SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Oleh: Fitriani Nim:014114059
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Oleh: Fitriani Nim:014114059
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA: BAPAK PAHRUL ANWAR
IBU SITI JARAH KAKAK IIS SUGIANTO ADIK ISNANIAH ADIK RATNAWATI
v
M EN GELU H DAN M EN Y ERAH PADA K EADAAN . T API
DEN GAN DORON GAN ORAN G-ORAN G Y AN G K I T A CI N T AI DI SEK I T AR K I T A, SEM AN GAT K I T A AK AN BAN GK I T K EM BALI DAN M ERAI H K EM EN AN GAN .
I DEAS ARE ON LY SEEDS, T O PI CK T H E CROPS N EEDS PERSPI RAT I ON .
(GAGASAN -GAGASAN H AN Y ALAH BI BI T , M EN U AI H ASI LN Y A M EM BU T U H K AN K ERI N GAT ).
SI APA Y AN G DAPAT M EN AH AN M ARAH N Y A M AM PU
viii
Skripsi S-1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban dan menganalisis citra wanita tokoh Nisa.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Mula-mula dilakukan analisis struktural terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban untuk melihat kebulatan makna di dalamnya. Hasil analisis struktural digunakan sebagai dasar untuk menganalisis gejala sosial mengenai citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode analisis untuk menganalisis unsur intrinsik novel Perempuan Berkalung Sorban, citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. (2) metode klasifikasi untuk mengelompokkan perilaku tokoh Nisa dalam aspek fisik, psikis, keluarga, dan masyarakat.
ix
Sorban by Abidah El Khalieqy ( a Sociological Literature Approach). A Script for a Strata One Degree. Yogyakarta: Indonesian Literature, Sanata Dharma University
The research explore the image of the female character in the novel Perempuan Berkalung Sorban, a novel by Abidah El Khalieqy. Its purpose was to describe the intrinsic aspects of the novel in identifying the female image of Nisa.
The research made use of a sociological literature approach which put a literature work as the material under the investigation. Initially, a structural analysis was done on the novel Perempuan Berkalung Sorban to examine the wholeness of the meaning integrated in it. The result was then used as the base to further analyze the social symptoms on the female image of Nisa, the character in the novel.
The methods which were used were (1) the analytical method to analyze the intrinsic aspects of the novel Perempuan Berkalung Sorban, the female image of the character of Nisa in the novel Perempuan Berkalung Sorban. (2) Classification method to classify the character’s behaviors into physical and psychological aspects, as a member in the family, and in the community.
x
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia. Program Studi Sastra. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat dalam kepada:
• Drs. B. Rahmanto, M. Hum sebagai pembimbing I, S.E. Peni Adji, S. S. M.
Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberi masukan kepada penulis untuk menyusun skripsi.
• Dosen pembimbing akademis, Drs. B. Rahmanto, M.Hum yang telah
memberikan bimbingan KRS selama penulis kuliah.
• Seluruh dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah mendidik penulis selama kuliah.
• Mbak Nik, Mbak Rus selaku admistrasi Fakultas Sastra Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta atas kesabarannya mengadapi kebandelan penulis.
• Seluruh staf perpustakan atas bantuan, pelayanan, dan penuh kesabarannya
dalam melayan peminjaman dan pengembalian buku yang sering terlambat. • Bapak Pahrul Anwar dan Ibu Siti Jarah yang telah membesarkan dan
xi
Yogyakarta,
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Landasan Teori ... 5
1.5.1 Sosiologi Sastra ... 5
xiii
1.6 Pendekatan, Metode, dan Teknik ... 12
1.6.1 Pendekatan ... 12
1.6.2 Metode Penelitian ... 12
1.6.3 Teknik Penelitian ... 13
1.7 Sumber Data ... 13
1.8 Sistematika Penyajian ... 13
BAB II ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN ... 15
2.1 Alur ... 15
2.1.1 Bab I ... 16
2.1.2 Bab II ... 16
2.1.3 Bab III ... 17
2.1.4 Bab IV ... 17
2.1.5 Bab V ... 18
2.1.6 Bab VI ... 19
2.1.7 Bab VII ... 19
2.2 Tokoh dan Penokohan ... 20
2.2.1 Tokoh dan Penokohan Nisa ... 21
xiv
2.3 Latar ... 33
2.3.1 Latar Tempat ... 33
2.3.1.1 Kebun Belakang ... 34
2.3.1.2 Rumah ... 34
2.3.1.3 Pondok ... 35
2.3.2 Latar Sosial ... 35
2.4 Rangkuman………. 37
BABIII ANALISIS CITRA WANITA TOKOH NISA DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN ... 39
3.1 Citra Diri Wanita ... 39
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Fisik ... 40
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Psikis ... 45
3.2 Citra Sosial Wanita ... 47
3.2.1 Citra Sosial Wanita Tokoh Nisa dalam Keluarga ... 47
3.2.2 Citra Sosial Wanita Tokoh Nisa dalam Masyarakat ... 54
3.3 Rangkuman………. 58
BAB IV PENUTUP ... 60
4.1 Kesimpulan ... 60
4.2 Saran ... 62
1
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra, termasuk novel, pada hakikatnya adalah benda mati yang dari
dirinya tidak bermakna dan tidak dapat di jadikan objek estetika selama karya sastra
itu tidak disentuh, tidak dibaca, dan tidak diberi makna oleh pembaca. Teeuw
(1984:191) menyebutnya sebagai artefak dan ia berpendapat bahwa karya sastra itu
dapat dibandingkan dengan peninggalan purbakala yang menuntut keterlibatan
arkeologi dalam memberikan makna pada peninggalan itu. Upaya membarikan
makna pada karya sastra dikenal dengan istilah konkretisasi sastra. Pradopo
(1995:106) menyatakan bahwa, pemberian makna pada karya sastra atau proses
konkretisasi sastra itu merupakan usaha untuk menjadikan sastra sebagai sesuatu
yang berguna bagi masyarakat pembacanya. Hal ini menyebabkan peranan pembaca
menjadi sangat penting dalam pemberian makna pada karya sastra.
Seorang pembaca dalam memaknai suatu karya sastra turut dipengaruhi oleh
berbagai situasi dan latar belakang sosial budaya masyarakat itu sebabnya karya
sastra lahir dalam konteks sejarah dan sosial budaya. Bangsa yang di dalamnya
sastrawan penulisnya merupakan salah seseorang anggota masyarakat bangsa
(Pradopo, 1995:10). Hal ini berarti pengarang mencipta karya sastra selaku seorang
warga masyarakat menyapa pembaca yang sama–sama dengan dia merupakan warga
masyarakat (Luxemburg, 1984:23). Selain itu, karya sastra dibangun oleh
penafsiran, penghayatan hidup terhadap realitatas sosial dan lingkungan
kemasyarakatan tempat pengarang itu hidup dan berkembang (Sumardjo,1982:15).
Dengan demikian, karya sastra merupakan perwujudan latar belakang sosial budaya
masyarakat yang ditampilkan oleh pengarang.
Sehubungan dengan hal tersebut, nyatalah bahwa latar belakang sosial
budaya yang ditampilkan oleh pengarang itu meliputi, tata cara kehidupan, adat
istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan
santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara memandang
segala sesuatu atau perpektif kehidupan (Waluyo,1994:52). Selanjutnya, kenyataan
sosial budaya masyarakat tentu saja tidak boleh dipaksakan atau di reka-reka sendiri
dan apa adanya dalam menunjukan latar belakang sosial budaya, sedangkan jalan
cerita, tokoh- tokoh dan alur cerita merupakan rekaan pengarang. Pengarang harus
mendokumentasikan keadaan sosial budaya masyarakat karena karyanya adalah
dokumentasi sosial budaya. Lewat karya sastra, seorang pembaca dapat memahami
latar belakang sosial budaya masyarakat (Waluyo, 1994:54).
Untuk itulah, pembaca yang terpelajar dan budaya dapat menghargai dan
memahami karya sastra, penghargaan terhadap tingkah laku hidupnya. Dengan
demikian, karya sastra yang bernilai baik itu dicari dan dihargai oleh pembaca untuk
penyempurnaan dirinya sebagai manusia. Oleh karena itu, karya sastra yang baik
selalu disimpan sebagai warisan budaya manusia dan para ahli sosiologi sastra
memandang karya sastra sebagai dokumen sosial budaya masyarakat (Waluyo,
Novel
Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy
ini sangat
menarik dan baik untuk dibaca. Ketertarikan penulis pada novel ini disebabkan oleh
adanya masalah sosial dan budaya. Selain itu, novel ini mempunyai ciri khas
tersendiri, yaitu adanya unsur citra wanita yang menarik untuk diteliti lebih
mendalam lagi.
Dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban
karya
Abidah El Khalieqy,
peneliti akan menyoroti tokoh Nisa. Tokoh Nisa sebagai tokoh wanita banyak
menggambarkan kehidupan wanita sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk
sosial. Wujud citra wanita itu difokuskan pada masalah pikiran dan perasaan wanita
dalam tingkah laku kesehariannya sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga dan
sebagai anggota masyarakat. Wujud citra wanita dapat dihubungkan atau di
abstrakkan dengan aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial budaya dalam
kehidupan wanita yang melatar belakangi terbentuknya citra wanita.(Sugihastuti:
2000). Hal itu menjadi alasan peneliti untuk memilih novel
Perempuan Berkalung
Sorban
karya
Abidah El Khalieqy
sebagai bahan skripsi ini dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra.
Upaya menganalisis novel
Perempuan Berkalung Sorban
karya
Abidah El
Khalieqy
dalam konteks seperti itu dapat dikaitkan sebagai langkah memberi makna
terhadap sebuah karya sastra. Langkah awal memahami karya sastra adalah
menganilisis unsur instrinsiknya meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana unsur alur, latar, tokoh dan penokohan novel
Perempuan
Berkalung Sorban
karya
Abidah El Khalieqy
?
1.2.2 Bagaimana citra wanita tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung
Sorban
karya
Abidah El Khalieqy?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini di maksudkan untuk
mencapai tujuan sebagai berikut:
1.3 1 Deskripsikan unsur intrinsik alur, latar, tokoh dan penokohan novel
Perempuan Berkalung Sorban
karya
Abidah El Khalieqy
?
1.3 2 Deskripsikan citra wanita tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El Khalieqy?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1.4.1 Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khazanah kritik sastra khususnya bidang sosiologi sastara
1.4.2 Dalam bidang sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Sosiologi Sastra
Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri
adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan itu mencakup hubungan antarmasyarakat,
antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Damono, 1978:3).
Hal ini berarti karya sastra memberikan wawasan kepada pembaca mengenai
kenyataan dalam masyarakat (Luxemburg, 1989:45).
Supardi Djoko Damono dalam sosiologi sastra
Sebuah Pengantar Ringkasan
menyatakan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangandari
pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan
realitas dan aspek latarbelakang oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak
dapat terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini
oleh beberapa ahli disebut sosiologi sastra istilah itu pada dasarnya tidak berbeda
pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiogis atau pendekatan sosiokultural
terhadap sastra (Damono, 1979:2).
Dalam
novel
Perempuan Berkalung Sorban
dipahami dalam hubungannya
dengan kehidupannya di pesantren yakni sikap mengabdi terhadap hukum-hukum
Islam. Pengabdian Nisa diwujudkan dalam seorang istri yang bertanggung jawab
terhadap suami, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa suami yang
mendampingi dalam agama Islam hukumnnya haram. Seorang santri dilarang untuk
masuk kedalam bioskop, membaca novel, menonton tv seperti pemikiran
Muhammad. Dalam kehidupan sehari-hari harus berdasarkan pedoman Al-Qura’an
hadis Nabi Muhammad
Pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah metode
yang digunakan adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian
dipergunakan untuk memahami lebih lama dalam gejala sosial di luar sastra
(Damono, 1978:2-3).
Berdasarkan hal itu, penelitian ini menekankan pada penelaah teks sastra
dengan menganalisis strukturnya. Kemudian digunakan untuk memahami gejala
sosial di luar sastra. Analisis struktur karya sastra merupakan pekerjaan pendahuluan
sebelumnya. (Teeuw, 1984:16). Dengan demikian, novel
Perempuan
Berkalung
Sorban
karya
Abidah El Khalieqy
akan dianalisis tiga unsur instrinsiknya, yaitu alur,
latar, tokoh dan penokohan.
1.5.2 Unsur Instrinsik Karya Satra
1.5.2.1 Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa dalam sutu cerita yang disajikan dengan
urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita
(Sudjiman, 1992:29). Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa pembentukan
cerita- cerita diawali dengan peristiwa tertentu dan berakhir dengan peristiwa tertentu
lainnya, tanpa terikat pada urutan waktu (Sudjiman, 1992:31). Pada umumnya,
sekitar alur cerita terdiri atas tiga bagian, yaitu alur awal, alur tengah, alur akhir.
Alur awal cerita terdiri atas paparan, rangsangan dan penggawatan. Alur tengah
peleraian dan penyelesaian (Waluyo, 1994:148). Selain itu, ada beberapa hal yang
berkaitan dengan alur cerita yang sering dikatakan hukum dari alur cerita, yaitu sifat
masuk akal atau logis, kejutan, tegangan, kesatuan, dan ekspresi (Kenny via Waloyo,
1994:158).
Teknik penyusunan alur cerita terdiri atas tiga jenis yaitu teknik alur linier,
teknik alur sorot balik, dan teknik alur campur. Teknik alur linier atau terusan adalah
rangkaian cerita berkesinambungan, artinya alur cerita berurutan dari awal hingga
akhir jalinan ceritanya tidak melompat-lompat sehingga mudah diikuti (Waluyo,
1994:154). Teknik alur sorot balik atau flashback adalah rangkaian kronologis
peristiwa-peristiwa yang disajikan di dalam karya sastra disela dengan peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ini ditampilkan di dalam dialog, di dalam
bentuk mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya,
atau yang teringat kembali kepada suatu peristiwa masa yang lalu (Sudjiman,
1992:33). Teknik alur campuran atau majemuk adalah alur yang mengandung alur
utama dan alur sampingan atau sub alur. Hal ini berarti terdapat perpaduan antar alur
sorot balik denga alur linier (Waluyo, 1994:156).
1.5.2.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individual yang mengalami peristiwa di dalam berbagai
peristiwa cerita (Sudjiman, 1992:16). Penokohan adalah cara pengarang melukiskan
tokoh-tokoh dalam cerita yang ditulisnya (Tjahjono, 1988:138) atau penyajian watak
dijelaskan tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones via
Nurgiyantoro, 1995:165).
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan
menjadi dua yaitu tokoh sentral atau tokoh bawahan. Pertama, tokoh sentral meliputi
tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita
kagumi dan salah satu jenisnya secara populer sering disebut hero, tokoh yang
merupakan pengejawatahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita
(Nergiyantoro, 1995:178). Selanjutnya tokoh antagonis atau tokoh lawan adalah
tokoh penentang tokoh utama dari tokoh protagonis (Sudjiman,c1992:19). Selain itu,
tokoh antagonis dapat dikatakan sebagai tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh
ini termasuk tokoh sentral dan mewakili pihak yang jahat atau salah
(Nergiyantoro,1995:179). Kedua, tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita. Pemunculannya tokoh bawahan dalam keseluruhan
cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan. Namun, kehadiran tokoh bawahan ini
diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Grimes via Sudjiman, 1992:19).
Berikut ini akan dipaparkan tiga metode penting yang dapat digunakan dalam
penyajian watak tokoh. Pertama, metode langsung adalah pelukisan watak tokoh
dimana pengarang memaparkan saja watak tokohnya dan dapat juga menambah
komentar tentang watak analitik (Hudson via Sudjiman, 1992) Kedua, metode tidak
langsung adalah teknik pelukisan watak tokoh pengarang tidak memaparkan watak
tokoh secara langsung, tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh tersebut
dari pikiran, cakapan, dan lakukan yang disajikan pengarang, bahkan juga dari
dapat juga melukiskan watak tokoh melalui ungkapan, reaksi atau kesan tokoh lain.
Metode ini disebut juga metode dramatik (Kenney via Sudjiman, 1992). Ketiga,
metode kontektual adalah teknik pelukisan watak tokoh pengarang tidak
memaparkan secara langsung, tetapi pembaca dapat mengenal dan memahami watak
tokoh melalui tiga metode tersebut.
1.5.2.3 Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang terkait dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman,
1992:44). Latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik atau material.
Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok
sosial dan sikap, adat kebiasaan cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari
peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat di dalam wujud
fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Hudson via Sudjiman, 1992:44).
1.5.3Citra Wanita
Citra merupakan rupa, gambar, dapat berupa gambaran yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam
karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000:45). Citra wanita yang dimaksud dalam hal
ini adalah semua gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian wanita
(Indonesia), yang menunjukkan “wajah” dan ciri khas wanita sebagai mahluk
dicitrakan sebagai mahluk individu yang beraspek fisik dan psikis dan sebagai
mahluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat (Sugihastuti, 2000:46).
1.5.3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian
dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk berkembang dan
membangun dirinya. Berdasarkan pada pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung
jawab atas potensi diri sendiri sebagai mahluk individu. Citra diri wanita
memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada
bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam
masyarakat (Sugihastuti, 2000:113).
Citra diri wanita itu diabstraksikan dari klasifikasi citra fisik dan citra psikis
wanita dalam aspek fisik. Citra diri wanita itu khas dilihat melalui
pengalaman-pengalaman tertentu yang hanya dialaminya dan tidak dialami oleh pria misalnya
melahirkan dan merawat anak, antara lain dapat ditunjukkan oleh fisiknya yang
lembut, lincah, dan lemah (Sugihastuti, 2000:112). Dalam hal ini, citra fisik wanita
yang tergambar adalah citra wanita dewasa, wanita yang sudah berumah tangga.
Selain itu, masa perkawinan juga mengisyaratkan bahwa secara fisik wanita
ditunjukkan sebagai wanita dewasa (Sugihastuti, 2000:85). Dalam aspek psikis,
kejiwaan wanita dewasa ditandai oleh sikap pertanggung jawaban penuh terhadap
diri sendiri, nasib sendiri dan pembentukkan diri sendiri (Kartono via Sugihastuti,
Dalam batas-batas aspek fisik dan psikis di atas, wanita adalah mahluk
psikologis, yang berpikir, berperasaan dan beraspirasi. Aspek psikis wanita tidak
dapat dipisahkan dengan aspek fisiknya. Akibat dari citra wanita yang ditimbulkan
oleh aspek itu, maka psikis wanita pun sesuai dengan fisiknya. Secara psikis, wanita
dicitrakan sebagai wujud tingkah laku. Dengan demikian, aspek fisik dan aspek
psikis adalah yang membentuk citra wanita sebagai mahluk individu yang
mempunyai konsep diri. Wanita mempunyai kesadaran dalam dirinya sendiri, yang
lain dengan pria. Wanita mempunyai persepsi diri terhadap karakteristik fisik dan
psikis ini mempengaruhi penilaian dan pengalaman hidupnya (Sugihastuti,
2000:152).
1.5.3.2 Citra Sosial Wanita
Pada dasarnya citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat
hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok
masyarakat, tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan
antarmanusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok
masyarakat luas (Sugihastuti, 2000:143). Dalam aspek keluarga, citra sosial wanita
berhubungan dengan peranan sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai anggota
keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuensi sikap sosial yang saling
berhubungan antara satu dengan lainya. Sebagai istri misalnya, wanita mencintai
suaminya. Perasaan citra itu terwujud pula pada anak-anaknya, dalam aspek
masyarakat, citra sosial wanita dapat berupa hubungan wanita dengan wanita sendiri,
hubungan dengan pria, hubungan dengan manusia dalam masyarakat pada umumnya.
keluarga dan aspek masyarakat, maka keduanya dapat diabstraksikan ke dalam citra
sosial wanita (Sugihastuti, 2000: XV1).
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan ini bertolak dari asumsi sastra adalah cermin kehidupan
masyarakat, pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini
disebut sosiologi sastra (Damono, 1978: 2). Pendekatan sosiologi sastra yang
digunakan adalah sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
penelaahaan. Teks sastra (novel) ditelaah struktur pembentukannya untuk
menemukan kebulatan makna yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya,
pendekatan ini diterapkan untuk menganilisis novel
Perempuan Berkalung Sorban
karya
Abidah El Khalieqy
yang berhubungan dengan gejala sosial yang ada
kehidupan.
1.6.2
Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan. Suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan
kesesuaiannya, dengan objek yang bersangkutan (Yudiono, 1986:14). Dengan
demikian, metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ada dua hal
yang analisis digunakan peneliti untuk menganalisis unsur instrisik novel
sebagai mahluk individual dan sebagai mahluk sosial. Metode deskripsikan di
gunakan peneliti untuk memaparkan dan melaporkan hasil penelitian.
1.6.3
Teknik Penelitian
Teknik yang dipergunakan dalam penalitian ini meliputi dua hal yaitu teknik
simak digunakan peneliti untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai
bahan penelitian. Teknik catat digunakan peneliti untuk mencatat hal-hal yang sesuai
dan mendukung proses pemecahan masalah yang telah dirumuskan. Pencatatan
dilakukan sebagai kelanjutan dari penyimak.
1.7
Sumber Data
Judul Buku
:
Perampuan Berkalung Sorban
Pengarang
: Abidah El Khalieqy
Penerbit
:Yayasan Kesejahteraan Fatayat Yogyakarta
Tahuh Terbit : 2001 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku : 309 halaman
1.8
Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I
merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodelogi
penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan analisis unsur
wanita tokoh Nisa dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban
yang meliputi: citra
diri wanita, dan citra sosial. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.
15
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna untuk dapat menangkap dan memberi makna kepada karya sastra. Peneliti perlu menganalisisnya dalam menganalisis teks karya sastra itu harus diuraikan unsur-unsur pembangunannya. Unsur-unsur-unsur pembangunan teks novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy yang dianalisis adalah alur, tokoh
dan penokohan, dan latar. Dengan menganalisis ketiga unsur instrinsiknya diharapkan makna keseluruhan novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy dapat dipahami berikut ini akan dipaparkan hasil analisis
ketiga unsur instrinsik.
2.1 Alur
sederhana bentuk pengaluran tersebut dapat dilihat melalui peristiwa-peristiwa dalam setiap babnya.
2.1.1 Bab I
Peristiwa ini merupakan paparan dari bab I ini diawali dengan penyituasian dengan menggambarkan tokoh dan pelukisan latar, menceritakan Nisa bersama kedua kakaknya yang bernama Wildan dan Rizal. Mereka bermain di kebun belakang yang cukup luas, kehidupan di pondok pesantren yang serba terbatas dalam melakukan suatu kegiatan sebagai anak perempuan Nisa berkeinginan berlatih naik kuda seperti kedua kakaknya itu. Bapak mengetahui apa yang sedang Nisa lakukan seharian di ladang bersama Rizal. Nisa mengabiskan jam main untuk berlatih naik kuda secara diam-diam. Nisa banyak belajar dengan Mbak May pekerjaan yang bisa dilakukan seorang wanita seperti mencuci, menyapu, memasak.
2.1.2 Bab II
teramat pendek, ia juga mengirimkan kedua kaset lagu dari penyanyi Mesir yang sangat terkenal di dunia.
2.1.3 Bab III
Bab ini merupakan pengawatan dan mengandung sorot balik. Dalam bab ini, penyituasian digambarkan melalui alur, peristiwa cerita yang dialami Nisa dengan alur sorot balik. Peristiwa tentang pernikahan Nisa dengan Samsudin yang tidak pernah harmonis selalu ada masalah dalam rumah tangga Nisa. Ia berpendidikan rendah dan selalu direndahkan oleh Samsudin. Dengan seenaknya Samsudin duduk dikursi sambil merokok asap menabrak muka Nisa dan menyusup kedalam rambut Nisa, menuding mukanya persis di depan hidung jika mungkin, mengapa tidak? Besok Nisa mulai kembali sekolah dan suatu saat Nisa pun sarjana, dimana otak Nisa akan dipenuhi ilmu yang dapat menentukan, mana sampah dan mana mutiara. ”Samsudin bukan Lek Khudhori yang bisa dapat merasa nikmat! Samsudin hanya seorang penjagal bodoh!” Dengan ringan tangan Samsudin menampar wajah Nisa sampai lebam (hlm.131). Hati Nisa terpukul dengan kelakuan Samsudin tiba-tiba Samsudin membawa seorang wanita lain kedalam rumah tangga Nisa, perkawinan yang telah dijodohkan oleh kedua orang tua Nisa dan Samsudin.
2.1.4 Bab I V
melalui Nisa yang hidup sebagai janda. Karena Nisa sudah tidak tahan dengan perilaku Samsudin. Nisa memutuskan untuk bercerai dari Samsudin, Nisa menerima lamaran Lek Khudhori. Peristiwa ini merupakan awal pemunculan konflik Nisa mengalami konflik batin, konflik batin itu terjadi karena Nisa masih trauma dengan kelakuan Samsudin semasa Nisa masih jadi istri. Nisa tidak bisa membohongi perasaannya dia sangat mencintai Lek Khudhori.
2.1.5 Bab V
2.1.6 Bab VI
Peristiwa ini merupakan permintaan dan bergerak lurus menuju bab VI yang menceritakan tentang rencana kehamilan pernikahan yang sudah mereka bina. Nisa belum yakin dengan dirinya bisa mendapatkan anak dari suami barunya ini. Perkataan yang pernah dikeluarkan dari Samsudin bahwa dirinya mandul, tiga minggu kemudian saat Nisa rasakan perut Nisa mulai mual-mual dan merasa masuk angin berat, setiap hari Nisa minta dibelikan apel Jepang untuk mengatasi mual. Pada usia kandungan Nisa mencapai lima bulan ibu dan bapak mengunjungi Nisa dan Lek Khudhori untuk melihat dengan mata kepala sendiri cerita kehamilan Nisa yang telah Nisa kabarkan melalui surat. Tak sengaja Nisa memperhatikan wajah Samsudin yang penuh dengan kebencian dan dendam saat Mba Kalsum dan Samsudin berkunjung kerumah Nisa dan Lek Khudhori untuk melihat anak Nisa yang baru lahir.
2.1.7 Bab VII
2.2 Tokoh dan Penokohan
Berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dari tokoh bawahan. Tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral di dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat sorot di dalam kisahan (Sudjiman, 1992:18).
Menurut Sudjiman, Kriteria yang digunakan untuk menentukan para tokoh bawahan bukan dari frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, tetapi intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa dan peristiwa yang dapat membangun cerita. (1992:1). Adapun yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehandirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama (Sudjiman, 1992:19).
Tokoh Nisa mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam setiap peristiwa yang membangun cerita. Bahkan ia menjadi pusat sorotan dalam kisahan karena Nisa bersitegang dengan Samsudin. Peneliti dapat melihat bahwa penyelesaian yang disajikan pada terakhir adalah penyelesaian meninggalnya Lek Khudhori dikarenakan kecelakaan mobil. Hal ini menunjukkan bahwa Nisa telah berhasil mendapatkan kebahagian bersama Lek Khudhori untuk memutuskan berumah tangga dengan suami pilihan Nisa. Nisa menjadi tokoh pemberani dengan mantan suami dan dikagumi dengan keluarga. Hal itu menyiratkan bahwa tokoh Nisa merupakan tokoh protagonis.
tidak puas hidup bersama Nisa. Dengan metalitas kepribadian yang tidak sehat, Samsudin telah berbuat jahat dengan Nisa. Hal itu menyiratkan bahwa tokoh Samsudin merupakan tokoh antagonis. Samsudin dapat dikatakan sebagai penyebab konflik tokoh Nisa sebagai tokoh protagonis.
Disisi lain keberadaan atau kehadiran tokoh Lek Khudhori, Ibu, Bapak. diperlukan untuk mendukung tokoh Nisa sebagai tokoh sentral. Nisa sebagai tokoh sentral memegang peran utama dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tokoh-tokoh yang kehadirannya diperlukan menunjukkan bahwa Nisa telah berhasil lari dari kehidupan Samsudin karena rumah tangga yang telah dibinanya tidak berjalan dengan baik.
Pembahasan tentang tokoh dan penokohan dalam penelitian ini hanya terfokus pada kelima tokoh yaitu Nisa, Samsudin, Lek Khudhori, Ibu, Bapak Dengan demikian, peneliti akan meneliti dan menganalisis penokohan Nisa, penokohan Samsudin, penokohan Lek Khudhori, penokohan Ibu, penokohan Bapak. analisis terhadap kelima cerita itu didasarkan pada novel Perempuan Barkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy, secara dominan merupakan kisah
tentang tokoh-tokoh tersebut dalam mengahadapi kenyataan hidup dan kehidupan keluarga.
2.2.1 Tokoh dan Penokohan Nisa
bergetar, membayangkan alangkah tingginya kasih sayang yang dicurahkannya untuk Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
(1) Kalau saja aku sudah dianggap dewasa olehnya, dan dia bertanya seberapa besar aku merindukannya atau mencintainya sungguh, aku tidak takut untuk menyatakan bahwa cintaku lebih besar lagi ukuran apapun yang dapat di Nisa, kerinduanku padanya telah melarut menjadi darah dalam hidupku. Sehingga juga kekhewatiran dimana gambaran keindahan surya yang selalu membentang dalam khayalku (hlm.88-89).
Setelah mendengar perkataan ibu, bapak ingin menjodohkan Nisa dengan anak sahabat bapak sewaktu tinggal dipesanteren waktu dulu. Alangkah mereka melewati nasibnya Nisa begitu ringannya mereka menggambar masa depan semau maunya . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
(2) ”Anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup jika telah mengaji beberapa kitab…Kami juga tidak terlalu keburu. Mengenai kapan dilangsungkannya pernikahan, nanti bisa dirembuk lagi kita sama-sama orang tua…”suara laki-laki itu mempengaruhi (hlm.90).
Makin hari Nisa selalu dibuat emosi yang telah dibuat oleh Samsudin dengan menyebarkan asap ke daerah sensitif Nisa. Tapi Samsudin terus-menerus tertawa tidak menghiraukan. Nisa sedang emosi dengan kelakuan Samsudin yang tidak ada rasa hormat kepada istri sedikit pun. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(3) Ia sengaja menyebar-nyebarkan asap itu dari mulutnya ke mukaku, leher, dadaku, aku berdiri tepat dimukanya kacak pinggang dan
Setiap hari keributan selalu terjadi dalam rumah tangga Samsudin dengan Nisa. Samsudin selalu menyiksa Nisa dengan menggunakan kekerasan, Nisa tidak kuasa menahan rasa sakit yang Nisa rasakan. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(4) Ia menggeram untuk kemudian mencekik leherku dengan kuat sambil mengeluarkan sumpah dan kata-kata makian. Setelah menampar, mencekik, menjambak rambutku dengan penuh kebiadapan dan melihat tenagaku lemas tidak berdaya, ia pergi sambil meludahi wajahku berkali-kali (hlm.104-105).
(5) Aku tidak kuasa bangun dan tidak kuasa menggerakkan badanku karena sakit dan memar di seluruh badanku (hlm.105).
Nisa mencoba memberi penjelasan secara halus dan pela-pelan kepada ibunya, tetapi ibu tidak bisa mengerti maksud Nisa bahwa dirinya sudah tidak tahan hidup bersama Samsudin. Nisa menceritakan Samsudin telah menyakiti, menjambak rambut Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
(6) ”Tidak ada apa-apa, Bu.Tetapi aku sudah tak tahan. Aku benar-benar sudah tak tahan menghadapinya, hidup bersamanya. Aku tak tahan, Bu ” (hlm.160).
(7) ”Sejak malam pertama sampai sekarang tak bosan–bosannya ia menyakiti, menjambak rambutku, menendang dan menempeleng, memaksa dan memaki serta melecehkanku habis–habis (hlm.161).
Lek Khudhori segala-galanya bagi kehidupan Nisa, selain itu sebagai inspirasi perjuangan Nisa untuk terus bangkit menghadapi gelombang kehidupan bersama Samsudin, lelaki yang telah menikahi secara paksa pada dirinya. Satu-satu cara agar aku tetap bangkit adalah terus bersekolah, paling tidak sampai sarjana, selagi aku masih bodoh dan kurang pendidikan aku terima caci maki yang keluar dari mulut Samsudin. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dalam kutipan di bawah ini:
(9) Akan sangat berbeda jika Lek Khudhori yang terbayang dibenakku. Seluruh dunia jadi indah dan tersenyum bersamaku. Menghayalkanya membuat semangatku jadi bergirah. Lek Khudhori telah menjadi inspirasi perjuanganku untuk hidup dan bangkit (hlm.113).
(10) ”Aku memaksakan diri untuk kembali ke sekolah Tsanawiyah dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan ilmu itu telah terkumpul disini. Tiga tahun terlalu dan kini aku telah lulus dengan menduduki rengking kedua, itu semua berkat dorongan melalui surat-surat Lek Khudhori yang menggemuruh penuh cita-cita” (hlm.56).
Nisa adalah gadis cerdas dan pintar banyak tau tentang hukum-hukum agama Islam. Kalsum banyak belajar tentang agama dengan Nisa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dalam kutipan di bawah ini:
(11) Aku telah melihat kemampuanmu dan bagaimana perilakumu selama ini, kita mulai belajar berprilaku sebagaimana yang diajarkan oleh ahlak Islam (hlm.124).
Terkaburlah air mata dan lukalara Nisa telah menaiki tangga kebahagianku kembali. Setelah berjuta jam sesak napas dalam kurungan nafsu Samsudin. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
Nisa menghabiskan masa libur sekolah untuk mencari telur burung dan berlatih kuda. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik di bawah ini:
(13) Aku mengabiskan masa liburan sekolah, aku dapat mencari telur burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain yang sama besar dan tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18).
(14) Masa remajaku dan membiarkan aku menikmati serpiahan bahagia dan berbagai gejolak.melangkah berdua, menyebrangi titian cinta di atas mega-mega (hlm.187).
Perasaan Nisa begitu bahagia pada akhirnya Nisa mengandung anak dari suami tercinta yang bernama Lek Khudhori dan kedua orang tuanya datang berkunjung ke rumah mereka berdua. Ibu dan bapak terasa tidak percaya ternyata anak bungsunya tidak mandul. Ibu baru percaya dengan Nisa, bahwa Samsudinlah yang mursal dan dzalim. Pada akhirnya pukul sepuluh Nisa melahirkan buah hati mereka Lek Khudhori dengan setia menunggu di sampingnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawa ini:
(15) Ngidam pada saat mengandung adalah makanan semua buah-buahan yang pernah kulihat dalam mimpiku saat berjalan-jalan disurga Adnan (hlm.280-281).
(16) Pada saat usia kandunganku mencapai lima bulan, ibu dan bapak mengunjungi kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri serta kehamilanku yang telah kukabarkan melalui surat. Terlihat ibu begitu haru dan gembira dan bapak menggeleng-geleng kepala terus menerus seakan tidak percaya dengan suaminya yang pertama (hlm.281).
Firasat sedikitpun tidak ada dirasakan oleh Nisa tentang suaminya untuk terakhir kali, tiba-tiba ada telephon yang datang dari rumah sakit. Petugas rumah sakit memberi kabar bahwa suaminya telah meninggal dunia dan nyawanya tidak dapat tertolongkan, banyak yang mengatakan bahwa penyebab kecelakan Samsudinlah yang menabraknya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(18) ”Maaf, Bu.Ini dari rumah sakit. Ingin mengabarkan bahwa polisi mendapatkan suami anda kecelakaan sekitar satu jam lalu dan kini sedang dirawat diruang ICU (hlm.299).
(19) Tubuh berselimutkan kain panjang itu wajahnya begitu pucat, matanya terpejam dan diam. Aroma akan makna yang diam, para pelayat yang terus berdatangan dan tatapan mata mereka semua memberi tahuku arti sebuah peristiwa (hlm.303).
Hari-hari tanpa Lek Khudhori seperti seorang safir, tak ada dendam yang Nisa rasakan ini semuanya adalah cobaan dan takdir yang tidak bisa dihindari oleh umatnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode analitik dan dramatik dalam kutipan di bawah ini:
(20) Takdir telah membawa ke sini, ke tengah gelombang kehidupan yang abadi. Bersama Mahbubku tercinta kami baca rangkaian sejarah kehidupan yang tak seluruhnya dapat dimengerti atau dipahami, sebab itu akan sadar, peristiwa demi peristiwa yang kulewati dalam hidup adalah halaman demi halaman ilmu yang tengah kubaca dan kubaca mengerti, hikmah apa yang dikandung olehnya (hlm.305).
rumah tangga dengan suami barunya dalam usia muda dan rasa sosialnya yang tinggi.
2.2.2 Tokoh dan Penokohan Lek Khudhori
Tokoh Lek Khudhori mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam kehidupan Nisa dapat membangun cerita. Bahkan Lek Khudhori menjadi aspirasi hidup bagi Nisa. Pada akhirnya Lek Khudhori menjadi suami Nisa. Lek Khudhori adalah sosok suami yang membawa kekaguman dan perhatian banyak wanita. Wataknya terpuji, bertanggung jawab, baik, tidak sombong, menghargai wanita, pintar, tidak merokok, tidak pemarah ia merupakan lelaki yang menghormati martabat wanita, kebahagiaan yang baru dia rasakan berakhir dengan tragedi kecelakan mobil.
Nisa tidak bosan-bosannya diberi pengarahan tentang jilbab, agar tidak terjadi suatu pelecehan bagi perempuan. Selain itu, untuk menghindari gangguan, memang tidak ada larangan, tetapi rasa sopanan dan keindahan manusia secara umum tidak dikehendaki itu. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
(21) ”Seseorang akan menjadi terhormat atau tidak, tergantung bagaimana sikapnya dalam bergaul, dan sikap ini meliputi banyak segi, seperti cara bicara, berpakaian, cara bersopan santun. Baik laki-laki atau perempuan sebenarnya sama saja ukuran kehormatannya” (hlm.48).
Setelah Nisa menikah dengan Lek Khudhori, ia merencanakan untuk mempunyai momongan. Sebelum terjadi kehamilan terlebih dahulu Lek Khudhori menanyakan kepada Nisa. Apakah ia Sudah siap hamil, mengingat Nisa sedang asyik dengan kuliahnya. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
(23) Nisa jika suatu saat Nisa hamil dan mengandung anak kita, apa Nisa merasa sudah siap? Apa mas sendiri belum cepat-cepat punya anak? Bukan begitu,sayang? Tetapi semuanya harus dipertimbangkan dulukan! Mengingat kau sekarang sedang asyik-asyik kuliah, jika kau merasa terganggu dan masih ingin berduaan dengan aku (hlm.212).
Lek Khudhori berusaha untuk memberi penjelasan kepada isterinya tentang arti sebuah anak dalam perkawinan. Tetapi itu semua bukanlah tujuan utama dalam rumah tangga, melainkan kedamaian hati, ketentraman dan tuma’ninah dalam bermasyarakat, itulah tujuan utama dalam menjalankan rumah tangga. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
(24) ”Nisa…,Nisa.Aku mencintaimu diluar dari kepentingan-kepentingan lain selain dirimu dan cinta itu sendiri,dalam pernikahan anak bukanlah tujuan utama.tatapi kedamaian hati,ketentraman dan sikap dalam hidup tuma’ninah dan masyarakat,itulah tujuan utama. Semuanya telah kita peroleh dari pernikahan kita?” (hlm.243).
menanganinya jangan dibiarkan berlarut-larut. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
(25) ”Jika benar berbicara dan musyawarah secara kekeluargaan dan jika benar kiai Nasir itu orang yang baik dan tidak suka menyakiti orang lain,tentunya persahabatan tak terganggu dengan adanya masalah ini”Masalah ini harus segera dibicarakan dan dicari jalan keluarnya,mengingat Nisa sendiri sudah terlalu lama menanggung semua ini…Saya pikir akan lebih buruk dampak bagi Nisa (hlm.181).
Lek Khudhori berjanji dengan Nisa akan menjemput Nisa sebagai pengantin dalam waktu dekat, Nisa tidak percaya begitu seriusnya Lek Khudhori melamar. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dalam kutipan di bawah ini:
(26) ”Aku pasti menepati janjiku Nisa.Kalau sekarang aku mau pergi, bukan untuk meninggalkanmu tetapi sebaliknya, untuk menjemputmu sebagai pengantinku dalam waktu yang tidak lama lagi (hlm.196).
Berdasarkan kutipan (21) sampai dengan (26) di atas dapat disimpulkan bahwa pengarang tidak menggunakan metode dalam melukiskan penokohan Lek Khudhori. Selanjutnya, hasil analisis penokohan Lek Khudhori ialah orang yang bijak dalam menjalankan rumah tangga bersama Nisa. Lek Khudhori menunjukkan kepada mertuanya kalau dia suami yang bertanggung jawab.
2.2.3 Tokoh dan Penokohan Samsudin
Samsudin tidak ingin dinasehatin oleh Nisa. Samsudin menganggap otaknya sudah penuh dengan ilmu. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(27) ”Otakku sudah penuh dengan ilmu.Jadi jangan tambah lagi dengan sesuatu yang tidak berguna dari mulutmu nanti bisa pecah. Kau ini lulusan SD berani bertingkah. Tidak bisa kubayangkan jika lulus sarjana. Tuhan pun pasti kau debat juga” (hlm.101).
(28) ”Dasar perempuan gila! Apa sesungguhnya yang kau inginkan, Anisa?” Cukup! Cukup, kataku. Aku tak tahan mendengarkan ocehan gilamu! Sudahlah! Sudah, dasar peempuan gila. Aku tidak butuh berbicara denganmu, dengan lidah kasarmu! Aku muak! aku menyesel telah menikahimu.Perempuan sial! Dasar…Mulai hari ini, kita akan tidur terpisah dan jangan coba-coba untuk menasihati lidah ular!” (hlm.116).
2.2.4 Tokoh dan Penokohan Bapak
Bapak adalah sosok seorang bapak yang bertanggung jawab dengan keluarga, tegas terhadap anak-anaknya yang sudah melakukan kesalahan, berwawasan luas tentang agama Islam, suka membantu orang-orang kampung di dekat pondok pesantren milik Bapak. Banyak sahabat–sahabat bapak dengan berbagi ilmu dengan bapak. Tokoh ayah dapat membangun jalannya cerita dalam novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy. Wajah Bapak terlihat merah tersorot kedua matanya aku tidak banyak bicara hanya kutundukan wajah di depan Bapak. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(29) Bapak berkacak pinggang, menembak mataku dengan amarah. Kutundukkan wajahku dalam diam (hlm.31).
Nisa. Apa begitu yang diajarkan bapak dan ibumu selama ini? Pecicilan. Pethakilan kau tidak sadar, kau ini anak siapa?” (hlm.32).
(31) ”Sekarang dengar! Mulai hari ini, kau tidak boleh keluar selain ke sekoah dan ke pondok. Jika sekali ketahuan membangkang, Bapak akan kunci kamu di dalam kamar selama seminggu paham?” (hlm.33).
Nisa tidak henti- hentinya kena marah oleh Bapak, Nisa terkenal anak yang bandel, Nisa dan Lek Khudhori bercanda sehingga terdengar berisik dari canda tawa mereka berdua. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(32) ”Nisa anak macam apa kau ini! sudah banyak orang yang datang untuk mendengarkan pengajian, kok malah cekikikan seperti kuntilanak.Anak tidak sopan santun! Tak tahu adab! Percuma tamat Alquran jika tidak tahu sopan satun!” (hlm.41).
Semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah untuk membicarakan percerain Nisa dengan Samsudin. Mertua Nisa adalah orang baik, dermawan tidak suka menyakiti orang. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(33) Bapak mertua kamu adalah sahabat bapak dan paling dekat dengan bapak semasa kami sama-sama mondok di Tebuireng Beliauitu orangnya baik, dermawan, tidak suka menyakiti hati orang (hlm. 179).
(34) ”Sekalipun pembicaraan malam ini sangat darurat,”Masalahnya bukan aku mau atau tidak mau. Tetapi persahabatan” (hlm. 180).
2.2.5 Tokoh dan Penokohan Ibu
Tokoh ibu banyak membantu jalan cerita novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy sebagai tokoh bawahan. Seorang istri yang sudah
bersuami tidak muhrim untuk berpergian sendiri, Nisa sudah berubah banyak Nisa tidak seperti dulu pernikahan tidak membawa Nisa dewasa. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(35) ”Kau ini perempuan bersuami, bagaimana bisa pergi keluar rumah sendiri tanpa muhrim” (hlm.145).
(36) Apanya yang berubah sejak dulu kau bandel dan pernikahan tidak membuatmu dewasa (hlm.146).
Ibu-ibu wali murid yang menanyakan kapan Nisa mendapatkan momongan tapi selalu ibu yang menjawab. Ibu tidak henti-hentinya mengatai Nisa anak mursal. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan metode dramatik di bawah ini:
(37) ”Nisa masih terlalu muda jadi ia lebih konsentrasi dengan sekolah dulu.Nantilah kalau sudah cukup ilmunya, baru punya momongan” (hlm.141).
(38) Nisa.Kau benar-benar telah menjadi anak mursal kini inilah yang kau dapat setelah kunyah-kunyah dengan bangganya itu? (hlm159).
(40) Ibu mengatakan perempuan adalah godaan, semacam buah semangka atau buah peer di gurun Sahara. Perempuan adalah sarang fitnah, tetapi laki-laki bukan sarang mafia jika perempuan keluar rumah 70 setan menderap berbaris menyertainya tetapi jika ia membungkusnya dengan kurungan, mata setan akan kesulitan menebak, itu manusia atau guling yang tengah berjalan.Maka selamatlah perempuan sampai tujuan (hlm.45).
Berdasarkan kutipan (27) sampai dengan (40) di atas dapat disimpulkan bahwa pengarang menggunakan metode dramatik dalam melukiskan penokohan Samsudin, ibu, bapak. Selanjutnya hasil analisis penokohan Samsudin ialah orang yang mursal dan tidak bertanggung jawab dengan seorang istri, kekerasan kerap di lakukan dengan Nisa. Tokoh ibu dan bapak adalah orang tua yang bertanggung jawab, tegas, sabar, mengerti tentang masalah pernikahan anaknya yang tidak harmonis. Ini sebagai pelajaran sebagai orang tua Nisa.
2.3 Latar Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy 2.3.1 Latar Tempat
2.3.1.1 Kebun Belakang
Kebun merupakan salah satu latar tempat yang mendukung kehidupan para tokoh cerita. Kebun yang dikelola oleh para tokoh cerita itu mendatangkan hasil yang banyak. Sebuah latar tempat bermain Nisa untuk menghabiskan jam bermainnya dengan berlatih kuda, selain itu kebun ini juga untuk berlatih puisi oleh Lek Khudhori. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (41) dan (42) di bawah ini:
(41) “Aku habiskan seluruh jam mainku untuk latihan naik kuda bersama Lek Khudhori dengan merujuk kisah perempuan kembang peradapan yang selalu diceritakannya, aku berhasil naik kuda sampai ke perbatasan Desa Kejoran” (hlm.23).
(42) Dan ketika aku bertanya tentang apa yang sedang dia teriakkan dengan semangat ia menerangkan berbagai hal yang berkaitan dengan sastra sehingga aku tahu bahwa Lek Khudhori suka dengan puisi (hlm. 26).
2.3.1.2 Rumah
Rumah dijadikan pengarang sebagai latar tempat utama novel ini. Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban, rumah adalah tempat berkumpul semua tokoh dan tempat untuk menyelesaikan masalah rumah tangga Nisa dengan Samsudin. Selain itu, rumah merupakan tempat terjadinya konflik dan kekerasan dalam rumah tangga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (43), (44), (45), dan (46) di bawah ini:
(43) Tidak ada apa-apa, Bu. Tetapi aku sudah tidak tahan. Aku benar-benar sudah tidak tahan manghadapinya, hidup bersamanya. Aku tak tahan, Bu (hlm. 160).
(45) Plak! Plak! Ia menampar mukaku bertubi-tubi hingga pipi dan leherku lebam kebiru-biru untuk kali pertama, kucakar wajahnya dan ia membanting badanku ke lantai bunyi gedebuk dan suara berisik di dalam kamar membuat Kalsum curiga (hlm.131).
(46) Dan malam pertama sampai sekarang, tak bosan-bosannya ia menyakitiku, menjambak rambutku, menendang dan menempeleng, memaksa dan memaki serta melecehkan habis- habis (hlm.161).
2.3.1.3 Pondok
Pondok adalah tempat mendidik santri putri agar menjadi kaum muslim yang berguna bagi nusa dan bangsa, khususnya akhlak perempuan dalam masyarakat dan berumah tangga. Selain itu, Nisa juga diwajibkan mengaji kitab bersama Mba May dam para santri. Hal itu ditunjukkan oleh pengarang di bawah ini:
(47) Aku juga diwajibkan mengaji kitab bersama Mba May dan para satri lain yang sedang belajar di pondok kami. Meskipun ikut dengarkan aku mulai berkenalan dengan Uqudulluqumjain, Risalatul Mahidz Akhlaqul-banaati, yang membicarakan tetek bengeng soal perempuan, menstruasi, hubungan suami istri, tanda-tanda perempuan sholeha dan lain sebagainya yang akhirnya kuketahui, bahwa kitab itulah yang selalu menjadi pangan para santri, melebihi kitab fiqih, Alquran atau hadis nabi (hlm.70).
Para santri mulai belajar kitab di serambi pondok. Hal itu ditunjukkan oleh pengarang di bawah ini:
(48) Ketika jadwal belajar kitab harus dilaksanakan dan bintang di langit mulai bertebaran, para santri mulai bergegas menuju serambi pondok di sebelah kiri, duduk dengan tenangnya telah di letakkan di atas meja kecil di hadapinya (hlm.78).
2.3.2 Latar Sosial
dominan, novel Perempuan Berkalung Sorban memperlihatkan situasi kehidupan sosial masyarakat Wonosobo. Seorang anak santri sangat dilarang untuk menyeaksikan film, membaca novel, pergi ke bioskop para Kiai menganggap itu mimpi orang-orang kafir. Para Kiai-Kiai memberi pengarahan kepada santri-santri putri agar tidak terjerumus, agar tidak membaca buku-buku yang bukan dalil Al-Qur’an dan hadis nabi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan (49) dan (50) di bawah ini:
(49) Para remaja harus pergi ke gedung bioskop untuk menyaksikan gambaran kemungkaran dan kedlaliman biar dibilang modern. Pak kiai menganggap semua buku yang tidak mengacu pada dalil Al-Qur’an dan hadis Nabi, ya seperti novel-novel, majalah atau cerita-cerita film dan itu semua keluar dari otak dan mimpinya orang-orang kafir (hlm.82-83). (50) ”Jangan sampai kalian terpengaruh, nanti kalian akan terjerumus. Lebih bagus lagi jika kalian sama sekali tidak membaca buku-buku selain kitab pelajaran, apalagi nonton film” (hlm.84).
Berdasarkan kutipan (49) dan (50) dari novel Perempuan Berkalung Sorban di atas pengarang sebenarnya ini mendeskripsikan tentang pola pikir
39
Setelah novel Perempuan Berkalung Sorban dianalisis secara struktural dalam bab II. Maka hasil analisis tersebut, selanjutnya, akan digunakan untuk membantu dalam analisis citra wanita tokoh Nisa. Analisis citra wanita yang dimaksud dalam hal ini ialah semua gambaran spiritual dan tingkah laku ke seharian tokoh Nisa yang menunjukkan wajah dan ciri khas wanita. Pembahasan mengenai citra wanita tokoh Nisa ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu citra diri wanita yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial wanita yang beraspek keluarga dan masyarakat berikut ini akan dipaparkan hasil analisis citra wanita tokoh Nisa dalam novel Perempuan Berkalung Sorban.
3.1 Citra Diri Wanita
3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Fisik
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek fisik merupakan hal yang akan dikaji dalam subab ini keadaan fisik tokoh Nisa dapat mendukung kejelasan identitas. Citra diri wanita itu dengan diketahuinya keadaan fisik tokoh Nisa itu dapat diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu
demi satu keadaan tokoh Nisa dalam aspek fisiknya.
Dalam aspek fisik, citra diri wanita tokoh Nisa dapat digambarkan sebagai wanita dewasa sebelum hidup berumah tangga tokoh Nisa secara fisiknya digambarkan sebagai gadis remaja dalam perjalanan usianya mencapai taraf dewasa secara fisik. Tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita yang berusia lima belas ketika ia lulus Tsanawiyah. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan:
(51) Aku memaksakan diri untuk kembali ke sekolah Tsanawiyah dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan ilmu itu telah berkumpul disini, atas nama perubahan, aku lahap semua apa yang diajarkan para guru dengan serius. Tiga tahun berlalu dan kini aku lulus dengan menduduki rangking kedua (hlm. 114).
Selanjutnya, masa perkawinan juga menunjukkan bahwa tokoh Nisa secara fisik digambarkan sebagai wanita dewasa. Hal itu terlihat melalui kutipan Nisa agar perkawinan dirinya dengan Samsudin dilangsungkan tidak lama. Setelah Samsudin lulus menjadi Sarjana, kutipan (52) berikut mengungkapkan hal tersebut:
“Memang benar,” Ibu menimpali, ”Annisa masih harus banyak belajar untuk mengerti hidup, juga untuk persiapan di hari depannya kelak”. “Tetapi anak perempuankan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup jika telah mengaji beberapa kitab… Kami juga tidak terlalu keburu, ya… Mungkin menunggu sampai Udin wisuda kelak, yang penting… Kita sepakat untuk saling menjaga. Mengenai kapan dilangsungkannya pernikahan, nantikan bisa dirembug lagi. Bukan begitu, pak Han? Kita ini kan sama-sama orang tua…,” Suara laki-laki sang tamu mempengaruhi (hlm. 90).
Sesudah hidup berkeluarga, tokoh Nisa secara fisik digambarkan sebagai wanita dewasa yang dicirikan oleh hal-hal yang khas dan perkawinan. Pertama tidak dikaruniai anak, dikarenakan Nisa mengalami penurunan kesuburan. Berkali-kali Samsudin mencemooh Nisa sebagai perempuan mandul, frigid, dan egois, Nisa pun berharap ia menceraikan Nisa secepatnya, tak lama kemudian Nisa sudah tidak tahan hidup bersama Samsudin Nisa memutuskan untuk bercerai, Nisa menerima lamaran Pakleknya sendiri untuk dijadikan suami. Hal-hal yang khas itu ialah hamil, melahirkan, dan merawat anaknya. Realitas fisik itu dialami tokoh Nisa yang melahirkan Mahbub kutipan (53) berikut menunjukkan hal tersebut:
Secara fisik pula, tokoh Nisa digambarkan sebagai seorang wanita yang memiliki wajah cantik. Kecantikan yang dimiliki tokoh Nisa banyak mengundang perhatian para laki-laki dikampusnya kutipan (54 ). Dalam aspek fisik, tokoh Nisa juga digambarkan sebagai individu yang secara kodrat lemah tetapi kenyataan hidup Lek Khudhori membuat tokoh Nisa semakin teguh pada pendiriannya. Realitas fisik tersebut dialami tokoh Nisa yang merasa rapuh akibat ditinggal meninggal oleh Lek Khudhori yaitu suaminya. Nisa memiliki ketegaraan dalam menghidupin anaknya semata wayang kutipan (50) berikut mengungkapkan hal tersebut:
(54) ”Memang Nisa itu baik, pandai dan cantik pula tidak ada yang kurang darinya. Sejak dalu aku meliat kecerdasanmu saat kau mendebat Kiai Ali. Seorang aktivis sebuah organisasi mati-matian mendekatiku dan Mencoba meraih hatiku. Aku selalu terauma dengan Samsudin, tidak sedikitpun kuhiraukan pembicaraannya. Sebab itu aku sadar, peristiwa demi peristiwa yang kulewatidalam hidup adalah halaman demi halaman ilmu yang tengah kubaca dan kucoba mengerti, hikma apa yang
terkandung olehnya. Hidup dan mati sepenuhnya di Tangan Allah dan jika kami harus berpisah, sebab Allah memang Menghendaki yang demikian” (hlm.202-305).
Kenyataan fisik dari kutipan (55) dan (56) itu telah menempatkan tokoh Nisa sebagai individu yang lemah dan membutuhkan perlindungan dari seseorang pria yang bertanggung jawab terhadap istri tidak melakukan kekerasan dalam menjalankan rumah tangga. Nisa siap untuk memutuskan untuk menikah dengan pamannya yaitu Lek Khudhori.
(55) “Sejak saat ini, kau bukan lagi kanak-kanak, Nisa.Darah haid pertama telah menandai batas masa kanak-kanakmu menuju usia dewasa sejak hari ini, kau adalah mukallaf semua hukum agama harus dilakasanakan sebagaimana mestinya kau sudah dewasa sekarang! jangan bertingkah seperti kanak-kanak kau juga harus mulai mengaji kelak dengan tekun. Jangan membikin ulah macam-macam disaat mengaji. Hormati pak Ali dan jaga sopan santun.
Atas dukungan ibu dan Wildan juga atas pertimbangan bahwa kondisiku kurang baik untuk tinggal terlalu lama tanpa aktivitas setelah menjadi janda aku berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah aku merasa kemerdekaan hidup mengobsesi sekian lama dalam benakku. Toh aku sudah dewasa kini (hlm. 92-93 ).
(56) “Nisa sekarang ini aku merasa, tak ada lagi yang mesti kita tunggu, Kurasakan pula, kebutuhan untuk itu sampai pada tingkatan wajib. Bagaimana menurut Nisa?”Kukatakan pertikahan ini dalah masa kemerdekaan hidup (hlm.211).
Berdasarkan kutipan (51), (52), (53), (54), dan kutipan (55), (56) di atas dapat disimpulkan bahwa citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek fisik tergambar sebagai wanita dewasa yang mengalami peristiwa hamil, melahirkan, dan merawat anaknya. Selain itu, tokoh Nisa secara fisik digambarkan sebagai wanita mandiri. Hal ini terwujud dari kemampuannya untuk berkembang dan membangun diri berdasarkan pola pilihannya sendiri. Tokoh Nisa bertanggung jawab dan mampu membangun keluarga sejahtera. Meskipun secara kodrat wanita itu lemah, ia digambarkan sebagai wanita yang memiliki wajah cantik.
Selanjutnya setelah hidup berkeluarga, tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita dewasa yang dicirikan secara khas. Lek Khudhori adalah segala-segalanya bagi kehidupan Nisa, selain itu sebagai inspirasi perjuangan Nisa untuk terus bangkit menghadapi gelombang kehidupan bersama Samsudin. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (57) di bawah ini.
membuat semangatku jadi bergairah Lek Khudhori telah menjadi inspirasi perjuanganku untuk hidup dan bangkit (hlm.113).
Kutipan (57) itu telah menempatkan tokoh Nisa sebagai wanita dewasa yang mempunyai segala-galanya bagi kehidupannya dan dia membutuhkan calon suami yang baik dan sebagai inspirasi hidupnya. Semua itu dia dapatkan dari sosok Lek Khudhori sebagai penyemangat untuk selalu bangkit dari kekerasan Samsudin.
Secara fisik pula tergambar sebagai seorang wanita yang dewasa memiliki kegembiraan yang terlihat dari air mata yang keluar dan lukalara Nisa telah menaiki tangga kebahagianku kembali. Setelah berjuta jam sesak nafas dalam kurungan nafsu Samsudin. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (58) dibawah ini.
(58) Sukmaku melayang ringan menjemput purnama dan gemerlap udara kebebasan. Tak kaburlah air mata dan dukalara, kini aku telah menaiki dalam lubang gelap gua hitam minotaunya Samsudin (hlm.186).
(59) Aku menghabiskan masa libur sekolah, aku dapat mencari telur burung emprit kesukaanku didahan pepohonan dan berkuda sampai perbatasan desa sambil berburu burung. Tentu saja ia naik kuda lain yang sama besarnya tinggi dengan kuda tungganganku (hlm.18).
(60) Masa remajaku dan membiarkan aku menikmati serpihan bahagia dan berbagai gejolak melangkah berdua, menyeberangi titihan cinta di atas mega-maga (hlm.187).
3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh Nisa dalam Aspek Psikis
Citra diri wanita tokoh Nisa dalam aspek psikis merupakan hal yang akan dikaji dalam subab ini. Keadaan psikis tokoh Nisa dapat mendukung kejelasan identitas diri wanita itu. Dengan diketahuinya keadaan psikis tokoh Nisa itu dapat diperoleh gambaran diri wanita yang khas dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu demi satu keadaan tokoh Nisa dalam aspek psikisnya.
Dalam aspek psikis, citra diri wanita tokoh Nisa digambarkan sebagai wanita dewasa yang memiliki perasaan dan kepribadian baik. Gambaran perasaan dan kepribadian tokoh Nisa terlihat melalui tingkah laku dirinya terhadap Lek Khudhori. Tokoh Nisa dengan kelembutan hatinya menerima lamaran Lek Khudhori untuk menjadi istrinya. Karakteristik psikis yang dimiliki tokoh Nisa itu telah menempatkan dirinya sebagai wanita dewasa yang stabil sifatnya. Dengan kestabilan itu Tokoh Nisa mampu terhindar dari kekerasan Samsudin. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan (61) di bawah ini:
(61) ”Kini aku yang gelagapan. Sebenarnya aku belum siap dengan rencana pernikahan yang kedua kali. Sekalipun mencintainya, tak berarti bahwa aku ingin cepat-cepat menikah dengannya, terlebih saat tengah berada dalam puncak kegairahan untuk kuliah dan berorganisasi kurasakan pula bahwa pengakuan itu begitu tulus dari dalam, keluar dari sekian pertimbangan yang telah di lakukannya. ”Beri aku kesempatan satu minggu untuk memikirkannya,seminggu kemudian, keputusan itu kuambil dan Lek Khudhori mengkhitbahku untuk selang waktu seminggunya kamipun menikah (hlm.209-210).
Selanjutnya, psikis tokoh Nisa tergambar sebagai wanita dewasa yang memiliki pandangan positif terhadap nilai-nilai waktu. Tokoh Nisa menyadari bahwa segala macam kesibukan dirinya merupakan pengalaman berharga dalam mencapai cita-cita dan keberhasilan di masa depan. Hal itu menunjukkan bahwa Nisa berhasil memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya kutipan (63) dan (64) berikut akan menunjukkan bahwa Nisa tidak pernah mentaati waktu, melainkan waktu yang memburu dirinya kesegala arah.
(63) Bahwa aktivitas kuliah telah membuat kesibukan tersendiri untukku. Lengkaplah jam demi jam kulalui dalam keterpesonaan ilmu dan ke hausanku untuk mendalami segala sesuatu. Kerinduanku untuk pada rumah juga pada Lek Khudhori menjadi berkurang karena kesibukkan kuliah (hlm.198).
(64) Dengan organisasi, aku mempelajari cara berorientasi dan manajemen, menguasai massa, juga lobbying dengan menulis, aku belajar menata seluruh gagasan yang kudapat baik di kuliah maupun organisasi, tambah pengalaman dan perenunganku sehari-hari dalam kehidupan nyata. Terlebih jika aku bicara di forum mengenai laki-laki, lidahku menjadi pedas dan kata-kata yang keluar akan semakin pedas lagi dari yang dapat di kira. Jika terjadi debat kusir dengan seorang laki-laki di luar forum lidahku bisa melingkar-lingkar dan seluruh anggota badanku, dari gerakan tangan atau tatapan mata akan ikut mainkan peran untuk membuat lawan bicara menjadi kelengar (hlm.200).
konflik batin tokoh Nisa itu ditunjukkan melalui kedudukannya sebagai mahluk pribadi dan sebagai mahluk sosial. 3.2 Citra Sosial Wanita
Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam masyarakat. Peran ialah bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk menyerahkan diri dengan keadaan ( Wolfman dalam Sugihastuti, 2000:21). Berikut ini akan dipaparkan citra sosial wanita tokoh Nisa dalam aspek keluarga dan masyarakat.
3.2.1 Citra Sosial Wanita Tokoh Nisa dalam Keluarga
Citra sosial wanita tokoh Nisa dalam keluarga merupakan aspek yang akan dikaji dalam subab ini. Kedudukan tokoh Nisa dalam keluarga merupakan salah satu aspek yang diteliti dengan tujuan untuk mendukung kejelasan identitas tokoh wanita itu. Dengan diketahuinya kedudukan tokoh Nisa dalam keluarganya dapat diperoleh gambaran tentang citra wanita yang khas dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Berikut ini akan dipaparkan satu
demi satu peran tokoh Nisa dalam keluarga.
Sebagai wanita dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisik dan psikisnya, salah satu peran yang menonjol adalah peran wanita dalam keluarga, peran wanita dalam keluarga berhubungan dengan peran tokoh Nisa sebagai ibu dari anak-anaknya, sebagai istri, dan sebagai anggota keluarga.
dan memelihara anaknya sampai dewasa. Hal itu tercitrakan melalui keberhasilan Nisa membina dan mendidik Mahbub anaknya untuk bersekolah sampai perguruan tinggi. Realita itu membuat kebanggaan dan kebahagiaan rumah tangga Nisa. Dngan demikian, peran Nisa sebagai seorang ibu dalam pembinaan jiwa dan pembentukkan hal tersebut. Selanjutnya, sebagai seorang anak Mahbub sangat berbakti kepada Nisa, ibunya. Mahbub merupakan seorang anak yang berhasil dalam studinya. Kutipan (65) berikut juga mencitrakan tokoh Nisa sebagai ibu bertanggung jawab terhadap anak.
(65) Nisa sadar benar akan dirinya. Bukan hanya ia harus sebagai ayah, akan tetapi terutama ia harus mampu menempatkan dirinya sebagai seorang ibu. Saat Mahbub masih kecil, Nisa lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Ia melakukan tugas seorang istri dan seorang ibu secara sebenarnya (hlm. 289).
Dari kutipan (65) itu, tokoh Nisa sesuai dengan perannya sebagai ibu memperhatikan tanggung jawabnya yang besar kepada anaknya. Naluri keibuan yang menumbuhkan kasih sayang pada anaknya menjadikan Nisa sebagai wanita dewasa yang selalu siap untuk melindungi anaknya.Tokoh Nisa memberikan rasa aman dan lindungan kasih sayang. Hal ini merupakan tanggung jawab seorang ibu. Naluri keibuannya itu menyebabkan Nisa melakukan tanggung jaw