• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2014

TENTANG

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,

Menimbang : a. bahwa perkembangan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di daerah semakin kompleks baik dari segi intensitas, kebutuhan sarana dan prasarana, maupun lingkungannya;

b. bahwa setiap pendirian bangunan wajib disertai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai arahan penataan ruang guna melindungi kepentingan umum, memelihara lingkungan hidup serta sebagai sarana perlindungan, pengendalian, penyederhanaan dan penjaminan kepastian hukum;

c. bahwa dalam rangka untuk terwujudnya wilayah dan kota-kota di Kabupaten Karimun yang teratur, indah, dan nyaman, perlu memanfaatkan ruang secara optimal melalui perizinan mendirikan bangunan yang tertib dan pengendalian izin mendirikan bangunan secara efektif dan efisien;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 perubahan kedua;

2. Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3902), yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);

(2)

2

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

12. Pe r atur an Pe me rinta h N omor 52 Tah un 2 00 0

te ntang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

(3)

3

13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang

Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang

Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993

tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;

20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010

tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan;

22. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi

Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2011 Nomor 9);

23. Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 7 Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2012 Nomor 7);

(4)

4

Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN KARIMUN dan

BUPATI KARIMUN MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB). BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Karimun.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Karimun. 3. Bupati adalah Bupati Karimun.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karimun.

5. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu yang selanjutnya disebut BPMPT adalah Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Kabupaten Karimun.

6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

7. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. 8. Prasarana Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

9. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/ atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

10. Bangunan Umum adalah bangunan yang fungsinya untuk

kepentingan umum, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.

(5)

5

11. Bangunan Tertentu adalah bangunan yang digunakan untuk

kepentingan umum dan berfungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

12. Bangunan Fungsi Khusus adalah bangunan yang mempunyai fungsi

utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat disekitarnya dan/ atau mempunyai resiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri.

13. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan

bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

14. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah

perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/ atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

15. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada Pemerintah.

16. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.

17. Persyaratan Teknis Bangunan adalah ketentuan mengenai persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan.

18. Rencana Detail Tata Ruang Kota, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang memuat zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang.

19. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

20. Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentang persyaratan

tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah kabupaten Karimun pada lokasi tertentu.

21. Garis Sempadan Pagar yang selanjutnya disingkat GSP adalah garis rencana jalan, rel, saluran yang ditetapkan dalam rencana kota.

22. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis maya pada persil atau tapak sebagai batas minimal diperkenankan didirikan bangunan gedung, dihitung dari garis sempadan jalan, tepi sungai atau tepi pantai atau jaringan tegangan tinggi atau GSP atau batas persil atau tapak.

23. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

24. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai

(6)

6

sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

25. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

26. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

27. Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka

persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/ tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

28. Basemen adalah ruangan di dalam bangunan yang letak lantainya secara horizontal berada di bawah permukaan tanah yang berada di sekitar lingkup bangunan tersebut.

29. Lingkungan Bangunan adalah lingkungan di sekitar bangunan yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.

30. Coastal Area adalah kawasan yang berada di sepanjang jalan pesisir timur

Pulau Karimun.

31. Jalan Arteri adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan utama

dengan perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

32. Jalan Arteri Primer adalah jalan arteri dirancang dengan jalur lalu lintas

tengah dan jalur lalulintas samping dengan kecepatan antara 40 km per jam sampai dengan kecepatan 60 km per jam.

33. Jalan Arteri Sekunder adalah jalan arteri dirancang dengan jalur lalu lintas

tengah dan jalur lalulintas samping dengan kecepatan antara 30 km per jam sampai dengan kecepatan 40 km per jam.

34. Jalan Kolektor adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan

pengumpul dan/atau pembagi dengan perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

35. Jalan Kolektor Primer adalah jalan kolektor yang dirancang dengan

kecepatan rencana paling tinggi 60 km per jam dengan lebar jalur lalu lintas tidak kurang dari 6 (enam) meter.

36. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan kolektor yang dirancang dengan

kecepatan rencana paling tinggi 40 km per jam dengan lebar jalur lalu lintas tidak kurang dari 6 (enam) meter.

37. Jalan Lokal adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan setempat

dengan perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.

38. Jalan Lokal Primer adalah jalan lokal dalam wilayah lokal.

39. Jalan Lokal Sekunder adalah jalan lokal dalam perkotaan dan perdesaan.

40. Jalan Jalan Lingkunan adalah jalan umum berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.

41. Jalan Lingkungan Primer merupakan jalan lingkungan dalam skala

wilayah lingkungan seperti dalam kawasan perdesaan dan dalam kawasan permukiman.

42. Jalan Lingkungan Sekunder merupakan jalan lingkungan dalam skala

wilayah lingkungan perkotaan seperti dalam lingkungan pemukiman, perdagangan dan jasa Dimasukkan kedalam ketentuan khusus oleh Bupati.

43. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan, distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial budaya dan kegiatan ekonomi.

(7)

7

44. Kawasan Khusus adalah kawasan tertentu yang strategis yang ditetapkan

secara khusus melalui surat keputusan Bupati.

45. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

46. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 47. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD,

adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

48. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

49. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

50. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

51. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung.

52. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.

53. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

Bagian Kedua

Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Pasal 2

(1) Izin Mendirikan Bangunan ini dimaksudkan untuk menertibkan bangunan sesuai dengan ketentuan izin mendirikan bangunan, yang menyangkut tanggung jawab dari pemohon pemilik bangunan dengan pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan dalam proses administrasi dan teknis, hingga penertiban bangunan gedung dan bangunan bukan gedung agar dapat diterbitkan IMB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Izin Mendirikan Bangunan bertujuan untuk :

a. Mewujudkan perizinan bangunan sesuai dengan tata cara administrasi dan rencana teknis IMB, yang terkait dengan pembangunan bangunan yang dilakukan oleh perorangan, yayasan, badan usaha dan lembaga pemerintahan sehingga menjadi tertib dan teratur;

(8)

8

b. Mewujudkan perizinan bangunan yang menyangkut pengelolaan bangunan terhadap tata ruang wilayah berupa perencanaan teknis bangunan yang juga termasuk studi kelayakan, perencanaan, pemanfaatan,pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan sehingga memberikan kualitas lingkungan yang baik;

c. Mewujudkan perizinan bangunan dengan adanya arahan perencanan teknis dan pelaksanaan pembangunan bangunan sehingga nilai serta fungsi bangunan menjadi efisien, efektif dan mempunyai standardisasi;

d. Menciptakan hasil pembangunan bangunan yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

e. Meningkatkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan;

f. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan; g. Mewujudkan arahan rencana teknis bangunan yang menyangkut

kelestarian, keindahan, kenyamanan dan keselamatan terhadap lingkungan yang terbangun

h. Menertibkan ketentuan biaya, retribusi, prosedur serta waktu pemrosesan dari perizinan yang dimohon.

(3) Lingkup peraturan daerah Kabupaten Karimun tentang perizinan mendirikan bangunan meliputi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

Bagian Ketiga

Prinsip, Manfaat Pemberian IMB dan Kelembagaan Pasal 3

(1) Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip :

a. prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif;

b. pelayanan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu;

c. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan

d. aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan,

keamanan dan keselamatan serta kenyamanan. (2) Bupati memanfaatkan pemberian IMB untuk :

a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;

b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin

keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;

c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata

bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan

d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

(3) Pemilik IMB mendapat manfaat untuk :

a. Memperoleh pelayanan utilitas umum berupa pemasangan/ penambahan jaringan listrik, air minum, telepon, hydrant dan gas; b. Mendapatkan kepastian hukum terhadap bangunan dan

pemanfaat bangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun; dan

(9)

9

(4) Bupati dalam menyelenggarakan IMB dikelola oleh Instansi Teknis.

(5) Bupati dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Camat, Camat melaporkan pelaksanaan sebagian kewenangan kepada Bupati Karimun dengan tembusan kepada Instansi Teknis.

(6) Kewenangan yang diberikan kepada Camat < 200 (dibawah dua ratus) meter persegi dan bukan bangunan permanen.

(7) Pelimpahan wewenang diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB II

FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG Bagian Kesatu

Umum Pasal 4 Bangunan terdiri atas :

a. Bangunan gedung, dan; b. Bangunan bukan gedung

Bagian Kedua

Fungsi Bangunan Gedung Dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 5

(1) Fungsi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung merupakan ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungan maupun keandalannya serta sesuai dengan peruntukan lokasi, yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

(2) Fungsi bangunan gedung meliputi :

a. Bangunan gedung fungsi hunian, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia tinggal;

b. Bangunan gedung fungsi keagamaan dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan ibadah;

c. Bangunan gedung fungsi usaha, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan usaha;

d. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya; e. Bangunan gedung fungsi khusus, dengan fungsi utama sebagai

tempat manusia melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi dan/atau tingkat risiko bahaya tinggi; dan

f. Bangunan gedung lebih dari satu fungsi.

(3) Bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi :

a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis dan lain-lain sejenisnya; b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;

c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya; d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain

(10)

10

e. sumur resapan, dan lain sejenisnya;

f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;

g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;

h. jembatan penyebrangan orang, jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya;

i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara telekomunikasi, tiang listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya;

j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan k. gapura, patung, bangunan reklame, monument, dan lain-lain

sejenisnya.

(4) Bangunan bukan gedung berfungsi sebagai sarana dan prasarana penunjang aktivitas utama kegiatan manusia.

Pasal 6

(1) Bangunan gedung fungsi hunian, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia tinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi :

a. bangunan rumah tinggal tunggal; b. bangunan rumah tinggal deret; c. bangunan rumah tinggal susun; d. bangunan rumah tinggal sementara.

(2) Bangunan gedung fungsi keagamaan dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan ibadah keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b meliputi :

a. bangunan masjid, mushola, langgar, surau; b. bangunan gereja, kapel;

c. bangunan pura; d. bangunan vihara;

e. bangunan kelenteng; dan

f. bangunan keagamaan dengan sebutan lainnya.

(3) Bangunan gedung fungsi usaha, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c meliputi :

a. bangunan gedung perkantoran, seperti bangunan perkantoran non pemerintah dan sejenisnya;

b. bangunan gedung perdagangan, seperti bangunan pasar, pertokoan, pusat perbelanjaan, mal, penangkaran unggas, penangkaran walet, dan sejenisnya.

c. bangunan gedung pabrik;

d. bangunan gedung perhotelan, seperti bangunan hotel, motel, hostel, penginapan dan sejenisnya;

e. bangunan gedung wisata dan rekreasi, seperti bioskop dan sejenisnya; f. bangunan gedung terminal seperti bangunan stasiun kereta api,

terminal bus, terminal angkutan umum, halte bus, terminal peti kemas, palabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan perikanan, bandar undara; dan

g. bangunan gedung tempat penyimpanan sementara, seperti bangunan gudang, gedung parkir.

(11)

11

(4) Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, dengan fungsi utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d meliputi:

a. bangunan gedung pelayanan pendidikan, seperti bangunan sekolah taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, kursus dan semacamnya;

b. bangunan gedung pelayanan kesehatan, seperti bangunan puskesmas, poliklinik, rumah bersalin, rumah sakit, termasuk panti-panti dan sejenisnya;

c. bangunan gedung kebudayaan, seperti bangunan musium, gedung kesenian, bangunan gedung adat dan sejenisnya;

d. bangunan gedung laboratorium, seperti bangunan laboratorium fisika, kimia dan laboratorium lainnya; dan

e. bangunan gedung pelayanan umum seperti bangunan stadion, gedung olah raga, dan sejenisnya.

(5) Bangunan gedung fungsi khusus dengan fungsi utama yang memerlukan tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional yang mempunyai tingkat risiko bahaya yang tinggi.

(6) Bangunan gedung lebih dari satu fungsi dengan fungsi utama kombinasi lebih dari satu fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f meliputi :

a. bangunan rumah-toko; b. bangunan rumah-kantor;

c. bangunan gedung mall-apartemen–perkantoran; dan d. bangunan gedung mall-apartemen-perkantoran-perhotelan.

Pasal 7

(1) Fungsi bangunan diusulkan oleh calon pemilik bangunan dalam bentuk rencana teknis bangunan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun dan/atau RTBL dan persyaratan yang diwajibkan sesuai dengan fungsi bangunan.

(2) Penetapan fungsi bangunan dilakukan oleh Bupati Karimun melalui penerbitan IMB.

(3) Perubahan fungsi bangunan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperoleh persetujuan dan penetapan oleh pemerintah Kabupaten Karimun.

Bagian Ketiga

Klasifikasi Bangunan Gedung dan Bukan Bangunan Gedung Pasal 8

(1) Klasifikasi bangunan gedung dan bukan bangunan gedung menurut klasifikasi fungsi bangunan gedung didasarkan pada pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan.

(2) Fungsi bangunan gedung dan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diklasifikasikan berdasarkan :

(12)

12

1) Bangunan sederhana yaitu bangunan dengan karakter sederhana dan memiliki kompleksitas serta teknologi sederhana dan /atau bangunan yang sudah ada, ada desain prototipenya;

2) Bangunan tidak sederhana yaitu bangunan dengam karakter sederhana dan memiliki kompleksitas serta teknologi tidak sederhana; dan

3) Bangunan khusus yaitu bangunan yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian dan/ atau teknologi khusus.

b. Tingkat permanensi meliputi : 1) Bangunan darurat/sementara; 2) Bangunan semi permanen; dan 3) Bangunan permanen.

c. Tingkat risiko kebakaran meliputi : 1) Tingkat risiko kebakaran rendah; 2) Tingkat risiko kebakaran sedang; dan 3) Tingkat risiko kabakaran tinggi.

d. Lokasi meliputi :

1) Bangunan di lokasi renggang; 2) Bangunan di lokasi sedang; dan 3) Bangunan di lokasi padat.

e. Ketinggian bangunan gedung meliputi : 1) Bangunan gedung bertingkat rendah; 2) Bangunan gedung bartingkat sedang; dan 3) Bangunan gedung bertingkat tinggi.

f. Kepemilikan meliputi :

1) Bangunan milik negara-daerah; 2) Bangunan milik perorangan; dan 3) Bangunan milik badan usaha.

Pasal 9

(1) Penentuan klasifikasi bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung ditentukan berdasarkan fungsi yang digunakan dalam studi, perencanaan, pelaksanaan atau perubahan yang diperlukan pada bangunan gedung.

(2) Fungsi dan klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dengan mengajukan permohonan IMB.

(3) Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh pemilik bangunan dalam bentuk rencana teknis bangunan sesuai dengan peruntukan tata ruang yang diatur dalam RTRW Kabupaten Karimun.

(4) Perubahan fungsi dan /atau klasifikasi bangunan harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan baru.

(5) Perubahan fungsi/atau klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui proses penerbitan IMB baru.

(13)

13

(6) Perubahan klasifikasi bangunan harus melalui proses perbaikan IMB. (7) Perubahan fungsi dan /atau klasifikasi bangunan harus di ikuti dengan

perubahan data fungsi dan/atau bangunan dan/atau kepemilikan bangunan.

Bagian Keempat

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pada Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung

Pasal 10

(1) Setiap bangunan gedung dan bangun bukan gedung yang menimbulkan dampak penting dan luas pada lingkungan harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan dalam bangunan gedung dan bukan gedung dan/atau lingkungannya yang dapat menimbulkan dampak penting dan luas pada lingkungannya, baik secara teknologi yang sudah dapat dikelola dampak pentingnya, perlu dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dan/atau lingkungannya wajib memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung dan/atau lingkungannya, yang harus melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Peruntukan lahan untuk jenis kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung lebih dari 5 (lima) Hektar diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

(6) Peruntukan lahan untuk jenis kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung kurang dari 5 (lima) Hektar diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(7) Peruntukan lahan perumahan dan atau permukiman antara 1 (satu) Hektar sampai dengan 100 (seratus) Hektar diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(8) Peruntukan konstruksi dermaga yang panjangnya lebih dari 200 (dua ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

14

(9) Peruntukan konstruksi penahan gelombang yang panjangnya lebih dari 200 (dua ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (10) Peruntukan prasarana pendukung pelabuhan yang luasnya lebih dari 5

(lima) Hektar diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(11) Peruntukan konstruksi pelabuhan ikan yang panjangnya lebih dari 300 (tiga ratus) meter diwajibkan memiliki Analisa Megenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (12) Peruntukan konstruksi bangunan kanal pada pengelak banjir yang

panjangnya 1.000 (seribu) sampai dengan 5.000 (lima ribu) meter diwajibkan memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DAN BANGUNAN BUKAN GEDUNG

Bagian Kesatu Perizinan

Pasal 11

(1) Setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan baru, merehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran wajib, serta menambah bangunan gedung wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Bupati.

(2) IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

(3) Untuk memperoleh IMB, pemohon dapat meminta keterangan kepada instansi teknis yang membidangi Izin Mendirikan Bangunan mengenai :

a. Jenis bangunan yang dapat diberikan oleh Bupati pada zona/ daerah yang akan dibangun sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Karimun;

b. Ketentuan tinggi bangunan yang diizinkan;

c. Jumlah lantai dibawah permukaan tanah/dibawah air yang diizinkan apabila akan membangun di bawah tanah dan atau di bawah air; d. Garis sempadan bangunan yang diizinkan:

e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diizinkan; f. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang diizinkan; g. Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang diizinkan;

h. Jaringan utilitas kabupaten yang sudah ada dan rencana pengembangan jaringan Kabupaten, seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, jaringan gas, dsb;

i. Lokasi/ daerah yang rawan terhadap banjir, longsor, dan atau lokasi yang tercemar;

j. Fungsi bangunan gedung yang dapat dibagnun pada lokasi bersangkutan.

(15)

15

(4) Kegiatan pendirian bangunan yang tidak diwajibkan memiliki IMB meliputi :

a. Fasilitas TNI/POLRI dan pemerintah yang bersifat rahasia;

b. Bangunan darurat untuk kepentingan yang bersifat sementara tidak lebih dari 100 (seratus) hari; dan

c. Bangunan jalan dan bangunan air yang dibiayai dan dilaksanakan oleh pemerintah kecuali yang bersifat usaha komersial.

(5) Bupati dapat melimpahkan pemberian perizinan mendirikan bangunan (IMB) kepada Pejabat yang menangani urusan di bidang pelayanan perizinan atau pejabat yang ditunjuk.

Bagian Kedua

Tata Cara Permohonan IMB Pasal 12

(1) Pemohon pemilik bangunan mengajukan permohonan IMB secara tertulis kepada Bupati Karimun melalui Instansi Teknis.

(2) Pengajuan permohonan IMB harus meyebutkan : a. Nama pemohon, alamat dan pekerjaan;

b. Kegunaan bangunan; c. Luas bangunan

d. Lokasi rencana bangunan dan/atau lokasi bangunan untuk bangunan yang sudah terbangun.

(3) Dalam permohonan IMB harus dilampiri :

a. Dokumen persyaratan administrasi meliputi : 1) Surat permohonan Rekomendasi IMB;

2) Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah yang sah, dapat berupa sertifikat tanah dan atau dokumen lain yang sejenis;

3) Surat kuasa dari Pemilik Bangunan;

4) Data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi) mengenai, batas-batas tanah, sebelah barat, sebelah utara, sebelah selatan, sebelah timur;

5) Foto copy tanda pengenal dapat berupa KTP, SIM dan atau tanda pengenal lainnya yang sejenis;

6) Surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa; 7) Surat pernyataan pelaksanaan pekerjaan bangunan;

8) Surat pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

9) Surat rekomendasi dari Kelurahan/Kades dan Kecamatan setempat;

10) Surat pernyataan sempadan warga mengetahui Lurah/RT, RT; 11) Surat keterangan persetujuan mendirikan bangunan oleh

tetangga;

12) Surat arahan perencanaan teknis yang dikeluarkan oleh Dinas Teknis;

13) Berita acara pemeriksaan lapangan dan Rooilyn Bangunan;

14) Surat rekomendasi instansi terkait bagi bangunan yang disyaratkan;

15) Akte perusahaan;

16) Dokumen mengenai analisis mengenai dampak lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban;

(16)

16

17) Perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemohon/pemilik bangunan, apabila pemilik tanah bukan pemohon atau pemilik bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung.

18) Data umum bangunan gedung meliputi : a) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung; b) Luas lantai bangunan gedung;

c) Total luas bangunan gedung;

d) Ketinggian/ jumlah lantai bangunan gedung; dan e) Rencana pelaksanaan.

b. Dokumen teknis meliputi :

1) Gambar rencana arsitektur bangunan dan sistem struktur bangunan:

a) Gambar tampak depan; dengan skala 1:100; b) Gambar tampak belakang; dengan skala 1:100;

c) Gambar tampak samping kiri bangunan gedung; dengan skala1:10

d) Gambar tampak samping kanan bangunan gedung;

e) Gambar rencana struktur terdiri atas slof, balok, dan kolom secara terintegrasi;

f) Gambar rencana detail sloof, balok dan kolom. 2) Laporan penyelidikan tanah pondasi (sondir);

3) Spesifikasi teknis bangunan untuk bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai;

4) Perhitungan struktur dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 3 (tiga) lantai atau lebih; 5) Data penyediaan jasa perencanaan atau penangung jawab struktur

bangunan untuk bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai.

(4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemohon IMB untuk bangunan menara harus melampirkan:

a. Apabila akan mendirikan bangunan menara yang lokasinya berada pada daerah pemukiman penduduk, maka pemohon harus melampirkan Berita Acara Sosialisasi (BAS) yang direkomendasi oleh warga sekitar pada radius yang di izinkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

b. Dalam Berita Acara Sosialisasi (BAS) sebagaimana huruf a diatas harus memuat kesimpulan persetujuan masyarakat sekitar yang rekomendasi oleh kepala desa/lurah dan camat setempat.

(5) Pemilik bangunan gedung yang sudah memiliki IMB tetapi sudah hilang atau rusak dapat mengajukan duplikat/kopi dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti IMB yang hilang atau rusak, dengan melampirkan surat keterangan hilang dari instansi yang berwenang.

Pasal 13

(1) Terhadap permohonan IMB yang diajukan oleh pemohon, Instansi Teknis yang membidangi perizinan melakukan penelitian, penilaian dan kelayakan kelengkapan administrasi dan teknis yang diajukan oleh pemohon.

(2) Apabila dalam permohonan IMB terdapat hal-hal yang tidak lengkap dan atau rencana lokasi bangunan tidak layak penempatannya, petugas menolak dan mengembalikan permohonan IMB yang diajukan pemohon untuk diperbaiki dan dilengkapi.

(17)

17

(3) Terhadap permohonan yang di tolak sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diajukan kembali oleh pemohon setelah permohonannya dilengkapi dan atau diperbaiki.

(4) Instansi Teknis melakukan peninjauan/survey lapangan ke lokasi pembangunan, setelah kelengkapan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis disetujui oleh petugas.

(5) Dalam peninjauan/survey lapangan sebagaimana dimaksud ayat (4) jika dipandang perlu instansi teknis dapat membentuk TIM teknis IMB yang tugas dan tanggung jawabnya diatur dengan Keputusan Kepala Instansi Teknis.

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Perizinan Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung

Pasal 14

(1) Jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah ini paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak penerimaan berkas permohonan IMB dan berkas permohonan IMB tersebut telah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan rencana teknis lengkap dan benar.

(2) Berkas permohonan IMB yang belum memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan rencana teknis, dikembalikan sepenuhnya kepada pemohon IMB untuk dilengkapi/diperbaiki.

(3) izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan oleh Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Kabupaten Karimun, setelah mendapat rekomendasi dari instansi teknis yang berwenang.

Bagian Keempat Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 15

(1) IMB ditandatangani oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Masa berlaku IMB adalah selama umur bangunan dengan ketentuan bangunan yang sudah terbangun tidak mengalami penambahan dan/atau perubahan bentuk.

(3) Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, masa berlaku IMB sesuai dengan waktu yang disepakati pada surat perjanjian sewa, kecuali ada tanda bukti perpanjangan sewa.

(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat membatalkan IMB apabila tidak memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Dalam waktu 1 (satu) tahun rencana pembangunan yang telah mendapat IMB belum dilaksanakan pembangunannya; dan

b. Pendirian bangunan tidak sesuai dengan rencana teknis bangunan yang telah disetujui IMB-nya.

(5) Pembatalan IMB sebagaimana ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(18)

18

(6) Pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (5) terlebih dahulu dilakukan teguran secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali teguran kepada pemegang IMB yang telah melanggar sebagaimana ketentuan pada ayat (4).

(7) Pemegang izin dapat mengajukan keberatan terhadap pembatalan IMB sebagai mana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan pembatalan.

(8) Permohonan IMB dapat ditolak apabila :

a. Rencana bangunan tidak memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis;

b. Bangunan yang akan dibangun berada dilokasi/tanah yang peruntukannya tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Karimun, RDTR dan RTBL, serta Rencana Penataan Kota, yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

c. Bangunan yang dibangun dapat menggangu atau merusak lingkungan sekitar, mengganggu teras/halaman/pelataran bangunan hunian, Ruko/Ruti yang sejenisnya, badan trotoar pejalan kaki, pandangan lalu lintas, arus lalu lintas, aliran air hujan/limbah, mencemari sungai/danau, cahaya atau bangunan-bangunan yang telah ada, serta mengganggu atau merusak cagar budaya;

d. Lokasi berada ke dalam rencana Pemerintah;

e. Adanya keberatan dari masyarakat disekitar rencana pembangunan bangunan, akan tetapi dibenarkan oleh pemerintah setempat; dan

f. Bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan lainnya yang tingkatnya lebih tinggi dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 16 (1) IMB dikecualikan dalam hal :

a. Mendirikan bangunan yang menurut sifatnya sementara atau berumur kurang dari 3 (tiga) bulan misalnya untuk pameran, perayaan, dan sejenisnya.

b. Mendirikan perlengkapan bangunan seperti taman, kolam hias, tiang bendera, dan kelengkapan lainnya yang sejenis.

c. Mendirikan bangunan pagar yang tingginya tidak lebih dari 2 (dua) meter dari permukaan tanah.

(2) Setiap orang, badan usaha dilarang mendirikan bangunan apabila : a. Tidak memiliki IMB;

b. IMB yang dimiliki palsu;

c. Menyimpang dari ketentuan dan atau syarat yang telah disepakati dalam IMB;

d. Mendirikan bangunan diatas tanah orang lain tanpa izin dari pemiliknya; dan

e. Mendirikan bangunan diatas permukaan air, sungai, danau, kolong tanpa izin dari Pemerintah.

Bagian Kelima

Pelaksanaan Pembangunan Bangunan Pasal 17

(1) Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB harus sesuai dengan persyaratan teknis sesuai dengan permohonan pemilik bangunan.

(19)

19

(2) Dalam pelaksanaan pembangunan pemilik bangunan dapat menutup rapat lokasi tempat berlangsungnya kegiatan pembangunan.

(3) Pemegang IMB bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar tempat pelaksanaan pembangunan dan apabila menimbulkan kerusakan pada bangunan sekitarnya pemilik IMB wajib memperbaikinya.

(4) Bangunan yang didirikan pada daerah persimpangan tidak boleh menggangu jarak pandang/penglihatan dan atau pengguna jalan.

(5) Pembangunan pagar depan pada bangunan gedung dibuat transparan agar bangunan dapat terlihat.

(6) Untuk bangunan yang telah dibagun belum memiliki IMB dapat mengajukan permohonan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Perda ini ditetapkan.

(7) Instansi teknis yang membidangi perizinan Instansi teknis yang membidangi perizinan mendirikan bangunan dapat menyampaikan surat permintaan pengurusan (SPP) IMB kepada pemilik bangunan yang belum memiliki IMB.

(8) mendirikan bangunan dapat menyampaikan surat permintaan pengurusan (SPP) IMB kepada pemilik bangunan yang belum memiliki IMB.

Pasal 18

(1) Selama kegiatan pembanguan gedung atau wujud fisik lainya berlangsung, dilarang menempatkan bahan bangunan di atas jalan, bahu jalan dan trotoar, pinggir sungai, danau, kolong.

(2) Selama kegiatan pembangunan dilangsungkan pemilik IMB wajib menyediakan salinan IMB dan dokumen rencana teknis bangunan sebagai bahan pemeriksaan oleh petugas dari Instansi Teknis.

(3) Pemeriksaan sebagaimana ayat (2) mempunyai kewenangan :

a. Memasuki lokasi tempat pelaksanaan pembangunan dan memeriksa ketepatan/kesesuaian pembangunan terhadap rencana pembangunan yang disepakati dalam IMB, setiap saat pada jam kerja; dan

b. Memberikan teguran, memerintahkan untuk memindahkan/membuang bahan bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang dapat menggangu/merusak lingkungan.

Paragraf 1

Perubahan Perizinan Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 19

(1) Pemegang IMB diwajibkan mengajukan permohonan dan/atau perubahan IMB apabila meliputi :

a. Kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung baru; b. Kegiatan menambah dan / atau merenovasi bangunan gedung dan

bukan gedung;

c. Kegiatan memperbaiki dan/ atau merehabilitasi bangunan gedung dan bukan gedung; dan

d. Kegiatan merubah fungsi lahan dan atau bangunan gedung dan bukan gedung.

(20)

20

(2) Kegiatan pembangunan bangunan gedung dan bukan gedung baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat disesuaikan dalam Pasal 11 tentang tata cara permohonan IMB.

(3) Kegiatan menambah dan/atau merenovasi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) adalah maksimal 50% (lima puluh perseratus) dari bangunan utama dan disesuaikan kembali menurut pertambahan koefisien dasar bangunan sesuai dengan yang diajukan dalam permohonan IMB.

(4) Kegiatan memperbaiki dan atau merehabilitasi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) berupa perbaikan dan/ atau rehabilitasi terhadap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dan tidak melakukan penambahan dan/atau renovasi bangunan sesuai dengan yang diajukan dalam permohonan IMB. (5) Kegiatan merubah fungsi lahan dan/ atau bangunan gedung dan

bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d) wajib disesuaikan dengan arahan pemanfaatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), serta wajib mengajukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2

Koefisien Dasar Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 20

(1) Koefisien dasar bangunan (KDB) pada bangunan gedung dan Bangunan bukan gedung ditentukan atas dasar pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi bangunan, keselamatan dan kenyamanan bangunan.

(2) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditentukan KDB maksimum sebesar 70% (tujuh puluh perseratus) untuk bangunan fungsi usaha, 60% (enam puluh perseratus) untuk bangunan fungsi hunian, dan 50% (lima puluh perseratus) untuk bangunan fungsi sosial, budaya dan keagamaan.

Paragraf 3

Koefisien Lantai Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 21

(1) Koefisien lantai bangunan (KLB) pada bangunan gedung dan bukan gedung ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan dan kenyamanan bangunan.

(21)

21

(2) Ketentuan besarnya KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 4

Ketinggian Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 22

(1) Ketinggian bangunan gedung (KBG) pada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditentukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pada lokasi tertentu yang belum dibuat tata ruangnya, ketinggian maksimum bangunan gedung dan bangunan bukan gedung ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pertimbangan terhadap lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan, keselamatan penerbangan, serta keserasian dengan lingkungan nya menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketinggian bangunan deret maksimum 5 (lima) lantai dan selebihnya berjarak dengan persil tetangga.

(4) Setiap bangunan, tegakan, menara, cerobong asap, menara telekomunikasi, antena pemancar yang berada di daerah lingkungan kerja pada Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) tidak boleh melebihi batas ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Atap bangunan dalam lingkungan bangunan yang letaknya berdekatan dengan Bandar Udara tidak boleh terbuat dari bahan yang menyilaukan. (6) Kelebihan ketinggian bangunan di atas 15 (lima belas) meter diperlukan

kajian rencana teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 5

Batas Sempadan Muka Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung

Pasal 23

(1) Bangunan yang berada di tepi jalan lingkungan, garis sempadan bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan jalan.

(2) Bangunan yang berada di tepi jalan lokal, garis sempadan bangunan minimal 11 sebelas meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan.

(3) Bangunan yang berada di tepi jalan kolektor, garis sempadan bangunan minimal 13 (tiga belas) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi parit jalan.

(22)

22

(4) Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (poros), garis sempadan bangunan minimal 22 (dua puluh dua) meter diukur dari As jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.

(5) Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (coastal area), garis sempadan bangunan minimal 15 (lima belas) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.

(6) Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (pesisir mutiara), garis sempadan bangunan minimal 25 (dua puluh lima) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 3 (tiga) meter diukur dari tepi parit jalan.

(7) Bangunan yang berada di tepi jalan arteri (pulau karimun, pulau kundur) garis sempadan bangunan minimal 15 (lima belas) meter diukur dari tepi parit jalan dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari tepi parit jalan.

(8) Bangunan yang berada di tepi sungai dengan kedalaman 3 (tiga) meter, garis sempadan bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari air pasang tertinggi kearah darat dan garis sempadan pagar ditetapkan 2 (dua) meter diukur dari air pasang tertinggi kearah darat.

(9) Bangunan yang berada di tepi drainase/saluran, garis sempadan bangunan minimal 5 (lima) meter diukur dari tepi drainase/saluran dan garis sempadan pagar ditetapkan 1 (satu) meter diukur dari tepi drainase/saluran.

(10) Ketentuan batas sempadan muka bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dapat diperbaharui dengan mempertimbangkan rencana antara lain pelebaran jalan, perkembangan kota dan kawasan peruntukan, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(11) Penetapan batas sempadan muka bangunan gedung dan batas sempadan samping bangunan gedung terhadap batas persil/denah lahan dapat ditetapkan melalui Peraturan Bupati.

Paragraf 6

Batas Sempadan Sungai Pasal 24

(1) Batas sempadan sungai meliputi :

a. Pada batas sempadan sungai yang terpengaruh air pasang laut ditetapkan 10 (sepuluh) meter diukur dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku;

b. Pada batas sempadan kolong/danau ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari air pasang kolong/danau tertinggi ke arah darat, berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kawasan pengumpul resapan sumber air baku;

(23)

23

c. Pada batas sempadan sungai yang tidak bertanggul :

1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat;

2) Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, ditetapkan 15 (lima belas) meter dari air sungai pasang tertinggi ke arah darat.

(2) Batas sempadan sungai dapat dipakai dengan petunjuk instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 7

Batas Sempadan Pantai Pasal 25

(1) Batas sempadan pantai meliputi :

a. Batas sempadan pantai yang terpengaruh pada air surut laut minimal 100 (seratus) meter diukur dari air laut surut terendah ke arah darat, berfungsi kemudahan menikmati fasilitas publik berupa panorama area laut dan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH), hutan manggrow.

b. Pada batas sempadan pantai di sepanjang garis pantai menjadi ruang terbuka publik berfungsi sebagai trotoar jalan pantai dan/atau ruang terbuka public yang dapat diakses dan dinikmati area laut secara luas dan hutan manggrow.

(2) Batas sempadan pantai tidak boleh dipakai untuk tambatan perahu, bongkar muat barang, penumpukan barang, warung/restauran, area pemandian, bangunan yang tidak memiliki perizinan bangunan, kecuali mendapat petunjuk dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keenam

Ketentuan Arsitektur dan Lingkungan Paragraf 1

Tata Letak Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 26

(1) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung yang akan didirikan harus sesuai dengan arahan peruntukan lahan/lokasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Penataan Kota sesuai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penempatan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung tidak boleh mengganggu fungsi prasarana kota, lalulintas dan ketertiban umum.

(3) Pada daerah hantaran udara tegangan tinggi, letak bangunan gedung minimal 10 (sepuluh) meter dari As jalur tegangan tinggi terluar dan tidak boleh melampaui sudut garis 45 (empat puluh lima derajat diukur dari as jalur tegangan tinggi terluar.

(24)

24

(4) Tinggi rendah (peil) lahan pekarangan harus dibuat dengan memperhatikan keserasian lingkungannya dan tidak merugikan masyarakat sekitarnya.

(5) Apabila sebidang lahan/lokasi yang akan didirikan bangunan gedung lebih tinggi atau lebih rendah dari pekarangan lahan/lokasi yang ada, maka terlebih dahulu melampirkan gambar situasi lahan/lokasi dan potongan melintang lahan/lokasi tersebut guna menentukan tingginya lahan/lokasi yang harus ditimbun atau digali.

(6) Penambahan bangunan gedung dan lantai bangunan gedung dibolehkan apabila masih memenuhi kriteria yang telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Rencana Penataan Kota berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2

Bentuk Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung Pasal 27

(1) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang sebaik mungkin dengan memperhatikan bentuk, arsitektur, karakteristik lokal, dan lingkungan sekitarnya sebagai pedoman arsitektur bagi lingkungannya.

(2) Setiap bangunan gedung dan bangunan bukan bangunan jika didirikan berdampingan dengan bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut.

(3) Bangunan gedung dan bangunan bukan gedung didirikan sampai pada batas samping persil, tampak bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak bangunan atau dinding yang telah ada disebelahnya.

(4) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap lingkungannya.

(5) Bentuk, tampak, profil, material maupun warna bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang memenuhi syarat keindahan dan keserasian lingkungan yang telah ada dengan tidak menyimpang dari persyaratan fungsinya.

(6) Bentuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap ruang dalam menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami kecuali bangunan tersebut memiliki pencahayaan dan penghawaan buatan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip konservasi energi.

(7) Untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dengan ketinggian sedang hingga tinggi, kulit atau selubung bangunan harus memenuhi persyaratan konservasi energi.

(8) Bentuk bangunan gedung adat atau tradisional harus memperhatikan sistem nilai dan kearifan lokal yang berlaku di lingkungan masyarakat adat yang bersangkutan.

(25)

25

(9) Atap dan dinding bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang aman dari kerusakan akibat bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku.

(10) Persyaratan penampilan bangunan gedung disesuaikan dengan penetapan tema arsitektur bangunan lokal dapat ditetapkan melalui Peraturan Bupati.

Paragraf 3

Persyaratan Tata Ruang Dalam Bangunan Gedung Pasal 28

(1) Persyaratan tata ruang dalam bangunan gedung harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung dan keandalan bangunan gedung.

(2) Bentuk bangunan gedung harus dirancang agar setiap ruang dalam bangunan dimungkinkan menggunakan pencahayaan dan penghawaaan alami kecuali fungsi bangunan gedung diperlukan sistem pencahayaan dan penghawaan buatan.

(3) Ruang dalam bangunan gedung harus mempunyai fungsi yang cukup sesuai dengan fungsinya dan arsitektur bangunannya.

(4) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang bangunan gedung atau bagian bangunan gedung harus tetap memenuhi ketentuan penggunaan bangunan gedung dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan dan penghuninya.

(5) Pengaturan penimbunan permukaan lahan pekarangan bangunan apabila tinggi permukaan lahan pekarangan bangunan berada di bawah permukaan lahan bebas banjir yang ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang, dan apabila permukaan lahan pekarangan bangunan terdapat kemiringan lahan yang curam atau perbedaan tinggi permukaan lahan pekarangan bangunan yang besar dengan permukaan tanah lainnya, maka penetapan penimbunan permukaan lahan pekarangan bangunan sama rata dengan permukaan tanah lainnya diwajibkan mendapat petunjuk dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Tinggi permukaan lantai dasar bangunan gedung ditetapkan 20 (dua puluh) sentimeter diatas permukaan As jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungannya dengan mendapat rekomendasi dari instansi teknis yang berwenang.

(7) Apabila tinggi permukaan lahan perkarangan bangunan berada dibawah permukaan lahan bebas banjir atau lahan pekarangan bangunan terdapat kemiringan curam atau perbedaan tinggi yang besar pada perpetakan/kapling, maka tinggi permukaan lantai dasar bangunan ditetapkan 20 (dua puluh) sentimeter diatas permukaan As jalan.

(8) Setiap bangunan gedung selain terdiri dari ruang utama dan juga dilengkapi ruang penunjang, dan wajib menyediakan jaringan instalasi bangunan gedung agar dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

(26)

26

(9) Tinggi permukaan lantai dasar bangunan :

a. ditetapkan 20 (dua puluh) centimeter di atas permukaan As jalan;

b. dalam hal yang luar biasa, ketentuan dalam huruf (a) tidak berlaku apabila permukaan lantai dasar bangunan lebih tinggi dari di atas permukaan lahan yang ada disekelilingnya atau permukaan As jalan. (10) Bangunan gedung tempat tinggal sekurang-kurangnya memiliki fungsi

utama yang mewadahi kegiatan pribadi berupa kamar tidur, kegiatan keluarga berupa ruang keluarga dan kegiatan pelayanan seperti dapur, kamar mandi dan WC.

(11) Bangunan gedung kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan ruang kerja, kegiatan umum dan kegiatan pelayanan.

(12) Bangunan pertokoan dan perdagangan (usaha) sekurang-kurangnya memiliki ruang fungsi utama kegiatan perdagangan, kegiatan umum dan kegiatan pelayanan.

(13) Bangunan pergudangan dan penangkar unggas dan walet sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan kamar mandi dan WC, ruang kebutuhan fasilitas karyawan, ruang pelayanan kesehatan serta kebutuhan fasilitas unggas dan walet.

(14) Bangunan industri sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan ruang kerja industri, kamar mandi dan WC, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang istirahat serta ruang pelayanan kesehatan, ruang ibadah.

(15) Bangunan pusat perbelanjaan harus dilengkapi dengan ruang ibadah yang memadai, kamar mandi dan WC.

(16) Untuk bangunan tempat ibadah, bangunan monumental, gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, gedung pendidikan/sekolah, gedung olahraga, serta gedung sejenis lainnya, tata ruang dalamnya di rencanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 29

(1) Tinggi ruang merupakan jarak yang terpendek dalam ruang yang diukur dari permukaan bawah langit-langit ke permukaan lantai.

(2) Ruangan dalam bangunan gedung harus mempunyai tinggi yang cukup untuk fungsi yang diharapkan.

(3) Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur bangunannya.

(4) Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas lantai sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau sampai permukaan bawah kaso-kaso.

(5) Perhitungan ketinggian bangunan gedung, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 (lima) meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai 2 (dua) lantai kecuali untuk penggunaan ruang lobby atau ruang pertemuan dalam bangunan komersial antara lain hotel, perkantoran dan pertokoan.

(27)

27 Pasal 30

(1) Ruang rongga atap bangunan gedung diizinkan penggunaannya jika tidak menyimpang dari fungsi utama bangunan dari aspek kesehatan, keamanan, dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungannya.

(2) Ruang rongga atap harus mempunyai penghawaan dan pencahayaan alami yang memadai.

(3) Ruang rongga atap dilarang dipergunakan sebagai dapur atau kegiatan lain yang potensial menimbulkan kecelakaan / kebakaran.

(4) Setiap bukaan pada ruang atap tidak boleh mengubah sifat dan karakter arsitektur bangunannya.

Pasal 31

(1) Lantai dan dinding yang memisahkan ruang dengan penggunaan yang berbeda dalam suatu bangunan, harus memenuhi persyaratan ketahanan api menurut standar ketentuan yang berlaku.

(2) Ruang yang penggunannya menimbulkan kebisingan, maka lantai dan dinding pemisah harus kedap suara.

(3) Ruang pada daerah basah harus dipisahkan dengan dinding kedap air dan dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan.

(4) Pada ruang yang penggunannya menghasilkan asap atau gas, harus disediakan lobang hawa dan atau cerobong hawa secukupnya, kecuali menggunakan alat bantu mekanis.

Pasal 32

(1) Bangunan gedung dan bukan gedung yang mengalami perbaikan, perluasan, penambahan tidak boleh mengubah fungsi utama, karakteristik arsitektur bangunan gedung dan bukan gedung serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi aksesibilitas jalan.

(2) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan gedung atau bagian bangunan gedung dapat di izinkan apabila memenuhi ketentuan penggunaan bangunan gedung yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan gedung serta penghuninya setelah mendapat persetujuan dari instansi teknis yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 4

Persyaratan Ruang Di Luar Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan Gedung

Pasal 33

(1) Persyaratan ruang di luar bangunan gedung dan bangunan bukan gedung diperlukan keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan dengan lingkungannya yang harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan dan ruang terbuka hijau (RTH) yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya dengan diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan kawasan resapan air baku, akses penyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana luar bangunan.

(28)

28

(2) Persyaratan keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. persyaratan ruang terbuka hijau di perkarangan; b. persyaratan ruang sempadan bangunan gedung; c. persyaratan tapak, besmen terhadap lingkungan; d. ketinggian pekarangan dan lantai dasar bangunan ; e. daerah hijau pada bangunan;

f. tata tanaman;

g. sirkulasi dan fasilitas parkir; h. pertandaan(signage); dan

i. pencahayaan ruang luar bangunan gedung. Paragraf 5

Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung dan Bangunan bukan Gedung Pasal 34

(1) Persyaratan keandalan bangunan terdiri dari :

a. persyaratan keselamatan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung;

b. persyaratan kesehatan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung; c. persyaratan kenyamanan bangunan gedung dan bukan bangunan

gedung

d. persyaratan kemudahan bangunan gedung dan bukan bangunan gedung.

(2) Persyaratan keselamatan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap beban muatan;

b. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap bahaya kebakaran;

c. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap bahaya petir;

d. persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap bahaya bencana alam.

Pasal 35

(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dan bangunan bukan gedung terhadap beban muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a meliputi persyaratan struktur bangunan gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atas bangunan gedung, struktur bawah bangunan gedung, pondasi langsung, pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan persyaratan bahan.

(2) Struktur bangunan gedung dan bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus kokoh, stabil dalam memikul beban dan memenuhi persyaratan keselamatan, persyaratan pelayanan selama umur yang direncanakan dengan mempertimbangkan :

a. fungsi bangunan gedung dan bangunanbukan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung;

b. pengaruh aksi sebagai akibat dari beban yang bekerja selama umur layanan konstruksi baik beban muatan tetap maupun sementara yang timbul akibat gempa, angin, korosi, jamur dan serangga perusak;

Referensi

Dokumen terkait

Dengan disain di atas, didukung oleh tradisi demokrasi dan penegakan hukum yang kuat, APRA menjadi lembaga pengawas yang independen, tapi koordinatif dengan otoritas keuangan

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan agregat potongan bambu sebagai substitusi agregat kasar pada beton diperuntukkan untuk beton

Sungai Kali Wonokromo merupakan sungai Kota Surabaya, sungai ini dijadikan bahan baku air minum.Kondisi kualitas air Sungai Kali Wonokromo dapat digambarkan melalui defisit

 Siswa mengecek (memverifikasi) hipotesis tentang operasi pada matriks  Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan kelas  Guru bersama siswa mendiskusikan

Siswa melakukan pengamatan terhadap gambar atau tayangan yang disajikan guru mengenai pemanfaatan teknologi yang terinspirasi dari struktur jaringan tumbuhan.. Guru

Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat melalui kontribusi sektor- sektor produksi yang membentuk nilai PDRBnya. Sepanjang tahun 2008, Sektor

 Apabila sudah yakin benar maka silahkan tekan tombol Save, selanjutnya sistim akan menyimpan file data ini sebagai data absensi yang bisa anda lihat dengan menekan tombol

Sebuah mimpi yang juga diidam-idamkan oleh pemerintah Indonesia , dan sejumlah daerah yang memiliki perairan strategis, untuk bisa memiliki pelabuhan besar sekelas