaku Psikomotor b. hubungan masyarakat sekitar a. sarana dan

prasarana b. iklim

a. cara berpakaian b. kebiasaan

berbicara c. tingkah laku

a. dapat menunjukan b. dapat

menyebutkan c. dapat menjelaskan d. dapat memberikan

contoh e. dapat

menguraikan f. dapat menilai

a. bersikap menerima b. dapat berpartisipasi c. memandang penting

d. dapat meyakinkan

a. gerakan sangat terampil b. gerakan sangat

(40)
[image:40.595.106.511.212.627.2]

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrument Perilaku Sosial

No Komponen Sub Komponen Indikator

1. Perilaku Sosial (Krech,

Crutchfield, Ballachey, 1982)

1. Perilaku peran

2. Perilaku dalam hubungan Sosial

3. Perilaku Ekspresif

a. Pemberani b. Berkuasa c. Inisiatif

d. Mandiri atau tergantung

a. Sikap diterima atau tida diterima

b. Sikap bisa bergaul atau tidak bisa bergaul

c. Sikap ramah atau tidak ramah

d. Sikap simpati atau tidak simpati

a. Kooprasi atau tidak kerjasama

(41)

B. Pernyataan Berdasarkan Indikator Pembelajaran Penjas

Sub komponen

Indicator Pernyataan No Soal

+ - 1.Perilaku peran Pemberani Berkuasa Inisiatif a.mempertahankan haknya

b. tidak menghiraukan masalah mencolok mata

c. tidak malu melakukan suatu perbuatan

d. percaya diri mengedepankan kepentingan sendiri a. sikap tegas b. percaya diri

c.berorientasi pada kekuatan sendiri d. berkemauan keras e. memimpin langsung a. senang mengorganisasi kelompok b. tidak mempersoalkan latar belakang c. suka memberi saran

dalam pertemuan d. mengambil alih

(42)

2. Perilaku dalam hubungan sosial 3.Perilaku ekspresif

Mandiri atau tergantung

Sikap diterima atau tidak diterima

Sikap bisa bergaul atau tidak bisa bergaul

Sikap ramah atau tidak ramah

Sikap simpati atau tidak simpati

Kooperasi atau tidak kerjasama

a. membuat rencana sendiri

b. tidak perlu bantuan orang lain

c. emosional cukup stabil

a. tidak berprasangka buruk

b. memiliki sikap loyal c. dapat dipercaya d. menerima kesalahan

orang lain e. menghargai

kelebihan orang lain

a. terlibat dalam kegiatan sosial b. senang bersama

orang lain c. senang bepergian d. sikap periang

a. penampilan hangat b. sikap terbuka c. mudah didekati

orang

a. sangat peduli pada orang lain

b. murah hati c. suka membela

a. hubungan sosial sebagai perlombaan b. sifat persaingan c. memperkaya diri

(43)

Sumber: Ujang Sudrajat, 2010

1. Uji Coba Instrumen

Pelaksanaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen dikatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tesebut jika digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hal ini seperti dijelaskan oleh Sugiyono(1997:253), yaitu :

Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Kalau dalam objek warna merah, maka data yang terkumpul juga memberikan data merah, apabila data yang terkumpul memberikan data berwarna putih, maka

Agresivitas atau tidak agresif

Sifat kalem atau tidak kalem

Sikap pamer dan tidak pamer

d. tidak kooperatif a. menyerang orang

lain

b. sifat pendendam c. tidak patuh

d. sering menyangkal a. sifat pemalu b. perasaan gugup c. merasa ragu-ragu d. terganggu dilihat

orang lain e. tidak nyaman

berada dengan orang lain

a. perilaku berlebihan b. mencari pengakuan c. berperilaku aneh

(44)

hasil penelitian tidak valid. Hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok pun tetap berwarna merah.

Pelaksanaan uji instrumen penelitian dilakukan penulis, sebelum melaksanakan penelitian sesungguhnya. Kegiatan uji coba dilakukan terhadap 60 orang siswa kelas VI di SDN Raya Barat III, yang memiliki karakteristik yang sama dengan yang dijadikan sampel penelitian ini.

a. Uji Validitas Instrumen Penelitian

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.” (Arikunto, 1999:160). Uji validitas item dalam penelitian dimaksudkan agar item-item tes sesuai dengan indikator setiap variabel. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara setiap skor butir item dengan skor total. Seperti yang dikemukakan Arikunto (1999:67), “ koefisien korelasi product moment yang dikembangkan Pearson adalah prosedur yang umum digunakan untuk mengetahui validitas item.”

Sesuai dengan pernyataan di atas rumus korelasi product moment (r) dengan taraf signifikansi 5 % artinya butir pertanyaan dinyatakan signifikan jika koefisien korelasi dari r hitung > koefisien korelasi r tabel. Rumus untuk mengukur validitas digunakan rumus korelasi Pearson product moment, sebagai berikut :

(45)

Keterangan :

N= banyaknya sampel X= skor item

Y= skor total

Untuk menguji signifikansi hasil perhitungan di atas digunakan rumus t-student sebagai berikut :

2

1 2

r n r t

− − =

(Sudjana, 1988:380)

Suatu item dinyatakan signifikan apabila t hitung > t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat bebas (dk) = n-2

Dari hasil perhitungan uji validitas terhadap item-item pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh data tentang variabel pembelajaran penjas (X) diperoleh keterangan yaitu dari 42 pertanyaan yang diajukan 30 pertanyaan valid dan 12 pertanyaan tidak valid, yaitu nomor, 8, 12, 15, 20, 23, 27, 29, 30, 33, 38, 40, dan nomor 42.

Untuk variabel perilaku social siswa (Y), diperoleh keterangan bahwa terdapat 53 pertanyaan yang diajukan 29 pertanyaan valid dan 24 pertanyaan tidak valid, yaitu nomor 43, 44, 47, 48, 49, 50, 52, 53, 55, 57, 60, 62, 64, 66, 69, 71, 73, 74, 78, 80, 83, 84, 87, dan nomor 94.

(46)

b. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Mengukur reliabilitas instrument penelitian ini digunakan metode test-re test Adapun yang dimaksud dengan test-re test adalah penghitungan skor test awal dan test akhir. Setelah skor awal dikorelasikan dengan skor akhir lalu dihitung reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

r 11=

2 1 2 1 1

2 1 2 1 2

r r

+

(Arikunto, 1999:90)

Keterangan :

r 11 = reliabilitas instrument

r ½ ½ = rb korelasi product moment antara dua belahan instrumen.

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi tersebut, digunakan rumus t- student sebagai berikut :

2

1 2

r n r t

− − =

(Sudjana, 1998:380)

Koefisien reliabilitas dinyatakan signifikan bila t hitung > t tabel pada taraf nyata 0,05 dengan db= n-2.

(47)

penerimaan H0 atau harga t hitung tersebut lebih besar dari harga t tabel pada taraf

signifikansi 0,05 dengan dk (58) sebesar 2,00 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen untuk variabel X danY adalah reliabel pada tingkat kepercayaan 95%.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data yang baik dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Persiapan, yang meliputi pengumpulan informasi dengan cara :

a. Mempersiapkan rancangan desain proposal penelitian dengan studi pustaka dan informasi dari berbagai pihak

b. Orientasi lapangan, yaitu menghubungi instansi dinas pendidikan Kecamatan Babakan Ciparay Kotamadya Bandung

c. untuk menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta memperoleh izin penelitian.

d. Melakukan pengamatan dan wawancara untuk memperoleh data banyaknya responden yang akan dijadikan sampel penelitian dengan melihat jumlah dan karakteristik guru pendidikan jasmani

(48)

2. Menentukan sampel

Sampel penelitian ini diambil dari siswa SDN Raya Barat II yang ada di wilayah kerja dinas pendidikan Kecamatan Babakan Ciparay Kotamadya Bandung

3. Menyusun instrumen penelitian

a. Menyusun kisi-kisi instrumen penelitian b. Menyusun butir-butir item

4. Uji coba instrumen penelitian

Dilaksanakannya uji coba instrumen penelitian untuk melihat seberapa jauh tingkat validitas dan reliabilitas masing-masing item tes pada intrumen uji coba serta untuk mengukur daya pembeda item pada instrumen penelitian.

5. Melaksanakan pengumpulan data dan menyebarkan kuesioner/ angket penelitian kepada sampel penelitian

6. Menganalisa data dengan menggunakan teknik analisis data yang tepat dan menguji hipotesis penelitiannya.

7. Mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian sebagai sebuah karya ilmiah

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara

(49)

simpangan baku (standar deviasi) serta mendekipsikan data dalam bentuk tabel. Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah :

1. Menghitung rata-rata (mean) 2. Menghitung varians

3. Menghitung simpangan baku

Adapun statistik analitik digunakan untuk menguji hipotesis, dalam hal ini analisis korelasi dan regresi. Untuk hipotesis digunakan analisis korelasi dan regresi tunggal serta digunakan pula analisis korelasi analisis regresi ganda.

Seperti yang dikemukan Sudjana (1988:367) bahwa “jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel, yaitu seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut.” Studi yang membahas hubungan antara variabel ini dinamakan analisis korelasi dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan ini dinamakan koefisien korelasi.

(50)

1) Menghitung mean :

=

n x x

Keterangan :

x

= rata-rata X

X = jumlah nilai X

n = jumlah anggota sampel

(Furqon, 1999:30) 2) Menghitung varians (S2)

S2=

( )

(

1

)

2 2

− −

n n

X X

n

Keterangan :

n = banyaknya sampel X = jumlah skor X2

= jumlah kuadrat

(Furqon,1999:54)

3) Menghitung simpangan baku (Sd)

Sd = S 2

(51)

Seperti yang dikemukakan Sudjana (1988:367) bahwa: “jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel, yaitu seberapa kuat hubungan antara variabel itu terjadi, perlu ditentukan derajat hubungan antara variabel-variabel tersebut.” Studi yang membahas hubungan antara variabel-variabel, dinamakan analisis korelasi dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan ini dinamakan koefisien korelasi.

Ada beberapa tahapan perhitungan terlebih dahulu, sebelum menguji hipotesis, yaitu terlebih dahulu menguji normalitas distribusi data.

(a) Uji Normalitas Data

Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut : (1) Mencari skor terbesar dan terkecil

(2) Mencari nilai rentangan (R) (3) Mencari banyaknya kelas (BK)

K = 1+3,3 log n Keterangan : K = banyaknya kelas

n = banyaknya sampel

(4) Mencari nilai panjang kelas (i)

(52)

Kelas Interval

F Nilai Tengah

(Xi) Xi

2 f.Xi

f.Xi2

(6) Mencari mean (rata-rata) =

X

(7) Mencari standar deviasi/ simpangan baku = Sd

(8) Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara :

a. Menentukan batas kelas yaitu angka skor kiri kelas interval pertama dikurangi 0,5 dan kemudian angka skor kanan kelas interval ditambah 0,5 sehingga diperoleh nilai-nilai tertentu

b. Mencari nilai Z-skor untuk batas kelas interval dengan rumus :

 

 

 

 

− =

Sd X bk Z

Keterangan :

bk = batas kelas

X = rata-rata

Sd = simpangan baku

c. Mencari luas 0-Z dari tabel kurva normal dari 0-Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas.

(53)

e. Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden.

Daftar frekuensi yang diharapkan

Batas Kelas Z Luas 0-Z Luas tiap Kelas Interval

Fe Fo

(9). Menghitung nilai Chi Kuadrat ( X2))

(

)

2

2 =

fe fe fo X

a. Menentukan derajat bebas Rumus: db= k – 3 b. Menentukan X2

dari tabel

c. Menentukan normalitas dengan kriteria, jika X2

hitung < dari nilai X2

tabel pada α = 0,05 maka dinyatakan berdistribusi normal.

Uji Homogenitas Hasil Angket

Dicari dengan uji homogenitas varians dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mencari variansi dari seluruh data (simpangan baku yang dikuadratkan). 2. Mencari Fo hitung dengan membagi varian terbesar dengan varian terkecil. 3. Mencari atau menentukan Ftabel yaitu

(54)

• dengan taraf nyata x = 0,5 4. Membandingkan Fo dengan Ft 5. Kriteria untuk menarik kesimpulan:

• Jika Fo < Ft maka homogen • Jika Fo > Ft maka tidak homogen

Langkah berikutnya adalah pengolahan data untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan menggunakan rumus-rumus statistik sebagai berikut :

Mencari hubungan fungsional antara variabel X dengan variabel Y dengan menggunakan analisis regresi. Adapun langkah-langkah dalam menghitung persamaan regresi sebagai berikut :

Mencari hubungan antara variabel X dengan Y dengan menggunakan rumus regresi tunggal. Adapun langkah-langkahnya :

(1) Membuat tabel penolong seperti berikut ini No

Responden

X Y XY X2

Y2

1 2 ……

N

X

Y

XY

2

X

Y 2

(2) Menghitung a dengan rumus :

a =

( )

(

)

( )(

( )

)

− −

X X

n

XY X

X Y

2 2

(55)

b =

( )( )

(

)

− − 2 2 X X n Y X XY n

(4) Masukan nilai a dan b ke dalam persamaan regresi : Y = a + b X

[image:55.595.115.519.248.616.2]

(5) Uji signifikan dan linearitas persamaan regresi tersebut dengan menggunakan tabel penolong yang disebut tabel analisis of varians (ANOVA) dalam bentuk sebagai berikut :

Tabel ANOVA Sumber

Variasi Total

Dk

n

Jumlah Kuadrat (jk) Rata-rata Jumlah

Kuadrat (Rjk)

F

Regresi (a) 1

( )

n i Y 2/

( )

n

i Y 2/

Regresi (b/a) 1 JKreg= JK (b/a) S2

reg= JK (b/a)

Residu n-2 JK

reg=

(

)

2 1 1

YY

S2reg=

(

)

2 1 1 2 − −

n Y Y Tuna Cocok (TC)

k-2 JK (TC)

S

( )

2 2 − = k TC JK TC

Kekeliruan (E) n-k JK (G)

S

( )

k n E JK G − = 2

(6) Isi rumus-rumus dalam tabel tersebu`t berdasarkan hasil perhitungan (7) Menetapkan taraf signifikan (α = 0,05)

(56)

Dengan melihat tabel F uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan kriteria F sign hitung > F sign tabel maka dinyatakan signifikan.

(9) Cari F (line tabel) dengan rumus :

F (line tabel) = F (1-α) (dk-TC) (dk E) dengan melihat tabel F di dapat nilai F (line tabel). Uji linearitas dilakukan dengan melihat F (line hitung) < F (line tabel) maka dinyatakan linier.

• Uji signifikan koefisien korelasi dengan rumus :

t hitung =

2

1 2

r n r

− −

Interpretasi koefisien korelasi nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000

0,60 - 0,799

0,40 – 0,599

0,20 – 0,399

0,00 – 0,199

Sangat kuat

Kuat

Cukup kuat

Rendah

Sangat rendah

(Riduwan, 2004: 136)

• Menentukan kriteria pengujian signifikansi korelasi :

Jika t tabel ≤ t hitung t tabel, maka korelasinya tidak signifikan

(57)
(58)

127 BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini memaparkan hubungan antara pembelajaran penjas terhadap perilaku sosial siswa. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka diperoleh temuan-temuan penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian seperti diutarakan pada rumusan masalah serta telah membuktikan hipotesis penelitian.

Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1 Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan koefisien korelasi Rank

Spearman sebesar 0,922 antara Proses Pembelajaran pendidikan jasmani

dengan Perilaku Sosial siswa.

2 Terdapat hubungan signifikan dengan t hitung (18,14) > t tabel (2,00) antara Proses Pembelajaran pendidikan jasmani dengan Perilaku Sosial siswa.

3 Perubahan Perilaku Sosial siswa yang disebabkan oleh Proses Pembelajaran pendidikan jasmani sebesar 85,01%, sedangkan sisanya sebesar 14,99% perubahan yang terjadi pada Perilaku Sosial siswa disebabkan oleh faktor lain.

B. Implikasi Hasil Penelitian

(59)

terhadap perilaku sosial siswa tingkat Sekolah Dasar Negeri Raya Barat. Perubahan perilaku sosial siswa melalui proses pembelajaran penjas ternyata memberikan keuntungan dan pengaruh dalam membentuk perilaku sosial siswa.

C. Rekomendasi

Atas dasar kesimpulan di atas, peneliti mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi guru pendidikan jasmani

a. Guru penjas harus selalu meningkatkan kualitas diri baik pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya dalam upaya meningkatkan kualitas kinerjanya dengan memanfaatkan sumber atau media yang tersedia.

b. Dalam melaksanakan tugas keguruan, guru penjas di lapangan harus berorientasi pada tugas pokok dan fungsi guru penjas agar kualitas kinerjanya terukur sesuai dengan tujuan pendidikan umum maupun tujuan pendidikan jasmani

c. Dalam melaksanakan tugas mengajar diharapkan guru mempunyai inovasi-inovasi pembelajaran agar siswa dapat mengaktualisasikan perilaku sosial sehingga tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan.

2. Bagi peneliti lanjutan

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkodir, Ateng. (1992). Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Guna Krida Prakarsa Inti

Ahmadi dan Prasetya. (2009). Bahan Ajar Diklat PLPG. Bandung: UPI

Arikunto, Suharsini. (1990). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Putra

Arikunto, Suharsini. (1999). Manajemen Penelitian. Jakarta: Depdikbud

Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Putra

Arif, Zainudin. (1982). Suatu Petunjuk Pelatihan dalam Pendekatan Andradogi. “Konsep, Pengalaman dan Aplikasi. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB). Jayagiri: Unit Sumber Pendayagunaan Inovasi (USPI)

Baron, A. Robert, dan Byrne, Bonn. (2004). Psikologi Sosial. Ratna Djuwita (Alih Bahasa). Jakarta: Erlangga

Bloom, M. C and Balmsky, B. (1961). Counseling and Psychology. Tokyo: Modern Asia Editions, chapter 3.

Cory R Semiawan dan T Raka joni. (1993). Pendekatan Pembelajaran: Acuan Konseptual Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah: Jakarta; P, 26.

Gallahue, L. David. (1989). Understanding, MOTOR DEVELOPMENT; infants children, adolescent. 2nd Edition Benchmark Press, Inc. Indianapolis, Indiana

Gillin, John. Lewis dan John Philip Gillin. (1954). Cultural Sociology. New York: The Macmillan Company

Giriwijoyo, Santoso, Y.S. (2008). Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar meningkatkan kualitas hidup siswa masa kini dan mempersiapkan mutu sumber daya manusia dan atlet elit masa depan. Makalah pada Konvensi Nasional Pendidikan Jasmani, kesehatan dan rekreasi, olahraga dan tari tanggal 24-25 November 2008. Komnas Pendidikan Jasmani dan Olahraga dan UPI Bandung

Good, Thomas L, & Jere E Brophy. (1999). Educational Psycology: a Realitic Approach. New York & London: Longmann.

(61)

Harsono. (1960). Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Rangka Meningkatkan Pembinaan dan Pembangunan Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Bandung: FPOK-IKIP J. Supranto. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid I. Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga

Jeweerr. (2009). Bahan Ajar Diklat PLPG. Bandung: UPI

Joyce, Bruce & Weil, Marsha. (1992). Models of Teaching, Fourth Edition. Allyn and Baccon. Massachusets

Judith E Rink. (1985). Teaching Physical Education For Learning. St. Louis: Mosby College Publishing. PP. 163 – 164.

Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju

Komarudin. (2005). Permainan Sepak Bola Sebagai Wahana Pembinaan Sikap Sosial Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia 3, (1), 33-44

Krech, By David . Crutchfield, Richard S. Ballachey, and Egerton. (1982). Individual in Society. Tokyo: Mc Graw-Hill International Book Company

Lorre, M.R. (1970).Psychology of Education.New York; The Ronald Press, chapter 3

Lutan, Rusli. (1988). Belajar Motorik, Pengantar Teori dan Metoda. Jakarta: Depdikbud, Dikti Mahendra, Agus. (2006). Azas dan Filsafat Pendidikan Jasmani. Bandung: FPOK-UPI

Marliani, Leny. (2010). “Pengaruh Pendekatan Bermain dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Terhadap Perilaku Sosial Siswa SMA.” Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga. ISSN 20 85-6-180, 68-77

Maslow, Abraham H. (1970). Motivation and Personal Entity. New York: Harper and Row Publishers

Mendatu, Achmad. (2007). “Apakah tindakan sosial itu?”

http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/apakah-tindakan-sosial-itu.html

Metzler, W. Michael. (1999). Intructional Models for Physical Education. Allyn and Bacon Najati. (1985). Bimbingan Akhlak yang Mulia. Bandung, Jawa Barat

Nasution. (1984). Didaktis Azas; Mengajar. Bandung: Jemari

(62)

Pengembag, Tini MKDK. (1999). Kurikulum dan Pemebelajaran. Bandung: IKIP Press Riduwan. (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta

Sagala, Syaiful. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Siedentop, Daryl. (1990). Introduction to Physical Education, Fitness and Sport. Mountain View, California: Mayfield Publishing Company

Sudjana. (1988). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Su

Gambar

Gambar 3.1 Desain Hubungan Antar Variabel Penelitian
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrument Perilaku Sosial
tabel penolong yang disebut tabel analisis of varians (ANOVA) dalam bentuk

Referensi

Dokumen terkait

masalah yang akan diteliti sangat sentral dalam suatu penelitian.. Oleh

Untuk memproses padi menjadi gabah, alat mesin giling merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam menghasilkan beras pada saat panen selesai, selain itu

Total ongkos tersebut hanya mencakup kegiatan produksi hingga menghasilkan kualitas standar (tidak termasuk kegiatan pasca panen) dan sudah memperkirakan besarnya sewa lahan

Metode yang digunakan adalah ekstraksi dilanjutkan dengan pengujian fitokimia kualitatif yang terdiri dari tujuh pengujian yakni uji fenol, tanin, flavonoid, saponin,

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa perkembangan kuat tekan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur mortar dan pengaruh dari penambahan kadar fly ash memperbaiki kuat

Pengertian wakaf secara bahasa adalah menahan dan mencegah.Menurut istilah adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya pada orang lain dengan cara menyerahkan

Setiap 1 % kenaikan jumlah paten yang terdaftar berkorelasi positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,06 % (INDEF,

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada pengaruh dimensi kompetensi teknis terhadap kepuasan