• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita memiliki kebutuhan untuk tampil bersih, wangi, dan cantik. Kosmetik berasal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita memiliki kebutuhan untuk tampil bersih, wangi, dan cantik. Kosmetik berasal"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Wanita, kecantikan, dan kosmetik adalah tiga kata yang nyaris tak dapat dipisahkan. Kosmetik bisa dikatakan menemani hampir di setiap fase kehidupan seorang wanita, karena seorang wanita memiliki kebutuhan untuk tampil bersih, wangi, dan cantik. Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang artinya keterampilan menghias, mengatur. Jadi, kosmetik pada dasarnya adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula. (Muliyawan, D., dan Suriana, 2013).

Penggunaan kosmetik, khususnya di bagian muka dan mata, disebut dengan “riasan”, “dandanan”, atau “make up”. Tata rias wajah (make up) adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Istilah make up lebih sering ditujukan kepada pengubahan bentuk wajah, meskipun sebenarnya seluruh tubuh bisa dihias (make up). Beberapa contoh dari make up adalah lipstick, mascara, eye liner, eye shadow, dan blush on. Make up sangat identik dengan perempuan meskipun pengguna make up tidak menutup kemungkinan adalah laki-laki dan diyakini sebagai sarana untuk membuat penampilan menjadi lebih menarik (Yuwanto, 2015).

Bagi wanita, produk kosmetik selalu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari demi mendapatkan dan mempertahankan kecantikan dari waktu ke waktu. Inilah yang menjadi alasan mengapa wanita lebih banyak mengenal berbagai kosmetik untuk mereka gunakan setiap hari.

(2)

Universitas Kristen Maranatha

Kondisi ini dimanfaatkan menjadi peluang besar bagi produsen kosmetik. Jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik.

Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI) memperkirakan penjualan kosmetik di pasar dalam negeri hingga akhir tahun 2013 meningkat 15% dari realisasi tahun 2012 sebesar Rp. 9,75 triliun karena bertambahnya permintaan dari konsumen kelas menengah. “Tahun ini, penjualan kosmetik di pasar domestik diproyeksikan menyentuh Rp. 11,22 triliun, naik 15% dari realisasi penjualan 2012 sekitar Rp. 9,76 triliun. Penjualan di tahun 2013 akan bertambah seiring permintaan konsumen kelas menengah.”, kata Ketua Umum Perkosmi, Nuning S. Barwa, di Jakarta, Jumat (25/1) (Neraca, 2013). Dari data tersebut terlihat adanya peningkatan penjualan kosmetik karena bertambahnya permintaan dari konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pula konsumen yang semakin peduli dengan penggunaan make up.

Bagi seorang wanita, penggunaan make up merupakan salah satu hal yang setiap hari dilakukan untuk mempercantik penampilannya. Bahkan wanita biasanya sanggup menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berdandan. Selain itu, banyak wanita yang rela menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli perlengkapan make up. Sebuah survey di Amerika Serikat terhadap 3000 wanita yang diselenggarakan oleh Superdrug menemukan bahwa satu dari tiga orang wanita menolak untuk keluar rumah tanpa menggunakan make up, tidak peduli hanya sekedar untuk berbelanja. Bahkan sebanyak 37,0% dari peserta survey yang bekerja yakin bahwa atasan mereka akan mengganggap mereka tidak cukup baik merawat diri jika datang ke kantor tanpa menggunakan make up. Sementara 25,0% yakin bahwa mereka tidak akan mendapat promosi apabila berangkat ke kantor tanpa menggunakan make up. Selain itu, dari survey yang sama terbukti bahwa satu dari sepuluh wanita mengatakan mereka tidak akan membiarkan pasangan mereka melihat mereka tanpa menggunakan make up sama sekali. Jacky Fletcher, seorang pelatih kepribadian mengatakan “Memang kenyataannya kita sering menghakimi

(3)

Universitas Kristen Maranatha

seseorang dari penampilan luarnya. Bagi wanita yang terjun ke dunia bisnis dan harus tampil profesional ini menjadi hal yang penting. Namun jika alasan wanita menggunakan make up adalah karena khawatir akan pandangan orang tentang penampilan mereka, dan bukan siapa diri mereka, itu harus diwaspadai.” (Utami, 2011).

Penampilan tampaknya sudah menjadi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang dalam setiap interaksinya tidak terlepas dari orang lain. Penampilan (daya tarik fisik) merupakan salah satu faktor penentu yang penting dalam mengawali hubungan interpersonal. Sebagian besar penelitian tentang daya tarik fisik (physical attractiveness) fokus pada daya tarik wajah (facial attractiveness), karena banyak penelitian mengungkapkan bahwa fitur wajah merupakan faktor utama dalam daya tarik fisik (physical attractiveness) secara keseluruhan. Nielsen dan Kernaleguen (dalam Korichi, Pelle-de-Queral, Gazano, dan Aubert, 2008) menunjukkan bahwa daya tarik wajah (facial attractiveness) memberikan pengaruh terhadap evaluasi subjektif dari daya tarik fisik secara keseluruhan, serta kepuasan sosial dan profesional dan keinginan sosial. Salah satu cara yang dilakukan oleh wanita untuk meningkatkan daya tarik wajah mereka adalah melalui penggunaan make up.

Banyak profesi yang menuntut untuk berpenampilan yang baik dan menarik. Salah satunya adalah profesi sebagai seorang Public Relations (PR) atau Hubungan Masyarakat. Sebagai seorang PR, ada 5 persyaratan mendasar yang harus dimiliki yaitu Ability to communicate (kemampuan berkomunikasi), Ability to organize (kemampuan manajerial atau kepemimpinan), Ability to get on with people (kemampuan bergaul atau membina relasi), Personality integrity (memiliki kepribadian yang utuh dan jujur), dan Imagination (memiliki banyak ide dan kreatif).

PR adalah jurusan yang menekankan pada pentingnya komunikasi, membangun reputasi, persepsi, dan hubungan dalam internal maupun eksternal suatu organisasi. Hal ini bisa berupa

(4)

Universitas Kristen Maranatha

menjalin hubungan baik dengan customer, atasan, sesama pegawai, klien, rekan bisnis, dan perusahaan atau organisasi lain. Terkadang sebagai seorang PR, juga banyak memberikan masukan kepada pihak manajerial, walaupun secara umum wilayah kerjanya sangat dekat dengan media atau masyarakat luar (Orionbetelgeuze, 2013).

Penampilan menjadi modal utama bagi seorang PR agar tampak meyakinkan di depan publik. Seorang PR harus memahami cara bersikap dan berpakaian yang baik, memiliki kepribadian yang baik, menarik, sopan, dan anggun, serta faktor-faktor penunjang penampilan. Penampilan merupakan hal yang penting bagi manusia sebagai makhluk sosial terutama bagi seorang PR yang akan sering berhadapan dengan publik yang berasal dari berbagai macam kalangan. Salah satu cara untuk menunjang penampilan dan membuat tampilan menarik terutama bagi seorang wanita adalah dengan menggunakan make up.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada mahasiswi Universitas ‘X’ Jakarta, 7 dari 10 mahasiswi mengatakan bahwa sebagian besar mahasiswi Universitas ‘X’ Jakarta menggunakan make up. Universitas ‘X’ Jakarta merupakan salah satu universitas dengan jurusan komunikasi favorit di Jakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari mahasiswi Universitas ‘X’ Jakarta, Universitas ‘X’ Jakarta sering didatangi oleh media maupun stasiun televisi dimana stasiun televisi tersebut mencari talent atau bakat-bakat yang dimiliki oleh para mahasiswa dan mahasiswi Universitas ‘X’ Jakarta. Hal ini juga dapat dilihat bahwa banyak alumni maupun mahasiswa dan mahasiswi yang terjun ke dunia entertainment atau dunia pertelevisian, yang tidak terlepas juga dari bakat dan prestasi yang mereka miliki. Berkaitan dengan hal tersebut pihak Universitas ‘X’ Jakarta memberikan penghargaan kepada para alumni yang berhasil dan sukses berkarir di bidangnya masing-masing, dimana penghargaan tersebut berupa pemberian plakat dan piala sebagai simbol penghargaan, serta nama alumni yang diukir pada sebuah lantai Universitas ‘X’ Jakarta. Selain untuk memberikan apresiasi terhadap para

(5)

Universitas Kristen Maranatha

alumni, hal ini juga dilakukan oleh pihak Universitas ‘X’ Jakarta untuk memotivasi dan memacu semangat mahasiswa dan mahasiswi untuk belajar dan mengukir prestasi dalam bidang apapun. Selain itu agar mahasiswa dan mahasiswi berani mengembangkan bakat di industri hiburan dan berpartisipasi seperti para alumni, dengan berbekal ilmu komunikasi yang diberikan oleh Universitas ‘X’ Jakarta (Stephen, 2011). Berdasarkan hasil pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti di Universitas ‘X’ Jakarta, peneliti menemukan sebuah dinding pada gedung kampus yang dipajang dengan sederet artikel-artikel yang diberi bingkai. Artikel-artikel tersebut merupakan artikel para alumni Universitas ‘X’ Jakarta yang memiliki prestasi di bidangnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari bagian kemahasiswaan Universitas ‘X’ Jakarta, diketahui bahwa Universitas ‘X’ Jakarta memiliki 6 jurusan program S1. Salah satu jurusan yang paling digemari adalah jurusan public relations. Universitas ‘X’ Jakarta memiliki 264 mahasiswi dengan status aktif pada jurusan public relations yang berada pada semester 3 sampai dengan semester 8. Selain itu, juga berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari bagian kemahasiswaan Universitas ‘X’ Jakarta, diketahui pula bahwa Universitas ‘X’ Jakarta memiliki mata kuliah yang mengharuskan mahasiswi untuk berpenampilan rapi. Pada hari-hari tertentu, pihak Universitas ‘X’ Jakarta mewajibkan mahasiswi untuk menggunakan business attire terutama pada mahasiswi semester 6. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan mahasiswi menghadapi dunia kerja dan memiliki profesionalitas kerja. Namun dalam hal penggunaan make up, pihak Univeritas ‘X’ Jakarta tidak mewajibkan mahasiswi untuk menggunakannya. Mahasiswi menggunakan make up berdasarkan keputusannya sendiri.

Menurut Korichi, Pelle-de-Queral, Gazano, dan Aubert (2008) make up secara psikologis memiliki dua fungsi yaitu fungsi seduction dan camouflage. Fungsi seduction artinya individu menggunakan make up untuk meningkatkan penampilan diri. Umumnya individu yang menggunakan make up untuk fungsi seduction merasa bahwa dirinya menarik dan menggunakan

(6)

Universitas Kristen Maranatha

make up untuk membuat lebih menarik. Fungsi camouflage artinya individu menggunakan make

up untuk menutupi kekurangan diri secara fisik. Umumnya individu yang menggunakan make up

untuk camouflage merasa dirinya tidak menarik sehingga perlu menggunakan make up untuk membuat menarik. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Angeles University mengenai Alasan Wanita Menggunakan Make Up, diperoleh bahwa hasil dari penelitian yang dilakukan kepada 40 orang wanita adalah wanita menggunakan make up untuk alasan memperoleh self-esteem, dengan persentase terbanyak yaitu sebanyak 25 orang (62,50%). Kemudian, dilanjutkan dengan alasan beauty enhancement (peningkatan kecantikan) sebanyak 8 orang (20,00%) dan attraction (daya tarik) sebanyak 7 orang (17,50%) (Afable, 2014).

Coopersmith (1967) menyatakan self-esteem merupakan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang disimpulkan seseorang dan tetap dipertahankannya. Dengan kata lain self-esteem merupakan personal judgment mengenai perasaan berharga yang diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan menentukan penghargaan dan penerimaan individu atas dirinya. Karena berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut biasanya mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap dirinya, menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil serta berharga. Selanjutnya Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self-esteem tumbuh dan berkembang pada diri seseorang dari sejumlah penghargaan, penerimaan, perlakuan yang diperoleh dari lingkungan dalam hubungan seseorang dengan lingkungannya.

Coopersmith (1967) menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor utama yang memberi kontribusi pada pembentukan dan perkembangan self-esteem. Empat faktor utama yang menjadi sumber pembentukan dan perkembangan self-esteem yaitu respectful dari significant others, sejarah keberhasilan, nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individu, serta cara individu berespon terhadap devaluasi terhadap dirinya.

(7)

Universitas Kristen Maranatha

Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek self-esteem yaitu power yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan tingkah laku sendiri dan memengaruhi orang lain, significance yaitu penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima seseorang dari orang lain, competence yang merupakan kemampuan seseorang untuk sukses memenuhi tuntutan prestasi dengan tingkatan dan tugas yang bervariasi untuk kelompok usia tertentu, dan yang terakhir adalah virtue yaitu merupakan kemampuan seseorang untuk mengikuti standar moral dan etika, serta taat pada prinsip-prinsip religius. Coopersmith (1967) juga mengemukakan bahwa daya tarik fisik dan tinggi badan memiliki hubungan yang konsisten dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik.

Berdasarkan hasil wawancara survey awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 orang (100%) mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta, dengan kisaran umur 18 – 25 tahun, diperoleh informasi yaitu sebanyak 10 orang (100%) mengatakan bahwa sehari-hari mereka menggunakan make up, terutama apabila berpergian keluar rumah, seperti ke kampus, mall, dan ketika akan menghadiri suatu acara seperti acara pernikahan maupun event-event tertentu. Ketika peneliti bertanya mengenai perbedaan penggunaan jenis make up sehari-hari dengan make up ketika menghadiri suatu acara, 6 orang (60,0%) mengatakan bahwa terdapat perbedaan jenis make up yang digunakan, seperti penggunaan foundation, eyeshadow, shading wajah, dan bulu mata palsu, 4 orang (40,0%) mengatakan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan jenis make up, namun diaplikasikan dengan lebih tebal dari biasanya (penggunaan sehari-hari).

Ketika peneliti bertanya mengenai awal responden memutuskan untuk menggunakan make up, 2 orang (20,0%) mengatakan bahwa mereka menggunakan make up karena keinginan diri sendiri, 8 orang (80,0%) mengatakan bahwa mereka menggunakan make up karena melihat

(8)

Universitas Kristen Maranatha

orang lain, teman, lingkungan kampus, internet atau pun media sosial, sehingga mereka tertarik untuk menggunakan make up. Ketika peneliti bertanya mengenai alasan responden menggunakan make up, 5 orang (50,0%) mengatakan make up dapat membuat tampilan menjadi lebih segar, wajah terlihat merona, menjadi tidak pucat, dan membuat tampilan menjadi lebih rapi, 5 orang (50,0%) mengatakan make up dapat menutupi kekurangan pada bagian asli wajah, membuat diri cantik dan menarik, serta dapat menimbulkan rasa percaya diri terutama ketika berhadapan dengan orang lain.

Ketika peneliti bertanya mengenai perasaan responden ketika berada pada situasi dimana orang-orang di sekitarnya menggunakan make up sedangkan responden tidak, atau make up yang digunakan oleh responden tidak maksimal, 3 orang (30,0%) mengatakan bahwa ia tetap merasa percaya diri dan berusaha mengatasinya dengan meminjam make up milik teman untuk memperbaiki make up yang telah digunakan, 7 orang (70,0%) mengatakan bahwa dalam kondisi tersebut ia merasa panik, tidak percaya diri, minder, ‘uring-uringan’, gelisah, risih, takut dibicarakan oleh orang lain, tidak ingin banyak berjalan-jalan pada acara tersebut agar tidak bertemu dengan banyak orang, dan ingin segera pulang.

Ketika peneliti bertanya mengenai pendapat responden mengenai dirinya, 4 orang (40,0%) mengatakan bahwa mereka merasa dirinya menarik, dan 6 orang (60,0%) mengatakan bahwa mereka merasa dirinya tidak menarik. Kemudian, 1 orang (10,0%) mengatakan bahwa ia merasa dirinya menarik baik ketika menggunakan maupun tidak menggunakan make up, dan 9 orang (90,0%) lainnya mengatakan bahwa mereka lebih menyukai dirinya dan merasa lebih menarik ketika menggunakan make up.

Berdasarkan gambaran di atas, adanya kecenderungan mahasiswi jurusan public relations menggunakan make up untuk menutupi kekurangan diri secara fisik dan menambah kepercayaan diri mereka. Kepercayaan diri muncul dari penilaian diri. Peneliti merasa bahwa self-esteem perlu

(9)

Universitas Kristen Maranatha

dimiliki oleh mahasiswi jurusan public relations, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui gambaran self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh hasil gambaran self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tinggi atau rendahnya self-esteem berdasarkan aspek self-esteem yaitu power, significance, competence, dan virtue pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Kegunaan Teoretis dari penelitian ini adalah :

- Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial untuk mengetahui self-esteem pada

(10)

Universitas Kristen Maranatha

mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

- Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lainnya yang berminat melakukan penelitian mengenai self-esteem dan mahasiswi yang menggunakan make up.

- Setelah memperoleh pemahaman tentang self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi praktisi psikologi yang tertarik untuk merancang program intervensi khususnya bagi mahasiswi yang menggunakan make up yang memiliki self-esteem yang rendah.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan Praktis dari penelitian ini adalah :

- Memberikan informasi kepada pihak Universitas ‘X’ Jakarta mengenai self-esteem yang dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta. Informasi ini dapat digunakan oleh pihak Universitas ‘X’ Jakarta sebagai dasar acuan untuk lebih mengenal mahasiswinya dan membantu mahasiswi untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. - Memberikan informasi kepada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan

public relations di Universitas ‘X’ Jakarta tentang self-esteem yang dimilikinya. Informasi ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi yang dapat membantu mahasiswi untuk lebih mengenal diri dan potensi dirinya agar dapat melakukan hal-hal positif untuk meningkatkan self-esteem mereka.

(11)

Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pemikiran

Mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta berada pada rentang usia 18 sampai dengan 25 tahun. Pada rentang usia tersebut mahasiswi berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal (Hurlock, 1980). Pada masa dewasa awal ini, mahasiswi tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja. Mahasiswi mampu mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk keputusannya untuk menggunakan make up.

Mahasiswi jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta berada pada lingkungan dimana pihak Universitas ‘X’ Jakarta mewajibkan mahasiswi untuk berpenampilan rapi pada mata kuliah tertentu dan pada hari-hari tertentu mahasiswi juga diwajibkan untuk menggunakan business attire, agar mahasiswi terbiasa untuk menghadapi dunia kerja. Seorang Public Relations akan sering berhadapan dengan publik yang berasal dari berbagai macam kalangan. Sebagai seorang Public Relations diharapkan mampu menjadi ‘jembatan’ antara pihak perusahaan dengan masyarakat atau media, yang dapat mewakili image dari sebuah perusahaan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang Public Relations yaitu kemampuan berkomunikasi, kemampuan manajerial atau kepemimpinan, kemampuan bergaul atau membina relasi, memiliki kepribadian yang utuh dan jujur, serta memiliki banyak ide dan kreatif. Selain itu penampilan juga merupakan salah satu hal yang menjadi modal utama sebagai seorang Public Relations untuk dapat meyakinkan di depan publik. Make up diyakini sebagai salah satu sarana untuk membuat penampilan menjadi lebih menarik (Yuwanto, 2015).

Menurut Coopersmith (1967), self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Self-esteem merupakan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang

(12)

Universitas Kristen Maranatha

disimpulkan seseorang dan tetap dipertahakannya. Dengan kata lain, self-esteem merupakan personal judgement mengenai perasaan berharga yang diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan menentukan penghargaan dan penerimaan individu atas dirinya. Self-esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, namun dalam perkembangannya terbentuk dari hasil interaksi individu dengan lingkungan dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan, dan pengertian orang lain terhadap dirinya. Begitu pula yang terjadi pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mahasiswi tidak terlepas dari interaksinya dengan orang lain dan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut akan terbentuk suatu penilaian pada mahasiswi, baik berupa penghargaan, penerimaan, dan pengertian dari orang lain. Hal-hal yang melekat pada diri mahasiswi akan memunculkan reaksi penerimaan maupun penolakan yang kemudian menjadi penilaian bagi diri mahasiswi. Bagaimana mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta merasa bahwa dirinya berarti, sukses, dan berharga.

Coopersmith (1967) menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor utama yang memberi kontribusi pada pembentukan dan perkembangan self-esteem. Empat faktor utama yang menjadi sumber pembentukan dan perkembangan self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up yaitu respectful dari significant others, sejarah keberhasilan, nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi mahasiswi, serta cara berespon terhadap devaluasi dirinya.

Faktor yang pertama yang memengaruhi pembentukan dan perkembangan self-esteem adalah Respectful dari significance others. Significant others adalah orang yang penting dan berarti bagi mahasiswi yang menggunakan make up, dimana mahasiswi menyadari bahwa peran significant others dalam memberi dan menghilangkan ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan, serta meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Pengakuan, perlakuan, dan penerimaan orang yang signifikan terhadap mahasiswi merupakan

(13)

Universitas Kristen Maranatha

faktor yang paling utama dalam pembentukan dan perkembangan self-esteem. Perlakuan yang diterima mahasiswi akan berpengaruh terhadap penilaian dirinya. Misalnya, bagaimana penerimaan orang tua ataupun orang terdekat lainnya selain orang tua mahasiswi, seperti sahabat dan pasangan, terhadap make up yang digunakan oleh mahasiswi. Orang tua maupun orang terdekat mendukung atau tidak mendukung mahasiswi untuk menggunakan make up di usia mahasiswi saat ini, akan membawa pengaruh bagi penilaian mahasiswi terhadap dirinya dan akan memengaruhi self-esteemnya.

Faktor yang kedua adalah sejarah keberhasilan, status, dan posisi yang pernah dicapai. Keberhasilan, status, dan posisi yang pernah dicapai mahasiswi yang menggunakan make up akan membentuk suatu penilaian terhadap dirinya berdasarkan dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Status merupakan suatu perwujudan dari keberhasilan yang diindikasikan dengan pengakuan dan penerimaan dirinya oleh orang lain. Keberhasilan mahasiswi merupakan dasar yang nyata dalam pembentukan self-esteem, dan dapat diukur melalui keberhasilan yang termanifestasi dan memperoleh pengakuan sosial. Keberhasilan mahasiswi yang satu akan berbeda dengan keberhasilan mahasiswi lainnya. Perbedaan ini merupakan internalisasi nilai-nilai yang ditanamkan orang tua mahasiswi atau orang signifikan lainnya. Mahasiswi cenderung memberikan nilai yang rendah atau kurang pada kegagalan yang dialaminya, dan sebaliknya memberikan nilai lebih pada keberhasilan yang dicapainya. Misalnya, ketika mahasiswi meraih keberhasilan maupun prestasi di kehidupannya, maka mahasiswi tersebut akan menilai dirinya sebagai seorang yang berharga karena hal tersebut merupakan pengakuan dan perimaan dirinya oleh orang lain.

Faktor yang ketiga adalah nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi. Pengalaman-pengalaman mahasiswi akan diinterpretasi dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi yang dimilikinya. Mahasiswi yang menggunakan make up akan memberikan penilaian yang

(14)

Universitas Kristen Maranatha

berbeda terhadap berbagai bidang kemampuan dan prestasinya. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan orang lain yang signifikan dalam hidupnya. Mahasiswi pada semua tingkat self-esteem mungkin memberikan standar nilai yang sama untuk menilai keberhargaannya, namun akan berbeda dalam hal bagaimana mereka menilai pencapaian tujuan yang telah diraihnya. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mahasiswi dan lingkungan sosial mahasiswi menjadikan hal tersebut sebagai standar nilai bagi masing-masing mahasiswi. Misalnya, mahasiswi yang diajarkan dari kecil oleh orang tuanya untuk berbuat baik, taat kepada aturan-aturan yang berlaku, akan membentuk penilaian diri yang positif ketika mahasiswi merasa nilai-nilai yang ditanamkan tersebut mampu mereka raih.

Faktor yang keempat adalah cara mahasiswi berespon terhadap devaluasi dirinya atau situasi yang dapat menurunkan self-esteem mereka. Mahasiswi yang menggunakan make up dapat mengurangi, mengubah, atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan dirinya yang diterima dari orang lain atau lingkungan, salah satunya adalah ketika mahasiswi mengalami kegagalan. Pemaknaan mahasiswi terhadap kegagalan tergantung pada caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara mahasiswi mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan harga dirinya dari perasaan tidak mampu, tidak kuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral. Mahasiswi yang menggunakan make up yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangan dirinya, dapat mempertahankan self-esteemnya dan akan membentuk penilaian terhadap diri berdasarkan kemampuannya beresepon terhadap kegagalan yang dialami.

Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek self-esteem. Empat aspek self-esteem pada mahasiswi yang menggunakan make up yaitu power, significance, competence, dan virtue. Aspek yang pertama adalah power. Keberhasilan dalam aspek power diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta untuk mengendalikan tingkah laku sendiri dan memengaruhi tingkah laku orang lain. Dalam situasi

(15)

Universitas Kristen Maranatha

tertentu, power muncul melalui penghargaan dan penghormatan dari orang lain, dan melalui pembobotan terhadap pendapat dan hak-hak mahasiswi. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hal ini akan memengaruhi status dan posisi mahasiswi dalam kehidupan. Penghargaan terhadap pandangan mahasiswi yang menggunakan make up menimbulkan sense of appreciation dalam diri mahasiswi. Misalnya, mahasiswi menggunakan make up berdasarkan keputusan dan keinginannya sendiri, mahasiswi mampu memengaruhi temannya untuk mengikuti saran yang ia berikan contohnya dalam hal penggunaan make up, dan mahasiswi yang sering dimintai pendapat oleh temannya untuk membantu mereka dalam mengambil keputusan. Perlakuan-perlakuan yang diterima mahasiswi dapat mengembangkan social poise, kepemimpinan, kemandirian, asertivitas yang tinggi, sikap yang penuh semangat, dan tingkah laku eksplorasi.

Aspek yang kedua adalah significance. Keberhasilan dalam aspek significance diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta untuk merasa diterima, merasa diperhatikan, dan merasa diberi kasih sayang oleh orang lain. Hal ini berkenaan dengan perasaan bahwa mahasiswi memiliki arti dan nilai, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ekspresi penghargaan, pengertian, dan minat, termasuk dalam istilah umum penerimaan (acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan adanya kehangatan, responsivitas (keinginan mendengarkan), dan menyukai mahasiswi apa adanya. Dukungan orang tua akan meningkatkan efek penerimaan bagi mahasiswi. Dorongan semangat ketika mahasiswi mengalami krisis, perhatian terhadap aktivitas dari ide-ide mahasiswi, ekspresi kasih sayang, disiplin yang relatif ringan yang disampaikan secara verbal dan rasional, asertivitas dan sikap yang lebih sabar dalam pendidikan akan menimbulkan sense of importance dalam diri mahasiswi yang menggunakan make up. Sense of importance merupakan pencerminan rasa berharga yang diperoleh mahasiswi dari orang lain. Misalnya, banyak yang mengekspresikan perhatian dan

(16)

Universitas Kristen Maranatha

kasih sayang pada mahasiswi, contohnya orang tua mahasiswi yang memuji make up yang digunakan oleh mahasiswi, orang tua mendukung hobi yang dimiliki oleh mahasiswi, teman yang menanyakan kabar mahasiswi ketika mahasiswi tidak masuk kuliah. Semakin sering mahasiswi menerima perhatian dan kasih sayang, semakin besar penilaian diri yang memuaskan.

Aspek yang ketiga adalah competence. Keberhasilan dalam aspek competence diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta untuk memenuhi tuntutan prestasi akademik dan kemampuan untuk mencapai target pribadi. Misalnya, mahasiswi mampu mencapai prestasi sesuai dengan minatnya, mahasiswi mampu memperoleh nilai sesuai dengan target yang ditetapkannya. White (1995 dalam Coopersmith, 1967) mengemukakan bahwa sejak bayi sampai dewasa, individu mengalami sense of efficacy yang memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk mencapai kompetensi yang lebih tinggi.

Aspek yang keempat adalah virtue. Keberhasilan dalam aspek virtue diukur melalui kemampuan mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta untuk mengikuti standar moral dan etika, serta taat pada prinsip-prinsip religius, dimana mahasiswi harus menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang dibolehkan atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama. Virtue tercermin melalui larangan untuk melakukan tindakan yang buruk seperti mencuri, menyerang orang lain, dan anjuran untuk berbuat baik seperti menghormati orang tua, melakukan ibadah secara teratur dan kepatuhan. Mahasiswi yang mematuhi kode etik dan agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuan-tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Misalnya, mahasiswi menghargai pendapat temannya walaupun pendapat tersebut berbeda dengan pendapatnya, mahasiswi yang

(17)

Universitas Kristen Maranatha

menghormati orang tuanya ketika mahasiswi dikritik. Mahasiswi yang taat pada kode-kode etik dan agama, yang telah mereka terima dan diinternalisasikan, akan menampilkan sikap diri yang positif. Sikap yang positif berasal dari keberhasilan mahasiswi dalam memenuhi tujuan-tujuan yang lebih tinggi, yang tercakup dalam nilai moral, etis dan prinsip-prinsip agama.

Coopersmith (1967) membagi derajat self-esteem yaitu self-esteem tinggi dan self-esteem rendah. Derajat self-esteem yang dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta dapat berbeda-beda. Ada mahasiswi yang memiliki self-esteem tinggi dan ada mahasiswi yang memiliki esteem rendah. Mahasiswi dengan self-esteem tinggi merasa puas akan karakter dan kemampuan dirinya. Mereka menerima dan memberikan penghargaan positif terhadap dirinya sehingga akan menumbuhkan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial. Mahasiswi dengan self-esteem yang tinggi mengharapkan masukan verbal dan non-verbal dari orang lain untuk menilai dirinya. Mereka memandang diri sebagai seorang yang bernilai, penting, dan berharga. Mahasiswi yang menggunakan make up dengan self-esteem yang tinggi adalah individu yang aktif dan berhasil serta tidak mengalami kesulitan untuk membina persahabatan dan mampu mengekspresikan pendapatnya. Self-esteem tinggi akan dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up ketika ia merasa puas akan karakter dan kemampuan dirinya, dan menerima serta memberikan penghargaan positif terhadap dirinya sehingga akan menumbuhkan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau berinteraksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial. Misalnya, mahasiswi yang menggunakan make up merasa nyaman dengan dirinya ketika berhadapan dengan orang lain, tidak merasa minder, dan percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain, mau mengekspresikan pendapatnya dan mau menerima dengan terbuka masukan dari orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut dapat menunjukkan self-esteem yang tinggi pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Univesitas ‘X’ Jakarta.

(18)

Universitas Kristen Maranatha

Mahasiswi dengan self-esteem yang rendah adalah individu yang hilang kepercayaan diri dan tidak mampu menilai kemampuan diri. Rendahnya penghargaan diri ini mengakibatkan mahasiswi tidak mampu mengekspresikan dirinya di lingkungan sosial. Mereka tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan diri. Mereka juga tidak memiliki keyakinan diri dan merasa tidak aman terhadap keberadaan mereka di lingkungan. Mahasiswi yang menggunakan make up dengan self-esteem rendah adalah individu pesimis yang perasaannya dikendalikan oleh pendapat yang ia terima dari orang lain di lingkungannya. Self-esteem rendah akan dimiliki oleh mahasiswi yang menggunakan make up ketika ia merasa hilang kepercayaan diri dan tidak mampu menilai kemampuan diri. Misalnya, mahasiswi merasa minder ketika menjalin hubungan dengan orang lain di lingkungannya. Hal tersebut dapat menunjukkan self-esteem yang rendah pada mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian Kerangka Pemikiran di atas, maka dapat disusun suatu bagan sebagai berikut :

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran Faktor yang membentuk self-esteem: - Respectful dari significant others - Sejarah keberhasilan (status/posisi) - Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi - Respon terhadap devaluasi diri

Mahasiswi yang Menggunakan Make Up Jurusan Public Relations di

Universitas ‘X’ Jakarta (Usia 18 – 25 tahun) Tinggi Aspek self-esteem: - Power - Significance - Competence - Virtue Rendah Self-esteem

(20)

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi Penelitian

Asumsi dari penelitian ini adalah :

- Make up memengaruhi self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up

jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

- Aspek self-esteem adalah power, significance, competence dan virtue. Keempat aspek ini berpengaruh pada derajat self-esteem mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta.

- Mahasiswi yang menggunakan make up jurusan public relations di Universitas ‘X’ Jakarta, yang dalam rentang usia yang sama dapat memiliki self-esteem yang berbeda-beda.

Referensi

Dokumen terkait

Unsur yang amat penting dalam pembelajaran adalah metode mengajar dan media pengajaran, kedua aspek ini sangat berkaitan karena bila kedua unsur tersebut digabungkan atau dalam

Bahwa Terdakwa FENDI LAIA pada hari Senin tanggal 31 Maret 2014 sekitar pukul 11.50 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Maret tahun 2014, bertempat didepan Toko

keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh profesi kesehatan yang memberikan pelayanan pada pasien tersebut..  Rekam Kesehatan

Peneliti juga menemukan adanya kejanggalan pada saat kegiatan tulis-menulis, dimana pergelangan tangan anak masih kaku, sehingga peneliti berinisiatif untuk mengembangkan

Permasalahan pemrograman kuadratik merupakan salah satu permasalahan optimisasi tak linear yang sangat penting, karena muncul dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek

Berbeda dengan Mohammad Ilyas yang menjelaskan bahwa Kalender Hijriah adalah kalender yang berdasarkan pada perhitungan kemungkinan hilal atau bulan sabit, terlihat

bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, diamanatkan untuk melakukan